TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN FRANCHISE DENGAN KONSEP MUDHARABAH Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Dengan Konsep Mudharabah (Studi Kasus Ayam Penyet Surabaya Cabang Surakarta).

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN FRANCHISE DENGAN KONSEP
MUDHARABAH
(Studi Kasus Ayam Penyet Surabaya cabang Surakarta)

NASKAH PUBLIKASI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna
Mencapai Derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun Oleh :
FATH ALGABIMANYU
C100120138

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016

1

i


2

3

ii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam makalah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 9 Agustus 2016
Penulis


C100120138

iii
4

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN FRANCHISE DENGAN KONSEP
MUDHARABAH
(Studi Kasus Ayam Penyet Surabaya cabang Surakarta)

Fath Algabimanyu
C100120138
Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Fathalga@gmail.com
ABSTRAK
Fath Algabimanyu. Nim: C100.120.138. Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise
Dengan Konsep Mudharabah. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Surakarta.2015
Halaman
87

Franchise/waralaba
merupakan
suatu
perikatan/perjanjian antara dua pihak. Sebagai perjanjian dapat dipastikan semua
ketentuan dalam hukum perdata (KUHPER) tentang perjanjian (Pasal 1313),
yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain. Konsep bisnis waralaba akhir-akhir ini telah menjadi
salah satu pusat perhatian sebagai bentuk terobosan pengembangan usaha.
Mengingat usaha yang diwaralabakan adalah usaha-usaha yang telah teruji dan
sukses dibidangnya, sehingga dianggap dapat “menjamin” mendatangkan
keuntungan, faktor ini yang kemudian menjadi “magnet” untuk menarik animo
masyarakat secara luas. Melalui konsep waralaba seseorang tidak perlu memulai
usaha dari nol, karena telah ada sistem yang terpadu dalam waralaba, yang
memungkinkan seorang penerima waralaba menjalankan usaha dengan baik.
Kata Kunci: franchise, mudharabah, perjanjian
ABSTRACT
Franchise/ Franchising is an engagement/agreement between the two parties. As
the agreement can be ensured all the provisions of civil law (Civil Code) of the
agreement (Article 1313), which is an act by which one or more persons to bind
himself to the others. The concept of franchise business lately has become one of

the limelight as a form of business development breakthrough. Given that
franchised businesses are businesses that have been tested and successful in their
fields, so it is considered to be "guarantees" profit, these factors then become a
"magnet" to attract the interest of society at large. Through franchising concept
one does not need to start a business from scratch, because there have been
integrated in the franchise system, which allows a franchisee to run the business
properly.
Keywords : franchise, mudharabah, agreement
1

PENDAHULUAN
Waralaba (franchise) pada mulanya bukan di pandang sebagai suatu usaha
bisnis melainkan suatu konsep metode ataupun system pemasaran yang dapat di
gunakan oleh suatu perusahaan untuk mengembangkan pemasarannya tanpa
melakukan investasi langsung pada outlet (tempat penjualan) melainkan dengan
melibatkan kerjasama pihak lain (franchise) selaku pemilik outlet. Waralaba
(franchise) merupakan suatu metode untuk melakukan bisnis yaitu metode yang
memasarkan produk atau jasa kemasyarakat lebih spesifik.
Ketika kita mendengar kata franchise, maka secara otomatis yang terlintas
di benak kita adalah restoran siap saji ala Amerika, tidak selamanya pandangan ini

salah, karna memang hampir di seluruh pelosok negri kita akan menjumpai
restoran siap saji seperti KFC, McDonals, Pizza Hut, maupun Dunkin Donuts,
kesemuanya itu terlahir dari etos entrepreneurship rakyat amerika yang berani
tampil beda dalam meraih kesuksesan rakyat amerika yang berani tampil beda
dalam meraih kesuksesan bisnis dengan berwirausaha melalui bisnis waralaba
akan tetapi, sesungguhnya franchise tidak hanya di miliki restoran ala Amerika
saja, secara spesifik franchise atau dalam istilah indonesianya adalah waralaba tak
ubahnya sebuah pola bisnis maupun pola pemasaran yang melibatkan kerjasama
kedua belah pihak.1
Waralaba bukanlah suatu industri baru bagi Indonesia, legalitas yuridisnya
sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1997 dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah RI No. 16 Tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 tentang Waralaba, yang
1

Darmawan Budi Suseno, 2008, Waralaba Syariah, Cakrawala: Jogyakarta, hal. 70

2

disusul dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik
Indonesia Nomor: 259/MPP/Kep/7/1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan

dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba. Peraturan ini kemudian
dirubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Nomor 42 Tahun 2007 tentang
Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31/MDAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba.
Konsep waralaba atau franchise di Indonesia yang mayoritas penduduknya
beragama Islam, sedikit banyak mempengaruhi bentuk perjanjiannya seperti:
penggunaan system mudharabah. Dalam kompilasi hukum ekonomi syariah
(KHES) buku II, bab I pasal 20, di kemukakan bahwa mudharabah adalah
kerjasama antara pemilik dana atau penanam modal dan pengelola modal untuk
melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.2
Mudharabah berasal dari kata dharb yang berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang
memukulkan kakinya untuk menjalankan usaha.3
Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha diantara dua
pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Secara mudharabah, keuntungan
usaha di bagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila usaha
tersebut mengalami kerugian, maka kerugian tersebut di tangggung oleh pemilik
modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola, si pengelola harus
2


Neneng Nurhasanah, 2015, Mudharabah Dalam Teori Dan Praktek, Refika Aditama: Bandung,
Hal. 68
3
Ibid. Hal. 70.

3

bertanggung jawab atas kerugian tersebut.4 Berdasarkan kewenangan yang di
berikan kepada pengelola akad kemitraan mudharabah ini dibagi menjadi dua
macam yaitu : Mudhrabah Mutlaqoh yaitu pemilik modal memberikan kebabasan
penuh kepada pengelola untuk menggunakan modal tersebut dalam usaha yang di
anggapnya baik dan menguntungkan. Dan Mudharabah Muqayyad yaitu pemilik
modal menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam menggunakan
modal tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.5
Belum lama ini Indonesia melakukan perubahan yang lebih lengkap untuk
peraturan franchisenya setelah di luncurkannya peraturan mentri perdagangan
(permendag) No 31 tahun 2008 tentang waralaba. Peraturan menteri perdagangan
ini adalah petunjuk pelaksanaan penerapan peraturan pemerintah (PP) No. 42
tahun 2007 tentang waralaba. Dengan adanya permendag No. 31 tahun 2008 ini
maka sekarang usaha dengan system franchise sudah mempunyai kriteria yang

baku. Saat ini sistem usaha franchise yang tidak sesuai dengan kriteria yang
tercantum dalam peraturan pemerintah tidak dapat lagi mempublikasikan
usahanya sebagai usaha franchise.6
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1)Bagaimana
pelaksanaan perjanjian franchise di ayam penyet Surabaya menurut peraturan
pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba di
Surakarta, (2) Bagaimanakah penyelesaian perselisihan apabila terjadi wanprestasi
dalam pelaksanaan perjanjian franchise di ayam penyet surabaya tersebut
4

Ibid. Hal. 71.
Ibid. Hal. 75.
6
Burang Riyadi, 2008, Usaha System Franchise Semakin Bergengsi, Majalah Info Franchise, hal.
93-94
5

4

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Tujuan objektif mendeskripsikan tentang

Bagaimana pelaksanaan perjanjian franchise di ayam penyet Surabaya menurut
peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba
di Surakarta serta Bagaimanakah penyelesaian perselisihan apabila terjadi
wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian franchise di ayam penyet surabaya
tersebut. (2) Tujuan subjektif, menambah wawasan pengetahuan serta pemahaman
penulis terhadap penerapan teori-teori yang penulis peroleh selama menempuh
kuliah dalam menganalisis tentang perjanjain kerjasama dengan konsep
mudharobah. Selain itu, untuk mengembangkan daya penalaran dan daya pikir
penulis agar dapat berkembang sesuai dengan bidang penulis. Selain itu juga
untuk memperoleh data yang penulis pergunakan dalam penyusunan skripsi
sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan dalam ilmu hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Manfaat teoritis,
mengembangkan pengetahuan dibidang hukum pidana, memberikan sumbangan
referensi bagi pengembangan ilmu hukum yaitu hukum perjanjian dan hukum
ketenagakerjaan. (2) Manfaat praktis, mengembangkan penalaran, membentuk
pola pikir, dinamis sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam
menetapkan ilmu yang diperoleh. Di samping itu, memberikan sumbangan
pemikiran dan wacana yang luas bagi para pihak yang berkepentingan dalam
penelitian ini,untuk melatih penulis dalam mengungkapkan masalah tertentu

secara sistematis dan berusaha memecahkan masalah yang ada dengan metode

5

ilmiah yang menunjang pengembangan ilmu pengetahan yang penulis dapat
selama perkuliahan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan Perjanjian Franchise Di Ayam Penyet Surabaya Menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 Tentang
Waralaba
Pada dasarnya waralaba merupakan salah satu bentuk pemberian
lisensi,hanya saja agak berbeda dengan pengertian lisensi pada umumnya,
waralaba menekankan pada kewajiban untuk menggunakan system, metode, tata
cara, prosedur, metode pemasaran dan penjualan maupun hal-hal lain yang
ditentukan oleh pemberi waralaba secara eksklusif, serta tidak boleh dilanggar
maupun diabaikan oleh penerima lisensi. Hal ini mengakibatkan bahwa waralaba
cenderung bersifat eksklusif.
Sehingga pelaksanaan perjanjian ini, telah diatur juga dalam pasal 8
tentang hak dan kewajiban para pihak surat perjanjian ini karna perjanjian ini
berkonsep mudharabah dimana hak dan kewajiban para pihak dapat dijabarkan

dalam bentuk tabel dibawah ini:

6

Hak Dan Kewajiban Para Pihak

Pihak Pertama

Pihak Kedua

Berkewajiban
untuk
tidak
mencampuri kebijakan rumah
makan yang sedang dijalankan
pihak kedua

Berkewajiban mengelola modal
rumah makan yang telah
diterima dari pihak pertama
untuk suatu kegiatan rumah
makan yang telah ditetapkan,
selambat-lambatnya 2 minggu
setelah akad syarikat ini
disepakati dan ditandatangani.

Berkewajiban
untuk
tidak
melakukan pemaksaan kepada
pihak kedua menjalankan usul,
saran, ataupun keinginannya
dalam menjalankan rumah makan
ini.

Berkewajiban membuat laporan
periodic kegiatan rumah makan
setiap 1 bulan untuk diserahkan
kepada pihak pertama.

Berkewajiban
untuk
tidak
melakukan teknis dirumah makan
tanpa seizing dan sepengetahuan
pihak kedua.

Berkewajiban membuat laporan
rinci seluruh kegiatan rumah
makan selambat-lambatnya 1
bulan setelah tutup buku akhir
rumah makan.
Berkewajiban
melaporkan
kejadian kejadian istimewa
(musibah/force majure) yang
terjadi ditengah-tengah kegiatan
rumah
makan
berlangsung
kepada pihak pertama selambatlambatnya 7 hari setelah
kejadian.
Berhak menggunakan modal
rumah makan dalam kegiatan
rumah makan yang telah
disepakati oleh kedua pihak.
Berhak
mengelola
dan
menentukan
kebijakankebijakan dalam kegiatan rumah
makan

Menyetujui
biaya
bumbu
dikeluarkan sebesar 3% dari
penjualan kotor diambilkan dana
oprasional bulanan.

Menyetujui biaya promosi sebesar
1% dari penjualan kotor dan
diambilkan dari dana oprasional
bulanan
Berkewajiban
untuk
tidak
mengambil
atau
menambah
sejumlah modal rumah makan,
kecuali dalam keadaan istimewa
(menyelamatkan rumah makan
dan atau memanfaatkan situasi)
dan merupakan kesepakatan
kedua pihak.
Berkewajiban
membayar Berhak
mempertimbangkan
kerugian pengelolaan rumah usul, saran, ataupun keinginan

7

makan kepada pihak kedua
sehubungan dengan pembatalan
akad syarikat yang disebabkan
oleh pelanggaran pihak pertama
terhadap isi akad syarikat.
Berhak melakukan control atau
meninjau tempat kegiatan rumah
makan disertai pihak kedua atau
yang
mewakili
dengan
menggunakan biaya oprasional
outlet.

pihak pertama.

Berhak membatalkan perjanjian
dan atau mengembalikan modal
rumah makan kepada pihak
pertama setelah terbukti bahwa
pihak
pertama
melakukan
penyelewengan
dan/atau
mengkhianati isi akad ini.

Berhak mengajukan usul dan
saran kepada pihak kedua untuk
memperbaiki dan/atau
menyempurnakan kegiatan rumah
makan yang sedang berjalan.

Pelaksanaan perjanjian ini pihak pertama dan pihak kedua telah bersepakat
untuk pembagian keuntungan sebesar 60% kepada pihak pertama sebagai pemilik
modal (shahibul maal) dan 30 % kepada pihak kedua sebagai pengelola modal
(mudharib)dan sisa 10% diberikan kepada pimpinan cabang(ikhwan fid-din)
sebagai infaq fi sabilillah dan apabila perolehan hasil bersih tidak mencapai
Rp.12.234.447,-(dua belas dua juta dua ratus tiga puluh empat ribu empat ratus
empat puluh tujuh rupiah) maka sebagian jatah mudharib diserahkan kepada
shahibul maal hingga mencapai angka tersebut diatas apabila sudah diberikan
uang mudharib tetapi tidak mencapai Rp.12.234.447.- maka hanya itulah yang
diterima oleh pemilik modal perbulan.7
Jangka waktu untuk perjanjian ini berlaku selama lima tahun dan dapat
diperpanjang lagi kecuali ada pembubaran kerjasama yang telah disepakati oleh
7

Eko Suryono, Wawancara Pribadi, Pada Hari Rabu, 15 Juni 2016, pukul 10.00 WIB

8

kedua belah pihak. Penyerahan kembali seluruh sarana/prasarana (milik pihak
pertama) dari pihak kedua kepada pihak pertama serta pembagian kekayaan
perusahaan dilakukan pada saat berakhirnya syarikat setelah lima tahun masa
kerjasama dan/atau telah disetujui oleh pihak kedua. Apabila pembubaran
kerjasama atas permohonan pihak pertama maka segala peralatan restoran dibagi
sama rata antara pihak pertama dan pihak kedua dan pihak pertama sepakat untuk
tidak membuka usaha yang sama yaitu di jalan honggowongso square blok A5
minimal 1 tahun setelah kerjasama berakhir.
Para pihak yang tercantum dalam perjanjian waralaba ini dalam pembuatan
perjanjian waralaba telah berusaha merujuk pada ketentuan ketentuan-ketentuan
yang telah dibuat oleh para pihak tersebut. Didalam prakteknya perjanjian
waralaba tersebut rancangannya telah disiapkan terlebih dahulu oleh pihak kedua.
Kemudian

diberikan

dan

ditawarkan

kepada

pihak

pertama

sebelum

ditandatangani atau disepakati oleh kedua belah pihak sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh masing-masing pihak. Apabila dalam hal perjanjian ada yang
ingin ditambahkan dalam lampiran yang terpisah dan tetap menjadi satu kesatuan
dalam surat perjanjian itu. Setelah perjanjian itu disepakati maka para pihak
menandatangani surat perjanjian tersebut.
Pelaksanaan pada surat perjanjian hampir seluruhnya telah dilaksanakan
sesuai dengan yang tercantum dalam surat perjanjian. Jika dilihat dari bentuk dan
isi perjanjian tersebut telah hampir memuat klausa-klausa yang seharusnya ada
dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007
tentang Waralaba akan tetapi masih terdapat kekurangan yang terdapat dalam

9

perjanjian tersebut yaitu dalam hal kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak
ahli waris dalam perjanjian tersebut tidak mencantumkan tentang perubahan
kepemilikan dan hak ahli waris yang mana dalam perjanjian tersebut sebaiknya
juga harus dicantumkan oleh para pihak yang terlibat dalam perjanjian ini.
Tentang nama dan alamat para pihak telah sesuai dengan kartu identitas sehingga
pelaksanaanya telah sesuai dengan surat perjanjian yang telah dibuat oleh pihak
kedua. Jenis HAKI yang didaftarkan oleh “Ayam Penyet Surabaya” adalah Hak
Atas Merek yang mana telah mendapatkan sertifikat dari Dirjen HAKI dan untuk
pelaksanaan yang lainnya telah sesuai dengan surat perjanjian.8
Menurut Pemberi Waralaba, suatu perjanjian waralaba dapat dibatalkan jika
Penerima Waralaba tidak mengikuti aturan main dan standar yang ditentukan, atau
melakukan pelanggaran berat terhadap kondisidan persyaratan dalam perjanjian
waralaba, yang tentu saja hal ini secara langsungdapat mempengaruhi
kelangsungan operasional perusahaan tersebut. Menurut ketentuan Pasal 6
Permendag No. 31 Tahun 2008, dijelaskan bahwa apabila waralaba diputus secara
sepihak oleh Pemberi Waralaba sebelumperjanjian berakhir, maka Pemberi
Waralaba tidak dapat menempatkan PenerimaWaralaba yang baru di dalam
wilayah yang sama apabila belum tercapaikesepakatan dalam menyelesaikan
perselisihan antara Pemberi Waralaba denganPenerima Waralaba yang lalu atau
setidaknya paling lambat 6 (enam) bulansetelah pemutusan perjanjian waralaba.

8

Ibid

10

Penyelesaian Perselisihan Apabila Terjadi Wanprestasi Dalam Pelaksanaan
Perjanjian Franchise Di Ayam Penyet Surabaya Tersebut
Penyelesaian sengketa harus secara tegas dicantumkan dalam kontrak
konstruksi dan sengketa yang dimaksud adalah sengketa perdata (bukan pidana).
Misalnya, pilihan penyelesaian sengketa tercantum dalam kontrak adalah
Arbitrase. Dalam hal ini pengadilan tidak berwenang untuk mengadili sengketa
tersebut sesuai Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Penyelesaian sengketa pada umumnya penyelesaian sengketa dapat
dilakukan melalui forum pengadilan, namun demikian, dengan mengingat akan
sifat dari pemberian waralaba, penyelesaian perselisihan yang dilakukan melalui
forum peradilan dikhawatirkan oleh pihak pemberi waralaba akan menjadi suatu
forum ”buka-bukaan” bagi Penerima Waralaba yang tidak beriktikad baik.9 Untuk
menghindari hal tersebut maka sebaiknya setiap sengketa yang berhubungan
dengan perjanjian pemberian waralaba diselesaikan dalam kerangka pranata
alternatif penyelesaian sengketa, termasuk di dalamnya pranata arbitrase.10
Pranata penyelesaian sengketa alternatif, termasuk di dalamnya pranata
arbitrase

di

Indonesia

saat

ini

telah

diatur

dalam

suatu

peraturan

perundangundangan tersendiri, yaitu Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.11
Menurut ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa tersebut, objek perjanjian arbitrase atau dalam
9

Munir Fuady, 2005, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung, Citra Aditya Bakti hal 231
Gunawan Widjaja, Waralaba. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, hal. 103
11
Penjelasan Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa

10

11

hal ini adalah sengketa yang akan diselesaikan di luar pengadilan melalui lembaga
arbitrase (dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya) dapat
dilakukan hanya untuk sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang
menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh
pihak yang bersengketa.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan

analisis

atau

pembahasan

terhadap

hasil

penelitian

sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil
kesimpulan,
Pertama, waralaba merupakan suatu perikatan/perjanjian antara dua pihak
dimana semua ketentuannya mengacu pada Kitab Undang–Undang Hukum
Perdata yaitu Pasal 1313 KUHPerdata tentang perjanjian, Pasal 1320 KUH
Perdata tentang sahnya perjanjian dan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata
tentang asas kebebasan berkontrak.
Perjanjian waralaba adalah perjanjian yang tidak bertentangan dengan
Undang–Undang, agama, ketertiban umum, dan kesusilaan. Artinya perjanjian itu
menjadi Undang–Undang bagi mereka yang membuatnya, dan mengikat kedua
belah pihak. Perjanjian bisnis waralaba ini merupakan perjanjian baku timbal
balik

dimana

masing–masing

pihak

berkewajiban

melakukan

prestasi.

Pelaksanaan perjanjian bisnis waralaba di Ayam Penyet Surabaya berpedoman
kepada perundang-undangan dan tunduk kepada Buku III Kitab Undang–Undang

12

Hukum Perdata tentang Perjanjian. Dalam praktek di lapangan terjadi
penyimpangan/ pelanggaran yang dilakukan oleh franchisee.
Penyimpangan ini menimbulkan wanprestasi yang berakibat kerugian
pada franchisor. Konsekuensi yuridis dari tindakan wanprestasi adalah timbulnya
hak dari pihak yang dirugikan dalam kontrak tersebut untuk menuntut ganti
kerugian kepada pihak yang menyebabkan kerugian. Terhadap kerugian yang
harus ditanggung franchisor ini, berlaku perlindungan hukum bagi pihak yang
dirugikan seperti yang disebutkan dalam pasal 1267 KUH Perdata.
Kedua, Penyelesaian sengketa di Ayam Penyet Surabaya melalui jalur
musyawarah yang menekankan prinsip win–win solution. Apabila persengketaan
tersebut tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat maka ke dua
belah pihak sepakat dan setuju untuk menyelesaikannya dengan memilih domisili
di Pengadilan Negeri. Kontrak yang dibuat oleh para pihak, telah ditentukan
tempat penyelesaian sengketa, namun dalam kenyataannya peraturan tersebut
tidak berlaku karena kedua belah pihak hidup dan bekerja dalam jaringan
hubungan yang berkesinambungan. Demikian dapat dikatakan bahwa hal-hal yang
bersifat formal dan prosedural tidaklah selamanya sesuai dengan tuntutan
perkembangan masyarakat terlebih yang berhubungan dengan kegiatan - kegiatan
yang bersifat ekonomis.
Saran
Pertama, Franchiso untuk menghindari masalah dalam pelaksanaan
perjanjian bisnis waralaba, franchisor harus melakukan seleksi ketat terhadap
para franchesee/ kandidat yang benar–benar telah terkualifikasi dengan baik (tidak

13

hanya sekedar modal), melakukan langkah–langkah preventif seperti pembuatan
kontrak yang mudah dipahami, meminimalkan celah–celah atau lubang–lubang
hukum (loopholes) dari kontrak perjanjian yang bisa digunakan secara sepihak,
dan adanya mekanisme kontrol yang memadai.
Kedua, penerima waralaba, sebelum memutuskan untuk membeli hak
waralaba harus menyesuaikan dengan karakter diri penerima waralaba itu sendiri,
karena format bisnis waralaba harus mengikuti prosedur yang ditentukan pemberi
waralaba yang nantinya dirasakan mengekang kreatifitas dan ego penerima.
DAFTAR PUSTAKA
Fuady, Munir, 2005, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti.
Suseno, Darmawan Budi, 2008, Waralaba Syariah, Jogyakarta: Cakrawala.
Widjaja, Gunawawan, 2003, Waralaba, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
UNDANG-UNDANG
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.

14