Identifikasi Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Slum Area Terhadap Kawasan Heritage Kota Bandung (Studi Kasus : Kelurahan Braga)

(1)

IDENTIFIKASI PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PENGARUH

SLUM AREA TERHADAP KAWASAN HERITAGE KOTA BANDUNG

(STUDI KASUS: KELURAHAN BRAGA)

TUGAS AKHIR

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

Oleh :

NATALIUS LAMPANG 1.06.10.001

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 2014


(2)

(3)

(4)

RIWAYAT HIDUP (CURRICULUM VITAE)

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Natalius Lampang Nama Panggilan : Ivhan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, Tanggal Lahir : Ambon, 24 Desember 1992 Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Kristen Katholik

Alamat Kosan : Jl. Haur Pancuh II No. 47a RT 01 RW 04 Kelurahan Lebak Gede Kecamatan Coblong Kota Bandung 40132

Alamat Rumah : Jl. Mawar No.141 Perum-Pemda Ohoijang Watdek Kabupaten Maluku Tenggara 97611

Nomor Handphone : 081222011300

E-mail : ievhan076@gmail.com

PENDIDIKAN

1998–2004 : SDNK Mathias II Langgur 2004–2007 : SMP Budhi Mulia Langgur


(5)

2007-2010 : SMAN 1 Kei-Kecil

2010-2014 : Program Sarjana (S-1) di Perencanaan Wilayah dan Kota Unikom, Bandung.

PENGALAMAN ORGANISASI SMP : Osis (Anggota) dan Pramuka SMA : Osis (Anggota)

Perguruan Tinggi : HIMA PWK (Anggota) dan KMK (Anggota) PENELITIAN YANG PERNAH DILAKUKAN

 Studio Proses : Identifikasi Permasalahan DAS Cikapundung (Kelurahan Babakan Ciamis – Kelurahan Batu Nunggal) Berdasarkan Land Use dan Sistem Kegiatan yang Berdampak pada Kepentingan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Hidup.

 Studio Kota : Kajian Kebutuhan Perkembangan Perkotaan (Studi Kasus : Kecamatan Garut Kota)

 Studio Wilayah : Identifikasi Peran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT) dan Sistem Logistik dalam Pengembangan Wilayah Bandung Metropolitan Area (BMA) yang Berbasis Industri Kreatif.

 Tenaga Survey Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Bekasi Tahun 2013

 Identifikasi Presepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Slum Area Terhadap Kawasan Heritage Kota Bandung (Studi Kasus Kelurahan Braga)

SEMINAR YANG PERNAH DIIKUTI  Rossy Goes To Campus Tahun 2011

 Peserta pada Kuliah Umum Geologi Tahun 2011

 Peserta pada Kuliah Umum Strategi Politik Luar Negeri Indonesia Tahun 2011

 Asean Community 2015 “Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia” Tahun 2012


(6)

 Peserta pada Kuliah Umum Geospasial Pembangunan Nasional dan Informasi Spasial (Implementasi Untuk Perencanaan Wilayah dan Kota) Tahun 2013

 Peserta pada Pelatihan Membuat Pc Router Menggunakan Clear Os Tahun 2013

 Bandung Livable City Seminar & talkshow “Bandung City Forum” Tahun 2014

KEMAMPUAN

 Microsoft Office ( Ms.office, excel, & Powerpoint)  SPSS

 Autocad  Arcgis

 Expert Choice  Corel Draw  Photoshop


(7)

iv DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 3

1.3Tujuan dan Sasaran ... 4

1.4Lingkup Penelitian ... 4

1.4.1 Lingkup Wilayah ... 4

1.4.2 Lingkup Materi... 6

1.5Kerangka Pemikiran ... 7

1.6Metode Penelitian ... 8

1.6.1 Metode Pengumpulan Data ... 8

1.6.2 Variabel Penelitian ... 10

1.6.3 Metode Pengambilan Sampel ... 11

1.7Teknik Analisis Data ... 13

1.8Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1 Permukiman Kumuh ... 15

2.2 Faktor- Faktor Penyebab Tumbuhnya Permukiman Kumuh ... 16

2.3 Karakteristik dan Kriteria Permukiman Kumuh ... 18

2.4 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kondisi Permukiman Kumuh ... 19

2.5 Cagar Budaya ... 23

2.6 Kriteria Pelestarian Cagar Budaya ... 25

2.7 Kebijakan dalam Mengatasi Permukiman Kumuh ... 27

2.8 Kebijakan Pelestrarian Kawasan Cagar Budaya ... 28

BAB III GAMBARAN UMUM ... 31


(8)

v

3.2 Kependudukan ... 34

3.2.1 Jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala keluarga ... 34

3.2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 36

3.2.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 37

3.2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelahiran, Kematian, Pindah dan Kedatangan ... 39

3.3. Sejarah Kawasan Heritage Braga ... 42

3.4 Kondisi Eksisting Wilayah Studi ... 45

3.4.1 Kondisi Lingkungan Permukiman Kelurahan Braga ... 45

3.4.2 Kondisi Lingkungan Kawasan Heritage Braga ... 46

3.4.3 Kondisi Ekonomi dan Sosial Kawasan Heritage Braga ... 52

3.5 Fasilitas Umum dan Sosial ... 53

BAB IV IDENTIFIKASI PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PENGARUH SLUM AREA TERHADAP KAWASAN HERITAGE KOTA BANDUNG (STUDI KASUS : KELURAHAN BRAGA) ... 60

4.1 Kondisi Kekumuhan di Permukiman Wilayah Studi ... 60

4.1.1 Kondisi Masyarakat Permukiman Wilayah Studi ... 60

4.1.2 Kondisi Perekonomian Masyarakat Permukiman Wilayah Studi ... 66

4.1.3 Kondisi Sarana dan Prasarana Dasar Permukiman Wilayah Studi ... 69

4.1.4 Hubungan Kondisi Kekumuhan Permukiman di (RW 04, 06, 08) Kelurahan Braga dengan Kawasan Heritage Braga ... 79

4.2 Identifikasi Pola Interaksi Masyarakat Slum Area dengan Kegiatan di Kawasan Heritage Braga ... 83

4.2.1 Pola Interaksi Masyarakat Slum Area terhadap Kegiatan Sosial Ekonomi di Kawasan Heritage Braga ... 83

4.2.2 Pola Interaksi Masyarakat Slum Area terhadap Kegiatan Lingkungan di Kawasan Heritage Braga ... 86

4.3 Analisis Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Slum Area Terhadap Kawasan Heritage Braga ... 88


(9)

vi 4.3.1 Persepsi Pengelola Usaha Tentang Pengaruh Slum Area Terhadap

Kawasan Heritage Braga ... 92

4.3.2 Persepsi Pengunjung Tentang Pengaruh Slum Area Terhadap Kawasan Heritage Braga ... 86

4.3.3 Persepsi Penduduk Tentang Pengaruh Slum Area Terhadap Kawasan Heritage Braga ... 95

BAB V KESIMPULAN ... 99

5.1 Kesimpulan ... 100

5.2 Rekomendasi ... 101

5.3 Kelemahan Studi ... 101 DAFTAR PUSTAKA


(10)

Referensi

Budiharjo, Eko. 1993. Kota Berwawasan Lingkungan. Bandung : P.T Alumni. Budiharjo, Eko. 2011. Penataan Ruang Pembangunan Perkotaan. Bandung : P.T

Alumni.

Budiharjo, Eko. 1997. Preservation And Conversation Of Cultural Heritage In Indonesia. Yogyakarta : Gama Press.

Emzir, 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta : Raja Wali Pers.

Jayadinata, Johara T. 1999. Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan & Wilayah. Bandung: ITB.

Kunto, Haryoto. 1984. Wajah Bandoeng Tempoe Doeloe. Bandung : PT. Granesia Pontoh, Nia K. 2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan.Bandung : ITB.

Rindarjono, Mohammad Gamal. 2013. Slum Kajian Permukiman Kumuh Dalam Perspektif Spasial. Yogyakarta : Media Perkasa.

Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta

Undang – Undang / Peraturan

Badan Pusat Statistik 2011. Kota Bandung Dalam Angka 2011. Bandung.

Pedoman Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh Daerah Penyangga Kota Metropolitan Departemen Pekerjaan Umum

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Pengelolahan Kawasan dan Bangunan.

Undang- undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung Tahun 2011 – 2031.


(11)

Drianda, Riela Provi (2004), Persepsi dan Preferensi Stakeholders Kawasan Braga : Masukan Bagi Revitalisasi Kawasan. Departemen Teknik Planologi. Institut Teknologi Bandung

Mekarsari, Julia K (2011), Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Eksistensi Koridor Heritage Braga Kota Bandung. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Universitas Diponegoro.

Melati (2012). Presepsi Masyarakat Tentang Peningkatan Ruang Terbuka Hijau Di Kelurahan Tamansari. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Universitas Komputer Indonesia.

Rahardian, Rizki (2012). Identifikasi Pengaruh Industri Maritim terhadap Pola Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Tanjung Riau. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Universitas Komputer Indonesia.

Siddik, Zulkifli (2006). Kajian Mengenai Permukiman Kumuh Berdasarkan Aspek Fisik dan Aspek Sosial Ekonomi (studi kasus RW 04 Kelurahan Braga). Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Universitas Komputer Indonesia.

Situs


(12)

i Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang karena atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Tugas Akhir ini dengan judul “Identifikasi Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Slum Area Terhadap Kawasan Heritage Kota Bandung (Studi Kasus Kelurahan Braga)”. Tugas akhir ini adalah sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Komputer Indonesia. Diharapkan dengan dilakukannya penyusunan Tugas Akhir ini dapat menjadikan manfaat dan masukan bagi banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas bantuan, motivasi, bimbingan serta pemberian materi yang membantu selama penulis menempuh pendidikan Strata-1 dan juga dalam penyusunan Tugas Akhir ini, yaitu kepada :

1. Kedua Orang Tua yang sangat berjasa dalam hidup penulis yaitu Andreas Edy Lampang dan Paskalina Rumlus, terima kasih atas segalanya sehingga penulis bisa pada titik ini.

2. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeyanto Soegoto, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

3. Bapak Prof. Dr. H. Denny Kurniadie, Ir., M.Sc, selaku Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Komputer Indonesia.

4. Ibu Rifiati Safariah S.T., M.T., selaku Dosen Wali dan Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Komputer Indonesia. 5. Bapak Tatang Suheri S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing yang telah

membimbing, membantu, memberi masukan & motivasi kepada penulis selama pengerjaan tugas akhir ini.

6. Ibu Dr. Ir. Lia Warlina, selaku Dosen Penguji penulis pada sidang ujian akhir, yang memberikan banyak masukan serta perbaikan pada tugas akhir ini.


(13)

ii 7. Ibu Ir. Romeiza Syafriharti, M.T., selaku dosen di Perencanaan Wilayah dan

Kota yang banyak memberikan ilmu dan nasihat kepada penulis.

8. Seluruh staf dosen di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Komputer Indonesia.

9. Pak koko dan Staf Bandung Heritage Society, terima kasih atas bantuan dan masukkan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

10.Teh Vitri, selaku Sekretaris Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, yang telah membantu segala keperluan selama menempuh pendidikan Strata 1 serta dalam pengerjaan tugas akhir ini.

11.Pak Muis, selaku Asisten Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota yang telah banyak membantu dalam proses pendidikan.

12.Edno Cs (Ce vytha, Ce venny dan memey melda) yang telah memberikan dukungan serta doa, sehingga Penulis kuat dan tetap bertahan sampai sekarang ini.

13.Sahabat penulis “Riover & friends” yang saya tidak sebutkan satu persatu terima kasih atas persahabatan dan kebersamaan yang indah dan menyenangkan selama ini, semoga persahabatan kita tidak akan pernah putus.

14.Teman-teman “Planology 2010” yang saya tidak sebutkan juga satu persatu terima kasih atas kebersamaan dan kekompakan kita yang luar bisa. Semoga pertemanan kita bakal terus berlanjut.

15.Selfa Septiani Aulia, sebagai teman sekaligus guru yang banyak membantu dan teman seperjuangan yang telah menghabiskan banyak waktu baik suka, duka dan berbagai pengalaman dan pelajaran berharga selama menempuh pendidikan strata-1.

16.Barnes Chrisma Nuniary, sebagai teman sekaligus yang menjadi sodara di tanah perantauan, terima kasih untuk dukungan, doa, pengalaman, dan mau menjadi kakak yang baik selama di Bandung.

17.Saudara seperjuangan penulis di Bandung (K’nissa, Dhyva, K’eny, Abang


(14)

iii 18.Ade sepupu Calvin Russel Mahaly, Vina, debby, selly, denny, theo &

gokil genk terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

19.Keluarga penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas doa, dukungan dan bantuan yang selama menempuh pendidikan penulis dapatkan dari kalian.

20.Semua alumni maupun adik kelas Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota terimakasih atas kebersamaannya selama masa kuliah.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini, dan penulis memohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapat tulisan yang kurang berkenan dan kekurangan dalam tulisan ini karena penulis pun masih dalam proses pembelajaran.

Bandung, 14 Agustus 2014


(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan penduduk 14.676 jiwa/km2 (Badan Pusat Statistik Kota Bandung 2014). Berdasarkan data sensus jumlah penduduk, Kota Bandung di kategorikan sebagai Kota Metropolitan.

Berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bandung tahun 2012, pertumbuhan ekonomi Kota Bandung dari tahun 2012 mengalami kenaikan. Pada tahun 2011 kenaikannya 19,65% sedangkan pada tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 21,00% (Badan Pusat Statistik Kota Bandung 2012). Kota Bandung memiliki aktivitas yang beragam, sehingga banyak para penduduk dari luar Kota Bandung datang untuk dan mencari pekerjaan di Kota Bandung.

Jumlah Penduduk Kota Bandung yang memiliki presentase penduduk 5% bila dilihat dari total jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat (BPS Jawa Barat 2012). Hal ini menyebabkan timbulnya masalah permukiman, dan masalah– masalah mengenai permukiman lebih banyak terjadi di daerah perkotaan daripada di daerah pedesaan. Di Kota Bandung masalah permukimannya di antaranya adalah tempat tinggal dan lingkungan. Faktor – faktor ini yang seharusnya merupakan salah satu syarat hidup sehat dan layak di daerah perkotaan namun menjadi masalah untuk Kota Bandung. Bukan hanya di Kota Bandung tapi permasalahan permukiman daerah perkotaan yang terjadi terdapat juga terdapat di kota–kota besar yang menjadi pusat perhatian bagi para migran sehingga mengakibatkan tingginya jumlah penduduk di daerah perkotaan ini.

Kelurahan Braga merupakan salah satu bagian dari wilayah yang terdapat di Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung. Kelurahan Braga berada di Central Business District Kota Bandung sehingga banyak para migran yang datang


(16)

bekerja di Kota Bandung tinggal di kelurahan ini. Para migran memilih tinggal di kelurahan ini dikarenakan letak Kelurahan Braga berdekatan dengan pusat kota. Kelurahan Braga ini ada mempunyai kawasan Heritage yang selalu di datangi para turis lokal maupun internasional atau mancanegara, keadaan inilah sehingga laju pertumbuhan penduduk di Kelurahan ini menjadi sangat pesat. Kelurahan Braga yang memiliki aktivitas ekonomi yang cukup tingg sehingga para migran memilih tinggal di Kelurahan ini, karena itu kebutuhan akan permukiman semakin meningkat sehingga mengakibatkan adanya permukiman–permukiman liar yang tidak layak huni atau permukiman kumuh di Kelurahan Braga. Selain itu, kondisi bangunan perumahan maupun kualitas lingkungan pada kawasan permukiman tersebut tergolong buruk.

Pedati Weg atau yang sekarang dijuluki Jalan Braga dengan penataan letak bangunan yang bergaya arsitektur kolonial (art deco) adalah Jalur dengan lebar ± 10 meter yang menjadi penghubung pengiriman hasil bumi antara gudang kopi dan Jalan Raya Pos pada awal mulanya perkembangan Kawasan Braga ini. Kawasan Braga merupakan kawasan perekonomian pertama di Kota Bandung, sehingga Jalan Braga menjadi kawasan Heritage Kota Bandung yang telah tercatat di Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009 Kota Bandung dan kawasan Braga dilindungi oleh Pemerintah Kota Bandung dalam Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2004 yang dijadikan sebagai kawasan cagar budaya Kota Bandung.

Namun, kenyataan perkembangan Kawasan Braga mengalami penurunan popularitas karena adanya banyak faktor-faktor yang mempengaruhi, salah satunya permukiman kumuh yang letaknya berdekatan dengan kawasan Heritage Braga, selain itu kurang adanya perhatian dari pemerintah maupun masyarakat dalam menjaga dan pemeliharaan Bangunan di Kawasan Heritage Braga dan penyebab lainnya adalah munculnya kawasan perdagangan dan jasa yang baru seperti di daerah Kepatihan, pasar baru dan pasirkaliki yang berdekatan dengan kawasan Heritage Braga sehingga ikut mempengaruhi Kawasan Heritage Braga. Dari kondisi ini maka perlu dilakukan penelitian untuk dapat mengetahui sebab akibat dari permasalahan yang terjadi khususnya, kawasan permukiman kumuh


(17)

3

yang berada di Kelurahan Braga yang berdampak pada popularitas Kawasan Heritage Braga.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang mendasari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

Menurut data BPS tahun 2014 jumlah penduduk Kota Bandung dari tahun ke tahun semakin melonjak drastis sehingga menyebabkan kurangnya lahan di Kota Bandung yang dapat dijadikan permukiman layak huni. Lahan perkotaan di Kota Bandung yang semakin hari semakin padat dengan bangunan–bangunan mengakibatkan banyak masyarakat berekonomi lemah atau para urbanisasi yang tinggal di Kota Bandung menyalahfungsikan sebagian lahan sisa sebagai tempat tinggal yang tidak layak huni seperti yang terjadi di bantaran–bantaran sungai Kota Bandung. Bantaran sungai seharusnya dijadikan sebagai kawasan steril/lindung guna mendukung kelancaran aliran sungai, sekarang di salahgunakan sebagai tempat tinggal mengakibatkan terjadi permukiman liar dan kumuh salah satunya di Kelurahan Braga. Masyarakat juga kurang memperdulikan aturan-aturan yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan akan pentingnya memilik tempat tinggal yang aman, nyaman, sehat dan nilai estetika dari tempat tinggal di kawasan Permukiman, khususnya di Kelurahan Braga. Permukiman padat penduduk yang berada di Kelurahan Braga selayaknya memberi jawaban atas permasalahan kebutuhan perumahan di Kota Bandung, lokasi permukiman braga memiliki lokasi yang unik karena berada di pusat kota dan bertentangga dengan Jalan Heritage Braga. Banyak dampak yang dirasakan Kawasan Heritage Braga akibat berdekatan dengan Kawasan permukiman padat ini, maka dari itu persepsi masyarakat diperlukan dalam suatu perencanaan, agar dapat mengetahui apa saja pengaruh Slum Area terhadap kawasan Heritage Braga?


(18)

1.3Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi presepsi masyarakat tentang pengaruh slum area terhadap perkembangan Kawasan heritage Kota Bandung dengan wilayah studi Kelurahan Braga khususnya di RW 04, 06, 08. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka sasarannya adalah:

 Mengidentifikasi kondisi kekumuhan permukiman di wilayah studi

 Mengidentifikasi pola interaksi masyarakat slum area dengan kegiatan di kawasan Heritage Braga

 Mengidentifikasi persepsi masyarakat tentang pengaruh Slum Area terhadap Kawasan Heritage Braga.

1.4Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian merupakan batasan kajian dalam penelitian, ruang lingkup dari penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu :

1.4.1 Lingkup Wilayah

Lokasi Penelitian berada di Kelurahan Braga Kecamatan Sumur Bandung yang ada Kota Bandung, berdasarkan kondisi geografis Kelurahan Braga berada pada ketinggian 650 meter di atas permukaan laut dengan luas Kelurahan Braga 55 Ha dan berdasarkan data penduduk yang diperoleh dari Kelurahan Braga tahun 2014 jumlah penduduk wilayah studi adalah 5669 jiwa. Kelurahan Braga termasuk wilayah pengembangan BWK Cibeunying dengan sistem Pelayanan sebagai sistem pelayanan pusat Kota Bandung.


(19)

5 Gambar I-1


(20)

1.4.2 Lingkup Materi

Penelitian ini ditekankan pada pengaruh keberadaan slum area yang berdekatan dengan kawasan cagar budaya. lingkup materi pada studi ini adalah sebagai berikut:

Aspek Lingkungan

Kajian kondisi fisik bangunan dan lingkungan yang berada di permukiman kumuh untuk melihat faktor fisik yang mempengaruhi kawasan Heritage. Aspek Sosial Ekonomi

Kajian kondisi sosial ekonomi penduduk yang tinggal di permukiman kumuh untuk melihat faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi Kawasan Heritage Braga.

Aspek Urban Heritage

Kajian Kondisi Heritage yang ada di Kelurahan Braga untuk melihat seberapa pengaruhnya permukiman kumuh yang ada di kelurahan dalam mempengaruhi Kawasan Heritage Braga.

1.5Kerangka Pemikiran

Untuk mengetahui proses dan memudahkan dalam memahami alur dalam penelitian, maka dibuatlah kerangka pemikiran dari penelitian ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini


(21)

7

Gambar I-2 Kerangka Pemikiran Perkembangan Perkotaan Bandung

Teridentifikasi Persepsi Masyarakat tentang Slum Area yang mempengaruhi kawasan Heritage Braga

Perkembangan Perekonomian Kota Bandung

Perkembangan Kawasan Heritage Perkembangan Penduduk Bandung

Kebutuhan tempat tinggal meningkat, namun lahan terbatas sehingga terjadi Slum Area

Kelurahan Braga, memiliki :  Slum area,

 Kawasan Heritage

Variabel Slum Area mempengaruhi kawasan Heritage Braga, meliputi :

 Variabel sarana dan prasarana  Variabel estetika

 Variabel gangguan lingkungan Variabel Kriminalitas

Presepsi Masyarakat


(22)

1.6Metodologi Penelitian

Metode penelitian di dalam studi ini terdiri dari metode pengumpulan data, variable penelitan, metode pengambilan sampel, dan teknik analisis data. Metode penelitian merupakan alat untuk mencapai tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Berikut ini adalah pemaparan masing-masing metode yang digunakan dalam penelitian.

1.6.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data menunjukan cara–cara yang dapat ditempuh untuk memeperoleh data yang dibutuhkan. Pada penelitian ini dalam proses pengumpulan data, dilakukan dengan dua jenis survei yaitu survei primer dan survei sekunder.

A.Survei Primer

Survei primer dilakukan dengan cara observasi dan wawancara langsung ke wilayah studi dengan pihak – pihak terkait dengan penelitian. Dalam penelitian ini teknik survei dengan cara menyebarkan kuisioner dilakukan untuk memperkuat hasil dari observasi dan wawancara yang akan dilakukan kepada penduduk, pengunjung dan pengelola usaha yang berada di wilayah studi agar memperoleh informasi mengenai permasalahan atau fakta yang ada di wilayah studi dan untuk mendapatkan temuan-temuan baru yang diketahui oleh responden


(23)

9

Tabel I-1

Matriks Kebutuhan Data Primer

Tujuan Sasaran

Data Primer

Wawancara Kuisioner Observasi

Identifikasi Kondisi kekumuhan Permukiman di wilayah studi

Mengidentifikasi Kondisi kekumuhan Permukiman di wilayah studi

√ √

Identifikasi pola interaksi masyarakat slum area dengan kegiatan di Kawasan Heritage Braga

Mengidentifikasi pola interaksi masyarakat slum area dengan kegiatan di Kawasan Heritage Braga

√ √ √

Identifikasi persepsi masyarakat tentang pengaruh slum area terhadap kawasan Heritage Braga

Mengidentifikasi presepsi masyarakat tentang pengaruh slum area terhadap kawasan Heritage Braga

√ √

B.Survei Sekunder

Survei sekunder merupakan survei yang dilakukan dengan cara studi literatur untuk mendapatkan data-data atau mengkaji teori-teori yang terkait dengan penelitian ini. Survei sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data-data atau dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian ini dari instansi terkait. Dalam penelitian ini survei sekunder dilakukan dengan mengumpulkan berbagai peraturan, pedoman dan literatur yang berkaitan dengan Slum Area di daerah kawasan Heritage di kawasan perkotaan.


(24)

1.6.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan Segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari sehingga diperoleh informasi hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (sugiyono,2010). Dengan adanya variabel penelitian maka peneliti akan mencoba menganalisis atau mempelajari suatu kasus sehingga peneliti dapat memperoleh informasi mengenai kasus tersebut dan dapat menarik kesimpulan. Berikut ini adalah tabel variabel-variabel yang akan diteliti :

Tujuan Sasaran

Data Sekunder

Tahun

Sekunder Data

Identifikasi Kondisi kekumuhan Permukiman di wilayah studi

Mengidentifikasi Kondisi kekumuhan Permukiman di wilayah studi

Studi kajian literatur tentang tingkat

kekumuhan

BPS Kota Bandung

Kelurahan Braga

Dinas Tata Kota Bandung

Tingkat kekumuhan berdasarkan

standar-standar permukiman

 Jumlah penduduk

Kepadatan penduduk Profil Kelurahan Braga

Terbaru

Identifikasi pola interaksi masyarakat slum area dengan kegiatan di Kawasan Heritage Braga

Mengidentifikasi pola interaksi masyarakat slum area dengan kegiatan di Kawasan Heritage Braga

 Kelurahan Braga

 Kecamatan Sumur Bandung

 Polsek sekitar

 Bandung Heritage Society

 Dinas Pariwisata Kota Bandung

Data pekerjaan orang – orang yang berada kelurahan Braga.

Data kriminalitas

Data jenis usaha yang berada di Jl. Braga.

Data event-event yang dilakukan di Braga

Terbaru

Identifikasi persepsi masyarakat tentang pengaruh slum area terhadap kawasan Heritage Braga

Mengidentifikasi presepsi masyarakat tentang pengaruh slum area terhadap kawasan Heritage Braga

Tabel I-2


(25)

11

Tabel. I-3 Variabel Penelitian

No Variabel Indikator-indikator Variabel Penelitian

X1 Sarana dan Prasarana Pedestrian Jalan Heritage

X2 Estetika Kerapatan Bangunan

Persampahan

X3 Gangguan Lingkungan Gangguan Kebisingan

X4 Tingkat Kriminalitas Kenyamanan Pengunjung

Keamanan Pengunjung

1.6.3 Metode Pengambilan Sampel

Penelitian ini membutuhkan, beberapa responden untuk dijadikan sampling dalam proses kuisioner dan wawancara. Sehingga Populasi dari penelitian ini adalah Penduduk setempat, Pengunjung Kawasan Braga dan Pemilik Usaha dijalan Braga.

Penentuan Responden

Penentuan responden dalam penelitian ini ada tiga jenis responden, yaitu : 1. Penduduk

Responden penduduk menjadi sampel penelitian karena responden penduduk di Kelurahan Braga merupakan penduduk kawasan permukiman padat yang berdekatan dengan kawasan Heritage Braga sehingga dijadikan responden untuk mengetahui pengaruh permukiman terhadap Kawasan Heritage Braga. Penentuan responden penduduk berdasarkan rumus slovin, dengan menggunakan rumus slovin, yaitu :

Keterangan : n : Ukuran Sampel

N : Ukuran Populasi Penduduk kelurahan Braga

� = � 1 +�.�2


(26)

e = Presentase (%) toleransi ketidaktelitian

=1 + . 1 2 =

Jadi, responden untuk penduduk adalah 88 KK

2. Pengunjung

Penentuan responden pengunjung, berdasarkan asumsi dari distribusi normal dikarenakan tidak ada data populasi pengunjung yang dapat dijadikan sampel. Pengambilan sampel untuk pengunjung dengan syarat harus mengetahui adanya permukiman kumuh yang berada di kawasan heritage Braga agar mengetahui dampak-dampak yang dirasakan oleh pengunjung dengan adanya permukiman kumuh. Berdasarkan asumsi dari distribusi normal sehingga responden untuk pengunjung yaitu 30 orang.

3. Pengelola usaha

Penentuan responden pengelola usaha dikhususkan untuk usaha seperti perdagangan dan jasa, restoran, dan perhotelan karena bidang usaha– usaha ini yang mendominasi di Heritage Braga, selain itu bidang usaha-usaha ini yang merasakan dampak adanya permukiman kumuh. Penentuan responden berdasarkan rumus slovin yaitu :

=1 + . 1 2 =

Jadi, responden pengelola usaha adalah 30 orang.

Responden dipilih karena dianggap yang dapat merasakan perubahan perkembangan Kawasan Heritage Braga, baik dari sisi masyarakat setempat, pengunjung dan pengelola usaha di Jalan Braga.


(27)

13

1.7Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam studi ini adalah Pendekatan kuantitatif. Menurut Emzir (2009), Pendekatan Kuantitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang secara primer menggunakan paradigma post positivist dalam mengembangkan ilmu pengetahuan seperti pemikiran tentang sebab akibat, reduksi kepada variabel, hipotesis, dan pertanyaan spesifik, menggunakan pengukuran dan observasi, serta pengujian teori. Pendekatan analisis pada penelitian ini dengan melakukan identifikasi kondisi eksisting dahulu sehingga dapat diketahui keterkaitan antara variabel-variabel penelitian yang mempengaruhi kawasan Heritage Braga. Sehingga akan mengetahui penilaian masyarakat terhadap variabel-variabel penelitian yang telah ditentukan.

Hasil pengolahan data yang diperoleh akan di analisis deskriptif. Menurut Sugiyono (2010) Analisis deskriptif yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki dan membantu dalam menyimpulkan presepsi dari masyarakat tentang pengaruh slum area terhadap kawasan Heritage Braga sehingga tercapai sebuah kesimpulan maupun rekomendasi.


(28)

1.8 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika pembahasan merupakan gambaran struktur pembahasan dari isi laporan secara keseluruhan. Sistematika pembahasan dalam laporan ini yaitu sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan sasaran penilitian, ruang lingkup penelitian, kerangka pemikiran metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisikan mengenai Pada bab ini berisikan mengenai penjelasan-penjelasan teori dan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan tema penelitian yang bersumber dari studi literatur.

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Pada bab ini berisikan mengenai Kondisi Umum Kelurahan Braga, Kependudukan, Kondisi Eksisting Wiayah Studi, dan fasilitas umum dan sosial yang berada di Kelurahan Braga.

BAB IV IDENTIFIKASI PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG

PENGARUH SLUM AREA TERHADAP KAWASAN

HERITAGE BRAGA

Pada bab ini menjelaskan mengenai kondisi kekumuhan permukiman yang berada di wilayah studi, pola interaksi masyarakat slum area dengan kegiatan di kawasan Heritage Braga, dan presepsi masyarakat tentang pengaruh slum area terhadap Kawasan Heritage Braga.

BAB V KESIMPULAN

Pada bab ini berisikan kesimpulan dari seluruh isi laporan pada bab sebelumnya. Pada bagian akhir bab ini adalah hasil presepsi dari masyarakat tentang pengaruh slum area terhadap Kawasan Heritage Braga yang telah kesimpulan dan rekomendasi.


(29)

15 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Permukiman Kumuh

2.1.1 Pengertian Permukiman Kumuh

Permukiman berasal dari kata housing dalam bahasa inggris yang artinya perumahan. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta sarana dan prasarana lingkungan, sedangkan permukiman memberikan arti yakni kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di dalam lingkungan.

Kota pada awalnya berupa permukiman dengan skala kecil, kemudian mengalami perkembangan akibat dari pertumbuhan penduduk, perubahan sosial ekonomi serta interaksi dengan kota – kota lain dan daerah hinterland. Kota – kota di indonesia pertumbuhan penduduk tidak di imbangi dengan pembangunan sarana dan prasarana kota dan peningkatan pelayanan perkotaan, bahkan yang terjadi justru sebagian kawasan perkotaan mengalami penurunan lingkungan yang berpotensi menciptakan slum area (kumuh). Akibatnya, muncul slum area (kumuh)di beberapa wilayah kota merupakan hal yang tidak dapat dihindari yaitu tidak di rencanakan oleh pemerintah tetapi slum area (kumuh) ini tumbuh secara alami.

Menurut Rindrojono, (2013) Kumuh adalah gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan rendah. Dengan kata lain, kumuh dapat di artikan sebagai tanda atau cap yang diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang belum mapan.

Menurut Undang–Undang No. 1 pasal 1 ayat 13 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman, dijelaskan bahwa permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Dan, perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.

Dari definisi – definisi diatas dapat disimpulkan bahwa slums area adalah wilayah permukiman yang berkepadatan tinggi, miskin, kurang terpenuhinya


(30)

akses pada infrastruktur dan sewa lahan yang tidak aman. Adapun beberapa masalah yang sering ditemui dalam wilayah slums ini seperti kekumuhan, sarana dan prasarana yang terbatas, dan kriminalitas yang tinggi sehingga mempengaruhi perkembangan daerah sekitarnya.

2.2Faktor – faktor Penyebab Tumbuhnya Permukiman Kumuh

Menurut Rindrojono (2013), Adapun faktor – faktor yang menyebabkan tumbuhnya di permukiman kumuh di daerah perkotaan, yakni :

2.2.1 Faktor Urbanisasi

Urbanisasi adalah substansi pergeseran atau transformasi perubahan corak sosio – ekonomi masyarakat perkotaan yang berbasis industri dan jasa – jasa. Proses Urbanisasi ini merupakan suatu gejala umum yang di alami oleh negara – negara yang sedang berkembang dan proses urbanisasi ini berlansung pesat di karenakan daya tarik daerah perkotaan yang sangat kuat, baik yang bersifat aspek ekonomi maupun yang bersifat non ekonomi. Selain itu, daerah pedesaan yang serba kekurangan merupakan pendorong yang kuat dalam meningkatkan arus urbanisasi ke kota – kota besar.

Kota yang mulai padat penduduk dengan penambahan penduduk tiap tahunnya melampaui penyediaan lapangan pekerjaan yang ada di daerah perkotaan sehingga menambah masalah baru bagi kota. Tekanan ekonomi dan kepadatan penduduk yang tinggi bagi para penduduk yang urbanisasi dari desa, memaksa para urbanisasi ini untuk tinggal di daerah pinggiran sehingga akan terjadinya lingkungan yang kumuh dan menyebabkan banyaknya permukiman liar di daerah pinggiran ini.

2.2.2 Faktor Lahan Perkotaan

Lahan di daerah perkotaan semakin hari luas lahannya berkurang akibat pertumbuhan penduduk yang melonjak drastis dari tahun ke tahun, ini merupakan permasalahan yang di hadapi di daerah perkotaan sehingga masalah perumahan di daerah perkotaan merupakan masalah serius yang dihadapi daerah perkotaan.


(31)

17

Permasalahan perumahan sering disebabkan karena ketidakseimbangan antara penyedian unit rumah bagi orang yang berekonomi lemah dan kaum yang tergolong ekonomi mampu di daerah perkotaan. Sehingga banyak masyarakat yang berekonomi lemah hanya mampu tinggal di unit – unit hunian di permukiman yang tidak layak.

2.2.3 Faktor Prasarana dan Sarana

Kondisi sarana dan prasarana dasar di permukiman seperti air bersih, jalan, drainase, jarinhan sanitasi, listrik, sekolah, pusat pelayanan, ruang terbuka hijau, dan pasar tidak memenuhi standar dan tidak memadai sehingga menyebabkan permukiman tersebut bisa menjadi kumuh.

2.2.4 Faktor Sosial dan Ekonomi

Pada umumnya sebagaian besar penghuni lingkungan permukiman kumuh mempunyai tingkat pendapatan yang rendah karena terbatasnya akses terhadap lapangan kerja yang ada. Tingkat pendapatan yang rendah ini yang menyebabkan tingkat daya beli yang rendah pula atau terbatasnya kemampuan untuk mengakses pelayanan sarana dan prasarana dasar. Selain itu, ketidakmampuan ekonomi bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk membangun rumah yang layak huni menambah permasalahan permukiman di daerah perkotaan.

2.2.5 Faktor Tata Ruang

Dalam tata ruang, permukiman kumuh merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bentuk struktur ruang kota. Oleh karena itu, perencanaan tata ruang kota harus didasarkan pada pemahaman bahwa pengembangan kota harus dilakukan sesuai dengan daya dukungnya termasuk daya dukung yang relatif rendah di lingkungan permukiman kumuh. Jika salah pemahaman dan pemanfaatan ruang kota akan menimbulkan dampak yang merusak lingkungan serta berpotensi mendorong tumbuh kembangnya lingkungan permukiman kumuh atau tumbuhnya permukiman kumuh baru di daerah perkotaan, bahkan jadi akan menghapus lingkungan permukiman lama tau kampung – kampung kota yang mempunyai nilai warisan budaya tinggi.


(32)

Menurut Khomarudin (1997), penyebab utama tumbuhnya permukiman kumuh adalah sebagai berikut :

1. Urbanisasi dan migrasi yang tinggi terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah,

2. Sulit mencari pekerjaan,

3. Kurang tegasnya pelaksanaan perundang-undangan,

4. Perbaikan lingkungan yang hanya dinikmati oleh para pemilik rumah serta disiplin warga yang rendah,

5. Semakin sempitnya lahan permukiman dan tingginya harga tanah. Menurut Arawinda Nawagamuwa, 2003 keadaan kumuh dapat mencerminkan keadaan ekonomi, sosial, budaya para penghuni permukiman tersebut. Adapun ciri-ciri kawasan permukiman kumuh dapat tercermin dari :

 Penampilan fisik bangunannya yang makin kontruksi, yaitu banyaknya bangunan-bangunan temprorer yang berdiri serta nampak tak terurus maupun tanpa perawatan.

2.3 Karakteristik Dan Kriteria Permukiman Kumuh

Menurut Budiharjo (2011), Karakteristik permukiman kumuh dapat disebabkan oleh faktor rumah dan faktor prasarana. Selain itu ktriteria perbaikan permukiman kumuh dapat dilihat dari gejala sosial dan gejala fisik.

Karakteristik Permukiman Kumuh

1) Faktor rumah yang semi permanen dan non permanen 3 Tata letak tidak teratur.

4 Status bangunan pada umumnya tidak memiliki surat ijin mendirikan bangunan.

5 Kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggi.

6 Kondisi bangunan yang tidak layak huni dan jarak antara bangunan yang rapat.

7 Kurangnya kesehatan lingkungan permukiman. 2) Faktor prasarana


(33)

19

 Aksesibilitas / jalan  Drainase

 Air bersih  Air limbah  Persampahan

Kriteria perbaikan permukiman kumuh 1) Gejala sosial

 Kehidupan sosial yang rendah.  Status sosial ekonomi sangat rendah.  Tingkat pendidikan sangat rendah.  Kepadatan penduduk sangat tinggi. 2) Gejala fisik

 Kondisi bangunan rata- rata dibawah standar minimum.

 Umumnya suatu kampung dengan bangunan non permanen dan semi permanen telah mencapai umur 10 tahun.

 Kepadatan bangunan yang tinggi, sangat minimumnya ruang terbuka dan jarak antar bangunan.

 Kondisi sarana fisik yang dibawah standar minimum.  Daerah yang sangat dipengaruhi banjir.

 Keadaan daerah memerlukan pengaturan dari segi tata guna lahan. Permukiman suatu kelompok masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya, yang tergantung pada karekteristik sosial budaya maupun sosial ekonominya. Pada hakikatnya, fungsi rumah bagi suatu keluarga bukan semata - mata sebagai tempat untuk bernaung melindungi diri dari segala pengaruh fisik saja, namun juga sebagai tempat tinggal atau tempat beristirahat setelah menjalani kegiatan sehari - hari. Rumah harus mampu memenuhi syarat - syarat psikologis insani dalam membina keluarga dan mampu memberi rasa aman, tentram dalam menyeimbangkan dan membangun diri maupun keluarga untuk mencapai kebahagiaan hidup lahir maupun batin.

2.4 Faktor – Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kondisi Permukiman Kumuh


(34)

Menurut Eko Budiharjo (2011), Kondisi permukiman kumuh diperkotaan, banyak dipengaruhi oleh karakteristik fisik dan sosial yang ada pada masyarakat. Karakteristik fisik dan sosial yang diperkirakan berpengaruh terhadap permukiman kumuh perkotaan ini adalah : tingkat pendapatan, status kepemilikan lahan, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan penilaian masyarakat terhadap lingkungan permukimannya. Pengaruh faktor- faktor tersebut terhadap kondisi permukiman kumuh akan dikemukakan berikut ini :

2.4.1 Faktor Pendapatan

Permukiman merupakan kebutuhan dasar disamping pangan dan sandang. Permukiman termasuk indikator dari mutu kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Pemenuhan kebutuhan dasar tersebut erat kaitannya dengan tingkat pendapatan. Kebutuhan pangan merupakan prioritas utama, selanjutnya diikuti oleh kebutuhan sandang dan papan.

Pemenuhan setiap kebutuhan tersebut sangat bergantung pada tingkat pendapatan masing- masing keluarga. Pada keluarga dengan tingkat pendapatan rendah tidak digunakan untuk menambah pengeluaran bagi rumah karena yang utama adalah tercukupinya kebutuhan pangan. Setelah kebutuhan pangan terpenuhi dan juga kebutuhan sandang terpenuhi, pengeluaran untuk rumah akan meningkat sesuai dengan peningkatan pendapatan. Secara hipotesis, pada keluarga dengan tingkat pendapatan semakin tinggi, pengeluaran untuk perbaikan rumah akan semakin tinggi pula. Persentase pengeluaran untuk perumahan akan semakin meningkat, jika tingkat pendapatan tinggi dan sebagai implikasinya kondisi atau kualitas rumah akan semakin baik.

2.4.2 Faktor Tingkat Pengeluaran

Masyarakat menginginkan kondisi permukiman yang ditinggalinya nyaman, aman dan sehat. Akan tetapi hal tersebut disebabkan oleh tingkat pendapatan masyarakat itu sendiri. Apabila tingkat pendapatan masyarakat tinggi, maka tingkat pengeluarannya akan dipertimbangkan sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu masyarakat akan menyisihkan sebagian pendapatannya untuk memperbaiki rumah. Sedangkan masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah,


(35)

21

maka tingkat pengeluarannya hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Pada keluarga dengan tingkat pendapatan semakin tinggi, maka pengeluaran untuk perbaikan rumah akan semakin tinggi pula. Sebaliknya apabila keluarga dengan tingkat pendapatan rendah, maka pengeluaran untuk perbaikan rumah akan semakin rendah.

2.4.3 Faktor Tingkat Pendidikan

Kondisi permukiman, baik di kota maupun di desa masih banyak yang memenuhi persyaratan teknis maupun kesehatan. Hal ini disebabkan oleh tingkat pendapatan dan pendidikan dari sebagian besar masyarakat yang relatif rendah. Akibatnya daya tangkap dan pengertian terhadap fungsi rumah serta lingkungan masih kurang. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang arti serta fungsi rumah sehat. Tingkat pendidikan masyarakat akan turut menentukan kondisi rumah mereka. Jadi semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pemahaman akan arti dan fungsi rumah yang sehat akan lebih baik, sehingga kondisi rumah akan lebih baik. 2.4.4 Faktor Mata Pencaharian

Mata pencaharian adalah sumber dari tingkat pendapatan masyarakat. Masyarakat dengan mata pencaharian dari sektor formal serta tingkat pendapatan tinggi kemungkinan dalam perbaikan kondisi rumah sangat tinggi. Sedangkan masyarakat dengan mata pencaharian dari sektor informal serta tingkat pendapatan rendah kemungkinan dalam perbaikan kondisi rumah sangat rendah. 2.4.5 Faktor Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga juga merupakan salah satu faktor yang diduga mempengaruhi pada kondisi rumah. Pengaruh jumlah anggota keluarga terhadap kondisi rumah ini dapat berupa pengaruh positif maupun negatif. Jumlah anggota keluarga yang besar merupakan potensi keluarga untuk membangun, memperbaiki, dan memelihara rumah sehingga kondisinya tetap terjaga dengan baik. Hal ini merupakan pengaruh yang positif. Sebaliknya, jika potensi anggota keluarga yang besar tidak dimanfaatkan maka merupakan pengaruh yang negatif


(36)

terhadap kondisi rumah. Keadaan ini justru akan memperburuk kondisi rumah. Jumlah anggota keluarga akan menimbulkan kesan padat apabila tidak sebandung dengan luas rumah yang ada. Standar lantai untuk 1 orang adalah sebesar 6 m. 2.4.6 Faktor Status Kepemilikan Lahan Dan Bangunan

Tanah atau lahan merupakan salah satu faktor penting bagi permukiman. Mengenai hal status kepemilikannya, dapat dibedakan menjadi 2 yaitu tanah atau lahan dengan status hak milik dan tanah atau lahan dengan status bukan hak milik. Tanah atau lahan dengan status hak milik dapat dimanfaatkan oleh pemiliknya seoptimal mungkin sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Akan timbul keterbatasan - keterbatasan dalam pemanfaatannya oleh pemilik jika status tanah atau lahannya bukan hak milik. Pada umumnya pemakaian tanah atau lahan ini dilakukan dengan membayar sewa yang besarnya antara lain ditentukan oleh luas tanah atau lahan dan lokasi tanah atau lahan tersebut berada.

Status kepemilikan tanah atau lahan ini akan turut dipengaruhi kondisi rumah yang dibangun diatasnya. Masyarakat tidak akan ragu-ragu lagi untuk membangun rumah yang permanen sesuai dengan keinginan dan kemampuannya, jika berada ditanah atau lahan miliknya. Sedangkan masyarakat yang menggunakan tanah atau lahan bukan hak milik/ sewa, masih mempertimbangkan besarnya uang sewa yang harus dikeluarkan disamping biaya untuk pembangunan dan perbaikannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan status tanah atau lahan milik sendiri diharapkan kondisi rumah akan relatif lebih baik dari pada rumah yang dibangun di atas tanah atau lahan bukan hak milik, karena kesempatan untuk memperbaiki rumah lebih besar tanpa harus membayar sewa tanah atau lahan. 2.4.7 Faktor Penilaian Masyarakat Terhadap Lingkungan Permukiman

Rumah atau bangunan merupakan faktor penting pula bagi permukiman. Bangunan dengan status hak milik dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh pemilik bangunan tersebut. Apabila status bangunan bukan hak milik akan mengakibatkan keterbatasan dalam pemanfaatannya. Status kepemilikan bangunan akan turut mempengaruhi kondisi rumahnya, karena masyarakat dapat membangun sesuai keinginannya apabila status bangunan milik sendiri. Sedangkan masyarakat yang


(37)

23

menggunakan status bangunan bukan milik sendiri atau sewa, mereka masih mempertimbangkan uang sewa dibandingkan biaya untuk pembangunan atau perbaikannya. Hal tersebut dapat disimpulkan, bahwa masyarakat dengan status bangunan milik sendiri diharapkan kondisi rumah relatif lebih baik dari pada rumah dengan status bukan milik sendiri atau sewa.

2.5Cagar Budaya

2.5.1 Pengertian Cagar Budaya

Kawasan cagar budaya, perkotaan atau lebih dikenal juga dengan urban heritage (cagar budaya) adalah kawasan yang pernah menjadi pusat – pusat dari sebuah kompleksitas fungsi ekonomi, sosial, budaya yang mengakumulasi makna kesejarahan (historical significance). Menurut Budiharjo (1993), kawasan tersebut memiliki kekayaan tipologi dan morfologi Urban Heritage yang berupa historical site, historical distric, dan historical cultural. Sedangkan, dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengelolahan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya menjelaskan bahwa cagar budaya yang berada di Kota Bandung yang memilik kesejarahan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, terutama bangunan yang yang telah berumur dari 50 tahun yang memberikan ciri dan identitas peradaban perlu dilakukan perlindungan dan pelestarian.

Pelestarian secara umum dapat di definisikan sebagai suatu usaha atau kegiatan untuk merawat, melindungi, dan mengembangkan objek pelestarian yang memiliki nilai guna untuk di lestarikan, namun sejauh ini belum terdapat pengertian baku yang disepakati bersama. Berbagai pengertian dan istilah pelestarian coba diungkapkan oleh para di ahli perkotaan dalam melihat permasalahan yang timbul berdasarkan konsep dan persepsi tersendiri. Berikut pernyataan para ahli :

1) Budiharjo (1997), upaya preservasi mengandung arti mempertahankan peninggalan arsitektur an lingkungan tradisional atau kuno persis seperti keadaan asli semula. Karena sifat preservasi yang stastis, upaya pelestarian memerlukan pula pendekatan konservasi yang dinamis, tidak hanya mencakup bangunannya saja tetapi juga lingkungannya (conservation


(38)

areas) dan bahkan kota bersejarah (histories towns). Dengan pendekatan konservasi, berbagai kegiatan dapat dilakukan, menilai dari inventarisasi bangunan bersejarah kolonial maupun tradisional, upaya pemugaran (restorasi), rehabilitasi, rekonstruksi, sampai dengan revitalisasi yaitu memberikan nafas kehidupan baru.

2) Pontoh (1992), mengemukan bahwa konsep awal pelestarian adalah konservasi, yaitu upaya melestarikan dan melindungi sekaligus memanfaatkan sumberdaya suatu tempat dengan adaptasi terhadap fungsi baru, tanpa menghilangkan makna kehidupan budaya.

Dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2009, Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat ataupun di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Sedangkan, Kawasan Cagar Budaya adalah ruang kota yang di sekitar atau di sekeliling bangunan cagar budaya yang diperlukan untuk pelestarian kawasan tertentu dan/atau bangunan tertentu yang berumur sekurang – kurangnya 50 ( lima puluh) tahun, serta dianggap mempunya nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

2.5.2 Heritage Tourism

Menurut Rusli Cahyadi (2009), Pariwisata Pusaka atau heritage tourism biasanya disebut juga dengan pariwisata pusaka budaya (cultural and heritage tourism atau cultural heritage tourism) atau lebih spesifik disebut dengan pariwisata pusaka budaya dan alam. Pusaka adalah segala sesuatu (baik yang bersifat materi maupun non materi) yang diwariskan dari satu generasi ke generasi. Beberapa lembaga telah mendefinisikan heritage Tourism dengan titik berat yang berbeda-beda :


(39)

25

 Organisasi Wisata Dunia (World Tourism Organization) mendefinisikan pariwisata pusaka sebagai kegiatan untuk menikmati sejarah, alam, peninggalan budaya manusia, kesenian, filosofi dan pranata dari wilayah lain.

 Badan Preservasi Sejarah Nasional Amerika (The National Trust for Historic Preservation) mengartikannya sebagai perjalanan untuk menikmati tempat. Dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pusaka bisa berupa hasil kebudayaan manusia maupun alam beserta isinya. Pariwisata pusaka adalah sebuah kegiatan wisata untuk menikmati berbagai adat istiadat lokal, benda-benda cagar budaya, dan alam beserta isinya di tempat asalnya.

2.6Kriteria Pelestarian Cagar Budaya

Dalam menentukan apakah suatu bangunan, art, situs, kawasan, dan benda bersejarah lainnya termasuk dalam obyek yang perlu dilestarikan, digunakan kriteria-kriteria pelestarian. Berikut terdapat kriteria - kriteria pelestarian diantaranya :

Kriteria-kriteriia Penentuan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya sebagai berikut :

Tabel II-1

Kriteria-Kriteria Penentuan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya

No Kriteria Indikator Pelestarian

1 Sejarah Kawasan atau bangunan terkait dengan peristiwa yang menjadi simbol nilai kesejarahan pada tingkat kota ataupun nasional

2 Arsitektur Kawasan atau bangunan memiliki rancangan dan estetika yang menggambarkan suatu zaman tertentu

3 Ilmu Pengetahuan Kawasan atau bangunan memiliki peran dalam pengembangan ilmu pengetahuan (termasuk di dalamnya penggunaan konstruksi dan material khusus) 4 Sosial Budaya Kawasan atau bangunan memiliki hubungan antara masyarakat dengan locusnya, yaitu kawasan maupun bangunan yang sangat lekat dengan hati masyarakatnya


(40)

No Kriteria Indikator Pelestarian

serta kawasan/bangunan yang memiliki peran besar dalam meningkatkan sosial masyarakat.

5 Umur Kawasan/bangunan berumur sekurang-kurangnya 50 tahun. Semakin tua bangunan, semakin tinggi nilainya.

(Sumber : Peraturan Daerah Kota Bandung No.19 tahun 2009)

Berdasarkan penilaian terhadap kriteria tersebut, lingkungan cagar budaya dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) golongan (Perda Kota Bandung no.19/2009), yaitu: 1. Bangunan golongan A (Utama) adalah bangunan cagar budaya yang

memenuhi 4 (empat) kriteria.

2. Bangunan golongan B (Madya) adalah bangunan cagar budaya yang memiliki 3 (tiga) kriteria.

3. Bangunan Golongan C (Pratama) adalah bangunan cagar budaya yang memiliki 2 (dua) kriteria.

Menurut Haryoto Kunto (1984) dalam buku “Wajah Bandoeng Tempoe Doeloe", yaitu bangunan yang sudah berumur 50 tahun atau lebih, yang "kekunoannya" (antiquity) dan "keasliannya" telah teruji.

a) Ditinjau dari segi estetika dan seni bangunan, memiliki "mutu" cukup tinggi (master piece) dan mewakili gaya corak-bentuk seni arsitektur yang langka.

b) Bangunan atau monumen, yang representetif mewakili jamannya.

c) Monumen/Bangunan mempunyai anti dan kaitan sejarah dengan Kota Bandung, maupun peristiwa nasional/internasional.

2.7Kebijakan dalam Mengatasi Permukiman Kumuh

Permukiman merupakan salah satu dasar kebutuhan dasar manusia dan fator penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia. Pembangunan permukiman diarahkan untuk meningkatkan kualitas hunian, lingkungan kehiduoan, pertumbuhan wilayah dengan memperhatikan keseimbangan antara


(41)

27

pengembangan pedesaan dan perkotaan, memperluas lapangan kerja serta menggerakan kegiatan ekonomi dalam rangka mewujudkan peningkatan dan pemerataan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Dalam pembangunan permukiman perlu ditingkatkan kerjasama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dengan mengindahkan persyaratan minimun bagi permukiman yang layak, sehat, aman dan serasi dengan lingkungan serta oleh daya beli masyarakat luas serta memberikan perhatian khusus kepada masyarakat yang berperekonomian rendah.

Pemantapan kerangka landasan di bidang permukiman yang menurut Budiharjo (2011), yaitu :

1. Perlu penyediaan tanah dan prasarana permukiman skala yang besar 2. Sistem kelembagaan yang berkaitan dengan penyelenggaran tugas di

bidang permukiman telah mantap.

3. Penyempurnaan sistem pembiayaan permukiman.

2.7.1 Peraturan Pemerintah tentang Permukiman Kumuh

Perundang-undangan dan peraturan yang terikat dengan masalah penanganan permukiman kumuh dan masalah srategi serta ketentuan - ketentuan dalam proses dan rencana penanganan antara lain:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman

2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria.

3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan 4) Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2006 tentang Tata Ruang

Dalam Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, disebutkan bahwa perumahan dan permukiman adalah kebutuhan dasar manusia dan mempunyai dan mempunyai peranan yang sangat strategis


(42)

dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan, peningkatan kehidupan dan penghidupan bangsa.Undang- Undang ini juga memberikan kesempatan dan hak yang seluas- luasnya kepada masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan dan permukiman bertumpu pada masyarakat.

2.8Kebijakan Pelestarian Kawasan Cagar Budaya

Peraturan yang digunakan sebagai acuan dalam Pelestarian Kawasan Heritage yang ada di Jalan Braga yaitu Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar dan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Peraturan pemerintah dalam Pelestarian kawasan dan bangunan cagar budaya yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar, bertujuan untuk :

 Mempertahankan keaslian kawasan dan/atau bangunan cagar budaya yang mengandung nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan;  Memulihkan keaslian kawasan dan/atau bangunan yang mengandung

nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan;

 Melindungi dan memelihara kawasan dan/atau bangunan cagar budaya dari kerusakan dan kemusnahan baik karena tindakan manusia maupun proses alam;

 Mewujudkan kawasan dan/atau bangunan cagar budaya sebagai kekayaan budaya untuk dikelola, dikembangkan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebesar-besarnya untuk kepentingan pembangunan dan citra positif Daerah dan tujuan wisata.

Adapun bentuk-bentuk Pelestarian Kawasan Cagar Budaya, menurut Undang – Undang Nomor 11 tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, meliputi:

a) Pemugaran adalah serangkaian upaya untuk bertujuan untuk mengembalikan atau mempertahankan keaslian kawasan dan/atau bangunan cagar budaya melalui rehabilitasi, restorasi, rekonstruksi,


(43)

29

adaptasi, dan preservasi yang dapat dipertanggung jawabkan dari segi arkeologis, historis, dan teknis.

a) Revitalisasi adalah upaya memberdayakan situasi dan kondisi kawasan dan/atau bangunan cagar budaya untuk berbagai fungsi yang mendukung pelesatariannya.

b) Restorasi atau rehabilitasi adalah pelestarian suatu kawasan dan/atau bangunan cagar budaya dengan cara mengembalikan bentuknya ke keadaan semula dengan menghilangkan tambahan–tambahan dan memasang komponen semula tanpa menggunakan bahan baru.

c) Rekonstruksi adalah upaya mengembalikan suatu tempat semirip mungkin dengan keadaan semula, dengan menggunakan bahan lama maupun bahan baru, sesuai informasi kesejarahan yang diketahui.

d) Adaptasi adalah mengubah kawasan dan/atau bangunan cagar budaya agar dapat dimanfaatkan untuk fungsi yang lebih sesuai tanpa menuntut perubahan drastis.

e) Pemulihan adalah upaya pengembalian bentuk fisik bangunan ke kondisi semula, agar bangunan dapat dimanfaatkan kembali, baik dengan meneruskan fungsi semula maupun fungsi baru.

f) Konsolidasi adalah kegiatan pemugaran yang menitikberatkan pada pekerjaan memperkuat, memperkokoh struktur yang rusak atau melemah secara umum agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi dan bangunan tetap layak fungsi. Konsolidasi bangunan dapat juga disebut dengan istilah stabilisasi kalau bagian struktur yang rusak atau melemah bersifat membahayakan terhadap kekuatan struktur.

Berdasarkan Penelitian Syarlianti (2013) tentang “Prinsip Perancangan Berdasarkan Persepsi dan Preferensi Stakeholder dalam Peremajaan Kawasan

Cinde Palembang” indikator peremajaan kawasan perdagangan lama dibedakan menjadi 3 aspek dengan beberapa variabel berdasarkan aspek tersebut, yakni :


(44)

Tabel II-2

Varibael Penelitian Syarlianti (2013)

No Variabel Penelitian

1 Aspek Fisik Peruntukan Lahan Jalan

Bangunan Infrastruktur Lingkungan

2 Ekonomi

Occupancy Rate Profit

Jenis Usaha 3 Sosial

Tingkat sosial/kriminalitas Kepadatan penduduk Jumlah Penduduk Miskin


(45)

31 BAB III

GAMBARAN UMUM

Bab ini mengenai gambaran umum di Kelurahan Braga yang meliputi kondisi umum Kelurahan Braga, kependudukan, sejarah Kawasan Heritage Braga, kondisi eksisting wilayah studi dan fasilitas umum serta fasilitas sosial.

3.1. Kondisi Umum Kelurahan Braga 3.1.1 Batas Administrasi

Kelurahan Braga merupakan salah satu bagian wilayah yang berada di Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung.

Secara Administratif Kelurahan Braga dibatasi oleh :  Bagian Selatan : Kelurahan Balonggede  Bagian Utara : Kelurahan Babakan Ciamis  Bagian Timur : Kelurahan Kebon Pisang  Bagian Barat : Kelurahan Kebon Jeruk


(46)

Gambar III-1


(47)

33

Gambar III-2


(48)

3.1.2 Kondisi Geografis

Secara geografis Kelurahan Braga Kecamatan Sumur Bandung memiliki bentuk wilayah yang datar sebesar 21% dari total keseluruhan luas wilayah. Kelurahan Braga jika ditinjau dari sudut ketinggian tanah, berada pada ketinggian 650 meter diatas permukaan air laut.

3.2 Kependudukan

3.2.1 jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga (KK)

Kelurahan Braga memiliki jumlah penduduk sebesar 5669 jiwa, dengan kepadatan penduduk 103 jiwa per hektar, dan jumlah Kepala Keluarga 1749 KK. Untuk mengetahui kondisi kependudukan di Kelurahan Braga, berikut ini adalah penjabaran penduduk yang berada di Kelurahan Braga.

Tabel III-1

Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Braga

No RW Jumlah Penduduk KK

1 RW 01 382 135

2 RW 02 500 198

3 RW 03 511 168

4 RW 04 786 229

5 RW 05 843 252

6 RW 06 548 183

7 RW 07 975 270

8 RW 08 1124 314

Jumlah 5669 1749


(49)

35

Gambar III-3

Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Braga

Berdasarkan tabel III-1 dan Gambar III-3, Jumlah Kepala Keluarga terbanyak berada di RW 08 dengan jumlah kepala keluarga 314 jiwa, sedangkan jumlah kepala keluarga yang berada di wilayah penelitian (RW 04, RW 06, dan RW 08) lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel III-2 dan Gambar III-2.

Tabel III-2

Jumlah Kepala Keluarga (KK) Kelurahan Braga yang Berada di Wilayah Penelitian

No RW Jumlah Penduduk KK

1 RW 04 786 229

2 RW 06 548 183

3 RW 08 1124 314

Jumlah 2458 726

( Sumber : Hasil Analisis, 2014)

0 50 100 150 200 250 300 350

RW 01 RW 02 RW 03 RW 04 RW 05 RW 06 RW 07 RW 08

Jumlah Kepala Keluarga


(50)

Gambar III-4

Jumlah Kepala Keluarga (KK) Kelurahan Braga Wilayah Penelitian

Berdasarkan tabel III-2 dan Gambar III-4 jumlah Kepala Keluarga wilayah penelitian (RW 04, RW 06, RW 08) adalah 726 KK. Jumlah Kepala Keluarga terbanyak berada di RW 08 yaitu 314 KK.

3.2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk di Kelurahan Braga cukup beragam dan ada juga belum/tidak sekolah. Berdasarkan data kependudukan Kelurahan Braga, tingkat pendidikan penduduk masyarakat di Kelurahan Braga dapat ditunjukan oleh tabel III-3 dan Gambar III-5.

Tabel III-3

Jumlah Penduduk Kelurahan Braga Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Pendidikan

Laki-laki Perempuan

Jumlah

WNI WNA WNI WNA

1 Belum/Tidak Sekolah 162 - 120 - 282

2 Tidak Tamat SD 38 - 44 - 82

3 Belum Tamat SD 222 - 203 - 425

4 Belum Tamat SLTP 578 3 510 1 1092

5 SLTP 504 2 420 1 927

6 SLTA 1134 - 1022 - 2156

7 Akademi/Sarjana Muda 148 - 121 - 269

8 Sarjana 230 - 206 - 441

Jumlah 3016 5 2646 2 5669

(Sumber : Data Kependudukan Kelurahan Braga, 2014)

RW 04 Rw 06 Rw 08

Kepala Keluarga 229 183 314

0 50 100 150 200 250 300 350


(51)

37

Gambar III-5

Presentase Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan Kelurahan Braga pada tabel III-3 dan Gambar III-5, penduduk di Kelurahan Braga sebagian besar berpendidikan SLTA yaitu 2156 jiwa (38%), sedangkan, tidak tamat SD yang paling rendah yaitu 82 jiwa (1%). Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan di Kelurahan Braga cukup tinggi.

3.2.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Jumlah Mata pencaharian penduduk di Kelurahan Braga cukup beragam mulai dari pegawai negeri, TNI, pegawai swasta, petani, pedagang, pelajar, mahasiswa, pension dan lainnya Berdasarkan data kependudukan Kelurahan Braga, tingkat pendidikan penduduk masyarakat di Kelurahan Braga dapat ditunjukan oleh tabel III-4 dan Gambar III-6.

5% 1%

8%

19%

16% 38%

5% 8%

Presentase Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Belum/tidak sekolah tidak tamat SD Belum tamat SD Belum tamat SLTP SLTP

SLTA

Akademi/sarjana muda sarjana


(52)

Tabel III-4

Jumlah Penduduk Kelurahan Braga Berdasarkan Mata Pencaharian No Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Pegawai Negeri 59 51 110

2 TNI 5 - 5

3 Pegawai Swasta 300 270 570

4 Petani - - -

5 Pedagang 628 652 1280

6 Pelajar 499 460 959

7 Mahasiswa 206 200 406

8 Pensiun 25 36 61

9 Lain-lain 1233 1045 2278

Jumlah 2955 2714 5669

(Sumber : Data Kependudukan Kelurahan Braga, 2014)

Berdasarkan Tabel III-4 dan Gambar III-6, penduduk di Kelurahan Braga bermata pencaharian yang sangat beragam sehingga yang paling dominan di Kelurahan Braga adalah lain-lain yaitu 2278 (40%) sedangkan, penduduk di Kelurahan Braga tidak ada yang bermata pencaharian sebagai petani.

2%

0%

10% 0%

23%

17% 7%

1% 40%

Presentase Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Pegawai Negeri TNI Pegawai Swasta Petani Pedagang Pelajar Mahasiswa pensiun lain-lain Gambar III-6


(53)

39

3.2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelahiran, Kematian, Pindah dan Kedatangan

sedangkan jumlah penduduk berdasarkan kepindahan sebesar 84 jiwa dan kedatangan sebesar 67 jiwa. Untuk lebih jelas mengenai jumlah penduduk berdasarkan kelahiran, kematian, pindah dan kedatangan Kelurahan Braga dapat dilihat pada tabel III-5, tabel III-6, Gambar III-7, Gambar III-8, Gambar III-9, dan Gambar III-10

Tabel III-5

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelahiran dan Kematian

No Jenis Kelamin Kelahiran Kematian

1 Laki-laki 16 15

2 Perempuan 18 6

Jumlah 34 21

(Sumber : BPS Kota Bandung, 2014)

Gambar III-7

Presentase Penduduk Berdasarkan Kelahiran 47%

53%

Presentase Penduduk Berdasarkan Kelahiran

Laki-laki


(54)

Gambar III-8

Presentase Penduduk Berdasarkan Kematian

Berdasarkan Tabel III-5, Gambar III-7, dan Gambar III-8, jumlah penduduk Kelurahan Braga berdasarkan angka kelahiran sebesar 34 jiwa dengan jumlah angka kelahiran perempuan yang terbanyak yaitu 18 jiwa (53%) dan Jumlah angka kematian sebesar 21 jiwa dengan jumlah angka kematian laki-laki yang terbanyak yaitu 15 jiwa (71%).

Tabel III-6

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pindah dan Kedatangan

NO Jenis Kelamin Kepindahan Kedatangan

1 Laki-laki 23 34

2 Perempuan 61 33

Jumlah 84 67

(Sumber : BPS Kota Bandung, 2014)

71% 29%

Presentase Penduduk berdasarkan Kematian

Laki-laki


(55)

41

Gambar III-9

Presentase Penduduk Berdasarkan Pindah

Gambar III-10

Presentase Penduduk Berdasarkan Kedatangan

Berdasarkan Tabel III-6, Gambar III-9, dan Gambar III-10, jumlah penduduk Kelurahan Braga berdasarkan kepindahan sebesar 84 jiwa dengan jumlah kepindahan perempuan yang terbanyak yaitu 61 jiwa (73%) dan Jumlah

27%

73%

Presentase Penduduk Berdasarkan Pindah

Laki-laki

Perempuan

51% 49%

Presentase Penduduk Berdasarkan Kedatangan

Laki-laki


(56)

Kedatangan sebesar 67 jiwa dengan jumlah angka kedatangan laki-laki yang terbanyak yaitu 34 jiwa (51%).

3.3 Sejarah Kawasan Heritage Braga

Lahirnya Karren Weg (Jalan Pedati) yang pada tahun 1882 mulai diberi nama Jalan Braga. Nama “Braga” sendiri menimbulkan beberapa kontroversi. Ada kalangan yang mengatakan, Braga berasal dari sebuah perkumpulan drama Bangsa Belanda yang didirikan pada tanggal 18 Juni 1882 oleh Pietter Sitjoff, seorang Asisten Residen, yang bermarkas di salah satu bangunan di Jalan Braga. Diduga sejak saat itulah nama Jalan Braga digunakan. Pemilihan nama "Braga" oleh perkumpulan drama ini diperkirakan berasal dari beberapa sumber yang erat kaitannya dengan kegiatan drama, antara lain nama Theotilo Braga (1834-1924), seorang penulis naskah drama, dan Bragi, nama dewa puisi dalam mitologi Bangsa Jerman. Sementara itu ada versi lain dari nama "Braga". Menurut ahli Sastra Sunda, Baraga adalah nama jalan di tepi sungai, sehingga berjalan menyusuri sungai disebut ngabaraga. Sesuai dengan perkembangan Jalan Braga (terletak di tepi Sungai Cikapundung), yang kemudian menjadi tersohor ke seluruh Hindia Belanda bahkan ke manca negara, Jalan Braga menjadi ajang pertemuan dari orang orang, dan ngabaraga tadi berubah menjadi ngabar raga, yang lebih kurang artinya adalah pamer tubuh atau pasang aksi

.

Awalnya, fungsi lahan di daerah Braga berupa perumahan yang diperuntukan bagi bangsa Eropa. Seiring dengan perkembangan Kota Bandung maka kebutuhan pusat kegiatan komersilpun mulai meningkat. Jalan Braga dipilih karena berdekatan dengan The Societeit Concordia, yang merupakan gedung pertemuan kelas atas milik bangsa Eropa. Akhirnya pada tahun 1906, pemerintah kolonial membuat standard dan peraturan mengenai bangunan toko di Kawasan Jalan Braga. Kegiatan bisnis meningkat ketika adanya rencana pemerintah kolonial untuk memindahkan ibukota nusantara ke Bandung. Prof. Dr. Ir. C.P Mom dan teman-temannya harus bekerja keras dalam membuat panduan untuk mereka yang hendak merancang bangunan di Jalan Braga.


(57)

43

Tiga puluh tahun kemudian, kawasan ini terkenal dengan aktivitas seeing and being seen (melihat dan dilihat). Banyaknya produk-produk dari luar negeri yang diperdagangkan di Braga menunjukan bahwa daerah tersebut merupakan daerah pertokoan elite di Kota Bandung. Pada masa itu Braga mencapai puncak

kejayaan karena berhasil menjadi “De Meest Europeesche Winkelstraat Van Indie” atau Kompleks pertokoan Eropa yang paling terkemuka di Hindia. Kawasan ini memiliki beberapa butik, kafe, restoran, teater, bank dan tempat perkumpulan sosial dan sepanjang jalan. Hiburan tradisional khas sundapun hadir di sana sehingga Kawasan Braga semakin ramai. Dibalik kemegahan Jalan Braga yang sangat berkesan Eropa terdapat perkampungan tradisional pribumi yang berdiri semenjak tahun 1826. Pada tahun 1925 terdapat perkampungan yang menjadi rumah tinggal para penjaga kuda pejabat, pengemudi pedati, dan Kuli pekerja.

Pada saat Jepang mengambil ahli kekuasaan yang akhirnya membuat para pemilik toko ditangkap dan dimasukkan ke penjara. Kegiatan di kawasan ini mulai terhenti pada tahun 50an. Aktivitas di Kawasan Jalan Braga dapat dikatakan sekarat. Pada tahun 1957 saat pemerintahan presiden Soekarno Kawasan Jalan Braga mulai diperhatikan, kepemilikan lahan dan bangunan-bangunan diambil oleh pemerintah dan swasta yang di ikuti dengan perubahan bentuk

bangunan-bangunan yang banyaknya berkonsep “art deco” .

Pembangunan pusat-pusat perbelanjaan di Kota Bandung pada tahun 1980an menjadi salah satu penyebab utama penurunan aktivitas perdangan di Jalan Braga. Pertokoan eceran mengalami penurunan drastis dan banyak yang beralih fungsi.


(58)

(Sumber : Bandung Heritage Society, 2014)

Gambar III-12 Jalan Braga tahun 50an

(Sumber : Bandung Heritage Society, 2014)

Gambar III-11


(59)

45

3.4 Kondisi Eksisting Wilayah Studi

3.4.1 Kondisi Lingkungan Permukiman Kelurahan Braga

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung tahun 2011-2031 perumahan di Kelurahan Braga temasuk perumahan dengan kepadatan tinggi dengan KDB (Koefisien Dasar Bangunan) 80-90% dengan nilai lahannya sangat tinggi dan strategis. Di sekitar Kawasan Heritage Jalan Braga terdapat permukiman warga Kelurahan Braga, daerah tersebut adalah permukiman RW 06 (Jl. Kejaksaan, Jl. Morse, dan Jl. Telepon), permukiman RW 04 dan RW 08 (Daerah Aliran Sungai Cikapundung). Permukiman di RW 04 dan 06 tergolong permukiman kumuh karena memiliki kepadatan dan jumlah penduduk yang tinggi, kondisi lingkungan perumahan yang tidak layak huni, banyaknya bangunan semi permanen, sanitasi yang buruk, jalan yang sangat sempit, dan kondisi sarana MCK (Mandi, Cuci, dan Kakus) yang buruk. Masyarakat RW 04 dan RW 08 sebagian ada bangunan rumahnya di bantaran Cungai Cikapundung yang seharusnya menjadi kawasan lindung untuk kelancaran Daerah Aliran Sungai Cikapundung, berbeda dengan sebagian masyarakat RW 06 yang merupakan RW dengan status sosial dan ekonomi para penghuni yang lebih baik dibandingkan RW 04 dan RW 08, rumah di RW 06 sebagian sudah permanen.

(Sumber : Hasil Observasi, 2014)

Gambar III-13

Permukiman RW 04 & RW 08

Akses yang menghubungkan para penghuni RW 04 dan RW 08 dengan Kawasan Heritage Braga melalui Gang Cikapundung dan Gang Affandi,


(60)

sedangkan akses yang menghubungkan RW 06 dengan Kawasan Heritage Braga adalah Jl. Kejaksaan.

3.4.2 Kondisi Lingkungan Heritage Kelurahan Braga

Kawasan Jalan Braga telah mengalami perubaha dari yang awalnya nyaman untuk pejalan kaki sekarang menjadi alur lalu lintas yang sekedar lewat oleh pengendara dari Bandung selatan dan utara sehingga menyebabkan kemacetan pada jam-jam tertentu, karena arus lalu lintas yang sangat cepat dan padat ini sehingga para pejalan kaki sudah tidak mungkin berjalan dengan santai dan bebas sambil menikmati Kawasan Heritage Braga. Selain itu, tidak ada perhatian khusus dari penyewa/pemilik usaha untuk merawat bangunan-bangunan Heritage Jalan Braga, Kondisi bangunan yang banyak poster dan gambar-gambar yang tidak jelas menempel pada dinding-dinding bangunan dan pada bagian atas atap bangunan ditumbuhi rumput-rumput liar yang jika dipandang merusak pemandangan bangunan heritage. Sementara itu, pedagang kaki lima leluasa berjualan di trotoar-trotoar kawasan dan banyak pengemis yang berkeliaran dengan bebas di

Gambar III-14 Akses RW 06 ke Kawasan Heritage Braga (Jl. Kejaksaan)

Gambar III-15

Akses RW 04 & 08 ke Kawasan Heritage Braga ( Gg. Cikapundung)


(1)

96

Tabel IV-27

Persepsi Penduduk terhadap Variabel Sarana dan Prasarana

(Sumber : Hasil Analisis, 2014)

Berdasarkan Tabel IV-22 menunjukan bahwa jumlah dan bobot tiap indikator persepsi berdasarkan responden penduduk yang termasuk dalam variabel sarana dan prasana. Hal ini menyatakan bahwa :

 Penduduk sekitar merasa bahwa kondisi Pedestrian kurang dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan, dengan jumlah rata-rata 2,4. masyarakat Slum Area menyatakan bahwa kondisi pedestrian kurang dipengaruhi walaupun ada sebagian yang menggunakan pedestrian untuk berdagang.  Penduduk sekitar merasa bahwa kurang berpengaruh terhadap kondisi

jalan Heritage Braga dengan jumlah rata-rata 1,7. Jalan Braga mulai mengalami kerusakan disebabkan oleh kendaraan yang melintasi di Jalan Braga.

4.3.3.2 Variabel Estetika

Berikut ini dijelaskan mengenai presepsi dari penduduk terhadap variabel estetika.

Tabel IV-28

Presepsi Penduduk terhadap Variabel Estetika

(Sumber : Hasil Analisis, 2014)

NO Indikator Bobot Jumlah

Bobot X SB B BS KB TB

1 Pedestrian 20 48 108 14 29 219 2,4 2 Jalan Heritage 24 95 13 15 10 157 1,7

NO Indikator Bobot Jumlah

Bobot X SB B BS KB TB

1 Kerapatan Bangunan 0 0 24 82 39 145 1,7 2 Persampahan 20 40 42 59 22 186 2,1


(2)

Berdasarkan Tabel IV-23 menunjukan bahwa jumlah dan bobot tiap indikator presepsi berdasarkan responden penduduk yang termasuk dalam variabel estetika. Hal ini menyatakan bahwa :

 Penduduk merasa bahwa kerapatan antar bangunan Heritage dan Slum Area kurang berpengaruh dengan jumlah rata-rata 1,7. Hal ini menyatakan bahwa kerapatan antara bangunan Heritage terlihat kumuh karena tidak terawat dengan baik oleh pihak-pihak tertentu dan tidak ada dampak kekumuhan ke bangunan Heritage dari Slum Area yang berdekatan dengan bangunan Heritage Braga.

 Penduduk Sekitar merasa bahwa kondisi persampahan di Kawasan Heritage Braga kurang dipengaruhi oleh mereka dengan jumlah rata-rata 2,1. Hal ini menunjukan kondisi persampahan lebih dipengaruhi oleh pengunjung dan kegiatan usaha yang berada di Braga.

4.3.3.3Variabel Gangguan Lingkungan

Berikut ini dijelaskan mengenai persepsi dari penduduk terhadap variabel gangguan lingkungan.

Tabel IV-29

Persepsi Penduduk terhadap Variabel Lingkungan

(Sumber : Hasil Analisis, 2014)

Berdasarkan Tabel IV-24 menunjukan bahwa jumlah dan bobot tiap indikator persepsi berdasarkan responden penduduk yang termasuk dalam variabel gangguan lingkungan. Hal ini menyatakan bahwa :

 Penduduk merasa bahwa tidak ada pengaruh dari segi gangguan audio atau kebisingan yang berasal dari Slum Area dengan jumlah rata-rata 1,2. Hal ini menyatakan bahwa kebisingan yang terjadi di kawasan Heritage disebabkan oleh kawasan Heritage sendiri di karenakan banyak jenis

NO Indikator Bobot Jumlah

Bobot X SB B BS KB TB


(3)

98

kegiatan di kawasan tersebut. Masyarakat Slum Area yang merasa terganggu, dengan adanya kebisingan tengah malam yang berasal dari café-cafe di Kawasan Heritage Braga. Kebisingan berlanjut hingga tengah malam sehingga masyarakat slum area tidak dapat beristirahat.

4.3.3.4Variabel Kriminalitas

Berikut ini dijelaskan mengenai presepsi dari penduduk terhadap variabel kriminalitas.

Tabel IV-30

Presepsi Penduduk terhadap Variabel Kriminalitas

(Sumber : Hasil Analisis, 2014)

Berdasarkan Tabel IV-25 menunjukan bahwa jumlah dan bobot tiap indikator persepsi berdasarkan responden penduduk yang termasuk dalam variabel Kriminalitas. Hal ini menyatakan bahwa :

 Penduduk merasa bahwa kondisi keamanan dan kenyamanan Kawasan Heritage Braga dianggap biasa saja dan kurang ada pengaruh dari Slum Area dengan jumlah rata-rata 3 dan 2,9. Penduduk merasa tindakan kriminalitas bukan hanya berasal dari sekitar slum area, melainkan tindakan kriminal berasal dari luar permukiman.

NO Indikator

Bobot Jumlah

Bobot X SB B BS KB TB

1 Keamanan 20 96 3 105 30 261 3 2 Kenyamanan 40 88 30 0 0 259 2,9


(4)

99

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan secara keseluruhan hasil penelitian yaitu Identifikasi Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Slum Area Terhadap Kawasan Heritage Kota Bandung (Studi Kasus: Kelurahan Braga), rekomendasi dan kelemahan Studi. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut.

5.1 Kesimpulan

Bagian akhir dari penelitian ini yaitu menyimpulkan hasil penelitian, selanjutnya dapat disimpulkan sebagai berikut :

5.1.1 Kondisi Kekumuhan Permukiman (RW 04, 06, dan 08) Kelurahan Braga

Berdasarkan hasil identifikasi kondisi kekumuhan permukiman di wilayah studi diketahui sebagai berikut.

Kondisi permukiman yang ada saat ini dengan jumlah penduduk yang tinggal di wilayah studi dikategorikan padat penduduk dengan pendapatan masyarakat dibawah upah minimum regional. Satu bangunan rumah ditempati lebih dari lima orang dan lama tinggal lebih dari lima belas tahun, fisik dari bangunan rumah yang semi permanen dan status kepemilikan lahan yang merupakan milik pemerintah.

Selain itu, kondisi sarana dan prasarana di wilayah studi masih belum terlayani dengan baik dikarenakan kondisinya yang kurang terawat dan masih minimnya pelayanan akan sarana dan prasarana penunjang kebutuhan masyarakat seperti ruang terbuka, air bersih, drainase, jalan dan sampah.

Sehingga Kondisi kekumuhan permukiman memberi dampak terhadap kawasan Heritage Braga dari segi lingkungan maupun sosial.


(5)

100

5.1.2 Pola Interaksi Masyarakat Slum Area dengan Kegiatan di Kawasan

Heritage Braga

Masyarakat slum area dengan kegiatan-kegiatan di Kawasan Braga adanya hubungan timbal balik yang mendukung dalam mempopularitaskan dan menaikan kualitaskan Kawasan Heritage Braga baik yang bersifat positif maupun negatif dalam pola interaksi tersebut.

5.1.3 Persepsi Masyarakat tentang Pengaruh Slum Area terhadap Kawasan

Heritage Braga

Penilaian pengelola usaha mengenai pengaruh slum area terhadap Kawasan Heritage Braga, bahwa aktivitas dari masyarakat slum area mempengaruhi kondisi pedestrian, kondisi jalan heritage, kondisi persampahan, kerapatan bangunan, kenyamanan dan keamanan pengunjung.

Sedangkan, penilaian pengunjung bahwa aktivitas dari masyarakat slum area berpengaruh terhadap kondisi pedestrian, kondisi jalan, kerapatan bangunan, kenyamanan dan Keamanan di Kawasan Heritage braga.

Berbeda dengan penilaian pengelola usaha dan pengunjung, penilaian masyarakat slum area ini sendiri menilai bahwa tidak ada pengaruh dari aktivitas masyarakat terhadap kondisi lingkungan dan sosial di Kawasan Heritage Braga.

5.2 Rekomendasi

Rekomendasi yang disampaikan untuk masukan ke pemerintah, meliputi :  Sebaiknya Pemerintah menjadikan kawasan Heritage Braga sebagai

kawasan peninggalan sejarah yang memiliki potensi konservasi.

 Pemerintah harus melakukan penyuluhan akan pentingnya kawasan wisata Heritage, khususnya Jalan Heritage Braga kepada masyarakat Kota Bandung terlebih untuk masayarakat penduduk sekitar, agar kawasan perdagangan lama Kota Bandung ini dapat dilestarikan.

 Pemerintah perlu membantu masyarakat dalam revitalisasi bangunan dan lingkungan kumuh yang berada di permukiman kumuh di Kawasan Heritage Braga.


(6)

 Pemerintah lebih meningkatkan kerjasama dengan pihak swasta, dan masayarakat dalam mempromosikan Kawasan Heritage Braga.

5.3Kelemahan Studi

Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan studi, yaitu:

 Tidak memiliki Variabel Baku mengenai pengaruh Slum Area terhadap Kawasan Heritage sehingga harus membentuk Variabel baru untuk dijadikan variabel penelitian.

 Tidak melihat presepsi dari Pemerintah Kota Bandung terhadap eksistensi Kawasan Heritage Braga.