2 Hasil observasi data geospasial di BIG

2.4.2 Data Mart

Menurut Rob dan Coronel (2009), data mart adalah subset dari data warehouse yang kecil dengan subjek tunggal yang menyediakan dukungan keputusan untuk kelompok kecil dari organisasi. Menurut Ponniah (2010), perbedaan data warehouse dengan data mart ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2. 1 Perbedaan data warehouse dengan data mart

Data Warehouse Data Mart  Cakupannya organisasi  Cakupannya

untuk  Integrasi dari semua data mart departemen  Data didapatkan dari staging  Proses bisnis tunggal area  STAR join (fakta dan  Query pada level presentasi dimensi)  Struktur untuk melihat data  Teknologi optimal pada akses

korporat data dan analisis  Diatur dalam model E-R  Struktur untuk melihat data

departemen

2.4.3 Pemodelan Data Warehouse

Dalam memodelkan data, terdapat dua pendekatan yaitu relational model dan multidimensional model. Pada relational model, perancangan dimulai dengan mengorganisasikan data ke dalam tabel. Setiap tabel relasional, memiliki informasi yang berbeda-beda. Setiap kolom dari data memiliki karakteristik fisik yang berbeda-beda, dapat diindeks dan berlaku sebagai identifier.

Semua kolom didefinisikan dalam bentuk Data Definition Language (DDL). Pada multidimensional model terdiri dari satu tabel dengan composite primary key yang disebut tabel fakta (fact table), dan satu kelompok tabel-tabel kecil yang disebut tabel dimensional dimensional table). Menurut Inmon (2005), terdapat dua pendekatan model multidimensional, yaitu:

1) Star Join Approach Bentuk model yang menyerupai bintang, dimana tabel fakta berada di tengah dan tabel dimensi mengelilinginya, diilustrasikan pada Gambar 2.10.

Gambar 2. 10 Star Join Approach (Inmon, 2005)

2) Snowflake Approach Pada pendekatan ini, tabel fakta yang dimiliki lebih dari satu untuk membuat struktur composite, diilustrasikan pada Gambar

Gambar 2. 11 Snowflake Approach (Inmon, 2005)

2.4.4 Multidimensional Model

Multidimensional model menyediakan pemahaman data untuk tujuan analisis dan performansi untuk query analisis yang kompleks. Multidimensional model menampilkan data dalam ruang n- dimensional yang disebut kubus data (data cube) atau hypercube (Malinowski dan Zimanyi, 2008). Sebuah kubus data didefinisikan oleh dimensi (dimensions) dan fakta (facts). Dimensi adalah berbagai macam perspektif yang digunakan untuk menganalisis data. Sebagai contoh, pada Gambar 2.12 kubus data yang digunakan untuk menganalisis penjualan. Kubus data tersebut memiliki tiga dimensi yaitu Store, Time, dan Product. Sel – sel dari kubus data atau fakta telah berasosiasi dengan nilai numerik yang dinamakan measures. Measures menyediakan evaluasi kuantitatif dari berbagai aspek permasalahan analisis. Sebagai contoh, angka – angka pada Gambar

2.12 merepresentasikan ukuran jumlah atau kuantitas.

Gambar 2. 12 Contoh 3-dimensional cube data penjualan (Malinowski dan Zimanyi, 2008)

2.4.5 Extract, Transform, Load (ETL)

Tujuan utama data warehouse adalah untuk mengintegrasikan data dari berbagai macam sistem. Sebelum data disimpan dalam data warehouse, diperlukan proses menghilangkan inkonsistensi data. Salah satu teknologi yang digunakan adalah Extract, Transform, Load (ETL). Proses ETL terdiri dari extraction yaitu membaca data dari satu atau lebih basisdata, transformation yaitu mengubah data yang sudah diekstrak dari bentuk sebelumnya ke dalam bentuk yang dibutuhkan sehingga dapat disimpan ke dalam data warehouse, dan load yaitu menyimpan data ke dalam data warehouse. Proses ETL diilustrasikan pada Gambar 2.13.

data source

Data warehouse

Legacy system

Data mart Other internal applications

Gambar 2. 13 Proses ETL (Turban et al., 2011)

Tahapan yang dilakukan pada proses extract (Ponniah, 2010) yaitu:

 Identifikasi sumber data: identifikasi aplikasi dan struktur dari sumber data.

 Metode ekstraksi: tentukan apakah proses ekstraksi dilakukan manual atau menggunakan tool.

 Frekuensi ekstraksi: frekuensi data ekstraksi dilakukan harian, mingguan, bulanan, dll.  Time Window: menunjukan waktu untuk proses ekstraksi.  Job Sequencing: menentukan apakah awal dari satu job dari satu

job stream hatus menunggu job sebelumnya selesai terlebih dahulu.

 Exception handling: bagaimana menangani record yang tidak dapat diekstraksi. Pada proses transformation, terdapat beberapa tahapan dasar (Ponniah, 2010), yaitu:

 Pemilihan (selection), dilakukan pada tahap awal dari proses transformation data. Tahapan ini biasanya dilakukan juga pada proses extraction.

 Pemisahan / penggabungan (splitting/joining), tahapan ini meliputi tipe manipulasi data yang diinginkan dalam pemilihan dari sumber data.

 Konversi (conversion), melibatkan keanekaragaman variasi konversi yang belum sempurna dari field tunggal untuk dua alasan utama, yaitu sebagai standarisasi diantara ekstraksi data yang berasal dari beberapa sumber, juga untuk membuat field dapat dipergunakan dan dapat dimengerti oleh pengguna.

 Ikhtisar (summarization), proses transformation memberikan

ringkasan terhadap data yang sedang diproses.  Peningkatan (enrichment), tahapan ini meliputi pengaturan kembali dan penyederhanaan field individu sehingga berguna

bagi data warehouse.

Pada proses loading, terdapat tiga tahapan (Ponniah, 2010), yaitu:

 Initial load, yaitu menempatkan semua tabel data warehouse untuk pertama kali.  Incremental load, yaitu menerapkan perubahan terus menerus apabila diperlukan secara periodik.  Full refresh, menghapus secara keseluruhan konten tabel dan mengisi kembali dengan data yang baru.

2.4.6 Metode Pengembangan Data Warehouse

Metode pengembangan data warehouse yang dikenal terdiri dari dua pendekatan. Pendekatan pertama dikemukakan oleh Inmon (2005), yaitu pendekatan top-down. Pendekatan top-down, data warehouse mendapatkan data yang disediakan unit produksi data, kemudian data warehouse akan memberikan input data pada dependent data mart. Pada pendekatan ini menggunakan perangkat basisdata relasional yang tradisional untuk mengembangkan kebutuhan enterprise-wide data warehouse, yang disebut pendekatan EDW. Metode yang dikemukakan Inmon diturunkan dari metodologi pengembangan spiral perangkat lunak disebut CLDS yaitu prosesnya kebalikan dari System Development Life Cycle (SDLC). Metode ini dimulai dari data, kemudian diintegrasi dan diuji untuk mengetahui jika ada bias pada data. Kemudian dilakukan analisis terhadap data, sehingga menghasilkan kebutuhan data. Siklus metode ini diilustrasikan pada Gambar 2.14.

Gambar 2. 14 Data Warehouse SDLC (Inmon, 2005)

Pendekatan kedua dikemukakan oleh Kimball (2008), yaitu pendekatan bottom-up. Pendekatan bottom-up, data mart dibuat terlebih dahulu untuk menyediakan kemampuan analitikal dan pelaporan pada beberapa subjek bisnis yang spesifik sebagai dasar model data dimensional. Pada pendekatan ini menggunakan pemodelan dimensional yang disebut pendekatan data mart. Metode yang dikemukakan disebut Kimball Lifecycle. Metode ini dimulai dengan tahapan perencanaan projek, mendefinisikan kebutuhan bisnis, technology track, data track, application track, deployment, hingga tahap pemeliharaan. Siklus metode ini diilustrasikan pada Gambar 2.15.

Gambar 2. 15 Kimball Lifecycle (Kimball, 2008)

Pada Tabel 2.3 berikut dijelaskan perbandingan antara metode Inmon (2005) dengan metode Kimball (2008) dijelaskan oleh Turban (2011).

Tabel 2. 2 Perbandingan Metode Inmon dengan Metode Kimball

No. Karakteristik Inmon Kimball

1. Pendekatan Top-down (enterprise- Bottom-up (Data mart). wide data warehouse).

2. Struktur Arsitektur Enterprise-wide

Model Data mart sebagai

(atomic)

data proses bisnis tunggal, dan

warehouse

mengisi konsistensi perusahaan

basisdata

di dicapai melalui data bus departemen. dan dimensi yang sesuai.

3. Kompleksitas Cukup kompleks. Cukup sederhana. Metodologi

4. Perbandingan

Diturunkan

dari Terdiri dari empat tahapan dengan metodologi metodologi spiral. proses. Berangkat dari yang sudah ada metode relational database management

systems (RDBMS).

5. Pembahasan desain Cukup menyeluruh. Cukup sederhana. fisik

6. Orientasi Data subject atau data Process Oriented driven

7. Perangkat

Entity-relationship

Pemodelan dimensional

Pemodelan Data Diagram (ERD), Data Flow Diagram (DFD)

8. Aksesibilitas end- Rendah Tinggi user

9. Primary audience IT Professionals End user

10. Tempat dalam Bagian yang tidak Transformer dan retainer

organisasi terpisahkan

dari data operasional.

11. Tujuan Menghasilkan solusi Menghasilkan solusi yang Pengembangan teknis

berdasarkan memudahkan end user metode dan teknologi secara langsung melakukan basisdata yang telah query

terhadap data teruji. dengan waktu tunggu yang cukup baik.

Adapun tahapan perancangan data warehouse menurut Malinowski dan Zimanyi (2008) dibedakan menjadi tiga pendekatan.

1) Pendekatan Analysis-Driven Pendekatan ini membutuhkan partisipasi pengguna yang intensif dari level-level organisasi yang berbeda. Dukungan 1) Pendekatan Analysis-Driven Pendekatan ini membutuhkan partisipasi pengguna yang intensif dari level-level organisasi yang berbeda. Dukungan

 Pengguna yang menjadi target harus memahami tujuan bisnis secara keseluruhan. Hal ini untuk menghindari situasi kebutuhan akan merepresentasikan persepsi pribadi berdasarkan peran pengguna dalam organisasi.

 Pengguna yang akan mendominasi proses spesifikasi kebutuhan sebaiknya dihindari. Hal ini untuk menjamin mempertimbangkan kebutuhan informasi dari berbagai pengguna.

 Pengguna harus ada dan menyetujui untuk berpartisipasi pada keseluruhan proses pengumpulan kebutuhan dan perancangan konseptual.

 Pengguna memiliki gagasan bagaimana sistem data warehouse dan sistem OLAP. Tahapan perancangan data warehouse pendekatan analysis- driven dapat dilihat pada Gambar 2.16.

Gambar 2. 16 Pendekatan Analysis-Driven (Malinowski dan

Zimanyi, 2008)

kebutuhan (requirement specification), fokus kepada mendapatkan kebutuhan pengguna dalam mencapai tujuan bisnis. Kegiatan yang dapat dilakukan dalam mencapai kebutuhan bisnis dibagi menjadi dua yaitu, mendapatkan kebutuhan pengguna yang lebih rinci, atau melakukan analisis terhadap proses bisnis yang berkaitan dengan layanan atau aktifitas. Hasil dari tahapan ini adalah dokumen

Pada

fase

spesifikasi spesifikasi

Pada tahapan perancangan konseptual (conceptual design) diawali dengan pengembangan skema awal dengan memasukkan fakta dan dimensi yang diidentifikasi pada tahapan sebelumnya. Skema ini ditinjau kembali dalam hal untuk memverifikasi bahwa sistem operasional memiliki data yang dibutuhkan pengguna. Apabila sistem operasional tidak dapat menyediakan, maka skema awal dimodifikasi sesuai dengan ketersediaan data pada sumber. Pada tahapan ini juga dilakukan spesifikasi pemetaan dan keterkaitan antara elemen data pada sistem sumber dan elemen data pada data warehouse.

Pada tahapan perancangan lojikal (logical design) dan perancangan fisikal (physical design) yang dilakukan adalah mengembangkan skema dan melakukan spesifikasi dan implementasi pada proses ETL.

2) Pendekatan Source-Driven Pada pendekatan ini partisipasi pengguna tidak secara eksplisit diperlukan. Pengguna terlibat hanya secara sporadis, yaitu dalam melakukan konfirmasi kebenaran dari struktur yang dikerjakan ataupun dalam melakukan identifikasi fakta dan measures sebagai titik awal dalam membuat skema multidimensional. Keterlibatan pengguna datang dari level profesional atau administratif. Pendekatan ini memerlukan perancang dengan keahlian dan pengalaman yang tinggi. Selain memiliki kemampuan pemodelan, perancang juga harus memiliki pengetahian bisnis yang cukup untuk memahami konteks bisnis dan kebutuhannya berdasarkan data operasional. Perancang juga harus memiliki kapasitas untuk memahami struktur basisdata operasional.

Tahapan perancangan data warehouse pendekatan source- driven dapat dilihat pada Gambar 2.17.

Gambar 2. 17 Pendekatan Source-Driven (Malinowski dan

Zimanyi, 2008)

Pada tahapan spesifikasi kebutuhan, sistem sumber yang mengirimkan data untuk tujuan analisis harus diidentifikasi. Kemudian diturunkan fakta, measure, dan dimensi dari sistem sumber. Proses ini dapat dilakukan secara manual dengan dasar dari dokumen yang ada pada sistem sumber atau secara semi otomatis atau otomatis. Tahapan spesifikasi kebutuhan menghasilkan dokumen yang berisi deskripsi semua data elemen pada sistem sumber yang dapat digunakan sebagai kandidat untuk fakta, measure, dan dimensi.

Pada tahapan perancangan konseptual, dokumen spesifikasi kebutuhan digunakan sebagai referensi dalam membuat skema multidimensional awal. Pada tahapan ini tidak semua elemen skema awal menjadi perhatian pengguna, pengguna menentukan elemen yang dibutuhkan untuk tujuan analisis. Setelah itu, skema Pada tahapan perancangan konseptual, dokumen spesifikasi kebutuhan digunakan sebagai referensi dalam membuat skema multidimensional awal. Pada tahapan ini tidak semua elemen skema awal menjadi perhatian pengguna, pengguna menentukan elemen yang dibutuhkan untuk tujuan analisis. Setelah itu, skema

Pada tahapan perancangan lojikal dan perancangan fisikal yang dilakukan adalah mengembangkan skema dan melakukan spesifikasi dan implementasi pada proses ETL.

3) Pendekatan Analysis/Source-Driven Pendekatan ini menggabungkan pendekatan analysis-driven dan source-driven. Tahapan perancangan data warehouse pendekatan analysis/source-driven dapat dilihat pada Gambar

Gambar 2. 18 Pendekatan Analysis/Source-Driven (Malinowski dan Zimanyi, 2008)

Pada tahapan spesifikasi kebutuhan dan perancangan konseptual terdapat dua rangkaian aktifitas yang berhubungan. Rangkaian ini digabungkan bersama pada tahapan perbandingan dan integrasi dua skema yang dihasilkan oleh pendekatan analysis-driven dan source-driven. Tahapan ini tidak mudah untuk dilakukan, dan biasanya memerlukan perulangan tambahan pada rangkaian aktifitas dan harus mengulang kembali tahapan spesifikasi kebutuhan. Tahapan perancangan lojikal dan perancangan fisikal dilakukan sama seperti dua pendekatan sebelumnya.

2.4.7 Online Analytical Processing (OLAP)

Menurut Connolly dan Begg (2005), Online Analytical Processing (OLAP) adalah memadukan, menganalisis, dan mengkonsolidasikan multi-dimensional data yang cukup besar secara dinamis. Menurut Rob dan Coronel (2009), OLAP adalah membuat lingkungan analisis data lanjutan yang mendukung pengambilan keputusan, pemodelan bisnis, dan operasi penelitian. OLAP memiliki empat karakteristik yaitu menggunakan teknik analisis data multidimensional, menyediakan dukungan basisdata lanjutan, menyediakan antarmuka end-user yang mudah digunakan, dan mendukung arsitektur client/server.

Perangkat OLAP dikategorikan berdasarkan arsitektur yang digunakan untuk menyimpan dan memproses data multi- dimensional. Menurut Connolly dan Begg (2005), perangkat OLAP dikategorikan menjadi:

a) Multi-dimensional OLAP (MOLAP) Perangkat MOLAP menggunakan struktur data khusus dan multi-dimensional database management systems (MDDBMSs) untuk mengatur, mengendalikan, dan menganalisis data.

b) Relational OLAP (ROLAP) Perangkat ROLAP adalah perangkat OLAP yang paling berkembang pesat. Hal ini dikarenakan respon pengguna untuk b) Relational OLAP (ROLAP) Perangkat ROLAP adalah perangkat OLAP yang paling berkembang pesat. Hal ini dikarenakan respon pengguna untuk

c) Hybrid OLAP (HOLAP) Perangkat HOLAP menyediakan kemampuan analisis yang terbatas, menyampaikan data terpilih langsung dari DBMS atau melalui server MOLAP ke desktop dalam bentuk kubus data, yang disimpan, dianalisis dan dipelihara secata lokal.

d) Desktop OLAP (DOLAP) Perangkat DOLAP menyimpan data OLAP dalam bentuk client- based file dan mendukung pemrosesan multi-dimensional menggunakan mesin multi-dimensional di client.

2. 5 Spatial Data Warehouse

Menurut Malinowski dan Zimanyi (2008), spatial data warehouse adalah data warehouse yang memanipulasi data spasial, juga menyediakan analisis spasial. Malinowski dan Zimanyi (2008) menambahkan konsep multidimensional model untuk digunakan pada Spatial data warehouse. Pada Gambar 2.19, dapat dilihat salah satu contoh spatial multidimensional schema yang dapat digunakan untuk lebih memahami Spatial Extension pada Multidimensional Model.

Gambar 2. 19 Contoh Spatial Multidimensional Schema (Malinowski

dan Zimanyi, 2008)

Tujuan dari skema tersebut adalah untuk menganalisis biaya pemeliharaan jalan raya (highway). Jalan raya dibagi menjadi bagian jalan raya (higway section) yang kemudian dibagi menjadi segmen jalan raya (highway segment). Untuk setiap segmen, tersedia informasi nomor mobil dan biaya reparasi selama beberapa periode waktu. Pemeliharaan segmen jalan raya adalah tanggung jawab dari daerah (county), dan analisis kelayakan jalan raya harus mempertimbangkan bagian administratif dari wilayah daerah sampai negara (state). Analisis yang dilakukan juga harus dapat membantu mendapatkan informasi bagaimana tipe lapisan jalan (road coating) yang berbeda dapat mempengaruhi biaya pemeliharaan.

2. 5. 1 Spatial Level, Spatial Attributes

Spatial Level adalah level dimana aplikasi membutuhkan untuk menyimpan karakteristik spasial (Malinowski dan Zimanyi, 2008). Sebagai contoh pada Gambar 2.19, tabel dimensi yang memiliki Spatial Level adalah level dimana aplikasi membutuhkan untuk menyimpan karakteristik spasial (Malinowski dan Zimanyi, 2008). Sebagai contoh pada Gambar 2.19, tabel dimensi yang memiliki

Spatial Attributes adalah atribut yang memiliki data spasial sebagai domainnya. Sebagai contoh pada Gambar 2.19, spatial attributes dari tabel dimensi State adalah Capital location.

2. 5. 2 Spatial Hierarchies

Spatial Hierarchies adalah hirarki yang memiliki sekurang- kurangnya satu spatial level (Malinowski dan Zimanyi, 2008). Sebagai contoh pada Gambar 2.19, terdapat dua spatial hierarchy yaitu Geo Location dan Highway Structure.

2. 5. 3 Spatial Fact Relationship

Spatial Fact Relationship adalah hubungan fakta yang memerlukan gabungan spasial antara dua atau lebih dimensi spasial (Malinowski dan Zimanyi, 2008). Sebagai contoh pada Gambar

2.19, memiliki Spatial Fact Relationship yaitu Highway Maintenance yang berkaitan dengan dua spatial level yaitu Highway segment dan County.

2. 5. 4 Spatial Dimension, Spatial Measures

Spatial Dimension adalah dimensi yang memiliki sekurang- kurangnya satu spatial hierarchy (Malinowski dan Zimanyi, 2008). Dimensi spasial model terdapat tiga tipe hierarki, yaitu non-spatial, spatial-to-non-spatial, fully spatial. Spatial Measures adalah measure yang memiliki spatial data type sebagai domainnya (Malinowski dan Zimanyi, 2008).

2. 5. 5 Metode Pengembangan Data Warehouse Spasial

Metode pengembangan data warehouse spasial menurut Malinowski dan Zimanyi (2008) dikembangkan dari metode pengembangan data warehouse yang konvensional. Metode ini terdiri dari tiga tahap yaitu spesifikasi kebutuhan, perancangan konseptual, perancangan lojikal, dan perancangan fisikal.

Perbedaannya adalah adanya dua pilihan penambahan dukungan spasial pada tahap awal spesifikasi kebutuhan (early inclusion of spatial support) atau pada tahap perancangan konseptual (late inclusion of spatial support). Pemilihan dukungan spasial ini bergantung pada pengetahuan pengguna terhadap fitur data spasial dan ketersediaan data spasial di sistem sumber. Apabila pengguna sudah mahir dengan konsep yang berkaitan dengan analisis dan manipulasi data spasial, maka early inclusion sebaiknya dipilih. Hal ini dapat memberikan keuntungan fokus terhadap permasalahan yang tepat dari awal proses perancangan. Apabila pengguna lebih paham dengan teknik perancangan basisdata non-spasial menggunakan model ER atau UML, maka late inclusion dapat dipilih. Adapun metode pengembangan yang dilakukan terdiri dari tiga pendekatan.

1) Pendekatan Analysis-Driven Early Inclusion of Spatial Support

Pada tahap spesifikasi kebutuhan, pengguna sudah paham terhadap konsep yang berkaitan dengan data spasial, termasuk manipulasi dan analisis data spasial. Tahapan spesifikasi kebutuhan memiliki langkah-langkah yang sama dengan data warehouse non-spasial. Langkah pertama pada tahap spesifikasi kebutuhan adalah pengguna pada level manajemen yang berbeda diidentifikasi untuk menjamin kebutuhan mencapai tujuan bisnis. Pengguna akan dibantu untuk memahami tujuan dari memiliki data warehouse spasial dan menentukan kebutuhan analisis, sehingga didapatkan dokumen spesifikasi kebutuhan.

Pada tahap perancangan konseptual dimulai dengan mengembangkan skema awal data warehouse spasial. Sebagai catatan, skema awal ini sudah memiliki elemen spasial. Selanjutnya ditentukan apakah data tersedia di sistem sumber dan pemetaan keterkaitan dengan elemen data warehouse. Late Inclusion of Spatial Support

Pada tahap spesifikasi kebutuhan, pengguna belum paham dengan manajemen data spasial dan lebih memilih menyampaikan kebutuhan analisis terkait elemen non-spasial dan akan memasukkan dukungan spasial kemudian. Tahap spesifikasi kebutuhan dan perancangan konseptual dilakukan sama seperti data warehouse non-spasial sampai skema awal telah dicek dengan ketersediaan data di sistem sumber.

Pada tahap perancangan konseptual, sebelum menghasilkan skema akhir dan pemetaan keterkaitan, maka terdapat langkah untuk menambahkan dukungan spasial. Pada tahap ini, pengguna melihat skema konseptual dan kemudian ditanyakan indikasi dukungan spasial yang dibutuhkan. Kemudian elemen spasial akan dicek ketersediaan datanya di sistem sumber.

Pada tahapan perancangan lojikal (logical design) dan perancangan fisikal (physical design) yang dilakukan adalah mengembangkan skema dan melakukan spesifikasi dan implementasi pada proses ETL.

Tahapan perancangan data warehouse spasial pendekatan analysis-driven dapat dilihat pada Gambar 2.20.

Gambar 2. 20 Pendekatan Analysis-Driven Data Warehouse Spasial (Malinowski dan Zimanyi, 2008)

2) Pendekatan Source-Driven Early Inclusion of Spatial Support

Tahapan spesifikasi kebutuhan dimulai dengan identifikasi sistem sumber. Tujuannya adalah untuk menentukan sistem operasional yang ada sebagai penyedia data untuk data warehouse spasial. Tahap selanjutnya, sumber di analisis untuk mendapatkan elemen skema multidimensional. Tahap selanjutnya adalah dibuat dokumentasi spesifikasi kebutuhan.

dimulai dengan pengembangan skema konseptual dengan elemen spasial. Skema ini akan ditampilkan kepada pengguna untuk menentukan ketertarikan dan identifikasi elemen penting untuk analisis. Rekomendasi perubahan dari pengguna akan ditampilkan pada skema akhir, dimana pemetaan antara sumber dan skema data warehouse juga dikembangkan.

Late Inclusion of Spatial Support Tahap spesifikasi kebutuhan dan perancangan konseptual dilakukan sama seperti data warehouse non-spasial, tetapi terdapat langkah untuk menambahkan dukungan spasial. Tahap berikutnya

elemen data dan mengembangkan skema akhir. Pada tahapan perancangan lojikal (logical design) dan perancangan fisikal (physical design) yang dilakukan adalah mengembangkan skema dan melakukan spesifikasi dan implementasi pada proses ETL.

pemetaan

keterkaitan

Tahapan perancangan data warehouse spasial pendekatan source-driven dapat dilihat pada Gambar 2.21.

Gambar 2. 21 Pendekatan Source-Driven Data Warehouse Spasial (Malinowski dan Zimanyi, 2008)

3) Pendekatan Analysis/Source-Driven Pendekatan ini menggabungkan dua pendekatan sebelumnya yang dilakukan secara paralel. Tahapan pada early conclusion dan late conclusion menggunakan pendekatan analysis-driven dan source-driven.

Tahapan perancangan data warehouse spasial pendekatan analysis/source-driven dapat dilihat pada Gambar 2.22.

Gambar 2. 22 Pendekatan Analysis/Source-Driven Data Warehouse Spasial (Malinowski dan Zimanyi, 2008)

2. 6 Penelitian Sebelumnya

Studi literatur yang dilakukan mengambil contoh dari dua penelitian sebelumnya yang semuanya dilakukan oleh mahasiswa dari Magister Teknologi Informasi Universitas Indonesia yang berkaitan dengan data warehouse. Selain itu juga mengambil contoh dua penelitian yang dilakukan oleh peneliti di luar Magister Teknologi Informasi Universitas Indonesia Studi literatur yang dilakukan mengambil contoh dari dua penelitian sebelumnya yang semuanya dilakukan oleh mahasiswa dari Magister Teknologi Informasi Universitas Indonesia yang berkaitan dengan data warehouse. Selain itu juga mengambil contoh dua penelitian yang dilakukan oleh peneliti di luar Magister Teknologi Informasi Universitas Indonesia

Tabel 2. 3 Metodologi Penelitian dari Penelitian Sebelumnya

No. Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian

1. Perancangan

data  Rancangan data Implementasi

serta  Perencanaan

warehouse Warehouse

Data

warehouse – Perancangan

terhadap data Dashboard

kepegawaian Mendukung Pengambilan

untuk

Representasi OLAP

Implementasi Dashboard  Implementasi Keputusan: Studi Kasus  Metode

dashboard untuk Sumber Daya Manusia

pengembangan

pihak manajemen Yayasan Pendidikan Budi

data warehouse: Kimball

2. Perancangan Data  Analisa kebutuhan bisnis –  Rancangan data Warehouse dan penerapan

warehouse pada Teknik Clustering Spasial

Perancangan

data

basisdata produk pada wesel: Studi Kasus

warehouse – presentasi

data mining wesel dan ritel PT.

Pos Indonesia  Penerapan teknik (Hartadi, 2010) clustering untuk

identifikasi produk berdasarkan data wesel

yang dimiliki

3. Spatial Data Warehouse  Identifikasi faktor untuk  Rancangan dan Design and Spatial OLAP

implementasi Implementation

updating geospatial data –

prototype SDW. Decision

for

perancangan lojikal dan

data  Analisis multi- Geospatial Data Update

dimensional (Kyung, Yong, & Kim,

SOLAP dalam

2010) menggunakan ETL spasial

bentuk spatial

– membangun Data Cube

4. The Spatial Data  Identifikasi data – Data  Rancangan dan Warehouse Esatblishment

Implementasi data for Digital South Cina

Preprocessing – membuat

Profesional

Database

warehouse spasial

Sea (Jia, et al., 2011) (PDB) – Integrasi PDB

untuk informasi

dalam Digital South Cina

Digital South Cina Sea Data Warehouse Sea.

Pada penelitian yang dilakukan Ferdiansyah (2011), lingkup dari penelitian ini adalah membuat perancangan data warehouse terhadap data kepegawaian dan implementasi dashboard untuk pihak manajemen. Hal ini sejalan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu lingkup Pada penelitian yang dilakukan Ferdiansyah (2011), lingkup dari penelitian ini adalah membuat perancangan data warehouse terhadap data kepegawaian dan implementasi dashboard untuk pihak manajemen. Hal ini sejalan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu lingkup

Pada penelitian yang dilakukan Hartadi (2010), lingkup dari penelitian ini adalah membuat perancangan data warehouse pada basisdata produk wesel dan ritel, kemudian menerapkan clustering identifikasi produk berdasarkan data wesel. Hal ini sejalan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu lingkup penelitian berhubungan dengan perancangan dan implementasi data warehouse. Penelitian Hartadi (2010) menggunakan data wesel dan ritel berbasis teks sebagai objek penelitian tetapi dalam presentasi data mining menggunakan analisis spasial, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan penulis menggunakan data berbasis spasial. Penelitian Hartadi (2010) menggunakan analisis spasial dalam presentasi data mining. Teknik data mining yang digunakan adalah teknik Density-based spatial clustering of application with noise, expectation maximization (EM), dan K-Means.

Pada penelitian yang dilakukan Kyung, Yong, dan Kim (2010), lingkup dari penelitian ini adalah merancang dan mengimplementasikan Spatial Data Warehouse (SDW) prototype, serta mengimplementasikan Spatial OLAP (SOLAP) dalam bentuk spatial dashboard. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan penulis yaitu lingkup penelitian berhubungan dengan perancangan dan implementasi data warehouse spasial. Penelitian Kyung, Yong, dan Kim (2010), menggunakan data spasial untuk lima wilayah di Korea Selatan. Metodologi penelitian terdiri Pada penelitian yang dilakukan Kyung, Yong, dan Kim (2010), lingkup dari penelitian ini adalah merancang dan mengimplementasikan Spatial Data Warehouse (SDW) prototype, serta mengimplementasikan Spatial OLAP (SOLAP) dalam bentuk spatial dashboard. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan penulis yaitu lingkup penelitian berhubungan dengan perancangan dan implementasi data warehouse spasial. Penelitian Kyung, Yong, dan Kim (2010), menggunakan data spasial untuk lima wilayah di Korea Selatan. Metodologi penelitian terdiri

Pada penelitian yang dilakukan oleh Jia et al. (2011), lingkup dari penelitian ini adalah merancang dan mengimplementasikan data warehouse spasial untuk digital south china sea. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan penulis yaitu lingkup penelitian berhubungan dengan perancangan dan implementasi data warehouse spasial. Penelitian Jia et al. (2011), menggunakan data spasial yang mendukung Digital South China Sea System yang terdiri dari data batimetri, data submarine landform dan geologi, data distribusi sumber daya minyak dan gas, data gelombang laut dan pasang surut air laut, data batas laut, dan informasi lainnya yang terkait. Metodologi penelitian terdiri dari identifikasi data pada profesional database (PDB) yang terdiri dari tiga layer, pemrosesan data, membuat PDB, dan integrasi PDB dalam Digital South Cina Sea Data Warehouse (DSCS DW). Pada penelitian yang dilakukan oleh Jia et al. (2011), tidak melakukan implementasi dashboard, sedangkan pada penelitian yang dilakukan penulis terdapat implementasi dashboard spasial.

Penelitian yang dilakukan Ferdiansyah (2011), menghasilkan model prototype data warehouse untuk keperluan sistem penunjang keputusan dalam bentuk implementasi dashboard untuk pihak manajemen. Penelitian lainnya yang dilakukan Hartadi (2010), setelah implementasi data warehouse, kemudian dapat dimanfaatkan untuk presentasi data mining, hal ini digunakan untuk mempermudah proses ekstraksi informasi yang dibutuhkan guna menggali dan memprediksi potensi – potensi yang ada, sehingga dapat mendukung pengambilan keputusan. Pada penelitian yang Penelitian yang dilakukan Ferdiansyah (2011), menghasilkan model prototype data warehouse untuk keperluan sistem penunjang keputusan dalam bentuk implementasi dashboard untuk pihak manajemen. Penelitian lainnya yang dilakukan Hartadi (2010), setelah implementasi data warehouse, kemudian dapat dimanfaatkan untuk presentasi data mining, hal ini digunakan untuk mempermudah proses ekstraksi informasi yang dibutuhkan guna menggali dan memprediksi potensi – potensi yang ada, sehingga dapat mendukung pengambilan keputusan. Pada penelitian yang

2. 7 Theoritical Framework

Penggunaan data spasial sebagai alat perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kebumian merupakan dampak dari terbitnya Undang – Undang No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Selain itu juga dampak dari adanya Undang – Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, maka diperlukan data yang berkaitan dengan wilayah untuk dapat digunakan dalam perencanaan prabencana, tanggap darurat, dan pasca bencana. Data spasial akan selalu bertambah dari waktu ke waktu dan untuk mengelola data dalam jumlah besar maka diperlukan data warehouse spasial. Tersedianya data warehouse spasial juga merupakan rencana strategis SI/TI BIG pada Blueprint SI/TI BIG 2013-2017 dan Cetak Biru Geospatial Crisis Center. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan informasi geospasial untuk mendukung layanan kebencanaan. Theoritical Framework dapat dilihat pada Gambar 2. 23.

Gambar 2. 23 Theoritical Framework

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini menjelaskan mengenai tahapan - tahapan metodologi yang digunakan dalam membahas masalah penelitian, metode-metode, serta input dan output yang digunakan dalam setiap tahapan yang dilalui. Tahapan – tahapan metodologi dimulai dari solusi permasalahan yang dihadapi sampai dengan kesimpulan dan saran.

3. 1 Metode Penelitian

Karya akhir ini menggunakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran lengkap dari proses dan subjek penelitian. Metode penelitian kualitatif yang digunakan adalah action research, hal ini dikarenakan penelitian ini diarahkan pada kolaborasi dan perubahan yang melibatkan peneliti dan subjek. Mode untuk analisis data menggunakan narrative dikarenakan data yang digunakan dalam penelitian didapatkan dari hasil wawancara, observasi, dan dokumen internal organisasi. Hasil akhir dari penelitian ini berupa rancangan dan implementasi data warehouse spasial yang dapat digunakan untuk mengintegrasikan data geospasial dalam suatu sistem pengelolaan terpadu. Pendekatan pengembangan data warehouse spasial yang digunakan adalah pendekatan analysis-driven. Hal ini dikarenakan pada perancangannya difokuskan pada kebutuhan pengguna.

3. 2 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berkaitan dengan data spasial yang berada di unit produksi, baik data primer maupun data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil observasi lapangan dan hasil wawancara, sedangkan data sekunder didapatkan dari dokumen-dokumen internal organisasi yang dapat mendukung penelitian.

52 Universitas Indonesia

3.2.1 Observasi Lapangan

Observasi lapangan dilakukan dengan mengamati kondisi di lokasi penelitian. Hasil observasi juga berupa identifikasi permasalahan dan kondisi faktual terhadap data geospasial.

3.2.2 Wawancara

Wawancara dilakukan dengan narasumber dari unit-unit kerja yang berkaitan dengan pengelolaan data geospasial terkait kebencanaan. Tujuan wawancara adalah untuk mendapatkan kondisi faktual, kebutuhan, dan harapan pengguna. Wawancara dilakukan dengan pihak pengambil keputusan pada masing – masing unit kerja.

3. 3 Instrumen Penelitian

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan peneliti dijelaskan sebagai berikut:

1. Observasi lapangan untuk mendapatkan kondisi awal permasalahan, membutuhkan buku catatan untuk mencatat kondisi lokasi penelitian.

2. Wawancara dengan narasumber terkait, membutuhkan daftar pertanyaan wawancara dan alat perekam. Wawancara dilakukan untuk identifikasi permasalahan dan spesifikasi kebutuhan. Adapun informasi yang diharapkan dari narasumber untuk identifikasi permasalahan adalah sebagai berikut:

 Kondisi aktual data spasial di BIG.  Latar belakang kegiatan GSCC.  Pengelolaan data kebencanaan yang dibutuhkan.  Pengelolaan data dalam data warehouse yang diharapkan.  Narasumber untuk spesifikasi kebutuhan. Informasi yang diharapkan dari narasumber untuk spesifikasi kebutuhan adalah sebagai berikut:  Data spasial yang dikumpulkan untuk setiap unit kerja narasumber

beserta format yang digunakan.  Kegunaan data spasial pada setiap unit kerja narasumber.

 Data spasial pendukung kebencanaan pada setiap unit kerja narasumber.

 Alur pengelolaan data sampai menghasilkan data kebencanaan.  Standar pengelolaan data yang digunakan.  Ketersediaan data kebencanaan yang meliputi cakupan wilayah dan

skala.  Pengambilan keputusan terhadap data kebencanaan.

Alat bantu yang digunakan dalam perancangan dan implementasi data warehouse spasial adalah DBMS Oracle 11gR2 dengan extension spasial, Oracle Analytic Workspace Manager, Oracle BI 11, ArcGIS desktop 10, dan ArcSDE 10.

3. 4 Tahapan Penelitian

Alur metodologi penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3. 1 Alur Metodologi Penelitian

3.4.1 Identifikasi Masalah

Pada tahapan ini, penelitian diawali dengan identifikasi masalah dengan input berasal dari hasil observasi awal, ekspektasi, keadaan ideal, dan keadaan faktual yang melatarbelakangi proses perumusan permasalahan. Identifikasi masalah juga didapatkan dengan wawancara dengan Kepala Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika. Hal ini dikarenakan narasumber adalah penanggung jawab dari Geospatial Support Command Center (GSCC) yang melatarbelakangi penelitian ini. Proses perumusan permasalahan ini akan menghasilkan output berupa pertanyaan penelitian (Research Question).

3.4.2 Studi Literatur

Studi literatur dilakukan dengan mempelajari penelitian, jurnal dan buku teks yang berkaitan dengan penelitian yaitu data warehouse spasial dan dukungan layanan kebencanaan. Hasil studi literatur adalah teori terkait dengan penelitian.

3.4.3 Spesifikasi Kebutuhan

Pada tahapan identifikasi pengguna yang dilakukan adalah pengguna diidentifikasikan dari berbagai level manajemen yang berkaitan dengan penyedia data kebencanaan dan pengguna data warehouse spasial.

Pada tahap spesifikasi kebutuhan juga dilakukan analisis kebutuhan pengguna baik melalui observasi, dokumen, maupun wawancara. Dokumen yang digunakan sebagai input adalah Dokumen Cetak Biru Geospatial Crisis Center. Data yang dikumpulkan juga diadakan wawancara untuk mengetahui kebutuhan analisis spasial seperti apa yang dapat mendukung tujuan organisasi. Wawancara dilakukan dengan pihak pengambil keputusan untuk mendapatkan analisis spasial pendukung layanan kebencanaan. Adapun pihak – pihak yang menjadi narasumber wawancara adalah:

 Kepala Bidang Jaring Kontrol Gaya Berat dan Pasang Surut. Alasan pemilihan karena bidang ini bertugas memantau gaya berat bumi pada titik kontrol dan pergerakan pasang surut pada stasiun pasang surut yang dapat berguna untuk prediksi banjir dan tsunami.

 Kepala Bidang Geodinamika. Alasan pemilihan karena bidang ini bertugas memantau pergerakan lempeng bumi yang dapat dapat berguna untuk prediksi gempa dan tsunami.

 Kepala Bidang Pengelolaan Data dan Informasi Geospasial. Alasan pemilihan karena semua data dan IG yang akan dipublikasikan dikelola oleh bidang ini.

 Kepala Bidang Pemetaan Kebencanaan dan Perubahan Iklim. Alasan pemilihan karena bidang ini yang menangani semua pemetaan tematik terkait kebencanaan khususnya banjir. Wawancara juga dilakukan untuk identifikasi ketersediaan data

pendukung layanan kebencanaan. Hasil analisis kebutuhan ini yang nantinya menjadi acuan perancangan data warehouse spasial.

3.4.4 Perancangan Konseptual

Pada tahap perancangan konseptual diawali dengan pembuatan skema awal untuk data spasial. Skema awal didapatkan dari kebutuhan analisis pengguna terhadap data spasial untuk mendukung layanan kebencanaan. Atribut di dalam skema yang dibuat harus mengacu pada Katalog Fitur Dataset Fundamental, yaitu standar struktur kode dan atribut fitur data geospasial minimal yang harus dimiliki oleh data geospasial. Tahap selanjutnya adalah untuk skema yang telah dibuat diperiksa ketersediaan data spasial di sistem sumber. Dari data spasial yang tersedia dan skema awal, maka dilakukan penyesuaian skema.

3.4.5 Perancangan Lojikal

Pada tahapan perancangan lojikal yang dilakukan adalah mengubah skema multidimensional konseptual ke dalam model Pada tahapan perancangan lojikal yang dilakukan adalah mengubah skema multidimensional konseptual ke dalam model

Pada tahapan perancangan lojikal juga dilakukan pendefinisian proses ETL. Pendefinisian dilakukan dengan mengidentifikasikan pemetaan yang dibutuhkan antara sumber dan data warehouse. Pada tahapan ini semua transformasi data sumber harus dipertimbangkan. Ada beberapa data spasial yang dapat langsung ditransformasikan, ada juga beberapa data spasial yang memerlukan keputusan lebih lanjut. Pada proses extract, dilakukan pemilihan data yang akan digunakan baik dari internal maupun eksternal BIG. Pada proses transform adalah tahapan penyesuaian data yang sudah diekstrak agar kompatibel dengan data warehouse yang akan dibangun. Proses ini terdiri dari revisi format (tipe data, panjang field), konversi ke Katalog Fitur Dataset Fundamental – struktur kode dan atribut fitur data geospasial, penggabungan informasi. Proses Loading dilakukan setelah proses pembuatan data warehouse selesai dilakukan. Untuk memudahkan proses ETL, digunakan bantuan alat yaitu perangkat lunak Oracle Analytic Workspace Manager, ArcGIS desktop 10, ArcSDE, dan FME Workbench.

3.4.6 Perancangan Fisikal

Pada tahapan perancangan fisikal, skema lojikal yang sudah dibuat diimplementasikan pada Oracle Analytic Workspace Manager. Kemudian dilakukan implementasi proses ETL ke dalam DBMS menggunakan FME Workbench. Pada tahapan ini, yang harus diperhatikan untuk data spasial adalah format penyimpanan data dan sistem referensi spasial. Implementasi proses ETL akan menghasilkan data warehouse. Data warehouse kemudian diimplementasikan dalam bentuk dashboard spasial menggunakan Oracle BI 11.

BAB 4 PROFIL ORGANISASI

Pada bab ini menjelaskan mengenai tinjauan organisasi, visi, misi, tujuan dan sasaran, serta struktur organisasi beserta penjelasannya terkait penelitian yang dilakukan.

4. 1 Tinjauan Organisasi

Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dibentuk pada tanggal 17 Oktober 1969 didasarkan adanya tumpang tindih kegiatan dan duplikasi produk survei dan pemetaan. Pembentukan bakosurtanal disahkan dalam Keppres No. 83 Tahun 1969. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 pasal 22 tentang Informasi Geospasial (IG), bakosurtanal bertransformasi menjadi Badan Informasi Geospasial (BIG). Dalam Perpres No. 94 Tahun 2011, dijelaskan bahwa BIG merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden serta dipimpin oleh seorang kepala. BIG mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Informasi Geospasial. Adapun Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) dari BIG adalah:

a. perumusan dan pengendalian kebijakan teknis di bidang informasi geospasial;

b. penyusunan rencana dan program di bidang informasi geospasial;

c. penyelenggaraan informasi geospasial dasar yang meliputi pengumpulan data, pengolahan, penyimpanan data dan informasi, dan penggunaan informasi geospasial dasar;

d. pengintegrasian informasi geospasial tematik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

e. penyelenggaraan informasi geospasial tematik yang belum diselenggarakan selain BIG meliputi pengumpulan data, pengolahan, penyimpanan data dan informasi, dan penggunaan informasi geospasial tematik;

59 Universitas Indonesia 59 Universitas Indonesia

g. penyelenggaraan dan pembinaan jaringan informasi geospasial;

h. akreditasi kepada lembaga sertifikasi di bidang informasi geospasial; i.

pelaksanaan kerjasama dengan badan atau lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat di dalam dan/atau luar negeri;

j. pelaksanaan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi di lingkungan BIG; k.

pelaksanaan koordinasi perencanaan, pelaporan, penyusunan peraturan perundang-undangan dan bantuan hukum;

l. pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, keprotokolan, kehumasan, kerjasama, hubungan antar lembaga, kearsipan, persandian, barang milik negara, perlengkapan, dan rumah tangga BIG;

m. pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta promosi dan pelayan produk dan jasa di bidang informasi geospasial; dan

n. perumusan, penyusunan rencana, dan pelaksanaan pengawasan fungsional.

4. 2 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran

Visi Badan Informasi Geospasial (BIG) adalah sebagai berikut: “Terwujudnya Informasi Geospasial yang Andal, Terintegrasi dan Mudah

Dimanfaatkan pada Tahun 2025”. Upaya-upaya untuk mewujudkan visi tersebut dirumuskan dalam misi sebagai berikut:

1. Membangun dan memperkuat koordinasi kelembagaan terkait penyelenggaraan Informasi Geospasial (IG) yang efektif, efisien, dan sistematis.

2. Membangun data dan IG yang berkualitas dan berkelanjutan dengan multi resolusi dan multi-skala dalam satu referensi tunggal, serta mudah dimanfaatkan secara cepat dan dapat dipertanggungjawabkan.

3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan, sumber daya manusia, kualitas penelitian dan pengembangan dalam penyelenggaraan IG serta mendorong pemanfaatannya.

Dalam rangka mewujudkan visi dan misi BIG, maka tujuan yang akan dicapai BIG ke depan adalah sebagai berikut:

1. Menyediakan landasan sistem pengaturan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penyebarluasan, dan penggunaan IG.

2. Menyediakan data dan IGD yang akurat, dapat dipercaya, dan dipertanggungjawabkan.

3. Menyediakan IGT hasil integrasi untuk pemenuhan kebutuhan nasional.

4. Mengoperasioanalisasikan jaringan IG antar simpul jaringan nasional yang terhubung secara elektronik.

5. Menyediakan sumber daya manusia yang memenuhi kompetensi, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknolohi terhadap aplikasi teknologi di bidang IG.

Sasaran BIG adalah sebagai berikut:

1. Tersedianya aturan hukum terkait dengan penyelenggaraan IG yang terdiri dari pengumpulan Data Geospasial (DG) dan pengolahan DG dan IG, dan pembinaan pengguna IG.

2. Tersedianya data dan IGD yang akurat, dapat dipercaya, dan dipertanggungjawabkan dalam referensi tunggal.

3. Terintegrasinya IGT yang akurat dalam rangka pemenuhan kebutuhan nasional yang mengacu pada IGD, seta mudah dimanfaatkan secara cepat.

4. Terbangun dan berfungsinya mekanisme distribusi, penggunaan, dan peningkatan aksesibilitas terhadap IG.

5. Tersedianya kapasitas sumber daya manusia yang mrmrnuhi kompetensi, dan meningkatnya hasil penelitian dan pengembangan terhadap aplikasi teknologi guna mendukung BIG pada setiap pengambilan keputusan di bidang penyelenggaraan IG dan pembinaan pengguna IG.

4. 3 Struktur Organisasi

Berdasarkan Peraturan Kepala BIG Nomor 3 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Informasi Geospasial, struktur organisasi dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4. 1 Struktur Organisasi BIG Pada struktur organisasi, BIG terdiri dari lima eselon 1 yaitu

Kepala BIG, Sekretariat Utama, Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar (IGD), Deputi Informasi Geospasial Tematik (IGT), dan Deputi Bidang Infrastruktur Informasi Geospasial (IIG). Unit kerja eselon 2 terdiri dari 12 Pusat dan Biro, yaitu:

1. Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika (PJKGG). PJKGG memiliki tugas melaksanakan penyiapan penyusunan rencana dan program, perumusan dan pengendalian kebijakan teknis, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan data dan informasi geospasial dasar.

2. Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim (PPRT). PPRT memiliki tugas melakukan pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan data dan informasi geospasial dasar di bidang pemetaan rupabumi dan toponim.

3. Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PPKLP).

PPKLP memiliki tugas melakukan pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan data dan informasi geospasial dasar, serta penyiapan pelaksanaan penelitian dan pengembangan, dan pelaksanaan kerjasama teknis dibidang pemetaan kelautan dan lingkungan pantai..

4. Pusat Pemetaan Batas Wilayah (PPBW). PPBW memiliki tugas melaksanakan pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan data informasi geospasial dasar di bidang pemetaan batas wilayah.

5. Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik (PPIT). PPIT memiliki tugas pengintegrasian informasi geospasial tematik serta pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan informasi geospasial tematik yang belum diselenggarakan selain BIG.

6. Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PPTRA). PPTRA memiliki tugas melakukan pengintegrasian informasi geospasial tematik, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan penggunaan informasi geospasial tematik yang belum diselenggarakan selain BIG, serta penyiapan pelaksanaan penelitian dan pengembangan, dan pelaksanaan kerja sama teknis di bidang tata ruang dan atlas.

7. Pusat Standarisasi dan Kelembagaan IG (PSKIG). PSKIG memiliki tugas melaksanakan penetapan standardisasi data dan standardisasi

geospasial, melaksanakan pengembangan kelembagaan dan simpul jaringan, melaksanakan penyiapan akreditasi bagi lembaga pemberi sertifikasi di bidang surveyor pemetaan geospasial.

pengelolaan

data

8. Pusat Pengelolaan dan Penyebarluasan Informasi Geospasial (PPPIG). PPPIG memiliki tugas melaksanakan penyiapan basis data & pengaplikasian TIK, melaksanakan penjaminan kualitas IG, melaksanakan pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terkait pengelolaan informasi geospasial.

9. Biro Perencanaan, Kepegawaian dan Hukum (PKH). PKH memiliki tugas melaksanakan penyiapan koordinasi perencanaan, penyusunan rencana program dan anggaran, evaluasi dan penyusunan pelaporan, pelayanan administrasi dan pengembangan kepegawaian, organisasi dan tata laksana, penyusunan peraturan perundang-undangan dan bantuan hukum, dan pengoordinasian jabatan fungsional.

10. Biro Umum dan Keuangan. Biro Umum dan Keuangan memiliki tugas melaksanakan pelayanan administrasi

perlengkapan dan kerumahtanggaan, dan keprotokolan, serta keuangan dan pengelolaan barang milik negara.

ketatausahaan,

kearsipan,

11. Pusat Penelitian, Promosi dan Kerjasama. Pusat ini memiliki tugas melaksanakan promosi, kerja sama, hubungan masyarakat, maupun hubungan antar lembaga.

12. Inspektorat. Inspektorat memiliki tugas melaksanakan perumusan dan penyusunan rencana pengawasan fungsional, pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat, dan penyusunan laporan hasil pengawasan.

4. 4 Kepemilikan Data Spasial

Berdasarkan Peraturan Kepala BIG Nomor 3 Tahun 2012, tidak semua unit kerja memiliki data spasial. Unit kerja yang memiliki data spasial dan IG di BIG dijelaskan pada Tabel 4.1.

Tabel 4. 1 Kepemilikan Data Spasial

Unit Kerja Data Spasial yang dimiliki IG yang dihasilkan PJKGG  Titik kontrol horisontal  Kerangka

Kontrol Horisontal vertikal dan tinggi orthometrik,  Kerangka

Jaring  Data pasang surut Kontrol Vertikal  Titik medan gaya berat, medan  Datum Pasut gaya berat  Titik medan gaya

 Titik gps continous dan time

berat, medan gaya

series / continuously operating

berat

reference station (cors)

PPRT  Hipsografi  Citra Tegak resolusi  Perairan tinggi

 Toponimi  Peta rupabumi  Penutup lahan  Data Toponimi  Transportasi  Gazeeter

 Utilitas  Bangunan dan fasilitas umum PPKLP  Data spasial kelautan dan  Peta

Lingkungan

lingkungan pantai termasuk

Pantai Indonesia (LPI) garis pantai  Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN) PPBW  Data koordinat batas  Peta Batas Wilayah  Data batas administrasi  Peta Daerah Otonom

 Peta Batas Negara PPIT  Penutup lahan,  Peta Penutup lahan

 Sistem lahan,  Peta Sistem Lahan  Rawan banjir,  Peta Rawan Banjir  Multi rawan bencana,  Peta Multi Rawan

 Neraca sumberdaya lahan. Bencana  Peta

Neraca Sumberdaya Lahan PPTRA  Data spasial tata ruang,  Atlas tata ruang

 Data spasial survey  Atlas dan pemetaan  Data statistik spasial sosial

 Pemetaan

dinamika  Atlas Sumber daya sumberdaya  Atlas

Geografi Statistik

 Atlas Bentang Lahan  Atlas Taktual  Atlas Batik

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan mengenai hasil dan pembahasan dari metodologi penelitian dimulai dari spesifikasi kebutuhan, perancangan konseptual, perancangan lojikal, serta perancangan fisikal.

5.1 Spesifikasi Kebutuhan

Pada tahapan spesifikasi kebutuhan dibagi ke dalam dua langkah yaitu identifikasi pengguna dan menentukan kebutuhan analisis.

5. 1. 1 Identifikasi Pengguna

Identifikasi pengguna dilakukan untuk mendapatkan pengguna data warehouse spasial yang berkaitan dengan kebencanaan. Identifikasi pengguna didapatkan dari hasil observasi, hasil wawancara pada Lampiran 1.B, Lampiran 1.C, Lampiran 1.D, dan Lampiran 1.E, dan dokumen internal yaitu dokumen Cetak Biru Geospatial Crisis Center. Berdasarkan hasil identifikasi, alur data kebencanaan dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5. 1 Alur Data Kebencanaan

66 Universitas Indonesia

Pada Gambar 5.1, terdapat enam unit kerja di BIG dan empat instansi di luar BIG yang terlibat dalam mendukung tersedianya informasi kebencanaan. Unit kerja yang terkait kebencanaan adalah Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika (PJKGG), Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim (PPRT), Pusat Pemetaan Batas Wilayah (PPBW), Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PPKLP), Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik (PPIT), dan Pusat Pengelolaan dan Penyebarluasan Informasi Geospasial (PPPIG). PJKGG, PPRT, PPBW, dan PPKLP berperan sebagai penyedia data spasial terkait kebencanaan di BIG.

PJKGG memiliki data pasut dan data tinggi muka laut yang dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya rob dan konfirmasi terjadinya tsunami. PJKGG juga memiliki data CORS yang dapat digunakan untuk mengetahui pergerakan lempeng dan arah gelombang laut. Data pasut dan data CORS digunakan oleh BMKG yang kemudian dianalisis lebih lanjut sehingga dapat digunakan untuk mengetahui terjadinya gempa dan tsunami.

PPIT melakukan integrasi terhadap data yang tersedia untuk diproses menjadi IGT terkait kebencanaan maupun menyediakan IGT yang belum dilaksanakan instansi lain. PPIT menghasilkan IG pendukung kebencanaan yang terintegrasi.

PPPIG memiliki tugas untuk melakukan pengelolaan dan penyebarluasan IG. Pengelolaan IG dilakukan dengan menyediakan infrastruktur geospasial dalam bentuk data warehouse. Penyebarluasan IG dilakukan melalui web Ina Geoportal ataupun publikasi IG terkait bencana dalam bentuk web service. Dalam menyediakan informasi terkait bencana, BIG memerlukan informasi kejadian bencana dari BNPB, informasi gunung api dari Badan Geologi, dan informasi banjir bekerjasama dengan kementerian PU. Pada penelitian ini, hanya mengambil informasi kejadian bencana dari BNPB.

Setelah didapatkan unit kerja yang terlibat, kemudian ditentukan pembagian pengguna berdasarkan tingkatan akses ke data warehouse. Adapun level pengguna dibagi sebagai berikut:

1. Eksekutif, terdiri dari eselon 1 dan eselon 2 yang memiliki hak akses untuk melihat data spasial.

2. Data Warehouse Administrator, terdiri dari unit kerja yang memiliki hak akses mempublikasikan data spasial yang telah tersimpan dalam data warehouse yaitu PPPIG.

3. Data Administrator, terdiri dari perwakilan tiap – tiap unit kerja yang memiliki hak akses untuk menyimpan data spasial sesuai dengan kepemilikannya yaitu PJKGG, PPRT, PPBW, PPKLP, dan PPIT.

5. 1. 2 Analisis Data dan Kebutuhan Informasi

Analisis data dan kebutuhan informasi dilakukan untuk mendapatkan ketersediaan data serta kebutuhan informasi yang dapat mendukung layanan kebencanaan. Analisis data dan kebutuhan didapatkan dari hasil wawancara dengan pihak yang berkaitan dengan kebencanaan terlampir pada Lampiran 1, juga dari dokumen Cetak Biru Geospatial Crisis Center. Penelitian ini hanya mengambil tiga jenis bencana sebagai lingkup penelitian, yaitu gempa bumi, banjir, dan tsunami.

Berdasarkan hasil wawancara pada Lampiran 1.A dan 1.C, disebutkan bahwa untuk mendapatkan kebutuhan data maka harus dilakukan identifikasi pada tiap siklus manajemen bencana yaitu mitigasi (mitigation), persiapan (preparedness), respon (response), dan pemulihan (recovery). Pada setiap siklusnya kemudian didapatkan informasi apa yang diperlukan dalam implementasi data warehouse. Siklus mitigasi dilakukan untuk meminimalkan efek bencana, salah satunya bisa didapatkan dari analisis wilayah mana yang rawan terjadi bencana. Daerah rawan terjadi bencana didapatkan dari informasi dimana daerah tersebut sering terjadi Berdasarkan hasil wawancara pada Lampiran 1.A dan 1.C, disebutkan bahwa untuk mendapatkan kebutuhan data maka harus dilakukan identifikasi pada tiap siklus manajemen bencana yaitu mitigasi (mitigation), persiapan (preparedness), respon (response), dan pemulihan (recovery). Pada setiap siklusnya kemudian didapatkan informasi apa yang diperlukan dalam implementasi data warehouse. Siklus mitigasi dilakukan untuk meminimalkan efek bencana, salah satunya bisa didapatkan dari analisis wilayah mana yang rawan terjadi bencana. Daerah rawan terjadi bencana didapatkan dari informasi dimana daerah tersebut sering terjadi

Analisis data dan kebutuhan informasi didapatkan juga dari proses bisnis yang terkait dengan data kebencanaan yang didapatkan dari hasil wawancara pada Lampiran 1. B dan 1. D. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, terdapat data yang secara tidak langsung dapat berguna dalam memprediksi terjadinya rob, tsunami, dan gempa, yaitu data pasut, data tinggi muka laut, dan data CORS. Data tersebut memerlukan analisis lebih lanjut untuk dapat digunakan sebagai data pendukung layanan kebencanaan.

Berdasarkan dokumen Cetak Biru Geospatial Crisis Center, kebutuhan IG secara umum yang harus disediakan oleh GSCC antara lain adalah penentuan area status keadaan darurat bencana, jumlah korban (meninggal, hilang, luka, terdampak, pengungsi), kerusakan sarana dan fasilitas umum, jalur evakuasi, serta pemulihan sarana dan prasarana. Hasil analisis data dan kebutuhan informasi dari wawancara dan kajian dokumen Cetak Biru Geospatial Crisis Center, maka didapatkan data dan kebutuhan informasi pada Tabel

Tabel 5. 1 Identifikasi data dan kebutuhan informasi

Jenis Bencana Informasi yang dibutuhkan Data Spasial yang

dibutuhkan Gempa Bumi - Jumlah korban jiwa pada  Cakupan Wilayah

lokasi dan waktu tertentu. Administasi 

- Jumlah kejadian gempa pada lokasi dan waktu tertentu.

- Jumlah

kerusakan

fasilitas umum. - Total kerugian akibat gempa - Lokasi yang sering terjadi gempa Banjir - Jumlah korban Jiwa pada  Cakupan Wilayah lokasi dan waktu tertentu. Administrasi  - Jumlah kejadian banjir

pada lokasi dan waktu  tertentu.

- Jumlah

kerusakan

fasilitas umum. - Total kerugian akibat banjir - Lokasi yang sering

terjadi banjir Tsunami - Jumlah korban jiwa pada  Cakupan Wilayah lokasi dan waktu tertentu. Administrasi 

- Jumlah kejadian tsunami pada lokasi dan waktu tertentu.

- Jumlah

kerusakan

fasilitas umum. - Total kerugian akibat

tsunami  Lokasi yang sering terjadi

tsunami 

5.2 Perancangan Konseptual

Pada tahapan perancangan konseptual dibagi ke dalam tiga langkah yaitu perancangan arsitektur lojikal dan fisikal data warehouse spasial, pembuatan skema awal data warehouse spasial, ketersediaan dan pemetaan data, dan pembuatan skema data warehouse spasial.

5. 2. 1 Perancangan Arsitektur Data Warehouse Spasial

Sumber data yang digunakan adalah berasal dari internal BIG dan BNPB. Sumber data internal BIG berupa peta cetak, hasil survei, data spasial, data citra ataupun berasal dari basisdata unit produksi, sedangkan sumber data eksternal BNPB berupa file-based informasi kejadian bencana. Unit produksi yang menggunakan data warehouse spasial secara periodik menyimpan data spasial terkait kebencanaan yang sudah siap dipublikasikan ke data warehouse. Proses ETL akan dilakukan terhadap data spasial dari unit produksi, sehingga data spasial yang tersimpan dalam data warehouse sudah sesuai dengan standar Katalog Fitur Dataset Fundamental. Selanjutnya, data warehouse akan membagi data mart berdasarkan jenis bencana. Data mart yang dibangun dapat digunakan untuk analisis, pelaporan, maupun penambangan data, sehingga dapat digunakan untuk pengambilan keputusan berbasis spasial. Arsitektur lojikal data warehouse spasial dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Gambar 5. 2 Arsitektur Lojikal Data Warehouse Spasial

Penelitian ini memerlukan perangkat lunak dan perangkat keras dalam perancangan dan implementasi data warehouse spasial. Adapun spesifikasi perangkat lunak yang dibutuhkan pada tahap Penelitian ini memerlukan perangkat lunak dan perangkat keras dalam perancangan dan implementasi data warehouse spasial. Adapun spesifikasi perangkat lunak yang dibutuhkan pada tahap

Gambar 5. 3 Arsitektur Fisikal Data Warehouse Spasial

5. 2. 2 Pembuatan Skema Awal Data Warehouse Spasial

Berdasarkan tahapan spesifikasi kebutuhan, jenis bencana dipetakan ke dalam skema sehingga didapatkan 1 skema bintang (star schema) yaitu Informasi Bencana. Skema Informasi Bencana terdiri dari 1 tabel fakta dan 3 tabel dimensi. Fakta dan dimensi untuk skema Informasi Bencana dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5. 2 Fakta dan Dimensi Skema Cakupan Lokasi Gempa

Jenis Tabel Nama Tabel Jenis Data Fakta Informasi Bencana Non-spasial

Dimensi Wilayah Administrasi Spasial - Area Bencana Non-spasial Waktu Non-spasial

Dari fakta dan dimensi pada Tabel 5.2, dapat dinyatakan bahwa tabel dimensi terdiri dari Wilayah Administrasi, Bencana, dan

Waktu. Measure dari skema Informasi Gempa adalah Jumlah Korban Meninggal, Jumlah Korban Luka-luka, Jumlah Korban Hilang, Jumlah Korban Terdampak, Jumlah Pengungsi, Jumlah Kerusakan Fasiltas Pendidikan, Jumlah Kerusakan Fasilitas Kesehatan dan Estimasi Kerugian. Dari tabel 5.2, maka didapatkan gambar skema Informasi Bencana yang dapat dilihat pada Gambar

Gambar 5. 4 Skema Informasi Bencana

5. 2. 3 Ketersediaan dan pemetaan data

Skema yang diusulkan pada tahapan sebelumnya kemudian dilakukan pengecekan ketersediaan semua elemen data terhadap masing – masing sumber data. Pengecekan data juga meliputi pengecekan cakupan wilayah yang akan digunakan dalam implementasi data warehouse spasial dan skala yang tersedia yang berkaitan dengan data kebencanaan. Hasil pengecekan ketersediaan data dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5. 3 Tabel Ketersediaan Data

Sumber Fakta Wilayah Data Data Informasi

Tabel

Tabel Dimensi Cakupan

Skala Ketersediaan

Bencana Administrasi di

Bencana Indonesia - √ BNPB Waktu - √ -

Berdasarkan pengecekan terhadap ketersediaan data pada Tabel

5.3, maka didapatkan cakupan wilayah yang digunakan untuk skema Informasi Bencana adalah Kabupaten di Indonesia dengan skala 1:50.000. Adapun pemilihan cakupan wilayah tingkat kabupaten dikarenakan informasi bencana yang berasal dari BNPB hanya sampai kabupaten, sehingga agregasi data spasial juga sampai tingkat kabupaten. Setelah dilakukan pengecekan terhadap ketersediaan data, kemudian didefinisikan pemetaan data antara sumber dengan data warehouse. Pemetaan data antara sumber data dengan data warehouse dapat dilihat pada Tabel 5.4 untuk Wilayah Administrasi.

Tabel 5. 4 Pemetaan Tabel Wilayah Administrasi dengan Data

Warehouse

Level DW Atribut DW Tabel

Atribut

Transformasi

Sumber Sumber

Wilayah

WAID ADMINK

Administrasi ABUPATE NAR

ObjectID ObjectID √ SHAPE SHAPE √

KodeKabupaten KW √ NamaKabupaten WA √ KodeProvinsi - √ NamaProvinsi - √ Remark Ket √ KodePUM - √ KodeFitur - √ LuasWilayah LSH √ ReferensiHukum DH √ SRSID √

ShapeLength SHAPE_Len √

gth ShapeArea SHAPE_Are

TA - WI - LU -

Pada Tabel 5.4, terdapat 3 atribut sumber yang tidak ditransformasikan dalam data warehouse, yaitu TA, WI, dan LU.

Hal ini dikarenakan tidak terdapat dalam Katalog Fitur Dataset Fundamental yang menjadi standar atribut data warehouse. Selain itu, terdapat 9 atribut sumber yang akan ditransformasikan ke dalam data warehouse, yaitu ObjectID, SHAPE, KW, WA, Ket, LSH, DH, SHAPE_Length, dan SHAPE_Area. Terdapat 6 atribut baru yaitu WAID, KodeProvinsi, NamaProvinsi, KodePUM, KodeFitur, dan SRSID.

5. 2. 4 Pembuatan Skema Data Warehouse Spasial

Tahapan ini didapatkan skema yang akan digunakan berdasarkan ketersediaan data. Berdasarkan pengecekan ketersediaan data, tidak ada perubahan dalam ketersediaan tabel dimensi, sehingga skema yang digunakan sama seperti skema yang ada dalam sub bab 5.2.2.

5.3 Perancangan Lojikal

Tahapan perancangan lojikal terdapat dua tahapan penting, yaitu transformasi skema multidimensional konseptual ke dalam skema lojikal dan spesifikasi proses ETL berdasarkan ketersediaan dan pemetaan data pada tahapan sebelumnya. Pada tahapan transformasi skema multidimensional konseptual ke dalam skema lojikal, data spasial disimpan dalam model relasional. Tahapan selanjutnya adalah mendefinisikan proses ETL.

5.3. 1 Representasi lojikal skema Data Warehouse Spasial

Tahapan yang dilakukan adalah mengubah skema multidimensional konseptual ke dalam model relasional. Pada tahapan ini, hierarchy, level, fact relationship, dan measure dipetakan dalam bentuk tabel – tabel relasi. Secara lojikal tabel-tabel dimensi dan tabel fakta berelasi dalam model relasional. Skema data warehouse yang digunakan adalah skema bintang (star schema). Pada skema, terdapat 1 dimensi spasial, 1 dimensi waktu, dan 1 dimensi konvensional.

Pada 5.2.2 dijelaskan bahwa fact relationship Informasi Bencana memiliki measure yaitu Jumlah Korban Meninggal, Jumlah Korban Luka-luka, Jumlah Korban Hilang, Jumlah Korban Terdampak, Jumlah Pengungsi, Jumlah Kerusakan Fasiltas Pendidikan, Jumlah Kerusakan Fasilitas Kesehatan dan Estimasi Kerugian. Pada setiap dimensi memiliki level dan hirarki yang dijelaskan pada Tabel 5.5.

Tabel 5. 5 Level dan Hirarki

Dimensi Level Hirarki Wilayah Administrasi WilayahAdministrasi WilayahKabkota  KabKota KabKota  Provinsi

Provinsi

Bencana Bencana Bencana Waktu Tanggal Tanggal  Bulan  Bulan Tahun

Tahun

5.3. 2 Pendefinisian Proses ETL

Pendefinisian Proses ETL dilakukan identifikasi pemetaan antara sumber dan data warehouse. Pada proses transform, terdapat beberapa hal yang didefinisikan terlebih dahulu sebelum dilakukan ETL, yaitu:

 Format dan tipe data yang disimpan dalam data warehouse. Hal ini dijelaskan pada Lampiran 2.  Atribut yang ditransformasikan adalah atribut yang terdapat dalam katalog fitur dataset fundamental.  Setiap objek pada data spasial ditransformasikan sebagai baris (row) pada basisdata. Setiap atribut pada data spasial ditransformasikan sebagai kolom (column, field) pada basisdata. Setiap fitur pada data spasial ditransformasikan sebagai tabel pada basisdata.

 Data kode provinsi dan kabupaten/kota didapat dari kode BPS dalam format CSV.

Pendefinisian proses ETL untuk setiap tabel dijelaskan sebagai berikut:

1. Wilayah Administrasi

a. Frekuensi ekstraksi data spasial wilayah administrasi dapat dilakukan apabila terjadi perubahan data.

b. Tabel Batas Wilayah ditransformasikan dari data spasial BatasWilayah dalam format File Geodatabase (.gdb).

c. Primary key WAID didapatkan dari nilai auto increment.

d. Field Kode Kabupaten diperlukan konversi dari tipe text ke tipe number dari field KW.

e. Field Kode Provinsi, dan Nama Provinsi diberi nilai sesuai dengan kode BPS.

f. Field Luas diperlukan konversi dari tipe data text ke tipe data float dari field LSH.

2. Bencana

a. Frekuensi ekstraksi data bencana dapat dilakukan apabila terjadi perubahan data.

b. Tabel Bencana didapatkan dari informasi data bencana BNPB.

c. Primary key BencanaID didapatkan dari nilai auto increment.

3. Waktu Tabel waktu didapatkan dari SQL statement yang dibuat untuk menghasilkan nama hari, tanggal, bulan, dan tahun pada periode tertentu.

4. Informasi Bencana

a. Tabel Informasi Bencana didapatkan dari data bencana gempa, banjir dan tsunami dari BNPB dalam format excel dan atribut referensi WAID, BencanaID, dan WID.

b. Frekuensi ekstraksi data informasi bencana dapat dilakukan harian.

5.4 Perancangan Fisikal

Tahapan perancangan fisikal terdapat dua tahapan penting, yaitu implementasi skema data warehouse spasial dan implementasi proses ETL. Tahapan ini mengimplementasikan skema yang sudah dibuat pada tahapan sebelumnya.

5.4. 1 Implementasi Skema Data Warehouse Spasial

Pada tahapan ini, skema lojikal diimplementasikan dalam struktur fisikal basisdata. DBMS yang digunakan adalah Oracle 11gR2 yang sudah mendukung penyimpanan data spasial. Adapun tahapan yang dilakukan dalam implementasi skema data warehouse spasial, yaitu:

1. Membuat nama pengguna dan hak akses. Berdasarkan tahapan identifikasi pengguna pada 5.1.1, didapatkan 3 level pengguna, yaitu Eksekutif, Data Warehouse Administrator, dan Data Administrator. Setiap pengguna dibedakan berdasarkan hak aksesnya terhadap data warehouse. Pada Tabel 5.6 dijelaskan nama pengguna beserta hak aksesnya. SQL syntax dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 5. 6 Nama Pengguna dan Hak Akses Data Warehouse Level

Tipe

Username

Role Database

Pengguna pengguna database permission Eksekutif Data viewer user_bencana CONNECT Create session Data

Administrator admin_sdw OLAP_USER - create Warehouse

OLAP_XS_AD session Administrator MIN - create CONNECT sequence RESOURCE - create table

- create trigger

- create procedure - select any table

- create materialized view

- create dimension - advisor Data

Data

admin_bencana CONNECT - create Administrator creator RESOURCE session

- create sequence - create table

- create trigger

- create view

2. Membuat fitur data spasial dan tabel Fitur data spasial ditransformasikan sebagai tabel pada basisdata. Fitur data spasial dan tabel non spasial dibuat melalui ArcGIS Desktop 10. Koneksi ke basisdata diperlukan dalam membuat fitur data spasial dengan nama pengguna yang telah dibuat sebelumnya. Level pengguna yang digunakan untuk membuat fitur data spasial adalah data administrator. Koneksi basisdata menggunakan ArcGIS desktop 10 dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Gambar 5. 5 Koneksi Basisdata menggunakan ArcGIS

Desktop 10

Pada ArcGIS Desktop 10, untuk membuat fitur data spasial dipilih Feature Class baru. Parameter yang digunakan untuk membuat fitur data spasial, yaitu:  Nama Fitur: Wilayah Administrasi  Tipe Fitur: PolygonFeatures  XY Coordinate System: WGS 1984  Configuration Keyword: SDO GEOMETRY Setelah parameter tersebut diisikan, kemudian dibuat field data spasial dengan tipe data yang terdapat pada Lampiran 2. Fitur data spasial yang dibuat melalui ArcGIS Desktop 10 secara otomatis sudah membuat spatial index. Tabel waktu dan bencana dibuat melalui Oracle 11gR2, dikarenakan tidak memerlukan fitur spasial. SQL syntax untuk tabel waktu dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada Gambar 5.6, dapat dilihat fitur data spasial dan tabel yang telah dibuat.

Gambar 5. 6 Fitur Data Spasial dan Tabel pada ArcGIS

Desktop 10

3. Membuat Fact Relationship Pada 5.3.1 dijelaskan bahwa terdapat 1 tabel fakta yang akan dibuat, yaitu Informasi Bencana. Fact relationship Informasi Bencana direpresentasikan sebagai tabel yang terdiri dari atribut referensi dan measure. Atribut referensi yang digunakan adalah WAID, BencanaID, dan WID. Measure yang digunakan adalah Jumlah Korban Meninggal, Jumlah Korban Luka-luka, Jumlah Korban Hilang, Jumlah Korban Terdampak, Jumlah Pengungsi, Jumlah Kerusakan Fasiltas Pendidikan, Jumlah Kerusakan Fasilitas Kesehatan dan Estimasi Kerugian. SQL syntax untuk membuat tabel fakta dapat dilihat pada Lampiran 3.

4. Membuat Dimensi Dimensi dibuat dengan menggunakan Oracle Analytic Workspace Manager. Koneksi ke basisdata diperlukan dalam membuat fitur data spasial dengan nama pengguna yang telah dibuat sebelumnya. Level pengguna yang digunakan untuk membuat fitur data spasial adalah datawarehouse administrator. Koneksi pada Oracle Analytic Workspace Manager dapat diihat pada Gambar 5.7.

Gambar 5. 7 Koneksi pada Oracle Analytic Workspace

Manager

Tahapan berikutnya membuat workspace dengan parameter mengacu pada tablespace Bencana. Dimensi, level dan hirarki yang

sebelumnya kemudian diimplementasikan.

telah

didefinisikan

a. Dimensi Wilayah Administrasi Dimensi

diberi nama WILAYAHADMINISTRASI_DIM, dengan tipe dimensi User Dimension. Dimensi wilayah administrasi pada Oracle Analytic Workspace Manager dapat dilihat pada Gambar

Gambar 5. 8 Dimensi Wilayah Administrasi pada Oracle Analytic Workspace Manager

Level dimensi wilayah administrasi diimplementasikan sesuai dengan Tabel 5.5. Pembuatan level dapat dilihat pada Gambar 5.9.

Gambar 5. 9 Level pada Dimensi Wilayah Administrasi

Hirarki dimensi wilayah administrasi diimplementasikan sesuai dengan Tabel 5.5. Pembuatan hirarki dapat dilihat pada Gambar 5.10.

Gambar 5. 10 Hirarki pada Dimensi Wilayah

Administrasi

Terdapat beberapa atribut yang didefinisikan kembali yaitu Remark, KodePUM, KodeFitur, Luas, dan ReferensiHukum. Atribut yang didefinisikan pada Oracle Analytic Workspace Manager dapat dilihat pada Gambar 5.11.

Gambar 5. 11 Atribut pada Dimensi Wilayah

Administrasi

Dimensi wilayah administrasi kemudian dilakukan pemetaan dengan tabel wilayah administrasi. Pemetaan tabel dengan dimensi dapat dilihat pada Gambar 5.12.

Gambar 5. 12 Pemetaan Tabel dengan Dimensi Wilayah Administrasi

b. Dimensi Bencana Dimensi bencana diberi nama BENCANA_DIM, dengan tipe dimensi User Dimension. Dimensi bencana pada Oracle Analytic Workspace Manager dapat dilihat pada Gambar

Gambar 5. 13 Dimensi Bencana pada Oracle Analytic Workspace Manager

Level dimensi bencana diimplementasikan sesuai dengan Tabel 5.5. Pembuatan level dapat dilihat pada Gambar 5.14.

Gambar 5. 14 Level pada Dimensi Bencana

Hirarki dimensi bencana diimplementasikan sesuai dengan Tabel 5.5. Pembuatan hirarki dapat dilihat pada Gambar

Gambar 5. 15 Hirarki pada Dimensi Bencana

Terdapat beberapa atribut yang didefinisikan kembali yaitu Keterangan dan TipeBencana. Atribut yang didefinisikan pada Oracle Analytic Workspace Manager dapat dilihat pada Gambar 5.16.

Gambar 5. 16 Atribut pada Dimensi Bencana

Dimensi bencana kemudian dilakukan pemetaan dengan tabel bencana. Pemetaan tabel dengan dimensi dapat dilihat pada Gambar 5.17.

Gambar 5. 17 Pemetaan Tabel dengan Dimensi

Bencana

c. Dimensi Waktu Dimensi waktu diberi nama WAKTU_DIM, dengan tipe dimensi Time Dimension. Dimensi waktu pada Oracle Analytic Workspace Manager dapat dilihat pada Gambar

Gambar 5. 18 Dimensi Waktu pada Oracle Analytic Workspace Manager

Level dimensi waktu diimplementasikan sesuai dengan Tabel 5.5. Pembuatan level dapat dilihat pada Gambar 5.19.

Gambar 5. 19 Level pada Dimensi Waktu

Hirarki dimensi waktu diimplementasikan sesuai dengan Tabel 5.5. Pembuatan hirarki dapat dilihat pada Gambar

Gambar 5. 20 Hirarki pada Dimensi Waktu

Atribut waktu yang didefinisikan pada Oracle Analytic Workspace Manager dapat dilihat pada Gambar 5.21.

Gambar 5. 21 Atribut pada Dimensi Waktu

Dimensi waktu kemudian dilakukan pemetaan dengan tabel waktu. Pemetaan tabel dengan dimensi dapat dilihat pada Gambar 5.22.

Gambar 5. 22 Pemetaan Tabel dengan Dimensi Bencana

5. Membuat Kubus Data Kubus data didefinisikan oleh dimensi dan tabel fakta. Kubus data untuk tabel fakta Informasi Bencana diberi nama INFORMASIBENCANA_CUBE, yang terdiri dari dimensi waktu, dimensi wilayah administrasi dan dimensi bencana. Kubus data Informasi Bencana pada Oracle Analytic Workspace Manager dapat dilihat pada Gambar 5.23.

Gambar 5. 23 Kubus Data Informasi Bencana pada Oracle

Analytic Workspace Manager

Measure yang diimplementasikan sesuai pada skema 5.2.2 yaitu Jumlah Korban Meninggal, Jumlah Korban Luka-luka, Jumlah Korban Hilang, Jumlah Korban Terdampak, Jumlah Pengungsi, Jumlah Kerusakan Fasiltas Pendidikan, Jumlah Kerusakan Fasilitas Kesehatan dan Estimasi Kerugian. Pembuatan measure dapat dilihat pada Gambar 5.24.

Gambar 5. 24 Measure pada Kubus Data Informasi Bencana

Kubus data informasi bencana kemudian dilakukan pemetaan dengan tabel informasi bencana. Pemetaan tabel dengan kubus data dapat dilihat pada Gambar 5.25.

Gambar 5. 25 Pemetaan Tabel dengan Kubus Data

Informasi

5.4. 2 Implementasi Proses ETL

Tahapan implementasi proses ETL menjalankan proses ETL yang telah didefinisikan sebelumnya pada 5.3.2. Tahapan ini menggunakan perangkat lunak FME Workbench yang sudah terintegrasi dengan ArcGIS Desktop 10.

1. Wilayah Administrasi

a. WAID didapatkan dari nilai sequence.

c. Field Kode Provinsi, dan Nama Provinsi didapatkan dengan mendapatkan nilai dari nama kabupaten pada field WA, kemudian disesuaikan dengan data kode provinsi dan nama provinsi yang ada pada data BPS. Data BPS dapat dilihat pada Lampiran 4.

d. Field Kode Kabupaten didapatkan dengan mendapat nilai dari nama kabupaten pada field WA, kemudian dibandingkan dengan data kode kabupaten yang ada pada data BPS.

b. Field Luas diperlukan konversi dari tipe data text ke tipe data float dari field LSH. Konversi yang dilakukan meliputi AttributeSplitter,

AttributeValueMapper, String Concatenator, StringPairReplacer, dan StringFormat.

c. Proses ETL di FME Workbench Pada proses ETL di FME Workbench, didefinisikan terlebih dahulu sumber data. Sumber data didefinisikan dalam Reader Feature Type. Basis data target didefinisikan dalam

Writer Feature Type. Data Flow didefinisikan proses transformasi yang dilakukan sebelum data disimpan dalam basis data. Proses ETL data Wilayah Administrasi dapat dilihat pada Gambar 5.26.

Gambar 5. 26 Proses ETL Data Wilayah Administrasi

pada FME Workbench

d. Data spasial hasil ETL Data spasial hasil ETL dapat dilihat melalui ArcGIS Desktop 10. Gambar 5.27 menampilkan hasil ETL pada ArcGIS Desktop 10.

Gambar 5. 27 Hasil ETL Data Wilayah Administrasi

2. Bencana

a. BencanaID didapatkan dari nilai sequence.

b. Tabel bencana didapatkan dari informasi tipe bencana pada data BNPB. Transformasi dilakukan dengan menggunakan SQL statement yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil ETL dapat dilihat pada Gambar 5.28.

Gambar 5. 28 Hasil ETL Data Bencana

3. Waktu Tabel waktu didapatkan dari SQL statement yang dibuat untuk menghasilkan nama hari, tanggal, bulan, dan tahun pada periode tertentu. SQL syntax untuk waktu dapat dilihat pada Lampiran

3. Data yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5.29.

Gambar 5. 29 Hasil ETL Data Waktu

4. Informasi Bencana Tabel Informasi Bencana didapatkan dari data bencana gempa, banjir dan tsunami dari BNPB dalam format excel dan atribut referensi WAID, BencanaID, dan WID. Data bencana dari BNPB dapat dilihat pada Lampiran 4. Konversi dilakukan terhadap field Kejadian untuk mendapatkan BencanaID, field Kabupaten untuk mendapatkan WAID, dan field tanggal untuk mendapatkan WID. Proses ETL dapat dilihat pada Gambar 5.30.

Gambar 5. 30 Proses ETL Data Informasi Bencana pada

FME Workbench

5.4. 3 OLAP

OLAP dapat digunakan sebagai presentasi data dari data warehouse. Oracle Analytic Workspace Manager dapat digunakan dalam mempresentasikan data warehouse yang telah dibangun. Berdasarkan hasil analisis data dan kebutuhan informasi pada 5.1.2, maka presentasi data warehouse dibedakan menjadi informasi jumlah korban, informasi kerusakan fasilitas umum, dan informasi estimasi kerugian, dijelaskan sebagai berikut:

Informasi Jumlah Korban (meninggal, hilang, luka, terdampak, pengungsi)

a. Pada informasi jumlah korban dilakukan query sehingga yang ditampilkan adalah bencana banjir pada tahun 2004 -2013. Informasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.31.

Gambar 5. 31 Informasi Jumlah Korban Kejadian Banjir

2004-2013

Informasi jumlah korban kejadian banjir dapat dilakukan drill- down untuk informasi pada tahun tertentu saja. Pada Gambar

5.32, dapat dilihat hasil drill-down informasi jumlah korban kejadian banjir pada tahun 2004.

Gambar 5. 32 Drill-down Informasi Jumlah Korban

Kejadian Banjir 2004

Informasi jumlah korban pada tahun 2004 dapat dilakukan drill- down untuk informasi pada provinsi tertentu saja. Pada Gambar

5.33, dapat dilihat hasil drill-down kejadian banjir pada tahun 2004 di Provinsi Jawa Barat.

Gambar 5. 33 Drill-down Informasi Jumlah Korban Kejadian Banjir 2004 di Provinsi Jawa Barat

b. Pada informasi jumlah korban dilakukan query sehingga yang ditampilkan adalah bencana gempa pada tahun 2004 -2013. Informasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.34.

Gambar 5. 34 Informasi Jumlah Korban Kejadian Gempa

2004-2013

Informasi jumlah korban kejadian gempa dapat dilakukan drill- down untuk informasi pada tahun tertentu saja. Pada Gambar

5.35, dapat dilihat hasil drill-down informasi jumlah korban kejadian gempa pada tahun 2006.

Gambar 5. 35 Drill-down Informasi Jumlah Korban

Kejadian Gempa 2006

Informasi jumlah korban pada tahun 2006 dapat dilakukan drill- down untuk informasi pada provinsi tertentu saja. Pada Gambar

5.36, dapat dilihat hasil drill-down kejadian gempa pada tahun 2006 di Provinsi DI Yogyakarta.

Gambar 5. 36 Drill-down Informasi Jumlah Korban Kejadian Gempa 2006 di Provinsi DI Yogyakarta

c. Pada informasi jumlah korban dilakukan query sehingga yang ditampilkan adalah bencana tsunami pada tahun 2004 -2013. Informasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.37.

Gambar 5. 37 Informasi Jumlah Korban Kejadian Tsunami

2004-2013

Informasi jumlah korban kejadian tsunami dapat dilakukan drill- down untuk informasi pada tahun tertentu saja. Pada Gambar

5.38, dapat dilihat hasil drill-down informasi jumlah korban kejadian tsunami pada tahun 2004.

Gambar 5. 38 Drill-down Informasi Jumlah Korban

Kejadian Tsunami 2004 Informasi jumlah korban pada tahun 2006 dapat dilakukan drill-

down untuk informasi pada provinsi tertentu saja. Pada Gambar

5.39, dapat dilihat hasil drill-down kejadian tsunami pada tahun 2004 di Provinsi Aceh.

Gambar 5. 39 Drill-down Informasi Jumlah Korban Kejadian Tsunami 2004 di Provinsi Aceh

Informasi kerusakan fasilitas umum (fasilitas kesehatan pendidikan)

a. Pada informasi kerusakan fasilitas umum dilakukan query sehingga yang ditampilkan adalah bencana banjir pada tahun 2004 -2013. Informasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.40.

Gambar 5. 40 Informasi Kerusakan Fasilitas Umum Kejadian Banjir 2004-2013

Informasi kerusakan fasilitas umum kejadian banjir dapat dilakukan drill-down untuk informasi pada tahun tertentu saja. Pada Gambar 5.41, dapat dilihat hasil drill-down informasi kerusakan fasilitas umum kejadian banjir pada tahun 2007.

Gambar 5. 41 Drill-down Kerusakan Fasilitas Umum

Kejadian Banjir 2007

Informasi kerusakan fasilitas umum pada tahun 2007 dapat dilakukan drill-down untuk informasi pada provinsi tertentu saja. Pada Gambar 5.42, dapat dilihat hasil drill-down kejadian banjir pada tahun 2007 di Provinsi Riau.

Gambar 5. 42 Drill-down Kerusakan Fasilitas Umum Kejadian Banjir 2007 di Provinsi Riau

b. Pada informasi kerusakan fasilitas umum dilakukan query sehingga yang ditampilkan adalah bencana gempa pada tahun 2004 -2013. Informasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.43.

Gambar 5. 43 Informasi Kerusakan Fasilitas Umum Kejadian Gempa 2004-2013

Informasi kerusakan fasilitas umum kejadian gempa dapat dilakukan drill-down untuk informasi pada tahun tertentu saja. Pada Gambar 5.44, dapat dilihat hasil drill-down informasi kerusakan fasilitas umum kejadian gempa pada tahun 2009.

Gambar 5. 44 Drill-down Kerusakan Fasilitas Umum

Kejadian Gempa 2009

Informasi kerusakan fasilitas umum pada tahun 2009 dapat dilakukan drill-down untuk informasi pada provinsi tertentu saja. Pada Gambar 5.45, dapat dilihat hasil drill-down kejadian gempa pada tahun 2009 di Provinsi Sumatera Barat.

Gambar 5. 45 Drill-down Kerusakan Fasilitas Umum Kejadian Gempa 2009 di Provinsi Sumatera Barat Gambar 5. 45 Drill-down Kerusakan Fasilitas Umum Kejadian Gempa 2009 di Provinsi Sumatera Barat

Gambar 5. 46 Informasi Kerusakan Fasilitas Umum Kejadian Tsunami 2004-2013

Informasi kerusakan fasilitas umum kejadian tsunami dapat dilakukan drill-down untuk informasi pada tahun tertentu saja. Pada Gambar 5.47, dapat dilihat hasil drill-down informasi kerusakan fasilitas umum kejadian tsunami pada tahun 2004.

Gambar 5. 47 Drill-down Kerusakan Fasilitas Umum Kejadian Tsunami 2004

Informasi kerusakan fasilitas umum pada tahun 2004 dapat dilakukan drill-down untuk informasi pada provinsi tertentu saja. Pada Gambar 5.48, dapat dilihat hasil drill-down kejadian tsunami pada tahun 2004 di Provinsi Aceh.

Gambar 5. 48 Drill-down Kerusakan Fasilitas Umum

Kejadian Tsunami 2004 di Provinsi Aceh

Informasi Estimasi Kerugian

a. Pada informasi estimasi kerugian dilakukan query sehingga yang ditampilkan adalah bencana banjir pada tahun 2004 -2013. Informasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.49.

Gambar 5. 49 Informasi Estimasi Kerugian Kejadian Banjir

2004-2013

Informasi estimasi kerugian kejadian banjir dapat dilakukan drill- down untuk informasi pada tahun tertentu saja. Pada Gambar

5.50, dapat dilihat hasil drill-down informasi estimasi kerugian kejadian banjir pada tahun 2007.

Gambar 5. 50 Drill-down Estimasi Kerugian Kejadian Banjir

Informasi estimasi kerugian pada tahun 2007 dapat dilakukan drill-down untuk informasi pada provinsi tertentu saja. Pada Gambar 5.51, dapat dilihat hasil drill-down kejadian banjir pada tahun 2007 di Provinsi Riau.

Gambar 5. 51 Drill-down Estimasi Kerugian Kejadian Banjir

2007 di Provinsi Riau 2007 di Provinsi Riau

Gambar 5. 52 Informasi Estimasi Kerugian Kejadian Gempa

2004-2013

Informasi estimasi kerugian kejadian gempa dapat dilakukan drill-down untuk informasi pada tahun tertentu saja. Pada Gambar 5.53, dapat dilihat hasil drill-down informasi estimasi kerugian kejadian gempa pada tahun 2004.

Gambar 5. 53 Drill-down Estimasi Kerugian Kejadian

Gempa 2004

Informasi estimasi kerugian pada tahun 2004 dapat dilakukan drill-down untuk informasi pada provinsi tertentu saja. Pada Gambar 5.54, dapat dilihat hasil drill-down kejadian gempa pada tahun 2004 di Provinsi NTB.

Gambar 5. 54 Drill-down Estimasi Kerugian Kejadian Gempa 2004 di Provinsi NTB

c. Pada informasi estimasi kerugian dilakukan query sehingga yang ditampilkan adalah bencana tsunami pada tahun 2004 -2013. Informasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.55.

Gambar 5. 55 Informasi Estimasi Kerugian Kejadian

Tsunami 2004-2013

Informasi estimasi kerugian kejadian tsunami dapat dilakukan drill-down untuk informasi pada tahun tertentu saja. Pada Gambar 5.56, dapat dilihat hasil drill-down informasi estimasi kerugian kejadian tsunami pada tahun 2004.

Gambar 5. 56 Drill-down Estimasi Kerugian Kejadian

Tsunami 2004

Informasi estimasi kerugian pada tahun 2004 dapat dilakukan drill-down untuk informasi pada provinsi tertentu saja. Pada Gambar 5.57, dapat dilihat hasil drill-down kejadian tsunami pada tahun 2004 di Provinsi Aceh.

Gambar 5. 57 Drill-down Estimasi Kerugian Kejadian Tsunami 2004 di Provinsi Aceh

5.4. 4 Implementasi Dashboard Spasial

Pada tahapan implementasi dashboard spasial dijelaskan mengenai informasi terkait bencana yang ditampilkan dalam dashboard. Implementasi dashboard spasial menggunakan Oracle Busines Intelligence 11. Sumber data didapatkan dari data warehouse yang telah dibuat pada Oracle Analytic Workspace Manager. Dashboard spasial ini dapat diakses melalui web sehingga dapat memberikan kemudahan akses bagi pengguna. Berdasarkan hasil analisis data dan kebutuhan informasi pada 5.1.2, maka implementasi dashboard spasial untuk layanan kebencanaan dibagi menjadi dashboard informasi jumlah korban, dashboard informasi kerusakan fasilitas umum, dashboard informasi estimasi kerugian, dan dashboard informasi jumlah kejadian bencana.

Pada dashboard informasi jumlah korban, terdapat informasi spasial berupa peta dan informasi berupa grafik. Informasi spasial dapat dipilih informasi jumlah korban yang akan ditampilkan, yaitu jumlah korban meninggal, jumlah koban luka, jumlah korban hilang, jumlah korban terdampak, dan jumlah pengungsi. Pada informasi grafik dapat dipilih berdasarkan kejadian bencana dan tahun. Apabila terdapat perubahan pilihan pada grafik, maka informasi spasial menampilkan informasi sesuai dengan grafik. Informasi grafik juga dapat di drill-down berdasarkan provinsi tertentu dengan melakukan pilihan pada grafik. Dashboard informasi jumlah korban dapat dilihat pada Gambar 5.58.

Gambar 5. 58 Dashboard Spasial Informasi Jumlah Korban

Pada dashboard informasi kerusakan fasilitas umum, terdapat informasi spasial berupa peta dan informasi berupa grafik. Informasi spasial dapat dipilih informasi kerusakan fasiltas umum yang akan ditampilkan, yaitu kerusakan fasilitas kesehatan dan kerusakan fasilitas pendidikan. Pada informasi grafik dapat dipilih berdasarkan kejadian bencana dan tahun. Apabila terdapat perubahan pilihan pada grafik, maka informasi spasial menampilkan informasi sesuai dengan grafik. Informasi grafik juga dapat di drill-down berdasarkan provinsi tertentu dengan melakukan pilihan pada grafik. Dashboard informasi kerusakan fasilitas umum dapat dilihat pada Gambar 5.59.

Gambar 5. 59 Dashboard Spasial Informasi Kerusakan Fasilitas

Umum

Pada dashboard informasi estimasi kerugian, terdapat informasi spasial berupa peta dan informasi berupa grafik. Pada informasi grafik dapat dipilih berdasarkan kejadian bencana dan tahun. Apabila terdapat perubahan pilihan pada grafik, maka informasi spasial menampilkan informasi sesuai dengan grafik. Informasi grafik juga dapat di drill-down berdasarkan provinsi tertentu dengan melakukan pilihan pada grafik. Dashboard informasi estimasi kerugian dapat dilihat pada Gambar 5.60.

Gambar 5. 60 Dashboard Spasial Informasi Estimasi Kerugian

Pada dashboard informasi jumlah kejadian bencana, terdapat informasi berupa tabel dan grafik. Pada informasi grafik dapat dipilih berdasarkan kejadian bencana dan tahun. Dashboard informasi jumlah kejadian bencana dapat dilihat pada Gambar 5.61.

Gambar 5. 61 Dashboard Informasi Jumlah Kejadian Bencana

5.5 Analisis Hasil Dashboard

Informasi terkait bencana yang ditampilkan pada dashboard dapat digunakan bagi level eksekutif untuk pengambilan keputusan berbasis spasial. Informasi yang dihasilkan pada penelitian ini dapat digunakan untuk analisis secara langsung maupun analisis spasial lebih lanjut yang dibutuhkan oleh BIG dan stakeholder lain yang terkait kebencanaan. BIG memberikan rekomendasi berupa IGD maupun IGT terkait kebencanaan yang dapat digunakan oleh BNPB dalam pengambilan keputusan. Analisis hasil dashboard dilakukan berdasarkan siklus manajemen bencana.

Informasi Geospasial Jumlah Korban

Informasi geospasial jumlah korban terdiri dari informasi jumlah korban meninggal, jumlah korban hilang, jumlah korban luka-luka, jumlah korban terdampak, dan jumlah pengungsi pada lokasi dan waktu tertentu. Informasi ini berguna pada tahapan respon atau tanggap darurat. Secara langsung, BIG memberikan informasi geospasial atau peta distribusi jumlah korban dan wilayah/lokasi korban kepada BNPB sehingga dapat menentukan wilayah yang difokuskan serta estimasi kebutuhan bantuan dan relawan yang akan dikirimkan. Sebagai contoh, pada IG jumlah pengungsi gempa tahun 2006 pada provinsi DI Yogyakarta dapat dilihat pada Gambar

Gambar 5. 62 IG Jumlah Pengungsi Tahun 2006 Provinsi DI

Yogyakarta

Pada Gambar 5.62, terdapat 4 wilayah kabupaten terdampak berdasarkan jumlah pengungsi yaitu Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, dan KotaYogyakarta. Jumlah korban pengungsi yang paling banyak adalah Kabupaten Bantul, sehingga tim tanggap darurat dapat fokus mengalokasikan bantuan dan relawan kepada wilayah Kabupaten Bantul.

Analisis spasial lebih lanjut juga dapat dilakukan berdasarkan informasi jumlah korban dan data spasial wilayah bencana untuk menghasilkan zonasi daerah rawan bencana. Analisis zonasi daerah rawan bencana diperlukan untuk melakukan evakuasi korban ke wilayah yang tidak termasuk zona rawan bencana. Selain itu, Informasi jumlah korban juga dapat digunakan sebagai salah satu komponen pembobotan untuk mendapatkan klasifikasi kerawanan suatu wilayah.

Informasi Geospasial Kerusakan Fasilitas Umum

Informasi geospasial mengenai kerusakan fasilitas umum terdiri dari informasi jumlah kerusakan fasilitas pendidikan, dan jumlah kerusakan fasilitas kesehatan pada lokasi dan waktu tertentu. Informasi ini berguna pada tahapan pemulihan pasca bencana. Secara langsung, BIG akan memberikan informasi geospasial atau peta distribusi kerusakan fasilitas umum kepada BNPB sehingga dapat menentukan wilayah yang akan dilakukan pemulihan. Sebagai contoh, pada IG kerusakan fasilitas kesehatan kejadian Tsunami 2004 pada Provinsi Aceh dapat dilihat pada Gambar 5.63.

Gambar 5. 63 IG Kerusakan Fasilitas Kesehatan Kejadian

Tsunami 2004 Provinsi Aceh

Pada Gambar 5.63, terdapat 20 kabupaten kota yang mengalami kerusakan yaitu, Kota Sabang, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Pidie, Kabupaten Bireun, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya, Kota Langsa, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil, Kabupaten Simeulue, Kota Banda Aceh, dan Kota Lhokseumawe. Kerusakan fasilitas kesehatan paling signifikan adalah Kabupaten Aceh Besar, sehingga fokus prioritas rehabilitasi dan rekonstruksi untuk fasilitas kesehatan adalah Kabupaten Aceh Besar.

Informasi ini juga dapat digunakan sebagai analisis spasial lebih lanjut yaitu analisis kerawanan bencana di kabupaten / kota. Jumlah kerusakan fasilitas umum digunakan sebagai salah satu komponen pembobotan untuk mendapatkan klasifikasi kerawanan suatu wilayah.

Informasi Geospasial Estimasi Kerugian Informasi geospasial mengenai estimasi kerugian terdiri dari

informasi lokasi dan estimasi kerugian bencana pada lokasi dan waktu tertentu. Informasi ini berguna pada tahapan pemulihan pasca bencana, yaitu sebagai rekomendasi perencanaan pemulihan daerah bencana. Secara informasi lokasi dan estimasi kerugian bencana pada lokasi dan waktu tertentu. Informasi ini berguna pada tahapan pemulihan pasca bencana, yaitu sebagai rekomendasi perencanaan pemulihan daerah bencana. Secara

Gambar 5. 64 IG Estimasi Kerugian Kejadian Banjir Tahun 2007

Provinsi Riau

Pada Gambar 5.64, terdapat 5 wilayah kabupaten kota yang terdampak, yaitu Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Kampar, Kota Pekanbaru, Kabupaten Pelalawan, dan Kabupaten Indragiri Hulu. Estimasi kerugian yang terbesar adalah Kabupaten Indragiri Hulu, sehingga pengalokasian pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi diprioritaskan pada Kabupaten Indragiri Hulu.

Informasi Jumlah Kejadian Bencana Informasi jumlah kejadian bencana terdiri dari informasi wilayah

dan jumlah kejadian bencana yang terjadi pada waktu tertentu. Informasi ini berguna pada tahapan mitigasi. Secara langsung, informasi ini berguna sebagai rekomendasi berupa wilayah yang menjadi fokus siaga bencana. Sebagai contoh, pada informasi jumlah kejadian bencana banjir dari tahun 2004-2013 diurutkan berdasarkan banyaknya jumlah kejadian, dan jumlah kejadian bencana yang terjadi pada waktu tertentu. Informasi ini berguna pada tahapan mitigasi. Secara langsung, informasi ini berguna sebagai rekomendasi berupa wilayah yang menjadi fokus siaga bencana. Sebagai contoh, pada informasi jumlah kejadian bencana banjir dari tahun 2004-2013 diurutkan berdasarkan banyaknya jumlah kejadian,

Gambar 5. 65 Informasi Jumlah Kejadian Bencana

Informasi ini juga dapat digunakan sebagai analisis lebih lanjut yaitu analisis kerawanan bencana di kabupaten / kota. Jumlah kejadian bencana digunakan sebagai salah satu komponen pembobotan untuk mendapatkan klasifikasi kerawanan suatu wilayah.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini adalah bagian terakhir dari penelitian yang memuat kesimpulan dan memberikan saran yang didapat dari penelitian yang telah dilakukan. Penelitian yang dilakukan adalah mengenai perancangan dan implementasi data warehouse spasial untuk mendukung layanan kebencanaan di Badan Informasi Geospasial (BIG).

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Penelitian ini berhasil melakukan perancangan dan implementasi data warehouse spasial untuk mendukung layanan kebencanaan di Badan Informasi Geospasial (BIG).

b. Data warehouse spasial yang dibangun mengintegrasikan data spasial dengan data non-spasial, sehingga menghasilkan pengelolaan data yang terpadu dan berkelanjutan dalam mendukung layanan kebencanaan.

c. Perancangan dan implementasi data warehouse spasial untuk mendukung layanan kebencanaan di Badan Informasi Geospasial (BIG) menghasilkan 1 skema bintang (star scheme), yaitu Informasi Bencana. Skema Informasi Bencana terdiri dari 1 tabel fakta informasi bencana dan 3 tabel dimensi, yaitu wilayah administrasi, bencana, dan waktu.

d. Data warehouse spasial divisualisasikan dalam bentuk dashboard menghasilkan presentasi informasi, yaitu informasi geospasial jumlah korban, informasi geospasial kerusakan fasilitas umum, informasi geospasial estimasi kerugian dan informasi jumlah kejadian bencana.

e. Dashboard spasial dapat memberikan rekomendasi berupa lokasi kejadian kepada tim tanggap darurat, serta tim rehabilitasi dan rekonstruksi sehingga dapat membantu penanganan bencana.

117 Universitas Indonesia

6.2. Saran

Pada penelitian ini terdapat beberapa saran yang didapat guna pemanfaatan hasil penelitian bagi organisasi maupun bagi penelitian selanjutnya. Saran yang didapat dari penelitian dijelaskan sebagai berikut:

a. BIG dapat menerapkan perancangan dan implementasi data warehouse spasial dalam mendukung layanan kebencanaan Geospatial Support Command Center (GSCC).

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam perancangan dan implementasi data warehouse spasial dalam mendukung layanan – layanan lainnya pada GSCC, seperti layanan pemilu, layanan hari raya, layanan event-event, layanan perencanaan pembangunan nasional, dan layanan pembangunan tata ruang.

c. Data spasial yang digunakan dalam implementasi data warehouse spasial dapat menggunakan data spasial lainnya selain wilayah administrasi yang ada di BIG sesuai dengan kebutuhan.

d. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk melakukan analisis lanjutan atau pembuatan web-service untuk layanan kebencanaan.

e. Pada penelitian ini, integrasi dilakukan terhadap data spasial dengan data non-spasial. Penelitian selanjutnya dapat melakukan integrasi antara beberapa data spasial.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENGARUH GLOBAL WAR ON TERRORISM TERHADAP KEBIJAKAN INDONESIA DALAM MEMBERANTAS TERORISME

57 269 37

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24