Obligasi Daerah ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD 272 Peraturan mengenai pinjaman daerah ini selengkapnya dapat dilihat pada UU 172003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah pasal 49 perihal batasan pinjaman, PP 1072000 tentang Pinjaman Daerah dan KMKRI No. 35 KMK.07 2003 tentang Perencanaan, Pelaksanaan Penatausahaan, penerusan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Kepada Daerah. Dalam menggunakan dana pinjaman ini hendaknya lebih hati-hati, misalnya : a. Syarat pinjaman hendaknya dengan bunga lunak dan ada masa tenggang b. Tunjuan pinjaman, hendaknya mempunyai multiplier effect yang besar dan cost recovery; c. Sumber dana pinjaman dari pihak lain yang tidak mempunyai persyaratan politik; d. Tata cara pengesahan pinjaman tidak berbelit-belit, sehingga akan mengakibatkan biaya yang mahal kebocoran yang mengakibatkan kerugian bagi peminjam; dan e. Pengawasan yang efektif dan efisien.

4.4.3. Obligasi Daerah

Dalam peraturan pemerintah nomor 107 tahun 2000 tentang pinjaman daerah dikatakan bahwa pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten kota dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari dalam negeri dan luar negeri. Pinjaman dalam negeri dapat berasal dari Pemerintah Pusat, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, masyarakat dan sumber lainnya. Pinjaman dari masyarakat untuk pendanaan pembangunan yang dikenal dengan obligasi daerah Municipal Bond, juga dapat digunakan sebagai alternatif pendanaan pembangunan daerah. Meskipun obligasi bukan merupakan hal yang baru bagi kalangan swasta P rivate Sector maupun bagi sektor pemerintah Public Sector, namun khusus bagi pemerintah daerah di Indonesia pemanfaatan obligasi sebagai alternatif pendanaan pembangunan dapat dikatakan baru, karena selama ini tidak satupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD 273 pemerintah daerah di Indonesia baik propinsi maupun kabupaten kota pernah melakukannya. Perkembangannya, obligasi pertama kali diperkenalkan di pasar modal Indonesia pada tahun 1983 oleh PT Persero Jasa Marga untuk mendanai pembangunan jalan tol Jagorawi. Dalam perkembangan selanjutnya pasar obligasi mengalami pasang surut. Oleh karena itu, untuk terus menggairahkan pasar modal di dalam negeri, pada tahun 1980 an, beberapa paket kebijakan dikeluarkan oleh Pemerintah. Namun tetap saja pasar obligasi belum mendapat apresiasi seperti halnya yang terjadi pada perdagangan saham. Di negara-negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat pasar obligasi diramaikan juga dengan obligasi dari lembaga pemerintah, baik pemerintah federal maupun pemerintah lokal. Tidak demikian halnya di Indonesia. Pada periode sebelum dikeluarkannya Undang- Undang No. 25 1999 dan UU No.332004 hanya pemerintah pusat yang diperbolehkan mengeluarkan obligasi, seperti baru-baru ini dilakukan untuk menalangi dana BLBI. Sedangkan bagi pemerintah daerah belum pernah terjadi. Salah satu alasan yang biasanya dijadikan pertimbangan mengapa pemerintah suatu negara tidak menerbitkan obligasi adalah kekhawatiran akan terjadinya persaingan antara sektor pemerintah dan swasta dalam memperebutkan dana masyarakat. Namun dengan terjadinya perubahan paradigma dari sistem sentralistik ke sistem pemerintahan yang desentralistik yang salah satu kebijakannya adalah memperbolehkannya pemerintah daerah mengeluarkan obligasi untuk mendanai pembangunan merupakan angin segar yang akan mampu menyemarakan pasar obligasi di dalam negeri. Di Jawa Timur Potensi Dana dari masyarakat sebesar Rp. 82,79 Trilyun TW III2003 dan Rp. 92,93 Trilyun TW III2003 dalam bentuk tabungan, Giro dan Deposito. Obligasi dapat dimengerti sebagai surat berharga atau sertifikat yang berisi kontrak antara pemberi pinjaman investor dengan yang diberi pinjaman emiten. Sehingga, sertifikat obligasi sebenarnya adalah surat pengakuan hutang, dengan demikian obligasi sama dengan hutang pada umumnya yang diperoleh dari lembaga keuangan, hanya saja obligasi penjualannya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD 274 dipublikasikan dan dijual pada investor langsung di pasar modal dengan menawarkan tingkat bunga Rate tertentu dan jangka waktu pengembalian maturity tertentu pula. Selanjutnya obligasi daerah berdasarkan jenis pinjaman atas pengembalian hutang pokok dan bunganya meliputi : 1. Obligasi Umum General Bond yaitu obligasi yang ditertibkan oleh pemerintah daerah baik propinsi maupun kabupaten kota untuk membiayai investasi dengan jaminan atas pembayaran kembali utang pokok dan bunganya adalah seluruh penerimaan pemerintah daerah tanpa transfer full faith and credit local government ; 2. Obligasi Pendapatan Revenue Bond yaitu obligasi yang diterbitkan oleh institusi pemerintah daerah atau BUMD untuk membiayai suatu proyek tertentu. Jaminan pembayaran kembali hutang pokok dan bunganya akan berasal dari penerimaan proyek tersebut ; dan 3. Obligasi Barelled atau Hybrid Obligation yaitu obligasi yang diterbitkan oleh institusi pemerintah daerah atau BUMD untuk membiayai suatu proyek tertentu. Jaminan pembayaran kembali hutang pokok dan bunganya akan berasal dari penerimaan daerah dan penerimaan proyek tersebut Selain perlunya kepercayaan dari masyarakat, lingkungan yang kondusif bagi dunia usaha serta semakin efesiensinya pemerintah provinsi juga ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerbiatan obligasi ini antara lain adalah : 1. Mendapat persetujuan dari DPRD 2. Analisa kemampuan pinjam 3. Analisa IRR 4. Analisa biaya hutang cost of Debt

4.4.4. Memperkuat dan Memperluas kemitraan