Isolasi dan Identifikasi Senyawa Steroid Triterpenoid Dari Landak Laut Diadema setosum

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Landak Laut
Landak laut merupakan organisme yang tergolong sederhana yang tidak
memiliki banyak organ yang ditemukan pada hewan yang lebih tinggi, mereka
tidak memiliki sistem saluran pernafasan dan sistem peredaran darah yang khusus
seperti hati, pembuluh darah dan tidak ada molekul yang mengikat oksigen
didalam cairan tubuh mereka. Sistem anatomi tubuh landak laut terdiri mulut,
usus (saluran pencernaan), gonad dan sistem saraf yang dikelilingi oleh cangkang
keras, bagian luarnya terdiri dari duri-duri. Landak laut mampu bertahan dalam
waktu yang lama dengan sedikit atau tidak ada makanan karena mereka memiliki
kemampuan untuk menurunkan metabolisme tubuh mereka dan fungsi biologi
yang sesuai dengan kondisi lingkungan (James, 2015).
2.1.1 Habitat
Landak laut dapat ditemukan lebih dari 950 spesies di lautan Indonesia,
pada perairan yang dangkal dan juga pada perairan yang dalam. Habitat landak
laut ini dapat dijumpai hingga kedalaman 10 meter. Beberapa jenis landak laut
dapat di temukan pada substrat batu karang atau membenamkan diri di pasir.
Landak laut memiliki dua fase dalam hidupnya yaitu fase larva (Fluteus) dan fase
dewasa, larva landak laut bersifat planktonik, yaitu larva akan berenang mengikuti

masa air sehingga daerah penyebarannya menjadi sangat luas. Diadema setosum
merupakan salah satu jenis landak laut yang penyebarannya di daerah pasir,
lamun dan daerah pertumbuhan alga, dan lebih banyak ditemukan pada daerah
karang yang kondisinya telah rusak (Miskelly, 2002).

4
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Morfologi dan anatomi
Tubuh landak laut terdiri dari duri-duri panjang menutup tubuh. Tubuh
terbungkus oleh cangkang yang terdiri dari lempengan-lempengan yang menyatu.
Mulut landak laut terletak dibawah dan ditengah-tengah bagian mulut atau gigi
merapat jadi satu yang dilekatkan oleh sederetan bagian untuk membentuk
struktur yang dinamakan lentera aristotle. Lentera aristotle ini adalah himpunan
gigi yang terdapat pada banyak jenis landak laut, kaki tabung bersama dengan
duri digunakan untuk berjalan dan landak laut memiliki kelamin yang terpisah
(Romimohtarto, 2009).
Landak laut biasanya berukuran dari 6 sampai 12 cm, ukuran terbesarnya
bisa mencapai 36 cm. Semua organ dari landak laut ini terletak di dalam
cangkang. Permukaan cangkangnya terdapat tonjolan-tonjolan bulat dan pendek

tempat menempelnya duri, pangkal duri berlekuk ke dalam yang sesuai dengan
tonjolan pada cangkang, dengan adanya otot penghubung maka duri dapat
digerakkan kesegala arah. Sistem anatomi landak laut terdiri dari sistem respirasi,
sistem saraf, sistem pencernaan dan sistem reproduksi. Kelas Echinoidea
termasuk organisme yang pertumbuhannya lambat. Umur, warna, ukuran dan
pertumbuhan tergantung pada jenis dan lokasi tempat tinggal (Sugiarti, 2005).
Landak laut genus Diadema , Spesies Diadema setosum memiliki tubuh
bulat seperti bola dengan cangkang keras tersusun dari zat kapur dan dipenuhi
duri-duri. Duri-duri ini bewarna hitam memanjang ke atas dan bagian bawah
memendek sebagai alat untuk bergerak (Umagap, 2013). Struktur anatomi landak
laut dapat dilihat pada Gambar 2.1

5
Universitas Sumatera Utara

1
2
3
4
5

6
7
8
9
10
11

Gambar 2.1 Struktur anatomi landak laut (James, 2015).
Keterangan: 1. duri, 2.anus, 3.cangkang, 4.organ axial, 5. gonad, 6. usus,
7. esofagus, 8. perut, 9. lentera aristotel, 10. mulut, 11. saraf.
2.1.3 Klasifikasi landak laut
Klasifikasi hewan landak laut menurut LIPI (2015) adalah sebagai berikut:
Filum

: Echinodermata

Kelas

: Echinoidea


Bangsa

: Diadematoida

Suku

: Diadematidae

Marga

: Diadema

Jenis

: Diadema setosum (Leske ,1778).

2.2 Kandungan Golongan Senyawa Kimia
2.2.1 Alkaloid
Alkaloida merupakan golongan senyawa sekunder yang terbesar. Alkaloida
mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,


6
Universitas Sumatera Utara

biasanya sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloida mempunyai aktivitas
fisiologi yang menonjol, sehingga banyak diantaranya digunakan dalam bidang
pengobatan (Harborne, 1987).
Alkaloid selama ini diketahui adalah senyawa metabolit sekunder yang
hanya terdapat dalam tumbuhan, namun setelah diidentifikasi senyawa alkaloid
juga terdapat pada biota laut, Arthropoda dan katak neotropis (katak bewarna
cerah). Alkaloid pada hewan berfungsi sebagai zat pertahanan seperti 2-metil-6nonil piperidin yang diperoleh dari semut solenopsis yang memiliki khasiat
sebagai hemolitik, insektisida dan antibiotik (Wiryowidagdo, 2008).
2.2.2 Glikosida
Glikosida adalah suatu golongan senyawa bila dihidrolisis akan terurai
menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Gula yang
ditemukan di dalam glikosida biasanya adalah monosakarida seperti glukosa,
rhamnosa dan fruktosa. Glikosida terbentuk secara alami dimana setiap unsurnya
mengandung gugus gula, bagian aglikon dari senyawa glikosida memiliki sifat
fisika kimia yang bervariasi dan dan efek farmakologi yang dihasilkan juga
berbeda (Evans, 2009).

Menurut Sirait (2007), berdasarkan ikatan antara glikon dan aglikon,
glikosida dapat dibedakan menjadi:
a. Tipe O-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan
O. Mayoritas glikosida termasuk ke dalam kelompok ini.
b. Tipe S-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan
S. Contoh: sinigrin yang termasuk ke dalam glikosida glukosinolat dari
tumbuhan dari tumbuhan Brassicaceae.

7
Universitas Sumatera Utara

c. Tipe C-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan
C, yakni gula melekat pada aglikon melalui ikatan karbon-karbon.
d. Tipe N-glikosida, ikatan antara bagian dari glikon dengan aglikon melalui
jembatan N. Contoh: nikleosidin, kronotosidin.
2.2.3 Saponin
Saponin tersebar luas diantara tanaman tingkat tinggi. Saponin merupakan
senyawa yang memiliki berat molekul yang besar dan sifat kepolarannya juga
tinggi. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan
busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah menyebabkan

hemolisis sel darah merah. Saponin mula-mula diberi nama demikian karena
sifatnya yang menyerupai sabun (bahasa latin sapo berarti sabun) (Robinson,
1995).
Molekul saponin terdiri dari dua bagian yaitu, aglikon dan glikon.
Berdasarkan aglikonnya, Hostettman (1995) membagi saponin menjadi 3 kelas
utama yaitu:
1. Saponin triterpenoid
2. Saponin steroid
3. Saponin steroid alkaloid
Saponin telah diketahui merupakan komponen beracun dari kelompok
Echinodermata. Kelompok Echinodermata dibagi menjadi lima kelas, yaitu
Crinoidea,

Asteroidea, Ophiuroidea, Echinoidea dan Holothuroidea. Saponin

merupakan senyawa kompleks yang terdiri dari senyawa gula dan gugus steroid
atau triterpenoid. Saponin pada hewan pertama kali diisolasi dari teripang yang
disebut Holonthurin (Hashimoto, 1979).

8

Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Steroid/triterpenoid
Steroid

adalah triterpena

yang kerangka dasarnya sistem cincin

siklopentana perhidropenantren. Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka
karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis masuk jalur
asam mevalonat yang diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena
(Harbone, 1987).
Uji yang banyak digunakan ialah reaksi Liebermannn-Burchard yang
dengan kebanyakan triterpen memberikan warna merah-ungu dan steroid warna
hijau-biru (Fansworth, 1996). Steroid pada umumnya berupa alkohol dengan
gugus hidroksil pada C3 sehingga steroid sering juga disebut sterol (Robinson,
1995). Senyawa ini tersebar luas di alam dan memiliki fungsi biologi yang sangat
penting, misalnya untuk kontrasepsi dan antiinflamasi. Gambar struktur dasar
dapat dilihat pada Gambar 2.2.


Gambar 2.2 Struktur dasar steroid
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
dengan menggunakan suatu pelarut cair (Ditjen, POM., 2000). Ekstrak adalah
sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia
nabatiatau hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Beberapa metode ekstraksi

9
Universitas Sumatera Utara

dengan menggunakan pelarut menurut Depkes, RI (2000) yaitu:
A. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi
kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus menerus). Remaserasi
berarti dilakukan penyaringan berulang dan seterusnya.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan pelarut yang selalu baru

sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses
perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai
diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1–5 kali bahan.
B. Cara panas
1.

Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
2. Sokletasi
Sokletasi adalah proses ekstraksi dengan menggunakan alat Soklet dengan
pelarut yang selalu baru, sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
3. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas
air selama waktu tertentu (15–20 menit).


10
Universitas Sumatera Utara

4. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas mendidih, temperatur terukur
96–98oC), bedanya dengan infundasi adalah waktu yang digunakan lebih lama (≥
30 menit).

2.4 Kromatografi
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan
perpindahan dari komponen-komponen senyawa di antara dua fase yaitu fase
diam (dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau
zat cair). Kromatografi serapan dikenal jika fase diam berupa zat, jika zat cair
dikenal sebagai kromatografi partisi (Sastrohamidjojo, 1985). Pemisahan dan
pemurnian kandungan tumbuhan dilakukan dengan menggunakan salah satu atau
gabungan dari beberapa teknik tersebut dan dapat digunakan pada skala mikro
maupun makro (Harborne, 1987).
2.4.1 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan
pemisah terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga
berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah
berupa larutan yang di totolkan baik berupa bercak ataupun pita. Plat atau lapisan
dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang
cocok (fase gerak) pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan)
(Stahl, 1985). Fase gerak akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh
kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh
gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Rohman, 2007).

11
Universitas Sumatera Utara

Kromatografi lapis tipis merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan
sangat sedikit, baik penjerap maupun cuplikan. KLT dapat digunakan untuk
memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofilik seperti lipid-lipid dan
hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. Bahan lapis tipis
seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-pereaksi
yang lebih reaktif seperti asam sulfat (Fessenden, 2003).
Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa cara.
Pengamatan dengan sinar ultraviolet adalah cara sederhana yang dilakukan untuk
senyawa tak berwarna. Beberapa senyawa organik bersinar atau berfluorosensi
jika disinari dengan sinar ultraviolet gelombang pendek (254 nm) atau gelombang
panjang (366 nm), jika dengan cara itu senyawa tidak dapat dideteksi maka harus
dicoba dengan penyemprotan pereaksi yang membuat bercak tersebut tampak
yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian bila perlu dengan pemanasan
(Rohman, 2007).
2.4.2 Kromatografi preparatif
Kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif merupakan salah satu metode
pemisahan dengan menggunakan peralatan sederhana. Ketebalan penjerap yang
sering dipakai adalah 0,5-2 mm. Plat kromatografi biasanya berukuran 20 x 20
cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah
bahan yang dapat dipisahkan dengan KLT preparatif. Penjerap yang paling umum
digunakan adalah silika gel. Penotolan cuplikan dilakukan dengan melarutkan
cuplikan dalam sedikit pelarut. Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan jarak
sesempit mungkin karena pemisahan tergantung pada lebar pita. Penotolan dapat
dilakukan dengan pipet tetapi lebih baik dengan penotol otomatis. Pengembangan

12
Universitas Sumatera Utara

plat kromatografi lapis tipis preparatif dilakukan dalam bejana kaca yang dapat
menampung beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang
dengan bantuan kertas saring yang diletakkan berdiri disekeliling permukaan
bagian dalam bejana (Hostettmann, 1995).

2.5 Spektrofotometri
2.5.1 Spektrofotometri sinar ultraviolet (UV)
Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm.
Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet tergantung pada
struktur elektronik dari molekul yang bersangkutan (Sastrohamidjojo, 1985).
Sistem ikatan rangkap yang diperpanjang dikenal sebagai kromofor. Kromofor
paling umum ditemukan di dalam molekul obat adalah cincin benzena, jika
terdapat lebih banyak ikatan rangkap pada struktur dalam konjugasi (yaitu dua
ikatan rangkap atau lebih dalam suatu seri yang dipisahkan oleh ikatan tunggal),
serapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih panjang dan dengan intensitas
yang lebih besar (Watson, 2010).
2.5.2.Spektrofotometri sinar inframerah (IR)
Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya
inframerah tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2.5–50 �m atau
bilangan gelombang 4000–200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan
menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorpsi sinar inframerah
sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi.
Beberapa sinyal sangat mudah digunakan untuk mengidentifikasi jenis ikatan
tertentu dalam molekul. Daerah 1500 sampai 500 cm-1 biasanya mengandung
bentuk absorban yang sangat komplek. Hal ini disebabkan karena seluruh jenis

13
Universitas Sumatera Utara

variabel bending molekul menyerap pada daerah ini. Daerah ini disebut dengan
daerah sidik jari (Dachriyanus, 2004).
Menurut pavia (1988), langkah-langkah umum untuk memeriksa pita-pita
serapan yang penting yang umum untuk memeriksa gugus yang penting
pada spektrum inframerah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat gugus karbonil
-1

Gugus C=O memberikan puncak pada daerah 1660-1820 cm . Puncak ini
biasanya merupakan yang terkuat dengan lebar medium pada spektrum.
2. Jika gugus C=O ada, periksalah gugus-gugus berikut dan jika C=O tidak ada
langsung ke nomor 3.
a. Asam: yaitu pada serapan melebar 2500-3000 cm

-1

(biasanya tumpang

tindih dengan C-H).
b. Amida: yaitu pada serapan medium di dekat 3500 cm-1, kadang-kadang
dengan puncak rangkap.
c. Ester : yaitu pada serapan dengan intensitas medium di daerah 1000–1300
cm-1.
d. Anhidrida : mempunyai dua serapan C=O di daerah 1810 dan 1760 cm-1.
e. Aldehida : yaitu dua serapan lemah di dekat 2850-2750 cm-1 disebelah
kanan serapan C-H
f. Keton : jika kelima kemungkinan diatas tidak ada.
3. Jika gugus C=O tidak ada
a. Alkohol/fenol : periksalah gugus OH, yaitu serapan melebar di daerah 33003600 cm-1 yang diperkuat adanya serapan C-O di daerah 1000-1300 cm-1.
b. Amina : periksalah gugus N-H , yaitu serapan medium di daerah 3500 cm-1.

14
Universitas Sumatera Utara

c. Eter : periksalah gugus C-O (dan tidak adanya –OH), yaitu serapan medium
di daerah 1000–1300 cm-1.
4. Ikatan rangkap dua atau cincin aromatik yaitu adanya :
a. C=C yang mempunyai serapan lemah di daerah 1650 cm-1.
b. Serapan medium sampai kuat pada daerah 1450-1650 cm-1 sering
menunjukkan adanya cincin aromatik.
5. Ikatan rangkap tiga yaitu adanya;
a. C≡N yang mempunyai serapan medium dan tajam di daerah 2250 cm-1
b. C≡C mempunyai serapan lemah tapi tajam di daerah 2150 cm-1 periksa juga
CH asetilenik di dekat 3300 cm-1.
6. Hidrokarbon
a. Apakah kelima kemungkinan diatas tidak ada.
b. Serapan utama di daerah CH dekat 3000 cm-1.
c. Serapanlain di daerah 1375-1450 cm-1.

15
Universitas Sumatera Utara