PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA N 1 LAGUBOTI TP. 2014/2015.

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA

KELAS X SMAN 1 LAGUBOTI TP.2014/2015

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

FERAWATI HUTAPEA NIM. 8126176009

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Ferawati Hutapea (NIM: 8126076009). Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Training dan Kemampuan Berpikir Kritis Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa SMA N 1 Laguboti TP. 2014/2015.

Penelitian ini bertujuan: 1). Untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains Fisika siswa dengan penerapan model pembelajaran inquiry training lebih baik dari keterampilan proses sains siswa dengan model pembelajaran direct instruction, 2). Untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi lebih baik dari keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. 3). Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara model pembelajaran inquiry training dan kemampuan berpikir kritis dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cluster random sampling dan sampel dibagi menjadi dua kelas dimana kelas X-1 sebagai kelas eksperimen dengaan menerapkan model pembelajaran inquiry training dan kelas X-2 sebagai kelas kontrol yang menggunakan model konvensional yaitu direct intruction. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis yang berbentuk uraian serta lembar observasi keterampilan proses sains. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1) keterampilan proses sains siswa yang diajarkan menggunakan model inquiry training lebih baik dari keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model direct intruction, 2) keterampilan proses sains siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi lebih baik dibandingkan dengan keterampilan proses sains siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah, dan 3) ada interaksi antara model pembelajaran inquiry training dan kemampuan berpikir kritis terhadap keterampilan proses sains siswa.

Kata kunci : Model Pembelajaran Inquiry Training, Kemampuan Berpikir Krtitis, Keterampilan Proses Sains.


(6)

ABSTRACT

Ferawati Hutapea (NIM: 8126076009). The Effects of Inquiry Training Learning Model and Critical Thingking Ability toward Science Process Skills of SMA N 1 Laguboti TP. 2014/2015

The purpose of research are 1). To know are differences in science process skills of students with the applied of inquiry training learning model and direct instruction learning models, 2). To know are differences in science process skills of students who has high critical thinking ability and the critically low ability, 3). To know the interaction inquiry training learning model and critical thinking ability toward students science process skills. The samples in this research conducted by cluster random sampling and as many as two class , the first class (X-I) as experiment applied Inquiry Training learning model and the second class (X-2) as control class applied Direct Intruction learning model. The instrument used in this research is tests science process skills and critical thinking skills in the form of description and observation sheets science process skills. From these results it can be concluded that: 1) there are differences in students science process skills with applied inquiry training model and direct intruction model, 2) science process skills of students with high critical thinking ability is better than the science process skills of students with the ability to think critically low, and 3) the interaction inquiry training learning model and critical thinking ability toward the science process skills.

Keywords: Inquiry Training Learning Model, Critical Thinking Ability, Science Process Skills.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya tesis yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Training dan Kemampuan Berpikir Kritis terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa SMA N 1 Laguboti TP 2014/2015” ini telah selesai disusun. Penulis menyadari bahwa selesainya tesis ini berkat adanya bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu, tak lupa penulis menyampaikan dan mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dosen pembimbing I yaitu Bapak Prof. Dr. Mara Bangun Harahap, M.S dan dosen pembimbing II yaitu Ibu Dr. Betty M. Turnip, M.Pd yang selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Sahyar, M.S., M.M, Bapak Prof. Dr. Nurdin Bukit, M.Si dan Ibu Dr. Derlina M.Si selaku nara sumber yang banyak membantu penulis dalam penyempurnaan penulisan dan memberikan masukan guna kesempurnaan isi dari tesis ini.

3. Bapak kepala sekolah SMA N 1 Laguboti yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang bersangkutan.

4. Ibu R. Manurung selaku guru bidang studi Fisika di SMA N 1 Laguboti yang telah membantu memberikan pembelajaran dengan media yang penulis buat. 5. Seluruh pegawai pascasarjana yang telah memberikan kemudahan dan

bantuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di pascasarjana Unimed.


(8)

6. Ayahanda Jamian Hermunanto Hutapea dan Ibunda Nursia Sitanggang terkasih yang selama ini ada dan selalu memberi dukungan doa, motivasi, semangat dan dana kepada penulis, dan kepada Kakanda Linceria, Abangda Parlindungan dan Adinda Nurhaida, Marwanto dan Marlina yang selalu mendukung saya dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

7. Buat teman-teman satu kos, Betaria, Eka, Yusnica, Tifry dll yang telah banyak memberi dukungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan semangat.

8. Buat sahabat-sahabat dan seperjuangan saya di perkuliahan pascasarjana, Purnama, Sri Rosepda, Kak Dahlia, Hiba, b’Asister, b’Loven, b’Andriono, b’Frikson dll yang tidak saya sebut satu-persatu semoga kebersamaan dan kekeluargaan yang kita lalui dapat selalu terjaga.

Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimaksih.

Medan, Agustus 2015 Penulis,

Ferawati Hutapea NIM. 8126 1760 09


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 10

1.3. Batasan Masalah ... 10

1.4. Rumusan Masalah ... 11

1.5. Tujuan Penelitian ... 11

1.6. Manfaat Penelitian ... 12

1.7. Definisi Operasional ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1. Kerangka Teoritis ... 14

2.1.1. Pengertian Belajar ... 14

2.1.2. Hakekat Model Pembelajaran Inquiry Training ... 15

2.1.3. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) ... 22

2.1.4. Berfikir Kritis ... 25

2.1.5. Keterampilan Proses Sains ... 29

2.1.6. Teori yang Mendukung ... 32

2.1.7 Penelitian yang Relevan ... 36

2.2. Kerangka Konseptual ... 38

2.2.1. Perbedaan keterampilan proses sains siswa dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry Training dan Direct Instruction. ... 38

2.2.2. Perbedaan Keterampilan Proses Sains Siswa Yang Memiliki Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi dan Kemampuan Berpikir Kritis Rendah ... 39

2.2.3. Interaksi antara model pembelajaran Inquiry Training dan Kemampuan berpikir kritis terhadap keterampilan proses sains siswa ... 41

2.3. Hipotesis ... 42

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 43

3.3. Variabel Penelitian ... 43

3.4. Jenis dan Desain Penelitian ... 44

3.5. Prosedur Penelitian ... 45


(10)

3.7. Teknik Analisis Data ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 74

4.1. Hasil Penelitian ... 74

4.1.1 Pretes ... 74

4.1.1.1 Uji Normalitas ... 75

4.1.1.2 Uji Homogenitas ... 76

4.1.1.3 Uji Kesamaan Rata-Rata Data Pretes ... 77

4.1.2. Kemampuan Bepikir Kritis ... 77

4.1.3. Postes ... 81

4.1.4. Deskripsi Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 82

4.1.5. Pengujian Hipotesis ... 85

4.2. Pembahasan ... 93

4.2.1. Terdapat Perbedaan Keterampilan Proses Sains Siswa Yang Menggunakan Model Inquiry Training dengan Pembelajaran Direct Intruction ... 93

4.2.2. Terdapat Perbedaan Keterampilan Proses Sains Siswa Yang Memiliki Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi dengan Kemampuan Berpikir Kritis Rendah ... 96

4.2.3. Terdapat Interaksi Model Pembelajaran Inquiry Training dan Kemampuan Berpikir Kritis Terhadap Keterampilan Proses Siswa ... 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

5.1. Kesimpulan ... 102

5.2.. Saran ... 102


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Dampak-dampak Instruksional dan Pengiring dalam

Model Inquiry Training ... 22 Gambar 2.2. Dampak-dampak Instruksional dan Pengiring dalam

Model Direct Instruction ... 24 Gambar 3.1. Tahapan Alur Kerja Penelitian ... 46 Gambar 4.1 Data Hasil Pretes KPS Kelas Kontrol dan Kelas

Eksperimen ... 75 Gambar 4.2 Grafik Uji Normalitas Data Pretes ... 76 Gambar 4.3 Data Hasil Postes KPS Kelas Kontrol dan Kelas

Eksperimen ... 81 Gambar 4.4 Grafik Interaksi Uji Hipotesis ... 87 Gambar 4.5 Perbedaan Keterampilan Proses Sains Yang Diajar

Menggunakan Model Inquiry Training dan Konvensional

... 92 Gambar 4.6 Perbedaan Keterampilan Proses Sains Berdasarkan


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Inquiry Training ... 19

Tabel 2.2. Fase-Fase Model Pembelajaran Direct Instruction ... 23

Tabel 2.3. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis. ... 29

Tabel 2.4. Komponen dan Indikator KPS ... 30

Tabel 2.5. Penelitian yang relevan ... 35

Tabel 3.1. Rancangan Desain Penelitian ... 44

Tabel 3.2. Desain Penelitan ANAVA ... 44

Tabel 3.3. Kisi-kisi Tes Keterampilan Proses Sains ... 47

Tabel 3.4. Deskripsi Penilaian Observasi Keterampilan Proses Sains Siswa ... 48

Tabel 3.5. Lembar Penilaian Observasi Keterampilan Proses Sains 60

Tabel 3.6. Deskripsi Kategori Persentase KPS ... 61

Tabel 3.7. Kisi-Kisi Kemampuan Berfikir Kritis ... 61

Tabel 3.8. Ringkasan Anova Dua Jalur ... 61

Tabel 4.1. Data Pretes Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 74

Tabel 4.2. Uji Normalitas Data Pretes ... 75

Tabel 4.3. Uji Homogenitas Data Pretes ... 76

Tabel 4.4. Uji Kesamaan Data Pretes Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 77

Tabel 4.5. Data Kemampuan Berpikir Kritis ... 77

Tabel 4.6. Data Kelompok Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi dan Rendah Pada kelas Kontrol dan Eksperimen... 78

Tabel 4.7. Data Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 80

Tabel 4.8. Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Kemampuan Berpikir Kritis ... 81

Tabel 4.9a. Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi Pada Masing-Masing Kelas ... 82

Tabel 4.9b. Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Kemampuan Berpikir Kritis Rendah Pada Masing-Masing Kelas ... 83

Tabel 4.10. Hasil ANAVA ... 83

Tabel 4.11. Statistik ANAVA... 84

Tabel 4.12. Uji Homogenitas Keterampilan Proses sains Siswa dengan Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi dan Rendah .. 85

Tabel 4.13. Hasil Perhitungan ANAVA 2 Jalur ... 86


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran.1. Silabus Pembelajaran SMA ... 100

Lampiran.2. RPP I, Bahan Ajar I, LKS I ... 109

Lampiran.3. RPP II, Bahan Ajar II, LKS II ... 127

Lampiran.4. RPP III, Bahan Ajar III, LKS III ... 146

Lampiran.5. Instrumen Keterampilan Proses Sains ... 161

Lampiran.6. Instrumen Berpikir Kritis ... 168

Lampiran.7. Validasi Isi Instrumen Keterampilan Proses Sains ... 172

Lampiran.8. Validasi Isi Instrumen Berpikir Kritis ... 179

Lampiran.9. Validasi Isi Instrumen Observasi Keterampilan Proses Sains Siswa ... 183

Lampiran.10. Validitas Ramalan Instrumen KPS ... 185

Lampiran.11. Validitas Ramalan Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis ... 188

Lampiran.12. Realibilitas KPS ... 190

Lampiran.13. Realibilitas Kemampuan Berpikir Kritis ... 191

Lampiran.14. Lembar Observasi KPS Pertemuan I,II, dan III di Kelas Eksperimen ... 192

Lampiran.15. Data Pretes KPS Kelas Eksperimen ... 195

Lampiran.16. Data Pretes KPS Kelas Kontrol ... 196

Lampiran.17. Data Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen ... 197

Lampiran.18. Data Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol ... 198

Lampiran.19. Data Postes KPS Kelas Eksperimen ... 199

Lampiran.20. Data Postes KPS Kelas Kontrol ... 200

Lampiran.21. Hasil Pengolahan Data SPSS 16.0... 201


(14)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini pemerintah telah fokus pada pembangunan pendidikan di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan pembaharuan sistem pendidikan. Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peranan penting. Menyadari pentingnya proses peningkatan sumber daya manusia tersebut, pemerintah terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui pengembangan dan perbaikan mutu pendidikan. Salah satu upaya tersebut dengan cara meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah. Usaha yang dilakukan pemerintah pusat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, diantaranya melengkapi sarana sekolah, menyempurnakan strategi yang bisa digunakan untuk diimplementasikan di kelas, melakukan sertifikasi guru yang bertujuan untuk menunjang terlaksananya pendidikan dengan baik dan penyempurnaan kurikulum dari KBK tahun 2004 sampai KTSP tahun 2006. Selain itu, KTSP menuntut siswa berpikir ilmiah, menemukan konsep sendiri serta melaksanakan penilaian berbasis kelas. Guru berperan penting dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai pendidik. Untuk menyelenggarakan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, maka guru perlu merancang perencanaan pembelajaran, pemilihan model pembelajaran yang bervariasi, media yang menarik, dan alat evaluasi yang baik. Seorang guru melaksanakan proses pembelajaran di kelas terlebih dahulu mempersiapkan model pembelajaran yang sesuai dengan perangkat pembelajaran yang tersedia.


(15)

2

Kebanyakan proses pembelajaran fisika saat ini berlangsung sebatas pada upaya memberikan pengetahuan deklaratif dalam menggunakan rumus-rumus menyelesaikan soal seperti yang telah dicontohkan sebelumnya. Akibatnya, kemampuan siswa dalam pembelajaran fisika hanya terbatas sampai pada kemampuan menghafalkan sekumpulan fakta yang disajikan guru tidak mengarah kepada pemahaman konsep. Seringkali terjadi kesulitan siswa bila bentuk soal diubah meski masih dalam konsep yang sama yang mengindikasikan siswa tidak memahami makna soal yang sebenarnya. Padahal fisika merupakan ilmu yang lebih banyak memerlukan pemahaman, penemuan terhadap suatu konsep, prinsip dan memperoleh fakta. Fisika bagian dari sains, pada hakikatnya sekumpulan pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan. Sains sebagai kumpulan pengetahuan dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. Sains sebagai cara berpikir merupakan aktivitas yang berlangsung di dalam pikiran orang yang berkecimpung di dalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat untuk memahami fenomena alam. Sains sebagai cara penyelidikan merupakan cara bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji, dan divalidasikan. Fisika dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk sehingga dalam pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yagn efektif dan efisien yaitu salah salah satunya melalui kegiatan praktik (Samsul, 2008:53)

Hasil literasi sains anak-anak Indonesia dapat digunakan untuk menilai implementasi sains di Indonesia. Literasi sains (scientific literacy) ditandai dengan kerja ilmiah, dan tiga dimensi besar literasi sains yang ditetapkan oleh PISA (Programme for International Student Assessment), yaitu konten IPA, proses IPA,


(16)

3

dan konteks IPA. Tingkat literasi sains dapat dijadikan sebagai indikator bagi kualitas pendidikan dan sumber daya manusia suatu negara. Studi literasi sains tingkat dunia, misalnya pada PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2009, Indonesia menduduki urutan ke 60 dari 65 negara, TIMSS (The Third International Matemathics and Science Study) tahun 2011, pada bidang sains Indonesia menempati urutan ke-40 dari 42 negara yang peserta didiknya dites di kelas VIII. Berdasarkan data persentase rata-rata jawaban benar untuk konten sains dan domain kognitif khususnya fisika pada riset TIMSS, persentase jawaban benar pada soal pemahaman selalu lebih tinggi dibandingkan dengan persentase jawaban benar pada soal penerapan dan penalaran (Martin, dkk, 2012: 164 – 165). Dari data dua survei TIMSS terakhir yakni tahun 2007 dan 2011, rata-rata siswa menjawab benar pada ranah knowing (mengetahui) sebesar 39% pada tahun 2007 dan 36% pada tahun 2011, menjawab benar ranah applying (menerapkan) sebesar 28% pada tahun 2007 dan 27% pada tahun 2011, serta persentase menjawab benar ranah reasoning (penalaran) sebesar 24% pada tahun 2007 dan 20% pada tahun 2011.

Dari uraian di atas tampak bahwa nilai fisika siswa Indonesia pada TIMSS mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Jika ditinjau dari aspek pemahaman, penerapan, dan penalaran dalam ranah kemampuan kognitif seperti yang diterapkan pada TIMSS, hal ini digunakan untuk menunjukkan profil hasil belajar dan kemampuan berpikir siswa negara pesertanya. Dari ketiga aspek tersebut, aspek reasoning (menalar) yang merupakan ciri kemampuan berpikir tingkat tinggi taksonomi Bloom mengalami penurunan tertinggi yaitu 4%, sedangkan kedua aspek lain yang termasuk kemampuan berpikir tingkat rendah taksonomi


(17)

4

Bloom yaitu knowing (mengetahui) dan applying (mengaplikasikan) masing-masing mengalami penurunan 3% dan 1%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa rendah. Data dari PISA dan TIMSS menunjukkan kualitas penguasaan sains peserta didik Indonesia masih rendah, dan kurikulum IPA di Indonesia belum diimplementasikan oleh kebanyakan sekolah.

Pembelajaran Fisika di SMA N 1 Laguboti, tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan belajar. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan salah seorang guru Fisika di SMA N 1 Laguboti menunjukkan bahwa pencapaian hasil belajar siswa masih kurang sesuai dengan yang diharapkan. Kenyataan ini diperkuat oleh pencapaian nilai rata-rata ujian akhir yaitu 65 pada semester ganjil, kurang dari 50% siswa yang dapat memenuhi kriteria ketuntasan minimal yaitu 70, sehingga harus dilakukan remedial agar siswa dapat dinyatakan tuntas terhadap materi yang dipelajari. Setelah dilakukan remedial, rata-rata nilai remedial yaitu 80. Dari berbagai tes hasil belajar yang telah disiapkan oleh guru, kebanyakan soal berbentuk menghitung. Dari 10 soal terdapat 7 soal C3 (menerapkan, menghitung), 2 soal C1 (mengetahui), dan 1 soal C2 (memahami). Penilaian guru hanya berpusat kepada hasil belajar, tidak pernah membuat penilaian keterampilan proses pada saat pernah melakukan praktikum ataupun pada saat proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena guru kurang memahami dan kesulitan untuk membuat penilaian. Permasalahan lain dalam proses pembelajaran fisika saat ini adalah kurang memamfaatkan fasilitas penunjang pembelajaran seperti alat laboratorium dan penggunaan media pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar fisika siswa masih tergolong rendah.


(18)

5

Fakta di atas terkait dengan proses pembelajaran di sekolah yang selama ini terkesan monoton. Selain itu, proses pembelajaran yang terjadi belum memaksimalkan siswa baik fisik maupun psikisnya untuk dapat menyerap lebih banyak informasi dan belum memperhatikan kemampuan berpikir kritis siswa. Dalam proses pembelajaran di kelas terlalu fokus pada sains sebagai sebuah pengetahuan saja. Siswa hanya dipenuhi oleh berbagai pengertian konsep, hukum, prinsip dan teori tentang sains tanpa memahami sains dengan benar. Pengetahuan mereka hanya dalam bentuk ingatan atau hapalan. Akibatnya pembelajaran sains menjadi tidak bermakna. Sains tidak memberi perubahan apapun kepada diri siswa kecuali sekedar bertambah pengetahuannya tentang alam. Siswa menjadi lebih tahu tentang bagaimana alam bekerja, namun mereka tidak pernah tahu proses seperti apa yang harus dilalui seorang ilmuan untuk bisa mengungkap rahasia alam, dan sikap/nilai seperti apa yang bisa tumbuh selama proses pembelajaran sains tersebut berlangsung. Siswa kurang diberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan sainsnya karena proses pembelajaran tidak memberi ruang bagi berlangsungnya kerja ilmiah tersebut. Sehingga mengakibatkan cara berfikir siswa rendah dan ketidaktertarikan untuk belajar fisika. Hal ini menunjukkan bahwa penyampaian materi oleh guru berperan besar dalam meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses sains. Menurut Usman (2010:7) bahwa “Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa”.


(19)

6

Pencapaian kompetensi kognitif berupa konsep dapat juga dilakukan melalui pembelajaran praktik. Namun tidak sekedar pembelajaran praktik melainkan lebih menekankan pada penemuan konsep oleh siswa melalui berbagai aktivitas kognitif selama pengamatan dan penyelidikan terhadap suatu fakta berlangsung. Pembelajaran praktik seperti ini diharapkan akan memberikan pengalaman langsung dan nyata kepada siswa. Sehingga pembelajaran membentuk makna bagi siswa mengingat keilmuan fisika itu sendiri mempelajari tentang benda dan gejala-gejala kebendaan maka pembelajaran dengan menyelidiki gejala-gejala kebendaan itu secara langsung atau praktikum adalah penting. Hal ini juga diharapkan mampu memperbaiki dan mengembangkan keterampilan proses sains siswa.

Berbagai inovasi model pembelajaran untuk mendukung keterampilan proses sains ialah model Discovery Learning, Problem Based Learning dan Inquiry Training. Salah satu inovasi pembelajaran sains adalah mengimplementasikan model pembelajaran berorientasi inkuri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Agus Suyatna (2008:6) menunjukkan model inkuiri merupakan model mengajar yang berusaha meletakkan dan mengembangkan cara berpikir ilmiah. Dengan model inkuri juga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam penalaran formal. Hal ini seperti diungkapkan Dahar (2002:126) bahwa salah satu kebaikan pengetahuan yang diperoleh dari belajar penemuan adalah meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas.

Menurut Joyce (2009:201), model pembelajaran Inquiry Training dirancang untuk membawa siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah melalui latihan-latihan yang dapat memadatkan proses ilmiah tersebut ke dalam periode


(20)

7

waktu yang singkat. Tujuannya adalah membantu siswa mengembangkan disiplin dan mengembangkan keterampilan intelektual yang diperlukan untuk mengajukan pertanyaan dan menemukan jawabannya berdasarkan rasa ingin tahunya.

Melalui model pembelajaran ini siswa diharapkan aktif mengajukan pertanyaan mengapa sesuatu terjadi kemudian mencari dan mengumpulkan serta memproses data secara logis untuk selanjutnya mengembangkan strategi intelektual yang dapat digunakan untuk dapat menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut. Model pembelajaran Inquiry Training dimulai dengan menyajikan peristiwa yang mengandung teka-teki kepada siswa. Siswa-siswa yang menghadapi situasi tersebut akan termotivasi menemukan jawaban masalah-masalah yang masih menjadi teka-teki tersebut. Guru dapat menggunakan kesempatan ini untuk mengajarkan prosedur pengkajian sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran Inquiry Training.

Ishler dalam Suparno (2007) lebih menjelaskan inquiry sebagai model pembelajaran yang melibatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik untuk menganalisis dan memecahkan persoalan secara sistematik. Keterampilan berpikir kritis mempunyai pengaruh pada keberhasilan pelaksanaan model pembelajaran inkuiri. Berpikir kritis merupakan keharusan dalam usaha pemecahan masalah, pembuatan keputusan, sebagai pendekatan, menganalisis asumsi-asumsi dan penemuan-penemuan keilmuan. Berpikir kritis diterapkan siswa untuk belajar memecahkan masalah secara sistematis dalam menghadapi tantangan, memecahkan masalah secara inovatif dan mendesain solusi yang mendasar. Proses berpikir kritis hanya dapat muncul kalau ada keterbukaan pikiran, kerendahan hati dan kesabaran. Kemampuan ini membantu seseorang memahami


(21)

8

sepenuhnya suatu kejadian. Berpikir kritis tetap menjaga keterbukaan pikiran selama dia mencari untuk mendapatkan alasan, bukti dan kebenaran logika. (Sanjaya 2009:4).

Kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains saling terkait, jika peserta didik memiliki keterampilan proses sains maka peserta didik tersebut akan mampu untuk berpikir kritis. Dahar (2002:118) menyatakan bahwa keterampilan proses sains adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Keterampilan proses sains memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya dengan penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Selain itu, keterampilan proses sains juga perlu dilatih dan dikembangkan karena keterampilan proses sains mempunyai peranan sebagai berikut: 1) Membantu siswa mengembangkan pikirannya, 2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan, 3) Meningkatkan daya ingat, 4) Memberikan kepuasan intrinsik bila siswa telah behasil melakukan sesuatu, 5) Membantu siswa mempelajari konsep-konsep sains.dengan kata lain keterampilan proses sains sangat penting ditingkatkan pada siswa.

Hasil penelitian Erlin Erlina (2014:5) bahwa kegiatan pembelajaran pada materi fluida statis di kelas X SMA Negeri 1 Krian dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terlaksana dengan sangat baik. Hasil belajar pengetahuan siswa pada materi fluida statis mengalami peningkatan yang signifikan setelah diberi perlakuan model pembelajaran inkuiri. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri mendapatkan respon yang sangat baik dari siswa dari ketiga kelas. Pravita Sari (2009) menyatakan model Inquiry


(22)

9

Training menunjukkan adanya peningkatan keterampilan proses dan pemahaman konsep fisika siswa. Pandey et. al (2011:6) menyatakan bahwa mengajarkan fisika dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry Training lebih efektif dibandingkan dengan model konvensional. Siddiqui (2013) dengan judul “Inquiry Training Model of Teaching : A Search of Learning” menyatakan bahwa model In quiry Training dapat membuat siswa menjadi aktif dan otonom, mengembangkan pemikiran logis, mengembangkan toleransi ambiguitas dan ketekunan, mempromosikan strategi penyelidikan, nilai-nilai dan sikap yang diperlukan untuk bertanya, berpikir, meningkatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengumpulkan dan pengorganisasian data.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dan keterbukaan pihak sekolah maka peneliti akan mengadakan penelitian pada SMA N 1 Laguboti dengan judul: ”Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Training dan Kemampuan Berpikir Kritis Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X SMA N 1 Laguboti T.P 2014/2015”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah yang relevan dengan penelitian ini adalah :

1. Pembelajaran fisika hanya terbatas sampai pada kemampuan menghafalkan sekumpulan fakta , tidak mengarah kepada pemahaman konsep

2. Pembelajaran fisika belum mengarah kepada penilaian keterampilan proses sains


(23)

10

4. Saat proses pembelajaran belum memperhatikan kemampuan berpikir kritis siswa

5. Tidak memanfaatkan laboratorium sekolah secara maksimal I.3 Batasan Masalah

Untuk memberi ruang lingkup yang jelas dalam pembahasan, maka perlu dilakukan pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Model yang diterapkan selama pemungutan data adalah model pembelajaran Inquiry Training dan Model pembelajaran Direct Instruction kelas X di SMA N 1 Laguboti

2. Hal yang akan diteliti mengenai kemampuan berpikir kritis yang dimiliki oleh siswa.

3. Penelitian memfokuskan pada peningkatan keterampilan proses sains.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah maka permasalahan utama pada penelitian ini adalah: “Apakah ada pengaruh model pembelajaran Inquiry Training dan kemampuan berpikir kritis terhadap keterampilan proses siswa pada materi pembelajaran perpindahan kalor?”. Rumusan masalah ini dijabarkan menjadi pertanyaan - pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah keterampilan proses sains siswa lebih baik dengan penerapan model pembelajaran Inquiry Training dari pada model pembelajaran Direct Instruction?


(24)

11

2. Apakah keterampilan proses sains siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi lebih baik dari pada keterampilan proses sains siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah?

3. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran Inquiry Training dengan kemampuan berpikir kritis dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa?

1.5. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh model pembelajaran Inquiry Training dan kemampuan berpikir kritis terhadap keterampilan proses sains siswa pada materi pokok perpindahan kalor. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains Fisika siswa dengan penerapan model pembelajaran Inqury Training lebih baik dari pada keterampilan proses sains siswa dengan penerapan model pembelajaran Direct Instruction.

2. Untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi lebih baik daripada kemampuan kritis rendah.

3. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara model pembelajaran Inqury Training dan kemampuan berpikir kritis dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

1.6. Manfaat Penelitian


(25)

12

1. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam bentuk model pembelajaran yang dapat digunakan guru, sehingga siswa dapat mengembangkan aspek keterampilan proses sains siswa.

2. Model pembelajaran ini dapat menjadi pertimbangan bagi guru-guru fisika dalam upaya perbaikan proses belajar mengajar, karena model ini mengutamakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, sebagai upaya meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

1.7. Defenisi Operasional

Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam pengertian yang dikehendaki pada penelitian ini, maka penulis membuat defenisi operasional sebagai berikut:

1. Model inquiry training adalah model yang dirancang berdasarkan konfrontasi intelektual, yang di dalamnya siswa dibawa pada situasi teka-teki pada suatu permasalahan untuk diselesaikan atau dicari solusinya. (Joyce at. al, 2009).

2. Berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. (Anggelo,2007)

3. Keterampilan proses sains adalah keterampilan fisik dan mental terkait dengan kemampuan-kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuan berhasil menemukan sesuatu yang baru (Harlen W, 1993). Keterampilan proses sains meliputi 1) mengamati (observasi), 2) mengajukan pertanyaan,


(26)

13

3) merumuskan hipotesis, 4) memprediksi, 5) menemukan pola dan hubungan, 6) berkomunikasi secara efektif, 7) merancang percobaan 8) melaksanakan percobaan, dan 9) mengukur dan menghitung.


(27)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan : 1. Terdapat perbedaan keterampilan proses sains siswa yang diajar

menggunakan model pembelajaran inquiry training dan yang diajar dengan model pembelajaran direct instruction. Artinya keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model inquiry training lebih baik dari keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model direct instruction.

2. Terdapat perbedaan keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi dengan yang memiliki kemampuan kritis rendah. Keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi lebih baik dari keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah.

3. Terdapat interaksi model pembelajaran inquiry training dan kemampuan berpikir kritis terhadap keterampilan proses sains. Model pembelajaran inquiry training berpengaruh optimal untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa jika diterapkan pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memiliki beberapa saran dalam penerapan model pembelajaran inquiry training sebagai berikut:


(28)

1. Dalam menerapkan model inquiry training, untuk penentuan kelompok belajar sebaiknya membagi kelompok dengan baik, yaitu siswa yang memiliki nilai pretes lebih tinggi dibagi terhadap beberapa kelompok agar pada saat pembelajaran lebih efektif dan efisien.

2. Dalam pelaksanaan praktikum, sebaiknya guru memperhatikan keadaan laboratorium atau kelas karena situasi lingkungan sangat mempengaruhi pengambilan data hasil praktikum.

3. Sebaiknya guru mengkombinasikan model inquiry training dengan strategi pembelajaran yang lebih efektif agar siswa yang kurang bahkan yang tidak terampil dapat mengikuti kegiatan pembelajaran.

4. Penerapan model pembelajaran inquiry training pada sintaks yang pertama yaitu menghadapkan siswa pada masalah, sebaiknya guru menggunakan media tambahan berupa video, flash atau gambar agar siswa lebih paham terhadap masalah yang diberikan.


(29)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Arief. 2007. Memahami Berpikir Kritis. Artikel Pendidikan. Network. Diakses 12 Januari 2013 dari http://researchengines.com/1007arief3.html

Arikunto, Suharsismi. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Arends, R.I., (2008), Learning To Teach, Belajar Untuk Mengajar Edisi ketujuh /jilid I, Buku Satu, Penerbit Pustaka Belajar,Yogyakarta.

Astuti, R., Sunarno W.,Sudarisman, S. (2012). Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Keterampilan Proses Sains Menggunakan Metode Eksperimen Bebas Termodifikasi dan Eksperimen Terbimbing Ditinjau Dari Sikap Ilmiah dan Motivasi Belajar Siswa. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 1 2012 (hal 51-59)

Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran, Alfabeta Bandung, Bandung.

Bahri, Samsul. (2008). Pembelajaran Fisika Berbasis Filsafat Konstrukvisme. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu. Vol 6 No. 1. Hal 52-57

Chirayu, K. 2013. Efectiveness of Inquiry Training Model for Teaching Science. Scholary Research Journal for Interdisciplinary Studies vol I: India

Dahar, R. W. (2002). Teori-Teori Belajar. Jakarta. Erlangga.

Dahar,R.W.(2011). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga Dimyati Dan Mudjiono, (2006), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta

Endang, W, dkk. (2011). Penerapan Pembelajaran Inquiry Training Untuk Meningkatkan Kinerja Ilmiah Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Journal PTK Vol Khusus. Dosen Universitas Negeri Surabaya. Jawa Timur

Ennis, (1996). Critical Thinking. New Jersey: Prentice Hall, Uper Saddle river.

Erlina, Erin., Supriono. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Yang Berorientasi Pada Kurikulum 2013 Dengan Materi Fluida Statis Di Kelas X SMA Negeri 1 Krian Sidoarjo. Sidoarjo: Universitar Negeri Surabaya. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 03 No. 02 Tahun 2014, 131-136

Filsaime, D. K. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustaka. Fisher, A. (2001). Critical Thinking An Introduction. New York: Cambridge University Press Harlen, W., Elsgeest, J. (1992). UNESCO Sourcebook for Science in the Primary School. France.


(30)

Harlen, W. (2001) Teaching, learning and assessing science 5-12. London Paul Chapman Publising Ltd

Harlen, W. (1993) Education for Teaching Science and Mathematics in the Primary School.

Paris: UNESCO.

Joyce,B,Weil,M.& Calhoun,E.(2009). Models of Teaching (8th ed). Model-Model Pengajaran ( Terjemahan Achmad Fawai & Ateila Mirza). Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Kanginan, Marthen. (2007). Fisika SMA Kelas X A. Jakarta: Erlangga.

Kemendikbud. ( 2012). Pergeseran Paradigma Belajar Abad 21. Dalam Puskurbuk Balitbang Kemdikbud. http://puskurbuk.net. Diakses tanggal 8 April 2014

Liliasari. (2005). Membangun Keterampilan Berpikir Manusia Indonesia Melalui Pendidikan Sains. Naskah Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Pendidikan IPA pada Fakultas PMIPA UPI : Bandung.

Martin, M.O., Mullis I.V.S., dkk. 2012. TIMSS 2011 International Results in Science. Chestnut Hill: TIMSS & PIRLS International Study Center

Muhfahroyin. (2009). Memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis.

http://muhfahroyin.blogspot.com/2009/01/berpikir-kritis.html

[19http://muhfahroyin.blogspot.com/2009/01/berpikir-kritis.html. %5b19 September 2012]

Pandey A., Nanda G.K., Ranjan V. (2011). Effectiveness of Inquiry Training Model over Conventional Teaching Method on Academic Achievement of Science Students in India. Journal of Innovative Research in Education 1(1)

Rustaman, N.Y. , dkk. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Common Textbook JlCA lMSTEP. Bandung: FPMTP A UPl

Sagala, Syaiful.(2011). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Sani, R.A. 2013. Inovasi Pembelajaran.Medan. Bumi Aksara.

Sanjaya, W., 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana Prenada Media Group : Jakarta

Sardiman, A. M., (2006), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Siddiqui, Mujibul Hasan. (2013). Inquiry Training Model of Teaching : A Search of Learning. International Journal of Scientific Research. Research Paper Vol-2 Issue-3


(31)

Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Suparno, P. (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik dan Menyenangkan. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma.

Susanti, Ana dkk (2014) Pembelajaran Biologi Menggunakan Inquiry Training dengan Vee Diagram dan KWL Chart Ditinjau dari Keterampilan Berpikir Kritis dan

Kemampuan Penaran Formal. JURNAL INKUIRI.

ISSN: 2252 7893, Vol 3, No. I, 2014 (hal 75 84) http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.ph

p/sains

Suyatna, Agus. (2008). Penerapan Model Pembelajaran Astronomi Berbasis Inkuiri dan Eksplorasi Serta Berorientsai Pemberian Contoh Untuk Calon Guru Fisika. JPP Volume 6 Nomor 1. Hal 75-82

Trianto, (2011). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Penerbit Prestasi Pustaka, Jakarta

Usman, Moh, Uzer. (1993). Belajar Mengajar. Bandung: Renga kosda Karya

Remziye, dkk (2011). The Effects Of Inquiry-Based Science Teaching On Elementary School Students’ Science Process Skills And Science Attitudes. Bulgarian Journal of Science and Education Policy (BJSEP), Volume 5, Number 1

Vaishnav, Rajshree S. (2013). Effectiveness of Inquiry Training Model for Teaching Science. Scholarly Research Journal For Interdisciplinary Studies. Chirayu, K C Bajaj College of Education . Nagpur (M.S.) India. Vol-I Issue-V


(1)

13

3) merumuskan hipotesis, 4) memprediksi, 5) menemukan pola dan hubungan, 6) berkomunikasi secara efektif, 7) merancang percobaan 8) melaksanakan percobaan, dan 9) mengukur dan menghitung.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan : 1. Terdapat perbedaan keterampilan proses sains siswa yang diajar

menggunakan model pembelajaran inquiry training dan yang diajar dengan model pembelajaran direct instruction. Artinya keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model inquiry training lebih baik dari keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model direct instruction.

2. Terdapat perbedaan keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi dengan yang memiliki kemampuan kritis rendah. Keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi lebih baik dari keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah.

3. Terdapat interaksi model pembelajaran inquiry training dan kemampuan berpikir kritis terhadap keterampilan proses sains. Model pembelajaran inquiry training berpengaruh optimal untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa jika diterapkan pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memiliki beberapa saran dalam penerapan model pembelajaran inquiry training sebagai berikut:


(3)

1. Dalam menerapkan model inquiry training, untuk penentuan kelompok belajar sebaiknya membagi kelompok dengan baik, yaitu siswa yang memiliki nilai pretes lebih tinggi dibagi terhadap beberapa kelompok agar pada saat pembelajaran lebih efektif dan efisien.

2. Dalam pelaksanaan praktikum, sebaiknya guru memperhatikan keadaan laboratorium atau kelas karena situasi lingkungan sangat mempengaruhi pengambilan data hasil praktikum.

3. Sebaiknya guru mengkombinasikan model inquiry training dengan strategi pembelajaran yang lebih efektif agar siswa yang kurang bahkan yang tidak terampil dapat mengikuti kegiatan pembelajaran.

4. Penerapan model pembelajaran inquiry training pada sintaks yang pertama yaitu menghadapkan siswa pada masalah, sebaiknya guru menggunakan media tambahan berupa video, flash atau gambar agar siswa lebih paham terhadap masalah yang diberikan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Arief. 2007. Memahami Berpikir Kritis. Artikel Pendidikan. Network. Diakses 12 Januari 2013 dari http://researchengines.com/1007arief3.html

Arikunto, Suharsismi. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Arends, R.I., (2008), Learning To Teach, Belajar Untuk Mengajar Edisi ketujuh /jilid I, Buku Satu, Penerbit Pustaka Belajar,Yogyakarta.

Astuti, R., Sunarno W.,Sudarisman, S. (2012). Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Keterampilan Proses Sains Menggunakan Metode Eksperimen Bebas Termodifikasi dan Eksperimen Terbimbing Ditinjau Dari Sikap Ilmiah dan Motivasi Belajar Siswa. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 1 2012 (hal 51-59)

Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran, Alfabeta Bandung, Bandung.

Bahri, Samsul. (2008). Pembelajaran Fisika Berbasis Filsafat Konstrukvisme. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu. Vol 6 No. 1. Hal 52-57

Chirayu, K. 2013. Efectiveness of Inquiry Training Model for Teaching Science. Scholary Research Journal for Interdisciplinary Studies vol I: India

Dahar, R. W. (2002). Teori-Teori Belajar. Jakarta. Erlangga.

Dahar,R.W.(2011). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga Dimyati Dan Mudjiono, (2006), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta

Endang, W, dkk. (2011). Penerapan Pembelajaran Inquiry Training Untuk Meningkatkan Kinerja Ilmiah Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Journal PTK Vol Khusus. Dosen Universitas Negeri Surabaya. Jawa Timur

Ennis, (1996). Critical Thinking. New Jersey: Prentice Hall, Uper Saddle river.

Erlina, Erin., Supriono. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Yang Berorientasi Pada Kurikulum 2013 Dengan Materi Fluida Statis Di Kelas X SMA Negeri 1 Krian Sidoarjo. Sidoarjo: Universitar Negeri Surabaya. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 03 No. 02 Tahun 2014, 131-136

Filsaime, D. K. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustaka. Fisher, A. (2001). Critical Thinking An Introduction. New York: Cambridge University Press Harlen, W., Elsgeest, J. (1992). UNESCO Sourcebook for Science in the Primary School. France.


(5)

Harlen, W. (2001) Teaching, learning and assessing science 5-12. London Paul Chapman Publising Ltd

Harlen, W. (1993) Education for Teaching Science and Mathematics in the Primary School. Paris: UNESCO.

Joyce,B,Weil,M.& Calhoun,E.(2009). Models of Teaching (8th ed). Model-Model Pengajaran ( Terjemahan Achmad Fawai & Ateila Mirza). Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Kanginan, Marthen. (2007). Fisika SMA Kelas X A. Jakarta: Erlangga.

Kemendikbud. ( 2012). Pergeseran Paradigma Belajar Abad 21. Dalam Puskurbuk Balitbang Kemdikbud. http://puskurbuk.net. Diakses tanggal 8 April 2014

Liliasari. (2005). Membangun Keterampilan Berpikir Manusia Indonesia Melalui Pendidikan Sains. Naskah Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Pendidikan IPA pada Fakultas PMIPA UPI : Bandung.

Martin, M.O., Mullis I.V.S., dkk. 2012. TIMSS 2011 International Results in Science. Chestnut Hill: TIMSS & PIRLS International Study Center

Muhfahroyin. (2009). Memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis. http://muhfahroyin.blogspot.com/2009/01/berpikir-kritis.html

[19http://muhfahroyin.blogspot.com/2009/01/berpikir-kritis.html. %5b19 September 2012]

Pandey A., Nanda G.K., Ranjan V. (2011). Effectiveness of Inquiry Training Model over Conventional Teaching Method on Academic Achievement of Science Students in India. Journal of Innovative Research in Education 1(1)

Rustaman, N.Y. , dkk. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Common Textbook JlCA lMSTEP. Bandung: FPMTP A UPl

Sagala, Syaiful.(2011). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Sani, R.A. 2013. Inovasi Pembelajaran.Medan. Bumi Aksara.

Sanjaya, W., 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana Prenada Media Group : Jakarta

Sardiman, A. M., (2006), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Siddiqui, Mujibul Hasan. (2013). Inquiry Training Model of Teaching : A Search of Learning. International Journal of Scientific Research. Research Paper Vol-2 Issue-3


(6)

Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Suparno, P. (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik dan Menyenangkan. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma.

Susanti, Ana dkk (2014) Pembelajaran Biologi Menggunakan Inquiry Training dengan Vee Diagram dan KWL Chart Ditinjau dari Keterampilan Berpikir Kritis dan

Kemampuan Penaran Formal. JURNAL INKUIRI.

ISSN: 2252 7893, Vol 3, No. I, 2014 (hal 75 84) http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.ph

p/sains

Suyatna, Agus. (2008). Penerapan Model Pembelajaran Astronomi Berbasis Inkuiri dan Eksplorasi Serta Berorientsai Pemberian Contoh Untuk Calon Guru Fisika. JPP Volume 6 Nomor 1. Hal 75-82

Trianto, (2011). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Penerbit Prestasi Pustaka, Jakarta

Usman, Moh, Uzer. (1993). Belajar Mengajar. Bandung: Renga kosda Karya

Remziye, dkk (2011). The Effects Of Inquiry-Based Science Teaching On Elementary School

Students’ Science Process Skills And Science Attitudes. Bulgarian Journal of

Science and Education Policy (BJSEP), Volume 5, Number 1

Vaishnav, Rajshree S. (2013). Effectiveness of Inquiry Training Model for Teaching Science. Scholarly Research Journal For Interdisciplinary Studies. Chirayu, K C Bajaj College of Education . Nagpur (M.S.) India. Vol-I Issue-V