PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS DAN KOMUNIKASI MATEMATIK ANTARA SISWA YANG DIAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG DI SMP N 2 BANDAR KHALIPAH.

(1)

PERBEDAAN KEM

DAN KOMU

PEMBEL

PEMBE

KELA

Dala

PROGRAM

P

UN

MAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP

UNIKASI MATEMATIS ANTARA M

ELAJARAN BERBASIS MASALAH D

BELAJARAN LANGSUNG PADA SISW

LAS VII SMP N 2 BANDAR KHALIPAH

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan alam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun oleh :

HERGUSTISON TAMBA

NIM: 8136172036

AM STUDI PENDIDIKAN MATEMA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2016

EP MATEMATIS

A MODEL

DAN

ISWA

AH

n


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i

ABSTRAK

HERGUSTISON TAMBA. Perbedaan Kemampuan Pemahaman konsep matematis dan

Komunikasi Matematik antaraSiswa Yang Diajar dengan Model pembelajaran berbasis masalah dengan Model pembelajaran langsung di SMP N 2 Bandar Khalipah. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.

Kata Kunci: Model pembelajaranberbasismasalah, Model pembelajaranlangsung, Pemahaman konsep matematis, dan Komunikasi Matematik

Tujuan penelitian ini adalahuntukmengetahui: (1) apakahterdapatperbedaankemampuan Pemahaman konsep matematis siswa yang diajar dengan Model pembelajaran berbasis masalahdanModel pembelajaranlangsung (2) apakahterdapatperbedaanKomunikasi Matematik siswa yang diajar dengan Model pembelajaran berbasis masalahdanModel pembelajaranlangsung (3) apakah terdapat interaksi antara Pendekatan pembelajaran (PBM dan PL) dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan Pemahaman konsep matematis siswa, (4) apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (PBM dan PL) dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap Komunikasi Matematik siswa, (5) bagaimana proses penyelesaian masalah Pemahaman konsep matematis siswa yang diajar dengan Model pembelajaran berbasis masalah dan yang diajar dengan model pembelajaran langsung. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini terdiri dari seluruh siswa kelas VII SMP N 2 Bandar Khalipah yang terbagidalam 6kelas, dengan mengambil sampel dua kelas berjumlah 80 siswa melalui teknikcluster random sampling. Analisis data dilakukan dengan Anava dua jalur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1)terdapatperbedaanpeningkatan kemampuan Pemahaman konsep matematis siswa yang diajar dengan Model pembelajaran berbasis masalahdanModel pembelajaranlangsung (2) terdapatperbedaanpeningkatan Komunikasi Matematik siswa yang diajar dengan Model pembelajaran berbasis masalahdanModel pembelajaranlangsung (3) terdapat interaksi antara Pendekatan pembelajaran (PBM dan PL) dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan Pemahaman konsep matematis siswa, (4) terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (PBM dan PL) dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan Komunikasi Matematik siswa, (5) pembahasansecaradeskriptiftentangproses penyelesaian masalah Pemahaman konsep matematis siswa yang diajar dengan Model pembelajaran berbasis masalah dan yang diajar dengan model pembelajaran langsung.


(7)

ii

ABSTRACT

HERGUSTISON TAMBA. Differences in understanding mathematical concepts and the

ability of Mathematics Communication Among Students Who Taught with problem-based learning model with the direct learning model in SMP N 2 Bandar Khalipah. Thesis. Medan: Graduate School, State University of Medan, 2016.

Keywords: Model problem-based learning, direct learning model, understanding of mathematical concepts, and Communication Mathematics

The purpose of this study was to determine: (1) whether there are differences in the ability of understanding mathematical concepts students are taught to model problem-based learning and learning model directly (2) whether there is a difference Communication Mathematics students who are taught to model problem-based learning and learning model directly ( 3) whether there is an interaction between learning approach (PBM and PL) with prior knowledge of mathematics students in the ability of understanding mathematical concepts by students, (4) whether there was an interaction between the learning approaches (PBM and PL) with the capability of beginning math students to the Communication of mathematical student, ( 5) how the problem solving process understanding mathematical concepts taught students with problem-based learning model and taught by direct learning model. This study is a quasi-experimental research. The population in this study consisted of all students in grade VII SMP N 2 Bandar Khalipah divided into 6 classes, by taking samples of two classes totaling 80 students through a random cluster sampling technique. Data were analyzed by Anova two lanes. The results of this study indicate that (1) there is a difference upgrading of understanding mathematical concepts students are taught to model problem-based learning and learning model directly (2) there is a difference in the increase of Communications of Mathematical students who are taught to model problem-based learning and learning model directly (3) there is no interaction between learning approach (PBM and PL) with the capability of beginning math students to the increased ability of understanding mathematical concepts by students, (4) there is interaction between the learning approaches (PBM and PL) with prior knowledge of mathematics students in the ability of Communications of mathematical student, (5) descriptive discussion about the problem solving process understanding mathematical concepts taught students with problem-based learning model and taught by direct learning model.


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam yang telah melimpahkan anugerah dan karunia-Nya kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam proses penyusunan tesis terdapat beberapa hal yang harus dilalui, diantaranya menghadapi kendala dan keterbatasan serta bimbingan/arahan yang terwujud dalam motivasi dari beberapa pihak.

Tesis ini berjudul “Perbedaan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis dan Komunikasi Matematis Antara Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Langsung Pada Siswa Kelas VII SMP N 2 Bandar Khalipah” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika. Ucapan terima kasih dan penghargaan ditujukan khusus kepada:

• Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

• Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana.

• Prof. Dr. Mukhtar, M.Pd. selaku pembimbing I yang dengan tulus dan sabar membimbing serta tidak hentinya memberikan motivasi dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

• Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd.selaku pembimbing II, yang juga telah banyak memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna selama penyelesaian tesis ini.

• Para pengajar pada Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

• Seluruh Keluarga, sahabat, teman baik yang telah memberikan dukungan penuh dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga Allah membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta saudara/i, kiranya kita semua tetap dalam lindungan-Nya. Mungkin masih terdapat kekurangan/kelemahan dalam penyusunan tesis ini, untuk itu penulis mengharapkan


(9)

iv

sumbangan berupa pemikiran yang terbungkus dalam saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, April 2016 Penulis


(10)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 19

1.3. Batasan Masalah ... 20

1.4. Rumusan Masalah ... 20

1.5. Tujuan Penelitian ... 21

1.6. Manfaat Penelitian ... 22

1.7. Definisi Operasional ... 23

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 25

2.1. Belajar Matematika ... 25

2.2. Pembelajaran Matematika ... 27

2.3. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika ... 29

2.4. Kemampuan Komunikasi Matematika... 35

2.5. Aktivitas Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika ... 44

2.6. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBM)... 48

2.7. Model Pembelajaran Langsung ... 59

2.8. Materi Penelitian ... 62

2.9. Hasil Penelitian yang Relevan ... 71

2.10.Kerangka Konseptual ... 76

2.11.Hipotesis ... 81

BAB III METODE PENELITIAN ... 83

3.1. Jenis Penelitian... 83


(11)

vi

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 84

3.4. Desain Penelitian... 85

3.5. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 87

3.6. Pengontrolan Perlakuan ... 88

3.7. Instrumen Penelitian... 91

3.8. Uji Coba Instrumen Persyaratan Analisis ... 95

3.9. Prosedur Penelitian... 102

3.10.Teknik Analisis Data ... 104

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 117

4.1.1 Hasil Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM) Siswa ... 117

4.1.2 Hasil Tes Kemampuan Pemahaman konsep Siswa ... 120

4.1.2.1 Hasil Posttest Tes Kemampuan Pemahaman konsep Siswa ... 121

4.1.2.2 Analisis Statistik ANAVA Dua Jalur ... 123

4.1.2.3 Uji Hipotesis ... 124

4.1.3 Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa .. 128

4.1.3.1 Hasil Posttest Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 128

4.1.3.2 Analisis Statistik ANAVA Dua Jalur ... 131

4.1.3.3 Uji Hipotesis ... 131

4.1.4 Analisis Proses Penyelesaian Masalah ... 135

4.1.4.1 Analisis Proses Penyelesaian Masalah Kemampuan Pemahaman konsep... 135

4.1.4.2 Analisis Proses Penyelesaian Masalah Kemampuan Komunikasi Matematis ... 143

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ...` 156

4.2.1 Perbedaan Kemampuan Pemahaman konsep Siswa ... 156

4.2.2 Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 158

4.2.3 Interaksi Antara Model Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matematika Siswa terhadap Kemampuan Pemahaman konsep Siswa ... 159

4.2.4 Interaksi Antara Model Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matematika Siswa terhadap Kemampuan Pemahaman konsep Siswa ... 161

4.2.5 Proses Penyelesaian Masalah Tes Kemampuan Pemahaman konsep ... 162

4.2.6 Proses Penyelesaian Masalah Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 163


(12)

vii

BAB V SIMPULANDAN SARAN

5.1 Simpulan ... 166

5.2 Implikasi ... 167

5.3 Saran ... 168


(13)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah... 53

Tabel 2.2 Sintaks Model Pembelajaran Langsung... 60

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 86

Tabel 3.2 Tabel Weiner tentang Keterkaitan Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 86

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Awal Matematika ... 92

Tabel 3.4 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Awal Matematika Siswa . 93 Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi rxy... 97

Tabel 3.6 Interpretasi Derajat Reliabilitas ... 98

Tabel 3.7 Interpretasi daya pembeda... 99

Tabel 3.8 Interpretasi Tingkat Kesukaran Soal... ... 100

Tabel 3.9 Indikator Kemampuan Pemahaman konsep dan Komunikasi... 101

Tabel 3.10 Tabel Anava Dua Jalur ... 111

Tabel 3.11 Keterkaitan Permasalahan Penelitian, Hipotesis Statistik, Kelompok Data dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan ... 116

Tabel 4.1 Deskripsi Kemampuan Awal Matematika Siswa Berdasarkan Pembelajaran ... 118

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 119

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 119

Tabel 4.4 Sebaran Sampel Penelitian …... 120

Tabel 4.5 Deskripsi Posttest Tes Kemampuan Pemahaman konsep Siswa Berdasarkan Pembelajaran ... 121

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Skor Posttest Kemampuan Pemahaman konsep Siswa ... 122

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Skor Posttest Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa ... 123

Tabel 4.8 Hasil Uji ANAVA Dua Jalur ... 124

Tabel 4.9 Deskripsi Data Postes kemampuan pemahaman konsep indikator 1... 126

Tabel 4.10 Deskripsi Data Postes kemampuan pemahaman konsep indikator 2... 127

Tabel 4.11 Deskripsi Data Postes kemampuan pemahaman konsep indikator 3... 127

Tabel 4.12 Deskripsi Posttest Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan Pembelajaran ... 128

Tabel 4.13 Hasil Uji Normalitas Skor Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 129

Tabel 4.14 Hasil Uji Homogenitas Skor Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 130

Tabel 4.15 Hasil Uji ANAVA Dua Jalur ... 131

Tabel 4.16 Deskripsi data postes kemampuan komunikasi indikator 1 ... 134

Tabel 4.17 Deskripsi data postes kemampuan komunikasi indikator 2... 134


(14)

ix

Tabel 4.19 Skor Perolehan Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik

pada Indikator Menyatakan Ulang Konsep... 138 Tabel 4.20 Proses Jawaban Siswa Tes Kemampuan Pemahaman konsep... 140 Tabel 4.21 Skor Perolehan Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik pada

Indikator Memberikan Contoh dan Bukan Contoh Konsep... 142 Tabel 4.22 Skor Perolehan Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik pada

Indikator Menggunakan Konsep dalam Pemecahan

Masalah...147 Tabel 4.23 Skor Perolehan Tes Kemampuan Komunikasi Matematik pada

Menafsirkan Tabel, Grafik, Diagram, kedalam Ide Matematika Secara tertulis ... 151 Tabel 4.24 Skor Perolehan Tes Kemampuan Komunikasi Matematik padaIndikator


(15)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Beberapa Proses Penyelesaian Jawaban Siswa pada Tes Pendahuluan Kemampuan Pemahaman Konsep ... 6 Gambar 1.2 Beberapa Proses Penyelesaian Jawaban Siswa pada Tes

Pendahuluan Kemampuan Komunikasi ... 12 Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ... 104 Gambar 4.1 Interaksi Antara Pembelajaran dan KAM Terhadap

Kemampuan Pemahaman konsep Siswa ... 126 Gambar 4.2 Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis

untuk setiap indikator ... 127 Gambar 4.3 Interaksi Antara Pembelajaran dan KAM Terhadap

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa... 133 Gambar 4.4 Data Kemampuan komunikasi Matematis

untuk setiap indikator ... 135 Gambar 4.5 Proses Penyelesaian Jawaban siswa butir soal no. 1

pemahaman konsep matematik ... 136 Gambar 4.6 Proses Penyelesaian Jawaban Siswa Butir soal 1 dan 2 ... 139 Gambar 4.7 Proses Penyelesaian Jawaban siswa butir Nomor 3 Pemahaman

Konsep Matematik... 141 Gambar 4.8 Proses Penyelesaian Jawaban siswa indikator 1 komunikasi.. 145 Gambar 4.9 Proses Penyelesaian jawaban siswa indikator 2

komunikasi... 149 Gambar 4.10 Proses Penyelesaian jawaban siswa indikator 3 komunikasi.. 154


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi dan sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan.

Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya. Konsep pendidikan tersebut semakin terasa pentingnya ketika seseorang harus memasuki dunia kerja dan di masyarakat, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan datang.

Pemikiran ini mengandung konsekuensi bahwa penyempurnaan atau perbaikan pendidikan formal (sekolah) untuk mengantisipasi kebutuhan dan tantangan masa depan perlu terus-menerus dilakukan, diselaraskan dengan perkembangan kebutuhan dunia usaha, perkembangan dunia kerja serta


(17)

2

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini juga tidak terlepas dalam pendidikan dan pembelajaran matematika di sekolah.

Salah satu aspek kompetensi yang diharapkan adalah kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik. Kemampuan dasar matematika menurut Sumarmo (2006) dapat diklasifikasikan dalam lima standar kemampuan: (1) mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip, dan ide matematik; (2) menyelesaikan masalah matematika; (3) bernalar matematik; (4) melakukan koneksi matematik; dan (5) komunikasi matematik.

Untuk dapat memenuhi hubungan antara bagian matematika, antara satu konsep dengan konsep lain, seharusnya saling terkait karena kemampuan pemahaman konsep siswa pada topik tertentu menuntut pemahaman konsep pada topik sebelumnya. Oleh karena itu, dalam belajar matematika siswa harus memahami terlebih dahulu makna dan penurunan konsep, prinsip, hukum, aturan dan kesungguhan yang diperoleh. Setelah kemampuan pemahaman konsep diperoleh, maka tuntutan selanjutnya bagi siswa adalah memiliki kemampuan komunikasi, yaitu kemampuan menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika, menjelaskan ide, situasi secara lisan dan tulisan, mendengarkan, berdiskusi, menulis tentang matematika, membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis, membuat konjektur, menjelaskan dan membuat pertanyaan yang sedang dipelajari (Sumarmo, 2006).

Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil pembelajaran matematika dalam aspek pemahaman konsep dan komunikasi matematik masih rendah. Guru masih belum memanfaatkan pemahaman konsep sebagai target dalam pembelajaran matematika. Siswa seringkali tidak memahami makna yang


(18)

3

sebenarnya dari suatu permasalahan. Mereka hanya mempelajari prosedur mekanistik yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah itu.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM: 2000), menyatakan bahwa:

Menggariskan peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Untuk mewujudkan hal itu, pembelajaran matematika dirumuskan lima tujuan umum, yaitu: pertama, belajar untuk berkomunikasi; kedua, belajar untuk bernalar; ketiga, belajar untuk memecahkan masalah; keempat, belajar untuk mengaitkan ide; dan kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematik.

Dalam NCTM (2000) disebutkan, bahwa pemahaman konsep matematik, merupakan aspek yang sangat penting dalam prinsip pembelajaran matematika. Siswa dalam belajar matematika harus disertai dengan pemahaman konsep, hal ini merupakan visi dari belajar matematika. Dinyatakan pula, bahwa belajar tanpa pemahaman konsep merupakan hal yang terjadi dan menjadi masalah sejak tahun 1930-an, sehingga belajar dengan pemahaman konsep tersebut terus ditekankan dalam kurikulum.

Ada berbagai faktor yang menyebabkan siswa beranggapan matematika sulit untuk dipelajari, dua diantaranya adalah kurangnya kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik dalam belajar matematika. Harusnya siswa memiliki seperangkat komponen yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika mulai dari SD, SMP, sampai SMA (Depdiknas, 2003a), yaitu:

1. Menunjukkan pemahaman konsep matematik yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan antar konsep secara luwes, akuarat, efisiean dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas masalah.


(19)

4

3. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

4. Menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat (merumuskan) menafsirkan, menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

Berdasarkan standar kompetensi yang diharapkan oleh Depdiknas di atas, kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik harus dimiliki oleh siswa. Pemahaman konsep merupakan hasil proses belajar mengajar yang mempunyai indikator individu yang dapat menjelaskan atau mendefinisikan suatu informasi dengan kata-kata sendiri, sehingga siswa dituntut untuk tidak sebatas mengingat kembali pelajaran, namun lebih dari itu siswa mampu mendefinisikan. Hal ini menunjukkan siswa telah memahami pelajaran, walaupun dengan bentuk susunan kalimat yang berbeda, tetapi kandungan maknanya tidak berubah.

Pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap konsep matematika menurut NCTM (1989) dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam: (1) Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan; (2) Mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan contoh; (3) Menggunakan model, diagram dan simbol-simbol untuk merepresentasikan suatu konsep; (4) Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lainnya; (5) Mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep; (6) Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang menentukan suatu konsep; (7) Membandingkan dan membedakan konsep-konsep.

Pemahaman konsep merupakan dasar dari pemahaman prinsip dan teori, sehingga untuk dapat memahami prinsip dan teori harus dipahami terlebih dahulu konsep-konsep yang menyusun prinsip dan teori tersebut. Pemahaman konsep memegang peranan penting dalam matematika. Namun, siswa pada umumnya belum memiliki pemahaman konsep yang baik. Hal ini terlihat dari studi


(20)

5

pendahuluan yang penulis lakukan (15 januari 2015) terhadap pemahaman konsep matematik siswa di kelas VIII SMP N 2 Bandar Khalipah mengungkapkan pemahaman konsep matematik siswa masih rendah.

Misalnya ketika siswa kelas VIII 4 yang berjumlah 34 siswa diberikan soal mengenai Persegi dan Persegi Panjang. Persegi dan Persegi Panjang merupakan materi yang dipelajari di kelas VII semester genap. Contoh soalnya berikut ini: 1. Dalam kehidupan sehari-hari kita pasti sering menemui benda-benda seperti:

ubin, sapu tangan, lantai keramik sekolah, meja guru, meja siswa, pintu, papan ujian, dan lain-lain.

Bentuk apakah benda-benda tersebut? Apakah berbentuk persegi atau persegi panjang? Tuliskan benda-benda lain yang berbentuk persegi dan persegi panjang dalam kehidupan sehari-hari!

2. Tuliskan defenisi persegi dan persegi panjang dengan pemahaman dan bahasamu sendiri.

3. Ayah mempunyai sebidang tanah kosong yang berbentuk persegi panjang dengan panjang 20 meter dan lebar 10 meter. Ayah ingin membuat pagar mengelilingi tanah tersebut. Berapakah panjang pagar yang harus dibuat ayah!

Kebanyakan siswa tidak memahami maksud dari soal yang diberikan, sehingga mereka mengalami kesulitan untuk menyelesaikan soal tersebut. Berikut ini adalah salah satu model penyelesaian yang dibuat oleh siswa dari soal di atas.


(21)

6

(i)

(iii) Gambar 1.1. Beber

Pendah Dari hasil jaw belum begitu paham contoh yang lain da konsep. Jawaban sisw menuliskan konsep

6

(ii)

) (iv)

berapa Proses Penyelesaian Jawaban Sisw ndahuluan Kemampuan Pemahaman Konsep

awaban siswa untuk soal nomor satu dapat diliha m apa yang ditanya pada soal dan masih bersa

dari persegi dan persegi panjang, berarti te siswa untuk soal nomor dua terlihat bahw p persegi atau persegi panjang dengan ba

6

Siswa pada Tes sep

dilihat bahwa siswa rsalahan membuat terjadi kesalahan bahwa siswa tidak n baik dan siswa


(22)

7

menuliskan persegi dan persegi panjang suatu benda seperti bangun ruang (kubus dan balok), ini juga merupakan kesalahan konsep. Sedangkan jawaban siswa untuk soal nomor tiga siswa sudah mampu menuliskan apa yang diketahui dan ditanya dengan benar, tetapi siswa salah menuliskan rumus keliling persegi panjang, sehingga perhitungan yang diperoleh salah.

Hasil dari seluruh jawaban siswa menunjukkan bahwa 79,41% dari jumlah siswa kesulitan mengerjakan soal membedakan persegi dan persegi panjang, 88,23 % dari jumlah siswa kesulitan mengerjakan soal yang meminta siswa mengeluarkan idenya, sedangkan 76,47% dari jumlah siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita bentuk aplikasi rumus persegi dan persegi panjang yang berkaitan dengan dunia nyata.

Hasil jawaban siswa di atas, menggambarkan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal pemahaman konsep matematik dan proses penyelesaian jawaban siswa belum bervariasi, karena mereka hanya menuliskan apa yang mereka hafal dan bukan menuliskan apa yang mereka pahami, sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematik siswa masih sangat rendah. Dari jawaban siswa di atas, proses pembelajaran yang dilakukan sangatlah jauh dari tujuan mempelajari matematika, karena yang terjadi di dalam kelas guru hanya memfokuskan pada penghafalan konsep, memberikan rumus-rumus dan langkah-langkah serta prosedur matematika guna menyelesaikan soal.

Dari hasil studi pendahuluan ini, betapa permasalahan tentang pemahaman konsep matematik siswa menjadi sebuah permasalahan serius yang harus segera ditangani, karena pemahaman terhadap konsep-konsep dasar matematika merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi. Jadi, merupakan sesuatu hal yang


(23)

8

fatal apabila siswa tidak memahami konsep-konsep matematika. Suatu konsep akan lebih dipahami dan diingat oleh siswa apabila konsep tersebut disajikan melalui prosedur yang menarik, meskipun waktu yang disediakan terbatas.

Pemahaman konsep juga merupakan faktor yang sangat penting, karena pemahaman konsep yang dicapai siswa tidak dapat dipisahkan dengan masalah pembelajaran yang merupakan alat untuk mengukur sejauh mana penguasaan materi yang diajarkan. Untuk mencapai pemahaman konsep yang baik diperlukan suasana belajar yang tepat, agar siswa senantiasa meningkatkan aktivitas belajarnya dan bersemangat. Dengan efektifnya pemahaman konsep siswa, berarti tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

Menurut Sa’dijah (2010) aktivitas-aktivitas yang tercakup dalam kegiatan pemahaman konsep, meliputi: (1) menyatakan ulang sebuah konsep; (2) mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya; (3) memberi contoh dan non contoh dari konsep; (4) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis; (5) mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep; (6) menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur tertentu; (7) mengaplikasikan konsep atau logaritma ke pemecahan masalah.

Matematika akan dimengerti dan dipahami bila siswa dalam belajarnya terjadi kaitan antara informasi yang diterima dengan jaringan representasinya. Siswa dikatakan memahami bila mereka bisa mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan (verbal) ataupun grafis (non verbal), yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar komputer.


(24)

9

Salah satu mata pelajaran yang menunjukkan sifat di atas adalah matematika, karena matematika ilmu yang berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi, yang menyebabkan matematika dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan terpadu, ilmu tentang pola dan hubungan, dan ilmu tentang cara berfikir serta memahami dunia sekitar dan matematika juga merupakan ilmu yang deduktif, bahasa simbol dan bahasa numerik. Untuk menjawab berbagai tantangan di dunia ini, kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa seperti kemampuan memecahkan masalah, berargumentasi secara logis, bernalar, menjelaskan dan menjustifikasi, memanfaatkan sumber-sumber informasi, berkomunikasi, berkerjasama, menyimpulkan dari berbagai situasi, pemahaman konseptual, dan pemahaman prosedural adalah menjadi prioritas dalam pembelajaran matematika.

Ansari (2009: 19) menjelaskan bahwa “pembelajaran matematika bertujuan untuk mengembangkan keterampilan dan memandirikan siswa dalam belajar, berkolaborasi, melakukan penilaian diri serta mendorong siswa membangun pengetahuannya sendiri”. Tujuan tersebut dapat diperoleh melalui kemampuan siswa dalam berkomunikasi.

Selain kemampuan pemahaman konsep matematik, diperlukan juga pengembangan kemampuan komunikasi matematik. Dalam proses pembelajaran, seharusnya guru memberi kesempatan kepada siswa untuk melihat dan memikirkan gagasan yang diberikan. Untuk itu, komunikasi matematik merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematika, karena siswa akan lebih paham dari yang mereka pelajari jika siswa tersebut mengkomunikasikan kepada teman-temannya atau orang lain.


(25)

10

Menurut Baroody (1993), “matematika bukan hanya sekedar alat bantu berpikir, menemukan pola, menyelesaikan masalah, atau menggambarkan kesimpulan, tetapi juga sebagai suatu bahasa atau alat yang tak berhingga nilainya untuk mengkomunikasikan berbagai macam ide secara jelas, tepat dan ringkas”. Sehingga komunikasi dalam matematika perlu untuk ditumbuh kembangkan untuk mempercepat pemahaman konsep matematik siswa.

Pugalee (2001), menyebutkan bahwa jika siswa diberi kesempatan berkomunikasi tentang matematika, maka siswa akan berupaya meningkatkan keterampilan dan proses pikirnya yang terpenting dalam pengembangan kemahiran menulis dan membaca matematika. Untuk menjadikan matematika sebagai alat komunikasi, NCTM (1989) telah menggariskan secara rinci komunikasi matematik yang dapat dilakukan di dalam kelas dan harus dipandang sebagai bahan lengkap dari kurikulum matematika.

Menurut Saragih (2007) “kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu untuk diperhatikan, ini disebabkan komunikasi matematika dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematik siswa, baik secara lisan maupun tulisan”. Apabila siswa mempunyai kemampuan komunikasi tentunya akan membawa siswa kepada pemahaman matematik yang mendalam tentang konsep matematika yang dipelajari.

Siswa yang sudah mempunyai kemampuan pemahaman konsep, dituntut juga untuk bisa mengkomunikasikannya, agar pemahamannya tersebut bisa dimengerti oleh orang lain. Dengan mengkomunikasikan ide-ide matematiknya kepada orang lain, siswa bisa meningkatkan pemahaman konseptual matematiknya. Seperti yang dikemukakan oleh Huggins (1992) bahwa “untuk


(26)

11

meningkatkan pemahaman konsep, siswa bisa melakukannya dengan mengemukakan ide-ide matematikanya kepada orang lain”.

Tanpa adanya komunikasi, pembelajaran matematika akan terlihat monoton, karena tidak ada timbal balik dari guru dengan siswa atau dari siswa yang satu dengan siswa yang lain. Diharapkan jika guru menyampaikan materi di kelas, siswa dapat aktif dalam mena nggapinya, seperti dengan cara menanyakan hal-hal yang belum dimengerti dan memberikan pendapat jika sekiranya guru memberikan pertanyaan atau soal.

Menurut Mulyana (2000), “komunikasi dapat diartikan sebagai suatu interaksi antara dua makhluk hidup atau lebih”. Komunikasi juga sering disebut sebagai peristiwa yang saling hubungan atau dialog yang terjadi dalam suatu lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan-pesan yang berisi tentang materi matematika yang dipelajari di kelas. Pihak yang terlibat komunikasi di kelas adalah guru dan siswa.

Komunikasi sangat berperan penting dalam pembelajaran matematika, baik secara lisan maupun tulisan dapat membawa siswa dalam pemahaman matematika dan memecahkan masalah dengan baik. Untuk menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi siswa, maka guru harus dapat memilih strategi-strategi pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk melatih kemampuan komunikasinya dan dapat mengungkapkan pendapatnya.

Namun kenyataan di lapangan Ansari (2009: 62) menjelaskan bahwa “rata-rata siswa kurang terampil didalam berkomunikasi untuk menyampaikan informasi, seperti menyampaikan ide dan mengajukan pertanyaan serta menanggapi pertanyaan atau pendapat orang lain”.


(27)

12

Rendahnya kom penulis lakukan (15 J siswa di kelas VIII menunjukkan bahwa k lihat dari salah satu pe “Sebuah taman Dalam taman bunga t panjang dengan ukura dalam taman bungay

Kebanyakan si diberikan, sehingga tersebut. Salah satu dibawah ini:

(i)

Gambar 1.2. Beber Pend

12

komunikasi matematika terlihat dari studi penda 15 Januari 2015) terhadap kemampuan komunika

III SMP N 2 Bandar Khalifah. Sebagai cont a kemampuan komunikasi matematika masih re u persoalan berikut:

n bunga berbentuk persegi dengan panjang si a tersebut terdapat sebuah kolam ikan yang be ukuran panjang 8 meter dan lebar 6 meter. Berapa

yang dapat ditanami bunga?”.

n siswa tidak mengerti apa yang duluan dicari a mereka mengalami kesulitan untuk meny u model penyelesaian yang dibuat oleh sisw

(ii)

(iii)

berapa Proses Penyelesaian Jawaban Sisw ndahuluan Kemampuan Komunikasi

12

pendahuluan yang unikasi matematika contoh soal yang h rendah dapat kita

g sisinya 10 meter. berbentuk persegi rapakah sisa tanah

ari dari soal yang enyelesaikan soal swa, yaitu seperti


(28)

13

Hasil dari seluruh jawaban siswa menunjukkan bahwa 85,29% dari jumlah siswa kesulitan menyelesaikan soal cerita bentuk aplikasi rumus persegi dan persegi panjang yang berkaitan dengan dunia nyata.

Dilihat dari jawaban siswa di atas, siswa sudah mampu menuliskan apa yang diketahui dengan benar, tetapi siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal tersebut ketika menggambarkan atau memikirkan gambar taman berbentuk persegi dan didalam taman tersebut terdapat sebuah kolam yang berbentuk persegi panjang, mereka tidak mengetahui daerah yang akan dihitung luasnya. Ini disebabkan karena mereka tidak memahami masalah tersebut dan kurangnya komunikasi matematika yang ada pada diri siswa.

Sedangkan jawaban yang diharapkan adalah: (1) Siswa mampu mensketsakan gambar dari soal tersebut, (2) Siswa mampu menghitung luas taman bunga yang berbentuk persegi, (3) Siswa mampu menghitung luas kolam ikan yang berbentuk persegi panjang, (4) Kemudian untuk menentukan sisa daerah yang akan ditanami bunga diperoleh dari selisih antara luas taman bunga dan luas kolam ikan. Jadi, sisa daerah yang akan ditanami bunga dapat dihitung dari selisih luas taman dengan luas kolam ikan.

Dari permasalahan ini, betapa permasalahan tentang komunikasi matematik siswa ini menjadi sebuah permasalahan serius yang harus segera ditangani. Aryan (2011), menjelaskan bahwa “tanpa komunikasi dalam matematika kita akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses dan aplikasi matematika”. Untuk itu komunikasi matematik dapat membantu guru untuk memahami kemampuan siswa dalam menginterpretasi dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep dan


(29)

14

proses matematika yang mereka lakukan sehingga tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai.

Dengan melihat kenyataan di atas, tentu butuh peran aktif guru untuk dapat meningkatkan pemahaman konsep dan komunikasi matematik. Namun kenyataannya siswa menganggap matematika itu adalah mata pelajaran yang kurang disenangi dan matematika merupakan pelajaran yang sulit, terutama menyelesaikan soal-soal yang berbentuk masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan alasan soal tersebut tidak sama yang diberikan oleh guru, sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar matematika.

Aktivitas belajar siswa hanya menjadi pendengar saja, jawaban siswa yang benar yang diterima, sedikit tanya jawab, siswa mencatat dari papan tulis, dan mengerjakan latihan yang hasilnya ditulis di papan tulis, sehingga seringkali siswa tidak mampu menjawab soal yang berbeda dari contoh yang diberikan guru. Seperti dikatakan Ansari (2009):

Merosotnya pemahaman konsep matematik siswa di kelas antara lain karena (a) dalam mengajar guru sering mencontohkan kepada siswa bagaimana menyelesaikan soal, (b) siswa belajar dengan cara mendengar dan mencontoh guru melakukan matematik, kemudian guru memecahkannya sendiri dan (c) pada saat mengajar matematika, guru langsung menjelaskan topik yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan pemberian contoh, dan untuk latihan.

Dalam proses pembelajaran, guru kurang mengaitkan fakta real dalam kehidupan nyata dengan persoalan matematika dan proses pembelajaran yang berlangsung di kelas hanya berpusat pada guru (teacher-oriented) dan tidak berorientasi pada membangun konsep matematika dari siswa itu sendiri dan tidak melatih siswa untuk berkomunikasi secara matematik. Pembelajaran yang terjadi di kelas lebih tertuju pada pemberian informasi dan penerapan rumus-rumus


(30)

15

matematika dan mengerjakan latihan-latihan yang ada pada buku dan guru hanya menyampaikan materi yang ada di buku paket.

Pelaksanaan pembelajaran matematika sesungguhnya tidak relevan dengan karakteristik dan tujuan pembelajaran matematika seperti itu, guru memberikan konsep dan prinsip matematika secara langsung kepada siswa, guru belum berupaya secara maksimal untuk memampukan siswa memahami berbagai konsep dan prinsip matematika, menunjukkan kegunaan konsep dan prinsip matematika serta memampukan siswa untuk berkomunikasi secara matematik dalam memecahkan masalah. Proses pembelajaran yang sering dilakukan guru membuat siswa terlihat kurang bersemangat dalam belajar, sehingga komunikasi matematik semakin berkurang.

Konsekuensi pembelajaran demikian, dapat menyebabkan siswa kurang aktif, kurang menanamkan pemahaman konsep, kurang memotivasi siswa untuk mengemukakan ide dan pendapat mereka, sehingga kurang mengundang sikap kritis. Apabila pembelajaran matematika dilakukan dengan menekankan pada aturan dan prosedur dapat memberikan bahwa matematika adalah untuk dihafal bukan untuk belajar bekerja sendiri.

Sedangkan NCTM menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematika perlu dibangun pada diri siswa agar dapat: 1) memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara aljabar; 2) merefleksikan dan mengklarifikasi dalam berfikir mengenai gagasan-gagasan matematika dalam berbagai situasi; 3) mengembangkan pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematika termasuk peran definisi-definisi dalam matematika; 4) menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis untuk menginterpretasikan


(31)

16

dalam mengevaluasi gagasan matematika; 5) mengkaji gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan; 6) memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan matematika.

Apabila siswa memiliki kemampuan komunikasi tentunya akan membawa siswa kepada pemahaman matematika yang mendalam mengenai konsep matematika yang dipelajari. Berdasarkan uraian tersebut peran guru sangat diharapkan untuk dapat meningkatkan pemahaman konsep dan komunikasi matematik siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat agar hasil belajar yang diperoleh lebih maksimal.

Pembelajaran yang didapat oleh siswa selama di sekolah seharusnya berupa pengalaman yang dapat digunakan untuk bekal hidup dan untuk bertahan hidup. Tugas seorang guru bukan hanya sekedar mengajar (teaching), tetapi lebih ditekankan pada pembelajaran (learning) dan mendidik. Pembelajaran tidak hanya ditekankan pada keilmuannya semata. Selama ini guru cenderung menggunakan komunikasi yang satu arah. Selain itu guru kurang mampu mengelola pembelajaran disebabkan lemahnya pemahaman guru terhadap teori-teori pembelajaran konstruktivisme (Sinaga, 2007). Menurut Armanto (2001) “pembelajaran selama ini menghasilkan siswa yang kurang mandiri, tidak berani punya pendapat sendiri, selalu mohon petunjuk dan kurang gigih dalam melakukan uji coba”.

Pentingnya kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik dikuasai oleh siswa, sementara temuan di lapangan bahwa kedua kemampuan tersebut masih kurang maksimal, terutama dalam pokok bahasan yang dianggap sulit oleh siswa. Kebanyakan siswa terbiasa melakukan kegiatan belajar berupa


(32)

17

menghafal tanpa dibarengi pengembangan memahami konsep dan komunikasi matematik. Oleh karena itu, kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik perlu dilatih dan dibiasakan kepada siswa dengan cara memberikan soal-soal yang membuat siswa menjawabnya dengan pemahaman konsep, penjelasan dan penalaran yang tidak sekedar menjawab akhir dari suatu prosedur yang baku. Kemampuan ini diperlukan siswa sebagai bekal dalam memecahkan matematika dan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Hasil survei PISA 2009 menyatakan Prestasi belajar matematika siswa di Indonesia dari data PISA berada pada peringkat 61 dari 65 negara yang turut berpartisipasi dengan perolehan rerata skor 371, sedangkan rerata skor internasional adalah 500. Hal ini menunjukkan kemampuan siswa SMP relatif lebih baik dalam menyelesaikan soal-soal tentang fakta dan prosedur, akan tetapi sangat lemah dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin yang berkaitan dengan justifikasi atau pembuktian, pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematika, menemukan generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antara data-data atau fakta yang diberikan.

Untuk menumbuhkembangkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi dalam pembelajaran matematika, guru harus mengupayakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran atau model pembelajaran berbasis masalah yang dapat memberi peluang dan mendorong siswa untuk melatih kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik siswa. Perlu diketahui bahwa setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memahami matematika.


(33)

18

Ruseffendi (1993) menyatakan “bahwa dari sekelompok siswa yang dipilih secara acak akan selalu dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah”. Perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan bawaan dari lahir, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan lingkungan belajar khususnya model pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan, artinya pemilihan model pembelajaran harus dapat mengakomodasi kemampuan matematika siswa yang heterogen, sehingga dapat memaksimalkan hasil belajar siswa.

Model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa adalah pembelajaran berbasis masalah(PBM). Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) diadopsi dari istilah Inggris Problem Based Learning (PBL). Model ini dikenal sejak zaman Jhon Dewey, dan sampai saat ini terus dikembangkan termasuk di Indonesia. Menurut Dewey (dalam Sudjana, 2001) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dengan lingkungan. Lingkungan disini dapat berupa bantuan masalah, kemudian siswa diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dibahas melalui serangkaian pembelajaran yang sistematis. Untuk dapat menemukan solusi dalam permasalahan tersebut, siswa dituntut untuk berpikir kritis serta mencari data dan informasi yang dibutuhkan dari berbagai sumber. Sehingga pada akhirnya siswa dapat menemukan solusi permasalahan yang sedang dibahas secara kritis dan sistematis serta mampu mengambil kesimpulan berdasarkan pemahaman mereka.


(34)

19

Dengan penggunaan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ini diharapkan tercapainya tujuan-tujuan yaitu: siswa dapat mengembangkan kemampuan pemahaman konsep matematik dan komunikasi matematis siswa, dapat belajar dengan peranan yang autentik, serta dapat menjadi pembelajar yang mandiri. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu untuk mengungkapkan apakah model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan model pembelajaran langsung memiliki perbedaan kontribusi terhadap kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik siswa. Hal itulah yang mendorong dilakukan penelitian yang memfokuskan dari pada penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) terhadap kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Bandar Khalifah.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat di identifikasi beberapa permasalahan yang muncul dalam pembelajaran matematika, yaitu sebagai berikut:

1. Hasil belajar matematika siswa masih rendah.

2. Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pemahaman konsep matematik masih sangat rendah.

3. Kemampuan siswa dalam berkomunikasi matematik masih rendah. 4. Kurang melibatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran.

5. Pembelajaran di kelas masih didominasi guru (teacher centered).

6. Pola jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal pemahaman konsep dan soal-soal komunikasi matematik belum bervariasi.


(35)

20

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah penelitian ini, dibatasi hanya pada:

1. Perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematik antara siswa yang diberi model pembelajaran berbasis masalah dengan model pembelajaran langsung

2. Perbedaan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang diberi model pembelajaran berbasis masalahdengan model pembelajaran langsung

3. Interaksi antara Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. 4. Interaksi antara Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan kemampuan

awal matematika terhadap peningkatan komunikasi matematis siswa.

5. Proses penyelesaian masalah pada model pembelajaran berbasis masalah dan pada model pembelajaran langsung

Dari beberapa model pembelajaran yang ada dan banyaknya model pembelajaran yang mungkin digunakan, tetapi khusus penelitian ini peneliti akan membatasi pada penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dan materi yang akan digunakan adalah segi empat.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, masalah penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematis antara siswa yang diberi Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan siswa yang memperoleh Model Pembelajaran Langsung ?


(36)

21

2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang diberi model pembelajaran bebasis masalah dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran langsung?

3. Apakah terdapat interaksi antara Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan kemampuan awal matematika terhadap peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa?

4. Apakah terdapat interaksi antara Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan kemampuan awal matematika terhadap peningkatan komunikasi matematis siswa?

5. Bagaimana proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan permasalahan pada masing-masing model pembelajaran?

1.5. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang perbedaan pada model pembelajaran berbasis masalah dan pada model pembelajaran langsung dan model pembelajaran langsung terhadap kemampuan pemahaman matematika dan kemampuan komunikasi matematik siswa. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemahaman matematik antara siswa yang diberi model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi model pembelajaran langsung.

2. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang diberi model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi model pembelajaran langsung.


(37)

22

3. Untuk mengetahui interaksi antara Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan kemampuan awal matematika terhadap peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.

4. Untuk mengetahui interaksi antara Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan kemampuan awal matematika terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

5. Untuk mengetahui proses penyelesaian masalah (pola jawaban) yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah pada model pembelajaran berbasis masalah dan pada model pembelajaran langsung.

1.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi dalam memperbaiki proses pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Untuk Siswa

Dapat terlibat aktif dalam pembelajaran, terlatih menjalankan proses dalam mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, sehingga menumbuhkembangkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis.

2. Untuk Guru

Memberi alternatif atau variasi strategi atau model pembelajaran matematika untuk dikembangkan menjadi lebih baik dalam pelaksanaannya dengan cara memperbaiki kelemahan, kekurangannya, dan mengoptimalkan pelaksanaan hal-hal yang telah dianggap baik, sehingga dapat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika secara


(38)

23

umum dan meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa secara khusus.

3. Untuk peneliti

Memberikan sumbangan pemikiran kepada peneliti lain tentang bagaimana meningkatkan kemampuanpemahaman konsep dan komunikasi matematik siswa melalui model pembelajaran berbasis masalah dan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang lebih baik.

1.7. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini digunakan beberapa istilah. Agar tidak terjadi kesalah pahaman terhadap penafsiran istilah-istilah yang digunakan, akan dijelaskan beberapa istilah yang didefinisikan secara operasional dengan tujuan penelitian ini menjadi lebih terarah. Adapun istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Kemampuan pemahaman konsep matematik adalah kemampuan siswa (1) menuliskan konsep dengan bahasa sendiri; (2) membuat contoh serta non contoh dari konsep; dan (3) menggunakan konsep untuk menyelesaikan soal cerita.

2. Kemampuan komunikasi matematik yang dimaksud adalah kemampuan komunikasi secara tulisan atau tertulis yang diukur berdasarkan kemampuan siswa dalam menjawab soal tes kemampuan komunikasi matematik berbentuk uraian yang terdiri dari tiga kemampuan: (1) menyatakan ide-ide matematika dalam bentuk gambar; (2) menginterpretasikan gambar ke dalam model matematika; (3) menjelaskan prosedur penyelesaian.


(39)

24

kepada siswa (student centered instruction). Fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang dilakukan siswa melainkan kepada apa yang mereka pikirkan pada saat melakukan pembelajaran tersebut. Peran guru dalam pembelajaran ini terkadang melibatkan presentasi dan penjelasan sesuatu hal kepada siswa, namun pada intinya dalam pembelajaran berdasarkan masalah guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa belajar untuk berpikir dan memecahkan masalah dengan cara mereka sendiri.

4. Model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran dengan mengacu pada lima langkah pokok, yaitu: 1) menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa, 2) mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, 3) membimbing pelatihan, 4) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, dan 5) memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan.

5. Variabel penyerta dalam penelitian ini adalah kemampuan awal siswa yang diukur melalui tes awal kemampuan siswa pada materi prasyarat segi empat. 6. Kemampuan awal siswa adalah kemampuan siswa menguasai materi prasyarat

pokok bahasan segi empat yang diukur sebelum pembelajaran dilaksanakan melalui tes kemampuan awal siswa.


(40)

166

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung, kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa. Simpulan tersebut sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep siswayang diajar dengan pembelajaran berbasis masalahdengan siswa yang diajar denganpembelajaran langsung sebesar 10,83 %.

2. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswayang diajar dengan pembelajaran berbasis masalahdengan siswa yang diajar denganpembelajaran langsung sebesar 8,3 %.

3. Terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan pemahaman konsep siswa.

4. Terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

5. Proses penyelesaian masalahpemahaman konsepsiswa melalui pembelajaran berbasis masalah lebih baik dan bervariasi dibanding dengan pembelajaran langsung. Hal ini dapat terlihat dari lembar jawaban siswa pada kelas yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah secara keseluruhan siswa dapat menyelesaikan soal dengan benar dan lengkap dibandingkan dengan siswa


(41)

167

pada kelas yang diajar dengan pembelajaran langsungdapat menyelesaikan soal dengan benar tetapi kurang lengkap bahkan banyak yang menjawab salah dalam menyelesaikan soal pemahaman konsep.

6. Proses penyelesaian masalahkomunikasi matematis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah lebih baik dan bervariasi dibanding dengan pembelajaran langsung. Hal ini dapat terlihat dari lembar jawaban siswa pada kelas yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah secara keseluruhan siswa dapat menyelesaikan soal dengan benar dan lengkap dibandingkan dengan siswa pada kelas yang diajar dengan pembelajaran biasa dapat menyelesaikan soal dengan benar tetapi kurang lengkap bahkan banyak yang menjawab salah dalam menyelesaikan soal komunikasi matematis.

5.2 Implikasi

Berdasarkan simpulan di atas diketahui bahwa penelitian ini berfokus pada kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah. Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan Pembelajaran Langsung secara signifikan. Ditinjau dari interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa, hasilnya dapat dilihat dari model pembelajaran yang diterapkan pada siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol dengan kategori KAM siswa.

Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari pelaksanaan proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah antara lain :


(42)

168

1. Dari aspek yang diukur, berdasarkan temuan dilapangan terlihat bahwa kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa masih kurang memuaskan. Hal ini disebabkan siswa terbiasa dengan selalu memperoleh soal-soal yang langsung dalam bentuk model matematika, sehingga ketika diminta untuk untuk memunculkan ide mereka sendiri siswa masih merasa sulit. Ditinjau keindikator-indikatorpemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa dalam menarik kesimpulan masih kurang.

2. Model pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan pada kategori KAM (Tinggi, Sedang dan Rendah) pada kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa. Adapun model pembelajaran berbasis masalahmendapatkan keuntungan lebih besar terhadap siswa dengan kategori KAM tinggi.

3. Terkait proses penyelesaian masalah siswa dalam menyelesaikan masalah kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa pada model pembelajaran berbasis masalah terlihat sudah bervariasi dan penyelesaian benar dibanding dengan pembelajaran langsung, hal ini dapat ditemukan dari hasil kerja siswa baik yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah maupun yang diajar dengan pembelajaran langsung.

5.3 Saran

Penelitian mengenai penerapan pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah ini, masih merupakan langkah awal dari upaya meningkatkan kompetensi dari guru, maupun kompetensi siswa. Oleh karena itu, berkaitan dengan temuan dan kesimpulan dari studi ini


(43)

169

dipandang perlu agar rekomendasi-rekomendasi berikutnya dilaksanakan oleh guru matematika SMP, lembaga dan peneliti lain yang berminat. 1. Kepada Guru

Model pembelajaran berbasis masalahpada kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa dapat dapat diperluas penggunaannya.Oleh karena itu hendaknya model pembelajaran ini terus dikembangkan dilapangan yang membuat siswa terlatih dalam menyelesaikan masalah melalui proses pemahaman konsep dan komunikasi matematis. Peran guru sebagai fasilitator perlu didukung oleh sejumlah kemampuan antara lain kemampuan memandu diskusi di kelas, serta kemampuan dalam menyimpulkan. Disamping itu kemampuan menguasai bahan ajar sebagai syarat yang harus dimiliki guru. Untuk menunjang keberhasilan implementasi model pembelajaran berbasis masalah diperlukan bahan ajar yang lebih menarik. Selain itu LAS dan tes yang dirancang oleh guru harus menarik agar siswa dapat menguasai bahan ajar oleh karena itu hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi guru dalam membuat LAS dan tes.

2. Kepada lembaga terkait

Pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah, masih sangat asing bagi guru dan siswa terutama pada guru dan siswa di daerah, oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematissiswa yang tentunya akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan materi matematika.


(44)

170

3. Kepada peneliti yang berminat

Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat dilengkapi dengan meneliti aspek lain secara terperinci yang belum terjangkau saat ini, misalnya : a) Penelitian ini hanya pada satu pokok bahasan yaitu Bidang Datar Segi Empat VII dan terbatas pada kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematissiswa oleh karena itu disarankan kepada peneliti lain dapat melanjutkan penelitian pada pokok bahasan dan kemampuan matematis yang lain dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah (PBM); b) Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat dilengkapi dengan melakukan penelitian aspek-aspek kemampuan matematis yang lain yaitu kemampuan pemahaman, berpikir kritis, pemecahan masalah, koneksi, dan representasi matematissecara lebih terperinci dan melakukan penelitian ditingkat sekolah yang belum terjangkau oleh peneliti saat ini.


(45)

171

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, S. (2013). Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung : Rosda.

Ansari, B. I. (2009). Komunikasi Matematika Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh: Yayasan Pena.

Arifah. (2008). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Padang: Program Pascasarja Universitas Negeri Padang.

Arikunto, S. (2010). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Bumi Aksara: Jakarta.

Depdikbud. (1995). “Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GPPP) Mata Pelajaran Matematika”. Jakarta: Depdikbud.

Elfasanti. (2008). Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa dengan Model Pembelajaran Kolaboratif dalam Menyelesaikan Soal Cerita di Kelas VIIISMP Negeri 5 Bukit Tinggi. Tesis tidak dipublikasikan. Padang: Universitas Negeri Padang.

Filino. (2013). Psikologi Eksperimen. Pusat Pengembangan Bahan Ajar.

Universitas Mercu Buana. (Online).

Tersedia:http://kk.mercubuana.ac.id/files/61037-5-543332417587.doc. Diakses 10 Desember 2014.

Hudoyo, H. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, B. (2001). Adding It Up: Helping Children Learn Mathematics. Washington, DC: National Academy-Press.

Kadir. (2015). Statistika Terapan : Contoh dan Analisis Data dengan Program SPSS/Lisrel dalam penelitian.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Mulyana, D. (2000). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Rosdakarya.

Mulyasa, E. (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung : PT. Rosdakarya.

National Council of Teachers of Mathematics. (1989).Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.Reston, VA: NCTM.

(Online). Tersedia:

www.mathcurriculumcenter.org/PDFS/CCM/Summaries/Standards_Summary.p df. Diakses 03 Januari 2015.


(46)

172

___ . (2000).Principles and Standards

for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Riduwan. (2010). Cara Menggunakan dan Memaknai Analisi Jalur. Bandung : Alfabeta.

Ruseffendi, E.T. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Sagala, S. (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran, untuk Membantu Memecahkan Masalah Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung : Alfabeta.

Sagala, S. (2008). Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung : Alfabeta.

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Program Pascasarjana UPI Bandung. (Online). Tersedia: http://sippendidikan. Kemdikbud .go.id/bacaonline /rd/320

Sinaga, B. (1999). Efektivitas Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction)Pada Kelas I SMU Dengan Bahan Kajaian Fungsi Kuadrat. Tesis. IKIP Surabaya

Shoimin, A. (2014). “Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013”. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Slameto. (2003). “Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.

Stone, R. (2009). “Cara-cara Terbaik Mengajarkan Matematika”. Jakarta : PT Macanan Jaya Cemerlang.

Sudjana. (2002). Metode Statistik. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sumarmo, U. (2006). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Siswa Sekolah Menengah. Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika Desember 2006FMIPA UPI Bandung. (Online). Tersedia: yudhaanggara 147.files.wordpress.com/2011/12/mklh-ketbaca-mar-nov-06-new.pdf. Diakses 03 Januari 2015.

Suryanto. (1988). Metode Statistika Multivariat. Depdikbud. Jakarta. Tim Pengajar. (2009). Perkembangan Peserta Didik. Medan : UNIMED.


(47)

173

TIM MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.

Tim PPPG Matematika. (2005). Materi Pembinaan Matematika SMP di Daerah Tahun 2005. Yogyakarta: Depdiknas Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika. Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika

(Berparadigma Eksploratif dan Investigasi). Jakarta: Leuser Cita Pustaka. Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta:

Penerbit Kencana.

Yasin, A. (2009). Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa, (Online). Tersedia:http://fikriam.blogspot.com/2009/05/meningkatkanpemahamankon sepsiswa_22.html. Diakses 03 Januari 2012.


(1)

168

1. Dari aspek yang diukur, berdasarkan temuan dilapangan terlihat bahwa kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa masih kurang memuaskan. Hal ini disebabkan siswa terbiasa dengan selalu memperoleh soal-soal yang langsung dalam bentuk model matematika, sehingga ketika diminta untuk untuk memunculkan ide mereka sendiri siswa masih merasa sulit. Ditinjau keindikator-indikatorpemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa dalam menarik kesimpulan masih kurang.

2. Model pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan pada kategori KAM (Tinggi, Sedang dan Rendah) pada kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa. Adapun model pembelajaran berbasis masalahmendapatkan keuntungan lebih besar terhadap siswa dengan kategori KAM tinggi.

3. Terkait proses penyelesaian masalah siswa dalam menyelesaikan masalah kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa pada model pembelajaran berbasis masalah terlihat sudah bervariasi dan penyelesaian benar dibanding dengan pembelajaran langsung, hal ini dapat ditemukan dari hasil kerja siswa baik yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah maupun yang diajar dengan pembelajaran langsung.

5.3 Saran

Penelitian mengenai penerapan pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah ini, masih merupakan langkah awal dari upaya meningkatkan kompetensi dari guru, maupun kompetensi siswa. Oleh karena itu, berkaitan dengan temuan dan kesimpulan dari studi ini


(2)

oleh guru matematika SMP, lembaga dan peneliti lain yang berminat. 1. Kepada Guru

Model pembelajaran berbasis masalahpada kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa dapat dapat diperluas penggunaannya.Oleh karena itu hendaknya model pembelajaran ini terus dikembangkan dilapangan yang membuat siswa terlatih dalam menyelesaikan masalah melalui proses pemahaman konsep dan komunikasi matematis. Peran guru sebagai fasilitator perlu didukung oleh sejumlah kemampuan antara lain kemampuan memandu diskusi di kelas, serta kemampuan dalam menyimpulkan. Disamping itu kemampuan menguasai bahan ajar sebagai syarat yang harus dimiliki guru. Untuk menunjang keberhasilan implementasi model pembelajaran berbasis masalah diperlukan bahan ajar yang lebih menarik. Selain itu LAS dan tes yang dirancang oleh guru harus menarik agar siswa dapat menguasai bahan ajar oleh karena itu hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi guru dalam membuat LAS dan tes.

2. Kepada lembaga terkait

Pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah, masih sangat asing bagi guru dan siswa terutama pada guru dan siswa di daerah, oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematissiswa yang tentunya akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan materi matematika.


(3)

170

3. Kepada peneliti yang berminat

Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat dilengkapi dengan meneliti aspek lain secara terperinci yang belum terjangkau saat ini, misalnya : a) Penelitian ini hanya pada satu pokok bahasan yaitu Bidang Datar Segi Empat VII dan terbatas pada kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematissiswa oleh karena itu disarankan kepada peneliti lain dapat melanjutkan penelitian pada pokok bahasan dan kemampuan matematis yang lain dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah (PBM); b) Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat dilengkapi dengan melakukan penelitian aspek-aspek kemampuan matematis yang lain yaitu kemampuan pemahaman, berpikir kritis, pemecahan masalah, koneksi, dan representasi matematissecara lebih terperinci dan melakukan penelitian ditingkat sekolah yang belum terjangkau oleh peneliti saat ini.


(4)

171

Arifah. (2008). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Padang: Program Pascasarja Universitas Negeri Padang.

Arikunto, S. (2010). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Bumi Aksara: Jakarta.

Depdikbud. (1995). “Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GPPP) Mata Pelajaran Matematika”. Jakarta: Depdikbud.

Elfasanti. (2008). Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa dengan Model Pembelajaran Kolaboratif dalam Menyelesaikan Soal Cerita di Kelas VIIISMP Negeri 5 Bukit Tinggi. Tesis tidak dipublikasikan. Padang: Universitas Negeri Padang.

Filino. (2013). Psikologi Eksperimen. Pusat Pengembangan Bahan Ajar.

Universitas Mercu Buana. (Online).

Tersedia:http://kk.mercubuana.ac.id/files/61037-5-543332417587.doc. Diakses 10 Desember 2014.

Hudoyo, H. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, B. (2001). Adding It Up: Helping Children Learn Mathematics. Washington, DC: National Academy-Press.

Kadir. (2015). Statistika Terapan : Contoh dan Analisis Data dengan Program SPSS/Lisrel dalam penelitian.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Mulyana, D. (2000). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Rosdakarya.

Mulyasa, E. (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung : PT. Rosdakarya.

National Council of Teachers of Mathematics. (1989).Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.Reston, VA: NCTM.

(Online). Tersedia:

www.mathcurriculumcenter.org/PDFS/CCM/Summaries/Standards_Summary.p df. Diakses 03 Januari 2015.


(5)

172

___ . (2000).Principles and Standards

for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Riduwan. (2010). Cara Menggunakan dan Memaknai Analisi Jalur. Bandung : Alfabeta.

Ruseffendi, E.T. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Sagala, S. (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran, untuk Membantu Memecahkan Masalah Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung : Alfabeta.

Sagala, S. (2008). Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung : Alfabeta.

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Program Pascasarjana UPI Bandung. (Online). Tersedia: http://sippendidikan. Kemdikbud .go.id/bacaonline /rd/320

Sinaga, B. (1999). Efektivitas Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction)Pada Kelas I SMU Dengan Bahan Kajaian Fungsi Kuadrat. Tesis. IKIP Surabaya

Shoimin, A. (2014). “Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013”. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Slameto. (2003). “Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi”. Jakarta: Rineka Cipta.

Stone, R. (2009). “Cara-cara Terbaik Mengajarkan Matematika”. Jakarta : PT Macanan Jaya Cemerlang.

Sudjana. (2002). Metode Statistik. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sumarmo, U. (2006). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Siswa Sekolah Menengah. Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika Desember 2006FMIPA UPI Bandung. (Online). Tersedia: yudhaanggara 147.files.wordpress.com/2011/12/mklh-ketbaca-mar-nov-06-new.pdf. Diakses 03 Januari 2015.

Suryanto. (1988). Metode Statistika Multivariat. Depdikbud. Jakarta. Tim Pengajar. (2009). Perkembangan Peserta Didik. Medan : UNIMED.


(6)

Bandung: UPI.

Tim PPPG Matematika. (2005). Materi Pembinaan Matematika SMP di Daerah Tahun 2005. Yogyakarta: Depdiknas Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika. Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika

(Berparadigma Eksploratif dan Investigasi). Jakarta: Leuser Cita Pustaka. Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta:

Penerbit Kencana.

Yasin, A. (2009). Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa, (Online). Tersedia:http://fikriam.blogspot.com/2009/05/meningkatkanpemahamankon sepsiswa_22.html. Diakses 03 Januari 2012.


Dokumen yang terkait

PERBEDAAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA KELAS VIII MTS NEGERI 3 MEDAN ANTARA YANG DIAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN REALISTIK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN TAK LANGSUNG.

0 4 25

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG.

0 3 39

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DI SMP SWASTA AMPERA BATANG KUIS.

0 3 40

PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG.

0 3 45

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA YANG DIAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM).

0 3 42

ANALISIS PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMP ANTARA SISWA YANG BELAJAR DENGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DAN PEMBELAJARAN BIASA.

0 1 40

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE DENGAN PEMBELAJARAN LANGSUNG.

0 1 48

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN BERPIKIR KRITIS SISWA YANG DIAJAR DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL.

0 2 37

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PEMBELAJARAN LANGSUNG.

0 5 59

INTERAKSI ANTARA MODEL PEMBELAJARAN DENGAN KEMAMPUAN AWAL MATEMATIK SISWA TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

0 0 6