Kajian Hukum Pidana Tentang Perbuatan Debt Collector Yang Melakukan Tindak Pidana Terhadap Nasabah Kartu Kredit.

A. Kajian Hukum Pidana Tentang Perbuatan Debt Collector Yang Melakukan Tindak Pidana Terhadap Nasabah Kartu Kredit.

Tindak pidana yang dilakukan debt collector terkait pelunasan kartu kredit pada masa sekarang ini sering terjadi akibat berkembangnya produk bank dengan pemberian kredit dalam bentuk kartu elektronik tentu harus menjadi perhatian bersama. Kasus yang menunjukkan benturan kepentingan entitas bisnis dengan aspek pidana semakin terlihat ketika debt collector ditengarai menjadi penyebab nasabah mengalami tindak kekerasan baik secara fisik dan mental secara langsung maupun tidak langsung. Di satu sisi, kehadiran debt collector menunjukkan bahwa mekanisme penyelesaian berlandas hukum perdata antara bank dan nasabah tidak berjalan efektif dan efisien. Sementara di sisi yang lain menunjukkan kerancuan pengaturan yang patut dikaji dan ditelaah berkait masuknya debt collector dalam ranah perikatan perdata bank dan nasabah yang menjadikan celah tindak pidana yang dilakukan debt collector dalam menagih utang pada nasabah.

Ditilik dari produk perbankan yang potensial menghadirkan campur tangan debt collector , kartu kredit menjadi salah satu rujukannya. Pihak perbankan saat ini berlomba-lomba untuk menawarkan kartu kredit, karena produk perbankan ini jauh lebih menguntungkan dibanding produk lain. Gencarnya penggunaan kartu kredit ternyata berpeluang pula menimbulkan permasalahan baru, berwujud kredit macet. “Agar penyelesaian masalah kredit macet demikian tidak terjerembab pada

pusaran masalah yang lain, sejatinya telah ada ketentuan dalam PBI 14/2/2012 peraturan tersebut menjelaskan bahwa penggunaan jasa pihak lain dalam proses penagihan utang harus digunakan untuk kredit dengan kolektibilitas macet ” (http://politik.kompasiana.com/2012/01/30/persfektif-kejahatan-korporasi/).

Masalah kredit macet sebenarnya dapat diselesaikan secara hukum perdata, Masalah kredit macet sebenarnya dapat diselesaikan secara hukum perdata,

1. Kedudukan dan Pengaturan Hukum Debt collector Pasal 13 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012.

Pasal 13 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 yang menyebutkan: (1) Dalam hal Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring

dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir bekerjasama dengan pihak lain yang menyediakan jasa penunjang di bidang sistem dan teknologi informasi dalam penyelenggaraan APMK, maka Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib:

a. memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian bagi Bank umum yang melakukan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain;

b. memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi oleh Bank umum;

c. memiliki bukti mengenai keandalan dan keamanan sistem yang digunakan oleh pihak lain, yang antara lain dibuktikan dengan:

1. hasil audit teknologi informasi dari auditor independen; dan

2. hasil sertifikasi yang dilakukan oleh Prinsipal, jika dipersyaratkan oleh Prinsipal.

d. mensyaratkan kepada pihak lain untuk menjaga kerahasiaan data dan informasi;

e. melaporkan rencana dan realisasi kerjasama dengan pihak lain kepada Bank Indonesia. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku pula bagi Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang berasal dari Lembaga Selain Bank Berdasarkan Pasal tersebut dapat diketahui bahwa dalam hubungan kerjasama antara pihak bank dengan nasabah, debt collector e. melaporkan rencana dan realisasi kerjasama dengan pihak lain kepada Bank Indonesia. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku pula bagi Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang berasal dari Lembaga Selain Bank Berdasarkan Pasal tersebut dapat diketahui bahwa dalam hubungan kerjasama antara pihak bank dengan nasabah, debt collector

2. Kedudukan dan Pengaturan Hukum Debt collector Pasal 17B Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012.

Pasal 17B Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/02/PBI/2012 yang menyebutkan :

1) Dalam melakukan penagihan Kartu Kredit, Penerbit wajib mematuhi pokok-pokok etika penagihan utang Kartu Kredit.

2) Penerbit Kartu Kredit wajib menjamin bahwa penagihan utang Kartu Kredit, baik yang dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit sendiri atau menggunakan penyedia jasa penagihan, dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Mencermati bunyi Pasal 17B dapat diketahui bahwa debt collector berfungsi sebagai pihak ketiga. Ditegaskan pula bahwa mengenai kartu kredit, debt collector dilibatkan oleh pihak bank guna melakukan tugas penagihan terhadap nasabah.

3. Kedudukan dan Pengaturan Hukum Debt collector Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Acara Perdata.

Hubungan kerjasama antara pihak bank dengan debt collector dilakukan berdasarkan perjanjian tertentu dengan kesepakatan kedua belah pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata. Dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur mengenai syarat sahnya suatu perjanjian. Dalam kaitan ketika Hubungan kerjasama antara pihak bank dengan debt collector dilakukan berdasarkan perjanjian tertentu dengan kesepakatan kedua belah pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata. Dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur mengenai syarat sahnya suatu perjanjian. Dalam kaitan ketika

Kebijakan formulasi hukum pidana yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang sering dilakukan oleh debt collector dalam menagih utang kartu kredit kepada nasabah kartu kredit dapat diidentifikasikan dalam tindak pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam pasal-pasal sebagai berikut :

1. Pasal 167 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) (1) Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau

pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan me- lawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lema sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Barang siapa masuk dengan merusak atau memanjat, dengan menggunakan anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jahatan palsu, atau barang siapa tidak setahu yang berhak lebih dahulu serta bukan karena kekhilafan masuk dan kedapatan di situ pada waktu malam, dianggap memaksa masuk.

(3) Jika mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.

(4) Pidana tersebut dalam ayat 1 dan 3 dapat ditambah sepertiga jika yang melakukan kejahatan dua orang atau lebih dengan bersekutu (R. Soesilo, 1995:143).

Kejahatan ini biasanya disebut huisvredebreuk (pelanggaran hak Kejahatan ini biasanya disebut huisvredebreuk (pelanggaran hak

Masuk begutu saja belum berarti masuk dengan paksa. Yang artinya, masuk dengan paksa ialah masuk dengan melawan kehendak yang dinyatakan lebih dahulu dari orang yang berhak. Pernyataan kehendak ini bisa terjadi dengan jalan beraneka ragam, misalnya: dengan perkataan, dengan perbuatan, dengan tanda tulisan atau tanda-tanda lain yang sama artinya dan dapat dimengerti oleh orang di daerah itu. Pintu pagar atau rumah yang hanya tertutup begitu saja belum berarti, bahwa orang tidak boleh masuk. Apabila pintu dikunci degan kunci atau alat pengunci lain dan ditempel dengan tulisan: “dilarang masuk”, maka barulah berarti, bahwa orang tidak boleh masuk ke tempat tersebut (R. Soesilo, 1995:144).

Unsur-unsur dalam Pasal 167 KUHP adalah:

a. Perbuatan : dengan melawan hak orang lain

b. Obyek : rumah, ruangan atau perkarangan yang tertutup

c. Orang yang berhak : orang yang berkuasa menghalang-halangi atau

melarang untuk masuk atau berada di tempat tersebut. Seorang penagih hutang (debt collector) yang masuk ke dalam pekarangan atau rumah orang lain yang tidak memakai tanda dilarang masuk. Berarti belum tentu masuk dengan paksa tetapi jika penagih hutang (debt collector ) masuk ke dalam pekarangan atau rumah orang lain sedangkan yang punya rumah melarang menggunakan kata-kata atau jalan menghalang- halangi pintunya, akan tetapi penagih hutang (debt collector) memaksa untuk masuk, itu tidak boleh dan dikatakan masuk dengan paksa.

Perbuatan yang sering dilakukan debt collector dalam menagih utang kartu kredit dengan cara memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan, atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum jelas telah memenuhi unsur-unsur pasal diatas dan dapat dipidana

2. Pasal 333 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) (1) Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas 2. Pasal 333 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) (1) Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas

Menurut pasal 12 undang-undang sementara RI, seorang tidak boleh ditangkap atau ditahan selain atas perintah untuk itu oleh kekuasaan yang sah menurut aturan-aturan undang-undang dalam hal dan menurut cara yang diterangkan didalamnya. Peraturan undang-undang itu ialah H.I.R,LM.1941 Nomor 44. Menahan (merampas kemerdekaan orang) itu dapat dijalankan misalnya dengan mengurung, menutup dalam kamar, rumah, mingikat dan sebagainya, akan tetapi tidak perlu, bahwa orang itu tidak dapat bergerak sama sekali. Disuruh tinggal dalam suatu rumah yang luas tetapi bila dijaga dan dibatasi kebebasan hidupnya juga masuk arti kata menahan. Penahanan orang itu hanya dianggap sah, jika dilakukan oleh instansi-instansi pemerintah yang berhak, misalnya hakim, jaksa, polisi sebagai hulpmagistraat yang dilakukan menurut cara dan hal-hal termaktup dalam undang-undang (H.I.R). tidak hanya orang yang sengaja menahan atau merampas kemerdekaan yang dihukum menurut pasal ini. Orang yang sengaja memberi tempt untuk menahan itupun dihukum juga (R. Soesilo, 1995:238).

Tindak pidana ini menurut pasal 333 KUHP, yaitu barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan (menahan) orang atau meneruskan tahanan itu dengan melawan hak. Istilah dari kata menahan dan meneruskan penahanan dari pasal di atas, adalah:

a. Menahan; menunjukkan aflopende-delicten (delik yang sekilas atau sekejap).

b. Meneruskan penahanan; menunjukkan voor tdurende delicten (delik yang selalu/ terus-menerus diperbuat). Unsur-unsur dari Pasal 333 KUHP, yaitu:

1) Perbuatan menahan/ merampas kemerdekaan;

2) Yang ditahan orang;

3) Penahanan terhadap orang itu untuk melawan hak dan

4) Adanya unsur kesengajaan dan melawan hukum. Pasal 333 KUHP ini hanya melindungi kemerdekaan badan seseorang, bukan kemerdekaan jiwa. Jadi, harus adanya perbuatan yang menyentuh badan seseorang yang ditahan, misalnya diikat tangannya sehingga sulit bergerak (R. Soesilo, 1995:239).

yang memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 333 KUHP dan debt collector telah melakukan kejahatan terhadap nasabah sehingga dapat dihukum secara pidana.

3. Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun

delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana (R. Soesilo,

1995:244). Undang-undang tidak memberi pengrtian secara rinci tentang

penganiayaan. Menurut yurisprudensi , maka yang diartikan dengan penganiayaan adalah: sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Dalam hal termasuk pengertian penganiayaan adalah merusak kesehatan orang lain. Semua harus dilakukan dengan sengaja dan dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan. Penganiayaan ini dinamakan penganiayaan biasa. Dicam hukuman lebih berat apabila penganiayaan berakibat luka berat atau mati, luka berat atau mati disini harus hanya merupakan akibat yang tidak dimaksud oleh si pembuat. Percobaan dengan melakukan penganiayaan biasa tidak dihukum. Akan tetapi, percobaan penganiayaan yang disebut dalam Pasal 353, 354, 355 dihukum (R. Soesilo, 1995:245).

Secara umum tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut “penganiayaan, mengenai arti dan makna kata penganiayaan tersebut banyak

perbedaan diantara para ahli hukum dalam memahaminya. Penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit (pijn) atas luka (letsel) pada tubuh orang lain ” (Satochid Kartanegara dalam http://makmum-anshory.blogspot.com/2008/ perbedaan diantara para ahli hukum dalam memahaminya. Penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit (pijn) atas luka (letsel) pada tubuh orang lain ” (Satochid Kartanegara dalam http://makmum-anshory.blogspot.com/2008/

a) Adanya kesengajaan;

b) Adanya perbuatan; dan

c) Adanya akibat perbuatan (yang dituju), yakni : (1) rasa sakit pada tubuh (2) luka pada tubuh

Unsur pertama adalah berupa unsur subjektif (kesalahan), unsur kedua dan ketiga berupa unsur objektif (Soenarto Soerodibroto dalam Tirtaamidjaja, 1995: 211).

Penganiayaaan yang dimuat dalam BAB XX II, pasal 351 s/d 355 KUHP adalah sebagai berikut: (a) Penganiayaan biasa pasal 351 KUHP;

(b)Penganiayaan ringan pasal 352 KUHP; (c) Panganiayaan berencana pasal 353 KUHP;

(d)penganiayaan berat pasal 354 KUHP; dan (e) penganiayaan berat pasal 355 KUHP.

Dari beberapa macam penganiayaan diatas penulis mencoba untuk menjelaskaannya satu persatu :

a. Penganiayaan biasa Pasal 351 KUHP

Pasal 351 KUHP telah menerangkan penganiayaan ringan sebagai berikut:

1) Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah;

2) Jika perbuatan itu menyebabkan luka-luka berat, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun;

3) Jika mengakibatkan mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun;

4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan; dan

5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak di pidana.

tindakan hukum yang bersumber dari sebuah kesengajaan. Kesengajaan ini berari bahwa akibat suatu perbuatan dikehendaki dan ini ternyata apabila akibat itu sungguh-sungguh dimaksud oleh perbuatan yang dilakukan itu. yang menyebabkan rasa sakit, luka, sehingga menimbulkan kematian. Tidak semua perbuatan memukul atau lainnya yang menimbulkan rasa sakit dikatakan sebuah penganiayaan.

Oleh karena mendapatkan perizinan dari pihak terkait dalam melaksanakan tugas dan fungsi jabatannya. Seperti contoh: seorang guru yang memukul anak didiknya, atau seorang dokter yang telah melukai pasiennya dan menyebabkan luka, tindakan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai penganiayaan, karena ia bermaksud untuk mendidik dan menyembuhkan penyakit yang diderita oleh pasiennya. Adapula timbulnya rasa sakit yang terjadi pada sebuah pertandingan diatas ring seperti tinju, pencak silat, dan lain sebagainya.

Tetapi perlu digaris bawahi apabila semua perbuatan tersebut diatas telah malampui batas yang telah ditentukan karena semuanya itu meskipun telah mendapatkan izin dari pemerintah ada peraturan yang membatasinya diatas perbuatan itu, mengenai orang tua yang memukili anaknya dilihat dari ketidak wajaran terhadap cara mendidiknya.

Oleh sebab dari perbuatan yang telah melampaui batas tertentu yang telah diatur dalam hukum pemerintah yang asalnya pebuatan itu bukan sebuah penganiayaan, karena telah melampaui batas-batas aturan tertentu maka berbuatan tersebut dimanakan sebuah penganiayaan yang dinamakan dengan penganiayaan biasa. Yang bersalah pada perbuatan ini diancam dengan hukuman lebih berat, apabila perbuatan ini mengakibatkan luka berat atau matinya sikorban. Mengenai tentang luka berat lihat Pasal 90 KUHP. Luka berat atau mati yang dimaksud disini Oleh sebab dari perbuatan yang telah melampaui batas tertentu yang telah diatur dalam hukum pemerintah yang asalnya pebuatan itu bukan sebuah penganiayaan, karena telah melampaui batas-batas aturan tertentu maka berbuatan tersebut dimanakan sebuah penganiayaan yang dinamakan dengan penganiayaan biasa. Yang bersalah pada perbuatan ini diancam dengan hukuman lebih berat, apabila perbuatan ini mengakibatkan luka berat atau matinya sikorban. Mengenai tentang luka berat lihat Pasal 90 KUHP. Luka berat atau mati yang dimaksud disini

1) Penganiayaan biasa yang tidak menimbulkan luka berat maupun kematian

2) Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat

3) Penganiayaan yang mengakibatkan kematian

4) penganiayaan yang berupa sengaja merusak kesehatan.

b. Penganiayaan ringan Pasal 352 KUHP

Disebut penganiayaan ringan Karena penganiayaan ini tidak menyebabkan luka atau penyakit dan tidak menyebabkan si korban tidak bisa menjalankan aktivitas sehari-harinya. Rumusan dalam penganiayaan ringan telah diatur dalam Pasal 352 KUHP sebagai berikut:

1) Kecuali yang tersebut dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, dipidana sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda

lima ratus. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya.

2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Melihat P asal 352 ayat (2) bahwa “percobaan melakukan kejahatan itu (penganiyaan ringan) tidak dapat di pidana” meskipun dalam pengertiannya menurut para ahli hukum, percobaan adalah menuju kesuatu hal, tetapi tidak sampai pada sesuatu hal yang di tuju, atau hendak berbuat sesuatu dan sudah dimulai akan tetapi tidak sampai selesai. Disini yang dimaksud adalah percobaan untuk melakukan

Pasal 353 mengenai penganiyaan berencana merumuskan sebagai berikut :

a) Penganiayaan dengan berencana lebih dulu, di pidana dengan

pidana penjara paling lama empat tahun.

b) Jika perbutan itu menimbulkan luka-luka berat, yang bersalah di

pidana dengan pidana penjara palang lama tujuh tahun

c) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah di

pidana dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Menurut Tiirtamidjaja Menyatakan arti di rencanakan lebih dahulu adalah : “bahwa ada suatu jangka waktu, bagaimanapun pendeknya untuk mempertimbangkan, untuk berfikir dengan tenang”. Apabila kita fahami

tentang arti dari di rencanakan diatas, bermaksud sebelum melakukan penganiayaan tersebut telah di rencanakan terlebih dahulu, oleh sebab terdapatnya unsur direncanakan lebih dulu (meet voor bedachte rade) sebelum perbuatan dilakukan, direncanakan lebih dulu (disingkat berencana), adalah berbentuk khusus dari kesengajaan (opzettielijk) dan merupakan alas an pemberat pidana pada penganiayaan yang bersifat subjektif, dan juga terdapat pada pembunuhan berencana (Tirtaamidjaja, 1995: 215).

Perkataan berpikir dengan tenang, sebelum melakukan penganiayaan, si pelaku tidak langsung melakukan kejahatan itu tetapi ia masih berfikir dengan bating yang tenang apakah resiko/akibat yang akan terjadi yang disadarinya baik bagi dirinya maupun orang lain, sehingga si pelaku sudah berniat untuk melakukan kejahatan tersebut sesuai dengan kehendaknya yang telah menjadi keputusan untuk melakukannya. Maksud dari niat dan rencana tersebut tidak di kuasai oleh perasaan emosi yang tinggi, takut, tergesa-gesa atau terpaksa dan lain sebagainya. Penganiayaan berencana yang telah dijelaskan diatas dan telah diatur dala Pasal 353 KUHP apabila mengakibatkan luka berat dan kematian adalah Perkataan berpikir dengan tenang, sebelum melakukan penganiayaan, si pelaku tidak langsung melakukan kejahatan itu tetapi ia masih berfikir dengan bating yang tenang apakah resiko/akibat yang akan terjadi yang disadarinya baik bagi dirinya maupun orang lain, sehingga si pelaku sudah berniat untuk melakukan kejahatan tersebut sesuai dengan kehendaknya yang telah menjadi keputusan untuk melakukannya. Maksud dari niat dan rencana tersebut tidak di kuasai oleh perasaan emosi yang tinggi, takut, tergesa-gesa atau terpaksa dan lain sebagainya. Penganiayaan berencana yang telah dijelaskan diatas dan telah diatur dala Pasal 353 KUHP apabila mengakibatkan luka berat dan kematian adalah

c. Penganiayaan berat Pasal 354 KUHP

Penganiayaan berat dirumuskan dalam Pasal 354 yang rumusannya adalah sebgai berikut :

1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, dipidana kerena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun

2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah di pidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.

Perbuatan berat (zwar lichamelijk letsel toebrengt) atau dapat disebut juga menjadikan berat pada tubuh orang lain. Haruslah dilakukan dengan sengaja. Kesengajaan itu harus mengenai ketiga unsur dari tindak pidana yaitu: pebuatan yang dilarang, akibat yang menjadi pokok alas an diadakan larang itu dan bahwa perbuatan itu melanggar hukum.Ketiga unsur diatas harus disebutkan dalam undang-undang sebagai unsur dari perbuatan pidana, seorang jaksa harus teliti dalam merumuskan apakah yang telah dilakukan oleh seorang terdakwah dan ia harus menyebukan pula tuduhan pidana semua unsur yang disebutkan dalam undang-undang sebagai unsur dari perbuatan pidana. Apabila dihubungkan dengan unsur kesengajaan maka kesengajaan ini harus sekaligus ditujukan baik tehadap perbuatannya, (misalnya menusuk dengan pisau), maupun terhadap akibatnya, yakni luka berat. Mengenai luka berat disini bersifat abstrak bagaimana bentuknya luka berat, kita hanya dapat merumuskan luka berat yang telah di jelaskan pada Pasal 90 KUHP sebagai berikut: Luka berat berarti :

1) Jatuh sakit atau luka yang tak dapat diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau yang dapat mendatangkan bahaya maut;

2) Senantiasa tidak cakap mengerjakan pekerjaan jabatan atau pekerjaan pencaharian;

3) Didak dapat lagi memakai salah satu panca indra;

4) Mendapat cacat besar;

5) Lumpuh (kelumpuhan); 5) Lumpuh (kelumpuhan);

d. Penganiayaan berat berencana Pasal 355 KUHP

Penganiyaan berat berencana, dimuat dalam Pasal 355 KUHP yang rumusannya adalah sebagai berikut :

1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun

2) Jika perbuatan itu menimbulkan kematian yang bersalah di pidana dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Bila kita lihat penjelasan yang telah ada diatas tentang kejahatan yang berupa penganiayaan berencana, dan penganiayaan berat, maka penganiayaan berat berencana ini merupakan bentuk gabungan antara penganiayaan berat (Pasal 354 ayat (1) KUHP) dengan penganiyaan berencana (Pasal 353 ayat (1) KUHP), dengan kata lain suatu penganiayaan berat yang terjadi dalam penganiayaan berencana, kedua bentuk penganiayaan ini haruslah terjadi secara serentak/bersama. Oleh karena harus terjadi secara bersama, maka harus terpenuhi baik unsur penganiayaan berat maupun unsur penganiayaan berencana.

Berdasarkan uraian tentang kejahatan penganiayaan diatas maka dalam hal cara yang digunakan debt collector untuk menagih utang kepada nasabah kartu kredit, debt collector diberi kewenangan penuh dalam penagihan kepada nasabah namun apabila dilakukan dengan cara penganiayaan terhadap nasabah jelas tidak ada dalam perintah secara langsung dari bank tetapi pihak bank secara tidak langsung mengetahui cara-cara yang dilakukan debt collector dalam menjalankan tugasnya,

4. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian

kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah ” (R. Soesilo, 1995:249).

Perbuatan ini adalah disebut pencurian biasa. Unsur-unsur sebagai berikut:

a. perbuatan mengambil

b. yang diambil harus suatu barang

c. barang utu harus, seluruhnya atau sebgaian kepunyaan orang lain

d. pengambilan itu harus dilaukan dengan maksud untuk memilki barang tersebut dengan melawan hukum (melawan hak). Mengambil untk dikuasainya mengnadung pengertian pencuri mengambil barang itu, barang tersebut belum dalam kekuasaannya, apabila waktu memiliki barangnya sudah ada di tagannya, maka perbuatan itu bukan perbuatan pencurian, tetapi pengelapan (melanggar Pasal 372 KUHP). Pengambilan (pencurian) itu bisa dikatakan selesai apabila barang tersebut sudah pindah tempat. Bila orang baru memegang barang itu, dan belum berpindah tempat maka orang itu belum bisa dikatakan mencuri (R. Soesilo, 1995:250).

5. Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) (1)Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:

1) pencurian ternak;

2) pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang;

3) pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;

4) pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih:

5) pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

(2)Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama (2)Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama

a. Bila barang yang dicuri adalah hewan peliharaan yang dianggap hewan terpenting bagi pemiliknya

b. Bila pencurian itu dilakukan pada waktu kejadian macam-macam malapetaka misalnya kebakaran

c. Apabila pencurian itu dilakukan pada malam hari, dalam rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya

d. Apabila pencurian itu dilakukan oleh dua orang atau lebih

e. Apabila pencurian itu, pencuri masuk ketempat kejahatan atau mencapai barang yang dicurinya dengan jalan membongkar, memecah, dan sebagainya. Pengertian membongkara dalam hal ini adalah merusak barang yang agak besar, misal membongkar tembok, pintu, jendela dan lain sebagainya.

Dalam pasal ini termasuk juga pencurian dengan menggunakan perintah palsu yaitu surat perintah yang kelihatannya seperti surat perintah asli oleh pihak yang berwajib tetapi sebenarnya bukan(R. Soesilo, 1995:252)

6. Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian

yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atsu mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.

(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:

a. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di berjalan;

b. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;

c. jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, periniah palsu atau pakaian jabatan palsu.

d. jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat. (3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tuhun. (4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakihntkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam nomor 1 dan 3 (R. Soesilo, 1995:253)..

tujuannya untuk menyiapkan atau mempermudah pencurian itu, dan jika tertangkap tangan atau untuk mencoba melarikan diri atau barang yang dicuri agar tetap ditangannya.

b. Ancaman hukuman dapat diperberat jika pencurian dengan kekerasan ini disertai dengan salah satu dari syarat-syarat tersebut pada sub 1 sampai dengan 4. Tentang rumah, pekarangan tertutup, membongkar, memanjat, perintah palsu dan pakaian palsu pasal (lihat Pasal 363 KUHP), tentang malam (lihat Pasal 98 KUHP), tentang anak kunci palsu (lihat Pasal 100 KUHP), sedang memanjat (Pasal 99 KUHP) dan luka berat Pasal 90 KUHP.

c. Jika pencurian dengan kekerasan berakibat mati seseorang, ancaman hukumannya diperberat. Kematian disini bukan dimaksudkan oleh pembuat, apabila kematian itu dimaksud (diniat) oleh si pembuat maka ia dikenakan Pasal 339 KUHP.

d. Bandingkan pecurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP) dengan pemerasan (Pasal 368 KUHP). Jika karena kekerasan atau ancaman kekerasan itu si pemilik barang menyerah lalu memberikan kepada orang yang mengancam maka hal ini masuk pemerasan (Pasal 368 KUHP). Akan tetapi apabila pemilik barang itu dengan adanya kekerasan atau ancaman tersebut tetap ridak menyerah dan kemudian pencuri mengambil barangnya, maka ini masuk pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP) (R. Soesilo, 1995:254).

Dalam hal cara penagihan utang yang dilakukan debt collector kepada nasabah kartu kredit yang disertai dengan pengambilan barang milik nasabah maka telah memenuhi unsur-unsur obyektif dan subyektif dalam Pasal 362,362 dan 365 KUHP tentang tindak pidana pencurian sebagai berikut :

a. Mengambil

Perbuatan mengambil itu haruslah ditafsirkan sebagai setiap perbuatan untuk membawa sesuatu benda dibawah kekuasaannya yang nyata atau het brengen van eenig goed onder zijn absolute en feitelijke heerschappij. Untuk dapat membawa sesuatu benda dibawah kekuasaannya yang nyata dan mutlak, seseorang itu pertama-tama haruslah mempunyai maksud demikian, kemudian dilanjutkan dengan mulai melaksanakan maksudnya misalnya dengan mengulurkan kedua tangannya ke arah benda yang ingin diambil, mengambl benda tersebut dari tempat semula. Dengan demikian selesailah apa yang dikatakan membawa suatu Perbuatan mengambil itu haruslah ditafsirkan sebagai setiap perbuatan untuk membawa sesuatu benda dibawah kekuasaannya yang nyata atau het brengen van eenig goed onder zijn absolute en feitelijke heerschappij. Untuk dapat membawa sesuatu benda dibawah kekuasaannya yang nyata dan mutlak, seseorang itu pertama-tama haruslah mempunyai maksud demikian, kemudian dilanjutkan dengan mulai melaksanakan maksudnya misalnya dengan mengulurkan kedua tangannya ke arah benda yang ingin diambil, mengambl benda tersebut dari tempat semula. Dengan demikian selesailah apa yang dikatakan membawa suatu

b. Benda

Menurut Memorie Van Toelichting, mengenai pembentuka Pasal 362 KUHP haruslah diartikan sebagai stoffelijk goed dat vatbaar is voor verplaatsing atau benda berwujud menurut sifatnya bisa dipindahkan. Oleh karena itu, benda yang dimaksud dengan pasal tersebut adalah benda- benda yang menurut sifatnya dapat berpindah sendiri atau dapat dipindahkan. Namun ditinjau dari penafsiran acontrario maka orang akan berpegang pada benda berwuju dan bergerak atau benda yang dapat menjadi objek kejahatan pencurian (Memorie Van Toelichting dalam Lamintang dan Djisman Samosir, 2010:50).

Cara penagihan utang yang dilakukan oleh debt collector kepada nasabah kartu kredit yang disertai pengambilan barang milik nasabah dapat disebut dengan membawa suatu benda dibawah kekuasaannya yang nyata dan mutlak. Benda yang dimaksud disini adalah benda yang dapat menjadi objek dari kejahatan pencurian atau benda-benda yang dapat menjadi objek kejahatan yang ditujukan terhadap hak milik dan lain-lain hak yang timbul dari hak milik dalam hal ini yang dijadikan objek adalah benda milik nasabah kartu kredit yang diambil secara paksa oleh debt collector.

c. Seluruh atau sebagaian kepunyaan orang lain

Dilihat dari pengertian menurut tata bahasa ataupun menurut pengertian sehari-hari tidak begitu sulit untuk mengerti yang dimaksud dengan kepunyaan itu. Akan tetapi pengertian kepunyaan haruslah ditafsirkan menurut hukum, sehngga akan sulitlah bagi mereka yang hanya setengah-setengah mengetahui hukum untuk menafsirkannya secara tepat.

Hal ini disebabkan karena bagi penduduk Indonesia tidak hanya berlaku satu macam hukum yang berlaku di Indonesia. Seperti yang terjadi Hal ini disebabkan karena bagi penduduk Indonesia tidak hanya berlaku satu macam hukum yang berlaku di Indonesia. Seperti yang terjadi

Setelah mencermati penjelasan tentang Pasal 362, 363 dan 365 KUHP diatas, perbuatan penagih utang (debt collector) dalam menagih utang kartu kredit terhadap nasabah yang disertai dengan pengambilan barang milik nasabah sesuai dengan unsur-unsur Pasal 362,363 dan 365 KUHP maka penagih utang (debt collector) dapat dihukum atas tuduhan pencurian ringan, pencurian dengan pemberatan,pencurian dengan kategori atau pencurian dengan kekerasan sesuai dengan perbuatan debt collector dan kondisi yang dialami nasabah.

7. Pasal 368 dan 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

(1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.

(2) Ketentuan pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan ini) (R. Soesilo, 1995:256).

Kejadian ini dinamakan pemerasan dengan kekerasan (afpersing).

melawan hak (pada Pasal 335 KUHP, elemen ini bukan syarat). Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan;

1) Memaksa adalah melakukan tekanan kepada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak sendiri. Memaksa orang lain untuk menyerahkan barangnya sendiri itu masuk pula pemerasan;

2) Melawan hak adalah sama dengan melawan hukum, tidak berhak atau bertentangan dengan hukum; 3) Kekerasan berdasarkan catatan pada Pasal 89 KUHP, yaitu jika memaksanya itu dengan akan menista, membuka rahasia maka hal ini dikenakan Pasal 369 KUHP.

3) Pemerasan dalam kalangan keluarga adalah delik aduan (Pasal 370 KUHP), tetapi apabila kekerasan itu demikian rupa sehingga menimbulkan penganiayaan, maka tentang penganiayaannya ini senantiasa dapat dituntut (tidak perlu ada pangaduan);

4) Tindak pidana pemerasan sangat mirip dengan pencurian dengan kekerasan pada Pasal 365 KUHP. Bedanya adalah bahwa dalam hal pencurian si pelaku sendiri yang mengambil barang yang dicuri, sedangkan dalam hal pemerasan si korban setelah dipaksa dengan kekerasan menyerahkan barangnya kepada si pemeras) (R. Soesilo, 1995:257).

Pasal 369 KUHP : (1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) Kejahatan ini tidak dituntut kecuali atas pengaduan orang yang terkena kejahatan (R. Soesilo, 1995:257).

Menurut R.Soesilo analisa Pasal 369 KUHP adalah sebagai berikut :

a. kejahatan ini dinamakan pemerasan dengan menista (adreiging atau chantage) perbedaan Pasal 368 dan 369 KUHP adalah alat yang digunakan dalam pemerasana yaitu dalam Pasal 368 KUHP digunakan kekerasan sedangkan Pasal 369 KUHP digunakan akan menista atau menista dengan surat atau akan membuka rahasia.

b. Kejahatan chantage ini adalah delik aduan absolut (Pasal 369 alenia 2 KUHP).

tersebut (R. Soesilo, 1995:257). Apabila merinci unsur-unsur dalam kejahatan pemerasan tersebut,

maka diperoleh :

a. Unsur-unsur obyektif :

1) Memaksa atau dwingen;

2) Orang lain atau iemand;

3) Untuk menyerahkan sesuatu benda atau tot afgifte van eenig goed;

4) Untuk membuat suatu pinjaman atau tot het aangaan van eene schuld;

5) Untk meniadakan suatu piutang atau tot hed tenietdoen van eene inschuld ; dan

6) Dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan atau door geweld of bedreiging met geweld .

b. Unsur-unsur subyektif :

1) Dengan maksud atau met het oogmerk dan

2) Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau om zich of een ander te bevoordelen (Lamintang dan Djisman Samosir, 2010:104).

Berdasarkan unsur-unsut diatas maka kejahatan pemerasan yang dilakukan debt collector kepada nasabah haruslah memenuhi hal-hal sebagai berikut :

a. Untuk menyerahkan suatu benda Dalam hal ini perlu dicatat bahwa benda yang dimaksud tidaklah perlu harus diserahkan sendiri oleh orang yang diperas kepada orang yang memeras. Dapat saja penyerahan tersebut dilakukan dengan perantaraan orang ketiga untuk diserahkan kepada orang yang melakukan pemerasan. Untuk dapat dikatakan bahwa disitu terjadi penyerahan suatu benda seperti yang dikehendaki oleh orang yang melakukan pemerasan, benda tersebut telah terlepas dari kekuasaan orang yang yang diperas dengan tidak perlu memperhatikan apakah benda tersebut sudah benar-benar dikuasai oleh orang yang memeras atau belum, sehingga cukuplah apabila orang yang diperas itu telah menyerahkan benda yang dimaksudkan oleh orang yang memeras sebagai akibat dari pemerasan yang dilakukan terhadap dirinya.

b. Untuk membuat suatu pinjaman Yang dimaksud dengan pinjaman disini bnkanlah untuk mendapat uang pinjaman dari orang yang diperas melainkan memaksa orang tersebut untuk memberikan atau membayar sejumlah uang tertentu atau membuat suatu perikatan yang menyebabkan ia harus membayar sejumlah uang tertentu. Demikianlah yang dimaksud dengan meniadakan piutang dan juga meniadakan perikatan yang sudah ada dari orang lain yang diperas b. Untuk membuat suatu pinjaman Yang dimaksud dengan pinjaman disini bnkanlah untuk mendapat uang pinjaman dari orang yang diperas melainkan memaksa orang tersebut untuk memberikan atau membayar sejumlah uang tertentu atau membuat suatu perikatan yang menyebabkan ia harus membayar sejumlah uang tertentu. Demikianlah yang dimaksud dengan meniadakan piutang dan juga meniadakan perikatan yang sudah ada dari orang lain yang diperas

1) Jika kejahatan pemerasan itu dilakukan pada malam hari di dalam sebuat tempat kediaman atau dilakukan di atas sebuah pekarangan tertutup yang diatasnya berdiri sebuah tempat kediaman ataupun jika kejahatan pemerasan tersebut dilakukan dijalan umum atau diatas kereta api atau tram yang sedang bergerak;

2) Jika kejahatan pemerasan itu dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama;

3) Jika kejahatan pemerasan itu untuk dapat masuk ke tempat kejahatan dilakukan dengan perbuatan-perbuatan membongkar, merusak, memanjat, memakai kinci-kunci palsu, dengan perintah palsu atau memakai seragam palsu; dan

4) Jika kejahatan pemerasan itu menyebabkan terjadinya luka berat pada seseorang. Maka kejahatan pemerasan tersebut diperberat ancaman hukumannya dengan ancaman hukuman penjara duabelas tahun. Selanjutnya kejahatan pemerasan itu, apabila menyebabkan matinya orang lain, maka pelakunya diancam penjara selama-lamanya limabelas tahun.akhirnya orang yang melakukan pemerasan itu diancam dengan hukuman mati, penjara seumur hidup ataupun dengan hukuman penjara sementara selama-lamanya duapuluh tahun, jika kejahatan tersebut telah menimbulkan luka berat atau sesuatu kematian, di mana kejahatan itu telah dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dengan disertai lain-lain hal yang memberatkan seperti yang diatur di dalam Pasal 365 ayat (1) dan (2) KUHP (Lamintang dan Djisman Samosir, 2010:104).

Dewasa ini marak terjadi kekerasan yang dilakukan terhadap nasabah kartu kredit suatu bank, kekerasan ini biasanya disertai dengan pemerasan agar nasabah diberi kelonggaran waktu dalam hal penyelesaian utang-piutang dengan bank dalam hal penagihan dilakukan pihak ketiga yaitu debt collector. Apabila hal itu terjadi maka cara debt collector dalam menagih utang kepada nasabah kartu kredit maka dapat digolongkan sebagai kejahatan pemerasan.

8. Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 8. Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Menurut R.Soesilo analisis Pasal 378 KUHP adalah sebagai berikut:

a. Kejahatan ini dinamakan penipuan, penipuan itu pekerjaannya;

1) membujuk orang supaya memberikan barang , membuat utang atau menghapuskan piutang.

2) Maksud pembujukan itu ialah : hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak.

3) Membujuk yaitu dengan memakai:

a) Nama palsu atau keadaan palsu

b) Akal cerdik (tipu muslihat)

c) Karangan perkataan bohong

b. Membujuk melakukan pengaruh dengan kelicikan terhadap orang, sehingga orang itu menurutinya berbuat sesuatu yang apabila mengetahui duduk perkara yang sebenarnya ia tidak akan berbuat demikian itu.

c. Tentang barang tidak disebutkan pembatasan, bahwa barang itu kepunyaan orang lain jadi membujuk orang untuk menyerahkan barang sendiri, jga masuk dalam penipuan asalkan elemen-elemen lain terpenuhi.

Seperti halnya pencurian maka penipuan pun jika dilakukan dalam kalangan keluarga berlaku peraturan dalam pasal 367 jo. 394 KUHP (R. Soesilo, 1995:261).

Sedangkan unsur-unsur tindak pidana penipuan menurut Moeljatno adalah sebagai berikut :

a. Ada seseorang yang dibujuk atau digerakkan untuk menyerahkan suatu barang atau membuat hutang atau menghapus piutang. Barang itu diserahkan oleh yang punya dengan jalan tipu muslihat. Barang yang diserahkan itu tidak selamanya harus kepunyaan sendiri, tetapi juga kepunyaan orang lain.

b. Penipu itu bermaksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain tanpa hak. Dari maksud itu ternyata bahwa tujuannya adalah untuk merugikan orang yang menyerahkan barang itu.

c. Yang menjadi korban penipuan itu harus digerakkan untuk menyerahkan barang itu dengan jalan :

1) Penyerahan barang itu harus akibat dari tindakan tipu daya.

2) Si penipu harus memperdaya si korban dengan satu akal yang tersebut dalam Pasal 378 KUHP (Moeljatno, 2003:122).

Sebagai akal penipuan dalam Pasal 378 KUHP mengatur bahwa :

a. Menggunakan akal palsu

Ancis. Akan tetapi kalau sipenipu itu menggunakan nama orang lain yang sama dengan namanya sendiri, maka ia tidak dikatakan menggunakan nama palsu tetapi ia tetap dipersalahkan.

b. Menggunkan kedudukan palsu Seseorang yang dapat dipersalahkan menipu dengan menggunakan kedudukan palsu, misalnya : X menggunakan kedudukan sebagai pengusaha dari perusahaan P, padahal ia sudah diberhentikan, kemudian mendatangi sebuah toko untuk dipesan kepada toko tersebut, dengan mengatakan bahwa ia X disuruh oleh majikannya untuk mengambil barang-barang itu. Jika toko itu menyerahkan barang-barang itu kepada X yang dikenal sebagai kuasa dari perusahaan P, sedangkan toko itu tidak mengetahuinya, bahwa X dapat dipersalahkan setelah menipu toko itu dengan menggunakan kedudukan palsu.

c. Menggunakan tipu muslihat Yang dimaksud dengan tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang dapat menimbulkan gambaran peristiwa yang sebenarnya dibuat-buat sedemikian rupa sehingga kepalsuan itu dapat mengelabui orang yang biasanya hati-hati.

d. Menggunakan susunan belit dusta Kebohongan itu harus sedemikian rupa berbelit-belitnya sehingga merupakan suatu atau seluruhnya yang nampaknya seperti benar dan tidak mudah ditemukan di mana-mana (Moeljatno, 2003: 124).

Tipu muslihat yang digunakan oleh seorang penipu itu harus sedemikian rupa, sehingga orang yang mempunyai taraf pengetahuan yang umum (wajar) dapat dikelabui. Jadi selain kelicikan penipu, harus pula diperhatikan keadaan orang yang kena tipu itu. Tiap-tiap kejahatan harus dipertimbangkan dan harus dibuktikan, bahwa tipu muslihat yang digunakan adalah begitu menyerupai kebenaran, sehingga dapat dimengerti bahwa orang yang ditipu sempat percaya. Suatu kebohongan saja belum cukup untuk menetapkan adanya penipuan. Bohong itu harus disertai tipu muslihat atau susunan belit dusta, sehingga orang percaya kepada cerita bohong itu.

Unsur-unsur tindak pidana penipuan juga dikemukakan oleh Togat, sebagai berikut :

a. Unsur menggerakkan orang lain ialah tindakan-tindakan, baik berupa perbuatan-perbuatan mupun perkataan-perkataa yang bersifat menipu.

yang dilakukan oleh si penipu.

c. Unsur memakai nama palsu. Pemakaian nama palsu ini akan terjadi apabila seseorang menyebutkan sebagai nama suatu nama yang bukan namanya, dengan demikian menerima barang yang harus diserahkan kepada orang yang namanya disebutkan tadi.

d. Unsur memakai martabat palsu. Dengan martabat palsu dimaksudkan menyebutkan dirinya dalam suatu keadaan yang tidak benar dan yang mengakibatkan si korban percaya kepadanya, dn berdasarkan kepercayaan itu ia menyerahkan suatu barang atau memberi hutang atau menghapus piutang.

e. Unsur memakai tipu muslihat dan unsur rangkaian kebohongan. Unsur tipu muslihat adalah rangkaian kata-kata, melainkan dari suatu perbuatan yang sedemikian rupa, sehingga perbuatan tersebut menimbulkan keprcayaan terhadap orang lain. Sedangkan rangkaian kebohongan adalah rangkaian kata-kata dusta atau kata-kata yang bertentangan dengan kebenaran yang memberikan kesan seolah-olah apa yang dikatakan itu adalah benar adanya (Togat dalam Moeljatno, 2003:72).

. Berdasarkan penjelasan dan semua pendapat yang telah dikemukakan

tersebut di atas, maka apabila perbuatan penagihan debt collector dalam menagih utang kartu kredit menggunakan cara-cara yang ada dalam unsur- unsur tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP, apabila unsur-unsur yang disebut di dalam pasal tersebut telah terpenuhi, maka debt collector sebagai pelaku tindak pidana penipuan tersebut dapat dijatuhi pidana sesuai perbuatannya.

9. Pasal 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan,

merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah ” (R. Soesilo, 1995:278).

Unsur-unsur pasal 406 KUHP adalah sebagai berikut : Unsur-unsur pasal 406 KUHP adalah sebagai berikut :

2) Pelaku harus mengetahui bahwa yang dirusakkan, dibikin tak dapat

dipakai atau dihilangkan adalah suatu barang yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain; dan

3) Pelaku harus mengetahui perbuatan merusakkan, membikin tak dapat

dipakai atau menghilangkan barang itu bersifat melawan hukum

b. Unsur Obyektif :

1) Merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan;

2) Suatu benda;

3) Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain; dan

4) Secara melawan hukum (wederrechtlijk).

Menurut R.Soesilo analisis Pasal 406 KUHP sebagai berikut :

a. Supaya dapat dihukum menurut pasal ini harus dibuktikan :

1) Bahwa terdakwa telah membinasakan, merusak, membuat sehingga

tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan suatu barang.

2) Bahwa pembinasaan dan sebagainya, itu harus dilakukan dengan sengaja dan dengan melawan hukum

3) Bahwa barang itu harus sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain

b. Yang dihukum dalam pasal ini tidak saja mengenai barang, tetapi juga mengenai binatang.

c. Pembinasaan dan perusakan dan sebagainya. Barang disini hanya mengenai barang-barang biasa kepunyaan orang lain. Jika yang dirusakan dan sebagainya. Itu bangunan-bangunan kepentingan umum dikenai Pasal 408 KUHP

d. Jika pengrusakan dilakukan oleh dua orang atau lebih diancam hukuman yang lebih berat (Pasal 412 KUHP)

e. Pada waktu mengusut perkara ini polisi senantiasa harus menyelidiki berapakah uang kerugian yang diderita oleh pemilik barang yang telah dirusak itu (R. Soesilo, 1995:279).

Berdasarkan pasal ini debt collector dapat dituntut secara hukum apabila dalam menagih utang kartu kredit terhadap nasabah melakukan tindakan yang dapat berakibat rusaknya barang nasabah misalnya merusak

perbuatan debt collector yang dilakukan saat menagih utang kartu kredit kepada nasabah sangat rawan akan terjadinya tindak pidana. Apabila terjadi pelampauan batas kewenangan, maka pasal-pasal di dalam Kitab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP) dapat di identfikasikan ke dalam perbuatan yang dilakukan debt collector kepada nasabah kartu kredit. Pasal-pasal itu antara lain adalah Pasal 167 KUHP (memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan, atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum), Pasal 333 KUHP (perampasan kemerdekaan, penyanderaan debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, 365 KUHP (pencurian, bila debt collector mengambil barang apa saja milik debitur), Pasal 368 dan Pasal 469 KUHP (pemerasan dan pengancaman), (378 KUHP (penipuan) serta Pasal 406 KUHP (perusakan barang).