5 L k adalah panjang tekuk batang tekan L k  kL dengan k adalah faktor tekuk batang tekan

2 8.5 L k adalah panjang tekuk batang tekan L k  kL dengan k adalah faktor tekuk batang tekan

yang nilainya berdasarkan Tabel 8.1, m adalah jumlah profil tersusun dan r min ,r x ,r y masing- masing adalah jari-jari girasi minimum, jari-jari girasi sumbu x dan y.

Tabel 8.1 Faktor tekuk batang tekan (SNI-03-1729-2002)

Gambar 8.2 Penampang profil tunggal dan profil tersusun (SNI-03-1729-2002)

Nilai N n Untuk batang tekan profil tunggal kuat tekan batang adalah

Untuk batang tekan profil tersusun nilai kuat tekan nominal diambil nilai terkecil dari

A g f y N n   iy

dengan  c  0 . 25    1

0 . 25   c  1 . 2   

1 . 6  0 . 67  c

c  1 . 2    1 . 25  c 8.7 L k f  y

Modul 9 :

Sambungan Baut I

1. Penjelasan Umum Struktur baja tersusun dari batang-batang yang dibuat secara fabrikasi ataupun di bengkel dengan panjang tertentu. Pelaksanaan konstruksi struktur baja berupa perakitan batang-batang baja yang sudah ditentukan dimensinya. Berbeda dengan struktur beton, dimana pelaksanaannya berupa perakitan tulangan dan pengecoran beton ditempat. Sehingga terdapat perbedaan pada kedua tipe struktur tersebut. Struktur beton bersifat monolit antar elemen struktur sehingga tidak perlu komponen sambungan, sedangkan struktur baja memerlukan komponen sambungan.

Berikut adalah beberapa hal yang menyebabkan diperlukannya sambungan;

a. Batang kurang panjang Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa struktur baja terbatas dengan panjang

batang baja yang dapat disediakan.

b. Untuk meneruskan gaya dari elemen satu ke elemen lain Struktur gelagar jembatan baja memiliki komponen berupa gelagar melintang yang

mendukung beban dari pelat lantai jembatan selanjutnya beban diteruskan ke gelagar memanjang untuk disalurkan ke tumpuan. Antara gelagar melintang dan memanjang diperlukan komponen sambungan.

c. Sambungan struktur truss Struktur truss terdiri dari batang-batang baja yang disusun memenuhi kaidah

kesetabilan struktur untuk mendukung gaya-gaya aksial murni. Join-join dari struktur truss merupakan sambungan yang mampu mendukung beban dari batang-batang struktur.

d. Sambungan sebagai sendi Tumpuan struktur jembatan baja biasanya berupa sendi dan rol. Untuk membuat

kondisi yang diidealisasikan sebagai sendi dan rol terlaksana di lapangan sambungan dapat memberikan perilaku tersebut.

e. Sambungan untuk membentuk batang tersusun Batang komponen struktur truss yang mengalami gaya aksial tidak begitu besar

namun tekuknya besar, perlu dibuat dengan batang tersusun. Batang tersusun terdiri atas dua batang atau lebih yang disatukan untuk menghasilkan momen inersia yang besar. Untuk menyatukan batang tersusun dipelukan sambungan.

f. Terdapat perubahan tampang Pada struktur rafter, ujung balok yang menumpu kolom mengalami momen negatif

yang besar. Untuk menghemat kebutuhan baja, biasanya dimensi batang dipertebal pada bagian yang mengalami momen negatif tersebut. Penebalan dilakukan dengan menyambungkan batang yang sama dengan batang yang dipertebal dipotong secara diagonal.

Sampai saat ini sambungan yang banyak ditemui pada struktur baja berupa sambungan las, baut, dan paku keling.

2. Konsep Perancangan Sambungan

a. Kegagalan sambungan merupakan kegagalan struktur dalam memikul beban

b. Gaya yang bekerja tergantung dari pemodelan yang diidealisasikan;  Jepit

 Sendi  Rol

3. Klasifikasi Sambungan

a. Sambungan kaku Sambungan memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara komponen

struktur yang disambung. Deformasi titik kumpul harus sedemikian rupa sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap distribusi gaya maupun terhadap deformasi keseluruhan struktur

Gambar 9.1 Sambungan kaku

b. Sambungan semi kaku Sambungan tidak memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara

komponen struktur yang disambung, namun mampu memberi kekangan yang dapat diukur terhadap perubahan sudut. Pada sambungan semi kaku, perhitungan kekakuan, penyebaran gaya, dan deformasinya harus menggunakan analisis mekanika yang hasilnya didukung oleh percobaan eksperimental

Gambar 9.2 Sambungan semi kaku

c. Sambungan sendi Sambungan pada kedua ujung komponen yang disambung tidak ada momen.

Sambungan sendi harus dapat berubah bentuk agar memberikan rotasi yang Sambungan sendi harus dapat berubah bentuk agar memberikan rotasi yang

Gambar 9.3 Sambungan sendi

4. Kuat Rencana Sambungan Baut Pada struktur truss sambungan baut bekerja menyalurkan gaya aksial pada batang ke pelat buhul. Baut dipasang di lubang yang disediakan secara tegak lurus terhadap pelat buhul dan batang. Jumlah baut dalam sambungan minimal ada 2 buah. Pada kondisi layan baut mengalami gaya geser sedangkan lubang profil dan pelat buhul mengalami gaya desak. Dalam perancangan sambungan baut harus dilakukan analisis terhadap kuat geser dan kuat tumpu.

Berdasarkan persyaratan SNI 03-1729-2002 suatu baut memikul beban terfaktor, R u .

n  nr 1 f u A b

Keterangan ϕ : faktor reduksi kekuatan

n : Kapasitas geser nominal baut R

r 1 = 0,5 untuk koefisien baut tanpa ulir pada bidang geser

2 = 0,4 untuk koefisien baut ulir pada bidang geser r

u : kuat tarik baut (MPa) f

b A : luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

: jumlah baut

Kapasitas tumpu baut dirumuskan

b Keterangan f

u : kuat tarik baut (MPa)

d b : diameter baut pada daerah tak berulir t p : tebal pelat u f : kuat tarik putus terendah dari baut atau pelat

5. Sambungan Batang Aksial Murni Sambungan ini banyak dijumpai pada struktur truss. Gaya aksial yang bekerja pada batang diteruskan oleh sistem sambungan untuk didistribusikan ke batang lain melalui titik buhul. Kekuatan sambungan ditentukan oleh kapasitas geser dan tumpu dari masing-masing baut. Ilustrasi mekanisme sambungan batang aksial murni disajikan pada Gambar 9.4

Dengan:

m b = jumlah baut R u = Beban terfaktor tiap baut T u = Gaya aksial terfaktor

Gambar 9.4 Sambungan batang aksial murni

6. Pengurangan Luas Penampang Batang Tarik Akibat Sambungan Baut Berdasarkan SNI 03-1729-2002 akibat adanya sambungan, batang tarik mengalami pengurangan luas. Akibat pengurangan luasan, luas batang yang bekerja memikul gaya disebut sebagai luas penampang efektif yang besarnya ditentukan 6. Pengurangan Luas Penampang Batang Tarik Akibat Sambungan Baut Berdasarkan SNI 03-1729-2002 akibat adanya sambungan, batang tarik mengalami pengurangan luas. Akibat pengurangan luasan, luas batang yang bekerja memikul gaya disebut sebagai luas penampang efektif yang besarnya ditentukan

A e = AU dengan:

A = luas penampang profil baja, mm2 U = faktor reduksi = 1 - (x / L) ≤ 0,9, x adalah eksentrisitas sambungan, jarak tegak lurus arah gaya tarik, antara titik berat penampang komponen yang disambung dengan bidang sambungan, mm

Kasus gaya tarik hanya disalurkan oleh baut

A =A nt adalah luas penampang netto terkecil antara potongan 1-3 dan potongan 1-2-3

A nt  A g - n d t

Potongan 1-3:

2 Potongan 1-2-3: A nt  A g - n d t + s t 

Keterangan

g : luas penampang bruto, mm t : tebal penampang, mm

d : diameter lubang, mm n : banyaknya lubang dalam garis potongan s : jarak antara sumbu lubang pada arah sejajar sumbu

komponen struktur, mm u : jarak antara sumbu lubang pada arah tegak lurus sumbu komponen struktur

Gambar 9.5 Pemotongan luas netto pada perlubangan profil (SNI-03-1729-2002)

Dalam suatu potongan jumlah luas lubang tidak boleh kurang 15% luas penampang utuh.

7. Tata Letak Baut

a. Jarak antar baut Jarak antar baut (s) lebih besar dari tiga kali diameter baut (d b ), dan lebih kecil dari

lima belas kali tebal pelat paling tipis (t p ) dan kurang dari 200 mm. 3d b < s < 15t p dan 200 mm

b. Jarak tepi baut Jarak minimum baut terhadap tepi sambungan (s 1 ) ditentukan seperti pada Tabel 9.1

Tabel 9.1

Tepi dipotong dengan

Tepi profil bukan hasil tangan

Tepi dipotong dengan

mesin

potongan

1,75 d b 1,50 d b 1,25 d b

Dengan d b adalah diameter baut yang tak berulir

Jarak maksimum baut maksimum untuk arah sejajar gaya aksial kurang dari empat kali tebal pelat tertipis mm dalam sambungan ditambah 100 dan kurang dari 200 mm. Sedangkan untuk arah tegak lurus gaya harus lebih kecil dari dua belas kali tebal pelat tertipis dalam sambungan dan kurang dari 150 mm.

1,5d b <s 1 < (4t p +100) dan 200 mm 1,5d b <s 2 < 12t p dan 150 mm

S = jarak antara baut S 1 = jarak antara baut terluar ke tepi plat yang terbebani S 2 = jarak antara baut terluar ke tepi plat yang tidak terbebani

Gambar 9.6 Jarak antar baut Gambar 9.6 Jarak antar baut

Baca profil terpilih dari keluaran d,t,f u

Input Beban Ultimit, R u

Input properties baut; d b ,f ub

Jumlah baut minimal 2 (m b = 2)

m b =m b +1

Hitung jumlah baut berdasarkan kuat rencana baut diambil terkecil dari

Gambar 9.7 Bagan alir perancangan sambungan yang mengalami gaya aksial

Modul 10 :

Sambungan II

1. Penjelasan Umum Struktur baja tersusun dari batang-batang yang dibuat secara fabrikasi ataupun di bengkel dengan panjang tertentu. Pelaksanaan konstruksi struktur baja berupa perakitan batang-batang baja yang sudah ditentukan dimensinya. Berbeda dengan struktur beton, dimana pelaksanaannya berupa perakitan tulangan dan pengecoran beton ditempat. Sehingga terdapat perbedaan pada kedua tipe struktur tersebut. Struktur beton bersifat monolit antar elemen struktur sehingga tidak perlu komponen sambungan, sedangkan struktur baja memerlukan komponen sambungan.

Berikut adalah beberapa hal yang menyebabkan diperlukannya sambungan;

a. Batang kurang panjang Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa struktur baja terbatas dengan panjang

batang baja yang dapat disediakan.

b. Untuk meneruskan gaya dari elemen satu ke elemen lain Struktur gelagar jembatan baja memiliki komponen berupa gelagar melintang yang

mendukung beban dari pelat lantai jembatan selanjutnya beban diteruskan ke gelagar memanjang untuk disalurkan ke tumpuan. Antara gelagar melintang dan memanjang diperlukan komponen sambungan.

c. Sambungan struktur truss Struktur truss terdiri dari batang-batang baja yang disusun memenuhi kaidah

kesetabilan struktur untuk mendukung gaya-gaya aksial murni. Join-join dari struktur truss merupakan sambungan yang mampu mendukung beban dari batang-batang struktur.

d. Sambungan sebagai sendi Tumpuan struktur jembatan baja biasanya berupa sendi dan rol. Untuk membuat

kondisi yang diidealisasikan sebagai sendi dan rol terlaksana di lapangan sambungan dapat memberikan perilaku tersebut.

e. Sambungan untuk membentuk batang tersusun Batang komponen struktur truss yang mengalami gaya aksial tidak begitu besar

namun tekuknya besar, perlu dibuat dengan batang tersusun. Batang tersusun terdiri atas dua batang atau lebih yang disatukan untuk menghasilkan momen inersia yang besar. Untuk menyatukan batang tersusun dipelukan sambungan.

f. Terdapat perubahan tampang Pada struktur rafter, ujung balok yang menumpu kolom mengalami momen negatif

yang besar. Untuk menghemat kebutuhan baja, biasanya dimensi batang dipertebal pada bagian yang mengalami momen negatif tersebut. Penebalan dilakuakan dengan menyambungkan batang yang sama dengan batang yang dipertebal dipotong secara diagonal.

Sampai saat ini sambungan yang banyak ditemui pada struktur baja berupa sambungan las, baut, dan paku keling.

2. Konsep Perancangan Sambungan Kegagalan sambungan merupakan kegagalan struktur dalam memikul beban Gaya yang bekerja tergantung dari pemodelan yang diidealisasikan;  Jepit  Sendi  Rol

3. Klasifikasi Sambungan

a. Sambungan kaku Sambungan memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara komponen

struktur yang disambung. Deformasi titik kumpul harus sedemikian rupa sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap distribusi gaya maupun terhadap deformasi keseluruhan struktur. Momen sambungan = 90 % sampai 100%.

Gambar 10.1 Rotasi sambungan balok-kolom kaku

profil T atau potongan T T

Profil

L profil T atau potongan T T ᴦ

baut baut

profil T atau potongan T T las

kolom

kolom

profil T atau potongan Stiffener jika diperlukan T T

Las tumpul

Plat pengisi tipis untuk

las baut

menyesuaikan penambahan bidang

sambungan

plat Batang

penahan/ganjal Gambar 10.2. Sambungan balok-kolom kaku

b. Sambungan semi kaku Sambungan tidak memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara

komponen struktur yang disambung, namun mampu memberi kekangan yang dapat diukur terhadap perubahan sudut. Pada sambungan semi kaku, perhitungan kekakuan, penyebaran gaya, komponen struktur yang disambung, namun mampu memberi kekangan yang dapat diukur terhadap perubahan sudut. Pada sambungan semi kaku, perhitungan kekakuan, penyebaran gaya,

Gambar 10.3. Rotasi sambungan semi kaku balok-kolom

End plate

Profil L

Baut

End plate

Baut

Kolom Las

Kolom

Profil L

Plat beton

Kolom

Shear connection

Penulangan untuk memikul tarik

akibat momen Balok

Baut mutu tinggi

HSB

Gambar 10.4 Sambungan semi kaku balok kolom

c. Sambungan sendi Sambungan pada kedua ujung komponen yang disambung tidak ada momen.

Sambungan sendi harus dapat berubah bentuk agar memberikan rotasi yang diperlukan pada sambungan. Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen lentur Sambungan sendi harus dapat berubah bentuk agar memberikan rotasi yang diperlukan pada sambungan. Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen lentur

Bracing

Gambar 10.5 Rotasi sambungan sendi balok-kolom

Top L

Baut

profil T

Seat L

Top L

Baut

Profil penguat T Seat T

Las

Gambar 10.6. Sambungan sendi balok-kolom

4. Kuat Rencana Sambungan Baut Pada struktur truss sambungan baut bekerja menyalurkan gaya aksial pada batang ke pelat buhul. Baut dipasang di lubang yang disediakan secara tegak lurus terhadap pelat buhul dan batang. Jumlah baut dalam sambungan minimal ada 2 buah. Pada kondisi layan baut mengalami gaya geser sedangkan lubang pofil dan pelat buhul mengalami gaya desak. Dalam perancangan sambungan baut harus dilakukan analisis terhadap kuat geser dan kuat tumpu.

Berdasarakan persyaratan SNI 03-1729-2002 suatu baut memikul beban terfaktor, R u .

n  nr 1 f u A b

Keterangan ϕ : faktor reduksi kekuatan Keterangan ϕ : faktor reduksi kekuatan

r 1 = 0,5 untuk koefisien baut tanpa ulir pada bidang geser

2 = 0,4 untuk koefisien baut ulir pada bidang geser r

u : kuat tarik baut (MPa) f

b A : luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

: jumlah baut

Kapasitas tumpu baut dirumuskan

b Keterangan f

u : kuat tarik baut (MPa)

d b : diameter baut pada daerah tak berulir t p : tebal pelat u f : kuat tarik putus terendah dari baut atau pelat

5. Sambungan Mendukung Momen Baut mengalami geser dan tumpu

Sambungan yang mendukung momen dapat dijumpai pada hubungan balok-kolom struktur kolom struktur portal kaku. Ketika memikul momen kelompok baut memberikan reaksi yang membentuk momen perlawanan. Reaksi (R i ) tersebut mrupakan penjumlahan gaya reaksi masing-masing baut dikalikan jarak baut terhadap pusat luasan baut (r i ) . Ilustrasi penjelasan ini disajikan pada

1  R maks M

1 R r maks 1 

maks

r maks

Gambar 10.7

r maks

r maks

R maks

maks

maks

r maks

Gambar 10.7 Sambungan yang Mendukung Momen

 r 1  r 2  r 3  ......  r 6  

M 2 maks  We 

r maks  maks i  1

2 2 2 2 R maks

M r maks R maks  i  n

R h maks maks  i  n

maks

maks i  n 2  2

R maks  R h maks   R v maks    R d

R maks  R h maks   R v maks    V d

dengan:

W : Beban luar

e : Eksentrisitas beban dengan pusat berat baut R i : Gaya yang dipikul tiap-tiap baut M i : Momen yang dipikul tiap-tiap baut r i : Jarak baut terhadap pusat kelompok baut

6. Tata Letak Baut Jarak antar baut Jarak antar baut (s) lebih besar dari tiga kali diameter baut (d b ), dan lebih kecil dari lima belas kali tebal pelat paling tipis (t p ) dan kurang dari 200 mm. 3d b < s < 15t p dan 200 mm Jarak tepi baut Jarak minimum baut terhadap tepi sambungan (s 1 ) ditentukan seperti pada Tabel

Tabel 10.1

Tepi dipotong dengan

Tepi profil bukan hasil tangan

Tepi dipotong dengan

mesin

potongan 1,75 d b 1,50 d b 1,25 d b

Dengan d b adalah diameter baut yang tak berulir

Jarak maksimum baut maksimum untuk arah sejajar gaya aksial kurang dari empat kali tebal pelat tertipis mm dalam sambungan ditambah 100 dan kurang dari 200 mm. Sedangkan untuk arah tegak lurus gaya harus lebih kecil dari dua belas kali tebal pelat tertipis dalam sambungan dan kurang dari 150 mm.

1,5d b <s 1 < (4t p +100) dan 200 mm 1,5d b <s 2 < 12t p ) dan 150 mm

S = jarak antara baut

S 1 = jarak antara baut terluar ke tepi plat yang terbebani S 2 = jarak antara baut terluar ke tepi plat yang tidak terbebani

Gambar 10.8 Jarak antar baut

Bagan Alir Perancangan Sambungan Baut

Baca profil terpilih dari keluaran d,t,f u

Input Beban Ultimit, R u

Input properties baut; d b ,f ub

Jumlah baut minimal 2 (m b = 2)

m b =m b +1

Hitung jumlah baut berdasarkan kuat rencana baut diambil terkecil dari