Tingkat Otonomi Perempuan Pekerja Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Kasus Desa Sumber Jaya. Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat)

TINGKAT OTONOMI PEREMPUAN PEKERJA DAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
(Kasus Desa Sumber Jaya, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat)

MONALISA TRI OKTAVIANI

DEPARTEMEN SAINS
KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi bejudul Tingkat
Otonomi
Perempuan
Pekerja
dan
Faktor-Faktor
Yang

Mempengaruhinya (Kasus Desa Sumber Jaya, Kabupaten Bekasi,
Propinsi Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak ditrbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis saya
kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Monalisa Tri Oktaviani
NIM I34070018

ABSTRACT
MONALISA TRI OKTAVIANI. Autonomy Of Women Workers And Factors
Contributing (Case : Desa Sumber Jaya, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat).
Supervised by WINATI WIGNA.
The purposes of this research were to identify factors that may affect

women‟s autonomy in the household, knowing the extent to which gender
ideology espoused women. Know the shapes of the women work load in the
sector of production and reproduction, and to asses the impact of the gender
ideology of women to the work load, economic contribution and the autonomy in
the household. Respondents samples in this research were married women who
work in the sector of production in the Desa Sumber Jaya, Kabupaten Bekasi,
Provinsi Jawa Barat. The results of this research indicate that women who adhered
to a strong gender ideology affect her workload so that more light. Its lightweight
women‟s workload affect the economic contribution of its. And economic
contribution of women who contributed to the household affect the extent of their
autonomy in the household. This study found that most respondents are already
aware of gender visible from much research as 83.3% of respondents embrace
gender ideology weak. The gender ideology will affect the workload that will be
covered women. Women are weaker gender ideology would bear his workload
light 74%. Gender ideology would also affect the economic contribution of
women, the weaker gender ideology, the higher contribution to 74%. Besides her
own characteristics one of which education, it affects the economic contribution
of 72%. Other influences are variable workload on women‟s economic
contribution. Women who bear the light workload will contribute to a high 84.2%
in household. The latter is the effect of women‟s economic contribution to

women‟s autonomy in the household, the higher the significant economic
contribution of women to the household the higher the autonomy 83%.

Key words : economic contribution, gender ideology, women autonomy,
workload

RINGKASAN
MONALISA TRI OKTAVIANI. Tingkat Otonomi Perempuan Pekerja Dan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Kasus, Desa Sumber Jaya, Kabupaten
Bekasi, Propinsi Jawa Barat). Di bimbing oleh WINATI WIGNA.
Terbukanya sektor publik bagi perempuan berarti juga telah membuka
peluang bagi perempuan untuk memasuki dunia kerja. Peluang tersebut
mengakibatkan perempuan dapat turut berperan secara ekonomi bekerja
menghasilkan materi (uang) untuk kehidupan dirinya maupun keluarganya.
Makin banyak tenaga kerja perempuan memasuki pasar kerja, maka semakin
tinggi kualitas hidup perempuan dan keluarganya akan tetapi, ditemukan bahwa
keikutsertaan perempuan menjadi tenaga kerja tak lepas dari berbagai tindakan
yang mengarah pada ketidakadilan gender.
Ketidakadilan gender tersebut dipengaruhi oleh budaya patriarkhi yang
masih dianut masyarakat, yaitu pandangan masyarakat yang lebih mengutamakan

laki-laki dibandingkan perempuan. Dalam penelitian ini di temukan bahwa
sebagian besar responden sudah sadar gender terlihat dari hasil penelitian
sebanyak 83.3% responden menganut ideologi gender yang lemah. Ideologi
gender ini akan berpengaruh pada beban kerja yang akan di tanggung perempuan.
Perempuan yang menganut ideologi gender lemah akan menanggung beban kerja
yang ringan (74%). Ideologi gender yang dia anut juga akan berpengaruh pada
kontribusi ekonomi perempuan, semakin lemah ideologi gendernya maka akan
semakin tinggi kontribusi ekonominya (74%) .
Selain itu karakteristik perempuan itu sendiri salah satunya adalah
pendidikan juga akan mempengaruhi kontribusi ekonomi perempuan, tingginya
pendidikaan perempuan maka akan tinggi pula kontribusi ekonominya dalam
rumah tangga. Variabel pengaruh lainnya adalah pengaruh beban kerja terhadap
kontribusi ekonomi perempuan, semakin ringannya beban kerja yang ditanggung
perempuan maka akan semakin tinggi kontribusi ekonominya. Variabel yang
terakhir adalah pengaruh kontribusi ekonomi perempuan terhadap otonomi
pperempuan dalam rumah tangganya. Semakin tinggi kontribusi ekonomi yang
diberikan perempuan dalam rumah tangganya maka otonominya akan semakin
tinggi (83%).

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

TINGKAT OTONOMI PEREMPUAN PEKERJA DAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
(Kasus, Desa Sumber Jaya, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat )

MONALISA TRI OKTAVIANI

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Sains Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat
Pada

Departemen Sains Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS
KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Judul Skripsi : Tingkat Otonomi Perempuan Pekerja Dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya (Kasus Desa Sumber Jaya. Kabupaten Bekasi,
Propinsi Jawa Barat)
Nama
: Monalisa Tri Oktaviani
NIM
: I34070018

Disetujui Oleh

Dra Winati Wigna, MDS
Pembimbing


Diketahui Oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

Judui Skripsi : Tingkat Otonomi Perempuan Pekerja Dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya (Kasus Desa Sumber Jaya. Kabupaten Bekasi,
Propinsi J awa Barat)
Monalisa Tri Oktaviani
Nama
I34070018
NIM

Disetujui Oleh

Dra Wmati Wigna, MDS
Pembimbing


Taoggal Lulus:

1 7 FEB 2 rMセ

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2011 sampai Januari 2012 ini
ialah otonomi perempuan, dengan judul Tingkat Otonomi Perempuan Pekerja Dan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Kasus Desa Sumber Jaya, Kabupaten
Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Terima kasih penulis ucapkan kepada responden
yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner maupun
wawancara mendalam, Dra Winati Wigna, MDS selaku dosen pembimbing, bapak
Martua Sihaloho yang telah banyak membantu dan memberikan saran, bapak
Ivanovich Agusta selaku penguji atas waktu dan kesediannya, serta bapak Ir
Fredian Tonny, MS yang juga telah banyak membantu penulis. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada mama (alm), papa, dan anak-anakku, atas doa dan
kasih
sayangnya

yang
menguatkan
dan
memotivasi
penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014
Monalisa Tri Oktaviani

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang

1
Masalah Penelitian
2
Tujuan Penelitian
3
Kegunaan Penelitian
3
PENDEKATAN TEORITIS
4
Tinjauan Pustaka
4
Industrialisasi dan Kesempatan Kerja Perempuan
4
Ideologi Gender
5
Beban Kerja Ganda Perempuan
7
Kontribusi Ekonomi Perempuan dalam Rumah Tangga
8
Otonomi Perempuan dalam Rumah Tangga

9
Kerangka Pemikiran
10
Hipotesa Penelitian
11
Definisi Operasional
12
PENDEKATAN LAPANG
14
Metode Penelitian
14
Lokasi dan Waktu Penelitian
14
Teknik Pengambilan Sampel
14
Teknik Pengumpulan Data
14
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
15
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
16
Gambaran Umum Kota Bekasi Sebagai Kota Industri
16
Gambaran Umum Desa Sumber Jaya
16
Sejarah dan Letak Geografis
16
Sarana dan Prasarana
17
Kependudukan dan Ketenagakerjaan
18
TINGKAT OTONOMI PEREMPUAN PEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHINYA
20
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Otonomi Perempuan Pekerja 20
Hubungan Antar Variabel Pengaruh Terhadap Otonomi Perempuan
dalam Rumah Tangga
20
Pengaruh Ideologi Gender Terhadap Beban Kerja Perempuan
dalam Rumah Tangga
20
Pengaruh Ideologi Gender Terhadap Kontribusi Ekonomi
Perempuan dalam Rumah Tangga
22

Pengaruh Pendidikan Terhadap Kontribusi Ekonomi Perempuan
dalam Rumah Tangga
23
Pengaruh Beban Kerja Perempuan Terhadap Kontribusi Ekonomi
Perempuan dalam Rumah Tangga
23
Pengaruh Kontribusi Ekonomi Perempuan Terhadap Otonomi
Perempuan dalam Rumah Tangga
23
KESIMPULAN DAN SARAN
26
Kesimpulan
26
Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
27
LAMPIRAN
29

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Komposisi Jumlah Penduduk Desa Sumber Jaya Berdasarkan
Tingkat Pendidikan, 2011
18

Tabel 2

Komposisi Jumlah Penduduk Desa Sumber Jaya Berdasarkan
Tingkat Usia, 2011
18

Tabel 3

Komposisi Jumlah Penduduk Desa Sumber Jaya Berdasarkan
Tingkat Usia Kerja, 2011
19

Tabel 4

Jumlah dan Persentase Responden Menurut Usia di Desa Sumber
Jaya, 2011
19

Tabel 5

Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Sumber Jaya,
2011
19

Tabel 6

Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Ideologi Gender di
Desa Sumber Jaya, 2011
20

Tabel 7

Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Beban Kerja di
Desa Sumber Jaya, 2011
20

Tabel 8

Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Ideologi Gender
dan Beban Kerja di Desa Sumber Jaya, 2011
21

Tabel 9

Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Total
Pendapatan Rumah Tangga di Desa Sumber Jaya, 2011
22

Tabel 10

Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kontribusi
Ekonomi di Desa Sumber Jaya, 2011
22

Tabel 11

Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Ideologi Gender
dan Kontribusi Ekonomi di Desa Sumber Jaya, 2011
23

Tabel 12

Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pendidikan di Desa
Sumber Jaya, 2011
23

Tabel 13

Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pendidikan dan
Kontribusi Ekonomi di Desa Sumber Jaya, 2011
23

Tabel 14

Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Beban Kerja dan
Kontribusi Ekonomi di Desa Sumber Jaya, 2011
24

Tabel 15

Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kontribusi
Ekonomi dan Otonomi Perempuan di Desa Sumber Jaya,
2011

25

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

11

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

29

Lampiran 2 Tabel Populasi, Kerangka Sampling dan Responden

32

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industrialisasi sebagai akibat majunya ilmu pengetahuan yang
berhubungan langsung dengan berkembangnya inovasi, membuka peluang kepada
perempuan untuk ikut bekerja. Hal ini dapat membuat perempuan berperan serta
secara ekonomi sehingga menghasilkan pendapatan (uang) untuk dirinya sendiri
maupun untuk membantu perekonomian keluarganya.
Selama satu dekade terakhir telah terjadi peningkatan partisipasi kerja
perempuan, termasuk ibu rumah tangga di daerah perkotaan Indonesia, yaitu dari
32 menjadi 40 persen (Republik Indonesia 1994). Peningkatan ini tidak terlepas
dari keberhasilan pembangunan terutama di bidang ekonomi, pendidikan
perempuan dan keluarga berencana (Chatterjee 1989 dalam Hardinsyah 1996).
Peningkatan partisipasi kerja perempuan mempunyai efek positif dan
negatif. Efek positifnya antara lain makin sedikitnya jumlah anak, meningkatnya
kesejahteraan ekonomi, ikut aktif dalam membangun dan mengurangi sifat
ketergantungan pada pria (Oey 1999).
Peningkatan partisipasi kerja perempuan juga memberikan pengaruh pada
peran kerja perempuan. Perempuan menjadi memiliki peran kerja ganda yaitu
pekerjaan reproduksi dan produksi. Selain bekerja di luar rumah untuk membantu
perekonomian keluarganya perempuan juga harus tetap bekerja dalam rumah
tangganya sebagai „ibu‟ mengurus rumah, memasak, mengurus anak-anak dan
mengurusi pekerjaan rumah tangga lainnya (Budiman 1981).
Peran kerja perempuan berhubungan langsung dengan kontribusi ekonomi
perempuan dalam rumah tangga, Pahl (1991) dalam Tombokan (2001)
menyatakan bahwa jika istri bekerja ia akan lebih dominan dalam pengambilan
keputusan. Kontribusi keuangan seseorang berpengaruh pada kekuasaannya dalam
keluarga. Perempuan yang berpendapatan tinggi mempunyai peran dominan
dalam pengambilan keputusan. Pendapat Deacon dan Firebaugh (1988) dalam
Tombokan (2001) menambahkan bahwa pada keluarga yang suami dan istri
bekerja, secara ekonomi istri tidak selalu tergantung pada suami sehingga ia
memperoleh kesempatan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan. Sajogyo
(1983) dalam Tombokan (2001) berpendapat bahwa istri bekerja dapat terlibat
dalam proses pengambilan keputusan seperti istri memutuskan dirinya untuk
bekerja di luar rumah sehingga dapat menambah pendapatan keluarga.
Maynard (1985) sebagaimana dikutip oleh Daulay (2001) menghubungkan
antara pengambilan keputusan pada keluarga dalam bidang finansial. Otoritas
yang ada dalam keluarga erat hubungannya dengan individu yang mendapatkan
uang lebih banyak (Maynard 1985 dalam Daulay 2001). Demikian pula hasil studi
Burr Ahern dan Knowles (1977) sebagaimana dikutip oleh Daulay (2001) bahwa
manakala pendapatan istri meningkat sebanding dengan pendapatan suami, maka
ada kecenderungan pengaruh istri juga meningkat. Ahern dan Knowles (1997)
juga menemukan bahwa pendapatan merupakan predikator terbaik terhadap
power. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh (kuasa) istri sebagian
besar terletak pada kontribusi relatif perempuan pada pendapatan rumah tangga.
Pada kenyataannya yang menjadi masalah adalah walaupun semakin
terbukanya peluang kerja khususnya di sektor industri, pengambilan keputusan

dalam keluarga masih didominasi laki-laki, sehingga perempuan belum mencapai
otonominya secara optimal. Hal tersebut disebabkan oleh pendidikan perempuan
yang pada umumnya masih rendah walaupun saat ini dunia pendidikan semakin
berkembang namun kesempatan perempuan tetap lebih sedikit dibandingkan lakilaki. Hal tersebut tidak terlepas dari ideologi gender yang masih dianut sebagian
besar masyarakat Indonesia. Menurut Oey (1999) kebanyakan rumah tangga di
Indonesia yang memiliki anak perempuan dan laki-laki maka yang akan
mendapatkan pendidikan tertinggi adalah anak laki-laki karena kuatnya sistem
patriarkhi yang dianut masyarakat Indonesia.
Kurangnya keahlian dapat menghambat perempuan dalam melakukan
pekerjaan, hal ini terjadi karena pendidikan perempuan yang masih rendah.
Rendahnya pendidikan perempuan, menyebabkan perempuan lebih banyak
terserap pada pekerjaan informal. Dalam penelitian Suryochondro (1990),
kurangnya keahlian menjadi salah satu hambatan perempuan tidak dapat bekerja.
Kurangnya keahlian juga menyebabkan gaji perempuan pada umumnya lebih
rendah dari gaji laki-laki walaupun untuk pekerjaan pada keahlian yang sama.
Hal-hal tersebut di atas mempengaruhi optimal tidaknya otonomi
perempuan dalam rumah tangganya. Yang menjadi pertanyaan penelitian
(research question) dalam penelitian ini adalah mengapa walaupun semakin
terbuka peluang kerja bagi perempuan, tapi otonomi sebagian besar perempuan
masih tetap rendah dibanding laki-laki, sehingga perlu diadakannya suatu
penelitian mengenai otonomi perempuan dalam rumah tangga serta penyebabpenyebab keoptimalan otonomi perempuan dalam rumah tangga.
Desa Sumber Jaya, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat diambil
sebagai tempat penelitian karena sebagian besar istri bekerja di luar rumah, baik
yang berpendidikan tinggi maupun yang berpendidikan rendah. Mereka membawa
penghasilan ke dalam rumah tangganya yang diduga akan mempengaruhi otonomi
mereka dalam rumah tangganya.
Masalah Penelitian
Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan
masalah yang akan dikaji yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana ideologi gender perempuan mempengaruhi beban kerja
perempuan dalam rumah tangganya di Desa Sumber Jaya?
2. Bagaimana ideologi gender perempuan mempengaruhi kontribusi ekonomi
perempuan dalam rumah tangganya di Desa Sumber Jaya?
3. Sejauh mana pendidikan perempuan mempengaruhi kontribusi ekonomi
perempuan dalam rumah tangganya di Desa Sumber Jaya?
4. Bagaimana beban kerja perempuan mempengaruhi kontribusi ekonomi
perempuan dalam rumah tangganya di Desa Sumber Jaya?
5. Sejauh mana kontribusi ekonomi perempuan mempengaruhi otonomi
perempuan dalam rumah tangganya di Desa Sumber Jaya?

Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan
penelitian yang akan dilakukan yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh ideologi gender perempuan terhadap beban kerja
perempuan dalam rumah tangganya di Desa Sumber Jaya
2. Mengetahui pengaruh ideologi gender perempuan terhadap kontribusi
ekonomi perempuan dalam rumah tangganya di Desa Sumber Jaya
3. Mengetahui pengaruh pendidikan perempuan terhadap kontribusi ekonomi
perempuan dalam rumah tangganya di Desa Sumber Jaya
4. Mengetahui pengaruh beban kerja perempuan terhadap kontribusi ekonomi
perempuan dalam rumah tangganya di Desa Sumber Jaya
5. Mengetahui pengaruh kontribusi ekonomi perempuan terhadap otonomi
perempuan dalam rumah tangganya di Desa Sumber Jaya

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bagi peneliti berguna untuk merealisasikan kegiatan berfikir
secara kritis dan sekaligus menganalisis permasalahan sosial yang ada dalam
kehidupan masyarakat melalui alat analisis berupa materi yang telah diperoleh
selama masa perkuliahan. Selanjutnya bagi khalayak pembaca, penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan sebagai alternatif bahan referensi penelitian
berikutnya, khususnya dalam hal yang berkaitan dengan gender dan otonomi
perempuan.

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Industrialisasi Dan Kesempatan Kerja Perempuan
Industrialisasi sebagai akibat majunya ilmu pengetahuan yang
berhubungan langsung dengan berkembangnya inovasi, membuka peluang kepada
perempuan untuk ikut bekerja. Hal ini dapat membuat perempuan berperan serta
secara ekonomi sehingga menghasilkan pendapatan (uang) untuk dirinya sendiri
maupun untuk membantu perekonomian keluarganya.
Dewasa ini banyak perempuan yang mulai meninggalkan rumah mereka
untuk bekerja. Alasan mereka bekerja bervariasi ada yang bekerja karena ingin
mengembangkan karir dan cita-cita, ada yang ingin mengisi waktu luang, dan
tidak sedikit yang bekerja untuk membantu menopang ekonomi keluarga. Pada
kasus yang bekerja untuk menopang ekonomi keluarga, kesulitan ekonomi
memaksa mereka kaum perempuan dari kelas ekonomi rendah untuk ikut berperan
meningkatkan pendapatan keluarganya dengan bekerja di luar sektor domestik.
Selama satu dekade terakhir telah terjadi peningkatan partisipasi kerja
perempuan, termasuk ibu rumah tangga di daerah perkotaan Indonesia, yaitu dari
32 menjadi 40 persen (Republik Indonesia 1994). Peningkatan ini tidak terlepas
dari keberhasilan pembangunan terutama di bidang ekonomi, pendidikan
perempuan dan keluarga berencana (Chatterjee 1989 dalam Hardinsyah 1996).
Kurangnya keahlian dapat menghambat perempuan untuk melakukan
pekerjaan, hal ini terjadi karena pendidikan perempuan yang masih rendah.
Rendahnya pendidikan perempuan, menyebabkan perempuan lebih banyak
terserap pada pekerjaan informal. Dalam penelitian Suryochondro (1990),
kurangnya keahlian menjadi salah satu hambatan perempuan tidak dapat bekerja
nafkah. Alasan-alasan lain yang dikemukakan oleh perempuan tidak bekerja
adalah karena penghasilan suami sudah mencukupi, tidak mempunyai keahlian
untuk bekerja nafkah, tidak ada modal, dan kesehatan tidak mencukupi.
Posisi tidak menguntungkan perempuan dalam pasar tenaga kerja biasanya
dihubungkan dengan pendidikan mereka yang lebih rendah. Pada umumnya benar,
karena 73 persen pekerja perempuan berpendidikan dasar (SD) dibandingkan
dengan 63 persen pekerja laki-laki. Hampir semua kategori usia pekerja
perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hanya diantara pekerja anak (1014 tahun), anak perempuan, sedikit „lebih baik‟ berpendidikan daripada anak lakilaki.
Sugianto (1978) menggambarkan bahwa pendidikan adalah satu-satunya
yang menjadi urgensi dalam usaha meningkatkan status perempuan. Dia
menekankan pendidikan dalam bidang kejuruan karena bidang ini akan
mempermudah perempuan dalam mencari pekerjaan sehingga mereka dapat
mandiri dalam hal ekonomi.
Semakin terbuka luasnya pendidikan bagi perempuan, maka kesempatan
kerja bagi perempuan pun mulai terbuka lebar. Menurut Simanjuntak dalam
Mudzhar (2001) angka perempuan bekerja di Indonesia dan juga di negara-negara
lain, masih akan terus meningkat di tahun-tahun berikutnya. Hal ini, selain

dikarenakan oleh semakin terbukanya peluang pendidikan bagi perempuan,
dikarenakan pula oleh kemajuan teknologi yang memungkinkan perempuan dapat
menyelesaikan masalah keluarga dan masalah kerja sekaligus.
Pergeseran struktural di pasar tenaga kerja muncul sebagai tenaga kerja
yang lebih terdididik. Hanya dalam 8 tahun antara tahun 1986 dan 1994 pangsa
dari penduduk usia kerja ( 10 tahun +) dengan sedikit atau tidak sekolah menurun
dari setengah sampai 38 persen dan bagian dari mereka yang menyelesaikan
pendidikan dasar meningkat 31-35 persen. Penurunan persentase penduduk usia
kerja dengan sekolah dasar atau kurang, sedikit tajam untuk wanita. Untuk
perempuan penurunan itu dari 86 persen pada tahun 1986 menjadi 77 persen pada
tahun 1994 sedangkan untuk pria penurunan itu dari 78 persen menjadi 72 persen
(Oey 1999). Walaupun kesempatan kerja untuk perempuan sudah lebih terbuka
luas, namun bila dibandingkan dengan kesempatan kerja untuk laki-laki,
kesempatan kerja untuk perempuan masih lebih rendah daripada kesempatan kerja
untuk laki-laki.
Dalam bukunya Oey juga mengatakan, indikator statistik berikut ini lebih
mencerminkan posisi tidak menguntungkan perempuan dalam pasar tenaga kerja
Indonesia. Pada pertengahan 1997, penduduk usia kerja (di Indonesia
didefinisikan sebagai 10 tahun ke atas) berjumlah sekitar 157 juta orang, dimana
50.5 persen adalah perempuan. Populasi yang aktif secara ekonomi berjumlah
sekitar 91 juta atau 58 persen dari penduduk usia kerja, dimana 35 juta atau 38.4
persen adalah perempuan. Diantara mereka yang mengaku bekerja sebagai
kegiatan utama ekonomi mereka selama seminggu sebelum survey, ada 87 juta
orang, dimana 33 juta (38 persen) adalah perempuan. Pengangguran terbuka
berjumlah 4.3 juta, mewakili 4.7 persen dari angkatan kerja (lebih tinggi bagi
perempuan., 5.6 persen daripada laki-laki., 4.1 persen). Dari penganngguran
tersebut, 2 juta atau 46 persen adalah perempuan. Demikian, proporsional selamadiwakili antara pengangguran terbuka. Pengangguran terbuka ini dibedakan
dengan apakah mereka pernah atau tidak pernah bekerja. Sampai krisis,
pengangguran terbuka didominasi oleh mereka yang telah pernah bekerja (82
persen secara keseluruhan, antara perempuan 85 persen dan laki-laki 79 persen).
Diantara mereka yang tidak pernah bekerja sebagian besar (56 persen) adalah
mereka yang berpendidikan. Sama dengan status di bawah-kerja, yang diukur
dalam hal yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu, jauh lebih sering terjadi
pada perempuan (52 persen) daripada laki-laki (28 persen).

Ideologi Gender
Pertama kali gender dirumuskan pengertiannya oleh Rubin (1975),
merupakan rekayasa sosial, tidak bersifat universal dan memiliki identitas yang
berbeda-beda yang dipengaruhi baik oleh faktor-faktor ideologi, politik, ekonomi,
sosial, budaya, adat istiadat, agama, etnik, golongan,maupun faktor sejarah, waktu
dan tempat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengingat bahwa
sebagai rekayasa sosial, identitas gender merupakan kondisi normatif sebagai
hasil interaksi antar warga masyarakat atau dasar nilai sosial, budaya dan adat
istiadat yang beragam maka pendekatan itu dapat menyebabkan timbulnya

kesenjangan dan ketimpangan hubungan pembagian kerja antara lelaki dan
perempuan, yang sering merugikan perempuan (kantor MENUPW 1996).
Banyak ahli merumuskan batasan atau pengertian gender, beberapa
diantaranya adalah Vitayala (2000):
1. Gender adalah suatu konsep yang merujuk pada suatu sistem peranan dan
hubungan antara lelaki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan
biologis, akan tetapi oleh lingkungan sosial-budaya, politik dan ekonomi.
2. Gender adalah istilah ilmiah yang diambil dari ilmu yang lebih mengacu pada
norma-norma kelompok dibanding mengacu pada realitas (prilaku nyata)
perseorangan.
3. Gender adalah konstruksi sosial yang mengacu pada perbedaan sifat perempuan
dan lelaki yang tidak didasarkan pada perbedaan biologis tetapi pada nilai-nilai
sosial budaya yang ditentukan peranan perempuan dan lelaki dalam kehidupan
perseorangan (pribadi) dan dalam tiap bidang masyarakat yang menghasilkan
peran gender.
Istilah gender banyak digunakan orang sebagai padanan arti jenis kelamin,
padahal gender juga digunakan terutama oleh para penulis kontemporer, untuk
mengacu pada bahan sosial dikotomi antara peran lelaki dan perempuan serta
elemen-elemen kepribadian maskulin (kelelakian) dan feminine (keperumpuanan).
Jenis kelamin bersifat fisiologis dan biologis, sedangkan istilah gender, yang
belakangan ini banyak dipakai lebih bersifat kultural.
Perbedaan diantara dua istilah ini sangat krusial, pihak-pihak yang
mengabaikan elemen statusquo, yang tidak terungkap atau hidden, lalu berasumsi
bahwa sifat keperempuanan dan kelelakian adalah alami, yaitu secara langsung
akan lebih ditentukan oleh faktor biologis (Warren 1980 dalam Vitayala 2000).
Menurut Vitayala (2000), peran gender untuk perempuan dan lelaki
diklasifikasikan dalam tiga peran pokok yaitu peran reproduktif (domestik), peran
produktif dan peran sosial.
Nilai bekerja yang dilakukan perempuan dan lelaki tidak terlepas dari
peran gender yang berlaku sesuai dengan tradisi dan kebudayaan tempat mereka
hidup. Lelaki dianggap layak sebagai kepala keluarga yang mempunyai tanggung
jawab menafkahi keluarganya, sedangkan perempuan tidak perlu bekerja karena
tempatnya adalah di dalam rumah dan mngurus anak-anaknya. Konsep pembagian
kerja seperti ini umum berlaku di seluruh dunia. Kalaupun perempuan ikut bekerja
sering pekerjaannya dinilai dengan upahn rendah meskipun melakukan pekerjaan
yang sama dilakukan lelaki. Bahkan Anker dan Hein (1986) dalam Saruan (2000),
mengemukakan teori gender yang bertalian dengan nilai kerja yang dilakukan
perempuan. Mereka menunjukkan bagaimana kedudukan perempuan dalam pasar
tenaga kerja dapat dilihat sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
keseluruhan sistem sosial yang menempatkan perempuan pada kedudukan yang
lebih rendah dari lelaki,
Masyarakat dunia pada umumnya masih dibayangi oleh sistem patriarkal,
demikian juga di Indonesia. Struktur masyarakat umumnya masih bersifat
patriarkal dan lembaga utama dari sitem ini adalah keluarga. Sistem patriarkal
merupakan struktur yang mengabsahkan bentuk struktur kekuasaan dimana lelaki
mendominasi perempuan. Dominasi ini terjadi karena posisi ekonomis perempuan
lebih lemah dari lelaki (Budiman 1985) sehingga perempuan dalam pemenuhan
kebutuhan materialnya sangat tergantung pada lelaki. Kondisi ini merupakan

implikasi dari sistem patriarkal yang memisahkan peran utama antara lelaki dan
perempuan dalam keluarga, lelaki berperan sebagai kepala keluarga, terutama
bertugas di sektor publik sebagai pencari nafkah, memberi peluang bagi lelaki
untuk memperoleh uang dari pekerjaannya, sedang perempuan sebagai “ratu
rumah tangga”, terutama bertugas di sektor domestik sebagai pendidik anak dan
pengatur rumah tangga yang tidak memperoleh bayaran. Untuk pemenuhan
kebutuhan materialnya perempuan tergantung kepada lelaki sebagai pencari
nafkah.
Beban Kerja Ganda Perempuan
Keterlibatan perempuan dalam kerja nafkah memberikan pengaruh pada
peran kerja perempuan. Perempuan menjadi memiliki peran kerja ganda yaitu
pekerjaan reproduksi dan produksi. Selain bekerja di luar rumah untuk membantu
perekonomian keluarganya perempuan juga harus tetap bekerja dalam rumah
tangganya sebagai „ibu‟ mengurus rumah, memasak, mengurus anak-anak dan
mengurusi pekerjaan rumah tangga lainnya (Budiman 1981).
Sistem patriarkhi yang masih melekat kuat pada masyarakat menyebabkan
perempuan yang bekerja di luar rumah memiliki beban kerja ganda yang cukup
kuat karena perempuan yang bekerja pada sektor produktif mereka juga sekaligus
harus bekerja pada sektor reproduktif. Hal ini disebabkan karena kerja reproduktif
dianggap masyarakat sebagai suatu “kewajiban“ yang tetap harus dilakukan oleh
perempuan, sehingga hal ini menyebabkan perempuan menanggung beban kerja
dari peran kerja gandanya. Dalam penelitian Pudjiwati (1983) menggambarkan
bahwa perempuan mencurahkan tenaga kerjanya lebih berat dari laki-laki
perharinya yaitu perempuan 11 jam perhari sedangkan laki-laki hanya 8 jam
perhari dalam kerja produktif dan reproduktifnya.
Hal ini merupakan bentuk subordinasi perempuan yang berdampak pada
marjinalisasi terhadap perempuan (Budiman 1981). Subordinasi yaitu
memposisikan perempuan pada urutan yang kedua dalam segala hal termasuk
dalam rumah tangga, walaupun perempuan bekerja dan dari pekerjaannya itu
menghasilkan uang yang sangat berarti untuk menghidupi keluarganya bahkan
penghasilannya bisa saja lebih besar daripada suaminya, tetap saja perempuan
dianggap sebagai pencari nafkah tambahan bukan sebagai pencari nafkah utama
karena, yang merupakan pencari nafkah utama adalah lelaki sebesar apapun
pendapatannya. Marjinalisasi ialah peminggiran kaum perempuan dalam hal
ekonomi. Hal ini terlihat dimana perempuan dari pekerjaannya itu mendapatkan
upah yang lebih rendah dari laki-laki walaupun pekerjaan yang ia lakukan sama
dengan pekerjaan yang dilakukan lelaki pada sektor yang sama pula, karena
pekerjaan perempuan dianggap kerja sampingan yaitu membantu pendapatan
suami.

Kontribusi Ekonomi Perempuan dalam Rumah Tangga
Bekerjanya perempuan mencari nafkah dapat memberikan kontribusi
terhadap pendapatan keluarga, sehingga saat ini bukan hanya suami yang berperan
dalam mencari penghasilan keluarga.
Kontribusi ekonomi perempuan dilihat dari seberapa besar upah hasil ia
bekerja yang ia bawa ke dalam pendapatan rumah tangganya. Kontribusinya
terhadap pendapatan rumah tangga di katakan besar jika ia memberikan porsi
pendapatan yang besar pada pendapatan rumah tangganya. Jadi kontribusi
ekonomi perempuan dilihat dari berapa persen uang yang diberikan perempuan
dari hasil kerjanya ke dalam total pendapatan rumah tangganya. Besar kecilnya
kontribusi ekonomi yang dibawa perempuan akan berpengaruh terhadap
otonominya dalam rumah tangga.
Pahl (1991) dalam Tombokan (2001) menyatakan bahwa jika istri bekerja
ia akan lebih dominan dalam pengambilan keputusan. Kontribusi keuangan
seseorang berpengaruh pada kekuasaannya dalam keluarga. Perempuan yang
berpendapatan tinggi mempunyai peran dominan dalam pengambilan keputusan.
Maynard (1985) sebagaimana dikutip oleh Daulay (2001) menghubungkan
antara pengambilan keputusan pada keluarga dalam bidang finansial. Otoritas
yang ada dalam keluarga erat hubungannya dengan individu yang mendapatkan
uang lebih banyak (Maynard 1985 dalam Daulay 2001). Demikian pula hasil studi
Burr Ahern dan Knowles (1977) sebagaimana dikutip oleh Daulay (2001) bahwa
manakala pendapatan istri meningkat sebanding dengan pendapatan suami, maka
ada kecenderungan pengaruh istri juga meningkat. Ahern dan Knowles (1997)
juga menemukan bahwa pendapatan merupakan predikator terbaik terhadap
power. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh (kuasa) istri sebagian
besar terletak pada kontribusi relatif perempuan pada pendapatan rumah tangga.
Hasil penelitian Safitri (2007) yang menemukan peran ekonomi buruh
perempuan tidak merubah otonomi buruh perempuan dalam pendidikan anak
karena penghasilan yang diperoleh buruh perempuan dari bekerja di industri
relatif rendah, sehingga kontribusinya ke dalam pendapatan keluarga kecil pula.
Hal ini berarti bahwa bekerja di industri belum dapat meningkatkan otonomi
perempuan dalam keluarganya. Dalam hal ini, status perempuan dalam keluarga
tidak akan meningkat selama perempuan belum memberikan kontribusi ekonomi
yang cukup ke dalam pendapatan keluarga, karena upah kerja di industri yang
diterimanya rendah.
Penelitian oleh Suryochondro dalam Ihromi (1990) menyimpulkan bahwa
perempuan/istri lapisan bawah lebih banyak bekerja dibanding perempuan/istri
lapisan atas, walaupun ada perempuan/istri lapisan atas yang bekerja, tetapi
kontribusinya untuk pendapatan rumah tangga tidak sebesar yang disumbangkan
oleh perempuan/istri lapisan bawah, maka dapat dipahami, istri lapisan bawah
lebih mempunyai kekuasaan didalam pengambilan keputusan dibanding istri
lapisan atas. Kesimpulan ini diperkuat oleh pernyataan Molo yang diacu oleh
Daulay (2001) bahwa istri lapisan bawah lebih dominan dalam pengambilan
keputusan karena gaji yang diterima memberikan sumbangan pada pendapatan
total keluarga. Istri dihargai sehingga dilibatakan dalam pengambilan keputusan
karena kontribusinya dalam nafkah.

Otonomi Perempuan dalam Rumah Tangga
Otonomi perempuan diartikan oleh Ihromi (1995) sebagai kemampuan
perempuan untuk bertindak, melakukan kegiatan, mengambil keputusan untuk
bertindak berdasarkan kemauan sendiri, jadi bukan karena disuruh atau dipaksa
oleh orang lain.
Menurut Sajogyo (1983) otonomi perempuan dalam keluarga dapat dilihat
dari sejauh mana perempuan memiliki kekuasaan dalam berbagai kegiatan dalam
keluarga. Kekuasaan diukur dengan banyaknya (frekuensi) perempuan mengambil
keputusan dalam waktu tertentu. Jenis keputusan dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok yaitu keputusan oleh istri sendiri, keputusan bersama suami istri dan
keputusan suami sendiri.
Pengambilan keputusan oleh perempuan menjadi penting karena
menentukan otonomi perempuan dalam rumah tangganya. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Andriyani (2000) membuktikan bahwa baik pada strata kaya
maupun strata miskin, kesejahteraan rumah tangga nelayan dipengaruhi oleh
pengambilan keputusan perempuan.
Terdapat beberapa penelitian yang menjelaskan bahwa perempuan bekerja
dapat memperkuat kedudukannya dalam keluarga melalui keterlibatannya dalam
pengambilan keputusan. Diantaranya adalah hasil penelitian Hajar (1992) dalam
Tombokan (2001) yang menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan dalam
pekerjaan mencari nafkah yang menghasilkan pendapatan berpengaruh terhadap
proses pengambilan keputusan di dalam berbagai bidang kehidupan. Goode
(1983) dalam Tombokan (2001) menyatakan bahwa jika istri bekerja ia
memperoleh lebih banyak dalam bidang kekuasaan ekonomi sehingga lebih
berperan dalam proses pengambilan keputusan. Dikatakan pula oleh Nieva (1985)
dalam Tombokan (2001), pola pengambilan keputusan oleh istri dipengaruhi oleh
status kerja, dimana status pekerjaan istri berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan dalam keluarga karena pendapatan yang diperoleh memberikan
kekuatan yang lebih dalam keluarga.
Pahl (1991) dalam Tombokan (2001) menyatakan bahwa jika istri bekerja
ia akan lebih dominan dalam pengambilan keputusan. Pendapat Deacon dan
Firebough (1988) dalam Tombokan (2001) menambahkan bahwa pada keluarga
yang suami dan istri bekerja, secara ekonomi istri tidak selalu tergantung pada
suami sehingga ia memperoleh kesempatan yang lebih besar dalam pengambilan
keputusan. Sajogyo (1983) dalam Tombokan (2001) berpendapat bahwa istri
dapat terlibat dalam proses pengambilan keputusan seperti istri memutuskan
untuk bekerja di luar rumah sehingga dapat menambah pendapatan keluarga.
Pada keluarga ibu bekerja, istri lebih berani untuk memutuskan sesuatu
mengenai keluarganya, seperti melakukan pembagian kerja rumah tangga antara
suami-istri, anggota keluarga lainnya atau anak. Dalam keluarga ibu bekerja, istri
mempunyai keputusan lebih besar dibandingkan dengan ibu tidak bekerja
mengenai biaya pendidikan anak, karena ibu bekerja memiliki penghasilan sendiri
(Ihromi, 1991). Hal tersebut juga dapat dilihat dari tulisan Widianti (2005), bagi
istri yang memiliki penghasilan lebih tinggi dari suaminya, lebih berani menuntut
untuk memutuskan sesuatu apalagi yang berhubungan dengan biaya pendidikan

anak. Dalam hal ini istri dapat mengambil keputusan sendiri, tetapi apabila terjadi
sesuatu atas keputusan tersebut maka ia harus menanggung resikonya sendiri.
Bahasan di atas memberi gambaran bahwa walaupun peluang kerja
semakin terbuka bagi perempuan khususnya di sektor industri, pengambilan
keputusan dalam keluarga masih didominasi oleh laki-laki sehingga perempuan
belum bisa mencapai otonominya secara optimal.
Kerangka Pemikiran
Industrialisasi telah membuka peluang dan kesempatan kerja bagi
perempuan. Dengan perempuan bekerja nafkah diduga akan menyebabkan
perempuan mempunyai beban kerja ganda (produktif dan reproduktif) karena ada
pengaruh dari ideologi gender yang masih eksis dalam kehidupan masyarakat,
khususnya pekerja perempuan. Dengan bekerjanya perempuan mencari nafkah
maka perempuan akan bisa memberikan kontribusinya kedalam pendapatan
rumah tangganya kontribusi ekonomi perempuan ini sangat dipengaruhi oleh
karakteristik perempuan itu sendiri, salah satunya adalah pendidikan dimana
tingkat pendidikan perempuan ini dipengaruhi juga oleh ideologi gender yang
hidup dalam kehidupan masyarakat khususnya para pekerja perempuan. Akhirnya
kontribusi ekonomi perempuan ini diduga akan mempengaruhi otonomi
perempuan dalam rumah tangganya.
Kontribusi yang dimaksud di sini adalah kontribusi perempuan terhadap
perekonomian keluarga setelah ia bekerja, seberapa persen pendapatan (uang)
yang ia berikan ke dalam pendapatan rumah tangganya. Otonomi perempuan
diartikan oleh Ihromi (1995) sebagai kemampuan perempuan untuk bertindak,
melakukan pengambilan keputusan berdasarkan kemauan sendiri, jadi bukan
karena disuruh atau dipaksa oleh orang lain. Otonomi perempuan diukur oleh
frekuensi perempuan mengambil keputusan dalam skala waktu tertentu dibanding
laki-laki terhadap kegiatan-kegiatan dalam rumah tangga.

Untuk mempermudah memahami kerangka pemikiran di atas, dibuatlah
gambar sebagai berikut
I
D
E
O
L
O
G
I
G
E
N
D
E
R

KESEMPATAN KERJA PEREMPUAN
INDUSTRI

NON INDUSTRI

BEBAN KERJA
PEREMPUAN
- REPRODUKTIF
- PRODUKTIF

KONTRIBUSI
EKONOMI
PEREMPUAN

KARAKTERISTIK PEREMPUAN

PENDIDIKAN

O
T
O
N
O
M
I
P
E
R
E
M
P
U
A
N

Keterangan
: di hipotesiskan di uji dengan tabulasi silang
: tidak dihipotesiskan tidak di uji tabulasi silang, tetapi dijelaskan
Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian
Kerangka pemikiran di atas menghasilkan beberapa hipotesis yang akan diuji
dalam penelitian ini, yaitu:
1.Terdapat hubungan antara ideologi gender perempuan dengan beban kerja
perempuan (reproduksi dan produksi) dalam rumah tangga.
2.Terdapat hubungan antara ideologi gender perempuan dengan kontribusi
ekonomi perempuan dalam rumah tangga.
3.Terdapat hubungan antara pendidikan perempuan dengan kontribusi ekonomi
perempuan.
4.Terdapat hubungan antara beban kerja perempuan (reproduksi dan produksi)
dengan kontribusi ekonomi perempuan dalam rumah tangga.
5.Terdapat hubungan antara kontribusi ekonomi perempuan dengan otonomi
perempuan dalam rumah tangga.

Definisi Operasional
Pengukuran variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini akan
dibatasi pada perumusan penjabaran masing-masing variabel tersebut secara
operasional. Variabel-variabel tersebut adalah:
1. Ideologi gender
Ideologi gender merupakan suatu pemikiran yang dianut masyarakat
bahwa perempuan mempunyai peran yang berbeda dengan laki-laki (khususnya
dalam hal kerja). Ideologi gender diukur oleh seberapa kuat wawasan gender yang
dipunyai perempuan dibanding laki-laki. Ideologi gender dalam penelitian ini
dibagi menjadi dua kategori, yaitu ideologi gender kuat yaitu apabila terdapat
pemikiran bahwa perempuan memiliki peran yang berbeda dengan laki-laki
(khususnya dalam hal kerja), dan ideologi gender lemah yaitu apabila terdapat
pemikiran bahwa relatif tidak ada perbedaan antara peran kerja laki-laki dengan
peran kerja perempuan.
Kuat tidaknya ideologi gender diukur dengan cara mengajukan beberapa
pernyataan dimana apabila responden menjawab “setuju” mendapatkan skor 2,
sementara responden yang menjawab “tidak setuju” mendapat skor 1. Skor
maksimal yang dapat diperoleh responden ialah 20. Seseorang dikatakan gender
kuat apabila memperoleh jumlah skor 16-20. Seseorang dikatakan gender tidak
kuat apabila memperoleh jumlah skor 10-15. Pernyataan tersebut ialah:
1) Perempuan pekerja rumah dan laki-laki adalah pencari nafkah
2) Perempuan tidak boleh bekerja diluar rumah, seperti halnya laki-laki
3) Pekerjaan perempuan ialah di dalam rumah mengurus keluarga dan
anak,pekerjaan laki-laki diluar rumah mencari nafkah
4) Perempuan tidak kuat dalam menghadapi persaingan di dunia kerja, tidak
sama halnya dengan laki-laki
5) Perempuan bekerja tidak sebaik laki-laki
6) Perempuan tidak mampu melakukan pekerjaan yang sulit, seperti halnya lakilaki
7) Perempuan boleh bekerja di luar rumah namun dengan izin suami, suami
boleh bekerja diluar rumah tanpa harus dengan izin istri
8) Laki-laki tidak boleh melakukan pekerjaan domestik, seperti halnya
perempuan
9) Posisi tertinggi dalam pekerjaan sebaiknya dipegang oleh laki-laki dan posisi
perempuan di bawah laki-laki
10) Perempuan tidak boleh melakukan kegiatan kemasyarakatan seperti halnya
laki-laki (bintangnya diganti)
2.Beban Kerja
Beban kerja yaitu total pekerjaan produksi (pekerjaan yang dilakukan
perempuan untuk menghasilkan upah) dan reproduksi (pekerjaan yang dilakukan

perempuan dalam rumah tangga (memasak, mencuci, mengurus anak, dll)) yang
dilakukan perempuan.
Beban kerja perempuan di hitung berdasarkan data emik (fakta lapangan)
Skor dari beban kerja di bagi menjadi dua kategori, yaitu
1. Berat = Bila perempuan bekerja memlebihi curahan kerja rata-rata responden
(skor 2)
2. Ringan = Bila perempuan bekerja di bawah rata-rata curahan kerja responden
(skor 1)
Jumlah rata-rata beban kerja responden ialah 10 jam.
3. Kontribusi Ekonomi Perempuan
Kontribusi ekonomi perempuan adalah pendapatan kerja yang dihasilkan
oleh perempuan dan di berikan ke dalam pendapatan total rumah tangganya.
Kontribusi ekonomi perempuan di ukur dengan persentase pendapatan kerja yang
di peroleh dan di berikan istri ke dalam pendapatan total rumah tangga:
1. Rendah = persentase pendapatan istri < 50 % dari total pendapatan rumah
tangga
2. Tinggi = persentase pendapatan istri ≥ 50 % daro total pendapatan rumah
tangga
Pendapatan rata-rata responden ialah Rp.2.222.000,4. Otonomi Perempuan
Otonomi perempuan adalah kekuasaan perempuan dalam pengambilan
keputusan dalam rumah tangganya. Tinggi rendahnya otonomi perempuan di ukur
dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan di mana apabila responden
menjawab “Ya” mendapatkan skor 2, sementara responden yang menjawab
“Tidak” mendapat skor 1.

PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang didukung
dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan penelitian yang
menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat
digeneralisasikan. Dalam pendekatan kuantitatif, penelitian ini menggunakan
metode penelitian survey adalah penelitian dengan mengumpulkan informasi dari
suatu sampel dengan menanyakan melalui angket atau interview supaya
menggambarkan berbagai aspek dari populasi (Koentjaraningrat 1994).
Penelitian ini didukung pula oleh pendekatan kualitatif yang merupakan
prosedur penelitian yang bertujuan untuk memperoleh informasi atau data dari
subyek penelitian secara ilmiah, berdasarkan pengalaman sosial mereka masingmasing, dan data yang didapatkan merupakan data deskriptif yang berupa katakata dari subyek penelitian. Dalam pendekatan kualitatif, penelitian ini akan
menggunakan metode studi kasus. Metode studi kasus digambarkan sebagai suatu
kesatuan dalam bentuk unit tunggal seperti misalnya individu, lembaga atau
organisasi (Kusmayadi & Endar 2000).
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Sumber Jaya, Kabupaten Bekasi,
Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)
berdasarkan pertimbangan bahwa di wilayah tersebut terdapat perempuan
menikah yang bekerja mencari nafkah, selain itu juga karena kemudahan akses
sehingga memudahkan peneliti dalam memperoleh data dan informasi.
Pengambilan data lapangan dilakukan selama sebulan yaitu pada bulan
November sampai Desember 2011 dan dilanjutkan dengan pengolahan dan
analisis data pada bulan Desember-Januari 2014.
Teknik dan Pengambilan Sampel
Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh perempuan menikah
(188 orang) di Perumahan Griya Asri 2 RW 40, Desa Sumber Jaya, Kabupaten
Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Kerangka sampling dalam penelitian ini adalah
seluruh perempuan menikah yang bekerja mencari nafkah (89 orang)di
Perumahan Griya Asri 2 RW 40. Pengambilan sampel/responden dalam penelitian
ini dilakukan secara acak sederhana yang diambil dari kerangka sampling
sebanyak 60 orang.
Teknik Pengumpulan Data
Data primer yang berupa data kuantitatif diperoleh dari pengumpulan data
melalui instrumen utama penelitian survey, yaitu kuesioner yang diajukan kepada
responden. Kuisioner ini berisikan pertanyaan-pertanyaan yang meliputi peubahpeubah penelitian yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi secara tertulis
dari responden berkaitan dengan tujuan penelitian. Data kualitatif diperoleh dari
pengumpulan data melalui wawancara mendalam dengan beberapa kasus seperti
Ibu M, SE, Ibu S (yang menggambarkan responden dengan otonomi yang tinggi)

dan Ibu SB (yang menggambarkan responden dengan otonomi yang rendah).
Agar dapat menangkap pengalaman, persepsi, pemikiran, perasaan, dan
pengetahuan dari subyek penelitian. Data kualitatif ini akan digunakan untuk
mendukung data-data kuantitatif. Data sekunder diperoleh melalui literatur,
catatan, data dari instansi yang dapat mendukung kelengkapan informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data primer diperoleh dengan membagikan kuesioner kepada responden
sebanyak 60 pekerja perempuan. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan
Tabulasi Silang untuk melihat hubungan-hubungan variabel sebagai pengujian
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini.

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Gambaran Umum Kota Bekasi Sebagai Kota Industri
Kota Bekasi merupakan salah satu kota yang terdapat di provinsi Jawa
Barat. Kota ini berada dalam lingkungan megapolitan Jabodetabek dan menjadi
kota besar ke empat di Indonesia. Saat ini Kota Bekasi berkembang menjadi
tempat tinggal kaum urban dan sentra Industri.
Keberadaan kawasan industri di kota ini, menjadi mesin pertumbuhan
ekonomi, dengan menempatkan industri pengolahan sebagai yang utama.
Perekonomian Bekasi ditunjang oleh kegiatan perdagangan, perhotelan, dan
restoran.
Industri-industri tersebut membutuhkan banyak tenaga terutama
perempuan dan ternyata terpenuhi oleh warga orang Bekasi sendiri di samping
orang-orang dari luar. Pekerjaan ini dimudahkan dengan transportasi yang
mendukung untuk berjalannya industri di Bekasi.
Kota Bekasi dilintasi oleh Jalan Tol Jakarta-Cikampek, dengan empat
gerbang tol akses yaitu Pondok Gede Barat, Pondok Gede Timur, Bekasi Barat,
dan Bekasi Timur. Serta jalan tol Lingkar Luar Jakarta dengan empat gerbang tol
akses yaitu Jati Warna, Jati Asih, Kalimalang, dan Bintara. Selain itu, akses jalan
ke daerah industri Cikarang dan Cibitung juga sangat mudah untuk diakses seperti
adanya angkutan umum dan juga jemputan dari masing-masing perusahaan.
Transportasi yang di gunakan di Kota Bekasi banyak berupa angkutan kota
minibus berpenumpang maksimal 12 orang merupakan angkutan kota yang umum
digunakan di Kota Bekasi yang biasa disebut KOASI (Koperasi Angkutan
Bekasi). KOASI melayani warga kota dari terminal Bekasi menuju berbagai
perumahan di wilayah Kota Bekasi. Di samping itu becak masih digunakan
sebagai sarana angkutan dalam perumahan. Peningkatan jumlah ojek terjadi
secara signifikan seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor roda
dua. Ojek digunakan untuk transportasi jarak dekat (2-5 km) dan juga di dalam
perumahan.
Tersedia juga bus antar kota dan dalam kota untuk melayani seluruh warga
Kota Bekasi yang mengangkut penumpang ke berbagai jurusan. Kereta komuter
KRL Jabodetabek jurusan Bekasi-Jakarta Kota mengangkut warga Kota yang
bekerja di Jakarta. Selain itu tersedia pula bus penumpang TransJakarta dari
Kemang Pratama, Galaxy City, dan Harapan Indah. Saat ini pemerintah juga
sedang merencanakan untuk membangun monorel yang menghubungkan Bekasi
Timur dengan Cawang dan Kuningan.
Gambaran Umum Desa Sumber Jaya
Sejarah dan Letak Geografis
Sebelum adanya pemekaran Desa yang menjadi induk adalah Desa
BUSILEN kemudian pada tanggal 1 Januari 1976 terjadi pemekaran Desa yaitu
menjadi dua Desa dengan induk Busilen menjadi Desa Sumber Jaya sebagai induk
dan Desa Mangun Jaya sebagai pemekarannya, selanjutnya Desa Sumber Jaya
dimekarkan kembali menjadi Desa Tridaya Sakti pada tahun 1982.

Desa Sumber Jaya di tinjau dari pembagian wilayah administrasi termasuk
dalam wilayah Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa
Barat. Adapun jarak dari Desa Sumber Jaya ke kota Kecamatan ± 4 Km, jarak ke
Kota Kabupaten ± 16 Km, jarak ke Ibu Kota Provinsi Jawa Barat ± 120 Km dan
jarak dengan Ibu Kota Negara Republik Indonesia ±35 Km. Desa Sumber Jaya
berbatasan langsung dengan:
Sebelah Utara
Sebelah Timur
Sebelah Selatan
Sebelah Barat

: Desa Srimahi
: Desa Wanasari
: Desa Tridaya Sakti
: Desa Mangun Jaya & Jejalen Jaya

Desa Sumber Jaya memiliki luas ± 612.720

Dokumen yang terkait

Faktor -Faktor Yang Berhubungan Dengan Risiko Kejadian ISPA Pada Balita Di Desa Koto Kaciak Kecamatan Bonjol Kabupaten Pasaman Propinsi Sumatera Barat Tahun 2000

2 43 107

Wanita pekerja pada industri manisan pala : motivasi bekerja dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

0 9 176

Hubungan antara Sratifikasi Sosial dengan Tingkat Keinovatifan Masyarakat Petani Padi Sawah dan Faktor-Faktor yang Mencirikannya (Kasus Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

0 10 200

Tingkat Keberdayaan Komunikasi Petani dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Suatu Kasus di Kabupaten Bandung)

0 14 293

Studi Perbandingan Land Rent Antara Lahan Komoditas Hortikultur Dengan Padi Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Studi Kasus : Kecamatan Pacet dan Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat)

0 10 80

Jangka reproduksi dan kajian faktor-faktor yang mempengaruhinya pada wanita di kabupaten cirebon provinsi jawa barat

0 5 97

Analisis Spasial untuk Data Pekerja Anak di Pulau Jawa dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

1 14 54

PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA Pertimbangan Tingkat Materialitas dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah.

0 2 16

PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA Pertimbangan Tingkat Materialitas dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah.

0 3 18

Analisis tingkat kemiskinan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

0 0 17