Kurang 0%
Kurang 0%
Cukup Baik 44%
Gambar 4.6 Dis .6 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan
4.2.1.6 Tind Tindakan perawat dalam manajemen nyeri Tindakan peraw perawat dalam manajemen nyeri yaitu sebagai ber ai berikut:
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Tindakan Perawat
Sumber : Data P Data Primer Dari tabel diata l diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden yan en yang mempunyai tindakan manaj manajemen nyeri baik lebih banyak dibandingkan ingkan dengan yang mempunyai tind ai tindakan manajemen nyeri cukup, dimana 19 res 19 responden (53%) mempunyai tind ai tindakan baik, sedangkan tindakan cukup 17 res 17 responden (47%). Distribusi freku i frekuensi tindakan manajemen nyeri dapat dilih t dilihat dari gambar
Baik Cukup
Kurang
Gambar 4.7 Dis .7 Distribusi Frekuensi Tindakan Perawat
Untuk menguji hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen dilakukan analisa dengan program SPSS versi 20.0 dengan uji Rank Spearman yang hasilnya dalam tabel sebagai berikut:
Table 4.8 Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Tindakan Perawat Dalam Manajemen Nyeri Pasien Post Operasi di Bangsal Bedah
RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen tindakan perawat Total r ρ
Baik Cukup
Dari Tabel 4.8 terlihat bahwa perawat yang memiliki tingkat pengetahuan baik yang melakukan tindakan manajemen nyeri baik sebanyak 16 responden, dan melakukan tindakan manajemen nyeri cukup sebanyak 4 responden. Perawat yang memiliki tingkat pengetahuan cukup yang melakukan tindakan manajemen nyeri baik sebanyak 3 responden, dan melakukan tindakan manajemen nyeri cukup sebanyak 13 responden. Dari tabel di atas juga dapat diketahui bahwa, nilai Sig. (2,tailed) = 0,000 < p = 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen
Korelasi diatas menghasilkan korelasi positif. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki perawat, maka semakin tinggi atau semakin baik tindakannya dalam manajemen nyeri. Begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat pengetahuan yang dimiliki perawat, maka semakin rendah atau semakin kurang kemampuannya dalam melakukan tindakan manajemen nyeri pasien post operasi.
Menurut Arikunto (2010), kriteria hubungan antar variabel adalah bahwa semakin mendekati nilai 1 maka hubungan yang terjadi semakin erat dan jika mendekati 0 maka hubungan semakin lemah. Karena nilainya 0.610 yang mendekati 1 maka hubungan yang terjadi adalah kuat.
5.1.1 Jenis Kelamin Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah laki,laki, dimana perempuan 25 responden (69%), sedangkan laki,laki 11 responden (31%). Dilihat dari sejarah perkembangan keperawatan dengan adanya perjuangan seorang Florence Nightingale sehingga dunia keperawatan identik dengan pekerjaan seorang perempuan. Namun demikian kondisi tersebut sekarang sudah berubah, banyak laki,laki yang menjadi perawat, tetapi kenyataannya proporsi perempuan masih lebih banyak daripada laki,laki (Utami dan Supratman, 2009). Pengaruh jenis kelamin dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang akan dikerjakan. Ada pekerjaan yang secara umum lebih baik dikerjakan oleh laki,laki, ada juga pekerjaan yang secara umum lebih baik dikerjakan perempuan. Peneliti berpendapat tidak ada pengaruh antara perawat laki,laki dan perempuan dalam melakukan tindakan keperawatan, hal ini di buktikan baik perawat laki,laki maupun perempuan sama,sama menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.
5.1.2 Umur Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang
paling banyak berusia 31,35 tahun yaitu 13 responden (36%). Dalam bekerja umur mempengaruhi produktivitas, usia rata,rata perawat tergolong dalam usia produktif sehingga berpeluang untuk mencapai produktivitas kinerja yang lebih baik. Umur merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan dari seseorang. Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor umur. Meningkatnya usia seseorang, akan meningkat pula kebijaksaan dan kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan dan berpikir rasional. Dengan bertambahnya umur seseorang akan mengalami perubahan aspek fisik dan psikologis (mental), Pada aspek psikologis atau mental, taraf berfikir seseorang menjadi semakin matang dan dewasa (Mubarok, 2011). Semakin tinggi umur seseorang semakin bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2012). Peneliti berasumsi bahwa semakin dewasa umur seorang perawat, makin tinggi tingkat pengalamannya. Semakin lama masa kerjanya maka pengalamannya dalam menjalankan tugas dibidang keperawatan akan semakin meningkat.
5.1.3 Tingkat Pendidikan Hasil penelitian mengenai tingkat pendidikan terlihat bahwa
sebagian besar tingkat pendidikan adalah DIII keperawatan yaitu
sebanyak 23 responden (64%). Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, dengan pendidikan tinggi maka individu tersebut akan semakin luas pengetahuannya. (Notoatmodjo, 2012). Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain agar dapat memahami sesuatu hal. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula menerima informasi, pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak. Pendidikan yang rendah akan menghambat perkembangan terhadap informasi (Mubarok, 2011). Peneliti berasumsi bahwa diperlukan pendidikan berkelanjutan bagi perawat dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan diharapkan mampu mengubah pola pikir seseorang yang pada berikutnya mempengaruhi pengetahuan dan ketrampilan seseorang. Walaupun sebagian besar pendidikan perawat adalah DIII keperawatan, namun tingkat pengetahuan dan tindakan keperawatan yang dilakukan mayoritas katogori baik. Hal ini dikarenakan perawat rata,rata pernah mengikuti pelatihan, pelatihan maupun seminar.
5.1.4 Masa Kerja Hasil penelitian menunjukkan bahwa masa kerja paling banyak
adalah masa kerja 1,5 Thn 13 responden (36%) dan memiliki masa kerja 6,10 Thn 13 responden (36%). Masa kerja perawat berpengaruh pada pengetahuan dan keterampilan yang yang dimiliki. Proses belajar dapat memberikan keterampilan, apabila keterampilan tersebut dipraktikkan, akan semakin tinggi tingkat keterampilannya, hal ini adalah masa kerja 1,5 Thn 13 responden (36%) dan memiliki masa kerja 6,10 Thn 13 responden (36%). Masa kerja perawat berpengaruh pada pengetahuan dan keterampilan yang yang dimiliki. Proses belajar dapat memberikan keterampilan, apabila keterampilan tersebut dipraktikkan, akan semakin tinggi tingkat keterampilannya, hal ini
!3# &'( ) *&'*)
.1&*'1 1 '*&3
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Tingkatan dalam pengetahuan ada enam antara lain tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation). Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan, tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2011). Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 20 responden (56%). Sedangkan yang mempunyai tingkat pengetahuan cukup sebanyak 16 responden (44%), dan tidak ada yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang (0%).
Sehingga dapat dikatakan bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik lebih banyak daripada responden yang memiliki pengetahuan cukup dan kurang. Pendidikan, umur, pengalaman merupakan faktor,faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan dari seorang perawat (Meliono, dkk, 2007). Tingkat pengetahuan responden yang baik disebabkan karena terdapat tingkat pendidikan DIV dan Sarjana sebanyak 33% dan pendidikan S2 sebanyak 3%. Tingkat pengetahuan perawat yang tidak semuanya mempunyai pengetahuan dengan kategori baik dikarenakan perbedaan tingkat pendidikan. Pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan seorang perawat bervariasi tergantung tingkat pendidikan yang dimiliki. Hal ini berkaitan dengan perkembangan dari ilmu keperawatan, kedalaman dan luasnya ilmu pengetahuan akan mempengaruhi kemampuan perawat untuk berpikir kritis dalam melakukan tindakan keperawatan. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa pengetahuan dibagi menjadi dua yaitu pengetahuan secara formal yang didasarkan dari jenjang pendidikan rendah ke jenjang yang lebih tinggi dan didapatkan dari hasil pembelajaran, dan pengetahuan informal dimana pengetahuan ini didapatkan dari lingkungan luar pendidikan yaitu melalui media massa, media elektronik, dan dari orang lain disekitar lingkungannya. (Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan terbentuk dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain yaitu umur dan intelegensi sedangkan faktor eksternal yaitu pendidikan, lingkungan, pengalaman, informasi, dan orang yang dianggap penting. Pendidikan sebagai faktor eksternal pembentuk pengetahuan. Semakin rendah pendidikan seseorang maka akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai,nilai yang baru diperkenalkannya. Sebaliknya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya (Bahtiar dkk, 2008). Semakin tinggi tingkat pendidikan maka daya serapnya terhadap informasi menjadi semakin baik. Selain itu tingkat pendidikan yang semakin tinggi, akan semakin baik pula pola pikirnya. Pola pikir yang baik akan menyebabkan seseorang mempunyai kemampuan dalam hal analisis yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, sebab perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan lebih baik dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan karena apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka perilaku tersebut tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2012).
Tindakan atau praktik adalah respon atau reaksi konkret seseorang terhadap stimulus atau objek. Respon ini sudah dalam bentuk tindakan (action) yang melibatkan aspek psikomotor atau seseorang telah mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapi. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, bekerja, kuliah, membaca dan sebagainya. Perilaku juga dapat diartikan sebagai semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2012). Pendapat lain mengatakan perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004). Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa jumlah responden yang mempunyai tindakan manajemen nyeri baik lebih banyak dibandingkan dengan yang mempunyai tindakan manajemen nyeri cukup, dimana 19 responden (53%) mempunyai tindakan baik, sedangkan tindakan cukup
17 responden (47%). Sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden mempunyai tindakan manajemen nyeri baik. Peneliti berpendapat walaupun sebagian besar responden berpendidikan DIII 17 responden (47%). Sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden mempunyai tindakan manajemen nyeri baik. Peneliti berpendapat walaupun sebagian besar responden berpendidikan DIII
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat tinggi untuk terbentuknya tindakan seseorang (overbehavior) (Notoatmojo, 2012). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Eriawan (2013) bahwa selain tingkat pendidikan, faktor yang paling berpengaruh bagi perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan adalah pengalaman kerja yang lebih dari 5 tahun. Karena itu dari pengalaman dan penelitian terbukti perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan. Pengetahuan merupakan pangkal dari sikap, sedangkan sikap akan mengarah pada tindakan seseorang (Notoatmojo, 2012). Pendapat lain mengatakan pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model mental yang menggambarkan obyek dengan tepat dan Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat tinggi untuk terbentuknya tindakan seseorang (overbehavior) (Notoatmojo, 2012). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Eriawan (2013) bahwa selain tingkat pendidikan, faktor yang paling berpengaruh bagi perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan adalah pengalaman kerja yang lebih dari 5 tahun. Karena itu dari pengalaman dan penelitian terbukti perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan. Pengetahuan merupakan pangkal dari sikap, sedangkan sikap akan mengarah pada tindakan seseorang (Notoatmojo, 2012). Pendapat lain mengatakan pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model mental yang menggambarkan obyek dengan tepat dan
!38 % &' & &'( ) *&'*) & * +) *&' & &, ( & * +) -
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012).
Tindakan keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya. Tindakan keperawatan mandiri dikenal dengan tindakan independent dan tindakan keperawatan kolaborasi dikenal dengan tindakan interdependent (Hidayat, 2008). Tindakan terjadi setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian terhadap apa yang diketahui dan memberikan respon batin dalam bentuk sikap. Proses selanjutnya diharapkan subjek akan melaksanakan apa yang diketahui atau disikapinya (Notoatmodjo, 2012).
Analisa data menunjukkan nilai Sig. (2,tailed) = 0,000 < p = 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Korelasi ini menghasilkan korelasi positif. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki perawat, maka semakin tinggi atau semakin baik tindakannya dalam manajemen nyeri. Begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat pengetahuan yang dimiliki perawat, maka semakin rendah atau semakin kurang kemampuannya dalam melakukan tindakan manajemen nyeri pasien post operasi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat tinggi untuk terbentuknya tindakan seseorang (overbehavior) (Notoatmojo, 2012). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan responden tentang keperawatan pasca operasi maka semakin baik dalam melakukan tindakan keperawatan pasca operasi. Karena itu dari pengalaman dan penelitian terbukti perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan. Pengetahuan merupakan pangkal dari sikap, sedangkan sikap akan mengarah pada tindakan seseorang (Rahardyan dan Murdeani, 2006)
Pengetahuan yang didapatkan oleh responden sangat berpengaruh terhadap tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam manajemen nyeri pada pasien post operasi. Semakin baik pengetahuan perawat maka semakin baik pula tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam manajemen nyeri pada pasien post operasi. Pengetahuan tidak selamanya didapatkan dari pendidikan tetapi bisa diperoleh melalui pelatihan maupun seminar (Majid, 2011).
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusriyati (2005) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan perawat yang baik akan diikuti oleh meningkatnya keterampilan perawat dalam pemasangan infus di ruang rawat inap RSUD Cilacap. Domain kognitif pengetahuan pada tingkatan aplikasi menjadikan perawat memiliki kemampuan untuk melaksanakan prosedur tetap isap lendir/suction pada situasi atau kondisi sebenarnya. Penelitian lain menunjukan ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan perawat dengan keterampilan melaksanakan prosedur tetap isap lendir/suction di Ruang ICU RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto (Paryanti, 2007). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan perawat tentang pemberian obat terhadap tindakan pendokumentasian keperawatan, dengan p value = 0,000 <α = 0,05 (Endang, 2008).
Pengetahuan diperoleh dari pendidikan, seminar, pelatihan dan pengalaman itu terbukti kebenarannya. Berdasarkan wawancara yang Pengetahuan diperoleh dari pendidikan, seminar, pelatihan dan pengalaman itu terbukti kebenarannya. Berdasarkan wawancara yang
Pengetahuan yang baik dari para perawat dapat menjadikan perawat bertindak lebih baik dalam melakukan tindakan keperawatan manajemen nyeri. Dengan pengetahuan yang baik maka perawat dapat lebih dinamis dalam menerima informasi baru yang berkaitan dengan manajemen nyeri. Latar belakang pendidikan mempengaruhi motivasi seseorang dalam bertindak. Perawat yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas dibandingkan yang memiliki pendidikan yang lebih rendah. Pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak (Nursalam, 2013).
Hasil penelitian Widodo (2010), menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan perawat tentang kegawatdaruratan Infark Miokard Akut dengan sikap perawat dalam penanganan pasien Infark Miokard Akut diruang intensif RSUD DR Moewardi Surakarta. Hasil korelasi (r) hitung sebesar 0,450 dan nilai signifikansi hitung (2,tailed) sebesar 0,036. Hasil Hasil penelitian Widodo (2010), menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan perawat tentang kegawatdaruratan Infark Miokard Akut dengan sikap perawat dalam penanganan pasien Infark Miokard Akut diruang intensif RSUD DR Moewardi Surakarta. Hasil korelasi (r) hitung sebesar 0,450 dan nilai signifikansi hitung (2,tailed) sebesar 0,036. Hasil
Penelitian lain tentang manajemen nyeri dilakukan oleh Riyadi (2013), dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sikap dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Ruang Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Hal ini ditunjukkan dari hasil signivikansi ρ = 0,001 yang kurang dari 0,005. Sikap yang positif dari perawat sangat membantu pasien dalam mengatasi nyeri yang dialaminya.
;3 -2 &
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut:
1. Karakteristik responden di Bangsal Bedah, jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan laki,laki yaitu sebanyak 25 responden (69%), umur paling banyak umur 31,35 tahun sebanyak 13 responden (36%), tingkat pendidikan paling banyak DIII keperawatan sebanyak 23 responden (64%), masa kerja paling banyak 1,5 Thn dan 6,10 Thn sebanyak 13 responden (36%), dan sebagian besar responden berstatus PNS yaitu sebanyak 22 responden (61%).
2. Tingkat pengetahuan perawat di Bangsal Bedah sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 20 responden (56%).
3. Tindakan perawat dalam manajemen nyeri di Bangsal Bedah sebagian besar mempunyai tindakan manajemen nyeri baik yaitu sebanyak 19 responden (53%).
4. Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen dengan arah hubungan positif dan kekuatan hubungan kuat. Hal ini dapat dilihat dari nilai signivikansi yang kurang dari 0,05, p,value sebesar 0,000 dan koefisien korelasi sebesar 0,610.
1. Bagi institusi rumah sakit Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi peningkatan pelayanan di RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen misalnya dengan sering mengirimkan tenaga keperawatan untuk mengikuti pelatihan, seminar, work shoop maupun mengadakan in house training di rumah sakit sendiri tentang tindakan perawat dalam manajemen nyeri.
2. Bagi institusi pendidikan Skripsi ini dapat menjadi informasi tambahan bagi pembaca, dan instansi pendidikan sebaiknya dapat menyediakan buku bacaan yang berhubungan dengan pengetahuan perawat dan tindakan perawat dalam manajemen nyeri.
3. Bagi peneliti lain Diharapkan dapat melakuan penelitian yang lebih luas lagi megenai tingkat pengetahuan perawat dan tindakan perawat dalam manajemen 3. Bagi peneliti lain Diharapkan dapat melakuan penelitian yang lebih luas lagi megenai tingkat pengetahuan perawat dan tindakan perawat dalam manajemen
Arikunto, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta.
Asmadi, 2008, Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar klien, Jakarta : Salemba Medika
Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Bahtiar. dan Suarli. 2008. Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan praktis. Jakarta: Erlangga.
Brunner & Suddart. 2005. Buku ajar keperawatan medikal bedah, (Edisi8). Alih bahasa: Andry Hartono Kuncara, Elyna S. Laura Siahaan & Agung Waluyo. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Endang. 2008. Hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang pemberian obat dengan tindakan pendokumentasian keperawatan. Skripsi.
Febri, Fabiana. 2010. Hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang manajemen nyeri dengan sikap perawat terhadap nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD Sragen. Skripsi.
Grace A. N Pierce & Neil R Borley. 2007. Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta : EMS
Guyton, A. & Hall, J 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Hidayat, A. aziz. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Kozier Barbara ERD, Glenora, Berman Audrey & Snyder Shirlee, J. 2009. Fundamental of nursing consept proses end praktice, (Seven Edition). New Jersey: Pearson Prectice Hail Upper Saddel River.
Kusrini. 2006. Sistem Pakar, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Andi.
Kusriyati. 2005. Hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan ketrampilan perawat dalam pemasangan infus di ruang rawat inap RSUD Cilacap. Skripsi.
Long, C Barbara. 2006. Perawatan medikal bedah (suatu pendekatan proses keperawatan). Alih bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran. Bandung: Yayasan Ikatan AlumniPendidikan Keperawatan Padjajaran.
Majid, A., Judha, M., dkk 2011. Keperawatan Perioperatif. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Maulana HDJ. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Meliono, Irmayanti, dkk, 2007, MPKT Modul I, Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI.
Mubarak W., Chayatin N. 2007. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mubarak,Wahid Iqbal, et al. 2011. Pomosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Edisi pertama. Yogyakarta:Graha Ilmu
Narbuko, C, 2007, Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Nashrulloh M. 2009. Hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakankeperawatan pasca bedah dengan general aenesthesia di Ruang Al Fajr dan Al Hajji di Rumah Sakit Islam Islam Surakarta [skripsi].
Notoatmodjo, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, 2011, Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni, Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, 2012, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Nuraini, 2006, Gangguan Pola tidur pasien 2 11 hari pasca operasi. Jurnal Keperawatan Indonesia Vol 7.
Nursalam, 2013. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Paryanti, 2007. Hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan keterampilan melaksanakan prosedur tetap isap lendir/suction di ruang ICU RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.1, Maret 2007.
Peraturan Gubernur Jawa Timur No 30 Tahun 2013 tentang Pengangkatan dan
Pemberhentian Pegawai Badan Layanan Umum Daerah Non PNS.
Perry Anne Griffin, Potter Patricia A. 2006. Fundamental keperawatan, konsep, klinis dan praktek, Ed 4, Vol 2, alih bahasa: Renata Komalasari, Dian Evriyani, Enie Novieastari, Alfrina Hany dan Sari Kurnianingsih. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Price A,Sylvia & Wilson M Lorraine. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses
proses penyakit,( Edisi 6). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Priyatno, D, 2009, Mandiri Belajar SPSS, Mediakom, Yogyakarta.
Rahardyan & Murdechi (2006). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Teknik Perawatan Luka Post Operasi dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial di ruang Rawat Inap Rmah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Soekanto. Artikel Ilmiah
Riwidikdo. H, 2008, Statistik Kesehatan Belajar Mudah Teknik Analisa Data Dalam Penelitian Kesehatan (Plus aplikasi sofeware SPSS), Yogyakarta : Citra Cendikia Press.
Riyadi, Didik. 2013. Hubungan Sikap Perawat Terhadap Tindakan Perawat Dalam Manajemen Nyeri Pasien Post Operasi Di Ruang Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Skripsi
Robbins, S.P.,& Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi ke 12. Jakarta: salemba Empat.
Sjamsuhidajat, R & Jong de Wim. 2004. Buku ajar ilmu bedah Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2007. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Sugiyono, 2007, Statistika Untuk Penelitian, Bandung: Penerbit Alfa Beta.
Sunaryo, 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Tamsuri, A, 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.
Undang Undang Republik Indonesia No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
Undang Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Penerbit Laksana.
Utami, W,Y. & Supratman. (2009). Pendokumentasian dilihat dari beban kerja perawat. Berita ilmu keperawatan, 2, (I), 7,12.
Weiser S.D., Heisler M., Leiter K., et al. 2007. Routine HIV testing in Botswana:
A population based study on attitudes, practices, and human right concerns. PLoS Med 3(7): e261.
Widodo. 2010. Hubungan antara pengetahuan perawat tentang kegawatdaruratan Infark Miokard Akut dengan sikap perawat dalam penanganan pasien Infark Miokard Akut diruang intensif RSUD DR Moewardi Surakarta.Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Jilid 2, November2012, hlm. 1 94