Eksplorasi Senyawa Antimikroba Dan Antioksidan Dari Bulu Babi (Diadema Setosum).

EKSPLORASI SENYAWA ANTIMIKROBA DAN
ANTIOKSIDAN DARI BULU BABI (Diadema setosum)

FEBRINA OLIVIA AKERINA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Eksplorasi Senyawa
Antimikroba dan Antioksidan dari Bulu babi (Diadema setosum)” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015

Febrina Olivia Akerina
NIM C351120111

RINGKASAN
FEBRINA OLIVIA AKERINA. Eksplorasi Senyawa Antimikroba dan
Antioksidan dari Bulu babi (Diadema setosum). Dibimbing oleh TATI
NURHAYATI dan RUDDY SUWANDI.
Bulu babi merupakan biota perairan yang memiliki nilai jual tinggi. Senyawa
aktif yang dihasilkan oleh bulu babi memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai
senyawa antimikroba alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan
mengidentifikasi senyawa aktif ekstrak bulu babi yang berperan sebagai
antimikroba dan menganalisis potensi ekstrak bulu babi sebagai antioksidan.
Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu penelitian pendahuluan untuk
menentukan bagian bulu babi terbaik yang menunjukkan aktivitas antibakteri
tertinggi, dan penelitian utama untuk mengkarakterisasi potensi bagian bulu babi
terbaik sebagai antimikroba dan antioksidan.
Aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak gonad bulu babi memiliki
aktivitas antibakteri tertinggi dengan zona hambat (1,83±0,74) mm terhadap

bakteri Escherichia coli dan 1,5±0 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Komposisi gizi gonad bulu babi secara berurutan adalah kadar air
(64,97±0,08%); kadar abu (2,72±0,13%); kadar lemak (19,73±0,04%); kadar
protein (12,26±0,3%); dan kadar karbohidrat (0,33±0,17%). Komponen bioaktif
yang terdeteksi pada ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol gonad bulu babi
berasal dari golongan steroid/triterpenoid dan saponin. Nilai LC50 ekstrak gonad
bulu babi dari masing-masing pelarut berturut-turut : ekstrak etil asetat 471,861
ppm, metanol 563,226 ppm, dan ekstrak n-heksana 577,531 ppm. Hasil uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara interaksi
perbedaan jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak etil asetat gonad bulu babi
terhadap bakteri S. aureus dibandingkan dengan bakteri E.coli. Ekstrak gonad
bulu babi tidak memiliki aktivitas antimikroba terhadap Candida albicans. Nilai
konsentrasi hambat minimum ekstrak n-heksana dan etil asetat gonad bulu babi
adalah 500 ppm terhadap bakteri S. aureus. Fraksinasi dengan KLT menunjukkan
keberadaan senyawa steroid/terpenoid setelah disemprot dengan penampak warna
anisaldehid-asam sulfat. Fraksi hasil KLT tidak menunjukkan penghambatan
terhadap bakteri E. coli dan S. aureus pada analisis bioautografi. Ketiga ekstrak
gonad bulu babi tidak menunjukkan adanya aktivitas antioksidan dengan nilai IC50
masing-masing ekstrak adalah n-heksana 3.045,5 ppm, etil asetat 2.826,125 ppm,
metanol 1.451,156 ppm.

Kata kunci : antimikroba, antioksidan, bulu babi, D. setosum, senyawa aktif.

SUMMARY
FEBRINA OLIVIA AKERINA. Exploration of Antimicrobial and Antioxidant
Compound from Sea Urchin (Diadema setosum). Supervised by TATI
NURHAYATI dan RUDDY SUWANDI.
Sea urchin is known as highly valued seafood. Its bioactive compound also
has a potential as natural antimicrobial agent. The aims of this research were to
isolate and identify the antimicrobial bioactive compounds from sea urchin extract
and analyzing the potential of sea urchin’s extract as an antioxidant . This research
was divided into two phases, the preliminary research to determine the best part of
sea urchin that shown highest antibacterial activity and the main research to
characterize antimicrobial and antioxidant activities.
Gonads extract exhibited the high antibacterial activity against Escherichia
coli and Staphylococcus aureus at 1.83±0.74 mm and 1.5±0 mm, respectively.
In the main research, proximate composition from gonad of sea urchin were
water content (64.97±0.08%); ash (2.72±0.13%); lipid (19.73±0.04%); protein
(12.26±0.3%), and (0.33±0.17%). The detected bioactive compounds from the
three different solvents of gonads extract were steroid/triterpenoid and saponin.
Their lethal toxicity values (LC50) were 471.861 ppm (ethyl acetate), 563.226

ppm (methanolic), and 577.531 ppm (n-hexane). The result of Duncan’s multiple
test showed significant differences between interaction of bacteria and
consentration of ethyl asetat’s extract against S.aureus than E.coli. Gonadal’s
extract has no antimicrobial activity against Candida albicans . The MIC value of
n-hexane and ethyl acetate gonadal’s extract were 500 ppm against S. aureus. The
TLC result indicated the presence of steroidal/triterpenoid compounds after
spraying with anisaldehid-sulphuric acid. The result of bioautography test of the
TLC fraction exhibited no inhibiton zone against S. aureus and E. coli. The three
gonads extracts have no antioxidant activity against DPPH, their IC50 value were
3045.5 ppm (n-hexane), 2826.125 ppm (ethyl acetate), and 1451.156 ppm
(methanolic).
Keyword : antimicrobial, antioxidant, bioactive compound, Diadema setosum, sea
urchin

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

1

EKSPLORASI SENYAWA ANTIMIKROBA DAN
ANTIOKSIDAN DARI BULU BABI (Diadema setosum)

FEBRINA OLIVIA AKERINA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Sri Purwaningsih, M.Si

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas hikmat
yang telah diberikan sehingga tesis dengan judul “Eksplorasi Senyawa
Antimikroba dan Antioksidan dari Bulu Babi (Diadema setosum)” ini berhasil
diselesaikan.
Penulisan tesis ini tidak dapat berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Tati Nurhayati, SPi, MSi, selaku ketua komisi pembimbing dan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil sebagai anggota komisi pembimbing atas
bimbingan, arahan dan masukan selama penyusunan tesis ini.
2. Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MSi, selaku dosen penguji atas kesediaan waktu dan
masukkan yang diberikan.
3. Dr. Ir. Wini Trilaksani, MSc selaku ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perairan.
4. Keluarga besar penulis, Mama, Papa, Yus, Cice, Aliya, dan Ona atas doa,
motivasi dan dukungan kepada penulis selama menempuh studi dan

menjalankan penelitian.
5. Ibu Ema, Mba Dini, dan Mba Dila dari Laboratorium Mikrobiologi Hasil
Perairan atas bantuan selama proses penelitian.
6. Teman-teman mahasiswa dan staf Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka untuk
bantuan dan dukungan yang diberikan.
7. Teman-teman THP 2012 atas persahabatan, semangat, dan dukungan yang
telah diberikan kepada penulis.
8. Asti, Tia, kaka Neon, dan Eko atas kebersamaan, dukungan, motivasi, dan
persahabatan yang telah diberikan kepada penulis.
9. Teman-teman Malibu girls (Kaka Sofi, Ida, Alin, kaka Ona, ade Selfi dan kaka
Ella) atas motivasi, doa, dukungan dan kebersamaan yang dibangun selama di
Bogor, dan selama penulis melakukan penelitian.
10. Anggota Persekutuan Mahasiswa Maluku atas kebersamaan, dukungan dan
nasehat-nasehat yang diberikan.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh studi, menjalani
penelitian, dan akhirnya bisa menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini jauh dari kesempurnaan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi civitas akademika IPB secara khusus
dan masyarakat Indonesia pada umumnya


Bogor, November 2015

Febrina Olivia Akerina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

xi
xi
xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1

2
3
3

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
Metode Penelitian
Analisis Data

4
4
4
6
12

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfometri dan rendemen bulu babi
Ekstrak bulu babi

Aktivitas antibakteri bulu babi
Komposisi kimia gonad bulu babi
Ekstrak gonad bulu babi
Komponen aktif ekstrak gonad bulu babi
Toksisitas ekstrak gonad bulu babi
Aktivitas antimikroba ekstrak gonad bulu babi
Konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi
Fraksi KLT dan aktivitas ekstrak (bioautografi)
Aktivitas antioksidan ekstrak gonad bulu babi

14
15
16
16
17
18
20
20
25
26

28

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

29
29

DAFTAR PUSTAKA

30

RIWAYAT HIDUP

3552

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Persentase rendemen ekstrak bulu babi
Komposisi kimia gonad bulu babi
Hasil analisis komponen bioaktif gonad bulu babi
Nilai LC50 ekstrak gonad bulu babi
Hasil analisis konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi
Perbandingan eluen terbaik dan nilai Rf ekstrak etil asetat gonad bulu
babi
7 Nilai IC50 ekstrak gonad bulu babi dan vitamin C

15
16
19
20
25
26
28

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Diagram alir penelitian
Diadema setosum
Persentase rendemen bulu babi ( : cangkang,
: duri,
: bagian
lain,
: gonad)
4 Ekstrak kasar gonad bulu babi (a) ekstrak n-heksana; (b) ekstrak etil
asetat; (c) ekstrak metanol
5 Aktivitas antibakteri ekstrak gonad bulu babi ( ) 2 mg, ( ) 1 mg,
( ) 0,5 mg.
6 Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat gonad bulu babi terhadap
bakteri S. aureus (A) dan E. coli (B) (
: konsentrasi 0,5 mg,
:
konsentrasi 1 mg,
: konsentrasi 2 mg)
7 Aktivitas antibakteri ekstrak metanol gonad bulu babi terhadap
bakteri S. aureus (A) dan E. coli (B) (
: konsentrasi 0,5 mg,
:
konsentrasi 1 mg,
: konsentrasi 2 mg)
8 Aktivitas antibakteri ekstrak n-heksan gonad bulu babi terhadap
bakteri S. aureus (A) dan E. coli (B) (
: konsentrasi 0,5 mg,
:
konsentrasi 1 mg,
: konsentrasi 2 mg)
9 Hasil KLT ekstrak etil asetat gonad bulu babi
10 Hasil analisis dengan penampak warna anisaldehid-asam sulfat

5
14
15
18
21
22

23
24
26
27

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Analisis aktivitas antibakteri bulu babi
Analisis proksimat gonad bulu babi
Analisis fitokimia ekstrak gonad bulu babi
Analisis BSLT ekstrak gonad bulu babi
Hasil pengamatan aktivitas antibakteri ekstrak gonad bulu babi
Analisis konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi
Fraksinasi ekstrak etil asetat gonad bulu babi dan bioautografi
Analisis aktivitas antioksidan ekstrak gonad bulu babi

37
37
39
40
43
47
48
49

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bulu babi merupakan salah satu jenis biota perairan yang berasal dari filum
echinodermata yang penyebarannya hampir diseluruh zona perairan.
Suwignyo et al. (2005) menyatakan bahwa ada 950 spesies bulu babi yang
tersebar diseluruh dunia. Penyebaran bulu babi di Perairan Indonesia, Malaysia,
Filipina, dan wilayah Australia Utara sekitar 316 jenis, sedangkan di Perairan
Indonesia sendiri sekitar 84 jenis yang berasal dari 21 familia dan 48 genus (Aziz
1987).
Diadema setosum merupakan salah satu jenis bulu babi menyebar di seluruh
zona terumbu karang antara lain pada zona pasir, zona pertumbuhan alga, zona
lamun sampai daerah tubir (Zakaria 2013). Populasi spesies ini lebih banyak
ditemukan pada daerah karang yang kondisinya telah rusak dan hidupnya
mengelompok dengan tujuan untuk mempertahankan diri dari ancaman musuh.
Bulu babi secara umum merupakan hewan nokturnal yang aktif pada malam hari,
sepanjang siang mereka bersembunyi di celah-celah karang dan keluar pada
malam hari untuk mencari makan. Secara umum bulu babi memakan alga coklat,
alga hijau, dan lamun sebagai makanan utamanya sedangkan D. setosum, karena
hidupnya di bawah batas surut terendah maka sumber makanannya berasal dari
berbagai jenis alga serta partikel organik/detritus (Ratna 2002). Di Indonesia
D. setosum merupakan salah satu jenis bulu babi yang dikonsumsi oleh
masyarakat karena memiliki komponen gizi tinggi sehingga memberikan efek
yang baik bagi kesehatan.
Gonad atau telur bulu babi dimanfaatkan sebagai bahan makanan di seluruh
belahan dunia yang dikenal sebagai roe atau uni yang merupakan makanan laut
bernilai tinggi dan lezat (Arafa et al. 2012). Menurut Hagen (1996) gonad bulu
babi sangat digemari oleh masyarakat jepang dan merupakan penting bagi
masyarakat pesisir di Cili. Bagian lain dari bulu babi yang memiliki potensi untuk
dimanfaatkan adalah cankang dan duri. Shankarlal et al. (2011) menyatakan
bahwa cangkang bulu babi diketahui mengandung berbagai pigmen polihidrosilat
naptokuinon dan spinokrom yang memiliki fungsi mirip dengan echinokrom A,
yang berpotensi membunuh bakteri (bakterisidal). Bulu babi selain memiliki
cangkang yang keras, 95% bagian tubuh bulu babi juga didominasi oleh duri-duri
yang sangat rapuh dan beracun. Duri bulu babi digunakan untuk bergerak,
mencapit makanan dan melindungi diri, sedangkan untuk jenis-jenis tertentu
mengandung racun. Dahl et al. (2010) menyatakan racun yang terdapat pada duri
bulu babi berasal dari serotonin, glikosida, steroid, bahan cholinergic, dan
brandykinin-like substances. Aprilia et al. (2012) menyatakan duri dan cangkang
bulu babi memiliki potensi sebagai antimikroba karena memiliki kandungan
senyawa aktif yang bersifat toksik. Menurut Abubakar et al. (2012) toksin yang
dihasilkan oleh organisme salah satunya bulu babi dapat dimanfaatkan dalam
bidang pengobatan yang berpotensi sebagai antibiotik tipe baru untuk
dikembangkan dalam bidang farmasi karena mengandung senyawa aktif.
Senyawa bioaktif merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh
mikroorganisme untuk mempertahankan diri dari ancaman yang berasal dari

2

lingkungan maupun hewan disekitarnya. Hewan-hewan laut tidak terlindungi dari
bakteri-bakteri yang toleran terhadap konsentrasi tinggi, jamur, dan virus, yang
mungkin saja bersifat patogen terhadap organisme tersebut, dengan demikian
metabolit sekunder ini diproduksi untuk mempertahankan diri. Abubakar et al.
(2012) menyatakan bahwa pertahanan suatu organisme tergantung dari efisiensi
senyawa antimikroba yang dihasilkan untuk dapat melindungi dirinya terhadap
infeksi mikroba tersebut. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa bulu babi
memiliki potensi sebagai antimikroba diantaranya adalah Li et al. (2010) yang
melaporkan bahwa 43%
aktivitas antimikroba berasal dari 83 spesies
echinodermata yang tidak teridentifikasi yang diperoleh dari pantai barat Baja
California dan Teluk California, 58% dari 36 spesies yang tidak diidentifikasi dari
Laut Karibia menunjukkan aktivitas antimikroba. Bryan
et al. (1997)
menyatakan bahwa di Teluk Meksiko, 80% dari 22 spesies echinodermata
menunjukkan aktivitas antimikroba. Penelitian lain yang dilaporkan oleh
Haug et al. (2002) menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri ditemukan pada
bagian tubuh yang berbeda dari green sea urchin menggunakan bakteri uji Vibrio
anguillarum serotipe O2 (FT 1801), Escherichia coli (ATCC 15922),
Staphylococcus aureus (ATCC 9144) dan Corynebacterium glutamicum (ATCC
13032). Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli yang juga dilaporkan
oleh Abubakar et al. (2012) menyatakan bahwa berbagai senyawa antimikroba
yang berasal dari echinodermata yaitu steroidal glikosida (Andersson et al. 1989),
sterol polihidroksilat (Iorizzi et al. 1995), lisozim (Canicatti dan Roch, 1989;
Stabili dan Pagliara, 1994), complement-like substance (Leonard et al. 1990), dan
antimicrobial peptide (Beauregard et al. 2001). Hasil-hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa filum echinodermata salah satunya bulu babi memiliki
potensi sebagai antimikroba.
Filum echinodermata juga diketahui memiliki potensi sebagai antioksidan
alami. Penelitian yang dilakukan Rasyid (2012) menemukan bahwa teripang
memiliki potensi sebagai antioksidan dengan nilai IC50 65,08 ppm dan kandungan
α-tokoferol 2,75 ppm. Penelitian yang dilakukan Powell et al. (2014) menyatakan
bahwa ekstrak cangkang bulu babi Psammechinus miliaris memiliki nilai total
fenol 690 μg GAE/g, yang diketahui memiliki hubungan dengan aktivitas
antioksidan. Shankarlal et al. (2011) melaporkan juga bahwa cangkang bulu babi
Salmacis virgulata menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih baik pada
konsentrasi 100 μg/mL dengan persen inhibisi 77,51% dibandingkan asam
askorbat dengan persen inhibisi 82,64%. Penelitian-penelitian ini juga
menegaskan bahwa bulu babi memiliki potensi sebagai antioksidan alami.
Penelitian mengenai isolasi dan karakterisasi komponen antimikroba dan
antioksidan D. setosum di Indonesia belum banyak dilakukan. Penelitian lebih
banyak diarahkan pada morfometri, pertumbuhan embrio, uji toksisitas, asam
lemak, asam amino, dan logam berat. Potensi bulu babi sebagai antimikroba dan
antioksidan perlu dikembangkan karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat
dalam bidang farmasi.
Perumusan Masalah
Seiring berkembangnya penelitian yang dilakukan oleh peneliti di bidang
farmasi, diketahui bahwa beberapa jenis bakteri memiliki resistensi terhadap

3

antibiotik yang telah dikenal secara komersil. Secara umum antibiotik lebih
banyak diisolasi dari organisme yang berasal dari lingkungan terestrial, namun
keberagaman jenis produk alami lingkungan terestrial lebih sedikit dibandingkan
dengan lingkungan perairan (lautan). Keberagaman produk alami yang tinggi pada
lingkungan perairan laut memungkinkan untuk dimanfaatkan dan dikembangkan
sebagai agen terapi. Organisme laut mampu membentuk konstelasi biomolekul
untuk bertahan hidup dalam lingkungan, sehingga mereka mampu menghadapi
persaingan yang ketat dengan mikroba patogen. Haug et al. (2002) melaporkan
bahwa echinodermata merupakan organisme bentik yang terus menerus terpapar
oleh bakteri, virus, dan jamur dengan konsentrasi tinggi sehingga mungkin
berbahaya bagi organisme tersebut. Daya tahan dari organisme sangat tergantung
pada efisiensi mekanisme antimikroba yang dihasilkan untuk melindungi dirinya
terhadap infeksi mikroba. Organisme memiliki kemampuan untuk bertahan hidup
yang berbeda-beda, bentuk pertahanan organisme laut bulu babi adalah racun yang
dikeluarkan lewat durinya. Racun yang dihasilkan merupakan bentuk dari
metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bulu babi untuk mempertahankan dirinya.
Penelitian mengenai potensi bulu babi sebagai antimikroba maupun
antioksidan telah banyak dilakukan terhadap beberapa jenis bulu babi diantaranya
Temnopleurus alexandri, Temnopleurus toreoumaticus, Tripneustes gratilla,
Diadema savignyi, dan jenis lainnya sedangkan jenis Diadema setosum belum
banyak diketahui padahal Diadema setosum merupakan salah satu jenis bulu babi
yang penyebarannya melimpah di Perairan Indonesia, jenis ini juga telah
dibudidayakan.
Tujuan Penelitian
1
2

Penelitian ini bertujuan untuk :
Mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa aktif ekstrak bulu babi yang
berperan sebagai antimikroba.
Menganalisis potensi ekstrak bulu babi sebagai antioksidan.
Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :
1 Dapat mengetahui senyawa aktif ekstrak bulu babi yang berperan sebagai
antimikroba.
2 Dapat mengetahui potensi ekstrak bulu babi sebagai antioksidan.

4

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada Bulan Februari 2014 sampai dengan
Juni 2015 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Mikrobiologi
Hasil Perairan, dan Laboratorium Terpadu
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan; Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam; Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka dan Laboratorium
Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bulu babi jenis
Diadema setosum dari Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pelarut yang
digunakan untuk ekstraksi adalah metanol (Merck), etil asetat (Merck), dan nheksana (Merck). Bahan lain yang digunakan untuk analisis adalah bakteri
Escherichia coli (ATCC 8739) dari IPBCC, Staphylococcus aureus (ATCC 6538)
dari LIPI Cibinong, nutrient agar (NA), potato dextrose agar (PDA), potato
dextrose broth (PDB), nutrient broth (NB), Mueller hinton agar (MHA),
Saborous dextrose agar (SDA), akuades, jamur Candida albicans (ATCC 200)
dari Departemen Patologi, Universitas Indonesia, larva Artemia salina, plat
alumina oxide silica gel 60 F254 (Merck) dan penampak warna anisaldehid-asam
sulfat, 1,1-difenil-1-pikrilhidrazill (DPPH), pelarut dimethyl sulfoxide (DMSO),
dan asam askorbat.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, orbital shaker
(WideShake SHO-1D), vacum rotary evaporator (Eyela OSB-2110), autoklaf
(Yamato SM 52), spektrofotometer (UV VIS RS 2500), inkubator (Yamato IS900),
laminar, oven sterilisasi (Yamato SH62), oven pengering (EHRET), vial BSLT,
chamber kromatografi lapis tipis (KLT), lampu UV (Ultra-Violet Product),
spektrofotometer (Epoch Biotech), microplate (Iwaki), dan alat gelas.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahapan yakni penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Penelitian pedahuluan terdiri dari ekstraksi bulu babi (duri,
cangkang dan gonad) dan pengujian aktivitas antibakteri bulu babi. Bagian bulu
babi yang menunjukkan aktivitas antiakteri terbaik selanjutnya digunakan sebagai
sampel pada penelitian utama. Penelitian utama meliputi analisis proksimat,
ekstraksi, analisis fitokimia, brine shrimp lethality test (BSLT), aktivitas
antimikroba, konsentrasi hambat minimum (KHM), fraksinasi dengan KLT dan
bioautografi, serta pengujian aktivitas antioksidan. Diagram alir penelitian
disajikan pada Gambar 1.

5

Bulu babi

Preparasi

Cangkang

Penelitian
pendahuluan

Gonad

Duri

Ekstraksi dengan metanol (1:3)

Ekstrak
Cangkang

Ekstrak
gonad

Ekstrak
duri

Pengujian aktivitas antibakteri
(Moorthy et al. 2007)

Aktivitas antibakteri
(Moorthy
et
al.
Bagian bulu
babi terbaik

Analisis proksimat
(AOAC 2005)

Ekstraksi
bertingkat

Penelitian
utama
Ekstrak nheksana

Ekstrak
Etil asetat







Pelarut yang
digunakan : n-heksana,
etil asetat dan metanol

Ekstrak
metanol

Analisis fitokimia ( Harborne 1984)
Analisis BSLT (Meyer et al. 1982)
Analisis aktivitas antimikroba (Moorthy et al. 2007)
Analisis KHM (Wiegand et al. 2008)
Fraksinasi dengan KLT (Bhattarai et al. 2008) dan
bioautografi (Rahalison et al. 1991)
 Analisis aktivitas antioksidan (Tamakou et al. 2012)

Gambar 1 Diagram alir penelitian

6

Metode Penelitian
Penentuan proporsi bagian bulu babi
Sampel yang diperoleh dipreparasi untuk memisahkan bagian-bagian bulu
babi yaitu cangkang, duri, dan gonad. Pengukuran rendemen merupakan
persentase antara berat bahan yang digunakan dengan berat keseluruhan dari
bahan. Pengukuran rendemen bulu babi menggunakan 30 ekor bulu babi dan data
yang diperoleh dihitung dengan rumus berikut :
Rendemen (%) =

Berat bagian yang digunakan (g)
x 100 %
Berat utuh bulu babi (g)

Ekstraksi bulu babi
Ekstraksi bulu babi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut
metanol p.a terhadap bagian bulu babi (duri, cangkang dan gonad). Sebanyak 50 g
sampel ditimbang dan direndam pelarut dengan perbandingan 1:3, dan dikocok
menggunakan shaker dengan kecepatan 180 rpm selama 72 jam. Ekstrak disaring
menggunakan kertas saring Whatman no. 1. Hasil ekstraksi dievaporasi
menggunakan vacum rotary evaporator pada suhu 40 ºC. Ekstrak disimpan pada
suhu 4 ºC sebelum dianalisis.
Uji aktivitas antibakteri
Metode uji aktivitas antibakteri pada penelitian pendahuluan menggunakan
metode difusi sumur. Parameter yang diuji adalah diameter zona hambat (mm)
dari masing-masing ekstrak bulu babi. Langkah yang dilakukan meliputi
peremajaan bakteri, kultur bakteri dan pengujian aktivitas antibakteri.
Peremajaan bakteri uji
Sebanyak 1,4 g NA dilarutkan dalam akuades dan dipanaskan hingga larut
sempurna. Media dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL dan
disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 ºC bertekanan 1 atm selama 15 menit.
Media dimiringkan dan didiamkan hingga memadat. Sebanyak 1 ose bakteri
diinokulasikan pada NA dan diinkubasi selama 24 jam pada inkubator dengan
suhu 37 ºC.
Persiapan kultur bakteri uji
Bakteri uji (E. coli dan S. aureus) segar diinokulasikan sebanyak 1-3 ose ke
dalam 9 mL NB, diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37 ºC. Kultur bakteri
diukur optical density (OD) menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 600 nm.

7

Pengujian antivitas antibakteri ekstrak bulu babi terhadap bakteri uji
(modifikasi Moorthy et al. 2007)
Media MHA yang telah dicampurkan dengan 20 L inokulum bakteri
dimasukkan ke dalam cawan petri steril, selanjutnya pada MHA tersebut dibuat
sumur dengan kedalaman ±3 mm menggunakan pipet tetes steril. Ekstrak dengan
konsentrasi 100, 1.000, 5.000, 10.000 ppm diteteskan pada sumur sebanyak 20 L.
Perlakuan kontrol positif menggunakan antibiotik kloramfenikol 300 g/sumur
dan kontrol negatif menggunakan pelarut metanol 20 L/sumur. Media diinkubasi
pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Aktivitas antibakteri ditandai dengan
terbentuknya zona bening di sekitar sumur dan diukur menggunakan penggaris.
Analisis proksimat (AOAC 2005)
Analisis proksimat bertujuan untuk mengetahui nutrisi yang terdapat pada
sampel bulu babi. Analisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein,
kadar lemak dan kadar karbohidrat.
- Analisis kadar air
Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan atau jumlah air
yang terdapat pada suatu bahan. Tahap pertama yang dilakukan pada analisis
kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 °C
selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (15 menit) dan
dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang sampai berat cawan konstan. Cawan
yang telah diisi sampel dengan berat 1 gram selanjutnya dimasukkan ke dalam
oven dengan suhu 102-105 °C selama 5-6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke
dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin (30 menit) kemudian ditimbang.
Kadar air dihitung dengan rumus berikut :
Kadar air % =
Keterangan:

B−C
x 100%
B−A

A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan dengan sampel (gram)
C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

- Analisis kadar abu
Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven suhu 105 ºC
selama 30 menit. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator
(30 menit) dan ditimbang. Sampel sebanyak 5 g ditimbang dan dimasukkan ke
dalam cawan abu porselen. Sampel tersebut dibakar di atas kompor listrik sampai
tidak berasap dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan (600 ºC) selama 7 jam.
Cawan dimasukkan ke dalam desikator dibiarkan sampai dingin kemudian
ditimbang.

8

Perhitungan kadar abu ditentukan dengan rumus :
Kadar abu % =
Keterangan:

C−A
x 100%
B−A

A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)
C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

- Analisis kadar lemak
Sebanyak 5 g sampel (A) dimasukkan ke dalam kertas saring dan selongsong
lemak, setelah itu masukkan dalam labu lemak yang telah ditimbang beratnya (B)
dan disambungkan dengan tabung sokhlet. Selongsong lemak kemudian
dimasukkan dalam ruang akstraktor tabung sokhlet dan disiram dengan pelarut
lemak. tabung reaksi, lalu dipasang pada alat destilasi sokhlet lalu dipanaskan
pada suhu 40 ºC menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang
ada di dalam labu lemak didestilasi hingga menguap sempurna. Labu lemak
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC dan didinginkan dalam
desikator sampai beratnya konstan (C).
Perhitungan kadar lemak ditentukan dengan rumus :
Kadar lemak % =
Keterangan:

-

C−B
x 100%
A

A = Berat sampel (gram)
B = Berat labu tanpa lemak (gram)
C = Berat labu dengan lemak (gram)

Analisis kadar protein
Tahapan analisis kadar protein meliputi destruksi, destilasi, dan titrasi.
Pengukuran kadar protein dilakukan menggunakan metode Kjeldahl. Sampel
ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl 100
mL, selanjutnya ditambahkan 0,25 g selenium dan 25 mL H 2SO4 pekat. Sampel
didestruksi (pemanasan) hingga larutan berwarna bening.
Larutan hasil destruksi selanjutnya dimasukkan ke dalam alat destilasi dan
dibilas dengan akuades, selanjutnya tambahkan 20 mL larutan NaOH 40%. Cairan
dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 10 mL berisi larutan
H3BO3 dan 2 tetes indikator (cairan methyl red dan brom creosol green) yang ada
di bawah kondensor. Proses destilasi dilakukan sampai diperoleh 10 mL destilat
dan berwarna hijau kebiruan.
Titrasi dilakukan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan dalam
erlenmeyer berubah menjadi merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat.

9

Perhitungan kadar protein ditentukan dengan rumus :
N % =

mL HCl − mL blanko x 0,1 N HCl x 14,007
x 100%
mg sampel

Kadar protein (%) = %N x faktor konversi (6,25)
- Analisis kadar karbohidrat
Kadar karbohidrat ditentukan dengan by different yakni 100% dikurangi
dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein. Perhitungannya
ditentukan dengan rumus :
Kadar karbohidrat =

100% - (% kadar air - % kadar abu - % kadar lemak - % kadar
protein)

Ekstraksi gonad bulu babi
Ekstraksi bulu babi dilakukan dengan cara maserasi. Ekstraksi dilakukan
secara bertingkat menggunakan 3 jenis pelarut yang berbeda berdasarkan
kepolarannya yakni n-heksana, etil asetat dan metanol. Sebanyak 50 g bahan
ditimbang dan direndam pelarut dengan perbandingan 1:3, dan dikocok dengan
shaker pada kecepatan 180 rpm selama 72 jam. Ekstrak disaring menggunakan
kertas saring Whatman no. 1. Ekstrak yang dihasilkan dievaporasi menggunakan
vacum rotary evaporator pada suhu 37-40 ºC. Ekstrak disimpan pada suhu 4 ºC
sebelum dianalisis.
Analisis fitokimia ekstrak gonad bulu babi (Harborne 1984)
Analisis fitokimia dilakukan untuk mengetahui jenis senyawa metabolit
sekunder dalam bulu babi secara kualitatif. Uji meliputi steroid/triterpenoid,
flavonoid, saponin, alkaloid, fenol hidrokuinon, dan tanin.
- Uji steroid/triterpenoid
Sebanyak 1 mg ekstrak dari masing-masing pelarut dilarutkan dalam 2 mL
kloroform dan dimasukkan dalam tabung reaksi. Sebanyak 10 tetes anhidrida
asetat dan 3 tetes asam sulfat ditambahkan ke dalam campuran tersebut. Hasil uji
positif apabila terbentuk larutan berwarna merah dan berubah menjadi biru dan
hijau.
- Uji flavonoid
Sebanyak 1 mg ekstrak dari masing-masing pelarut ditambahkan 0,1 mg
magnesium dan 0,4 mL amil alkohol dan 4 mL alkohol, selanjutnya dikocok.
Hasil uji positif jika terbentuk warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil
alkohol.

10

- Uji alkaloid
Sebanyak 1 mg ekstrak dari masing-masing pelarut dilarutkan dalam
beberapa tetes asam sulfat 2 N, setelah itu akan diuji dengan beberapa pereaksi
alkaloid diantaranya Dragendorff, Meyer dan Wagner. Hasil uji positif jika
terbentuk endapan coklat untuk pelarut Wagner, endapan putih kekuningan untuk
pelarut Meyer, dan endapan merah sampai jingga untuk pelarut Dragendorff.
- Uji saponin
Sebanyak 1 mg sampel dilarutkan dalam air panas dan dikocok maka akan
menghasilkan busa. Hasil positif jika pada sampel menghasilkan busa yang stabil
selama 30 menit dan tidak hilang jika ditambahkan 1 tetes HCl 2N.
- Uji fenol hidrokuinon
Sebanyak 1 mg sampel dari ketiga jenis ekstrak diekstrak dengan etanol 70%
sebanyak 20 mL. Ambil sebanyak 1 mL dari larutan yang dihasilkan kemudian
ditambahkan 2 tetes larutan FeCl 5%. Hasil positif ditunjukkan dengan
terbentuknya larutan berwarna hijau atau hijau biru.
- Uji tanin
Sampel sebanyak 1 g ditambah pereaksi FeCl3 3%. Terbentuknya warna
hijau kehitaman menandakan suatu bahan mengandung komponen tanin.
Analisis toksisitas dengan brine shrimp lethality test ekstrak gonad bulu babi
(BSLT) (Meyer et al. 1982)
Uji BSLT merupakan uji yang dilakukan untuk memprediksi toksisitas suatu
bahan dan dapat digunakan untuk mendeteksi toksin fungal, logam berat, toksin,
sianobakteria dan aktivitas pestisida. Metode ini sering digunakan untuk
pemeriksaan awal terhadap toksisitas senyawa aktif.
Uji BSLT ini mengacu pada metode Meyer et al. (1982). Hewan uji yang
digunakan adalah hewan air Artemia salina yang tergolong dalam filum Artropoda
kelas Crustacea yang hidup di daerah subtropik dan pada danau yang memiliki
salinitas tinggi. Pengujian dilakukan dengan cara telur A. salina diretaskan di
dalam air laut, setelah 24-48 jam maka siap digunakan sebagai hewan uji. Larva
A. salina dimasukkan dalam vial (sumur) yang telah berisi ekstrak gonad bulu
babi dengan konsentrasi masing-masing 0, 50, 100, 200, 500, dan 1.000 ppm
dengan 3 kali ulangan. Vial tersebut diinkubasi selama 24 jam. Pengamatan
dilakukan dengan melihat jumlah A. salina yang mati pada masing-masing vial
(sumur). Penentuan LC50 dilakukan dengan analisis probit dengan selang
kepercayaan 95% pada program SPSS 22, sehingga dapat dilihat hubungan antara
konsentrasi ekstrak dengan kematian larva udang.

11

Analisis aktivitas antimikroba ekstrak gonad bulu babi (Moorthy et al. 2007)
Pengujian aktivitas antibakteri dan antifungi terhadap mikroba uji
menggunakan metode difusi sumur. Sumur dengan kedalaman ±3 mm dibuat pada
SDA dan MHA yang telah dicampurkan 20 L inokulum mikroba uji
menggunakan pipet tetes steril. Ekstrak dengan konsentrasi 0,5 mg, 1 mg, dan
2 mg ditetes ke dalam sumur sebanyak 20 L. Perlakuan kontrol positif
menggunakan antibiotik kloramfenikol 300 g/sumur, dan kontrol negatif
menggunakan pelarut metanol, etil asetat, dan n-heksana. Media diinkubasi pada
suhu 37 ºC selama 24 jam untuk aktivitas antibakteri dan 48 jam untuk aktivitas
antifungi. Aktivitas antimikroba ditandai dengan terbentuknya zona bening
disekitar sumur dan diukur menggunakan penggaris.
Konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi (Wiegand et al. 2008)
Pengujian konsentrasi hambat minimum bertujuan untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak untuk menghambat aktivitas bakteri uji. Metode
yang paling umum digunakan adalah metode tabung pengenceran atau sering
disebut metode dilusi cair.
Pengujian dilakukan dengan cara sebanyak 6 tabung reaksi yang berisi 5 mL
nutrient broth diberi label secara berurutan dari 101 sampai dengan 106. Tabung
reaksi 101 sampai 104 masing-masing ditambahkan 20 L ekstrak dengan
konsentrasi secara berurutan 0,7 mg/mL, 0,5 mg/mL, 0,3 mg/mL dan 0,1 mg/mL
Suspensi mikroba sebanyak 3 L ditambahkan pada tabung 101 sampai 105.
Tabung 105 digunakan sebagai kontrol negatif dan tabung 106 yang berisi NB
digunakan sebagai kontrol positif. Tabung diinkubasi pada suhu 37 ºC selama
18-24 jam dan diamati tiap 2 jam. Pengamatan dilakukan dengan melihat
kekeruhan media secara visual. Konsentrasi hambat minimum ditentukan dengan
melihat konsentrasi ekstrak yang menunjukkan penghambatan terhadap bakteri uji
yang ditandai dengan media pada tabung yang berisi ekstrak masih jernih.
Fraksinasi ekstrak gonad bulu babi dengan KLT (Bhattarai et al. 2008)
Ekstrak terbaik hasil pengujian aktivitas antibakteri dipisahkan
menggunakan kromatografi lapis tipis yaitu metode yang digunakan untuk
memisahkan komponen satu dengan yang lainnya berdasarkan perpindahan
komponen pada fase diam (silika gel) dan fase gerak (eluen). Plat KLT
dikeringkan pada suhu 105 ºC selama 10 menit sebelum digunakan. Ekstrak yang
akan dipisahkan ditotolkan pada plat yang mengandung silika gel, dan
dimasukkan dalam bejana yang berisi perbandingan pelarut (eluen) dan didiamkan
sampai fase gerak bergerak hingga batas tertentu, plat dikeluarkan dari bejana dan
diangin-anginkan hingga kering. Hasilnya dilihat di bawah lampu UV dengan
panjang gelombang 254 dan 366 nm dan dihitung nilai Rf (Retardation factor)
masing-masing spot. Identifikasi keberadaan senyawa aktif pada plat KLT
dilakukan dengan menyemprotkan penampak warna anisaldehid-asam sulfat untuk
mengidentifikasi keberadaan steroid/triterpenoid, dan gula.

12

Analisis bioautografi ekstrak gonad bulu babi (Rahalison et al. 1991)
Analisis bioautografi dilakukan untuk melihat fraksi aktif ekstrak gonad bulu
babi. Perbandingan eluen terbaik hasil KLT digunakan sebagai eluen terbaik untuk
analisis bioautografi. Ekstrak aktif 2 mg ditotolkan pada plat KLT dan
dikembangkan dengan perbandingan eluen terbaik. Plat diletakkan dalam cawan
petri yang berisi MHA padat dan bakteri uji pada bagian permukaan agar. Noda
aktif ditunjukkan dengan adanya zona terang setelah diinkubasi 24 jam.
Analisis aktivitas antioksidan ekstrak gonad bulu babi (Tamakou et al. 2012)
Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan berdasarkan kemampuan sampel
untuk mereduksi radikal bebas menggunakan metode DPPH. Sampel dilarutkan
menggunakan pelarut DMSO dengan konsentrasi masing-masing ekstrak 10.000
ppm. Larutan ekstrak diencerkan menggunakan pelarut metanol dengan
konsentrasi 25, 50, 100, 200, dan 400 ppm. Sebagai pembanding atau kontrol
positif digunakan vitamin C yang dilarutkan dalam metanol p.a dengan
konsentrasi 1,2; 2,4; 3,6; 4,8; dan 6 ppm. Larutan DPPH konsentrasi 0,1 mM
dibuat menggunakan kristal DPPH yang dilarutkan dengan metanol p.a.
Pembuatan larutan DPPH dilakukan dalam kondisi yang terlindung dari cahaya
matahari. Larutan sampel sebanyak 100 µL dimasukkan ke dalam microplate, lalu
ditambahkan larutan DPPH 0,1 mM sebanyak 100 µL. Larutan blanko dibuat
dengan cara mencampurkan 100 µL larutan DPPH dan 100 µL metanol ke dalam
microplate. Microplate diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 30 menit, serapan yang
dihasilkan diukur menggunakan microplate spectrophotometer dengan panjang
gelombang 517 nm. Perubahan warna ungu menjadi kuning menunjukkan bahwa
terdapat aktivitas antioksidan yang menunjukkan senyawa mampu mendonorkan
atom hidrogennya. Aktivitas antioksidan masing-masing sampel dan vitamin C
dinyatakan dengan persen inhibisi menggunakan rumus :
% Inhibisi =

Absorbansi blanko -Absorbansi sampel
x 100%
Absorbansi blanko

Penentuan aktivitas penangkapan radikal bebas menggunakan nilai IC 50
(inhibitory concentration 50%), nilai ini menyatakan besarnya konsentrasi ekstrak
yang mampu mereduksi radikal sebesar 50%. Nilai IC50 diperoleh dengan
persamaan regresi linear (y= a + bx), dengan memplotkan nilai konsentrasi ekstrak
maupun vitamin C dan persen inhibisinya pada sumbu x dan y. Semakin kecil nilai
IC50 maka senyawa tersebut memiliki keefektifan yang baik sebagai penangkap
radikal bebas begitupun sebaliknya.
Analisis Data
Rancangan Percobaan (Steel dan Torrie 1991)
Rancangan percobaan yang digunakan pada pengujian aktivitas antibakteri
gonad bulu babi adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor yakni
jenis bakteri yang terdiri dari 2 taraf yakni E.coli dan S. aureus dan konsentrasi

13

ekstrak dengan 3 taraf yakni 0,5; 1; dan 2 mg, masing-masing diulang 3 kali
dengan pengamatan selama 24 jam. Model rancangan yang digunakan adalah :
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan:
Yijk

:

αi
βj
(αβ)ij
εijk

:
:
:
:
:

Respon pada perlakuan k dengan kombinasi perlakuan taraf ke-i pada A, dan
taraf ke-j pada B
Rataan umum
Pengaruh perlakuan ke-i pada A
Pengaruh perlakuan ke-j pada B
Pengaruh perlakuan taraf ke-i dari faktor A, dan taraf ke-j dari faktor B
Galat percobaan perlakuan k dengan kompbinasi taraf ke-i dan ke-j

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1

2

H0

:

H1

:

H0

:

H1

:

Perbedaan jenis bakteri tidak berpengaruh terhadap nilai diameter zona
hambat
Perbedaan jenis bakteri berpengaruh terhadap nilai diameter zona hambat
Perbedaan konsentrasi ekstrak tidak berpengaruh terhadap nilai diameter
zona hambat
Perbedaan konsentrasi ekstrak berpengaruh terhadap nilai diameter zona
hambat

Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95% untuk menyatakan
perbedaan nyata menggunakan SPSS 22. Selanjutnya data dianalisis dengan
analisis ragam, jika data hasil analisis ragam berbeda nyata maka dilakukan uji
lanjut menggunakan uji Duncan.

14

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfometri dan rendemen bulu babi
Jenis bulu babi yang digunakan adalah Diadema setosum (Gambar 2) yang
diambil dari Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Diadema setosum diambil pada
kedalaman 3 m dari permukaan laut dengan cara menyelam. Pengukuran
morfometrik dilakukan terhadap 30 ekor bulu babi. Preparasi awal dilakukan
dengan cara memisahkan bagian-bagian bulu babi yakni cangkang, duri, dan
gonad. Gonad bulu babi dimasukkan ke dalam freezer sebelum dilakukan analisis
sedangkan cangkang dan duri bulu babi dikeringkan terlebih dahulu.
Bobot bulu babi berkisar dari 119-130 g dengan rata-rata 123,02±5,31 g dan
diameter bulu babi berkisar dari 6-10 cm dengan rata-rata 7,87±1,27 cm.
Berdasarkan pengukuran bobot dan diameter diketahui bahwa pertambahan
panjang diameter bulu babi diikuti dengan bertambahnya berat bulu babi. Hasil ini
sejalan dengan pendapat Radjab (1998) yang menyatakan bahwa diameter dan
berat bulu babi memiliki hubungan allometrik yang berarti pertambahan berat bulu
babi lebih cepat dibandingkan dengan diameter bulu babi. Aziz (1993) juga
menambahkan bahwa ukuran diameter bulu babi dapat digunakan untuk
menentukan umur bulu babi, semakin panjang diameter bulu babi menunjukkan
semakin dewasa umur bulu babi.

Gambar 2 Diadema setosum
Persentase masing-masing bagian yakni duri 20%, cangkang 52%, gonad
10% dan bagian lainnya 18% (Gambar 3). Hasil ini menunjukkan bahwa cangkang
merupakan bagian dengan persentase rendemen tertinggi dan gonad merupakan
bagian dengan persentase rendemen terendah. Rendemen cangkang yang tinggi
dikarenakan bulu babi merupakan hewan laut yang sebagian besar tubuhnya
dilapisi dengan cangkang dan duri. Cangkang bulu babi (endoskleton) merupakan
kerangka yang tersusun dari kalsium karbonat, sedangkan duri bulu babi penyusun
utamanya adalah kalsium karbonat dan magnesium (Vimono 2007).

15

10%

18%
52%

20%

Gambar 3 Persentase rendemen bulu babi (
lain,
: gonad)

: cangkang,

: duri,

: bagian

Ekstrak bulu babi
Tujuan proses ekstraksi adalah untuk mendapatkan senyawa aktif dari
bagian tertentu suatu bahan (Harborne 1984). Proses ekstraksi pada penelitian
pendahuluan ini menggunakan pelarut metanol. Metanol merupakan pelarut dari
golongan alkohol yang baik digunakan untuk ekstraksi pendahuluan karena dapat
mengekstraksi habis komponen aktif. Ekstraksi dilakukan terhadap 3 bagian
berbeda bulu babi yaitu cangkang, duri, dan gonad. Persentase rendemen ekstrak
bulu babi ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Persentase rendemen ekstrak bulu babi
No.

Bagian

1.
2.
3.

Duri
Cangkang
Gonad

Rendemen
(%)
0,94
1,64
7,10

Tabel 1 menunjukkan bahwa masing-masing bagian bulu babi menghasilkan
rendemen yang berbeda-beda. Bagian bulu babi yang menghasilkan rendemen
tertinggi adalah gonad sebesar 7,10% dan terendah adalah duri sebesar 0,94%.
Perlakuan panas dengan cara mengeringkan sampel di bawah sinar matahari
diduga mempengaruhi rendemen ekstrak cangkang dan duri bulu babi yang rendah,
karena senyawa aktif memiliki sifat mudah menguap dan mudah terdegradasi
karena pengaruh perlakuan panas. Wang dan Weller (2006) menyatakan bahwa
komponen bioaktif merupakan komponen yang cepat mengalami kerusakan
karena bersifat thermolabile (tidak tahan terhadap panas).
Rendemen gonad bulu babi yang tinggi diduga dipengaruhi oleh banyaknya
kandungan senyawa yang larut dalam pelarut metanol. Menurut
Lapornik et al. (2005) pelarut metanol mampu mengekstrak komponen yang
berasal dari golongan alkaloid, fenolik, karotenoid, tanin, gula, asam amino dan
glikosida, selain itu pelarut metanol juga memiliki sifat yang kurang polar
dibandingkan dengan air, dengan demikian pelarut metanol mampu untuk

16

menghancurkan dinding sel dan menyebabkan komponen-komponen dalam sel
hancur dan larut dalam pelarut metanol.
Aktivitas antibakteri bulu babi
Aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji ditunjukkan dengan terbentuknya
zona hambat. Ekstrak gonad bulu babi menunjukkan zona hambat tertinggi yakni
3 mm terhadap bakteri Escherichia coli dan 2 mm terhadap Staphylococcus
aureus, sedangkan ekstrak cangkang dan duri berturut-turut terhadap E. coli
2 mm dan 1,5 mm dan terhadap S. aureus 1 mm, sedangkan pada ekstrak duri
tidak terlihat adanya zona hambat. Davis dan Stout (1971) menyatakan bahwa
terdapat 3 kategori daerah hambatan zat aktif berdasarkan diameter zona
hambatnya yakni untuk kategori lemah diameter zona hambatnya