Isolasi dan Karakterisasi Kapang Endofit dari Ranting Tanaman Parijoto (Medinilla Speciosa Reinw. ex Blume) dan Uji Aktivitasnya sebagai Antibakteri

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ISOLASI DAN KARAKTERISASI KAPANG

ENDOFIT DARI RANTING TANAMAN PARIJOTO

(

Medinilla speciosa

REINW. EX BLUME) DAN UJI

AKTIVITASNYA SEBAGAI ANTIBAKTERI

SKRIPSI

ATI MARYANTI

NIM : 1111102000037

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JUNI 2015


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ISOLASI DAN KARAKTERISASI KAPANG

ENDOFIT DARI RANTING TANAMAN PARIJOTO

(

Medinilla speciosa

REINW. EX BLUME) DAN UJI

AKTIVITASNYA SEBAGAI ANTIBAKTERI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

ATI MARYANTI

NIM : 1111102000037

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JUNI 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Ati Maryanti NIM : 1111102000037 Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Isolasi dan Karakterisasi Kapang Endofit dari Ranting Tanaman Parijoto (Medinilla Speciosa Reinw. ex Blume)

dan Uji Aktivitasnya sebagai Antibakteri

Parijoto (Medinilla speciosa Reinw. ex Blume.) merupakan tanaman obat yang diketahui mengandung senyawa tanin, flavonoid, saponin, dan glikosida. Ekstrak buah parijoto dilaporkan mempunyai aktivitas sebagai antioksidandan antibakteri. Kapang endofit adalah kapang yang hidup pada jaringan tumbuhan yang dapat menghasilkan senyawa seperti inangnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi mikroba endofit yang ada pada ranting parijoto (Medinilla speciosa Reinw. ex Blume), dan mengetahui aktivitasnya sebagai antibakteri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolasi kapang endofit, pemurnian kapang endofit, seleksi kapang endofit, karakterisasi kapang endofit, identifikasi bakteri uji, fermentasi mikroba endofit dan uji aktivitas kapang endofit sebagai antibakteri. Kapang endofit yang dihasilkan pada proses isolasi adalah sebanyak 20 isolat.Hasil seleksi kapang endofit yang mempunyai aktivitas antibakteri didapatkan 8 isolat aktif terhadap bakteri uji. Fermentasi kapang endofit dilakukan dengan metode statis selama 14 hari. Uji aktivitas antibakteri kapang endofit menunjukan bahwa 6 isolat ranting tanaman parijoto (Medinilla speciosa

Reinw. ex Blume) yaitu isolat RB11, isolat RB12, isolat RB13, isolat RB14, isolat RD22, dan isolat RD26 mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen Escherichia coli ATCC 8739, Staphylococcus aureus

ATCC 6538, Salmonella enterica sv typhimurium ATCC 14028, Shigella dysenteriae ATCC 13313, dan Bacillus subtilis ATCC 6633.

Kata kunci : Medinilla Speciosa, kapang endofit, karakterisasi kapang endofit, fermentasi, aktivitas antibakteri


(7)

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Ati Maryanti NIM : 1111102000037 Major : Pharmacy

Title : Isolation and Characterization of Endophytic Fungi from the stem of Parijoto (Medinilla Speciosa Reinw. Ex Blume) and Their Antibacterial Activity

Parijoto (Medinilla speciosa Reinw. Ex Blume.) was a medicinal plant that were known to containing of compounds such as tannins, flavonoids, saponins, and glycosides. Parijoto fruit extract was reported to have antioxidant and antibacterial activity. Endophytic fungi are fungi that present on plant tissue which can produce compounds such as their host. The aim of this experiments was to isolate the endophytic fungi from twigs of parijoto (Medinilla speciosa Reinw. ex Blume) and examine their antibacterial activity. The method used in this experiment were isolation, purification, selection, characterization, and examine their antibacterial activity of endophytic fungi. A total of 20 isolates of endophytic fungi were obtained from twigs of parijoto. Selection of endophytic fungi has antibacterial activity found 8 isolates active against bacteria test. Fermentation of endophytic fungi have done with static methods for 14 days. Antibacterial activity was showed that 6 isolates from twigs of parijoto (Medinilla speciosa Reinw. ex Blume) were isolate RB11, RB12, RB13, RB14, RB21, RB23, RD22 and RD26 have antibacterial activity against pathogenic bacteria Escherichia coli ATCC 8739, Staphylococcus aureus ATCC 6538, Salmonella enterica sv typhimurium ATCC 14028,

Shigella dysenteriae ATCC 13313, and Bacillus subtilis ATCC 6633.

Kata kunci : Medinilla speciosa, endophytic fungi, characterization of endophytic fungi, fermentation, antibacterial activity


(8)

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas segala nikmat, karunia, dan ilmu yang bermanfaat yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtua, Ayahanda H. Hidayat Patoni dan Ibunda Hj. Tiha siti Hapsoh yang tiada hentinya memberikan bantuan materil, non materil, motivasi dan juga doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dan juga kakak dan adik tercinta yang secara tidak langsung membantu dalam penulisan skripsi ini. 2. Ibu Puteri Amelia, M.Farm., Apt dan Bapak Saiful Bahri, M.Si selaku

Pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan bimbingan, motivasi, petunjuk, serta dorongan bagi penulis dari awal hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Dr. H. Arif Soemantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku Kepala Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar Prodi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan, bimbingan, motivasi dan informasi kepada penulis.

6. Sahabat Rian Destiyani Putri, Ambar Khaerinnisa dan Happy Rahma Yulin yang tidak pernah hentinya memberikan semangat, bantuan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(9)

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7. Teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi Rachma, Arini, Meri, Brasti, Karimah, Puput, Sumiati, Bahtiar, Adit, Mozer, Faradhila dan Fitri yang menemani dan mengisi waktu penelitian menjadi menyenangkan.

8. Seluruh sahabat dan teman Program Studi Farmasi angkatan 2011 sebagai teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan dan semangat.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini.

Semoga amal baik dan bantuannya mendapat ganjaran dari Allah SWT dan skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya.

Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekhilafan, demikian pula dengan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak pembaca. Semoga dalam penulisan skripsi ini, bermanfaat bagi semua pihak khususnya dalam dunia kefarmasian.

Ciputat, 19 Juni 2015


(10)

(11)

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

TAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Masalah ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Parijoto (Medinilla speciosa Reinw. Ex Blume) .... 4

2.1.1 Taksonomi ... 4

2.1.2 Deskripsi Tanaman ... 4

2.1.3 Tempat Tumbuh ... 5

2.1.4 Kandungan Kimia ... 5

2.1.5 Khasiat ... 5

2.2 Kapang Endofit ... 6

2.2.1 Deskripsi Kapang Endofit ... 6

2.2.2 Mekanisme Kerja Kapang Endofit ... 6

2.2.3 Metabolit Sekunder dan Manfaat Kapang Endofit ... 8

2.2.4 Isolasi Kapang Endofit ... 10

2.3 Fermentasi ... 11

2.3.1 Medium Fermentasi ... 11

2.4 Sterilisasi Alat Dan Bahan ... 13

2.5 Bakteri Gram Positif Dan Gram Negatif ... 13

2.6 Bakteri Uji ... 15

2.6.1 Staphylococcus aureus ... 15

2.6.2 Escherichia coli ... 15

2.6.3 Bacillus subtilis ... 15

2.6.4 Salmonella enterica sv typhimurium ... 16

2.6.5 Sigella dysenteriae ... 17

2.7 Pewarnaan Bakteri ... 17

2.8 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme ... 19

2.9 Antibakteri ... 20


(12)

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.10.1 Metode Difusi ... 22

2.10.2 Metode Dilusi ... 22

2.11 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Metode Difusi pada Pengujian Antibakteri ... 23

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

3.2 Alat ... 25

3.3 Bahan ... 25

3.3.1 Tanaman ... 25

3.3.2 Bahan Kimia Sterilisasi Permukaan ... 25

3.3.3 Medium Pertumbuhan Mikroba ... 26

3.3.4 Bahan Uji Aktivitas Antibakteri ... 26

3.4 Cara Kerja ... 26

3.4.1 Pembuatan Medium Isolasi, Medium Peremajaan dan Medium Pemeliharaan ... 26

3.4.2 Pembuatan Medium Perbanyakan dan Fermentasi ... 27

3.4.3 Pembuatan Medium Pengujian ... 28

3.5 Sterilisasi Permukaan dan Isolasi Kapang Endofit ... 28

3.6 Pemurnian Kapang Endofit ... 29

3.7 Karakterisasi Kapang Endofit ... 29

3.8 Seleksi Mikroba Endofit Penghasil Antibakteri ... 30

3.9 Fermentasi Kapang Endofit ... 30

3.10 Peremajaan Bakteri Uji ... 31

3.11 Uji Kemurnian Bakteri Uji ... 31

3.12 Pembuatan Kurva Tumbuh ... 31

3.13 Uji Aktivitas Antibakteri ... 32

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Determinasi Tanaman ... 33

4.2 Isolasi dan Pemurnian Kapang Endofit ... 33

4.3 Uji Kemurnian Bakteri Uji ... 36

4.4 Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ... 37

4.5 Seleksi Kapang Endofit Penghasil Antibakteri ... 39

4.6 Fermentasi Kapang Endofit ... 40

4.7 Karakterisasi Isolat Kapang Endofit ... 41

4.8 Uji Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit ... 49

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 55

5.2 Saran ... 55


(13)

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Parijoto (Medinilla speciosa Reinw. ex Blume) ... 5

Gambar 4.2 : Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ... 38

Gambar 4.2 : Isolat RB11 secara Makroskopik dan Mikroskopik ... 42

Gambar 4.3 : Isolat RB12 secara Makroskopik dan Mikroskopik ... 43

Gambar 4.4 : Isolat RB13 secara Makroskopik dan Mikroskopik ... 44

Gambar 4.5 : Isolat RB14 secara Makroskopik dan Mikroskopik ... 45

Gambar 4.6 : Isolat RB21 secara Makroskopik dan Mikroskopik ... 46

Gambar 4.7 : Isolat RB23 secara Makroskopik dan Mikroskopik ... 47

Gambar 4.8 : Isolat RD22 secara Makroskopik dan Mikroskopik ... 48

Gambar 4.9 : Isolat RD26 secara Makroskopik dan Mikroskopik ... 49

Gambar 4.10 : Ranting Tanaman Medinilla speciosa ... 72

Gambar 4.11 : Ranting Parijoto yang Ditanam pada Medium PDA ... 72

Gambar 4.12 : Hasil Seleksi terhadap Staphylococcus aureus ... 73

Gambar 4.13 : Hasil Seleksi terhadap Escherichia coli ... 73

Gambar 4.14 : Hasil Seleksi terhadap Shigella dysenteriae ... 73

Gambar 4.15 : Hasil Seleksi terhadap Bacillus subtilis ... 74

Gambar 4.16 : Hasil Seleksi terhadap Salmonella enterica sv typhimurium .. 74

Gambar 4.17 : Proses fermentasi Kapang Endofit selama 14 hari ... 75

Gambar 4.18 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri terhadap Bakteri Escherichia coli ... 76

Gambar 4.19 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri terhadap Bakteri Bacillus subtilis ... 76

Gambar 4.20 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri terhadap Bakteri Salmonella enterica sv typhimurium ... 77

Gambar 4.21 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ... 77

Gambar 4.22 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri terhadap Bakteri Shigella dysenteriae ... 78

Gambar 4.23 : Pengamatan Mikroskopik Bacillus subtilis ... 79

Gambar 4.24 : Pengamatan Mikroskopik Staphylococcus aureus ... 79

Gambar 4.25 : Pengamatan Mikroskopik Escherichia coli ... 79

Gambar 4.26 : Pengamatan Mikroskopik Shigella dysenteriae ... 79

Gambar 4.27 : Pengamatan Mikroskopik Salmonella enterica sv typhimurium ... 79


(14)

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Memperlihatkan Perbedaan Ciri Bakteri Gram Negatif dan Bakteri

Gram Positif ... 14

Tabel 4.1 : Hasil Pemurnian Kapang Endofit ... 35

Table 4.2 : Hasil Uji Kemurnian Bakteri Uji secara Makroskopik dan Mikroskopik ... 36

Table 4.3 : Hasil Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ... 39

Table 4.4 : Hasil Uji Seleksi Kapang endofit ... 39


(15)

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Alur Penelitian ... 62

Lampiran 2 : Hasil Determinasi tanaman ... 63

Lampiran 3 : Sterilisasi Permukaan dan Isolasi Kapang Endofit ... 64

Lampiran 4 : Pemurnian Kapang Endofit ... 65

Lampiran 5 : Karakterisasi Kapang Endofit ... 66

Lampiran 6 : Seleksi Kapang Endofit Penghasil Antibakteri ... 67

Lampiran 7 : Fermentasi Kapang Endofit ... 68

Lampiran 8 : Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri uji ... 69

Lampiran 9 : Uji Aktivitas Antibakteri ... 70

Lampiran 10 : Ranting Parijoto ... 71

Lampiran 11 : Hasil Seleksi Kapang Endofit ... 72

Lampiran 12 : Hasil Fermentasi Kapang Endofit ... 74

Lampiran 13 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit ... 75

Lampiran 14 : Pengamatan Mikroskopik Bakteri Uji ... 78


(16)

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat ini produk hayati terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang ataupun negara maju, dan WHO memperkirakan bahwa 80% penduduk negara berkembang masih mengandalkan pemeliharaan kesehatan pada pengobatan tradisional, dan 85% pengobatan tradisional dalam prakteknya menggunakan atau melibatkan beberapa jenis tanaman (Gana et al., 2010).

Menurut Jumari (2003), Indonesia dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia memiliki hutan tropis yang berfungsi sebagai paru-paru dunia. Hutan Indonesia merupakan salah satu ekosistem dengan kekayaan spesies terbesar di dunia. Di hutan Indonesia ditemukan kurang lebih 30.000 spesies tanaman dan lebih dari 400 spesies pohon yang bernilai ekonomis tinggi (Abdullah et al.,

2010). Hutan hujan tropis merupakan sumber tumbuh-tumbuhan yang mengandung senyawa bioaktif yang potensial. Kapang endofit yang terdapat dalam jaringan tumbuhan yang tumbuh di hutan hujan tropis juga memiliki aktivitas biologi yang tinggi (Strobel and Daisy, 2003).

Kapang endofit adalah kapang yang selama periode tertentu, membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya (Petrini, 1992). Tan and Zou (2001) menyatakan bahwa tanaman dapat mengandung beragam kapang endofit yang mampu menghasilkan senyawa bioaktif atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic recombination) dari tanaman inangnya ke dalam kapang endofit. Petrini (1992) menyatakan bahwa dalam satu jaringan tanaman kemungkinan ditemukan beberapa jenis mikroba endofit. Jumlah isolat yang diperoleh dari suatu bagian tanaman inang biasanya sangat banyak, tetapi hanya beberapa jenis saja yang dominan pada satu inang (Syarmalina, 2008).

Kapang endofit dapat diisolasi dari jaringan tanaman dan ditumbuhkan pada medium fermentasi tertentu. Pada medium fermentasi tersebut kapang endofit umumnya dapat menghasilkan senyawa sejenis yang terkandung pada


(17)

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tanaman inang dengan bantuan aktivitas suatu enzim (Syarmalina, 2008). Kapang endofit dapat diisolasi dari jaringan akar, batang dan daun, dan yang paling umum ditemukan adalah dari jenis fungi (Strobel and Daisy, 2003). Hasil penelitian terhadap kapang endofit menunjukan bahwa bagian tanaman yang berbeda dari satu tanaman inang memperlihatkan isolat kapang endofit yang berbeda.

Tanaman obat tradisional kemungkinan besar memiliki mikroba endofit berpotensi yang terkandung dan hidup secara simbiotik di dalamnya. Senyawa yang dihasilkan kapang endofit yang bersimbiosis dengan tanaman inangnya juga ada yang mampu menghasilkan senyawa antibiotik. Senyawa antibiotik ini aktif terhadap beberapa mikroba patogen manusia dan patogen tanaman (Syarmalina, 2008). Beberapa tanaman tradisional yang menghasilkan mikroba endofit diantaranya adalah Tripterigeum wilfordii dengan metabolit sekunder yang dihasilkannya adalah cryptocandin yang berfungsi sebagai antijamur, Artemisia annua menghasilkan metabolit sekunder artemisinin yang berpotensi sebagai antimalaria, dan Terminilia morobensis yaitu tanaman yang tumbuh di Papua Guinea yang menghasilkan pestacin dan isopestacin yang berkhasiat sebagai antioksidan (Radji, 2005).

Parijoto (Medinilla speciosa Reinw. ex Blume.) merupakan salah satu tanaman yang banyak digunakan oleh masyarakat daerah Kudus sebagai tanaman obat. Masyarakat umumnya mengkonsumsi parijoto untuk mengobati penyakit sariawan, diare, antiradang, antibakteri dan menurunkan kolesterol (Anonim, 2014). Hasil penelitian menunjukan bahwa parijoto (Medinilla speciosa Reinw. ex Blume.) merupakan tanaman yang diketahui mengandung senyawa tanin, flavonoid, saponin, dan glikosida dalam buahnya serta memiliki aktivitas antioksidan dan antibakteri (Wachidah, 2013 ; Niswah, 2014). Senyawa tanin, flavonoid, saponin diketahui sebagai senyawa yang dapat dijadikan sebagai antibakteri dan antibakteri.

Kemampuan kapang endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang besar dan dapat diandalkan sebagai cara alternatif untuk memproduksi senyawa bioaktif berkhasiat. Menurut Strobel and Daisy (2003), ada sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman dapat mengandung


(18)

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

beberapa kapang endofit. Namun, potensi kapang yang terdapat di dalam jaringan tanaman ini ternyata relatif belum banyak dipelajari.

Pada penelitian ini dilakukan isolasi mikroba endofit dari ranting parijoto (Medinilla speciosa Reinw. ex Blume) untuk melihat potensinya sebagai antibakteri. Diharapkan setelah mengetahui adanya aktivitas antibakteri dari kapang endofit yang ada dalam ranting parijoto (Medinilla speciosa Reinw. ex Blume) ini dapat dikembangkan menjadi bahan dasar obat antibakteri baru melalui penelitian lebih lanjut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penelusuran pustaka, belum diketahuinya mikroba endofit apa saja yang terkandung dalam ranting parijoto (Medinilla speciosa Reinw. ex Blume) dan aktivitasnya sebagai antibakteri.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi kapang endofit yang terdapat pada ranting parijoto (Medinilla speciosa Reinw. ex Blume) dan mengetahui aktivitasnya sebagai antibakteri.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai kapang endofit yang terdapat dalam ranting parijoto (Medinilla speciosa Reinw. ex Blume).

2. Manfaat Aplikatif

Sebagai pertimbangan dalam mengembangkan obat antibakteri yang dihasilkan oleh kapang endofit dari ranting parijoto (Medinilla speciosa


(19)

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman parijoto(Medinilla speciosa Reinw. ex Blume) 2.1.1 Taksonomi

Klasifikasi tanaman parijoto (Medinilla speciosa Reinw. ex Blume) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Filum : Magnoliophyta Divisi : Magnoliopsida Ordo : Myrtales

Famili : Melastomataceae Genus : Medinilla

Spesies : Medinilla speciosa Reinw. ex Blume (GBIF, 2015)

2.1.2 Deskripsi tanaman

Parijoto (Medinilla speciosa Reinw. ex Blume) merupakan tanaman perdu dengan tinggi 1-2 m; batang bulat; kulit dengan lapisan gabus jika tua; kasar; putih kecoklatan; daun tunggal; bersilang berhadapan, tangkai pendek, bulat, lunak, warna ungu kemerahan, helaian daun berbentuk lonjong pangkal dan ujung runcing, tepi rata, panjang 10-20 cm, lebar 5-15 cm, pertulangan melengkung, permukaan atas licin, berwarna hijau, permukaan bawah kasar, warna hijau kelabu, bunga majemuk, di ketiak daun, sempurna berkelamin ganda, kelopak 5 helai, ujung runcing, pangkal berlekatan, panjang 3-8 mm, warna ungu tua, benang sari 2 kali lipat jumlah mahkota, kepala sari berupa kuncup membengkok, warna merah keunguan, kepala putik duduk di atas bakal buah, kepala putik bulat, ungu, mahkota lepas, 5 helai, bentuk kuku, panjang 5-8 mm, warna merah muda; buah buni, bulat bagian ujung berbenjol bekas pelekatan kelopak, diamter 5-8 mm, warna merah keunguan; biji bulat jumlah banyak, kecil, putih; akar serabut, putih kotor (Anonim, 2014).


(20)

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.1 : Tanaman Parijoto (Medinilla speciosa Reinw. ex Blume) [Sumber : Koleksi pribadi, Februari, 2015;

http://www.gbif.org/species/3864570#images]

2.1.3 Tempat tumbuh

Parijoto merupakan tumbuhan liar di lereng-lereng gunung atau di hutan-hutan dan kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Tumbuh baik pada tanah yang berhumus tinggi dan lembab, pada ketinggian 800 m sampai 2.300 m di atas permukaan laut. Berbunga pada bulan November hingga Januari dan waktu panen tepat bulan Maret hingga bulan Mei (Anonim, 2014).

2.1.4 Kandungan Kimia

Kandungan kimia buah parijoto diketahui adalah saponin, glikosida, flavonoid dan tanin (Wachidah, 2013: Niswah, 2014).

2.1.5 Khasiat

Secara tradisional parijoto (Medinilla speciosa Reinw. ex Blume) digunakan sebagai obat sariawan, antiradang dan antibakteri (Anonim, 2014). Parijoto dipercaya oleh masyarakat di daerah Gunung Merapi dapat meningkatkan kesuburan janin dan kesehatan ibu (Anggana, 2011). Berdasarkan penelitian,


(21)

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

parijoto mempunyai aktivitas sebagai antioksidan dan antibakteri (Wachidah, 2013 ; Niswah, 2014).

2.2 Kapang Endofit

2.2.1 Deskripsi Kapang Endofit

Kapang endofit adalah kapang yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya (Radji M, 2005). Tanaman yang mengandung endofit sering tumbuh lebih cepat dari tanaman yang tidak terinfeksi. Selain itu juga endofit dapat membantu inang dalam mengambil nutrisi seperti nitrogen dan fosfor (Purwanto, 2011).

Kapang adalah organisme yang paling sering diisolasi sebagai endofit (Strobel and Daisy, 2003). Kapang endofit dapat diisolasi dari hampir semua jaringan tanaman, namun memerlukan seleksi dan skrining yang ketat untuk dapat mengidentifikasi kapang endofit yang menghasilkan metabolit sekunder yang memiliki aktivitas biologi. Bagian organ atau jaringan tanaman tertentu dapat mengandung kapang endofit tertentu pula yang berbeda satu dengan yang lainnya, hal ini merupakan mekanisme adaptasi dari endofit terhadap mikroekologi dan kondisi fisiologis yang spesifik dari masing-masing tanaman inang (Wahyudi, 2001). Kapang yang masih dalam bentuk spora baik dalam daun, akar dan batang tidak dapat diamati tanpa ditumbuhkan dalam medium pertumbuhan. Populasi kapang endofit yang terdapat pada batang dan daun lebih banyak dibandingkan pada akar (Purwanto, 2011).

2.2.2 Mekanisme Kerja Kapang Endofit

Endofit dapat berperan sebagai perangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil melalui produksi fitohormon dan penyedia hara, sebagai penetral kontaminan tanah sehingga meningkatkan fitoremidiasi, dan agen pengendali hayati. Endofit juga dapat berperan dalam mengurangi infeksi nematoda, meningkatkan ketahanan tanaman, memproduksi metabolit sekunder seperti alkaloid, steroid dan lain-lain (Yulianti, 2012).


(22)

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Interaksi endofit yang terjadi dengan tanaman inangnya adalah umumnya simbiosis mutualisme. Mikotoksin yang dihasilkan kapang endofit seperti alkaloid pada tanaman rumput-rumputan mampu melindugi inang dari serangan invertebrata herbivor, nematoda dan patogen. Endofit juga mampu menghasilkan senyawa metabolit yang berperan melindungi inang tanaman dari kondisi lingkungan ekstrim. Endofit yang berada dalam jaringan daun dan ranting tanaman juga berperan dalam peningkatan ketahanan dari tanaman (Ariyono et al., 2014). Peran endofit dalam tanaman, yaitu sebagai berikut :

1. Meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap tekanan abiotik

Mekanisme endofit dalam merangsang pertumbuhan tanaman belum jelas, kecuali beberapa spesies memiliki kemampuan dalam memproduksi fitohormon seperti etilen, auksin, sitokinin atau meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap hara. Endofit pada jagung dari kelompok khamir, Williopsis saturnus

mampu menghasilkan hormon perangsang pertumbuhan tanaman, indole-3-acetic acid (IAA) dan indole-3-pyruvic acid (IPYA) (Yulianti, 2012).

Tekanan abiotik seperti kekeringan, suhu tinggi, atau salinitas seringkali menyebabkan tanaman tidak dapat bertahan hidup. Namun, simbiosis endofit dengan tanaman mampu memicu inangnya mengaktifkan sistem pertahanannya, yaitu dengan (1) Endofit yang menghasilkan senyawa oksigen reaktif untuk mengoksidasi atau denaturasi membran sel inang akan memicu tanaman meningkatkan ketahanannya terhadap tekanan yang menimpanya; (2) Endofit merupakan mikroorganisme yang paling banyak menghasilkan berbagai macam antioksidan, asam fenol dan derivatnya. Senyawa-senyawa tersebut berperan dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap tekanan luar; (3) Simbiosis endofit dengan tanaman mampu meningkatkan adaptasi tanaman terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan (Yulianti, 2012).

2. Kelompok jamur endofit yang berperan sebagai agen pengendali hayati Mekanisme endofitdalam melindungi tanaman terhadap seranganpatogen ataupun serangga meliputi: (1) Penghambatan pertumbuhan patogen secara langsung melalui senyawa antibiotik dan enzim litik yang dihasilkan. Rumput


(23)

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Festucaprantesis merupakan tanaman yang tidakdisukai oleh herbivora termasuk serangga akibat adanya senyawa alkaloid; (2) Penghambatan secara tidak langsung melalui perangsangan endofit terhadap tanaman dalam pembentukan metabolit sekunder seperti asam salisilat dan etilen yang berfungsi dalam pertahanan tanaman terhadap serangan patogen atau yang berfungsi sebagai seperti fitoaleksin; (3) Perangsangan pertumbuhan tanaman sehingga lebih kebal dan tahan terhadap serangan patogen; (4) Kolonisasi jaringan tanaman sehingga patogen sulit penetrasi; dan (5) hiperparasit (Yulianti, 2012).

2.2.3 Metabolit Sekunder dan Manfaat Kapang Endofit

Kapang endofit memiliki prospek yang baik dalam penemuan sumber-sumber senyawa bioaktif yang dalam perkembangan lebih lanjut dapat dijadikan sebagai sumber penemuan obat untuk berbagai penyakit. Beberapa metabolit sekunder yang diproduksi oleh endofit yang telah berhasil diisolasi dan dimurnikan diantaranya adalah sebagai penghasil antibiotik, antivirus, antikanker, antimalaria, dan antioksidan (Radji, 2005).

Berbagai jenis endofit telah berhasil diisolasi dari tanaman inangnya, dan telah berhasil ditumbuhkan dalam medium yang sesuai. Metabolit sekunder yang diproduksi oleh kapang endofit tersebut telah berhasil diisolasi dan dimurnikan serta telah dielusidasi struktur molekulnya (Strobel and Daisy, 2003). Beberapa metabolit sekunder dan endofit yang berhasil diisolasi dari beberapa tanaman diantaranya yaitu :

1. Mikroba endofit yang menghasilkan antibiotik

a. Muscodor albus merupakan fungi endofit yang dihasilkan dari

Cinnamomum zeylanicum, yaitu fungi yang tidak berspora yang efektif mencegah pertumbuhan fungi dan bakteri lain dengan menghasilkan senyawa volatil.

b. Cryptosporiopsis quercina, yaitu fungi yang diisolasi dari tanaman

Tripterigeum wilfordii yang menghasilkan criptocandin, mempunyai

aktivitas sebagai antifungi terhadap fungi patogen pada manusia yaitu

Candida albicans dan Trichopyton sp. Cryptosporiopsis quercina juga menghasilkan cryptocin, yaitu tetramic acid, yang mempunyai aktivitas


(24)

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

terhadap Pyricularia oryzae serta sejumlah jamur yang patogen terhadap tanaman.

c. Pseudomonas viridiflava, yaitu fungi endofit yang menghasilkan ecomycin

aktif terhadap fungi patogen terhadap manusia yaitu Cryptococcus neoformans dan Candida albicans. Ecomycin merupakan lipopeptida dan memiliki berat molekul 1,153 dan 1,181.

d. Phomopsis sp. menghasilkan phomopsichalasi yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri terhadap Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus,

Salmonella enterica sv Gallinarum, dan juga dapat menghambat

pertumbuhanjamur Candida tropicalis.

2. Mikroba endofit yang menghasilkan antivirus

Cytonaema sp. menghasilkan senyawa protease inhibitor, dan cytonic acid A dan B dihasilkan dari solid-state fermentation. Struktur molekulnya merupakan isomer p-tridepside, berkhasiat sebagai antivirus. Cytonic acid A dan B ini merupakan protease inhibitor dan dapat menghambat pertumbuhan

cytomegalovirus manusia.

3. Mikroba endofit yang menghasilkan metabolit sebagai antikanker

T. andreanae dan T. brevifolia. menghasilkan paclitaxel dan turunannya merupakan senyawa antikanker yang dihasilkan oleh endofit. Paclitaxel

merupakan senyawa diterpenoid yang didapatkan dari tanaman Taxus.

Paclitaxel mempengaruhi molekul tubulin dalam proses pembelahan sel kanker.

4. Mikroba endofit penghasil zat antimalaria

Tanaman Artemisia annua, menghasilkan metabolit artemisinin yang sangat potensial sebagai antimalaria. Colletotrichum sp yang ditemukan pada

Artemisia annua tidak hanya memiliki aktivitas terhadap fungi dan bakteri yang patogen terhadap manusia, tetapi juga memiliki aktivitas terhadap fungi yang patogen terhadap tanaman.

5. Endofit yang menghasilkan antioksidan

Endofit P. microspora menghasilkan senyawa pestacin dan isopestacin yang berhasil diisolasi dari tanaman Terminalia morobensis, yaitu tumbuhan yang hidup di Papua New Guinea. Baik pestacin ataupun isopestacin berhasiat


(25)

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sebagai antioksidan. Isopestacin diduga mempunyai aktivitas antioksidan berdasarkan struktur molekulnya yang mirip dengan flavonoid.

6. Endofit yang menghasilkan aktivitas insektisidal

Nodulisporium sp menghasilkan nodulisporic acids, senyawa diterpen indol baru yang menunjukan sifat insektisidal terhadap larva lalat yang diisolasi dari tanaman Bontia daphnoides. Fungi endofit lainnya, yaitu Muscodor vitigenus

diisolasi dari tanaman Paullina paullinioides menghasilkan naftalen sebagai senyawa utamanya. Naftalena merupakan bahan aktif yang umum digunakan sebagai kapur barus, yang banyak dieksploitasi sebagai pengusir serangga. 7. Endofit yang menghasilkan metabolit yang berkhasiat sebagai antidiabetes.

Fungi endofit Pseudomassaria sp. diisolasi dari hutan tropis Afrika, menghasilkan metabolit yang bekerja seperti insulin, dan tidak seperti insulis senyawa ini tidak rusak pada saluran pencernaan dan memungkinkan diberikan dalam bentuk peroral.

8. Endofit yang menghasilkan senyawa imunosupresif

Fungi endofit Fusarium subglutinans yang diisolasi dari T. wilfordii,

menghasilkan senyawa imunosupresif yang poten. Obat-obat imunospresif digunakan pada pasien yang akan dilakukan tindakan transplantasi organ, dan obat imunosupresif juga dapat digunakan untuk mengatasi penyakit autoimum seperti rematoid artritis dan insulin dependent diabetes.

2.2.4 Isolasi Kapang Endofit

Kapang endofit umumnya diisolasi dari jaringan tumbuhan dan telah disterilkan permukaannya. Sterilisasi permukaan organ tumbuhan yang umum digunakan disinfektan dalam jangka waktu tertentu. Alkohol pada konsentrasi 70-95% umumnya digunakan sebagai disinfektan. Kemampuan alkohol untuk mensterilkan permukaan organ tumbuhan dapat meningkat ketika dikombinasikan dengan bahan kimia lainnya. Bahan kimia yang sering dikombinasikan biasanya adalah natrium hipoklorit (NaOCl) umumnya digunakan konsentrasi 2-10% digunakan dalam seterilisasi permukaan (Zang et al., 2006). Sterilisasi permukaan dilakukan untuk mengeliminasi kontaminasi mikroba epifit atau mikroba yang berada dipermukaan tanaman, kemudian dengan menggunakan pisau steril,


(26)

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

jaringan luar tanaman dihilangkan dan secara hati-hati bagian dalam diletakkan pada permukaan medium isolasi (Strobel and Daisy, 2003).

Medium yang digunakan pada proses isolasi kapang akan berpengaruh terhadap jumlah dan jenis kapang yang diisolasi (Agusta, 2009). Medium isolasi yang digunakan untuk kapang adalah Corn Meal Malt Agar (CMMA), MEA (Malt Extract Agar), Water Agar (WA), dan Potato Dextrose Agar (PDA) (Margino, 2008 ; Noverita et al., 2003 ; Pawle, 2014).

2.3 Fermentasi

Fermentasi dalam mikrobiologi industri digambarkan sebagai proses untuk mengubah bahan dasar menjadi produk yang dikehendaki dalam kultur mikroba tertentu. Pengambilan hasil fermentasi, terdapat sejumlah tahapan yang tergantung bahan awal, konsentrasi awal, kestabilan produk, dan tingkat kemurnian produk akhir yang diinginkan (Purwanto 2011).

Fermentasi dapat menghasilkan : a) Biomassa (sel-sel mikroba), misalnya protein sel tunggal; b) Enzim, misalnya amylase dan protease; c) Metabolit mikroba, yaitu metabolit primer misalnya polisakarida, protein, asam nukleat, dan metabolit sekunder misalnya antibiotika; d) Produk rekombinan, misalnya insulin dan interferon; dan e) Biokonversi, misalnya konversi asam asetat dari etanol, aseton dari propanol, sorbitol serta produk steroid, antibiotika dan prostaglandin (Purwanto 2011). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi adalah:

a) Jumlah sumber karbon dan nutrisi lain harus sesuai baik dalam jumlah dan komposisi dengan mikroba dan produk yang diinginkan.

b) Toksin yang terakumulasi dan dapat menghambat pertumbuhan.

c) Perubahan pH selama proses fermentasi. Perubahan pH dapat diatasi dengan melakukan titrasi pH selama fermentasi berlangsung

1.3.1 Medium Fermentasi

Secara umum, harus tersedia semua nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba untuk memperoleh energi, pertumbuhan, bahan pembentuk sel dan biosintesis produk-produk. Pada pemeriksaan laboratorium mikrobiologi, penggunaan


(27)

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

medium sangat penting untuk isolasi, identifikasi maupun diferensiasi. Medium merupakan kumpulan zat makanan (nutrisi) yang digunakan untuk pertumbuhan mikroba dengan syarat-syarat tertentu. Berdasarkan komposisinya, medium dibedakan menjadi 3, yaitu: a) Medium sintetik. Medium ini komposisinya tertentu dan diketahui, serta berasal dari bahan-bahan kimia; b) Medium semi sintetik. Medium ini sama dengan medium sintetik, hanya ditambah dengan bahan-bahan tertentu yang jumlahnya diketahui tetapi komposisinya tidak pasti, seperti ekstrak yeast, bacto pepton; c) Medium kompleks. Medium ini tidak mempunyai komposisi yang tetap dan sama dari batch ke batch (Purwanto 2011).

Menurut konsistensinya, dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: a) Medium cair, contohnya antara lain medium gula, medium kaldu, medium pepton, dan kaldu darah; b) Medium semi padat, contohnya antara lain SSS (Semi Solid Sucrose), Corry & Blair medium dan Feccher’s medium; c) Medium padat, pada medium padat dapat digunakan suatu bahan pembeku supaya medium dapat memadat, contohnya adalah agar (Pratiwi, 2008).

Medium yang umum digunakan untuk menghasilkan metabolit sekunder yaitu diantaranya Czapek Dox Broth (CDB) mengandung NaNO3 3 g, KCl 0.5 g,

K2HPO4 1 g, MgSO4 0.5 g, FeSO4 0.01 g, sukrosa 30 g ; Potato Dextrose Broth

(PDB) mengandung ekstrak kentang 200 g, dextrosa 20 g ; Potato Dextrose Yeast Extract Broth (PDYEB) mengandung ekstrak kentang 200 g, dextrosa 20 g, yeast extract 2 g ; Malt Extract (ME) mengandung malt extract 20 g, Pepton 1 g, glukosa 20 g (Merlin et al., 2013).

Medium PDY (Potato Dextrose Yeast) mengandung sumber karbon yang berasal dari kentang dan dextrose, serta ekstrak khamir sebagai sumber nitrogen. Senyawa-senyawa sumber karbon dan nitrogen merupakan komponen terpenting dalam medium fermentasi, karena sel-sel mikroba dan berbagai produk fermentasi sebagian besar terdiri dari unsur-unsur karbon dan nitrogen, selain itu juga mengandung garam-garam organik serta beberapa vitamin dan mineral (Kusumaningtyas et al., 2010).


(28)

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4 Sterilisasi alat dan bahan

Menurut Kharisma (2012) sterilisasi alat dan medium dilakukan dengan :

1. Pembakar Bunsen digunakan untuk mensterilkan peralatan seperti ose, jarum, dan spatula dengan cara membakar ujung peralatan tersebut di atas api Bunsen sampai berpijar.

2. Oven digunakan untuk mensterilkan cawan petri, kertas saring, beaker glass

dan alat gelas lainnya yang tidak presisi. Penggunaan alat ini dengan memasukkan alat-alat tersebut ke dalam oven dan dipanaskan dengan suhu 160-170°C selama 1-2 jam.

3. Autoklaf digunakan untuk mensterilkan tabung reaksi bertutup, medium dan Erlenmeyer. Penggunaan alat ini dengan memasukkan alat-alat tersebut ke dalam autoklaf yang ditutup dengan rapat dan nyalakan autoklaf dengan suhu 121°C dan tekanan 1 atm selama 15 menit.

Teknik sterilisasi dengan uap adalah metode yang paling dapat diandalkan untuk dekontaminasi pembuangan laboratorium dan sterilisasi peralatan kaca, medium, dan reagen dalam laboratorium (Sultana, 2007).

2.5 Bakteri Gram positif dan Gram negatif

Bakteri merupakan sel prokariotik yang uniseluler (sel tunggal) dengan struktur internal sederhana. Reproduksi aseksual, khasnya dengan pembelahan sel sederhana. Bakteri yang diinokulasikan pada medium yang sesuai dan pada keadaan yang optimum bagi pertumbuhannya maka terjadi kenaikan jumlah yang amat tinggi dalam waktu yang relatif singkat yaitu 24 jam. Ukuran khas 0,5-1,5 µm x 1,0-0,3 µm. Sel-sel individu bakteri dapat berbentuk seperti elips, bola, batang (silindris), atau spiral (heliks) (Pelczar dan Chan, 1986).

Berdasarkan komposisi dinding selnya, bakteri dibagi menjadi dua golongan, yaitu Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram negatif mengandung lipid lemak atau substansi seperti lemak dalam persentase lebih tinggi dari pada yang dikandung bakteri Gram positif. Dinding sel bakteri Gram negatif juga lebih tipis dari pada sel bakteri Gram positif (Pelczar dan Chan, 1986).


(29)

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 2.1 Memperlihatkan perbedaan ciri bakteri Gram negatif dan bakteri Gram positif (Pelczar dan Chan, 1986).

Ciri Perbedaan relatif

Gram postif Gram negatif Struktur dinding sel Tebal (15-80 nm), berlapis

tunggal

Tipis (10-15 nm), berlapis tiga (multi)

Komposisi dinding sel

Kandungan lipid rendah (1-4%) peptidoglikan ada sebagai lapisan tunggal, komponen utama merupakan lebih dari 50% berat kering pada sel bakteri Asam Tekoat

Kandungan lipid tinggi (11-22%) peptidoglikan ada di dalam lapisan kaku sebelah dalam; jumlahnya sedikit, merupakan sekitar 10% berat kering

Tidak ada asam tekoat Kerentanan terhadap

penisilin

Lebih rentan Kurang rentan

Persyaratan nutrisi Relatif murni pada banyak spesies

Relatif sederhana

Resisten terhadap gangguan fisik

Lebih resisten Kurang resisten

2.6 Bakteri Uji

2.6.1 Staphylococcus aureus

Staphylococcus merupakan bakteri kokus Gram positif, berdiameter 1 µm (Pratiwi, 2008). Kokusnya tersusun tidak teratur. Bentuk seperti anggur yang tidak teratur ini tampak bila bakteri ditumbuhkan pada medium padat, tetapi biasanya terlihat seperti rantai pendek bila ditumbuhkan pada medium cair. Apusan yang diambil dari nanah menunjukan keberadaan yang tunggal atau berpasangan, tandanan, atau rantai pendek yang terdiri dari tiga atau empat sel (Parija, 2009).

Bakteri Staphylococcus aureus mengeluarkan toksin pada makanan berprotein tinggi (daging, telur, susu, ikan). Toksin yang dikeluarkan oleh bakteri ini relatif tahan panas dan tidak mudah dimusnahkan dengan pemanasan normal


(30)

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada prosedur pemasakan makanan. Bakteri Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang cukup kebal di antara mikroorganisme lainnya, dan tahan pemanasan 60°C selama 30 menit. bakteri ini memproduksi enterotoksin yang bersifat stabil terhadap pemanasan dan tahan terhadap aktivitas pemecahan oleh enzim-enzim pencernaan. Selain enterotoksin, bakteri ini juga memproduksi hemolisin, yaitu toksin yang dapat merusak dan memecah sel-sel darah merah. Makanan yang mengandung enterotoksin, yang masuk ke dalam saluran pencernaan akan mencapai usus halus, selanjutnya dengan cepat akan merusak dinding usus halus dan menimbulkan sekresi jaringan usus (Pratiwi, 2008).

2.6.2 Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri enterik utama. Bertindak sebagai patogen juga sebagai bakteri yang menguntungkan, dan menyebabkan bermacam-macam penyakit seperti diare, infeksi pada saluran urin (Talora, 2005).

Escherichia coli merupakan Gram negatif berukuran basil yang berukuran sekitar 1-3 x 0,4-0,7 µm. Basil tersusun secara tunggal ataupun berpasangan.

Escherichia coli merupakan bakteri aerob dan anaerob fakultatif. Tumbuh pada rentan suhu 10-41°C (suhu optimum 37°C) dan pH 7,2. Bakteri tumbuh pada berbagai medium Mueller-Hinton Agar, Nutrient Agar, Blood Agar. dan

MacConkey Agar. Isolasi utama dapat ditemukan dari Nutrient Agar dan Blood Agar (Parija, 2009).

Escherichia coli merupakan bakteri utama pada flora normal usus. Bakteri ini dikenal sebagai bakteri yang sedikit membahayakan dan juga patogen.

Escherichia coli menyebabkan penyakit dengan spektrum luas pada manusia. Merupakan penyebab penting enterik, infeksi saluran urin, neonatal sepsis dan neonatal meningitis. Hemolytic Uremic Syndrome merupakan komplikasi serius terhadap infeksi enterik dengan rantai spesifik Escherichia coli (Parija, 2009).

2.6.3 Bacillus subtilis

Bakteri ini termasuk kelompok bakteri Gram positif dan berbentuk batang. Bakteri ini menyebabkan infeksi pada pada manusia dan hewan. Bakteri ini berasal dari famili bacilliaceae (Jawetz, 2002). Bakteri ini tidak dapat membuat


(31)

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

toksin apapun, namun kadang dapat membuat hemolisis yang larut. Bakteri ini bersifat patogen, menyebabkan infeksi pada telur dan dapat mencemari botol transfusi darah sehingga melisiskan sel darah (Singelton, 1981). Klasifikasi bakteri ini adalah sebagai berikut :

Kingdom : Bacteria Filum : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Bacillales Famili : Bacilliceae Genus : Bacillus

Spesies : Bacillus subtilis (Madigan et al., 2003)

Bakteri ini memiliki beberapa karakteristik. Karakteristik tersebut antara lain spesies ini merupakan spesies basili yang dapat bergerak (motile), menghasilkan enzim katalase, berukuran 1,5-4,0 x 0,5-0,8 µm, koloni pada medium Nutrient Agar (setelah 24 jam pada suhu 37°C) berbentuk lingkarang tidak rata, kekuningan, tidak mengkilap, berdiameter 5 mm (Singelton, 1981).

2.6.4 Salmonella enterica sv typhimurium

Genus Salmonella diklafisikasikan ke dalam kelas γ-proteobacteria dan Famili Enterobacteriaceae. Klasifikasi bakteri ini adalah sebagai berikut :

Kingdom : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Zymobacteria Ordo : Enterobacteriaceae Famili : Enterobacteriaceae Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella enterica sv typhimurium

Bakteri ini termasuk Gram negatif, tidak membentuk spora, dan merupakan bakteri anaerob fakultatif yang berbentuk batang. Subspesies I

enterica terutama banyak ditemukan pada mamalia dan burung dan merupakan penyebab utama penyakit pada organisme ini. Pada mamalia, infeksi ynag disebabkan oleh Salmonella enterica spp. umumnya terjadi ketika mengkonsumsi


(32)

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

makanan atau air yang terkontaminasi dan, kemudian masuk ke dalam saluran pencernaan. Pada manusia, terdapat dua penyakit utama yang disebabkan oleh

Salmonella, yaitu demam enterik dan penyakit diare (Coromina, 2013).

2.6.5 Shigella dysenteriae

Shigella dysenteriae adalah bakteri tidak berflagel, Gram negatif, bersifat fakultatif anaerobik, tidak meragikan laktosa tetapi meragikan karbohidrat yang lainnya, menghasilkan asam tetapi tidak menghasilkan gas (Jawetz et al., 2005). Klasifikasi bakteri ini adalah :

Kingdom : Bacteria Filum : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria Ordo : Enterobacteriales Familia : Enterobacteriaceae Genus : Shigella

Spesies : Shigella dysenteriae (Jawetz et al., 2005)

Habitat alamiah Shigella dysenteriae terbatas pada saluran pencernaan manusia dan dapat menimbulkan infeksi yang disebut disentri basiler. Bakteri

Shigella dysenteriae adalah bakteri yang memiliki morfologi batang ramping, tidak berkapsul, tidak bergerak, tidak membentuk spora, bersifat fakultatif anaerob tetapi paling baik tumbuh secara aerobik. Bentuk koloni Shigella dysenteriae konveks, bulat, transparan dengan pinggir-pinggir utuh mencapai diameter kira-kira 2 mm dalam 24 jam. Bakteri ini sering ditemukan pada perbenihan diferensial karena ketidakmampuannya meragikan laktosa (Jawetz et al., 2005).

2.7 Pewarnaan bakteri

Sebagian besar mikroorganisme tidak berwarna, maka untuk dapat melakukan pengamatan di bawah mikroskop cahaya diperlukan pewarnaan mikroorganisme dengan menggunakan pewarna. Sebelum mikroorganisme dapat diwarnai, mikroorganisme tersebut harus terlebih dahulu difiksasi agar terikat (menempel) pada kaca objek. Tanpa adanya fiksasi, maka pemberian zat warna


(33)

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada mikroorganisme yang dilanjutkan dengan prosedur pencucian zat warna dengan air mengalir dapat menyebabkan mikroorganisme ikut tercuci (Pratiwi, 2008).

Ada tiga macam prosedur pewarnaan, yaitu pewarnaan sederhana (simple stain), pewarnaan diferensial (differential stain), dan pewarnaan khusus (special stain) (Pratiwi, 2008).

1. Pewarnaan sederhana

Pada pewarnaan sederhana hanya menggunakan satu macam pewarna dan bertujuan mewarnai seluruh mikroorganisme sehingga bentuk seluler dan struktur dasarnya dapat terlihat. Biasanya suatu bahan kimia ditambahkan ke dalam larutan pewarna untuk mengintensifkan warna dengan cara meningkatkan afinitas pewarna pada spesimen biologi. Bahan kimia ini disebut mordant (penajam). Contoh pewarna sederhana adalah carbol fuchsin dan safranin.

2. Pewarnaan diferensial

Pewarnaan diferensial menggunakan lebih dari satu pewarna dan memiliki reaksi yang berbeda untuk setiap bakteri, sehingga digunakan untuk membedakan bakteri. Pewarnaan diferensial yang sering digunakan adalah pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram ini mampu membedakan dua kelompok besar bakteri, yaitu Gram positif dan Gram negatif.

Pada pewarnaan Gram ini, bakteri yang telah difiksasi dengan panas sehingga membentuk noda pada kaca objek diwarnai dengan pewarna basa yaitu

crystal violet. Karena warna ungu mewarnai seluruh sel, maka pewarna ini disebut pewarna primer. Selanjutnya pewarna dicuci dan pada noda spesimen ditetesi Iodin yang merupakan mordant. Setelah Iodin dicuci, baik Gram positif maupun Gram negatif bewarna ungu. Selanjutnya noda spesimen dicuci dengan alkohol yang merupakan decoloring agent (senyawa peluntur warna) yang pada spesies bakteri tertentu dapat menghilangkan warna ungu dari sel.

Preparat dicuci alkohol, kemudian diwarnai kembali dengan safranin yang merupakan pewarna basa berwarna merah. Bakteri yang tetap berwarna ungu digolongkan ke dalam Gram positif, sedangkan bakteri yang berwarna merah digolongkan ke dalam Gram negatif.


(34)

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Pewarnaan khusus

Pewarnaan khusus digunakan untuk mewarnai dan mengisolasi bagian spesifik dari mikroorganisme, misalnya endospora, kapsul, dan flagela.

2.8 Fase pertumbuhan mikroorganisme

Ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme yaitu fase lag, fase log (fase eksponensial), fase stasioner dan fase kematian (Pratiwi, 2008).

1. Fase lag (fase adaptasi), yaitu fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Lama fase lag tergantung pada kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan medium pertumbuhan.

2. Fase log (fase eksponensial), merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat medium, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial. Hal yang dapat menghambat laju pertumbuhan adalah bila satu atau lebih nutrisi dalam kultur habis, sehingga hasil metabolisme yang bersifat racun akan tertimbun dan menghambat laju pertumbuhan. Untuk mikroorganisme aerob, nutrisi yang membatasi pertumbuhan biasanya adalah oksigen. Bila konsentrasi sel mikroorganisme melebihi 1x107/mL, maka laju pertumbuhan akan berkurang, kecuali bila oksigen dimasukkan secara paksa ke dalam kultur dengan cara pengadukan (shaking). Bila konsentrasi sel mencapai 4-5x109/mL, laju penyebaran oksigen tidak dapat memenuhi kebutuhan meskipun dalam kultur tersebut diberikan udara yang cukup, dan pertumbuhan akan diperlambat secara progresif.

3. Pada fase stasioner, pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati. Pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang toksik. Pada sebagian besar kasus, pergantian sel terjadi dalam fase stasioner ini. Terdapat kehilangan sel yang lambat karena kematian diimbangi oleh pembentukan sel-sel baru melalui pertumbuhan dan pembelahan dengan nutrisi yang dilepaskan oleh sel-sel yang mati karena mengalami lisis.


(35)

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Pada fase kematian, jumlah sel yang mati meningkat. Faktor penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik.

2.9 Antibakteri

Antibakteri adalah zat aktif yang memiliki efek menghambat atau mematikan bakteri. Obat yang dapat digunakan untuk antibakteri harus memiliki toksisitas selektif setinggi mungkin, yaitu obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba tetapi relatif tidak toksik pada hospes (Setiabudi, 2007).

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semi sintetik atau sintetik penuh. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal dengan kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM) (Setiabudi, 2007).

Berdasarkan mekanisme kerjanya antibakteri dibagi dalam 5 kelompok (Setiabudi, 2007) yaitu:

a. Antibakteri yang menggangu metabolisme sel bakteri

Antibakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamida, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Bakteri membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya, bakteri mensintesis sendiri asam folat dari asam amino benzoat (PABA) untuk kebutuhan hidupnya. Bila antibakteri menang bersaing dalam pembentukan asam folat maka terbentuk analog asam folat yang nonfungsional. Akibatnya, kehidupan bakteri akan terganggu.

a. Antibakteri yang menghambat sistesis dinding sel bakteri

Dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer mukopeptida (glikopeptida). Antibakteri akan menghambat reaksi paling dini dalam proses sintesis dinding sel dan reaksi terakhir (transpeptidasi) dalam rangkaian reaksi tersebut. Obat yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin dan sikloserin.


(36)

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Antibakteri yang menggangu keutuhan membran sel bakteri

Obat yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah polimiksin dan golongan polien. Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain.

c. Antibakteri yang menghambat sintesis protein sel bakteri

Obat yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah golongan aminoglikosida, makrolida, linkosamida, tetrasiklin dan kloramfenikol. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan tRNA dan mRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri dua unit (30S dan 50S). Misalnya, streptomisin berikatan dengan komponen ribosom 30S dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA, akibatnya terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel bakteri.

d. Antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba

Antibakteri akan berikatan dengan enzim polymerase RNA (pada sub unit) sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Antibakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah rifampisin dan golongan kuinolon.

2.10 Uji aktivitas antibakteri

Metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi aktivitas antibakteri dalam bahan alam terbagi tiga kelompok, yaitu metode bioautografi, difusi dan dilusi. Metode bioautografi dan difusi dikenal sebagai teknik kualitatif karena metode ini hanya memberikan informasi mengenai ada atau tidaknya aktivitas nya dalam suatu sampel uji. Metode dilusi merupakan teknik kuantitatif yang dapat digunakan untuk mengukur Konsentrasi Hambat Minimum/KHM (Valgas et al., 2007).

1.10.1 Metode difusi

Metode difusi sering digunakan untuk uji yang rentan terhadap senyawa murni, senyawa polar ataupun nonpolar. Pada prosedur ini, kertas filter cakram (kira-kira berdiameter 6 mm), berisi senyawa uji yang ditempatkan pada permukaan yang sebelumnya telah diinokulasi dengan bakteri uji. Agen


(37)

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

antibakteri akan berdifusi ke dalam agar dan menghambat pertumbuhan dari bakteri uji. Cawan petri diinkubasi dan zona inhibisi diukur. Pada metode silinder, silinder dari stainless steel atau porcelin dengan ukuran yang seragam (biasanya 8 mm x 6 mm x 10 mm) ditempatkan diatas agar terinokulasi di dalam cawan petri, dan diisi dengan sampel dan standar. Setelah diinkubasi, silinder dipindahkan dan zona inhibisi yang terbentuk diukur. Pada uji menggunakan hole-plate, dibuat beberapa milimeter lubang pada permukaan agar yang diinokulasi dan kemudian diisi sampel. Larutan uji akan berdifusi ke dalam medium agar dan menghambat pertumbuhan organisme. Cawan petri dibiarkan pada suhu ruangan untuk proses inkubasi, kemudian zona hambat yang terbentuk diukur (Choma dan Grzelak, 2010).

1.10.2 Metode dilusi

Metode ini memiliki kemampuan untuk mengukur Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) (Pratiwi, 2008). Dua jenis metode dilusi adalah dilusi adalah agar dan pengenceran tabung (Choma dan Grzelak, 2010). Pratiwi (2008) membedakan metode dilusi menjadi dilusi cair (serial dilution) dan dilusi padat. Pada dilusi cair, dibuat seri pengenceran agen antibakteri pada medium cair yang ditambahkan dengan metode uji. Larutan uji agen antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM dikultur ulang tanpa penambahan bakteri uji ataupun agen antibakteri, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Medium cair yang terlihat tetap jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) (Pratiwi, 2008).

Metode dilusi padat serupa dengan metode dilusi cair tapi menggunakan medium padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antibakteri yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa bakteri uji (Pratiwi, 2008).


(38)

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.11 Faktor-faktor yang mempengaruhi metode difusi pada pengujian antibakteri

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengamatan aktivitas antibakteri dengan metode difusi (Lorian, 1980 dalam Yulia, 2005), antara lain : a. Kedalaman agar

Untuk memperoleh sensitivitas yang optimal, cawan petri diisi dengan lapisan agar tidak lebih dari 2 sampai 3 mm dan merata pada setiap bagiannya. b. Ukuran inokulum

Ukuran inokulum merupakan salah satu variabel penting yang berpengaruh pada besar kecilnya zona hambatan dan konsentrasi hambat minimum. Jika ukuran inokulum kecil, akan diperlukan lebih banyak waktu untuk mencapai massa zat sel bakteri. Akibatnya zoba hambat yang terbentuk akan menjadi lebih besar, dan konsentrasi hambat minimum menjadi lebih kecil.

c. Komposisi medium

Aktivitas zat antibakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kation-kation dalam medium, pH medium dan adanya berbagai macam bahan antagonis. Kecepatan difusi zat antibakteri ditentukan oleh konsentrasi medium, konsentrasi berbagai ion dan adanya ikatan elektrostatik antara zat antibakteri dengan sekumpulan ion dalam medium. Kapasitas nutrisi dari medium perumbuhan juga sangat mempengaruhi panjangnya fase pertumbuhan dari bakteri uji, dan akan turut mempengaruhi ukuran zona hambatan dan konsentrasi hambat minimum.

d. Temperatur medium

Tiap-tiap golongan mikroba memiliki temperatur pertumbuhan optimal (jamur umumnya 20-37°C, bakteri 30-37°C) (Pelczar dan Chan, 1986). Maka temperatur inkubasi akan sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroba uji. Kecepatan pertumbuhan akan menurun pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur optimal pertumbuhan mikroba dan terhenti pada temperatur ekstrim bagi mikroba. Hal yang sama terjadi pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur optimal pertumbuhan.


(39)

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

e. Waktu inkubasi

Besarnya zona hambatan juga ditentukan oleh jangka waktu inkubasi, misalnya kebanyakan bakteri patogen dapat diamati pertumbuhan setelah 5 atau 6 jam inkubasi. Pada inkubasi selanjutnya zona hambatan akan menjadi lebih kecil karena terjadi pertumbuhan bakteri pada tepi zona hambatan dan konsentrasi hambatan minimum akan besar.

f. Konsentrasi zat antimiktoba

Semakin tinggi konsentrasi zat aktif antibakteri akan semakin besar hambatan terhadap pertumbuhan mikroba, sehingga zona hambatan akan semakin besar.


(40)

25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) dan Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Waktu penelitian dimulai pada bulan Februari hingga bulan Juni 2015.

3.2 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu : Laminar Air Flow,

incubator (Memmert), spektrofotometer (Hitachi), shaker (Stuart Scientific), alat sentrifus (Hettich zentrifugen), Oven (Memmert), timbangan (Scout Pro), mikroskop cahaya (Shimadzu), autoklaf (Jall American), autoklaf digital (ALP),

hot plate (ARE Heating Magnetic Stirrer), kertas saring steril, paper disc, micro pipet dan tip, magnetic stirrer, pinset, cawan petri, tabung reaksi, jarum ose, ose bulat, beaker glass, gelas ukur, tabung reaksi, bunsen, glass object, cover glass,

kaca arloji, batang pengaduk, batang penyebar kaca segitiga, spatula, labu Erlenmeyer, dan alat-alat gelas lainnya yang umum digunakan pada Laboratorium Mikrobiologi.

3.3 Bahan 3.3.1 Tanaman

Sampel tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman Parijoto (Medinilla speciosa Reinw. ex Blume) yang diperoleh dari lereng Gunung Muria pada bulan Februari 2015. Bagian tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian ranting buah dan ranting daun. Tanaman ini telah dideterminasi di Herbarium Bogoriense, LIPI, Cibinong, Bogor.

3.3.2 Bahan Kimia Sterilisasi Permukaan :

Larutan Natrium Hipoklorit (NaOCl) 5,25% (Baycline), etanol 70%, dan akuades steril.


(41)

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.3 Medium Pertumbuhan Mikroba :

a. Medium yang digunakan untuk isolasi dan pemurnian kapang endofit yaitu: Potato Dextrose Agar (Merck)

b. Medium yang digunakan untuk kultur dan pertumbuhan bakteri yaitu :

Nutrient Broth (Merck), Nutrient Agar (Merck).

c. Medium yang digunakan untuk fermentasi kapang endofit Potato Dextrose Broth (PDB), Yeast Extract (Merck), dan CaCO3.

d. Medium yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri yaitu: Mueller Hinton Agar (Oxoid).

3.3.4 Bahan Uji Aktivitas Antibakteri

a. Bakteri uji : Escherichia coli ATCC 8739, Staphylococcus aureus ATCC 6538, Salmonella enterica sv typhimurium ATCC 14028, Shigella dysenteriae ATCC 13313, dan Bacillus subtilis ATCC 6633.

b. Bahan pewarnaan Gram: Kristal violet 0,5%, cairan Lugol, etanol 96%, Safranin.

c. Antibiotik : Kloramfenikol

d. Bahan pengenceran inokulum: NaCl fisiologis 0,9%

3.4 Cara Kerja

3.4.1 Pembuatan medium isolasi, medium peremajaan dan medium pemeliharaan

1) Potato Dextrose Agar (PDA) Plate

Ditimbang Potato Dextrose Agar 39 g kemudian ditambahkan 1000 mL akuades, lalu dihomogenkan dengan menggunakan magnetik stirer dan dipanaskan di atas hot plate. Medium disterilisasi dalam autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121°C (Atika, 2007). Medium didinginkan dalam suhu ruang hingga suhunya mencapai ±40°C, kemudian segera dituang secara aseptis ke dalam cawan petri sebanyak ±10 mL. Medium PDA dalam cawan petri dibiarkan menjadi dingin (Purwanto, 2011).


(42)

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2) Potato Dextrose Agar (PDA) Slant

Ditimbang Potato Dextrose Agar 39 g kemudian ditambahkan 1000 mL akuades, lalu dihomogenkan dengan menggunakan magnetik stirer dan dipanaskan di atas hot plate. Medium disterilisasi dalam autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121°C (Atika, 2007). Medium didinginkan dalam suhu ruang hingga suhunya mencapai ±40°C, kemudian segera dituang secara aseptis ke dalam tabung reaksi sebanyak ±5 mL dan dimiringkan ±450 dan dibiarkan memadat sebelum digunakan (Purwanto, 2011).

3.4.2 Pembuatan medium perbanyakan dan fermentasi

1) Nutrient Broth (NB)

Ditimbang sebanyak 8 g bubuk NB ditambahkan 1000 mL akuades. Larutan dihomogenkan dengan menggunakan magnetik stirer dan dipanaskan di atas hot plate. Medium disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Ningtyas, 2010).

3) Nutrient Agar (NA) Plate

Ditimbang sebanyak 8 g bubuk NB, 15 g Agar, kemudian ditambahkan 1000 mL akuades. Larutan dihomogenkan dengan menggunakan magnetik stirer dan dipanaskan di atas hot plate. Medium disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Ningtyas, 2010). Larutan kemudian dimasukkan secara aseptis ke dalam cawan petri sebanyak ±10 mL.

4) Nutrient Agar (NA) Slant

Ditimbang sebanyak 8 g bubuk NB, 15 g Agar, ditambahkan 1000 mL akuades. Larutan dihomogenkan dengan menggunakan magnetik stirer dan dipanaskan di atas hot plate. Medium disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Ningtyas, 2010). Larutan dimasukkan secara aseptis ke dalam tabung reaksi ±5 mL, kemudian tabung reaksi dimiringkan ±450 dan dibiarkan memadat.


(43)

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2) Potato Dextrose Yeast (PDY)

Ditimbang 200 g kentang yang telah dikupas dan dibersihkan, ditambahkan 200 mL akuades, kemudian dipanaskan sampai mendidih. Ekstrak kentang disaring, kemudian ditambahkan Dextrose sebanyak 22 g,

Yeast Extract 4,4 g, dan ditambahkan akuades sampai 1000 mL. Campuran bahan dihomogenkan sambil diaduk sampai mendidih, kemudian. CaCO3 sebanyak 1,1 g ditambahkan dan diaduk hingga merata

dan diukur pHnya sampai 6. Medium dimasukkan ke dalam botol fermentasi sebanyak 200 mL, kemudian disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit, pada suhu 121°C.

3.4.3 Pembuatan Medium Pengujian

1) Mueller Hinton Agar (MHA)

Ditimbang sebanyak 37 g bubuk Mueller Hinton Agar (MHA), ditambahkan 1000 mL aquades, kemudian dihomogenkan dengan menggunakan magnetik stirer dan dipanaskan di atas hot plate. Medium disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Suciatmih, 2008).

3.5 Sterilisasi Permukaan dan Isolasi Kapang Endofit

Sterilisasi tanaman ini mengacu pada Radji et al., (2011) dengan sedikit modifikasi. Ranting daun dan ranting buah tanaman yang masih segar masing-masing dipotong 10 cm kemudian dicuci di bawah air mengalir selama 10 menit. Ranting daun dan ranting buah tanaman parijoto di kering anginkan di atas kertas saring steril. Rendam potongan ranting dan buah dengan dalam etanol 70% selama 1 menit, larutan NaOCl 5,25% selama 5 menit, etanol 70% lagi selama 30 detik, dan yang terakhir bilas dengan akuades steril selama 3-5 detik.

Ranting yang sudah steril kemudian dikeringkan di atas kertas saring steril. Ranting daun dipotong menjadi potongan-potongan kecil berukuran ±1,5 cm kemudian dibelah membujur menggunakan pisau steril, sedangkan ranting daun dipotong menjadi potongan-potongan berukuran ±1 cm kemudian dibelah melintang. Isolasi kapang endofit menggunakan medium PDA. Ranting ditanam


(44)

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

di atas permukaan medium PDA dengan bagian potongan menempel pada medium. Medium yang telah diinokulasi dengan potongan ranting daun dan ranting buah diinkubasi pada suhu ruang selama 5-21 hari tergantung dari tingkat pertumbuhan kapang (Rustanti, 2007 ; Purwanto, 2011). Setiap cawan petri dapat ditanam 2 potongan ranting. Sebagai kontrol, inokulasikan air bilasan terakhir pada medium PDA. Proses isolasi dilakukan secara duplo. Bagan mengenai tahapan isolasi dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.6 Pemurnian Kapang Endofit

Pemurnian dilakukan pada medium koloni kapang yang tumbuh pada medium PDA ke medium PDA baru dalam keadaan aseptik. Pemurnian dilakukan berdasarkan kenampakan morfologi secara makroskopis yang meliputi warna dan bentuk koloni (Ariyono, 2014).

Kapang endofit yang tumbuh pada medium PDA kemudian dimurnikan ke dalam medium PDA baru dengan cara hifa kapang diinokulasikan dengan menggunakan ose dari medium isolasi PDA kemudian diletakkan pada medium PDA baru kemudian diinkubasi selama 7-14 hari pada suhu ruang. Setiap koloni kapang endofit yang berbeda dipindahkan ke dalam satu cawan petri berisi medium PDA baru hingga diperoleh isolat murni (Rachmayani, 2008). Setiap isolat kapang endofit dibuat duplo pada agar miring, masing-masing sebagai stock culture dan working culture (Handayani, 2007). Bagan mengenai tahapan pemurnian kapang endofit dapat dilihat pada Lampiran 4.

3.7 Karakterisasi kapang endofit

Karakterisasi kapang endofit dilakukan secara makroskopik dan mikroskopik. Karakterisasi makroskopik kapang endofit dilakukan dengan mengamati morfologi dan pertumbuhan koloni (Rustanti, 2007), yaitu dengan mengamati morfologi koloni, diameter koloni, warna dan permukaan koloni (granular seperti tepung, menggunung, licin), tekstur, zona, daerah tumbuh, garis-garis radial dan konsentris, warna balik koloni (reverse color) (Jauhari, 2010; Ramadhan, 2011). Pengamatan secara mikroskopis dilakukan dengan menggunakan metode Slide Culture (Atlas et al., 1984).


(45)

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahapan metode Slide Culture yaitu : kertas kering diletakkan pada dasar cawan petri dan diatasnya diletakkan kaca objek dan cover glass, kemudian cawan petri tersebut disterisasi dalam auotoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Setelah itu, kertas saring dalam cawan Petri dibasahi dengan akuades steril (Kumala and Nur, 2008). Kaca objek ditetesi medium PDA dan dibiarkan memadat, kemudian isolat kapang endofit diinokulasikan pada medium. Kaca objek yang telah mengandung medium dan isolat kapang ditutup dengan cover glass. Kapang endofit diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang. Hasil inkubasi diamati di bawah mikroskop pada pembesaran 20 kali, 40 kali dan 100 kali (Atlas

et al., 1984 dalam Jauhari, 2010 dengan modifikasi). Bagan mengenai tahapan karakterisasi kapang endofit dapat dilihat pada Lampiran 5.

3.8 Seleksi Kapang Endofit Penghasil Antibakteri

Skrining isolat kapang endofit penghasil antibakteri dilakukan dengan menginokulasikan 1 potongan agar berukuran 6 mm isolat kapang endofit umur 14 hari ke medium NA yang mengandung bakteri uji. Kultur diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari. Aktivitas antibakteri kapang endofit dilihat dari zona hambat yang terbentuk (Elfina et al., 2013 dengan modifikasi). Bagan mengenai tahapan skrining kapang endofit dapat dilihat pada Lampiran 6.

3.9 Fermentasi Kapang Endofit

Hasil metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang endofit dapat diperoleh melalui suatu proses fermentasi, menggunakan medium PDY cair. Koloni kapang endofit yang telah dikultur dalam medium PDA selama 7 hari, diambil menggunakan sedotan steril tiga potongan, bulatan agar yang mengandung isolat kapang endofit diambil menggunakan jarum ose dimasukkan ke dalam 200 mL medium PDY cair. Kultur tersebut diinkubasi pada suhu ruang selama 14 hari dengan kultur diam (statis) (Kumala et al., 2006b dengan modifikasi). Biomassa dipanen dengan menggunakan sentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh akan digunakan untuk uji hayati (Kumala et al., 2006a). Bagan mengenai tahapan skrining kapang endofit dapat dilihat pada Lampiran 7.


(46)

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.10 Peremajaan bakteri uji

Peremajaan bakteri dilakukan dengan mengambil dari stok bakteri dalam agar miring Nutrient Agar (NA) diremajakan kembali pada Nutrient Agar (NA) miring baru dengan cara menggoreskan masing-masing bakteri menggunakan ose yang telah disterilkan dengan cara memijarkan pada api bunsen. Bakteri yang sudah digoreskan pada medium NA baru kemudian diinkubasi pada suhu 35°C selama 24 jam (Atikah, 2013). Pengerjaan dilakukan dalam kondisi steril di dalam

Laminar Air Flow (Jauhari, 2010).

3.11 Uji Kemurnian Bakteri Uji

Uji Kemurnian dilakukan secara makroskopik dan mikroskopik. Pengamatan makroskopik bakteri uji dilakukan dengan mengamati morfologi dan pertumbuhan koloni (Rustanti, 2007). Bakteri uji diambil satu ose diletakkan diatas kaca objek yang telah ditetesi sedikit NaCl 0,9%. Bakteri disebar pada kaca objek dengan menggunakan ose bulat kemudian difiksasi dengan cara dilewatkan di atas api. Larutan kristal violet diteteskan di atas preparat dan dibiarkan selama 1 menit, kemudian preparat dicuci dengan air mengalir. Preparat kemudian ditetesi cairan lugol dan dibiarkan selama 45-60 detik, kemudian dicuci dengan air mengalir. Preparat dicuci lagi dengan etanol 96% dan digoyang-goyangkan selama 30 detik. Setelah itu safranin diteteskan di atas preparat dan dibiarkan selama 1-2 menit. Preparat dicuci dengan air dan dikeringkan dengan tisu. Amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali (Rachmayani, 2008). Bagan mengenai tahapan uji kemurnian bakteri dapat dilihat pada Lampiran 5.

3.12 Pembuatan Kurva Tumbuh

Bakteri uji pada medium agar miring diremajakan selama 18-24 jam pada suhu 35°C (Rachmayani, 2008). Kurva tumbuh dibuat pada masing-masing bakteri untuk menentukan fase log dari bakteri yang akan diuji, saat terjadinya kecepatan pertumbuhan yang paling tinggi. Sebanyak 150 µL suspensi bakteri dimasukkan ke dalam 150 mL medium NB kemudian dilakukan perhitungan absorbansi pada panjang gelombang 600 nm.


(47)

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Perhitungan nilai absorbansi dilakukan setiap selang waktu 60 menit selama 24 jam, dimulai t=0 dan digunakan sebagai kurva standar. Bakteri diinkubasi di atas shaker dengan kecepatan 120 rpm pada suhu 35°C (Utami, 2009 dengan modifikasi). Bagan mengenai tahapan pembuata kurva pertumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 8.

3.13 Uji Aktivitas Antibakteri

Suspensi bakteri yang didapat dari kurva tumbuh diambil 1 mL dimasukkan secara aseptis ke dalam cawan petri steril kemudian ditambahkan medium MHA sebanyak ±10 mL. Suspensi yang telah diberi agar dalam cawan petri digoyangkan perlahan untuk memperoleh suspensi bakteri yang tersebar merata pada medium MHA (Rachmayani, 2008).

Uji aktivitas antibakteri dilakukan secara in vitro dengan metode difusi cakram. Larutan uji yaitu supernatan isolat kapang dari hasil fermentasi diserapkan sebanyak 20 µL pada kertas cakram steril. Cakram yang sudah diresapi larutan uji diletakkan pada permukaan medium uji. Kontrol positif yang digunakan pada uji aktivitas antibakteri yaitu menggunakan cakram kloramfenikol. Kontrol negatif yang digunakan yaitu aquades steril. Bakteri uji diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35°C. Amati zona hambatan yang terbentuk setelah inkubasi. Ukur diameter zona hambat dengan jangka sorong (Atika, 2007 dengan modifikasi). Bagan mengenai tahapan uji aktivitas antibakteri dapat dilihat pada Lampiran 9.


(48)

33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Determinasi Tanaman

Tanaman parijoto (Medinilla speciosa Reinw. ex Blume) yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari lereng Pegunungan Muria, Kudus dan telah dideterminasi di Herbarium Bogoriense, LIPI, Cibinong, Bogor untuk membuktikan identitasnya. Hasil determinasi menunjukan bahwa bahan uji yang digunakan adalah Medinilla speciosa Reinw. ex Blumesuku Melastoceace. Hasil determinasi tanaman parijoto dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.2 Isolasi dan Pemurnian Kapang Endofit

Pemilihan tanaman yang akan diisolasi untuk menghasilkan endofit memiliki beberapa ketentuan, yaitu : 1) Tanaman dari lingkungan yang unik, terutama yang memiliki sifat biologi yang tidak biasa; 2) Tanaman yang punya sejarah etnobotani yang dihubungkan dengan penggunaan spesifik oleh penduduk asli suatu daerah; 3) Tanaman endemik pada suatu daerah dan masa pertumbuhannya membutuhkan waktu lama; 4) Tanaman yang tumbuh di daerah dengan keanekaragaman hayati yang tinggi (Strobel and Daisy, 2003).

Tanaman Parijoto mengandung senyawa flavonoid, tannin dan terpenoid, dimana senyawa flavonoid ini diketahui sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas farmakologi yang luas antara lain dapat menghasilkan senyawa yang berfungsi sebagai antibakteri, antioksidan, dan lain sebagainya. Pada penelitian ini ingin diketahui apakah tanaman parijoto (Medinilla specioca Reinw. ex Blume) memiliki aktivitas terhadap bakteri patogen penyebab penyakit sehingga diketahui manfaatnya sebagai antibakteri. Pemilihan tanaman parijoto ini karena parijoto merupakan tumbuhan musiman yang biasanya tumbuh pada bulan Februari hingga Mei dan secara etnobotani digunakan oleh masyarakat di daerah Kudus untuk mengobati peyakit sariawan dan diare.

Endofit biasanya bertempat pada bagian tanaman yang berada di atas tanah, seperti daun, batang, kulit batang, tangkai daun, dan alat reproduktif (Faeth and Fagan, 2002). Hal ini berhubungan dengan banyaknya paparan sinar matahari


(49)

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang diterima bagian tersebut. Endofit dapat membentuk koloni di salah satu bagian dalam jaringan tanaman, sehingga tidak semua jaringan tanaman yang ditanam secara acak terjadi pertumbuhan mikroba endofit (Johnston et al., 2006).

Rangkaian pengujian yang dilakukan adalah pertama dengan mengisolasi kapang endofit dari ranting tanaman parijoto. Bagian ranting parijoto yang digunakan adalah ranting daun dan ranting buah. Gambar ranting parijoto dapat dilihat pada Lampiran 10.

Isolasi kapang endofit dilakukan dengan sterilisasi permukaan. Proses sterilisasi permukaan dilakukan untuk mengeliminasi kontaminasi mikroba epifit atau mikroba yang berada dipermukaan tanaman sehingga kapang yang tumbuh pada medium isolasi benar-benar kapang endofit (Strobel and Daisy, 2003) dan juga suatu prosedur untuk memisahkan atau mengisolasi tiap-tiap jenis kapang dan populasinya (Wahyudi, 2001). Proses sterilisasi permukaan sampel tidak digunakan etanol murni, tetapi digunakan etanol 70% karena proses denaturasi protein mikroba memerlukan keberadaan air, dan etanol dengan kadar 70% adalah kadar yang optimal untuk tujuan ini. Natrium hipoklorit (NaOCl) mempunyai kemampuan germisidal yang bekerja mengoksidasi protein sehingga membran sel mikroorganisme rusak dan terjadi inaktivasi enzim mikroorganisme (Pratiwi, 2008).

Proses isolasi kapang endofit selanjutnya adalah menanam ranting daun dan ranting parijoto pada medium PDA dengan posisi permukaan belahan menempel pada medium. Medium Potato Dextrose Agar (PDA) digunakan untuk menumbuhkan kapang endofit Medinilla speciosa. Medium PDA digunakan karena medium ini tidak cocok untuk pertumbuhan bakteri dan kapang patogen sehingga mengurangi kemungkinan adanya kontaminasi (Strobel et al., 2001). Medium PDA mengandung ekstrak kentang, salah satu sumber karbohidrat yang digunakan sebagai nutrisi untuk pertumbuhan kapang.

Kapang endofit yang telah didapat dari proses isolasi, kemudian dilakukan proses pemurnian. Proses pemurnian bertujuan untuk mendapatkan kultur endofit yang murni. Waktu inkubasi yang diperlukan untuk mengisolasi kapang endofit termasuk cukup lama karena umumnya kapang endofit bersifat lambat (slow grower) (Wahyudi, 2001). Pengamatan koloni dilakukan dengan menggunakan


(1)

73

Gambar 4.15 Hasil seleksi terhadap Bacillus subtilis

RB11 (No.1), RB12 (No.2), RB13 (No.3), RB14 (No.4), RB21 (No.5), RB23 (No.7), RD22 (No.15) dan RD26 (No.19)

Gambar 4.16 Hasil seleksi terhadap Salmonella enterica sv typhimurium

RB11 (No.1), RB12 (No.2), RB13 (No.3), RB14 (No.4), RB21 (No.5), RB23 (No.7), RD22 (No.15) dan RD26 (No.19)


(2)

74

LAMPIRAN 12 Hasil fermentasi kapang endofit

Gambar 4.17 Proses fermentasi kapang endofit selama 14 hari

Isolat RB23 Isolat RD26

Isolat RB11

Isolat RD22 Isolat RB21

Isolat RB14 Isolat RB13


(3)

75

LAMPIRAN 13 Hasil uji aktivitas antibakteri kapang endofit

Gambar 4.18 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli RB11 (No.1), RB12 (No.2), RB13 (No.3), RB14 (No.4)

Gambar 4.19 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Bacillus subtilis RB11 (No.1), RB12 (No.2), RB13 (No.3), RB14 (No.4), RB21 (No.5), RB23

(No.7), RD22 (No.15) dan RD26 (No.19) Bacillus subtilis


(4)

76

Gambar 4.20 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Salmonella enterica sv typhimurium

RB11 (No.1), RB12 (No.2), RB13 (No.3), RB14 (No.4), RB21 (No.5), RB23 (No.7), RD22 (No.15) dan RD26 (No.19)

Gambar 4.21 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus

RB11 (No.1), RB12 (No.2), RB13 (No.3), RB14 (No.4), RB21 (No.5), RB23 (No.7), RD22 (No.15) dan RD26 (No.19)

Salmonella enterica sv typhimurium


(5)

77

Gambar 4.22 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Shigella dysenteriae RB11 (No.1), RB12 (No.2), RB13 (No.3), RB14 (No.4), RB21 (No.5), RB23

(No.7), RD22 (No.15) dan RD26 (No.19) Shigella dysenteriae


(6)

78

LAMPIRAN 15 Pengamatan mikroskopik bakteri uji

No Name Bakteri Penjelasan

1

Gambar 4.23 Pengamatan mikroskopik Bacillus subtilis

pada mikroskop cahaya pada perbesaran 1000 kali [Sumber : koleksi pribadi]

2

Gambar 4.24 Pengamatan

mikroskopik Staphylococcus

aureus pada mikroskop cahaya

pada perbesaran 1000 kali [Sumber : koleksi pribadi]

3

Gambar 4.25 Pengamatan mikroskopik Escherichia coli

pada mikroskop cahaya pada perbesaran 1000 kali [Sumber : koleksi pribadi]

4

Gambar 4.26 Pengamatan

mikroskopik Shigella

dysenteriae pada mikroskop

cahaya pada perbesaran 1000 kali

[Sumber : koleksi pribadi]

5

Gambar 4.27 Pengamatan

mikroskopik Salmonella

enterica sv typhimurium pada

mikroskop cahaya pada perbesaran 1000 kali [Sumber : koleksi pribadi] Bacillus subtilis

Staphylococcus aureus

Salmonella enterica sv typhimurium Escherichia coli