Identifikasi Citra Kota Cimahi Sebagai Kawasan Militer Berdasarkan Persepsi Masyarakat

(1)

IDENTIFIKASI CITRA KOTA CIMAHI SEBAGAI KAWASAN MILITER

BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana Pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

Universitas Komputer Indonesia

Disusun Oleh :

RAHADIYAN EKA PUTERA

1.06.07.004

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

ABSTRAK

Citra Kota Cimahi Sebagai Kawasan Militer telah dicanangkan pada bulan Februari tahun 2010 yang lalu, akan tetapi sampai saat ini belum diketahui implementasi dan sosialisasinya seperti apa pada masyarakat, karena bisa saja masyarakat memiliki persepsi yang berbeda terhadap penentuan citra Kota Cimahi. Oleh karena itu tujuan dari studi ini adalah mengidentifikasi citra Kota Cimahi sebagai kawasan militer berdasarkan persepsi masyarakat. Identifikasi citra Kota Cimahi dilakukan dengan mengkaji literatur dan teori mengenai citra kota serta mengidentifikasi persepsi masyarakat Kota Cimahi. Dari identifikasi tersebut ditemukan elemen-elemen pembentuk citra Kota Cimahi, faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya elemen pembentuk citra Kota Cimahi, penilaian elemen pembentuk citra Kota Cimahi dan harapan masyarakat terhadap Kota Militer Cimahi.

Kesimpulan dari studi yang dilakukan adalah bahwa berdasarkan persepsi masyarakat, citra Kota Cimahi sebagai Kota Militer cukup melekat di Kota Cimahi. Hal ini ditunjukan dari elemen-elemen pembentuk citra kota yang sebagian besar merupakan bangunan militer. Selain itu, keberadaan elemen-elemen yang memiliki unsur sejarah masih berpengaruh dalam membentuk citra Kota Cimahi sebagai Kota Militer. Hal ini menunjukan bahwa citra Kota Cimahi sebagai Kota Militer cukup kuat melekat di Kota Cimahi. Dan sebagian besar masyarakat memiliki harapan untuk diadakannya perayaan (event) militer yang digelar secara rutin serta menginginkan didirikannya museum militer di Kota Cimahi karena Mereka beranggapan bahwa Kota Cimahi memiliki sejarah yang kuat dalam bidang kemiliteran terbukti dengan banyaknya peninggalan bersejarah yang ada di Kota Cimahi.

Citra Kota Militer berdasarkan persepsi masyarakat merupakan citra yang sangat dipengaruhi oleh faktor kegiatan. Oleh karena itu, Pemerintah dan pihak Militer perlu melakukan koordinasi agar dapat mewujudkan kegiatan militer seperti perayaan (event) kemiliteran rutin serta mendirikan fasilitas militer yang dapat juga dinikmati oleh masyarakat Kota Cimahi seperti Museum Militer, Taman Militer, dan Perpustakaan Militer sebagai penguat citra kota Cimahi sebagai kawasan militer


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan kuliah di Program Studi Perencanaan wilayah dan Kota UNIKOM, melalui terselesaikannya Tugas Akhir dengan judul “ Identifikasi Citra Kota Cimahi Sebagai

Kawasan Militer Berdasarkan Persepsi Masyarakat”.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis mendapatkan banyak dukungan, masukan, arahan, maupun kritik yang diberikan oleh banyak pihak. Dimana hal tersebut membuat penulis mendapatkan banyak pembelajaran dan pengalaman yang sangat berharga dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini maupun selama masa perkuliahan. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis tunjukan kepada :

1. Ibu Romeiza Syafriharti, Ir.,MT. selaku Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota.

2. Ibu Rifiati Safariah, ST.,MT. selaku dosen pembimbing Tugas Akhir yang sudah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, dukungan, dan kesabarannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Teguh Widodo, S.Sos.,MT. selaku dosen pembimbing ke dua atas masukan, koreksi dan motivasi dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

4. Ibu Dr.Ir. Lia Warlina,M.Si. selaku dosen wali serta sebagai pembahas dan penguji atas masukan dan koreksi dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

5. Bapak Harry Wibowo, ST. selaku dosen pembahas yang telah memberikan masukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

6. Bapak Tatang Suheri, ST.,MT. selaku dosen penguji yang telah mengapresiasi penyusunan Tugas Akhir ini.

7. Kepada semua tenaga pengajar yang telah berjasa memberikan ilmu pengetahuan dan pencerahan yang berharga kepada penulis. Kalian adalah guru terbaik dalam hidupku. 8. Kepada ayah dan ibu, Eddy Rochyat dan Surtini, atas segala dukungan, doa yang tak

pernah putus, dan kasih sayang yang tak pernah pupus.

9. Kepada kedua adikku tersayang, Rienjanie Ade Putri, dan Rifanie Irfa Rodjatin, atas segala perhatian, pengertian, dan pemahaman mereka yang luar biasa kepada penulis.


(4)

10. Kepada teman-teman seperjuangan ; Murni Tri Mulyani, Saona Angkotasan, Tri Nofansyah Putra, Rizki Rahadiyan, Sandi Abrianto, Riki Fernandes, Herdiansyah, Iqbal Rivaldi, Irvana Januar, Sidik Pranoto, Dedi Kurniawan dan Gayatri Asri Rahmadani, terima kasih atas kebersamaan dan persahabatan selama ini, Kalian semua adalah teman-teman terbaikku.

11.Semua alumni dan Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Komputer Indonesia, terima kasih atas pengalaman, pengabdian , dan penghormatan kalian terhadap jurusan, semoga jurusan kita semakin kompak dan berprestasi.

12. Kepada sahabat-sahabat penulis dimana pun anda berada, yang telah menjadi partner, teman diskusi, dan sumber inspirasi yang mencerahkan.

Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dan kekhilafan dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis hargai. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi mahasiswa jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Amien.

Bandung, Agustus 2011


(5)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Citra Kota merupakan kesan fisik yang memberikan ciri khas kepada suatu kota. Dalam pengembangan suatu kota, citra kota berperan sebagai pembentuk identitas kota, dan sebagai penambah daya tarik kota. Oleh karena itu, citra kota yang jelas dan kuat akan memperkuat identitas dan wajah kota sehingga membuat kota tersebut menarik dan memiliki daya tarik. Citra dan identitas kawasan seakan telah menjadi tolak ukur bagi kualitas suatu lingkungan khususnya menyangkut cara pandang orang terhadap nilai lingkungan tersebut (Linch, 1982).

Adalah Kota Cimahi yang memiliki citra kota sebagai Kota Militer, Kota Cimahi memiliki sejarah penting bagi dunia militer di masa kolonial. Dengan banyaknya pusat pendidikan militer dan fasilitas kemiliteran lainnya maka sekitar 60 % wilayah Kota Cimahi digunakan oleh militer. Dilatarbelakangi hal tersebut Kota Cimahi memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi wisata militer dengan mengembangkan beberapa fasilitas milik TNI yang menjadi sarana wisata cagar budaya (heritage). Hal inilah yang dicanangkan oleh pemerintahan Kota Cimahi, Jawa Barat.

Di lain pihak pembentukan citra kota untuk Kota Cimahi dicanangkan sepenuhnya oleh pihak pemerintah Kota Cimahi beserta jajaran instansi militer terkait, tanpa mengikutsertakan unsur peran serta masyarakat, sebab dapat saja masyarakat mempunyai persepsi yang berbeda tentang citra kota, karena berdasarkan fungsi kota secara umum, Kota Cimahi memiliki fungsi dan potensi yang berbeda di masing-masing kecamatan yaitu, Kecamatan Cimahi Utara jenis kegiatannya diarahkan untuk kegiatan pertanian, pendidikan dan Perdagangan dan Jasa. Kecamatan Cimahi Tengah, jenis kegiatannya diarahkan untuk perdagangan dan jasa, pemerintahan HANKAM, hunian serta pendidikan. Sedangkan Kecamatan Cimahi Selatan, jenis kegiatannya diarahkan untuk Industri, perumahan, pendidikan dan pelayanan umum (RDTR Kota Cimahi 2005).

Penentuan Citra untuk sebuah kota pada dasarnya dibentuk melalui proses mental masyarakat, dengan demikian citra kota tidak sepenuhnya direncanakan sekalipun


(6)

2 direncanakan citra yang dibentuk pada dasarnya untuk memperkuat atau memperjelas citra suatu kota. Akan tetapi pembentukan citra kota untuk Kota Cimahi berbeda dengan kota lainnya. Hal ini dapat dilihat dari munculnya beragam tema atau istilah citra kota yang tersebar di wilayah Indonesia seperti Kota Pelajar, Kota Budaya, Kota Religius Kota Pahlawan, dan lain-lain. Tema-tema atau istilah-istilah kota pada dasarnya dimanfaatkan pemerintah kota untuk membentuk citra kotanya. Tujuan dari dibentuknya citra kota adalah untuk mendukung peranan dan fungsi sebuah kota sebagai pelaksana utama untuk melakukan integrasi geografis sistem ekonomi, sosial, dan budaya suatu bangsa (Adisasmita, 2007).

Oleh karena itu, citra kota yang dibentuk sebagai upaya daya tarik harus disesuaikan dengan persepsi dan karakteristik masyarakat, dengan demikian pada dasarnya citra sebuah kota sangat terkait dengan gambaran atau persepsi mengenai kota tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Walaupun Citra Kota Cimahi Sebagai Kawasan Militer telah dicanangkan pada bulan Februari tahun 2010 yang lalu, akan tetapi sampai saat ini belum diketahui implementasi dan sosialisasinya seperti apa pada masyarakat. Masyarakat dapat saja memiliki persepsi yang berbeda mengenai citra Kota Cimahi tersebut.

Maka perlu diketahui agar tidak terjadi perbedaan persepsi antara apa yang sudah dilakukan pihak pemerintah kota ternyata tidak dapat ditangkap baik oleh masyarakatnya sehingga citra kota yang sudah dibuat sejak awal hanyalah semata berupa slogan saja. Menurut Lynch (1982) dalam bukunya “Image of the city”, citra kota dapat distrukturkan dari elemen-elemen fisik pembentuknya yaitu landmarks, paths, districs, nodes, dan edges. Selain itu citra kota juga dapat dipengaruhi oleh elemen-elemen non fisik seperti makna sosial, fungsi, sejarah bahkan nama dari kota tersebut, oleh sebab itu perlu diketahui identitas Kota Cimahi menurut persepsi masyarakat terkait pula dengan belum diketahuinya elemen-elemen pembentuk citra kota menurut persepsi masyarakat yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap penentuan elemen citra kota yang ada di Kota Cimahi.


(7)

3 Berdasarkan persoalan tersebut ada beberapa pertanyaan yang akan dicoba dijawab oleh peneliti yaitu sebagai berikut :

1). Apa identitas Kota Cimahi berdasarkan persepsi masyarakat?

2). Apa saja elemen-elemen pembentuk Citra Kota Cimahi Sebagai Kawasan Militer ?

3). Apa harapan masyarakat terhadap citra Kota Cimahi Sebagai Kawasan Militer?

1.3 Tujuan dan Sasaran

Dari latar belakang serta rumusan persoalan yang telah dijelaskan maka tujuan dari

penelitian yang berjudul “Identifikasi Citra Kota Cimahi Sebagai Kawasan Militer

Berdasarkan Persepsi Masyarakat” adalah untuk mengidentifikasi citra Kota Cimahi

berdasarkan persepsi masyarakat.

Adapun sasaran studi untuk mencapai tujuan penelitian ini adalah: Identifikasi identitas Kota Cimahi berdasarkan persepsi masyarakat.

Identifikasi elemen-elemen pembentuk Citra Kota Cimahi Sebagai Kawasan Militer.

Identifikasi harapan masyarakat terhadap citra Kota Cimahi Sebagai Kawasan Militer

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara akademis maupun secara praktis. Secara akademis studi ini diharapkan dapat menambah wacana pada pengembangan ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota mengenai citra kota. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak terkait khususnya perencana kota sebagai bahan evaluasi bagi citra kota yang direncanakan serta bagi pihak pemerintah terkait dalam mengarahkan pembangunan sebuah kota.


(8)

4

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup studi yang akan dibahas mencakup dua bahasan, yaitu ruang lingkup wilayah studi yang menjelaskan mengenai cakupan wilayah yang menjadi kajian dan ruang lingkup materi yang menjelaskan mengenai kajian teori yang terkait dengan studi. Selengkapnya akan dijelaskan pada uraian berikut ini :

1.5.1Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi pembahasan dalam studi ini secara umum yaitu mengidentifikasi citra Kota Cimahi berdasarkan persepsi masyarakat, dengan mempertimbangkan karakteristik yang meliputi :

1. Elemen-elemen pembentuk citra kota

Proses penilaian citra kota tidak dapatterlepas oleh elemen-elemen pembentuk citra kota yaitu landmarks, paths, districs, nodes, dan edges. Kelima elemen tersebut merupakan elemen-elemen fisik dalam sebuah kota. Akan tetapi suatu citra kota bukan saja hanya dipengaruhi oleh aspek fisik semata, melainkan juga dipengaruhi oleh aspek non fisik seperti kondisi social masyarakat maupun aktivitas yang ada di dalam tempat atau kota tersebut.

2. Persepsi masyarakat terhadap lingkungan

Citra kota merupakan gambaran mental umum dari sebuah kota sesuai dengan pandangan masyarakatnya. Selain itu, suatu citra kota . Juga akan dapat mempengaruhi perasaan masyarakat yang ada di tempat atau kota tersebut, seperti menimbulkan rasa nyaman, mudah berorientasi, dan lain-lain. Dengan kata lain suatu citra kota akan sangat ditentukan oleh persepsi masyarakatnya. Oleh karena itu, dalam menilai suatu citra kota perlu mngetahui persepsi masyarakat terhadap citra kota tersebut. Karena pandangan suatu citra kota dapat berbeda dari setiap masyarakat, maka masyarakat yang dimaksud disini adalah penduduk setempat atau penghuni kota tersebut yang memiliki pengelaman berada di kota tersebut.


(9)

5

1.5.2 Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah yang menjadi kajian studi identifikasi Citra Kota Cimahi sebagai kawasan militer berdasarkan persepsi masyarakat adalah Kota Cimahi secara utuh, namun untuk penentuan sample dipilih Kecamatan Cimahi Tengah dengan alasan sebagian besar sarana dan prasarana yang berkaitan dengan kegiatan militer berada di wilayah tersebut.

Gambar 1.1

Cimahi Landscape

Pertimbangan memilih lokasi adalah sebagai berikut:

1. Kota Cimahi termasuk salah satu kota pertahanan di Indonesia yang menitik beratkan pendidikan dan kegiatan militer yang dikhususkan bagi TNI-AD

2. Sebagian besar bangunan dan fasilitas utama yang merupakan jaringan instansi militer di wilayah Kota Cimahi, berada di Kecamatan Cimahi Tengah yang memiliki luas sebesar 10,87 km2.

3. Fasilitas penunjang kegiatan militer seperti asrama, sarana olahraga, sarana pendidikan, dan sebagainya banyak tersebar di setiap wilayah di Kota Cimahi.


(10)

6

1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Variabel Penelitian

Tabel 1.1 Metode Penelitian

Tujuan Sasaran Tahapan

Input

Metode

Output

Variabel penelitian Sumber Data Cara pengumpulan Mengidentifikasi Citra Kota Cimahi Sebagai Kawasan Militer berdasarkan persepsi masyarakat 1. Mengidentifikasi identitas Kota Cimahi berdasarkan persepsi masyarakat

- Mengidentifikasi identitas Kota Cimahi berdasarkan kondisi eksisting- - Menganalisis identitas kota Cimahi berdasarkan persepsi masyarakat Karakter Kota Identitas Kota - Potensi - Makna Sosial - Sejarah -Kajian literatur mengenai Identitas kota - Persepsi masyarakat yang didapat dari jawaban kuesioner mengenai identitas kota yang dipilih Studi Literatur Penyebaran kuesioner - Analisis deskriptif Identitas kota menurut masyarakat 2. Mengidentifikasi elemen-elemen pembentuk citra Kota Cimahi sebagai kawasan militer berdasarkan persepsi masyarakat

- Observasi wilayah studi

- Menemukan elemen-elemen pembentuk citra Kota Cimahi sebagai kawasan militer - Menjelaskan masing-masing elemen pembentuk citra kota di wilayah studi.

5 elemen pembentuk citra kota yaitu :

- Tetenger(landmark) - Jalur (path) - Kawasan(district) - Simpul(nodes) - Batas(edges) Kajian literatur mengenai elemen pembentuk citra kota Observasi Lapangan Studi Literatur Observasi Penyebaran kuesioner kepada masyarakat - Analisis deskriptif Elemen-elemen pembentuk citra Kota Cimahi sebagai kawasan militer menurut masyarakat


(11)

7 Sasaran Tahapan

Input Metode

Output

Variabel penelitian Sumber Data Cara pengumpulan

3. Mengidentifikasi harapan masyarakat terhadap citra Kota Cimahi sebagai kawasan militer

- Mengidentifikasi harapan masyarakat -

Fasilitas yang diprakarsai oleh pihak kemiliteran untuk kepentingan umum ataupun intern

Kegiatan (event) militer

Harapan masyarakat yang didapat dari jawaban berupa alasan dalam kuesioner

Studi literatur Penyebaran kuesioner kepada masyarakat

- Analisis deskriptif

statistik

Citra Kota Cimahi sebagai kawasan militer berdasarkan persepsi masyarakat.


(12)

8 Metode penelitian dilakukan melalui pendekatan dengan penelitian survey yaitu survey yang dilakukan pada sejumlah sampel. Dengan penelitian survey dilakukan dengan penelitian deskriptif yang bersikap eksplorasi atau penjajagan. Hal ini dilakukan agar dapat melakukan pengukuran dengan cermat terhadap persepsi masyarakat mengenai elemen-elemen yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap penentuan elemen-elemen citra kota namun sifatnya terbuka.

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan pada studi ini adalah melalui survey sekuder dan survey primer. Berikut akan dijelaskan mengenai teknik-teknik survey tersebut :

1. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari survey yang dilakukan kepada sumber lain yang lebih dahulu mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis sesuai denagn tujuan tertentu. Survey untuk mendapatkan data sekunder ini terbagi menjadi dua bagian :

a. Studi Literatur

Studi literatur ini dilakukan dalam rangka mengkaji teori-teori yang berkaitan dengan citra kota secara umum maupun citra Kota Cimahi. Studi literatur ini dilakukan melalui penelusuran buku teks maupun laporan-laporan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya.

b. Survey Instansional

Survey instansional ini dilakukan dalam rangka memperoleh data-data yang berkaitan dengan dokumen rencana Kota Cimahi maupun dokumen-dokumen Kota Cimahi lainnya yang terkait dengan studi ini.

2. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil survey yang dilakukan secara langsung dari objeknya, baik melalui observasi terdiri dari :maupun kuesioner. Survey primer ini terbagi menjadi 2 bagian :


(13)

9 Observasi merupakan tahap pengamatan secara visual untuk mengidentifikasi elemen-elemen fisik di Kota Cimahi.

b. Kuesioner

Kuesioner merupakan tahap untuk menggali informasi kepada masyarakat dalam hal ini adalah penduduk Kota Cimahi. Hal ini dilakukan guna mengetahui persepsi masyarakat mengenai citra Kota Cimahi. Penduduk disini merupakan orang yang tinggal di Kota Cimahi atau menetap secara permanen di Kota Cimahi.

Untuk mendapatkan jumlah sampel populasi penduduk Kota Cimahi yang dapat mempresentasikan persepsi penduduk terhadap citra Kota Cimahi, dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin, yaitu

n = N

1+Ne2

Keterangan : n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalah pengambilan sampel populasi)

Pengambilan sampel populasi adalah sebagai berikut : Penduduk Kota Cimahi

Pada pengambilan sampel populasi penduduk Kota Cimahi, dilakukan dengan perhitungan rumus Slovin dengan tingkat kepercayaan 90%, dari seluruh jumlah penduduk Kota Cimahi didapat sampel sebesar 99,99 100 orang lalu dilakukan pengambilan sampel secara proporsional untuk setiap kecamatan di wilayah studi, sedangkan teknik pengambilan sampel yang dilakukan di lapangan adalah purposive random sampling (sampling dengan maksud tertentu), yaitu pemilihan sampel bertitik


(14)

10 tolak pada penilaian pribadi peneliti yang menyatakan bahwa sampel yang dipilih benar-benar representatif (Sugiarto,2003). Kriteria sampel disini adalah responden yang tinggal di kecamatan-kecamatan yang telah ditentukan dan dengan pertimbangan respondennya mudah diakses. Distribusi penyebaran kuesioner untuk penduduk adalah sebagai berikut :

Dengan jumlah penduduk 541.139 Jiwa yang ada di Wilayah Kota Cimahi serta tingkat error 10% maka dapat dihitung jumlah sampel di Wilayah Pengembangan Bojonegara dengan cara:

n = 541.139 = 541.139

1+ 541.139( 0,1)2 5412.39

= 99,9 sampel ~ 100 sampel

Kecamatan Cimahi Utara : 147.471 x 100% = 27, 6~ 28 Sampel 541.139

Kecamatan Cimahi Tengah : 163.127 x 100% = 30,1 ~ 30 Sampel 541.139

Kecamatan Cimahi Selatan : 230.541 x 100% = 42,2 ~ 42 Sampel 541.139

Tabel 1.2

Distribusi Persebaran Sampel Populasi Penduduk Kota Cimahi

No. Kecamatan Jumlah sampel

1. Cimahi Utara 28

2. Cimahi Tengah 30

3. Cimahi Selatan 42

Jumlah 100


(15)

11

1.6.3 Tahapan Studi

Tahapan studi yang dilakukan mengenai citra Kota Cimahi sebagai kawasan militer ini, dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu :

1. Mengidentifikasi identitas Kota Cimahi yang berkaitan dengan citra kota.

Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui identitas Kota Cimahi , yang menyangkut gambaran karakteristik struktur guna lahan dan kegiatan serta komponen-komponen pembentuk citra Kota Cimahi sebagi kawasan militer, dan akan dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam mengidentifikasi elemen-elemen pembentuk citra kota menurut persepsi masyarakat. Tahapan ini dilakukan menggunakan analisis deskriptif melalui studi literature dan observasi lapangan.

2. Mengidentifikasi elemen-elemen pembentuk citra Kota Cimahi sebagai kawasan militer berdasarkan persepsi masyarakat.

Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui elemen-elemen pembentuk citra kota Cimahi dengan mengidentifikasi elemen-elemen fisik pembentuk citra kota (landmarks, paths, districs, nodes, dan edges), dan juga mengetahui elemen-elemen yang memiliki kesan dan disukai oleh masyarakat berdasarkan hasil kuesioner mengenai citra Kota Cimahi sebagai kawasan militer menurut persepsi masyarakat.

3. Merumuskan citra Kota Cimahi sebagai kawasan militer berdasarkan persepsi masyarakat.

Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui citra Kota Cimahi sebagai kawasan militer berdasarkan persepsi dan harapan masyarakat. Tahapan ini diperoleh dengan menganalisis secara deskriptif keinginan dan harapan masyarakat terhadap kota Kota Cimahi sebagai Kota Militer.


(16)

12

1.7 Kerangka Penelitian

Kerangka pemikiran dibawah ini merupakan cara berpikir peneliti yang dilakukan sebelum melakukan penelitian dilapangan.

Kerangka Pemikiran

Kondisi Eksisting Kota Cimahi

Penetapan dan Kebijakan Pemerintah Kota Cimahi dalam menentukan Citra Kota Militer

Kajian Teori Citra Kota - Elemen Pembentuk Citra

Kota

- Studi Kota Militer

Identifikasi elemen fisik pembentuk citra Kota Cimahi sebagai kawasan militer berdasarkan:

- - Landmarks

- - Paths

- - Districts

- - Nodes

- - Edges

Identifikasi citra Kota Cimahi berdasarkan: - - Potensi

- - Makna Sosial - - Sejarah

Perbandingan Kota Militer Cimahi dan Kota Militer lain

Persepsi dan Faktor yang mempengaruhi pemilihan elemen pembentuk citra kota

Persepsi masyarakat terhadap identitas Kota Cimahi

Harapan masyarakat terhadap citra kota Cimahi sebagai kawasan

militer

Citra Kota Cimahi sebagai kawasan militer berdasarkan persepsi masyarakat


(17)

13

1.6 Sistematika Pemabahasan

Sistematika Pembahasan studi ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bab. Uraian pada masing-masing bab adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan latar belakang studi berikut rumusan persoalannya, tujuan, dan sasaran yang akan dicapai dalam studi ini, lingkup studi yang mencakup ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi, metodologi penelitian yang digunakan dan pencapaian tujuan dan sasaran studi.

BAB II TEORI CITRA KOTA

Bab ini akan menguraikan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan citra kota, seperti pengertian citra kota, identitas kota, elemen pembentuk citra kota, faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya citra kota dan peran citra kota dalam pengembangan kota. Pada bab ini juga akan menguraikan menganai metode evaluasi citra kota serta aspek yang dipertimbangkan dalam penilaian citra kota.

BAB III KARAKTERISTIK DAN IDENTITAS PEMBENTUK CITRA KOTA CIMAHI

Bab ini akan memberikan gambaran umum wilayah studi mengenaikondisi geografis, penduduk gambaran perkembangan Kota Cimahi, struktur guna lahan dan kegiatan serta komponen pembentuk citra Kota Cimahi. Bab ini didapat berdasarkan studi literature maupun observasi penulis.

BAB IV IDENTIFIKASI CITRA KOTA CIMAHI SEBAGAI KAWASAN MILITER

Bab ini akan menguraikan mengenai penilaian terhadap identitas dan citra Kota Cimahi sebagai kawasan militer berdasarkan analisis pada bab sebelumnya (teori) maupun berdasarkan persepsi masyarakat.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan dan rekomendasi studi citra kota yang telah ditentukan berdasarkan persepsi masyarakat.


(18)

14

BAB II

TEORI CITRA KOTA

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan citra kota, yang meliputi pengertian citra kota, hubungan citra kota dengan identitas kota, tinjauan kota militer, dan aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam penilaian citra kota.

2.1 Citra Kota

Di bawah ini akan dipaparkan mengenai beberapa hal mengenai citra kota, antara lain pengertian citra kota, elemen pembentuk citra kota, faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya citra kota dan peran citra kota dalam pengembangan kota.

2.1.1 Pengertian Citra Kota

Kata “ citra” itu sendiri berasal dari kata “image” yang dalam kamus Webstern

mengandung arti a mental representation of anything not actually present to senses; a revival or imitation of sensible experience, or of sensible experience together with accompanying feelings; the reproduction in memory or imagination of sense, touch, hearing, etc; as, visual, tactile, auditory images; a picture drawn by the fancy; broadly, a conception; an idea.

Menurut Rapoport (1977) secara umum, citra merupakan suatu internalisasi representasi dan penghargaan lingkungan, suatu representasi mental individu dari bagian realitas eksternal yang diketahuinya melalui beberapa jenis pengalaman (termasuk pengalaman tidak langsung). Dengan kata lain, suatu citra kota sangat berkaitan dengan penilaian individu terhadap suatu bentuk fisik melalui pengalaman-pengalamannya terhadap hal tersebut.

Sedangkan citra kota merupakan sebuah gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata masyarakatnya (Zahnd, 1999). Citra kota juga dapat diartikan sebagai kesan seseorang terhadap suatu lingkungan kota atau kota secara keseluruhan yang lebih dari sekedar kesan visual (Speiregen, 1965 dalam Indri, 2006). Menurut Syarif (1999), citra kota merupakan suatu kumpulan kepercayaan, gagasan, dan kesan bahwa manusia mempunyai suatu tempat (place), atau merupakan suatu gambaran bersama dari apa yang disarikan dari realitas fisik suatu kota. Dengan kata lain, citra kota merupakan


(19)

15 suatu gambaran atau penilaian bersama dari individu-individu yang memiliki pengalaman baik maupun buruk terhadap lingkungan suatu kota.

2.1.2 Elemen Pembentuk Citra Kota

Menurut Kevin Linch dalam buku Images of The City, suatu citra kota dapat terbentuk dari elemen-elemen pembentuk citra kota. Elemen pembentuk citra kota itu sendiri adalah Landmarks (Tetenger), Paths (Jalur), Districts (Kawasan), Nodes (Simpul), dan Edges (Batas atau tepian ). Berikut akan dipaparkan mengenai kelima elemen pembentuk citra kota tersebut :

1. Landmarks (Tetenger), yang merupakan titik referensi seperti elemen simpul tetapi tidak masuk kedalamnya karena bisa dilihat dari luar letaknya. Landmarks adalah elemen eksternal yang merupakan bentuk visual yang menonjol dari kota misalnya gunung, bukit, gedung tinggi, menara, tanah tinggi, tempat ibadah, pohon tinggi dan lain-lain. Beberapa landmarks letaknya dekat sedangkan yang lain jauh sampai diluar kota. Landmarks adalah elemen penting dari bentuk kota karena membantu orang untuk mengenali suatu daerah. Landmarks mempunyai identitas yang lebih baik jika bentuknya jelas dan unik dalam lingkungannya, dan ada rangkaian dari beberapa Landmarks (merasa nyaman dalam orientasi), serta ada perbedaan skala masing-masing. 2. Paths (Jalur), yang merupakan elemen paling penting dalam citra kota. Kevin

Lynch menemukan dalam risetnya bahwa jika identitas elemen ini tidak jelas, maka kebanyakan orang meragukan citra kotanya secara keseluruhan. Jalur merupakan alur pergerakan yang secara umum digunakan oleh manusia seperti jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran dan sebagainya. Jalur mempunyai identitas yang lebih baik jika memiliki tujuan yang besar (misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun) serta ada penampakan yan kuat (misalnya pohon) atau ada belokan yang jelas.

3. Districts (Kawasan), yang merupakan kawasan-kawasan kota dalam skala dua dimensi. Sebuah kawasan memiliki ciri khas mirip (bentuk, pola dan wujudnya) dan khas pula dalam batasnya, dimana orang merasa harus mengakhiri atau memulainya. Kawasan dalam kota dapat dilihat sebagai referensi interior maupun


(20)

16 eksterior. Kawasan menpunyai identitas yang lebih baik jika batasnya dibentuk dengan jelas berdiri sendiri atau dikaitkan dengan yang lain.

4. Nodes (Simpul), yang merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis dimana arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah arah atau aktivitasnya misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, dan jembatan. Kota secara keseluruhan dalam skala makro misalnya pasar, taman, square dan lain sebagainya. Simpul adalah suatu tempat dimana orang mempunyai perasaan masuk dan keluar dalam tempat yang sama. Nodes mempunyai identitas yang lebih baik jika tempatnya memiliki bentuk yang jelas (karena mudah diingat), serta tampilan berbeda dari lingkungannya ( fungsi,dan bentuk).

5. Edges (Batas atau tepian ), yang merupakan elemen linier yang tidak dipakai atau dilihat sebagai jalur. Batas berada diantara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai pemutus linier misalnya pantai, tembok, batasan antara lintasan kereta api, topografi dan lain-lain. Batas lebih bersifat sebagai referensi daripada misalnya elemen sumbu yang bersifat koordinasi (linkage). Batas merupakan penghalang walaupun kadang-kadang ada tempat untuk masuk. Batas merupakan pengakhiran dari sebuah kawasan atau batasan sebuah kawasan dengan yang lainnya. Demikian pula fungsi batasnya harus jelas membagi atau menyatukan.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Citra Kota

Pembentukan citra kota akan sangat bergantung pada rasa ( sense), pengalaman (experience), persepsi dan imajinasi pengamat atau masyarakat terhadap suatu tempat. Hal ini menunjukan adanya keterkaitan yang sangat erat antara manusia dengan tempat atau lingkungannya, dan pada akhirnya akan membentuk suatu citra tersebut. Oleh karena itu, citra dari suatu objek dapat berbeda secara signifikan antara pengamat yang satu

dengan lainnya, namun dalam studi ini akan difokuskan pada “citra publik”, yaitu

gambaran umum kota yang dibawa sebagian besar penduduk kota.

Selain itu, Kottler (1993) menyebutkan bahwa citra suatu tempat ditentukan oleh : 1. Persepsi personal terhadap suatu tempat dapat beragam antara orang yang satu dengan

lainnya.


(21)

17 3. Citra akan bergantung pada waktu, dan dapat berlaku sepanjang waktu.

Sujarto (1981) juga menjelaskan pada hakekatnya terdapat hubungan fungsional yang saling bergantungan antara pola dan strujtur masyrakat dengan pola danstruktur lingkungan fisik. Oleh karena itu, penampilan suatu kota dari segi fisik akan berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban ilmu, teknologi, serta pola social ekonomi masyarakatnya. Kinerja penampilan fisik kota merupakan cerminan citra kota yang pada hakekatnya menyangkut tiga aspek pertimbangan yang satu sama lainnya tidak terlepas dari satu keterkaitan, yaitu :

1. Aspek normatif kota, ditampilkan dengan adanya kondisi sosial budaya yang khas dalam masyarakatnya, yaitu dengan adat istiadat seperti pola-pola ruang tradisional.

2. Aspek fungsional kota, ditampilkan oleh kekhasan kegiatan masyarakatnya, atau kegiatan yang mendominasi kota tersebut.

3. Aspek fisik kota, ditampilkan dari kekhasan penampilan fisik kota melalui elemen-elemen citra kota yang ditampilkan, gaya arsitektur bangunan kota, penampilan kota, bahkan kondisi lainnya.

Menurut Lynch (1982), untuk mewujudkan citra kota itu sendiri harus mencakup 3 komponen yaitu :

1. Identitas (identity). Suatu objek harus dapat dibedakan dengan objek-objek yang lain, sehingga dikenal sebagai sesuatu yang berbeda.

2. Struktur (structure). Adanya hubungan spasial atau hubungan pola antara objek dengan pengamat (masyarakat) dan dengan objek-objek lainnya, sehingga tercipta suatu pola ruang tertentu.

3. Makna (meaning). Suatu objek harus mempunyai arti tertentu bagi pengamat (masyarakat), baik secara kegunaan maupun emosi yang ditimbulkannya.

Hal lain yang juga turut dapat mempengaruhi suatu citra kota selain objek-objek fisik yang tampak (perceptible objects), juga dipengaruhi oleh makna sosial (social meaning), fungsi (function), sejarah (history), bahkan turut berpengaruh (name) dari kota tersebut (Lynch,1982). Selain itu, aspek non arsitektural/aspek non fisik yang membentuk karakter suatu kota turut berpengaruh terhadap pembentukan citra kota.Oleh karena itu,


(22)

18 citra suatu kota bukan hanya dipengaruhi oleh elemen-elemen fisik saja, melainkan juga dipengaruhi oleh elemen-elemen bersifat non fisik.

Selain itu, adanya perbedaan-perbedaan yang nyata dan terasa dalam setiap kota juga akan memunculkan ciri khas kota tersebut (Rapoport,1997). Perbedaan-perbedaan tersebut meliputi :

1. Perbedaan fisik, menyangkut sifat kota berdasarkan penilaian visual, kinestetik, suara, bau-bauan, pergerakan udara atau perbedaan iklim, dan bentuk atau tekstur permukaan jalan.

2. Perbedaan social, menyangkut perbedaaan tentang karakteristik masyarakatnya, jenis aktivitas dan intensitasnya, intensitas norma dan budaya lokal terhadap pemanfaatan ruangnya, serta symbol dan hirarki atau tanda-tanda sebagai makna ciri dan status sosial.

3. Perbedaan yang bersifat temporal, menyangkut

Perbedaan yang dilihat berdasarkan waktu, yaitu jangka panjang ( berkaitan dengan perubahan sosial masyarakat, indikator sosial, dan perkembangan budaya), dan jangka pendek ( berkaitan dengan intensitas pemanfaatan waktu, tempo, dan irama kegitannya).

Dari beberapa uraian di atas, dapat dilihat bahwa suatu citra kota bukan saja dipengaruhi oleh aspek fisik saja, melainkan juga bergantung pada aspek non fisik atau kondisi sosial masyarakatnya juga kegiatan-kegiatan yang ada di dalam kota tersebut.

Selain itu, suatu citra kota yang efektif, menurut Kottler (1993), harus memenuhi beberapa kriteria berikut :

1. Harus valid, suatu citra kota harus sesuai atau tidak berbeda jauh dengan kenyataan atau keadaan kota yang sebenarnya.

2. Harus dapat dipercaya, suatu citra kota harus dapat dipercaya oleh masyarakatnya.

3. Harus sederhana, suatu kota yang memiliki citra kota yang sangat banyak akan menimbulkan suatu kebingungan bagi masyarakatnya.

4. Harus memiliki daya tarik, suatu citra kota akan dapat menarik seseorang untuk tinggal, berkunjung, berinvestasi, dan lain-lain.


(23)

19 5. Harus khusus, suatu citra kota akan berfungsi dengan baik jika memiliki

perbedaan dengan tema-tema lainnya yang bersifat umum.

2.1.4 Peran Citra Kota dalam Pengembangan Kota

Tata ruang berfungsi sebagai pembentuk keterhubungan, peñata waktu, piñata nilai kebudayaan masyarakat suatu lingkungan dan sebagainya sehingga dapat menunjukan cirri dan watak sebagai identitasnya (Soegijoko, 1991). Melalui tata ruang, identitas dan kedudukan sosial suatu lingkungan dapat terungkapkan. Dengan kata lain, citra kota memiliki pengaruh yang sangat penting dalam suatu perencanaan tata ruang.

Selain itu, dengan adanya suatu citra kota, seseorang bisa merasakan kenyamanan tinggal di sebuah kawasan kota, ia bisa memahami keberadaannya dengan identitas-identitas bangunan-bangunan yang ada di sekitarnya, ia merasa memiliki hubungan emosional dengan lingkungan yang secara struktur memiliki kaitan satu dengan lainnya, dan selanjutnya ia merasakan sesuatu yang menggugah dirinya mengenai fungsi kehadiran objek-objek fisik yang menandai kehidupan sebuah kota (Lynch, 1982 dalam Ridwan, 2005).

Citra mental suatu kota juga merupakan suatu hal yang sangat penting karena citra yang jelas akan memberikan banyak hal yang sangat penting bagi masyarakatnya, seperti kemampuan untuk berorientasi dengan mudah dan cepat disertai perasaan nyaman karena tidak merasa tersesat, identitas yang kuat terhadap suatu tempat, dan keselarasan hubungan dengan tempat-tempat yang lain (Zandh, 1999). Selain itu, menurut Kottler (1993), bahwa suatu citra kota merupakan potensi ekonomi sebuah kota untuk menatik minat baik wisatawan, investor maupun penduduk setempat dalam rangka meningkatkan ekonomi kota. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan peningkatan suatu karakter visual kota di dalam perencanaan kota, atau dengan kata lain diperlukan suatu perencanaan citra kota di dalam perencanaan kota.

2.2 Identitas Kota

Dalam Zahnd (1999:153), diungkapkan bahwa identitas sebuah tempat perlu diperhatikan dalam suatu analisis sebuah tempat. Apakah ciri khas tempat tersebut?


(24)

20 Apakah yang menyebabkan adanya suatu perasaan terhadap suatu tempat ? Dengan cara yang manakah ? Bahan-bahan apakah yang dipakai? Apa yang dilakukan di tempat itu ? Inilah beberapa pertanyaan yang penting pula terhadap gambaran sebagai suatu identitas tertentu di dalam konteksnya.

Lynch dalam Purwanto (2001:89) mengungkapkan bahwa identitas diperlukan bagi seseorang untuk membentuk kepekaannya terhadap suatu tempat, dan bentuk paling

sederhana dari “kepekaan ruang” (sense of place) adalah identitas. Sebuah kesadaran dari seseorang untuk merasakan sebuah tempat berbeda dari yang lain, yaitu sebuah tempat memiliki keunikan, kejelasan, dan karakteristik sendiri. Kepekaan ini tidak hanya tergantung kepada bentuk-bentuk spasial dan kualitasnya, tetapi juga pada budaya, temperamen, status, pengalaman, dan peranan pengamat, sedangkan dinamika kota terbentuk lewat interaksi antara orang dan ruang.

Lynch dalam Purwanto (2001:89) mengungkapkan identitas kota adalah citra mental yang terbentuk dari ritme biologis tempat dan ruang tertentu yang mencerminkan waktu (sense of time) yang ditumbuhkan dari dalam secara mengakar oleh aktivitas sosial ekonomi masyarakat itu sendiri. Identitas itu adalah sebuah proses dan bukan benda temuan yang dapat direkayasa. Apabila identitas itu hanya dipahami sebagai benda-benda parsial dan ikon-ikon yang terlepas dari konteks ruang tempat dia dilahirkan, maka yang dihasilkan hanyalah reproduksi mekanis dari pembentukan identitas di masa lalu.

Identitas merupakan pengenalan bentuk ruang dan kuantitas yang palingsederhana, pengertian tersebut disebut pula “A Sense of Place”. Pemahaman tentang nilai dari tempat, merupakan pemahaman tentang keunikan dari suatu tempat secara khusus, bila dibandingkan dengan tempat lain. Keunikan biasanya merupakan kualitas khusus yang selalu diamati dan dibicarakan oleh para pendatang. Identitas dapat juga berupa peristiwa-peristiwa, yang disebut “Sense of Occasion”, yakni tempat dan peristiwa akan saling menguatkan satu dengan yang lain dan menciptakan suatu keberadaan (Schulz, 1980 dalam Purwanto, 2001:89).

Unsur-unsur pembentuk lingkungan binaan yang perlu mendapat perhatian dalam usaha membangun identitas suatu kawasan adalah bentuk, massa, serta fungsi bangunan, dan ruang luar kawasan yang terbentuk. Dari unsur-unsur pembentuk kawasan tersebut, makna kawasan (image) manusia tentang suatu kawasan dapat terbentuk, kesan suatu


(25)

21 kawasan adalah hasil dari proses dua arah antara manusia dengan lingkungannya. Suatu kawasan menyediakan objek-objek tertentu dan manusia mengorganisasikannya di dalam otak dan memberikan pengertian khusus.

Keragaman budaya menuntut karya arsitektur harus dirancang semakin serius agar kawasan terhindar polusi visual yang kacau, untuk itu rancangan arsitektur yang konsekstual akan memberikan kemungkinan tampilan kawasan yang lebih harmonis secara visual, baik melalui rancang bangunan maupun rancang perkotaan. Kontinuitas visual kawasan dapat dijaga dengan memperhatikan elemen tampilan seperti bentuk dasar yang sama, namun tampak berbeda, pemakaian bahan, warna, tekstur, serta ornamentasi bangunan.

Analisis identitas kawasan ini adalah metode yang digunakan untuk melakukan kajian sesuai dengan salah satu identifikasi permasalahan yang telah dibahas pada bab terdahulu, yakni dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif, yakni menjelaskan kondisi-kondisi struktur identitas pada kawasan pada saat ini, untuk kemudian dilakukan penilaian sesuai dengan pendekatan teori yang digunakan.

2.3 Hubungan Citra Kota dengan Identitas Kota

Menurut Pocock (1978) dalam Purwanto (2001:88), citra merupakan hasil dari adaptasi kognitif terhadap kondisi yang potensial mengenai stimulus pada bagian kota yang telah dikenal dan dapat dipahami melalui suatu proses berupa reduksi dan simplifikasi.

Lynch dalam Purwanto (2001:88), berpendapat bahwa citra merupakan suatu senyawa dari atribut-atribut dan pengertian fisik, tetapi secara sengaja memilih untuk berkonsentrasi pada fungsi bentuk, dengan mengembangkan hipotesis bahwa pengetahuan manusia mengenai kota merupakan fungsi dari imageabilitasnya. Citra kota ditentukan oleh pola dan struktur lingkungan fisik yang dalam perkembangannya dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, budaya, kelembagaan, adat istiadat serta politik yang pada akhirnya akan berpengaruh pula dalam penampilan fisiknya.

Menurut Budihardjo (1991) dalam Purwanto (2001:89), terdapat enam tolok ukur yang sepantasnya digunakan dalam penggalian, pelestarian dan pengembangan citra kota, sebagai berikut:


(26)

22 1.Nilai kesejarahan; baik dalam arti sejarah perjuangan nasional (Gedung Proklamasi, Tugu Pahlawan) maupun sejarah perkembangan kota (Kota Lama di Semarang, Kawasan Malioboro di Yogyakarta);

2. Nilai arsitektur lokal/tradisional; (terdapat keraton, rumah pangeran); 3. Nilai arkeologis; (candi-candi, benteng);

4. Nilai religiositas; (masjid besar, tempat ibadah lain);

5.Nilai kekhasan dan keunikan setempat; baik dalam kegiatan sosial ekonomi maupun sosial budaya; dan

6. Nilai keselarasan antara lingkungan buatan dengan potensi alam yang dimiliki.

Kualitas fisik yang diberikan oleh suatu kota dapat menimbulkan suatu image yang cukup kuat dari seorang pengamat. Kualitas ini disebut dengan imageability (imagibilitas) atau kemampuan mendatangkan kesan. Imageability mempunyai hubungan yang sangat erat dengan legibility (legibilitas), atau kemudahan untuk dapat dipahami/dikenali dan dapat diorganisir menjadi satu pola yang koheren. Citra terhadap suatu kota berkaitan erat dengan tiga komponen, sebagai berikut (Sudrajat,1984 dalam Purwanto, 2001:89):

1. Identitas dari beberapa objek/elemen dalam suatu kota yang berkarakter dan khas sebagai jati diri yang dapat membedakan dengan kota lainnya;

2. Pola hubungan spasial (struktur), yaitu mencakup pola hubungan antara objek/elemen dengan objek/elemen lain dalam ruang kota yang dapat dipahami dan dikenali oleh pengamat. Struktur berkaitan dengan fungsi kota tempat objek/elemen tersebut berada;

3. Makna merupakan pemahaman arti oleh pengamat terhadap dua komponen (identitas dan struktur kota) melalui dimensi: simbolik fungsional, emosional, historik, budaya, dan politik.

Kota akan lebih tepat bila dipandang sebagai suatu loka (loci, place, tempat). Kota dapat dikatakan menyediakan ruang (space) untuk kegiatan, untuk orientasi, disamping mempunyai karakter (character) sebagai jiwa tempat, untuk identifikasi (Schulz, 1980 dalam Purwanto, 2001:89). Karakter yang spesifik dapat membentuk suatu identitas,


(27)

23 yang merupakan suatu pengenalan bentuk dan kualitas ruang sebuah daerah perkotaan, yang secara umum disebut a sense of place.

Gambar 2.1

Hubungan antara citra, identitas dan karakter kota

Sumber: Purwanto (2001:89)

2.4 Kota Militer

Dalam kaitan dengan penelitian mengenai Identifikasi Citra Kota Cimahi Sebagai Kawasan Militer Berdasarkan Persepsi Masyarakat maka penting untuk memahami konsep dari kota militer berikut ini.

2.4.1 Pengertian Kota Militer

Dari beberapa tinjauan umum dikemukakan mengenai pengertian kota militer pada dasarnya dibentuk oleh beberapa kriteria sebagai berikut :

1. Memiliki kawasan khusus sebagai pusat aktifitas dan kegiatan yang berorientasi kemiliteran.

2. Memiliki sarana utama dan sarana pendukung sebagai penunjang kegiatan militer, dan

3. Memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

Berdasarkan kriteria tersebut, suatu kota dikatakan sebagai kota militer apabila kota tersebut memiliki kawasan khusus yang memiliki sarana utama dan sarana

CITRA KOTA

KARAKTER KOTA

IDENTITAS KOTA Perwujudan Jiwa/Watak

Memberikan Pemahaman Akan


(28)

24 pendukung sebagai pusat aktifitas dan kegiatan yang berorientasi kemiliteran, serta tidak meninggalkan makna nilai sejarah yang terkandung di dalamnya.

2.4.2 Tinjauan Studi Kota Militer

Untuk menambah referensi mengenai Kota Militer , berikut adalah beberapa contoh Kota Militer yang terdapat di beberapa negara.

1. Kota Aldershot, Inggris

Aldershot adalah sebuah kota di Inggris, terletak di Heathland sekitar 60 km barat daya London.. Kota ini memiliki populasi 33.840 jiwa yang membuatnya menjadi kota terbesar ke 30 di Inggris. Aldershot dikenal sebagai Kota Militer karena markas besar militer Inggris terpusat di kawasan ini. Hingga saat ini Kota Aldershot dikenal sebagai “ Rumah Tentara Inggris”. Di Kota Aldershot banyak terdapat camp-camp dan barak pusat pelatihan pendidikan militer. Selain itu beberapa landmark lokal yang menjadi pusat perhatian adalah Museum Aldershot dan Pemakaman Militer Aldershot.

Gambar 2.2 Gambar 2.3

Museum Aldershot Pemakaman Militer Aldershot

2. Kota Arkhangelsk, Rusia

Arkhangelsk merupakan pusat industri di barat Rusia.Kota Arkhangelsk juga dikenal sebagai Kota Militer, hal ini dikarenakan banyaknya sisa-sisa bangunan bersejarah pada saat meletusnya perang dunia ke II. Setelah perang dunia berakhir, pemerintah Rusia menjadikan sisa-sisa bangunan menjadi pusat kegiatan militer dan juga sebagai penyimpan alat pertahanan seperti pesawat tempur, tank, meriam dan amunisi


(29)

25 persenjataan. Dan yang menarik di kawasan militer ini dibangun pula beberapa monumen perjuangan peninggalan Perang dunia ke II.

Gambar 2.4 Gambar 2.5 Monumen The Military Glory Russian Tank

3. Penjara Militer Alcatraz, Amerika Serikat

Pulau Alcatraz adalah sebuah pulau yang terletak di tengah Teluk San Francisco di California, Amerika Serikat. Alcatraz dahulu merupakan benteng pertahanan militer dan kemudian dijadikan penjara keamanan-ketat. Alcatraz pertama-tama dibangun sebagai instalasi militer pada 1850 dan kemudian diubah menjadi penjara militer, hingga 1933. Kini Alcatraz dijadikan sebuah situs sejarah yang dikelola oleh Dinas Pertamanan Nasional AS sebagai Tempat Rekreasi Nasional Golden Gate dan yang dibuka untuk wisatawan. Pulau ini terdaftar sebagai Tempat Bersejarah Nasional.

Gambar 2.6 Pulau Alcatraz


(30)

26

2.5 Aspek yang Dipertimbangkan dalam Penilaian Citra Kota

Dari uraian-urian sebelumnya, dapat dilihat bahwa dalam proses penilaian citra kota terdapat beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan, yaitu :

1. Elemen Pembentuk Citra Kota

Proses penilaian citra kota tidak dapat terlepas oleh elemen-elemen pembentuk citra kota yaitu Landmarks (Tetenger), Paths (Jalur), Districts (Kawasan), Nodes (Simpul), dan Edges (Batas atau tepian ). Kelima elemen tersebut merupakan elemen-elemen fisik dalam sebuah kota. Akan tetapi, suatu citra kota bukan saja hanya dipengaruhi oleh aspek fisik semata, melainkan juga dipengaruhi oleh aspek non fisik seperti kondisi sosial masyarakat maupun aktivitas yang ada di dalam tempat atau kota tersebut.

2. Persepsi masyarakat terhadap lingkungan

Citra kota merupakan gambaran mental umum dari sebuah kota sesuai dengan pandangan masyarakatnya. Selain itu, suatu citra kota juga akan dapat mempengaruhi perasaan masyarakat yang ada di tempat atau kota tersebut, seperti menimbulkan rasa nyaman, mudah berorientasi, dan lain-lain. Dengan kata lain suatu citra kota akan sangat ditentukan oleh persepsi masyarakatnya. Oleh karena itu, dalam menilai suatu citra kota perlu mengetahui persepai masyarakat terhadap citra kota tersebut.

2.6 Persepsi

2.6.1 Pengertian persepsi

Persepsi adalah salah satu faktor psikologi yang sangat erat hubungannya dengan keberhasilan manusia dalam berinteraksi dengan masyarakat. (Davidoff dalam Anggraini, 2008:19) memandang persepsi sebagai satu proses yang antara satu dengan yang lain sifatnya berbeda dari apa yang diperkirakan orang, sehingga apa yang dipersepsikan oleh orang bisa jadi secara substansial berbeda dengan kenyataan objek tersebut, karena individu-individu melihat objek yang semu tapi memandangnya berbeda (Anggrasari 2006:11 dalam Anggraini 2008:19). Persepsi juga dapat diartikan sebagai suatu proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penerimaan.


(31)

27

2.6.2 Faktor-faktor penentu persepsi

Persepsi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu persepsi individual artinya persepsi yang melibatkan seseorang secara pribadi dan persepsi kelompok adalah persepsi yang melibatkan masyarakat secara keseluruhan. Dalil pertama dari persepsi menyatakan bahwa persepsi bersifat selektif secara fungsional. Artinya objek yang ditentukan adalah objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Stefanus menyatakan bahwa persepsi dan respon dibagi dalam faktor eksternal dan faktor internal yang dapat dibagi sebagai berikut (Stefanus, 1989 dalam Anggraini 2008:19):

1. Faktor eksternal

a. Intensitas, adalah faktor yang menggambarkan seberapa sering suatu inovasi (lewat informasi dan pesan) disampaikan. Jika suatu informasi semakin sering disampaikan dan diperhatikan serta mendapatkan banyak tanggapan maka dapat dikatakan bahwa faktor tersebut adalah merupakan salah satu faktor yang memperlancar suatu kegiatan/inovasi yang dilakukan.

b. Frekuensi, merupakan sesuatu pesan yang lebih sering didengar, dilihat, diperhatikan akan lebih dikenal daripada yang jarang muncul dan dilihat/didengar serta diperhatikan masyarakat.

c. Ukuran atau size cenderung menarik perhatian, besaran suatu kegiatan/inovasi akan mempengaruhi perhatian masyarakat.

d. Pengulangan (repetation) adalah suatu informasi/pesan yang disampaikan secara berulang akan lebih diperhatikan dan dikenal, sehingga mudah dikenal dibandingkan hanya sekali terjadi. Seperti diketahui bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian arti yang dipergunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya. Keterbatasan indera manusia, agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik oleh sasaran, maka harus dilakukan pengenalan secara berulang-ulang agar tersimpan dalam memori ingatan sasaran yang dituju.


(32)

28

2. Faktor internal

a. Kebutuhan dan motif, secara teoritis manusia mempunya kecenderungan tertarik pada hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhannya, demikian juga dengan motif yang dapat menjadi kekuatan pendorong yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku.

b. Pengalaman masa lampau, masyarakat cenderung membandingkan kegiatan/inovasi yang dilakukan sekarang dengan yang pernah dilakukan pada masa lampau.

c. Sikap dan kepercayaan, sikap dan kepercayaan umumnya mempengaruhi seleksi persepsi seseorang. Artinya hal-hal yang memperkuat sikap individual dan kepercayaan akan menarik perhatian. Sikap adalah suatu bagian dari kelanjutan proses seleksi persepsi, jika informasi dan pesan yang disampaikan dapat diterima dan diyakini akan mendatangkan manfaat bagi seseorang maka orang tersebut akan melanjutkan apa yang diterimanya.

d. Harapan, harapan juga mempengaruhi proses seleksi persepsi seseorang. Bila masyarakat mengharapkan sesuatu dan tiba-tiba harapannya mendekati kenyataan maka akan lebih menarik bagi orang tersebut bila dibandingkan dengan sesuatu yang tidak ada harapan.


(33)

29

BAB III

KARAKTERISTIK DAN IDENTITAS PEMBENTUK CITRA KOTA CIMAHI

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai gambaran umum wilayah studi mengenai kondisi geografis, penduduk , gambaran perkembangan Kota Cimahi, struktur guna lahan dan kegiatan serta komponen pembentuk citra Kota Cimahi.

3.1 Kondisi Geografis

Secara geografis wilayah Kota Cimahi berada antara 107º 30’ 30” BT - 107º 34’

30” BT dan 6º 50” 00” - 6º 56” 00” Lintang Selatan dengan luas wilayah 40,25 km2 dengan batas-batas sebagai berikut :

-Batas utara : Kecamatan Parongpong, Kecamatan Cisarua, dan Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung.

- Batas timur : Kecamatan Sukasari, Kecamatan Sukajadi, Kecamatan Cicendo, dan Kecamatan Andir Kota Bandung.

- Batas selatan : Kecamatan Bandung Kulon Kota Bandung dan Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung.

- Batas barat : Kecamatan Padalarang dan Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung.

3.1.1 Penduduk

Jumlah penduduk terbesar Kota Cimahi berada di Kecamatan Cimahi Selatan dengan jumlah 195.167 jiwa. Hal ini disebabkan karena Kecamatan Cimahi Selatan merupakan kawasan industri yang secara tak langsung menyerap tenaga kerja dibandingkan Cimahi Tengah dan Cimahi Utara yang pada umumnya lebih dominant sebagai kawasan permukiman.


(34)

30

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Kota Cimahi

No. Kecamatan Jumlah Penduduk

1. Cimahi Utara 147.471 Jiwa

2. Cimahi Tengah 163.127 Jiwa

3. Cimahi Selatan 230.541 Jiwa

TOTAL 541.139 Jiwa

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Cimahi, 2010

Kecamatan dengan jumlah penduduk tertinggi yaitu Cimahi Selatan 230.541 jiwa sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk terendah yaitu Cimahi Utara 147.471 jiwa

3.2 Gambaran Perkembangan Kota Cimahi

Pada gambaran Kota Cimahi ini akan dijelaskan mengenai sejarah perkembangan yang terjadi di Kota Cimahi mulai dari pembentukan Kota Cimahi sampai pada masa sekarang.

3.2.1 Sejarah Perkembangan Kota Cimahi

Kota Cimahi merupakan sebuah Kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini terletak di sebelah barat Kota Bandung. Cimahi mulai dikenal pada tahun 1811, ketika Gubernur Jendral Herman Willem Daendels membuat jalan Anyer-Panarukan, dengan dibuatnya pos penjagaan di alun-alun Cimahi sekarang. Tahun 1847-1983, dilaksanakan pembuatan jalan kereta api Bandung-Cianjur sekaligus pembuatan stasiun kereta cimahi. Tahun 1886 dibangun pusat pendidikan militer beserta fasilitas lainnya seperti Rumah Sakit Dustira dan rumah tahanan militer. Pada tahun 1935, Cimahi ditetapkan sebagai kecamatan. Setelah kemerdekaan Indonesia, Cimahi menjadi bagian dari Kabupaten Bandung Utara. Pada tahun 1962, dibentuk kawedanan Cimahi yang meliputi Kecamatan Cimahi, Padalarang, Batujajar, dan Cipatat. Berdasarkan PP Nomor 29 Tahun 1975, Cimahi ditingkatkan statusnya menjadi kota administratif pada tanggal 29 Januari 1976, dan menjadi kota administratif pertama di Jawa Barat. Mulai tanggal 21 Juni 2001 status


(35)

31 Cimahi menjadi Kota Otonom, yang terdiri atas tiga kecamatan, dengan 15 kelurahan.

3.3Struktur Guna Lahan dan Kegiatan

Struktur guna lahan suatu kota mencerminkan suatu kegiatan yang ada di kota tersebut. Kegiatan yang ada di dalam suatu kota merupakan salah satu faktor pembentuk karakteristik kota. Citra suatu kota juga dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh kota tersebut. Selain itu, elemen-elemen fisik kota yang di dalamnya tidak terdapat suatu kegiatan tertentu tidak akan terlalu mempengaruhi pembentukan citra kota. Sehingga kegiatan suatu kota dapat dikatakan turut mempengaruhi elemen fisik untuk membentuk suatu citra kota.

Oleh karena itu, sebagai bahan pertimbangan dalam menilai citra Kota Cimahi sebagai kawasan militer, perlu memahami karakteristik Kota Cimahi dengan memahami struktur guna lahan serta kegiatan yang terdapat di Kota Cimahi.

3.3.1 Struktur Guna Lahan

Penggunaan lahan di Kota Cimahi saat ini sangat beragam, yaitu permukiman, jasa, perdagangan, pemerintahan, pendidikan, industri dan pergudangan, pertahanan dan keamanan. Struktur guna lahan di Kota Cimahi saat ini secara umum merupakan pemanfaatan ruang mix used, yaitu campuran guna lahan permukiman, industri, militer, dan perdagangan. Berikut merupakan persentase penggunaan lahan di Kota Cimahi. Penggunaan lahan terbesar di Kota Cimahi untuk kawasan terbangun adalah guna lahan permukiman, yaitu sebesar 60,89 % dari luas total. Guna lahan permukiman ini secara umum tersebar di seluruh wilayah Kota Cimahi. Penggunaan lahan kedua terbesar di Kota Cimahi adalah guna lahan kawasan militer yaitu sebesar 7,57% dari luas total. Penggunaan lahan selanjutnya adalah guna lahan perdagangan dan jasa yaitu sebesar 2,20% dari luas total, yang berada di koridor jalan-jalan utama Kota Cimahi. Selanjutnya adalah guna lahan industri dan pergudangan sebesar 1,32 % dari luas total, yang berada pada sepanjang jalan utama kecamatan Cimahi Selatan.

Jika dilihat dari struktur guna lahan yang ada, hal tersebut mengindikasikan bahwa kegiatan permukiman dan perdagangan merupakan kegiatan yang banyak terdapat di Kota Cimahi. Kegiatan perdagangan dan jasa merupakan kegiatan yang banyak terdapat


(36)

32 di Kota Cimahi setelah industri, dan biasanya tumbuh di kawasan yang berfungsi awal sebagai permukiman, sehingga menyebabkan struktur yang tidak jelas dan menyebabkan masalah-masalah lalu lintas karena pertumbuhan guna lahan perdagangan yang tidak terarah dan tidak didukung oleh infrastruktur yang sesuai.

Selain itu, guna lahan yang dinilai cukup banyak di Kota Cimahi adalah guna lahan hankam (pertahanan dan keamanan) atau kawasan militer. Hal tersebut dapat dilihat dari keberadaan instansi dan fasilitas militer yang tersebar di Kota Cimahi. Keberadaan fasilitas militer tersebut dapat dikatakan sebagai salah satu daya tarik Kota Cimahi sebagai Kota Militer, sehingga mudah dikenal masyarakat luas.

3.3.2 Kegiatan

Terkait dengan identitas kota Cimahi sebagai kawasan militer, kawasan industri, kawasan perdagangan dan jasa serta penggunaan lahan yang ada di Kota Cimahi, maka tentunya hal tersebut turut mempengaruhi kegiatan yang ada di Kota Cimahi.

Militer

Identitas Kota Cimahi sebagai kawasan militer diperoleh karena di Kota Cimahi banyak terdapat pusat pendidikan militer yang berjumlah sekitar 24 bangunan, yang juga merupakan bangunan cagar budaya yang dilestarikan di Kota Cimahi.

Dengan banyaknya pusat pendidikan militer dan fasilitas kemiliteran lainnya maka sekitar 60 % wilayah Kota Cimahi digunakan oleh militer. Mungkin karena itulah,

Kota Cimahi juga mendapatkan julukan “Kota Hijau”, sesuai dengan warna seragam yang digunakan militer khususnya dari angkatan darat (TNI-AD).

Bangunan-bangunan yang merupakan Jaringan instansi militer di wilayah Cimahi, antara lain adalah Pusat Kesenjataan Artileri (PUSSENART) yang merupakan Markas Pusat Kesenjataan Artileri terletak di Jalan Baros, tepatnya berhadapan dengan Taman Kartini, Cimahi. Pusat Pendidikan Artileri Medan (PUSDIKARMED), merupakan badan pelaksana dari Pus Armed (sekarang Pusat Kesenjataan Artileri) yang sekarang secara organik dan administratif berada di bawah Pusen Armed dan merupakan pelaksana utama dalam penyelenggaraan pendidikan kecabangan Armed. Pusdik Armed terletak di Jalan Baros, Cimahi, di depan komplek Perumahan TNI-AD Baros dan Kompleks Sam


(37)

33 Ratulangi di samping kanan. Dibagian, Pusdik berbatasan dengan Kompleks Kebon Rumput Cimahi. Pusat Pendidikan Perhubungan (PUSDIKHUB) terletak di Jalan Jendral Gatot Subroto, Cimahi, berdekatan dengan Kantor Pos Cimahi. Pusat Pendidikan Peralatan (PUSDIKPAL), berdiri pada tanggal 25 Desember 1955, lembaga pendidikan di lingkungan Dinas Peralatan Angkatan Darat yang berpangkalan di Cililitan dan Cimahi, disatukan mejadi Pusat Pendidikan Peralatan Tentara di Cimahi.

Menyongsong reorganisasi ABRI/TNI-AD pada tahun 1985, kebutuhan organisasi ABRI TNI-AD yang relatif kecil, modern, dan efektif sebagai kekuatan Sishankamrata, serta tantangan kemajuan teknologi, semakin dirasakan oleh segenap pimpinan ABRI/TNI-AD. Oleh sebab itu, panglima ABRI memutuskan untuk segera mengadakan reorganisasi ABRI beserta seluruh jajarannya, salah satunya yaitu likuidasi Int dan Pusdik Ang, Jawatan Intendans AD san Jawatan Angkutan Darat Militer, menjadi Pusat Pendidikan Pembekalan dan Angkutan (PUSDIK BEKANG). Pusat Pendidikan Polisi Militer (Pusdik Pom) didirikan pada tanggal 11 Oktober 1950 di Cimahi dengan nama PPM. Pusdik Pom sendiri telah mengalami tiga kali perubahan nama, yaitu pertama, PPM (Pusat Pendidikan Polisi Militer) yang digunkan dari tahun 1950 sampai dengan tahun 1960, kedua, Rinpom (Resimen Induk Polisi Militer), dari tahun 1962 sampai dengan tahun 1963, dan ketiga, PusdikPom (Pusat Pendidikan Polisi Militer) sejak 1964 hingga sekarang.

Dalam upaya untuk membentuk prajurit TNI-AD yang professional sesuai dengan jati diri prajurit sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, dan tentara nasional, maka peran seorang guru militer (Gumil) dan pelatih militer sangat diperlukan, maka pada tanggal 18 Maret 1989, mendirikan Pusat Pendidikan Guru Militer dan Pelatih Militer serta Pengetahuan Militer Umum, disingkat PUSDIK GUMIL & TIH & PANGMILUM Kodiklat TNI-AD yang beralamat di Jalan Gatot Subrot No. 1 Cimahi. Untuk menerapkan dan memelihara disiplin tentara serta meminimalisasi pelanggaran disiplin dan tata tertib militer dibentuklah Polisi Militer (PM).

Seiring dengan berkembangnnya Cimahi sebagai kota militer, maka kebutuhan akan Perumahan Dinas TNI-AD di beberapa tempat di Kota Cimahi (di daerah Sriwijaya, Kalidam, Gedung Empat, Leuwi Muncang, Poncol Selatan, Pasir Kumeli, Stasiun KA, Belakang RTM Poncol, Kebon Rumput, Ratulangi, Baros Komplek, Gatot Subroto, dan


(38)

34 Simpang), antara lain Kompleks Baros (kompleks yang tertua), yang sudah ada sejak zaman Belanda, dengan arsitektur yang khas bangunan Belanda. Selain itu, keistimewaan dari Kompleks Baros ini adalah airnya sangat jernih, tidak seperti di kompleks-kompleks lain di Cimahi. Berikutnya, Perumahan Dinas TNI-AD Sriwijaya yang terletak di tempat yang dulunya merupakan Lapangan Pacuan Kuda pada masa pemerintahan Belanda. Di samping itu, terdapat perumahan yang dibangun khusus diperuntukkan untuk Perwira Artileri Medan. Perumahan lainnya yang relatif baru di Cimahi adalah Perumahan Kebon Rumput, Cimahi, yang dulunya merupakan tempat menanam rumput untuk makanan kuda tentara KNIL Belanda dari Korps Kavaleri Berkuda Belanda. Golongan binara dan tamtama menempati kompleks atau mess yang tipenya lebih kecil, seperti Mess/perumahan Ba/Ta Armed yang ada di Warung Contong. Perumahan Ba/Ta Kavaleri di kompleks basis yang letaknya tepat di belakang Rumah Sakit Dustira. Di samping itu, terdapat Kompleks Perumahan Brigif 15 Kujang II/Siliwangi yang letaknya di gerbang sebelum memasuki Mako Brigif 15. Tidak jauh dari tempat itu, juga terdapat Kompleks Perumahan Bekangdam III/Siliwangi. Terdapat pula kompleks perumahan dinas tentara yang berdampingan dengan Baros Kompleks, yaitu Kompleks Perumahan TNI-AD Sam Ratulangi, yang lokasinya berada di samping Markas Pusdik Armed Cimahi.

Selain itu juga dibangun tempat-tempat bersejarab yang mendukung kegiatan militer lainnya di Cimahi seperti Pusat Pendidikan Jasmani Militer (PUSDIKJAS), Bengmatri, Rumah Tahanan Militer Poncol, RS. DUSTIRA, Kolam Renang Tirtha Yudha. Lalu dibuat juga Stadion Sangkuriang Cimahi yang dibangun atas prakarsa Bupati Bandung, Kolonel R.H. Lily Sumantri, yang pelaksanaannya diserahkan kepada Kolonel Azis, Komandan Pusdik Jasmani (Dan Pusdikjas) Cimahi bekerjasama dengan sturada Kabupaten Bandung (Radio Cilember) yang berfungsi sebagai alat publikasi untuk meraup respons masyarakat agar turut berpartisipasi membangun Stadion Sangkuriang. Ketika masih menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Bandung, Stadion Sangkuriang sering digunakan sebagai sarana olah raga sepakbola dari Persatuan Sepakbola Kabupaten Bandung (Persikab). Sekarang, Stadion Sangkuriang digunakan sebagai sarana olah raga masyarakat Cimahi.

Dalam upaya untuk meningkatkan ketaqwaan prajurit/tentara kepada Allah SWT., maka pada bulan Januari tahun 1975 sampai dengan 30 April 1976 dibangun MASJID


(39)

35 ABRI dengan luas 250 m2 yang mampu menampung sekitar 400 jemaah. Walaupun dinamakan Mesjid ABRI, mesjid ini terbuka bagi seluruh masyarakat, tidak terbata pada kalangan militer semata. Adapun diberinya nama ABRI pada mesjid ini sebenarnya hanyalah sekedar penamaan saja, sebagaimana nama-nama pada umumnya melekat pada bangunan mesjid. Mesjid-mesjid yang berada di lingkungan TNI di Cimahi juga digunakan oleh masyarakat sekitarnya sehingga hubungan TNI dengan masyarakat semakin dekat. Setelah itu, pada saat Danpusdik Armed memiliki rencana untuk mendirikan tempat ibadah, Kapten Art. I. ketut Koyer memanfaatnkan kesempatan ini dengan terlebih dahulu mengkoordinasikan dengan umat Hindu yang berada di Pusdik Armed. Hasil koordinasi tersebut segera disampaikan kepada Parishada Hindu Jabar, para sesepuh, dan tokoh agama Hindu yang ada di Bandung-Cimahi. Danpus Armed yang juga bertindak sebagai Koordinator Harian Kobangdiklat TNI-AD, setelah mendapat laporan tentang gagasan untuk mendirikan Pura Agung Wira Natha Loka Cimahi di pusdik Armed, memandang perlu bahwa Pura yang akan didirikan tidak saja untuk umat Hindu yang ada di Pusdik Armed, tetapi dapat juga dimanfaatkan oleh umat Hindu yang berada di pusdik-pusdik lain, termasuk masyarakat Hindu yang berada di Bandung dan sekitarnya.

Kini Kota Cimahi telah berkembang menjadi Kota dengan mobilitas penduduk yang tinggi serta memiliki peluang-peluang yang terbuka untuk mengembangkan berbagai jenis usaha yang merupakan salah satu daya tarik untuk datang ke Kota Cimahi.

Industri

Cimahi merupakan Kota industri. Kegiatan industri di Cimahi didominasi oleh tekstil, sandang, dan kulit. Hasil-hasil industri tekstil seperti benang, kain tenun, dan pakaian jadi selain memasuki pasar domestik juga memenuhi pasar di Amerika Serikat dan negara-negara Asia, Eropa, dan afrika. Zona industri di Cimahi merata di tiga Kecamatan berbaur dengan lokasi perumahan, Ketiadaan pengelolaan alokasi penggunaan lahan memperlihatkan kesemrawutan dan ketidakteraturan. Pabrik industri terbanyak terdapat di Kecamatan Cimahi Selatan. Kontribusi terbesar dalam pembangunan kota Cimahi pada tahun 2010 didominasi oleh sektor industri pengolahan. Sektor ini telah menyumbangkan PDRB sebesar 61,92 persen atau setara dengan Rp 3,3


(40)

36 trilyun lebih. Konsentrasi lokasi industri pengolahan terdapat di Kecamatan Cimahi Selatan dengan jumlah 105 industri. Industri-industri tersebut berukuran sedang dan besar. Kecamatan Cimahi tengah hanya menampung 33 unit industri. Sedangkan Kecamatan Cimahi Utara menampung 18 unit industri. Total jumlah industri besar yang ada di Cimahi mencapai 75 sedangkan industri yang berukuran sedang mencapai 81 unit. Kota Cimahi sendiri memiliki 156 unit usaha yang berukuran sedang dan besar. Industri berukuran sedang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 20 sampai dengan 99 pekerja. Sedangkan industri besar daya serapnya mencapai 100 pekerja bahkan lebih.

Perdagangan dan Jasa

Terkait dengan guna lahan perdagangan dan jasa yang cukup besar di Kota Cimahi, maka hal tersebut mengindikasikan adanya kegiatan perdagangan dan jasa yang cukup besar pila. Pada umumnya, kegiatan perdagangan dan jasa ini meliputi perdagangan formal (pasar, objek wisata, pertokoan, dan lain-lain), jasa keuangan (bank, asuransi, dan lain-lain), maupun jasa pariwisata (agen dan biro perjalanan serta penginapan /hotel). Kota Cimahi sendiri memiliki 156 unit usaha yang berukuran sedang dan besar. Industri berukuran sedang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 20 sampai dengan 99 pekerja. Sedangkan industri besar daya serapnya mencapai 100 pekerja bahkan lebih Sektor lainnya yang juga menjadi aktivitas ekonomi andalan di Cimahi adalah sektor perdagangan hotel dan restoran. Sektor ini mampu memberikan kontribusi pada kegiatan ekonomi Kota Cimahi sebesar 18,85 persen. Sedangkan untuk jasa-jasa lainnya termasuk jasa pemerintah di dalamnya mampu memberikan kontribusi pada perekonomian sebesar 5.82 persen.

Kegiatan perdagangan dan jasa di Kota Cimahi ini umumnya tersebar di seluruh wilayah Kota Cimahi dimana perkembangannya berada di jalan-jalan utama.

3.4 Komponen Pembentuk Citra Kota Cimahi

Citra kota selain dipengaruhi oleh elemen-elemen fisik, juga dipengaruhi oleh elemen non fisik seperti makna sosial yang terkandung pada tempat tersebut, fungsi yang terdapat pada suatu tempat, sejarah yang dimiliki, bahkan nama dari kota tersebut (Lynch, 1982). Kota Cimahi sendiri tidak dapt terlepas dari predikat-predikat yang


(41)

37 dimilikinya serta kegiatan-kegiatan yang terdapt di dalamnya, juga sangat terkait pada nilai-nilai sejarah yang dimiliki. Hal-hal tersebut diatas, tentunya juga berpengaruh terhadap pembentukan citra Kota Cimahi antara lain :

1. Elemen-elemen Fisik Kota

Elemen fisik kota seperti paths (jalur), edges (tepian), district (kawasan), nodes (simpul), dan landmarks (tetenger) jelas sangat berpengaruh terhadap pembentukan citra kota. Elemen-elemen fisik kota yang memiliki ciri khas pada penampilan fisiknya akan mudah diingat oleh masyarakat/pengamat, dan tentunya juga akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap elemen fisik tersebut dan juga mempengaruhi persepsi terhadap citra kota.

2. Potensi (Fungsi suatu tempat)

Berdasarkan fungsi kota secara umum, Kota Cimahi memiliki fungsi dan potensi yang berbeda di masing-masing kecamatan yaitu, Kecamatan Cimahi Utara jenis kegiatannya diarahkan untuk kegiatan pertanian, pendidikan dan Perdagangan dan Jasa. Kecamatan Cimahi Tengah, jenis kegiatannya diarahkan untuk perdagangan dan jasa, pemerintahan HANKAM, hunian serta pendidikan. Sedangkan Kecamatan Cimahi Selatan, jenis kegiatannya diarahkan untuk Industri, perumahan, pendidikan dan pelayanan umum (RDTR Kota Cimahi 2005).

3. Makna Sosial (Kegiatan atau Aktivitas)

Suatu elemen fisik kota juga akan terkait dengan kegiatan/aktivitas yang ada di dalamnya. Suatu elemen fisik tanpa kegiatan/aktivitas yang terjadi di dalamnya tidak akan terlalu berpengaruh terhadap pembentukan citra kota. Misalnya sebuah landmark, tidak akan terlalu menarik perhatian apabila di sekitar landmark tersebut tidak terdapat suatu kegiatan tertentu, kecuali jika landmark tersebut memiliki ciri khas yang sangat kuat seperti suatu monumen yang tinggi, bangunan yang memiliki arsitektur yang unik dan lain-lain. Kegiatan yang ada di Kota Cimahi turut mempengaruhi terbentuknya elemen-elemen fisik kota. Beberapa elemen fisik kota yang cukup terkenal karena adanya kegiatan khusus di dalamnya adalah kawasan militer Kota Cimahi, dimana setiap akhir


(42)

38 pekan sangat menarik perhatian masyarakat baik penduduk maupun pengunjung karena adanya kegiatan pelatihan militer dan pesiar yang dilakukan tentara. Kegiatan yang terdapat di kawasan militer tersebut akan memperkuat keberadaan elemen tersebut sehingga akan memperkuat elemen tersebut menjadi suatu pembentuk citra kota.

4. Sejarah

Kota Cimahi tidak dapat terlepas dari pengaruh latar belakang sejarah yang dimilikinya. Banyaknya bangunan-bangunan atau tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah memberikan suatu kesan tersendiri bagi masyarakat. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa menurut sejarah, munculnya bangunan-bangunan di Kota Cimahi memberikan suatu ciri khas tersendiri bagi Kota Cimahi. Hal tersebut pila menjadi salah satu potensi dan daya tarik yang dimiliki Kota Cimahi. Dan sampai saat ini, beberapa bangunan dengan latar belakang sejarah masih menjadi ciri khas Kota Cimahi.

Beberapa elemen-elemen fisik kota yang cukup terkenal karena nilai sejarah yang dimilikinya adalah Rumah Sakit Dustira, dimana selain gaya arsitekturnya yang klasik, dustira pun memiliki nilai sejarah yang cukup besar. Hal tersebut menunjukan bahwa nilai-nilai sejarah turut mempengaruhi terbentuknya elemen fisik kota menjadi suatu pembentuk citra kota.

3.5 Sarana Utama dan Sarana Pendukung Militer

Sarana utama militer adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai fasilitas dalam mencapai maksud dan tujuan kegiatan militer yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan fisik, baik dalam fisik, mental serta emosional.

Sedangkan yang dimaksud dengan sarana pendukung militer adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses kegiatan militer yang memanfaatkan fisik untuk menghasilkan perubahan.

Di Kota Cimahi banyak terdapat sarana atau fasilitas kemiliteran yang diprakarsai oleh pihak militer, namun keberadaannya dapat pula dirasakan dan dinikmati oleh masyarakat luas.

Sarana Utama militer di Kota Cimahi bisa berbentuk sebagai pusat pendidikan militer, karena sebagian besar aktivitas dan kegiatan militer terpusat di bangunan


(43)

39 tersebut. Sedangkan sarana pendukung militer terdiri dari sarana olahraga, sarana peribadatan, dan sarana pendidikan yang tersebar luas di wilayah Kota Cimahi.

Berikut saya jelaskan tabel tipologi sarana utama dan sarana pendukung militer yang ada di Kota Cimahi.

Tabel 3.2

Tipologi Sarana Utama dan Sarana Pendukung Militer di Kota Cimahi

Sarana Utama Sarana Pendukung

- Pusat pendidikan artileri medan (PusdikArmed)

- Pusat pendidikan artileri pertahanan udara (Pusdik Arhanud)

- Pusat pendidikan guru militer (Pusdik Gumil)

- Pusat pendidikan infanteri (Pusdikif) - Pusat pendidikan perhubungan (PusdikHub) - Pusat pendidikan pembekalan dan angkutan

(Pusdik Bekang)

- Pusat pendidikan jasmani (PusdikJas) - Pusat pendidikan peralatan (PusdikPal)

- Pusat pendidikan polisi militer (PusdikPom) - Dinas Jasmani Angkatan Darat (DisjasAD)

- Asrama atau Mess Militer yang tersedia di setiap Pusat Pendidikan Militer

- Perumahan Dinas TNI-AD

di beberapa tempat di Kota Cimahi di daerah Sriwijaya, Kalidam, Gedung Empat, Leuwi Muncang, Poncol Selatan, Pasir Kumeli, Stasiun KA, Belakang RTM Poncol, Kebon

Rumput,Ratulangi, Baros Komplek, Gatot

Subroto, Dan Simpang).

- Masjid ABRI - Gereja St.Ignatius

- Pura Agung Wira Natha Loka - Rumah Sakit Dustira

- Lapangan Brigif - Lapangan Rajawali - Stadion Sangkuriang

- Rumah Tahanan Militer Poncol - Kolam Renang Tirtha Yudha - TK. Kartika Siliwangi - SD. Kartika Siliwangi - SMP Wiyata Bhakti - STM PusdikPal

- STIKES Jend. Ahmad Yani

- Univeristas Jenderal Ahmad Yani (UNJANI) - SPBT (SPBU Khusus Militer)


(44)

40 Dari tabel tersebut bisa dijelaskan bahwa ada beberapa fasilitas dan sarana pendukung yang kegunaannya dikhususkan bagi anggota militer seperti :

- Asrama atau Mess Militer - Perumahan Dinas TNI-AD - Rumah Tahanan Militer Poncol - SPBT (SPBU Khusus Militer)

Sedangkan fasilitas dan sarana pendukung yang didirikan serta diprakarsai oleh pihak militer, namun kegunaannya dapat dirasakan pula oleh masyarakat umum yaitu : - Masjid ABRI

- Gereja St.Ignatius

- Pura Agung Wira Natha Loka - Rumah Sakit Dustira

- Lapangan Brigif - Lapangan Rajawali - Stadion Sangkuriang

- Kolam Renang Tirtha Yudha - TK. Kartika Siliwangi - SD. Kartika Siliwangi - SMP Wiyata Bhakti - STM PusdikPal

- STIKES Jend. Ahmad Yani


(1)

103 5.2Rekomendasi

1. Citra Kota Militer berdasarkan persepsi masyarakat merupakan citra yang sangat dipengaruhi oleh faktor kegiatan. Oleh karena itu, Pemerintah dan pihak Militer perlu melakukan koordinasi agar dapat mewujudkan kegiatan militer seperti perayaan (event)

kemiliteran rutin serta mendirikan fasilitas militer yang dapat juga dinikmati oleh masyarakat Kota Cimahi seperti Museum Militer, Taman Militer, dan Perpustakaan Militersebagai penguat citra kota Cimahi sebagai kawasan militer.

2. Elemen-elemen bersejarah merupakan elemen yang berpengaruh kuat dalam membentuk citra Kota Cimahi sebagai Kota Militer, oleh karena itu Pemerintah Kota Cimahi diharapkan dapat tetap melestarikan elemen-elemen bersejarah karena merupakan potensi yang cukup besar dalam membentuk citra Kota Cimahi.

3. Perlu dilakukan perumusan strategi yang dapat mempromosikan citra Kota Cimahi sebagai Kota Militer, seperti yang dijelaskan oleh Kottler (1998) bahwa terdapat alat yang dapat memasarkan citra sebuah kota, yaitu :

1). Melalui slogan, tema, dan posisi 2). Simbol-simbol visual, dan 3). Kegiatan-kegiatan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Buku Literatur

Kamus Webstern,

Lynch, Kevin. 1982. The Image of The City. London : Massachusets Institute of Technology. Kottler, Philip. 1993. Marketing Places : Attractive Investment, Industry, and Tourism to Cities,

States, and Nations, The Free Press. Cambridge.

Rapoport, Amos. 1977. Human Aspects of Urban Form. Pergamon Press : New York. Zahnd, Markus. 1999. Perancangan Kota Secara Terpadu. Yogyakarta : Kanisius.

Katam, Sukarsono, dan Lulus Abadi. 2005. Album Bandung Tempo Doeloe. Jakarta : Navress Indonesia.

Matanasi, Petrik. 2011 . Sejarah Tentara. Yogyakarta : Narasi

Sugiarto, Dkk.2003. Teknik Sampling. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sukidin, dan Mundir. 2005. Metode Penelitian. Surabaya : Insan Cendikia.

Tugas Akhir dan Penelitian

Lestari Arum, Destiany. Identifikasi Citra “Kota Baru” Citraraya Berdasarkan Persepsi Masyarakat (Studi Kasus: CitraRaya Tangerang). Tugas Akhir Perencanaan Wilayah dan Kota, pada Program Sarjana Universitas Komputer Indonesia .2009.

Ariani, Dwitiya. Identifikasi Citra Kota Bandung Berdasarkan Persepsi Masyarakat. Tugas Akhir Perencanaan Wilayah dan Kota, pada Program Sarjana Institut Teknologi Bandung.2006.

Indri P, Cesilia. Kajian Citra Kota Yogyakarta. Tugas Akhir Perencanaan Wilayah dan Kota, pada Program Sarjana Institut Teknologi Bandung.2006.

Prayitno, Gunawan. Pengembangan Konsep Citra Pusat Kota Cimahi. Tesis Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, pada Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung. 2004.

Dukumen Pemerintah dan Peraturan

Cimahi Dalam Angka Tahun 2010

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cimahi Tahun 2003 Rencana Detail Tata Ruang Kota Cimahi Tahun 2005


(3)

Website

9 Juni 2011.Russian Military. www.calgarysun.com/.../medvedev-promises-better-arms-for-russian- military

9 Juni 2011. Aldershot City and Military Region. www.bbc.co.uk

10 Juni 2011. Aldershot Museum & Cemetary http://www3.hants.gov.uk/museum/aldershot-museum/aldershot-collections

12 Juli 2011. Perayaan Hari Kemerdekaan 2011 - Hari Kemerdekaan - Military.com

www.military.com/independence-day/independence-day-celebrations.html 12 Juli 2011.Arkhangelsk - kota Glory Militer: Suara Rusia

english.ruvr.ru/radio_broadcast/36563396/36569755.html

21 Juli 2011. Moskow Kremlin - The Cannon Tsar www.kreml.ru/en/kremlin/tsar_gun/

21 Juli 2011. Militer Koneksi - Acara Khusus Militer www.militaryconnection.com/buzz-events.asp


(4)

CURRICULUM VITAE

INFORMASI PRIBADI

Nama Lengkap Rahadiyan Eka Putera

Tanggal Lahir 25 Maret 1989

Kewarganegaraan Indonesia

Jenis Kelamin Pria

Agama Islam

Status Belum menikah

Alamat Jl. Margaluyu No. 143/92B RT.04 RW.02 Kec. Cimahi

Tengah Kota Cimahi 40525

E-mail King_rodeo@yahoo.com

Hobi Travelling, Membaca Buku, Olahraga

PENDIDIKAN

2006-2011 Program Sarjana Program Studi Perencanaan

Wilayah dan Kota UNIKOM

2003-2006 SMAN 2 Cimahi

2000-2003 SLTP Negeri 1 Cimahi

KEMAMPUAN

Bahasa

English: Speaking (fair); Reading (excellent); Writing (fair).

Indonesia (native) Komputer


(5)

Office MS Office

Software Adobe Photoshop, Corel Draw, AutoCAD, SPSS

PENGALAMAN KERJA

Juli 2011 – Sekarang Asisten Proyek dan Derwati tahun 2011“Penyusunan RDTRK SWK Kordon ”, untuk Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Pemerintah Kota Bandung

Juli 2010 – September 2010 Praktik Kerja di Dinas Pekerjaan Umum Kota Cimahi pada Program Rehabilitasi Pemeliharaan Jalan Kota Cimahi 2010

PENELITIAN

2011 TugaKawasan s Akhir “Identifikasi Citra Kota Cimahi Sebagai Militer Berdasarkan Persepsi

Masyarakat”,UNIKOM

2010

Program Kreativitas Mahasiswa dengan judul “Kereta Gantung sebagai Moda Transportasi Alternatif untuk mengatasi kemacetan Kota Cimahi dan Kota Bandung”, UNIKOM

2010 Tim peneliti mengenai Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap “Identifikasi dampak Konsep

Kawasan Bandung Raya”, UNIKOM

2009 Tim peneliti mengenai (RDTR) Kecamatan Karangtengah Kota Cianjur”, “ Rencana Detail Tata Ruang UNIKOM

2008 Tim peneliti mengenai “Identifikasi Pariwisata di Kota

Bandung”, UNIKOM

PENGALAMAN ORGANISASI

2009 – 2011 Koordinator Sie. Seni Hima PWK UNIKOM

2008 – 2009 Anggota Sie. Seni Hima PWK UNIKOM

2007 – 2008 Anggota Sie. Seni Hima PWK UNIKOM

TRAINING/SEMINAR/WORKSHOP

2011 Seminar “Cybercity” UNIKOM, Bandung

2010

Seminar “Pembangunan Infrastruktur Perkotaan Berbasis Pembiayaan Konvensional (Studi Kasus: Potensi Sukuk sebagai Sumber Pembiayaan)”, UNIKOM, Bandung

2010

Seminar “Eksplorasi Isu-Isu Perencanaan

Pembangunan Terkait Aspek Ekonomi dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (Studi Kasus: Bandung Metropolitan Area dan Jawa Barat)”, UNIKOM, Bandung

2009 Workshop on Spatial Management Manual, Jakarta,


(6)

Dengan ini saya menyatakan bahwa resume ini benar adanya

Agustus 2011,