Pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan (studi kasus Kota Bandar Lampung)

(1)

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI MITRA

PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN

KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

(Studi Kasus Kota Bandar Lampung)

M. Thoha B. Sampurna Jaya

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Pemberdayaan Masyarakat sebagai Mitra Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) adalah karya saya sendiri di bawah arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bogor, 24 Februari 2011

M. Thoha B. Sampurna Jaya P062050594


(3)

ABSTRACT

Muhammad Thoha B. Sampurna Jaya. 2011. Community Empowerment as Local Government Partners in Sustainable Management of Environmental Sanitation in Bandar Lampung. Under supervision of Aida Vitayala S. Hubeis, Khairil Anwar Notodiputro, and Syaiful Anwar

One of problems in the cities is waste management, and one of city that had the problem is Bandar Lampung City. Waste management system in Bandar Lampung City has many problems such as quantity of solid waste, quantity of transportation, and quantity and quality of infrastructure. This research was aimed to design a concept of community empowerment as local government partners in sustainable management of environmental sanitation. The methods used in this research were qualitative and quantitative analysis. The data collected in this research were existing condition, government policy, community perception, and alternative of empowerment concept. Data analysis used were descriptive analysis, content analysis about waste management (Law Republic of Indonesia No. 18, 2008), coefficient contingency and analytical hierarchy process (AHP). Community perception toward environment sanitation management was good and positive. According to community perception, local government has to add waste management infrastructure soon, by operationally technique management system, sanitary landfill, and participation community to do 4R system. Based on stakeholders waste management, it needs an organization and corporation that empowers community and non government organization. This research showed that there were significant relationship between characteristic and community perception with sustainable management of environmental sanitation. However, relationship with salaries, the distance to TPS (temporary disposal areas), the distance to TPA (final disposal area), and perception were significant. Coefficient contingency showed that stakeholders’ influences to community empowerment were significant. Content analysis showed that this policy (Law Republic of Indonesia No. 18, 2008) has accommodated some aspect of waste management, stakeholders roles, cooperation and partnership. This policy, however have not had community empowerment type implicitly yet. AHP analysis showed that the dominant actor (stakeholders) had to notice to empower community as local government partners in sustainable management of environmental sanitation is local government and community; the dominant criteria are supporting by local government policy, waste management organization and institutional, and the concept of sustainable management of environmental sanitation that can be developed in Bandar Lampung was partnership between local government, non government and community.


(4)

Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan (Studi Kasus Kota Bandar Lampung). Di bawah bimbingan Aida Vitayala S. Hubeis sebagai ketua, Khairil Anwar Notodiputro, dan Syaiful Anwar sebagai anggota.

Penanganan sampah dari mulai sumbernya sudah sangat penting untuk segera dilaksanakan di kota Bandar Lampung. Pada saat sekarang, Pemerintah kota Bandar Lampung sedang menggalakkan program kebersihan lingkungan melalui kegiatan Ayo Bersih-Bersih. Pengelolaan kebersihan dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat karena masyarakat merupakan salahsatu penghasil sampah. Karena itu, pemberdayaan masyarakat dalam program kebersihan lingkungan perlu dilakukan sehingga akan dapat mewujudkan kota Bandar Lampung bersih dan sehat serta nyaman. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan yang ada di kota Bandar Lampung, termasuk penyediaan sarana, prasarana, kapasitas daya tampung TPA, dan petugas kebersihan lingkungan, (2) Memahami karakteristik masyarakat (tingkat pendidikan, pendapatan, pekerjaan, Jarak rumah dengan TPS, jarak rumah dengan TPA), persepsi, dan harapan masyarakat terkait program kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya terhadap pengelolaan sampah kota Bandar Lampung, (3) mengkaji peran perguruan tinggi, badan usaha/pihak swasta, petugas/pamong kelurahan dan lembaga swadaya masyarakat dalam mendukung upaya pemerintah terhadap pemberdayaan masyarakat dalam

pengelolaan kebersihan lingkungan, dan (4) merumuskankonsep pemberdayaanmasyarakat

dalam kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan sampah kota. Metode penelitian yang digunakan adalah: (1) metode wawancara terhadap pimpinan dan staf Dinas Kebersihan dan Pertamanan, pimpinan Dinas Pasar, pimpinan kecamatan dan staf, dan kepala kelurahan, serta warga masyarakat sebagai responden untuk mengkaji kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, (2) metode pengumpulan data dalam memahami karakteristik, persepsi dan harapan masyarakat terhadap kebersihan lingkungan dilakukan dengan menggunakan pendekatan pemairan (survey), dan penentuan sampel lokasi digunakan multistage cluster random sampling, (3) metode pengumpulan data dalam mengkaji peran perguruan tinggi, badan usaha/pihak swasta, petugas/pamong kelurahan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam mendukung pemerintah daerah untuk memberdayakan masyarakat digunakan teknik wawancara dan dokumentasi, (4) wawancara dan focussed group discussion (FGD) dengan pakar mengenai konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung.

Analisis data yang digunakan dalam mengkaji kebijakan dan program kebersihan lingkungan, memahami karakteristik dan harapan masyarakat terhadap kebersihan lingkungan, dan mengkaji peran perguruan tinggi, badan usaha/swasta, petugas/pamong dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaan masyarakat adalah dengan menggunakan teknik kuantitatif dan kualitatif. Analisis data yang digunakan dalam menyusun konsep


(5)

pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan diolah dengan bantuan program expert choice 2000.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung, Dinas Pasar Kota Bandar Lampung, dan Satuan Organisasi Kebersihan Lingkungan tingkat kecamatan/kelurahan. Sarana dan prasarana pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan sampah relatif masih kurang memadai yang berupa: Gerobak dorong (40 unit), Container (15 unit), Dump truck (26 unit), Armroll truck (2 unit), Buldozer (1 unit), Wheel loader (1unit), Excavator (1 unit). TPA Bakung masih mampu menampung sampah kota Bandar Lampung sampai 2020-2025 bila tingkat pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah dioptimalkan, jika tidak maka tahun 2012 TPA Bakung harus ditutup karena sudah melampaui batas daya dukung. Berdasarkan hasil uji statistik koefisien kontingensi Fisher diperoleh hubungan yang signifikan antara kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan dengan keberdayaan masyarakat, karena keberdayaan masyarakat sangat tergantung pada ketersediaan sarana dan prasarana, jumlah petugas kebersihan, dan kapasiatas tampung TPA yang merupakan kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan

Dari hasil content analysis terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, dapat disimpulkan bahwa secara umum undang-undang tersebut sudah mengakomodir berbagai aspek pengelolaan sampah (asas, tujuan, pengurangan sampah, penanganan sampah, pengelolaan sampah spesifik, hak dan kewajiban stakeholder, pembiayaan, kompensasi, dan pengawasan), peran stakeholders (pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha, dan LSM), dan kerjasama serta kemitraan dalam pengelolaan sampah. Namun demikian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tersebut, khusus untuk keterkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, belum memuat secara implisit bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Karakteristik masyarakat yang terdiri dari jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, jarak rumah dengan TPS, jarak rumah dengan TPA, dan persepsi masyarakat memberikan kontribusi terhadap strategi pemberdayaan masyarakat dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Beragamnya karakteristik masyarakat, secara signifikan memberikan kontribusi, kecuali tingkat pendidikan terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Harapan masyarakat dalam pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung diperlukan adanya strategi pemberdayaan masyarakat yang terpadu dan holisitik. Menurut stakeholders (PT, LSM, petugas, warga masyarakat dan pihak swasta) pentingnya peran dan fungsi struktur organisasi pengelola kebersihan di kota Bandar Lampung, yaitu: (1) sebagai fungsi kontrol bagi institusi kebersihan lingkungan perkotaan, (2) sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung, (3) agar sampah kota dapat dikelola secara efisien dan efektif, dan (4) adanya organisasi tersebut dan berfungsi sebagaimana mestinya akan dapat mengelola kebersihan lingkungan perkotaan secara berkelanjutan. Hasil analisis statistik koefisien kontingensi uji Fisher menggunakan SPSS 15 for Windows, menunjukkan adanya peran yang signifikan stakeholders terhadap pemberdayaan masyarakat.


(6)

hukum, prioritas ketiga pengelolaan dengan teknik sanitary landfill dan prioritas yang keempat adalah peningkatan sarana dan prasarana. Implementasi terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kota Bandar Lampung dapat mengatur tata cara pengelolaan sampah secara terpadu dan holistik mulai dari sumber sampai ke TPA, mengatur posisi, hak dan kewajiban masing-masing stakeholders dan mengatur sanksi jika terjadi pelanggaran dalam pengelolaan sampah. Penegakan hukum terhadap pelanggaran pengelolaan kebersihan lingkungan tersebut diharapkan akan membentuk masyarakat yang teratur, tertib dan berbudaya disiplin. Strategi kebijakan dan program

pengelolaan kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung yang dapat dikembangkan adalah pemberdayaan masyarakat melalui pola kemitraan antarstakeholders, yaitu antara pemerintah kota, swasta dan masyarakat (termasuk masyarakat perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan warga masyarakat) dalam bentuk suatu Komisi atau Dewan Kebersihan Lingkungan Kota.

. Program kebersihan lingkungan berkelanjutan akan dapat dicapai jika terjalinnya kerjasama yang sinergis antarstakeholders. Dengan adanya kemitraan antarstakeholders, permasalahan sampah yang selama ini dihadapi oleh pemerintah kota Bandar Lampung dapat diatasi dengan melalui pemberdayaan masyarakat sebagai mitra dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan sampah.

Rekomendasi yang diusulkan dari hasil penelitian ini adalah: (1) perlu segera diimplementasikan konsep pemberdayaan masyarakat dengan pola kemitraan antara pemerintah kota Bandar Lampung, pihak swasta, dan masyarakat (termasuk masyarakat perguruan tinggi danlembaga swadaya masyarakat) dalam bentuk suatu Komisi atau Dewan Kebersihan Lingkungan Kota., (2) perlu ditingkatkan kuantitas dan kualitas ketersediaan sarana dan prasarana untuk mendukung pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung serta pemantauan pelaksanaan kegiatan pengelolaan kebersihan lingkungan dengan melibatkan seluruh stakeholders, (3) tumbuhkembangkan keberdayaan masyarakat melalui sosialisasi program 4R (reduce, reuse, recycling, dan replace) mulai dari tingkat rumahtanggga dengan diikuti mekanisme imbalan bagi mereka yang melaksanakan dan sanksi bagi yang tidak melaksanakannya, (4) visi ke depan dari pemberdayaan masyarakat adalah mendorong lahirnya konsep pengelolaan sampah yang tidak mengenal adanya TPS dan TPA tetapi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dalam rangka menuju Manajemen Sampah Terpadu (MST) sehingga terjadi proses transformasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung akan menjadi Pusat Daur Ulang Terpadu (PDUT) Bakung Bandar Lampung.


(7)

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar Institut Pertanian Bogor. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(8)

KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

(Studi Kasus Kota Bandar Lampung)

M. Thoha B. Sampurna Jaya

P062050594

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(9)

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Prof. Dr. Ir. Nastiti S.Indrasti 2. Dr.Ir. Lailan Syaufina. M.Sc.

Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Prof. Dr.Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. 2. Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc.


(10)

Nama : M. Thoha B. Sampurna Jaya

NRP : P062050594

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis Ketua

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S. Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr.Ir. Cecep Kusmana, M.S. Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:


(11)

KATA PENGANTAR

Pemberdayaan masyarakat dalam konteks pengelolaan sampah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah kelembagaan, kebijakan dan program pemerintah dalam pengelolaan sampah, sarana dan prasarana, petugas kebersihan, daya tampung Tempat Pembuangan Akhir (TPA), aktivitas petugas/ pamong, dan lembaga swadaya masyarakat. Dalam hal ini, Perguruan tinggi dengan para akademisinya dapat memberikan masukan dan pendampingan dalam pemilihan teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan. Sedangkan, peran pihak swasta/ badan usaha yang bergerak dalam pengolahan dan pengelolaan sampah dapat bermitra dengan pemerintah. Selain itu, faktor seperti tingkat pendidikan, pendapatan, jenis pekerjaan, jarak rumah, persepsi, sikap dan perilaku masyarakat memberikan kontribusi yang besar dalam pengelolaan kebersihan lingkungan yang berkelanjutan.

Atas limpahan ramat dan hidayah dari Allah Yang Maha Esa, penulis dapat menyelesaikan disertasi ini sebagai tugas akhir pendidikan S-3 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan disertasi ini, penulis memohon maaf atas segala keterbatasan, waktu dan sumberdaya lainnya yang berimplikasi terhadap kekurangsempurnaan isi disertasi. Sebagai manusia biasa tentu saja tidak luput dari serba kekurangan Namun dengan semangat yang dimiliki akhirnya selesai juga menyusun disertasi ini. Selain itu, sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian studi, beberapa bagian dari isi disertasi telah dipublikasikan di Jurnal Kesehatan Volume 1 Nomor 1, April 2010 yang diterbitkan oleh Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Tanjungkarang bekerjasama dengan Organisasi Profesi Kesehatan Propinsi Lampung dengan judul: Model Pemberdayaan Masyarakat sebagai Mitra Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan dan Jurnal Kesehatan Lingkungan Ruwa Jurai Volume 4 Nomor 1, Juni 2010 yang diterbitkan oleh Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Bandar Lampung dengan judul: Kajian Kebijakan dan Program Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan Kota Bandar Lampung.

Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa disertasi ini tidak akan terwujud apabila tidak mendapat arahan, dorongan, dan proses bimbingan yang intensif dari


(12)

Komisi Pembimbing. Ucapan terima kasih dan rasa hormat, penulis sampaikan juga kepada Prof. Dr.Ir. Nastiti S. Indrasti dan Dr.Ir. Lailan Syaufina, M.Sc. selaku penguji luar komisi dalam ujian tertutup, Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. dan Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc. selaku penguji luar komisi dalam ujian terbuka serta semua pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan disertasi ini. Ucapan terimakasih dan dengan segala kerendahan hati penulis juga sampaikan dengan hormat kepada:

1. Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan motivasi, semangat, dan arahan dalam penyusunan disertasi ini.

2. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor yang telah memberi dorongan dan arahan.

3. Walikota Kota Bandar Lampung beserta jajarannya yang telah banyak membantu penulis dalam pengumpulan data primer maupun sekunder dalam disertasi ini. 4. Isteri tercinta, Sasmiati dan putera-puteri tersayang Fajar Thomas Agatha, Gita

Lestari.Ade Novindry, dan Hasaumi Mayaranti yang setia memberikan dukungan moral dan memotivasi penulis menyelesaikan disertasi ini.

5. Mbak Ririn, mbak Suli, mbak Herlin dan seluruh staf Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang banyak membantu memfasilitasi dan memberi informasi dalam rangka penyelesaian disertasi ini.

6. Rekan-rekan mahasiswa angkatan V Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan penyelenggaraan kelaskhusus Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Akhirulkalam, penulis berharap agar disertasi ini memberikan manfaat bagi pemerintah dan seluruh masyarakat, khususnya bagi pembaca disertasi ini.

Bogor, 24 Februari 2011

M.Thoha B.Sampurna Jaya NRP. P062050594


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan Pagelaran Provinsi Lampung pada tanggal 31 Agustus 1952 sebagai anak keempat dari enam bersaudara dari ayahanda Muhammad Daud Batin Sampurna Jaya dan ibunda Habibah. Pendidikan dasar dan menengah diselesaikan di kota Bandar Lampung, dan melanjutkan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Lampung sampai Sarjana Muda.

Tahun 1977 melanjutkan program sarjana di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret dan lulus tahun 1979. Pada tahun 1983 penulis mengikuti studi lanjut di Pascasarjana (S-2) Program Ilmu Lingkungan Universitas indonesia. Selanjutnya pada tahun 2005 mendapat kesempatan dan lulus seleksi untuk mengikuti Program Doktor (S-3) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor.

Sejak tahun 1981 sampai saat ini penulis mengabdikan diri di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung sebagai tenaga pengajar dalam Mata Kuliah Pokok yakni Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH). Dalam perjalanan waktu, penulis pernah dipercaya sebagai Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan FKIP Universitas Lampung (1986-1990), Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Lampung (1990-1996), diminta dan terpilih sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Lampung (1998-2001), pada Oktober 2000 diminta kembali ke Universitas Lampung dan terpilih sebagai Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan selama dua periode (2000-2008).

Penulis menikah dengan Dra. Sasmiati, M.Hum. pada tanggal 18 Oktober 1981 dan dikarunia tiga orang anak, Putera pertama bernama Fajar Thomas Agatha, S.P, puteri kedua bernama Gita Lestari Ade Novindry, S.Pd. yang saat ini sedang menyelesaikan thesis S-2 di Universitas Negeri Jakarta, dan puteri bungsu bernama Hasaumi Mayaranti, S.I.Kom.yang juga sedang menempuh pendidikan S-2 di Universitas Indonesia.


(14)

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pemikiran... 5

1.3 Perumusan Masalah ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 10

1.4.1 Tujuan umum ... 10

1.4.2 Tujuan khusus ... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

1.6 Hipotesis... 11

1.7 Sistimatika Disertasi ... 12

1.8 Kebaruan (Novelty) ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Lingkungan ... 14

2.2 Persepsi, Sikap dan Perilaku Terhadap Lingkungan ... 17

2.3 Masalah, Tantangan dan Peluang Pengelolaan Lingkungan dalam Pemberdayaan Masyarakat ... 22

2.3.1. Masalah pengelolaan lingkungan ... 22

2.3.2. Tantangan dan peluang dalam pemberdayaan masyarakat ... 24

2.3.3. Strategi pemberdayaan masyarakat ... 26

2.3.4. Kebijakan pemberdayaan masyarakat ... 27

2.4 Konsep Dasar dan Sistem Pengelolaan Sampah ... 28

2.4.1. Sistem pengelolaan sampah ... 32

2.4.2. Kebijakan pengelolaan sampah di perkotaan... 37

2.5 Konsep Dasar dan Prinsip Kemitraan ... 42

III. KAJIAN KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG 3.1 Pendahuluan... 44

3.2 Metode Penelitian ... 45

3.3 Hasil dan Pembahasan ... 48

3.3.1 Kebijakan dan program pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung... 48

3.3.2 Bentuk dan struktur organisasi... 48

3.3.3 Timbulan sampah di kota Bandar Lampung ... 50

3.3.4 Sumber dana... 51

3.3.5 Partisipasi masyarakat... 52

3.4 Implementasi Pengelolaan Sampah di kota Bandar Lampung ... 57


(15)

3.5 Hubungan Kebijakan Pengelolaan Kebersihan Lingkungan dengan

Keberdayaan Masyarakat ... 61 3.6 Analisis Isi (Content Analysis) Undang-Undang Nomor.18

Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah ... 65 3.7 Simpulan ... 71 IV. KARAKTERISTIK DAN HARAPAN MASYARAKAT SEBAGAI

DASAR STRATEGI PEMBERDAYAAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

4.1 Pendahuluan ... 72 4.2 Metode Penelitian ... 73

4.3. Hasil dan Pembahasan ... 74 4.3.1 Karakteristik dan persepsi masyarakat terhadap

` pengelolaan kebersihan lingkungan ... 74 4.3.2 Karakteristik dan harapan masyarakat terhadap program

pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan ... 78 4.3.3 Hubungan karakteristik masyarakat dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan ... 104 4.4. Simpulan... 109 V PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN

KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG

5.1 Pendahuluan ... 110 5.2 Metode Penelitian ... 112

5.3 Hasil dan Pembahasan ... 113 5.3.1 Struktur organisasi yang melaksanakan pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah di kota Bandar Lampung... 113

5.3.2 Peran struktur organisasi yang dibuat Pemerintah Kota Bandar Lampung mendukung keberhasilan pengelolaan

kebersihan lingkungan... 115 5.3.3 Peran stakeholders terhadap pemberdayaan masyarakat ... 127 5.4 Simpulan... 128 VI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI MITRA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG

6.1 Pendahuluan ... 130 6.2 Metode Penelitian ... 131 6.3 Hasil dan Pembahasan ... 132

6.3.1 Analisis AHP pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung..132 6.3.2 Hasil analisis data penilaian tingkat kepentingan stakeholders dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan ... 133


(16)

pengelolaan kebersihan lingkungan ... 139

6.4. Model Pemberdayaan Masyarakat sebagai Mitra dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan Kota Bandar Lampung …….141

6.5. Simpulan ... 144

VII PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan……...145

7.2. Transformasi TPA Menuju Pusat Daur Ulang Terpadu... 148

VIII SIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Simpulan... 153

8.2 Rekomendasi ... 153

DAFTAR PUSTAKA ... 155

LAMPIRAN ... 161


(17)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Sampah menurut jenis, sifat dan sumbernya ... 31

2 Estimasi total timbulan sampah berdasarkan jenisnya kota metropolitan/besar (26 kota dengan total penduduk 40,1 juta) ... 34

3 Sumber sampah dan jumlah (Juta ton/tahun) ... 34

4 Sistem penanganan sampah di Indonesia ... 35

5 Sebaran jumlah responden berdasarkan sampel lokasi penelitian ... 47

6 Jumlah kios dan sampah yang dihasilkan serta jumlah truk masing-masing pasar di Kota Bandar Lampung ... 51

7. Anggaran lingkungan hidup kota Bandar Lampung... 52

8 Target dan realisasi retribusi persampahan Kota Bandar Lampung... 57

9 Persepsi responden atas ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan lingkungan menurut tingkat keberdayaan masyarakat (%) ... 61

10 Persepsi responden atas petugas kebersihan lingkungan menurut tingkat keberdayaan masyarakat (%) ... 62

11 . Persepsi responden atas kapasitas tampung TPA menurut tingkat keberdayaan masyarakat (%) ... 63

12. Hasil uji koefisien kontigensi Fisher (Chi-square) hubungan kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan dengan keberdayaan keberdayaan masyarakat... 64

13 Analisis isi keterkaitan aspek pengelolaan sampah dengan stakeholders.... 68

14 Analisis isi keterkaitan aspek kerjasama dengan stakeholders dalam Pengelolaan sampah ... 69

15. Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010... 75

16 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan, Bandar Lampung 2010 ... 76


(18)

pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan, Bandar Lampung 2010 ... 76 18 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program

pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan,

Bandar Lampung 2010 ... ... 77 19 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program

pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPS,

Bandar Lampung 2010 ... 77 20 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program

kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPA,

Bandar Lampung 2010 ... 78 21 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan

program kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin,

Bandar Lampung 2010 ... 81 22 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan, Bandar Lampung 2010 ... 82 23 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan,

Bandar Lampung 2010 ... 82 24 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan, Bandar Lampung 2010 ... 83 25 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPS,

Bandar Lampung 2010 ... .. 83 26 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPA,

Bandar Lampung 2010... 84 27 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010 ... 86


(19)

No. Halaman 28 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam Program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan,

Bandar Lampung 2010 ... 87 29 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendidikan,

Bandar Lampung 2010... 87 30 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendapatan,

Bandar Lampung 2010 ... 88 31 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPS, Bandar Lampung 2010 ... 88 32 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPA, Bandar Lampung 2010 ... 89 33 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010 ... 93 34 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pekerjaan,

Bandar Lampung 2010... 93 35 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan,

Bandar Lampung 2010... 94 36 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan,

Bandar Lampung 2010 ... 94 37 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPS,

Bandar Lampung 2010 ... 94 38 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPA,

Bandar Lampung 2010 ... 95


(20)

keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan

berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010 ... 101 40 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap pemberdayaaan/

keterlibatandalam program pengelolaan kebersihan lingkungan

berdasarkan pekerjaan, Bandar Lampung 2010 ... . 102 41 Distribusi persentase harapan terhadap pemberdayaan/ keterlibatan

dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan,

Bandar Lampung 2010 ... 102 42 Distribusi persentase harapan terhadap pemberdayaan/keterlibatan

dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan,

Bandar Lampung 2010 ... 103 43 Distribusi persentase harapan terhadap pemberdayaan/keterlibatan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPS, Bandar Lampung 2010 ... 103

44 Distribusi persentase harapan terhadap pemberdayaan/ keterlibatan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA, Bandar Lampung 2010 ... 104 45 Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap program

pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendidikan,

Bandar Lampung 2010... 104 46 Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap program

pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan,

Bandar Lampung 2010 ... 105 47 Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap program

Pengelolan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan,

Bandar Lampung 2010 ... 106 48 Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap program pengelolaan

kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah denganTPS,

Bandar Lampung 2010 ... 106 49 Distribusi pesentase pendapat masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA,

Bandar Lampung 2010 ... 107 50 Distribusi persentase persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan, Bandar Lampung 2010 ... 107


(21)

No. Halaman 51 Hasil uji koefisien kontingensi Fisher tentang hubungan karakteristik dan persepsi masyarakat dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan

kota Bandar Lampung 2010 ... 108 52 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders)

terhadap peran organisasi kebersihan lingkungan... 116 53 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders)

terhadap kondisi sistem organisasi ... 118 54 Distribusi persentase pendapat stakeholders terhadap bentuk sistem

organisasi... 120 55 Distribusi persentase pendapat stakeholders terhadap keterlibatan

pihak lain …... 122

56 Distribusi persentase pendapat stakeholders terhadap bentuk keterlibatan masyarakat... 124

57 Distribusi persentase peran para stakeholders terhadap keberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan ... 127 58 Skala penilaian perbandingan pasangan... 131


(22)

1. Kerangka pemikiran ... 7 2. Diagram perumusan masalah ... 9 3. Diagram sampel kecamatan dan kelurahan serta responden... 46 4 Struktur organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota

Bandar Lampung... 49 5 Sistem mekanisme partisipasi masyarakat (KMLH dan JICA 2003)... 53 6. Jumlah pasal terkait pertanyaan kunci pengelolaan sampah dalam

Undang-Undang nomor 18 Tahun 2008 ... 66 7. Jumlah pasal terkait pertanyaan kunci peran stakeholder pengelolaan

sampah dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008... 67 8. Jumlah pasal terkait kunci kerjasama dan kemitraan antarstakeholders Pengelolaan sampah dalam Undang-Undang nomor 18 Tahun 2008 ... 69 9. Harapan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah kota Bandar

Lampung dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan ... 78 10. Harapan masyarakat terhadap ketersediaan sarana dan prasarana ... 81 11. Harapan masyarakat terhadap sistem pengelolaan sampah .... ... 82 12. Harapan masyarakat terhadap pemberdayaan masyarakat dalam

pengelolaan kebersihan lingkungan hidup... 86 13. Kerjasama pemangku kepentingan (stakeholders)... 87

14. Peran dan fungsi struktur organisasi dalam pengelolaan kebersihan

lingkungan...115 15. Sistem administrasi penglolaan kebersihan khususnya sampah kota... 117 16. Keterlibatan pihak lain diluar pemerintah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan khususnya sampah kota... 121 17. Diagram hirarki AHP pada pengelolaan kebersihan lingkungan

berkelanjutan kota Bandar Lampung ... 132


(23)

No. Halaman 18. Stakeholders yang berkepentingan dalam pengelolaan kebersihan

lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung ... 134 19. Kriteria pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar

Lampung ... 137 20. Alternatif pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota

Bandar Lampung... 139 21. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung ... 142 22. Transformasi TPA menuju pusat daur ulang terpadu (PDUT) Bakung kota Bandar Lampung ... 150


(24)

1. Identitas responden warga masyarakat... 161 2. Identitas depth interviewee/peserta FGD (petugas, perguruan tinggi,

LSM dan swasta)... 167 3. Frekuensi karakteristik responden dengan persepsi ... 168 4. Analisis statistik deskriptif frekuensi karakteristik responden

terhadap harapan kebijakan pengelolaan sampah kota ... 172 5. Analisis statistik deskriptif frekuensi peserta FGD (PT – LSM

petugas- swasta) ... 180 6. Analisis statistik deskriptif tabulasi silang persepsi masyarakat... 188 7. Analisis statistik deskriptif tabulasi silang harapan masyarakat terhadap

pengelolaan sampah ... 191 8. Analisis statistik deskriptif tabulasi silang stakeholders

(petugas-perguruan tinggi-LSM-swasta) ... 199 9. Hasil analisis statistik koefisien kontigensi hubungan kebijakan program pengelolaan kebersihan lingkungan dengan pemberdayaan masyarakat... 207 10. Hasil analisis statistik koefisien kontingensi hubungan karakteristik

dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan... 210 11. Hasil analisis statistik koefisien kontingensi Fisher peran stakeholders

terhadap tingkat pemberdayaan masyarakat...216 12. Hasil analisis isi (content analysis) Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah... 217 13 Distribusi karakteristik responden ... 225 14 Hasil analisis Bootstrap dengan lima kali pengulangan ... 227


(25)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perubahan iklim global menimbulkan kecemasan masyarakat dunia karena akan membawa dampak negatif terhadap lingkungan. Terbentuknya badan khusus di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai perubahan iklim, yaitu UNFCCC (UN Framework Convention on Climate Change), merupakan upaya nyata untuk mengantisipasi terjadinya perubahan iklim global. Berkenaan dengan hal tersebut maka Conference of the Parties (COP) yang merupakan salahsatu bagian dari UNFCCC pada tahun 1997, telah menghasilkan kesepakatan internasional untuk mengelola perubahan iklim global, dengan dokumen yang dikenal sebagai Protokol Kyoto.

Protokol Kyoto berisikan kesepakatan legal pemerintah negara-negara Annex I (pada umumnya negara industri) mengenai target kuantitatif pengurangan emisi gas rumah kaca untuk diterapkan pada periode 2008-2012. Emisi gas rumah kaca (green house gases) dianggap sebagai penyebab perubahan iklim global yang ditakutkan oleh banyak pihak. Untuk mencapai target yang telah ditetapkan tersebut maka Protokol Kyoto dilengkapi dengan mekanisme perdagangan emisi (emission trading), penerapan bersama (joint implementation), pemanfaatan rosot (sinks), dan mekanisme pembangunan bersih (clean development mechanism).

Protokol Kyoto (Murdyarso 2003) menyatakan bahwa melalui fasilitas mekanisme pembangunan bersih (CDM) yang disediakannya memungkinkan negara berkembang seperti Indonesia untuk mendapatkan manfaat dalam bentuk aliran finansial maupun teknologi dari negara maju. Sidang selanjutnya COP-3 di Kyoto secara tegas telah berhasil mengikat kesepakatan negara-negara Annex-I (sebagian besar negara industri, dengan Jepang serta negara-negara Eropa Barat dan Skandinavia sebagai pelopornya) pada suatu target kuantitatif pengurangan emisi gas rumah kaca, khususnya karbondioksida. Inti kesepakatan adalah bahwa pada periode 2008-2012, negara-negara tersebut secara bersama-bersama (target pengurangan emisi yang dapat berbeda untuk masing-masing negara) harus bisa


(26)

mencapai pengurangan emisi karbondioksida sebesar 5 (lima) persen di bawah emisi karbondioksida mereka pada tahun 1990.

Pada pertemuan di Copenhagen tahun 2010 pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi karbondiaksida sebesar 26 persen, kendatipun di Indonesia pelaksanaan mekanisme pembangunan bersih masih memerlukan waktu yang cukup panjang karena kontribusinya relatif kecil. Hal ini dapat dilihat kurangnya kesungguhan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan yang terkait dengan pencemaran udara akibat gas buang, pencemaran sungai dan tanah di perkotaan maupun persepsi masyarakat dalam memanfaatkan sampah sebagai resources, bukan sebagai limbah.

Pada dasarnya, pengelolaan kebersihan lingkungan di perkotaaan relatif lebih kompleks dibanding di perdesaan. Hal ini diduga sebagai akibat dari pengaruh pembangunan yang berbeda terhadap kehidupan di desa dan di kota. Pembangunan kota mengubah keadaan fisik lingkungan alam menjadi lingkungan buatan manusia sehingga lingkungan alam sulit dipertahankan kelestariannya dalam wujud aslinya. Pembangunan kota mengubah lingkungan sosial masyarakat yang semula hidup lebih akrab dan saling tolong-menolong dalam perikehidupan masyarakat kecil di kampung atau desa, menjadi lebih individualis di perkotaaan; perubahan menjadi kota mengakibatkan setiap orang harus berusaha memecahkan masalahnya sendiri-sendiri, terutama yang menyangkut keperluan akan air minum, energi, angkutan, pelayanan kesehatan dan lain-lain keperluan yang lazim disebut pelayanan umum (public utilities). Dalam hal ini peranan pemerintah seharusnya adalahb menyediakan berbagai keperluan pelayanan umum ini. Masalah yang dihadapi pemerintahan kota dalam hal ini adalah bagaimana memenuhi berbagai keperluan pelayanan umum tersebut dengan anggaran dana yang terbatas.

Munculnya sampah dan limbah, pencemaran udara, sungai, tanah, kebisingan suara dan lain-lain yang serupa, sebagai perwujudan dampak negatif dari perubahan lingkungan alam, memunculkan pertanyaan-pertanyaan seperti: sampai seberapa jauhkah fungsi lingkungan alam bisa diambil alih oleh lingkungan buatan manusia? Sampai seberapa jauhkah perubahan lingkungan alam mencapai titik krisis sehingga berpengaruh negatif terhadap perikehidupan


(27)

3

manusia? Masalah persampahan disebabkan beberapa hal, diantaranya, (1) pertambahan penduduk dan arus urbanisasi yang pesat telah menyebabkan timbunan sampah pada perkotaan semakin tinggi, (2) kendaraan pengangkut sampah yang jumlah maupun kondisinya kurang memadai, (3) sistem pengelolaan TPA yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan, dan (4) belum diterapkannya pendekatan reduce, reuse, recycle dan replace (4 R). Besarnya timbulan sampah yang tidak dapat ditangani akan menyebabkan berbagai permasalahan baik langsung maupun tidak langsung bagi penduduk kota. Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang bijaksana diantaranya adalah timbulnya berbagai penyakit menular, penyakit kulit, dan gangguan yang disebabkan terhambatnya arus air di sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang ke sungai (Wibowo dan Djajawinata 2003).

Salahsatu tantangan yang dihadapi oleh para pengelola perkotaan adalah penanganan masalah persampahan. Berdasarkan data BPS tahun 2000 (Bappenas 2002), dari 384 kota yang menimbulkan sampah sebesar 80.235,87 ton setiap hari, ternyata hanya sebesar 4,2 persen sampah yang dapat diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah sebesar 4,2 persen yang dibakar sebesar 37,6 persen, yang dibuang ke sungai 4,9 persen, dan yang tidak tertangani sebesar 53,3 persen. Sebagai perbandingan rata-rata volume sampah yang ditimbulkan oleh setiap penduduk perkotaaan, seperti kota Jakarta adalah sebanyak 0,8 kg/hari, Bangkok sebanyak 0,9 kg/hari, Singapore sebanyak 1,0 kg/hari, dan Seoul sebanyak 2,8 kg/hari.

Bandar Lampung sebagai ibu kota Propinsi dan salahsatu kota besar, dengan jumlah penduduk mencapai 844.608 jiwa menghasilkan sampah rata-rata sekitar 0,43 kg/hari/orang. Jumlah volume sampah per hari di kota Bandar Lampung adalah sejumlah 500-600 m3 yang dilayani oleh kendaraan operasional pengangkut sampah sebanyak 26 unit kendaraan dengan 61 rotasi per harinya Sampah yang terangkut sekitar 246,75m3, berarti kurang dari 50 persen sampah yang dapat dikelola. Pengelolaan sampah dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pasar, dan Satuan Organisasi Kebersihan Lingkungan (SOKLI) di tingkat kecamatan/kelurahan (Pemerintah Kota Bandar Lampung 2008).


(28)

Pesatnya pertambahan penduduk yang disertai derasnya arus urbanisasi telah meningkatkan jumlah sampah di perkotaan dari hari kehari. Keterbatasan kemampuan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung, Dinas Pasar Kota Bandar Lampung, dan SOKLI dalam menangani permasalahan sampah tersebut menjadi tanda awal dari semakin menurunnya sistem penanganan permasalahan sampah tersebut. Kekurangpedulian dalam pengelolaan persampahan ini dapat terlihat dari terbatasnya anggaran yang disediakan untuk menangani permasalahan sampah. Sementara disisi lain, penghasilan yang diperoleh dari pelayanan persampahan masih jauh dari tingkat yang memungkinkan adanya penanganan secara mandiri dan berkelanjutan. Sistem tarif dalam bentuk retribusi masih konvensional dan tidak memungkinkan adanya insentif bagi operator. Hal ini semakin sulit karena adanya keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, dan terkendala dengan jumlah kendaraan serta kondisi peralatan yang telah tua. Belum lagi pengelolaan TPA yang kurang sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan sampah yang ramah lingkungan.

Menyadari permasalahan yang dihadapi pemerintah kota dalam pengelolaan sampah maka pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat berperan aktif pada sektor publik dan sektor swasta. Pelibatan ini sangat penting terutama pada perencanaan dan pelaksanaan program. Pemberdayaan masyarakat tidak hanya terbuka pada salahsatu sektor saja misalnya pengelolaan sampah, dimana terdapat kemungkinan melibatkan masyarakat dalam skala besar, tetapi juga pada sektor lain yang padat modal dimana masyarakat kemungkinan terkena dampaknya secara langsung, misalnya program energi terbarukan atau efisiensi energi. Pemberdayaan masyarakat diharapkan juga akan menjamin keberlanjutan (sustainability) pelaksanaan program pembangunan karena kemungkinan terdapat program berjangka panjang, sehingga masyarakat juga dapat memantau jalannya program tersebut.

Pemberdayaan (empowerment) merupakan suatu strategi pembangunan dalam paradigma yang berpusat pada manusia. Perspektif pembangunan ini menyadari betapa pentingnya kapasitas manusia dalam rangka meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal atas sumberdaya materi dan non materi.


(29)

5

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah kota, baik keterbatasan fasilitas yang bersifat teknis maupun aspek kelembagaan yang bersifat yuridis, diperlukan penelitian untuk merumuskan konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah kota dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, termasuk mengatasi permasalahan sampah kota Bandar Lampung. Dalam perspektif pemberdayaan ini, masyarakat diberi wewenang untuk turut mengelola sumber daya pembangunan, baik yang berasal dari pemerintah maupun dari pihak lain (termasuk dalam pengelolaan kebersihan lingkungan).

1.2. Kerangka Pemikiran

Meningkatnya volume sampah yang berasal dari kegiatan pasar dan industri disebut sebagai sampah publik dan yang berasal dari kegiatan rumah tangga disebut sebagai sampah domestik. Volume sampah sangat dipengaruhi oleh faktor kependudukan, khususnya tingkat kesejahteraan dan pertumbuhan penduduk. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan dan semakin bertambah jumlah penduduk maka akan semakin membutuhkan barang, jasa, dan konsumsi yang lebih banyak, sehingga meningkatkan volume sampah.

Selain faktor kependudukan, faktor lingkungan juga memberikan pengaruh terhadap peningkatan volume sampah. Lingkungan alami dan lingkungan buatan, khususnya tata kota dan permukiman turut memberikan kontribusi terhadap volume sampah. Tata kota yang kurang terencana dan pemukiman yang tumbuh tanpa memperhatikan faktor lingkungan alam akan mempersulit pengelolaan kebersihan lingkungan.Dalam hal ini, identifikasi dari karakteristik sampah yang ditimbulkan oleh masyarakat perlu dikenali dan dipahami agar dalam pemecahan masalah sampah yang dimulai dari strategi perencanaan dan kebijakan hingga proses pelaksanaan penanganan sampah dapat dilakukan dengan tepat dan benar. Dengan demikian, aspek teknis berupa sarana, prasarana, petugas kebersihan, dan teknis pengolahan sampah merupakan varabel penting dalam mewujudkan kebersihan lingkungan yang berkelanjutan.

Aspek kelembagaan, yang berupa kebijakan dan program pengelolaan sampah oleh dinas dan instansi pemerintah yang terkait, aktivitas pamong, lembaga swadaya masyarakat dalam pengelolaan sampah, aspek anggaran dan manajemen harus teridentifikasi secara jelas. Karakteristik masyarakat yang


(30)

meliputi, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, jarak rumah, persepsi, sikap dan perilaku, dan harapan serta aktivitas masyarakat sehari-hari dalam memperlakukan sampah di lingkungannya sebagai suatu hal yang sangat penting untuk diketahui. Oleh sebab itu, aspek kelembagaan dan faktor karakteristik masyarakat merupakan peubah yang sangat strategis dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan.

Pengelolaan sampah, sesungguhnya bukan hanya melibatkan pihak pemerintah, tetapi juga harus melibatkan pihak swasta, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Pemerintah daerah kabupaten/kota secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat bermitra dengan badan usaha/pihak swasta dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah. Kemitraan sebagaimana dimaksud dapat berbentuk perjanjian antara pemerintah daerah kabupaten/kota dengan badan usaha atau pihak swasta yang bersangkutan. Lembaga swadaya masyarakat dapat memberikan masukan dan pendampingan kepada warga masyarakat untuk mengolah sampah sehingga mempunyai nilai estetis dan ekonomis; perguruan tinggi sebagai institusi yang memiliki Tri Dharma, salah satunya adalah pengabdian kepada masyarakat dapat berperan dalam memberikan alternatif teknologi pengelolaan sampah yang efisien dan efektif.

Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pasar, dan SOKLI saat ini selain berfungsi sebagai pengelola persampahan, juga berfungsi sebagai pengatur, pengawas, dan pembina dalam pengelolaan sampah. Tumpang tindihnya peran pengaturan dan pengawasan dari instansi tersebut dengan fungsi operator pemberi pelayanan, menyulitkan dalam melaksanakan reward dan punishment dalam pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, belum adanya model pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota.

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.


(31)

7 Kegiatan rumah tangga Kesejahteraan penduduk Faktor kependudukan

Buatan Alam

Sampah domestik Pertumbuhan penduduk Daya Tampung TPA Kegiatan pasar & industri

Tata kota dan perumahan

Sampah publik

Air Tanah Udara

Volume sampah

Kebijakan dan program pengelolaan sampah

Sarana dan prasarana serta petugas kebersihan Aktivitas pamong dalam pengelolaan sampah Peran Lembaga Swadaya Masyarakat

Daya tampung TPA

Tingkat pendapatan masyarakat Tingkat pendidikan masyarakat Badan Usaha/Swasta S I K A P D A N P E R I L A K U Jenis pekerjaan masyarakat Jarak rumah masyarakat Akademisi/ Perguruan Tinggi PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN Harapan masyarakat Faktor lingkungan

Gambar1 Kerangka pemikiran

Gambar 1 tentang kerangka pemikitan, memperlihatkan bahwa terwujudnya pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan sebagai tujuan yang hendak dicapai memerlukan kajian empirik tentang kebijakan dan program pengelolaan


(32)

kebersihan lingkungan, karakteristik dan harapan masyarakat serta peran stakeholders (pemerintah, warga masyarakat, pihak swasta, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat) sehingga dapat disusun suatu konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan.

1.3. Perumusan Masalah

Hakikat dari konseptualisasi empowerment adalah berpusat pada manusia dan kemanusiaan, dengan kata lain manusia dan kemanusiaan merupakan tolok ukur normatif, struktural, dan substansial. Dengan demikian, konsep pemberdayaan masyarakat merupakan upaya membangun eksistensi pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, pemerintah, negara, dan tata dunia di dalam kerangka proses aktualisasi kemanusiaan yang adil dan beradab.

Beberapa pandangan tentang pemberdayaan masyarakat (Ife 1995), antara lain adalah sebagai berikut (1) struktural, pemberdayaan merupakan upaya pembebasan, transformasi struktural secara fundamental, dan eliminasi struktural atau sistem yang operasif, (2) pluralis, pemberdayaan sebagai upaya meningkatkan daya seseorang atau sekelompok orang untuk dapat bersaing dengan kelompok lain dalam suatu rule of the game tertentu, (3) elitis, pemberdayaan sebagai upaya mempengaruhi elit, membentuk aliansi dengan elit-elit tersebut, dan berusaha melakukan perubahan terhadap praktek-praktek serta struktur yang elitis, (4) post-strukturalis, pemberdayaan merupakan upaya mengubah dan menghargai subyektivitas dalam pemahaman realitas sosial.

Pemberdayaan masyarakat dalam konteks pengelolaan sampah sangat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain seperti kelembagaan yang ada, kebijakan dan program pemerint ah dalam pengelolaan sampah, sarana dan prasarana, petugas kebersihan, daya tampung Tempat Pembuangan Akhir (TPA), aktivitas pamong, dan lembaga swadaya masyarakat. Perguruan tinggi, dengan para akademisinya dapat memberikan masukan dan memberikan pendampingan dalam pemilihan teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan. Selain itu, faktor tingkat pendidikan, pendapatan, jenis pekerjaan, jarak rumah, persepsi, sikap dan perilaku masyarakat memberikan kontribusi yang besar dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Berdasarkan kerangka


(33)

9

pemikiran tersebut, disusun diagram perumusan masalah seperti tercantum pada Gambar 2. Volume sampah Kebijakan dan program Pengelolaan sampah

Sarana - prasarana dan petugas kebersihan

Aktivitas pamong dalam pengelolaan sampah

Peran Lembaga Swadaya Masyarakat

Daya tampung TPA

Tingkat pendapatan masyarakat Tingkat pendidikan

masyarakat

Pihak swasta / Badan Usaha S I K A P D A N P E R I L A K U Jenis pekerjaan masyarakat Jarak rumah masyarakat Akademisi/ Perguruan Tinggi KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN YANG IDEAL PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN SAAT INI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Harapan masyarakat

Gambar 2 Diagram perumusan masalah

Berdasarkan diagram perumusan masalah, dapat dirumuskan masalah pengelolaan sampah di Bandar Lampung yang dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1. Kurang efektif dan efisiennya kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung saat ini seiring dengan meningkatnya


(34)

volume sampah dan terbatasnya penyediaan sarana-prasarana, kapasitas daya tampung TPA, dan petugas kebersihan lingkungan.

2. Masih rendahnya tingkat keberdayaan, kesadaran dan kurangnya perhatian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan, khususnya dalam pengelolaan sampah kota Bandar Lampung.

3. Kurang berperannya perguruan tinggi, badan usaha/pihak swasta, pamong kelurahan dan lembaga swadaya masyarakat dalam mendukung kebijakan dan program pemerintah daerah terhadap pemberdayaaan masyarakat dalam pengelolaan sampah kota Bandar Lampung

4. Belum adanya konsep pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung.

Dari hasil identifikasi dan perumusan masalah tersebut, maka pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan yang ada saat ini di kota Bandar Lampung, termasuk penyediaan sarana, prasarana, kapasitas daya tampung TPA, dan petugas kebersihan ?

2. Bagaimana hubungan antara karakteristik (tingkat pendidikan, jenis pekerjaan tingkat pendapatan, jarak rumah, persepsi, sikap dan perilaku) serta harapan masyarakat dengan kebersihan lingkungan, khususnya dalam pengelolaan sampah kota Bandar Lampung?

3. Bagaimana peran perguruan tinggi, badan usaha/pihak swasta, petugas/pamong kelurahan dan lembaga swadaya masyarakat dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaaan masyarakat dalam pengelolaan sampah kota Bandar Lampung?

4. Bagaimana konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah

dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya dalam program pengelolaan sampah kota Bandar Lampung?

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1.Tujuan umum

Untuk mengkaji dan menyusun konsep pemberdayaan mayarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung.


(35)

11

1.4.2. Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, termasuk penyediaan sarana, prasarana, kapasitas daya tampung TPA, dan petugas kebersihan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung.

2. Memahami karakteristik (tingkat pendidikan, pendapatan, pekerjaan, jarak rumah, persepsi) dan harapan masyarakat terkait program kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung

3. Mengkaji peran perguruan tinggi, badan usaha/pihak swasta, pamong kelurahan dan lembaga swadaya masyarakat dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung. 4. Merumuskan konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah

daerah dalam kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung secara terpadu dan holistik.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini merupakan bentuk pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan yang holistik dan terpadu. Selain itu merupakan bentuk pengabdian perguruan tinggi kepada masyarakat.

1.6. Hipotesis

Atas dasar kerangka pemikiran dan perumusan masalah tersebut di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Ada hubungan yang signifikan antara kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan yang ada di kota Bandar Lampung, termasuk penyediaan sarana prasarana, kapasitas daya tampung TPA, dan petugas kebersihan dengan tingkat pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar lampung

2. Ada hubungan yang signifikan antara karakteristik (tingkat pendidikan, pendapatan, pekerjaan, jarak rumah, persepsi dan sikap) serta harapan


(36)

masyarakat dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung

3. Ada peran yang signifikan dari perguruan tinggi, badan usaha/pihak swasta, pamong kelurahandan lembaga swadaya masyarakat dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaaan masyarakat dalam pengelolaan sampah kota Bandar Lampung.

1.7. Sistimatika Disertasi

Penyusunan disertasi ini mengacu pada Pedoman Penyajian Karya Ilmiah Edisi Kedua IPB Press 2008 dan Panduan Penulisan Karya Ilmiah Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB. Masalah yang dikaji berorientasi ke masalah empirik yakni masih kurang optimalnya pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya pengelolaan sampah perkotaaan yang melibatkan masyarakat.

Adapun sistimatika disertasi ini adalah pada Bab I berisikan Pendahuluan yang mencakup: latar belakang masalah, kerangka pemikiran penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, hipotesis penelitian, sistimatika disertasi, dan kebaruan (novelty). Bab II Tinjauan Pustaka berisikan pemaparan hasil penelusuran pustaka yang berkaitan dengan variabel dalam kerangka pemikiran, konsep pemberdayaan masyarakat dan program pembangunan lingkungan, persepsi, sikap masyarakat terhadap lingkungan, beberapa hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengelolaan sampah kota, konsep dasar dan sistem pengelolaan sampah serta konsep dasar kemitraan.

Bab III mendeskripsikan dan mengkaji kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung, teknologi pengolahan sampah, manajemen dan organisasi pengelolaan sampah, hubungan kebijakan dan program dengan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan. Selain itu, dideskripsikan dan mengkaji hasil analisis isi terhadap Undang-Undang No.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Bab IV berdasarkan kajian kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, pada bab ini dideskripsikan karakteristik, persepsi, dan harapan masyarakat sebagai dasar strategi pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Dalam Bab V berisikan tentang keterkaitan


(37)

13

peran pemangku kepentingan (stakeholders) dalam mendukung kebijakan dan program pemerintah daerah terhadap persepsi, harapan, dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung.

Bab VI berisikan pembahasan mengenai temuan empirik dari bab-bab sebelumnya untuk dasar penyusunan konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan dan dianalisis dengan pendekatan AHP serta diolah dengan program expert choice 2000. Bab VII merangkai hasil-hasil temuan penelitian dalam bentuk usulan konsep transformasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) menjadi pusat daur ulang terpadu (PDUT) yang holistik. Bab VIII berisikan simpulan dan rekomendasi kepada para pengambil kebijakan dalam mengelola kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung.

1.8. Kebaruan (Novelty)

Dalam penelitian ini yang menjadi temuan kebaruan (novelty) adalah menghasilkan konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan secara terpadu dan holistik. Konsep pemberdayaan tersebut dalam bentuk konsep transformasi TPA menjadi pusat daur ulang terpadu (PDUT) Bakung, sehingga dapat dijadikan landasan bagi pengambil kebijakan dan program dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya pengelolaan sampah kota.


(38)

2.1. Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Lingkungan

Pranarka dan Moeljarto (1996) menyatakan permasalahan sumberdaya alam dan lingkungan hidup dewasa ini, khususnya dalam pengelolaan di bidang pelestarian lingkungan hidup mempunyai beberapa ciri khas, yaitu tingginya potensi konflik, tingginya potensi ketidaktentuan (uncertainty), kurun waktu yang sering cukup panjang antara kegiatan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan, serta pemahaman masalah yang tidak mudah bagi masyarakat luas. Karena ciri-ciri ini, usaha pelestarian akan selalu merupakan suatu usaha yang dinamis, baik dari segi tantangannya yang dihadapi maupun jalan keluarnya.

Untuk itu, direkomendasikan agar menerapkan prinsip-prinsip good environmental governance secara konsisten dengan menegakkan prinsip-prinsip rule of law, tranparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat. Dalam hubungan ini, perlu diusahakan agar masyarakat umum sadar dan mempunyai kesadaran pada kelestarian lingkungan hidup, mempunyai informasi yang cukup tentang masalah yang dihadapi, dan mempunyai keberdayaan dalam berperanserta pada proses pengambilan keputusan demi kepentingan orang banyak.

Sejalan dengan otonomi daerah, pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah di bidang pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan mengandung maksud untuk meningkatkan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan lingkungan hidup. Peranserta dalam intensitas tinggi oleh masyarakat umum inilah yang dapat menjamin dinamisasi dalam pengelolaan lingkungan, sehingga mampu menjawab tantangan tersebut di atas. Mekanisme peranserta masyarakat perlu termanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui mekanisme demokrasi.

Pemberdayaan (empowerment) merupakan konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan Barat, utamanya Eropa. Konsep pemberdayaan mulai tampak ke permukaan sekitar dekade 1970-an, dan terus berkembang sepanjang dekade 1980-an hingga akhir


(39)

15

abad ke 20. Pemberdayaan masyarakat sebagai strategi pembangunan digunakan dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia.

Sebagai suatu strategi pembangunan, Payne (1997) menyatakan pemberdayaan didefinisikan sebagai kegiatan membantu klien untuk memperoleh dayaguna mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan, terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki dengan mentransfer daya dari lingkungannya.

Sementara itu Ife (1995) menyatakan bahwa pemberdayaan sebagai upaya penyediaan kepada orang-orang atas sumber, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka menentukan masa depannya dan untuk berpartisipasi di dalam dan mempengaruhi kehidupan komunitas mereka.

Pada mulanya, paradigma modernisasi telah mendominasi dalam perencanaan maupun praktek pembangunan. Dalam paradigma modernisasi, menurut Sanderson (1993), paling tidak terdapat tiga asumsi pokok sebagai berikut: (1) keterbelakangan cenderung dilihat sebagai suatu keadaan asli (original state), sebagai suatu keadaan masyarakat yang telah ada dalam aneka bentuknya. Keterbelakangan itu terjadi akibat belum masuknya kapitalisme, sehingga untuk keluar dari ketertinggalan, kapitalisme jawabannya, (2) keterbelakangan akibat dari banyaknya kekurangan yang ada di dalam suatu masyarakat seperti kekurangan kapital sehingga untuk mengatasinya diperlukan formasi kapital baru melalui fungsi modal dan teknologi; dan (3) masyarakat terkebelakang biasanya tidak mempunyai semacam kesadaran atau mentalitas yang menawarkan perkembangan. Kemajuan baru terjadi jika orang telah mengadopsi pemikiran rasional, nilai-nilai yang berorientasi masa depan dan sistem etika. Sementara itu, umumnya nilai-nilai lokal masyarakat dianggap tidak kondusif bagi pencapaian kemajuan.

Satria (2002), menyatakan bahwa menurut paradigma modernisasi, masalah keterbelakangan suatu masyarakat bersumber pada masyarakat itu sendiri sehingga solusinya adalah bantuan dari pihak luar. Pihak luar inilah yang


(40)

melakukan rekayasa sosial suatu proyek pembangunan dengan sejumlah keyakinan bahwa model yang akan dikerjakan bersifat universal sehingga bebas dari dimensi ruang dan waktu. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pencangkokan model koperasi perikanan ke semua wilayah secara homogen serta tidak diakuinya kearifan tradisional untuk pengelolaan sumberdaya.

Sajogyo dan Sheperd (1998), lebih akrab dengan istilah modernization without development memahami modernisasi (modernisme) sebagai suatu ideologi pembangunan sudah saatnya ditinggalkan, karena secara empiris modernisme gagal dalam mengapresiasi nilai-nilai dan sistem sosial lokal sehingga program-program pembangunan cenderung teknokratis, sentralistik, dan tidak membumi. Sebagai kritik terhadap ideologi pembangunan, modernisme telah berkembang menjadi paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered development), yang lebih memberikan tempat bagi rakyat untuk turut serta dalam merencanakan, melaksanakan, serta mengawasi proses pembangunan. Dalam payung paradigma inilah wacana pemberdayaan (empowerment discourse) mulai tumbuh.

Pemberdayaan merupakan upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat (Wahyono 2004), yang selanjutnya dasar dari pemberdayaan adalah helping the poor to help themselves (BOBP 1990). Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan suatu paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat people-centered, participatory, empowering, and sustainable (Chambers 1995). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses terjadinya pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu.

Berdasarkan konsep demikian, maka pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan berikut: pertama, upaya itu harus terarah (targetted). Ini yang secara populer disebut keberpihakan. Upaya itu ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalah dan sesuai kebutuhannya; kedua, program ini harus langsung mengikutsertakan atau


(41)

17

dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni agar supaya bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak, kemampuan, dan kebutuhan warga masyarakat.

Selain itu sekaligus meningkatkan keberdayaan (empowering) warga masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan peningkatan ekonomi; ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Ruang lingkup bantuan akan menjadi terlalu luas kalau penanganannya dilakukan secara individual. Karena itu, pendekatan kelompok adalah yang paling efektif, dan dilihat dari penggunaan sumberdaya juga lebih efisien. Disamping itu, kemitraan usaha antarkelompok tersebut dengan kelompok yang lebih maju harus terus-menerus dibina dan dipelihara secara saling menguntungkan dan memajukan.

2.2. Persepsi, Sikap dan Perilaku Terhadap Lingkungan

Persepsi adalah suatu pandangan, pengertian dan interpretasi seseorang mengenai sesuatu yang diinformasikan kepadanya (Dyah 1983). Vredentbergt (1974) dalam Sattar (1985) mengemukakan bahwa persepsi berhubungan dengan kejiwaan seseorang, dimana persepsi adalah cara seseorang mengalami obyek dan gejala-gejala melalui proses yang selektif. Selanjutnya dikatakan dengan melalui proses yang selektif terhadap rangsangan dari suatu obyek atau gejala tertentu, seseorang akan mempunyai suatu tanggapan terhadap obyek atau gejala yang dialaminya. Berkaitan dengan itu, menurut Biran dalam Sudrajat (2003), persepsi merupakan proses psikologi yang berlangsung pada diri kita sewaktu mengamati berbagai hal yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Sudrajat (2003), persepsi merupakan produk atau hasil proses psikologi yang dialami seseorang setelah menerima stimuli, yang mendorong tumbuhnya motivasi untuk memberikan respon melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan. Persepsi dapat berupa kesan, penafsiran atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Dalam hubungan ini, persepsi merupakan hasil dari suatu proses pengambilan keputusan tentang pemahaman


(42)

seseorang kaitannya dengan suatu obyek, stimuli atau individu yang lain. Kesan tentang stimuli tersebut dapat dipandang sebagai pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Sattar (1985) menjelaskan pengertian dari persepsi adalah penilaian, penglihatan atau pandangan seseorang melalui proses psikologi selektif terhadap suatu obyek atau segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya. Sebagai suatu kesatuan psikologi, persepsi dapat mempengaruhi konsep individu dan berpengaruh langsung terhadap perubahan perilakunya. Perilaku seseorang tidak dapat dilepaskan dari persepsi orang tersebut terhadap tindakan yang dilakukannya. Persepsi seseorang terhadap suatu obyek akan positif apabila obyek sesuai dengan kebutuhannya, sebaliknya akan negatif apabila obyek tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan orang tersebut (Sugiyanto 1996).

Menurut Muchtar (1998), persepsi adalah proses penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu obyek atau peristiwa yang diinformasikan, sehingga seseorang dapat memandang, mengartikan dan menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan keadaan dirinya dan lingkungan dimana ia berada, sehingga ia dapat menentukan tindakannya.

Menurut Kayam (1985) dalam Sugiyanto (1996), persepsi adalah pandangan seseorang terhadap suatu obyek sehingga memberikan reaksi tertentu yang dihasilkan dari kemampuan mengorganisasikan pengamatan dan berhubungan dengan penerimaan atau penolakan. Kunci pemahaman terhadap persepsi masyarakat pada suatu obyek, terletak pada pengenalan dan penafsiran unik terhadap obyek pada suatu situasi tertentu dan bukan sebagai pencatatan terhadap situasi tertentu tersebut (Sugiyanto 1996).

Selanjutnya Sarwono (1992) menyatakan persepsi seseorang terhadap lingkungan adalah bagaimana seseorang memandang dan memahami lingkungannya. Persepsi terhadap lingkungan mencakup karakteristik spesifik yaitu (1) pola persepsi memberikan banyak informasi secara langsung, tanpa proses kerja oleh pusat syaraf, (2) persepsi lebih banyak holistik, sehingga informasi lingkungan yang diterima bukan merupakan bagian yang terpisah-pisah,


(43)

19

melainkan satu kesatuan yang penting, dan (3) organisasi dengan aktif mengeksplorasi lingkungannya, menjumpai berbagai obyek dengan berbagai cara.

Menurut Sarwono (1992) perbedaan persepsi disebabkan oleh (1) perhatian, biasanya kita tidak menangkap seluruh rangsangan yag ada disekitar kita sekaligus, tetapi kita memfokuskan perhatian kita pada satu atau dua obyek saja. Perbedaan fokus antara satu orang dengan orang lain menyebabkan perbedaan persepsi antara mereka, (2) set adalah harapan seseorang akan rangsangan yang akan timbul misalnya pada seseorang pelari siap di garis start terdapat set bahwa akan terdengar pistol disaat ia harus berlari, (3) kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun yang menetap pada diri seseorang akan mempengaruhi persepsi orang tersebut, (4) sistem nilai seperti adat istiadat, kepercayaan yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi, (5) ciri kepribadian misalnya watak, karakter, kebiasaan juga akan mempengaruhi persepsi.

Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang dalam menilai sesuatu. Menurut Sadli (1976), ada empat faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu:

1) Faktor obyek rangsangan, yang terdiri dari empat ciri khas sebagai berikut : a. Nilai, yaitu ciri-ciri dari rangsangan seperti nilai bagi subyek yang

mempengaruhi cara rangsangan tersebut di persepsi.

b. Arti emosional, yaitu sampai berapa jauh rangsangan tertentu merupakan sesuatu yang mempengaruhi persepsi individu yang bersangkutan.

c. Familiaritas, yaitu pengenalan yang berkali-kali dari suatu rangsangan yang mengakibatkan rangsangan tersebut di persepsi lebih akurat.

d. Intensitas, yaitu ciri-ciri yang berhubungan dengan derajat kesadaran seseorang mengenai rangsangan tersebut.

2) Faktor pribadi yang dapat memberikan persepsi yang berbeda seperti tingkat kecerdasan, minat, emosional dan lain-lainnya.

3) Faktor pengaruh kelompok, dimana dalam suatu kelompok manusia, respons orang lain akan memberikan arah terhadap tingkah laku seseorang.

4) Faktor latar belakang kultural, dimana orang dapat memberikan suatu persepsi yang berbeda terhadap obyek karena latar belakang kultural yang berbeda.


(44)

Sarwono (1992) mengemukakan bahwa persepsi seseorang terhadap sesuatu obyek dipengaruhi oleh kebudayaan (termasuk di dalamnya adat istiadat) dan umur. Persepsi terhadap informasi yang disampaikan tergantung pada individu yang menerimanya. Bagaimana individu menafsirkan informasi yang diterima tergantung pada pendidikan, pekerjaan, pengalaman dan kerangka pikirnya.

Sikap atau attitude pertama kali digunakan oleh Herbert Spencer pada tahun 1962 yang berarti status mental seseorang. Sikap pada dasarnya adalah tendensi manusia terhadap sesuatu. Baron dan Byrne (2004) mendefinisikan sikap atau attitude sebagai sekumpulan perasaan, keyakinan, dan kecenderungan perilaku yang diarahkan kepada orang, gagasan, objek atau kelompok tertentu. Oleh sebab itu, sikap merupakan suatu penilaian terhadap suatu objek. Mar’at (1982) menyatakan bahwa sikap diperoleh melalui interaksi dengan objek sosial atau peristiwa sosial. Sebagai hasil belajar, sikap dapat diubah, diacuhkan atau dikembalikan seperti semula, walaupun memerlukan waktu yang cukup lama. Berdasarkan pandangan ini maka sikap sebenarnya merupakan produk dari hasil interaksi.

Sikap terbentuk dari interaksi sosial yang dialaminya, individu akan membentuk suatu pola sikap tertentu terhadap berbagai objek yang dihadapinya. Berikut ini (Azwar 2005) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap antara lain.

a. Pengalaman pribadi.

Sikap timbul dari pengalaman dan merupakan hasil belajar, karena apa yang telah atau sedang dialami seseorang akan turut membentuk tanggapan dan mempengaruhi penghayatan terhadap objek sikap. Tanggapan tersebut akan menjadi salahsatu dasar terbentuknya sikap.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting.

Orang lain di sekitar kita adalah salahsatu komponen penting yang dapat mempengaruhi sikap kita. Orang lain tersebut antara lain orang yang kita harapkan persetujuannya, orang yang tidak ingin kita kecewakan, atau orang yang berarti khusus bagi kita.


(45)

21

c. Pengaruh kebudayaan.

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan akan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Kebudayaan menanamkan garis pengarah sikap terhadap masalah, kebudayaan pula yang mewarnai sikap masyarakat. d. Media massa.

Meskipun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individual namun dalam proses pembentukan sikap dan perubahannnya, peranan media massa tidak kecil. Dengan adanya informasi baru yang disampaikan oleh media massa mengenai suatu hal dapat memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap.

e. Pengaruh emosional.

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

f. Lembaga pendidikan dan lembaga agama.

Lembaga pendidikan dan lembaga agama merupakan suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan konsep moral dalam diri individu.

Sikap sebagai predisposisi untuk bertindak terhadap objek tertentu mencakup komponen (1) kognisi, (2) afeksi, dan (3) konasi. Kognisi akan menjawab pertanyaan apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek. Persepsi dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuannya. Komponen afeksi akan menjawab pertanyaan tentang apa yang dirasakan terhadap objek. Komponen konasi akan menjawab pertanyaan bagaimana kesediaan/kesiapan untuk bertindak terhadap objek (Mar’at 1982).

Dalam perkembangannya, untuk mengkaji hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungannya, melahirkan cabang psikologi, yakni psikologi lingkungan. Sarwono (1992) menyatakan bahwa tujuan psikologi lingkungan untuk menganalisis, menjelaskan, meramalkan, dan kalau perlu mempengaruhi atau merekayasa hubungan antara tingkah laku manusia dan lingkungannya untuk kepentingan manusia dan kepentingan lingkungan itu sendiri


(46)

Beberapa teori psikologi lingkungan yang tumbuh dan berkembang mencoba untuk menjawab permasalahan hubungan perilaku manusia dengan lingkungan (Fisher et al 1984) antara lain:

a. Teori kelebihan beban (environmental load theory).

Teori ini menyatakan bahwa manusia mempunyai keterbatasan dalam mengolah stimulus dari lingkungannya. Jika stimulus lebih besar dari kapasitas pengolahan informasi maka terjadilah kelebihan beban (overload) yang dapat mengakibatkan sejumlah stimulus lain harus diabaikan agar individu dapat memusatkan perhatiannya pada stimulus tertentu saja.

b. Teori tingkat adaptasi (adaptation level theory).

Manusia menyesuaikan responsnya terhadap rangsang yang datang dari luar, sedangkan stimuluspun dapat diubah sesuai dengan keperluan manusia. Penyesuaian respons terhadap stimulus disebut adaptasi, sedangkan penyesuaian stimulus pada keadaan individu disebut sebagai adjusment. Dalam hubungan ini, bahwa setiap individu mempunyai tingkat adaptasi (adaptation level) terhadap stimulus atau kondisi lingkungan tertentu.

c. Teori psikologi ekologi.

Teori ini dikemukan oleh Barker, yakni memiliki kekhususan mengkaji hubungan timbal balik antara lingkungan dengan perilaku, sedangkan teori-teori sebelumnya hanya mengkaji pengaruh lingkungan terhadap perilaku. Teori ini menggunakan pendekatan (behavioralsetting)yang dipandang sebagai faktor tersendiri. Set perilaku adalah pola perilaku kelompok (bukan perilaku individu) yang terjadi akibat kondisi lingkungan tertentu (physical milleu).

Dalam konteks pemberdayaan warga masyarakat, pendekatan persepsi, sikap dan kecenderungan untuk berperilaku yang berasal dari komponen kognisi, akan memberi gambaran tentang karakteristik masyarakat terhadap kebersihan lingkungan, khususnya dalam pengelolaan sampah kota.

2.3. Masalah, Tantangan dan Peluang Pengelolaan Lingkungan dalam Pemberdayaan Masyarakat

2.3.1. Masalah pengelolaan lingkungan

Pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia pada masa depan akan dihadapkan pada berbagai kompleksitas, dinamika dan keragaman persoalan


(1)

AHP 4:

Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan

Berkelan Goal

jutan

Gambar 17.4 Gambar hirarki AHP pada pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung

Alternatif SWASTA 0,178 MASYARAKAT 0,262 PT 0,128 LSM 0,093 PEMKOT 0,338 Kriteria Aktor Sarana & Prasana Pengelolaan Sampah 0,268 Sistem Pembuangan & Pengolahan Sampah 0,159 Organisasi dan Kelembagaan Pengelolaan Sampah 0,110 Dukungan Kebijakan Pemerintah Kota 0,463 Implementasi Kebijakan dan Penegakan Hukum 0,308 Peningkatan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah 0,153 Pengolahan dengan teknik Sanitary Landfill 0,105 Pola Kemitraan antara Pemerintah Kota, Swasta dan Masyarakat 0,434


(2)

Tabel 17.4 Hasil Metode Bootstrap menggunakan pendekatan nilai Standar Deviasi dari AHP 4

No Level 1 Level 2 Level 3-1 Level 3-2 Level 3-3 Level 3-4

Pakar 1 0,04 0,05 0,08 0,03 0,05 0,08

Pakar 2 0,04 0,02 0,08 0,05 0,05 0,07

Pakar 3 0,04 0,03 0,08 0,05 0,05 0,03

Pakar 4 0,04 0,08 0,05 0,03 0,07 0,03

Pakar 5 0,04 0,08 0,05 0,03 0,07 0,03

Standar

Deviasi 0,00 0,03 0,02 0,01 0,01 0,02

Berdasarkan hasil nilai standar deviasi pakar pada tabel diatas, menunjukkan bahwa nilainya berada dibawah 0,05. (Catatan : jika nilai standar deviasi < 0,05, berarti data valid dan tingkat inconsistency pakar dapat diterima). Penggunaan nilai standar deviasi adalah cara yang paling sederhana dalam uji metode Bootstrap.


(3)

AHP 5 :

Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan

Berkelan Goal

jutan

Gambar 17.5 Gambar hirarki AHP pada pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung

Alternatif SWASTA 0,163 MASYARAKAT 0,223 PT 0,089 LSM 0,068 PEMKOT 0,458 Kriteria Aktor Sarana & Prasana Pengelolaan Sampah 0,303 Sistem Pembuangan & Pengolahan Sampah 0,141 Organisasi dan Kelembagaan Pengelolaan Sampah 0,099 Dukungan Kebijakan Pemerintah Kota 0,556 Implementasi Kebijakan dan Penegakan Hukum 0,272 Peningkatan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah 0,152 Pengolahan dengan teknik Sanitary Landfill 0,101 Pola Kemitraan antara Pemerintah Kota, Swasta dan Masyarakat 0,475


(4)

Tabel 17.5 Hasil Metode Bootstrap menggunakan pendekatan nilai Standar Deviasi dari AHP 5

No Level 1 Level 2 Level 3-1 Level 3-2 Level 3-3 Level 3-4

Pakar 1 0,06 0,05 0,06 0,04 0,05 0,07

Pakar 2 0,06 0,05 0,06 0,04 0,07 0,05

Pakar 3 0,06 0,03 0,08 0,06 0,05 0,07

Pakar 4 0,06 0,03 0,02 0,05 0,02 0,07

Pakar 5 0,06 0,04 0,05 0,03 0,05 0,04

Standar

Deviasi 0,00 0,01 0,02 0,01 0,02 0,01

Berdasarkan hasil nilai standar deviasi pakar pada tabel diatas, menunjukkan bahwa nilainya berada dibawah 0,05. (Catatan : jika nilai standar deviasi < 0,05, berarti data valid dan tingkat inconsistency pakar dapat diterima). Penggunaan nilai standar deviasi adalah cara yang paling sederhana dalam uji metode Bootstrap.


(5)

Pada Tabel 15 terlihat bahwa tingkat pendidikan responden sebagian besar pada jenjang menengah ke atas merupakan tingkat pendidikan yang cukup baik.

Tabel 15 Distribusi responden menuruttingkat pendidikan

Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

SD 60 17,44

SMP 93 27,03

SLTA 149 43,31

PT 42 12,21

Jumlah 344 100,00

Jenis pekerjaan responden yang paling banyak adalah kelompok ibu rumahtangga (IRT) sebesar 27,33 persen, wiraswasta sebesar 17,73 persen, karyawan sebesar 13,95%, dan kelompok PNS/Pensiunan sebesar 10,17 persen. Secara lengkap, distribusi jenis pekerjaan responden disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Distribusi responden menurutjenis pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Kelompok Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Primer Petani 9 2,62

2 Sekunder 1. PNS/Pensiunan

2. Wirasawsta 3. Karyawan

35 61 48

10,17 17,73 13,95

3 Tersier 1. Pedagang

2. Buruh 3. Supir/ojek

30 25 4

8,72 7,27 1,16 4 Lainnya 1.Ibu rumahtangga

2.Pemulung 3.Mahasiswa

94 7 22

27,33 2,03 6,40

Jumlah 344 100,00

Tingkat pendapatan responden paling banyak berkisar antara Rp.500.001-1.000.000/bulan sebesar 52,91 persen dan diikuti Rp1.000.001-2.000.000 sebesar 28,16%. Secara rinci disajikan pada Tabel 17.


(6)

Tabel 17 Distribusi responden menurut tingkat pendapatan (Rp/bulan)

No

Tingkat pendapatan

(Rp/bulan) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 < 500.000 20 5,81

2 500.001-1.000.000 182 52,91

3 1.000.001-2.000.000 90 26,16

4 2.000.001-4.000.000 44 12,79

5 4.000.001-8.000.000 4 1,16

6 > 8.000.000 4 1,16

Jumlah 344 100,00

Jarak rumah responden dengan tempat pembuangan sementara (TPS) paling banyak pada jarak 0-200 m sebesar 67,15 persen dan jarak 201-500 m sebesar 25,00 persen. Secara rinci disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Distribusi responden menurut jarak rumah dengan TPS No Jarak ke TPS (m) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 0-200 231 67,15

2 201-500 86 25,00

3 501-750 25 7,27

4 751-1000 2 0,58

Jumlah 344 100,00

Jarak rumah responden dengan TPA paling banyak pada jarak 7500-10000 m sebesar 59,88 persen. Secara rinci jarak rumah responden dengan TPA dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Distribusi responden menurut jarak rumah dengan TPA

No Jarak ke TPA (m) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 0-2000 45 13,08

2 2001-5000 46 13,37

3 5001-7500 5 1,45

4 7500-10000 206 59,88

5 >10000 42 12,21


Dokumen yang terkait

Pengelolaan Filantropi Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus Pada Rumah Zakat Cabang Medan)

7 80 160

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN SAMPAH MANDIRI(Studi Pada Dinas Kebersihan Kota Malang)

0 5 34

EFEKTIVITAS SOSIALISASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG TENTANG WAKTU PEMBUANGAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN (Studi pada Kelurahan Sepang Jaya Kota Bandar Lampung)

2 18 112

EFEKTIVITAS SOSIALISASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG TENTANG WAKTU PEMBUANGAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN (Studi pada Kelurahan Sepang Jaya Kota Bandar Lampung)

2 50 116

ANALISIS PELAKSANAAN GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDAR LAMPUNG (STUDI KASUS DI BUKIT SUKAMENANTI, KECAMATAN KEDATON, BANDAR LAMPUNG)

10 83 96

Pengelolaan Ruang Hijau Secara Berkelanjutan (Studi Kasus di Kotamadya Bandar Lampung)

0 51 505

Kinerja Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Kota Bandar Lampung

0 4 125

Pengelolaan Ruang Hijau Secara Berkelanjutan (Studi Kasus di Kotamadya Bandar Lampung)

0 2 252

Pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan (studi kasus Kota Bandar Lampung)

2 8 508

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DIKAITKAN DENGAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung) Hassan Basrie, Universitas Bandar Lampung Yashinta Arly, Universitas Bandar Lampung Riswan, Universitas Bandar Lampung Abstract -

0 0 16