Isolasi, Seleksi, dan Uji Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit Daun Parijoto (Medinilla speciosa Blume) Terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ISOLASI, SELEKSI, DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI DARI KAPANG ENDOFIT DAUN

PARIJOTO (

Medinilla speciosa

Blume) TERHADAP

Staphylococcus aureus

,

Bacillus subtilis

,

Escherichia coli

,

dan

Shigella dysenteriae

SKRIPSI

RACHMA AYUNDA

NIM. 1111102000054

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JUNI 2015


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ISOLASI, SELEKSI, DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI DARI KAPANG ENDOFIT DAUN

PARIJOTO (

Medinilla speciosa

Blume) TERHADAP

Staphylococcus aureus

,

Bacillus subtilis

,

Escherichia coli

,

dan

Shigella dysenteriae

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

RACHMA AYUNDA

NIM. 1111102000054

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JUNI 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Nama : Rachma Ayunda Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Isolasi, Seleksi, dan Uji Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit Daun Parijoto (Medinilla speciosa Blume) Terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis,

Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae

Kapang endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tumbuhan pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tumbuhan tanpa membahayakan inangnya, bahkan seringkali bersimbiosis secara mutualistis. Kapang endofit dapat menghasilkan metabolit sekunder yang berpotensi sebagai senyawa antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi, menseleksi, dan menguji aktivitas antibakteri dari kapang endofit daun parijoto (Medinilla speciosa Blume) terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae. Tanaman Parijoto (Medinilla speciosa Blume) merupakan tanaman yang tumbuh di Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Jawa Tengah yang secara tradisional yang digunakan sebagai obat diare, sariawan, antiradang, dan antibakteri. Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri adalah metode difusi cakram atau Kirby-Baurer. Dari hasil penelitian ini diperoleh 20 isolat kapang endofit yang didapat dari daun yang berwarna hijau muda, hijau tua, dan hijau kekuningan. Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri diperoleh 10 isolat kapang endofit, yaitu isolat DPU 1, DPU 3, DPU 4, DTE 1, DTE 3, DTU 1, DTU 4, DTU 6, DTU 7, dan DTU 9 yang aktif terhadap bakteri uji tertentu, yaitu Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan

Shigella dysenteriae. Penelitian ini memperlihatkan bahwa daun Medinilla speciosa Blume mengandung kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri.

Kata kunci : Medinilla speciosa Blume, kapang endofit, difusi cakram, aktivitas antibakteri


(7)

ABSTRACT

Name : Rachma Ayunda Program Study : Pharmacy

Title : Isolation, Selection, and Antibacterial Activity from Mold Endophytic of Medinilla speciosa Blume Leaves Against Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, and Shigella dysenteriae

Endophytic mold are microbes that live inside plant tissue at a certain period and are able to form colonies in plant tissue without harming the host, often symbiotic mutualism. Endophytic mold can produce secondary metabolites as a potential antimicrobial compounds. This study aims to isolate, selecting, and antibacterial activity from endophytic mold of leaves parijoto (Medinilla speciosa Blume) against Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, and Shigella dysenteriae. Parijoto (Medinilla speciosa Blume) is a plant that grows in the village of the District Dawe Colo Kudus, Central Java which has traditionally been used as medicine for diarrhea, mouth sores, anti-inflammatory, and antibacterial. The method used to the antibacterial activity was disc diffusion method or the Kirby-Baurer. The results of this study was obtained 20 isolates of endophytic mold that was obtained from young green, dark green, and yellowish green leaves. Based on results antibacterial activity was obtained ten isolates of endophytic mold, which is isolates DPU 1, DPU 3, DPU 4, DTE 1, DTE 3, DTU 1, DTU 4, DTU 6, DTU 7, and DTU 9 active against certain bacteria test, which is

Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, and Shigella dysenteriae. This study shows that the leaves of Medinilla speciosa Blume containing endophytic mold that have a potential as an antibacterial.

Keywords : Medinilla speciosa Blume, endophytic mold, disc diffusion, antibacterial activity


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, dan karunianya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang memberikan petunjuk bagi umat manusia, semoga kelak kita mendapat syafaatnya di hari akhir.

Skripsi dengan judul “Isolasi, Seleksi, dan Uji Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit Daun Parijoto (Medinilla speciosa Blume) Terhadap

Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mendapat doa, bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Puteri Amelia, M,Farm., Apt selaku pembimbing pertama dan Bapak Saiful Bahri, M.Si selaku pembimbing kedua yang senantiasa memberikan arahan, dukungan, semangat, saran, dan solusi selama melaksanakan penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Semoga segala bantuan dan bimbingan Ibu dan Bapak mendapatkan imbalan yang lebih baik di sisi Allah SWT.

2. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan motivasi, nasihat, bimbingan dan ilmu kepada penulis selama menjalankan studi.


(9)

pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Semua laboran FKIK dan PLT yang telah membantu keseharian penulis selama penelitian dan memberikan informasi tentang teknis pengerjaan di laboratorium kepada penulis.

7. Ayahanda Alm. Eddyzal Zumartin, S.H dan Ibunda Diah Ernawati, M.M. yang tiada hentinya memberikan dukungan, doa, nasihat, dan bantuan baik materil maupun non materil selama penulis melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Serta adikku Suci Rachmadani, Eyang Haryanti, H. Alpha Nugerahajati, S.Kom yang telah memberikan keceriaan dan kebahagiaan dalam kehidupan ini.

8. Teman-teman seperjuangan penelitian di bidang mikrobiologi Ambar, Ati, Arini, Puput, Brasti, Meri, Adit, Bachtiar, Karimah, Sumiati, Syaima, Fitri, Faradhilla, dan Mozer, teman-teman Farmasi 2011, dan terkhusus untuk sahabat terbaik Fitri dan Happy yang selalu menyemangatiku ketika lelah dan menjadi motivator bagiku serta memberikan keceriaan semasa perkuliahan sehingga penulisan skripsi ini selesai.

9. Pihak-pihak lain yang terlibat dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat ditulis satu persatu, penulis akan selalu mengingat atas kebaikan dan doa-doanya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih terhadap kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Saya berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi sumbangan pengetahuan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembaca pada umumnya.

Ciputat, 18 Juni 2015


(10)

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

TAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Masalah ... 4

1.4 Hipotesis ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tumbuhan Parijoto (Medinilla speciosa Blume) ... 5

2.2 Mikroba Endofit ... 7

2.3 Antimikroba ... 11

2.4 Uji Aktivitas Antimikroba ... 14

2.5 Kapang ... 16

2.6 Bakteri Gram Positif dan Negatif ... 17

2.7 Bakteri Uji ... 18

2.8 Fase pertumbuhan mikroorganisme ... 22

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 24

3.1. Tempat dan waktu penelitian ... 24

3.2. Alat dan Bahan ... 24

3.3. Prosedur Penelitian ... 25

3.3.1. Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba ... 25

3.3.2. Isolasi Kapang Endofit ... 27

3.3.3 Pemurnian Kapang Endofit ... 28

3.3.4 Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri ... 28

3.3.5 Karakterisasi Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri ... 29


(12)

3.3.6. Fermentasi Kapang Endofit ... 29

3.3.7. Cek Kemurnian Bakteri Uji ... 30

3.3.8. Uji Aktivitas Antibakteri ... 30

3.3.8.1. Peremajaan Bkateri Uji ... 30

3.3.8.2. Peremajaan Bkateri Uji ... 31

3.3.8.3. Peremajaan Bkateri Uji ... 31

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

5.1. Kesimpulan ... 66

5.2. Saran ... 67


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Tumbuhan Parijoto (Medinilla speciosa Blume) ... 6

Gambar 4.1. Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Muda ... 36

Gambar 4.2. Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Muda ... 36

Gambar 4.3. Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Tua... 37

Gambar 4.4. Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Tua ... 37

Gambar 4.5. Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Kekuningan ... 37

Gambar 4.6. Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Kekuningan ... 38

Gambar 4.7. Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus dan Bacillus ... 41

Gambar 4.8. Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Escherichia coli dan Shigella dysenteriae ... 43

Gambar 4.9. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DPU 1 ... 45

Gambar 4.10.Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DPU 3 ... 46

Gambar 4.11. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DPU 4 ... 47

Gambar 4.12. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTE 1 ... 48

Gambar 4.13. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTE 3 ... 49

Gambar 4.14. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 1 ... 50

Gambar 4.15. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 4 ... 51

Gambar 4.16. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 6 ... 52

Gambar 4.17. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 7 ... 53

Gambar 4.18. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 9 ... 54 Gambar 4.19. Identifikasi Makroskopis dan Mikroskopis Staphylococcus


(14)

aureus ... 56 Gambar 4.20. Identifikasi Makroskopis dan Mikroskopis Bacillus subtilis .... 56 Gambar 4.21. Identifikasi Makroskopis dan Mikroskopis Escherichia coli .... 57 Gambar 4.22. Identifikasi Makroskopis dan Mikroskopis Shigella

dysenteriae ... 57

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Ciri Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif ... 18 Tabel 4.1. Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Bakteri Uji ... 39 Tabel 4.2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Isolat Kapang Endofit ... 61


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alur Penelitian ... 76

Lampiran 2. Determinasi Tumbuhan Parijoto (Medinilla speciosa Blume) ... 77

Lampiran 3. Bagan Kerja Isolasi Kapang Endofit ... 78

Lampiran 4. Bagan Kerja Pemurnian Kapang Endofit ... 79

Lampiran 5. Bagan Kerja Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi Sebagai Antibakteri ... 80

Lampiran 6. Bagan Kerja Karakterisasi Kapang Endofit yang Berpotensi Sebagai Antibakteri ... 81

Lampiran 7. Bagan Kerja Fermentasi Kapang Endofit ... 82

Lampiran 8. Bagan Kerja Identifikasi Bakteri Uji ... 83

Lampiran 9. Kerja Peremajaan Bakteri Uji ... 84

Lampiran 10. Bagan Kerja Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ... 85

Lampiran 11. Bagan Kerja Uji Aktivitas Antibakteri ... 86

Lampiran 12. Hasil Fermentasi Kapang Endofit ... 87

Lampiran 13. Absorbansi Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ... 89


(16)

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang, dimana tingkat kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan masih sangat kurang. Hal ini menyebabkan masyarakat mudah untuk terjangkit suatu penyakit terutama penyakit infeksi (Sumampouw et al., 2010). Penyakit infeksi ini dapat disebabkan beberapa mikroba patogen seperti virus, bakteri, dan fungi.

Mikroba patogen merupakan mikroba penyebab penyakit infeksi yang sering terjadi di masyarakat. Pengendalian mikroba patogen penting dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit infeksi (Liana, 2010). Penyakit infeksi dapat ditangani dengan menggunakan antibiotik. Terapi antibiotik beberapa tahun lalu dinyatakan berhasil dalam mengatasi penyebaran mikroba patogen. Akan tetapi, maraknya penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan resistensi terhadap mikroba patogen (Sjahrurrahman et al., 1999). Hal ini menyebabkan pencarian obat antimikroba (senyawa bioaktif) yang baru terus dilakukan. Senyawa bioaktif dapat diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya dari tumbuhan, hewan, mikroba dan mikroorganisme laut (Prihatiningtias, 2005).

Salah satu sumber senyawa bioaktif yang berasal dari mikroba adalah mikroba endofit. Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tumbuhan pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tumbuhan tanpa membahayakan inangnya (Tan RX et al., 2001 dalam Radji, 2005). Tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang menghasilkan metabolit sekunder (Rante et al., 2013). Mikroba endofit mampu menghasilkan metabolit sekunder seperti alkaloid, terpen, steroid, flavonoid, kuinon, fenol dan sebagainya. Senyawa-senyawa ini sebagian besar mempunyai potensi besar sebagai senyawa bioaktif (Tan RX et al., 2001 dalam Prihatiningtias, 2005). Mikroba endofit dapat berupa bakteri atau kapang, tetapi saat ini yang lebih banyak dieksplorasi adalah kelompok kapang endofit (Sinaga


(18)

2

antibiotik, antivirus, antimalaria, antikanker, antioksidan, antidiabetes, dan imunosupresif (Radji, 2005).

Mikroba endofit dapat memproduksi senyawa-senyawa bioaktif, baik yang sama dengan inangnya ataupun berbeda tetapi seringkali memiliki aktivitas biologis yang serupa dengan senyawa bioaktif yang diproduksi inangnya (Sinaga

et al., 2009). Strobel dan Daisy (2003) dalam Sinaga et al, 2009 bahkan menyatakan bahwa senyawa yang dihasilkan oleh mikroba endofit seringkali memiliki aktivitas yang lebih besar dibandingkan dengan inangnya.

Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa bioaktif merupakan peluang yang sangat menantang dalam penyediaan bahan baku obat. Pembiakan atau kultur mikroba endofit dapat dilakukan dalam jumlah yang sangat besar tanpa memerlukan lahan yang luas sebagaimana halnya tumbuh-tumbuhan. Pemanfaatan mikroba endofit sebagai sumber bahan baku obat juga akan mereduksi kerusakan alam yang disebabkan oleh penebangan tumbuhan obat dalam jumlah besar (Sinaga et al.,2009).

Banyak kelompok kapang endofit yang mampu memproduksi senyawa antibiotik yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogen terhadap manusia, hewan dan tumbuhan terutama dari genus Coniothirum dan Microsphaeropsis

(Petrini et al., 1992 dalam Prihatingtias, 2005). Penelitian Dreyfuss et al., (1986) dalam Prihatingtias, 2005 menunjukkan bahwa aktivitas isolat-isolat endofit

Pleurophomopsis sp. dan Cryptosporiopsis sp. yang diisolasi dari tumbuhan

Cardamin heptaphylla mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi. Isolat-isolat tersebut menghasilkan penisilin N, sporiofungin A, B, C. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Tscherter dan Dreyfuss (1982) dalam Petrini et al., (1992) menghasilkan suatu kesimpulan bahwa galur-galur endofit Cryptosporiopsis pada umumnya merupakan penghasil senyawa antibiotik berspektrum luas. Sebagai contoh lain adalah phomopsikhalasin yang merupakan golongan sitokhalasin dan merupakan senyawa metabolik kapang endofit Phomopsis sp. Dengan metode difusi, senyawa ini mampu menghambat aktivitas bakteri Bacillus subtilis,

Salmonella gallinarium, dan Staphylococcus aureus (Horn et al., 1995 dalam Prihatiningtias, 2005).


(19)

3

Salah satu kekayaan alam di Indonesia adalah Parijoto atau Medinilla

speciosa Blume. Medinilla merupakan genus yang berasal dari familia

Melastomataceae yang memiliki sekitar 418 spesies dan varietas genus. Medinilla

pertama kali ditemukan pada tahun 1800an di Philiphina yang digunakan sebagai tanaman hias, spesies yang ditemukan adalah Medinilla magnificient (Mariana et al., 2012). Medinilla speciosa Blume merupakan tanaman khas dari Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Jawa Tengah yang tumbuh liar di lereng gunung atau di hutan-hutan dan kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias (Wibowo et al., 2012). Daun dan buah Medinilla speciosa Blume digunakan secara tradisional bagi masyarakat sebagai obat diare, sariawan, antiradang, dan antibakteri, khususnya daun M. speciosa yang digunakan sebagai obat diare (Anonim, 2014).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksan buah Medinilla speciosa Blume memiliki aktivitas antibakteri pada konsentrasi 200 mg/mL, 100 mg/mL, 50 mg/mL, 25 mg/mL, dan 12,5 mg/mL terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pada konsentrasi 200 mg/mL, 100 mg/mL, 50 mg/mL, 25 mg/mL, dan 12,5 mg/mL ekstrak etil asetat mempunyai aktivitas antibakteri lebih besar daripada ekstrak metanol dan ekstrak n-heksan dengan diameter hambat 17,67 mm; 16,3 mm; 15,67 mm; 14,67 mm; 13,33 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan 12,33 mm; 11,33 mm; 10,67 mm; 9 mm; 8 mm terhadap bakteri Escherichia coli (Niswah, 2014). Senyawa metabolit sekunder seperti glikosida, saponin, tanin, flavonoid, terpenoid, dan alkaloid telah dilaporkan mempunyai aktivitas antibakteri (Okeke

et al., 2001 dan Rahman et al., 2010 dalam Niswah, 2014).

Sejauh ini, belum ditemukan adanya penelitian mengenai aktivitas antibakteri yang terdapat dalam kapang endofit tumbuhan Medinilla speciosa

Blume. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah melakukan isolasi, seleksi, dan uji aktivitas antibakteri dari kapang endofit daun parijoto (Medinilla speciosa

Blume) terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan


(20)

4 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah pada daun parijoto (Medinilla speciosa Blume) dapat ditemukan kapang endofit?

2. Apakah kapang endofit dari daun parijoto (Medinilla speciosa Blume) memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae?

I.3 Hipotesis

Kapang endofit yang diisolasi dari daun parijoto (Medinilla speciosa

Blume) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk melakukan isolasi kapang endofit pada daun parijoto (Medinilla speciosa Blume).

2. Untuk melakukan seleksi kapang endofit pada daun parijoto (Medinilla speciosa Blume).

3. Untuk mengetahui aktivitas kapang endofit dari daun parijoto sebagai senyawa antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memberikan informasi tentang keberadaan kapang endofit yang diisolasi dari daun parijoto (Medinilla speciosa Blume).

2. Menambah pengetahuan peneliti di bidang mikrobiologi, khususnya tentang kapang endofit yang mempunyai potensi sebagai penghasil senyawa antibakteri yang dimanfaatkan untuk mendapatkan sumber obat baru


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Medinilla speciosa Blume 2.1.1 Taksonomi

Klasifikasi tanaman Medinilla speciosa Blume adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Filum : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales

Famili : Melastomataceae Genus : Medinilla

Spesies : Medinilla speciosa Blume (GBIF, 2013)

2.1.2 Morfologi

Parijoto merupakan tanaman perdu dengan tinggi 1-2 m; batang bulat, kulit dengan lapisan gabus jika tua, bergerigi kasar, putih kecoklatan; daun tunggal, bersilang berhadapan, tangkai pendek, bulat, lunak, warna ungu kemerahan, helaian daun bentuk lonjong, pangkal dan ujung runcing, tepi rata, panjang 10-20 cm, lebar 4-15 cm, pertulangan melengkung, permukaan atas licin, berwarna hijau, permukaan bawah kasar, warna hijau kelabu; bunga majemuk, di ketiak daun, sempurna, berkelamin ganda, kelopak 5 helai, ujung runcing, pangkal berlekat, panjang 3-8 mm, warna ungu tua, benang sari 2 kali lipat jumlah mahkota, kepala sari berupa kuncup membengkok, warna merah keunguan, kepala putik duduk di atas bakal buah, kepala putik bulat, ungu, mahkota lepas, 5 helai, bentuk kuku, panjang 5-8 mm, warna merah muda; buah bulat, bagian ujung berbenjol bekas pelekatan kelopak, diameter 5-8 mm, warna merah keunguan; biji bulat, jumlah banyak, kecil, putih; akar serabut, putih kotor (Anonim, 2014).


(22)

6

Gambar 2.1 Tumbuhan Parijoto / Medinilla speciosa Blume [Sumber : Koleksi Niswah, 2014]

2.1.3 Tempat Tumbuh

Merupakan tumbuhan liar di lereng-lereng gunung atau di hutan-hutan dan kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Tumbuh baik pada tanah yang berhumus tinggi dan lembab, pada ketinggian 800 m sampai 2.300 m di atas permukaan laut. Berbunga pada bulan November-Januari dan waktu panen tepat bulan Maret-Mei (Anonim, 2014).

2.1.4 Kandungan Kimia

Daun dan buah parijoto mengandung saponin dan kardenolin, di samping itu buahnya mengandung flavonid dan daunnya mengandung tanin (Anonim, 2014). Selain itu, buah parijoto juga mengandung terpenoid dan glikosida (Niswah, 2014 dan Mukkaromah, 2015).

2.1.5 Khasiat

Secara tradisional parijoto digunakan sebagai obat sariawan, diare, antiradang dan antibakteri, khususnya daun parijoto yang digunakan sebagai obat diare (Anonim, 2014). Parijoto dipercaya oleh masyarakat di daerah Gunung Merapi dapat meningkatkan kesuburan janin dan kesehatan ibu hamil (Anggana, 2011).


(23)

7 2.2 Mikroba Endofit

2.2.1 Definisi

Endofit berasal dari bahasa Yunani, “endo” berarti di dalam dan “fit” (phyte) berarti tumbuhan (Agusta, 2009). Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau senyawa metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic recombination) dari tanaman inangnya ke dalam mikroba endofit (Tan RX et al., 2001 dalam Radji, 2005). Endofit mampu hidup pada variasi suhu yang luas, dengan suhu optimum pada suhu 20°C sampai 26°C (Labeda, 1990).

Mikroba endofit terdiri atas bakteri, kapang, dan aktinomicetes, namun yang paling banyak ditemukan adalah golongan kapang dan aktinomicetes. Mikroba endofit mendapat perhatian besar karena dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat berpotensi sebagai antibiotik disebabkan karena aktivitasnya yang besar dalam membunuh beberapa mikroba patogen. Disamping itu, mikroba endofit juga mampu menghasilkan senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antikanker, antimalaria, anti HIV, antioksidan, dan sebagainya (Prihatiningtias, 2006).

Mikroba endofit yang diisolasi dari tumbuhan obat akan memiliki aktivitas yang lebih besar dibandingkan dengan aktivitas tumbuhan inangnya. Dilihat dari segi efisiensi, hal ini menguntungkan, karena siklus hidup mikroba endofit lebih singkat dibandingkan siklus hidup tumbuhan inangnya, sehingga dapat menghemat waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan senyawa tersebut. Jumlah senyawa yang diproduksi dapat dibuat dengan skala besar dengan menggunakan proses fermentasi. Disamping itu, keuntungan lain yang diperoleh, yaitu menjaga kelestarian tumbuhan obat, terutama yang termasuk jenis tumbuhan langka, agar tidak dieksploitasi secara terus menerus yang mengakibatkan kepunahan (Prihatiningtias, 2006).


(24)

8 2.2.2 Isolasi Kapang Endofit

Prosedur untuk mengisolasi kapang endofit pada umumnya relatif mudah. Salah satu hal yang penting dalam mengisolasi kapang endofit adalah mempertahankan kesegaran sampel. Bila sampel disimpan dalam waktu yang cukup lama, akan terjadi kematian jaringan. Meskipun demikian, masih memungkinkan untuk mengisolasi sejumlah kapang endofit dari jaringan yang telah layu setelah penyimpanan beku (Freezing) dalam waktu lebih dari satu tahun (Wahyudi, 1997).

Isolasi dimulai dengan melakukan sterilisasi permukaan. Pada umumnya, untuk sterilisasi permukaan organ tumbuhan dengan cara merendamnya dalam alkohol (70%-95%). Akan tetapi, kemampuan alkohol untuk mensterilkan permukaan organ tumbuhan tersebut mempunyai spektrum yang sempit atau sangat terbatas sehingga perlu dikombinasi dengan bahan kimia lainnya, dan biasanya sering dikombinasikan dengan 5,3% larutan Natrium Hipoklorit (NaOCl). Di samping itu, bahan kimia yang bersifat sebagai oksidan, seperti H2O2

(3%) dan KMnO4 (2%) juga dapat dipakai untuk mensterilkan permukaan organ

tumbuhan (Zang et al., 2006). Etanol merupakan derivat alkohol yang efektif dan dapat diandalkan untuk sterilisasi dan disinfeksi. Natrium Hipoklorit adalah klorin yang paling banyak dipakai untuk disinfeksi dan menghilangkan bau, karena bersifat relatif tidak membahayakan bagi jaringan manusia, mudah ditangani, tidak berwarna dan tidak mewarnai, meskipun dapat memudarkan warna (Block SS, 1977 dan Chatim et al., 1993).

Sterilisasi dilakukan dengan cara mencuci tanaman yang masih segar dengan air mengalir selama 10 menit. Setiap sampel dipotong menjadi potongan-potongan kecil berukuran 1 cm, selanjutnya disterilisasi dengan cara merendamkan ke dalam etanol dan NaOCl dan terakhir dibilas kembali dengan etanol selama setengah menit (Wahyudi, 1997).

Proses isolasi selanjutnya dilakukan dengan metode tanam langsung yaitu setelah perendaman berakhir pada etanol selama setengah menit, potongan sampel dibiarkan kering di udara dalam Laminar Air Flow dan diletakkan di atas kertas tisu steril. Potongan-potongan kecil tersebut kemudian diletakkan di atas media seperti Corn Meal Malt Agar (CMMA) dan Nutrient Agar (NA) dengan posisi


(25)

9

permukaan belahan menempel pada agar medium. Tiap cawan petri bersisi 4 potongan (1, 2, 3 dan 4) (Wahyudi, 1997).

Pemilihan medium tumbuh pada tahap pertama isolasi mungkin juga akan sangat berpengaruh terhadap jumlah dan jenis kapang endofit yang akan terisolasi. Sebagai contoh, pada proses isolasi kapang endofit dari tanaman teh yang menggunakan medium Corn Meal Malt Agar (CMMA) dengan antibiotik kloramfenikol telah dilaporkan hanya 6 jenis kapang endofit yang berhasil diperoleh (Agusta et al., 2006). Namun, pada proses isolasi kapang endofit dari tanaman teh dengan menggunakan medium dari agar tanpa penambahan antibiotik memberikan dua jenis kapang yang sama sekali berbeda dengan yang diperoleh dari proses isolasi dengan medium CMMA dan antibiotik. Pada medium agar, khamir memperlihatkan pertumbuhan yang lambat sehingga dapat digunakan untuk purifikasi isolat kapang filamen yang tercampur dengan khamir (Agusta et al., 2006).

Pembiakan isolat mikroba endofit membutuhkan waktu yang bervariasi. Isolasi kapang endofit membutuhkan waktu yang relatif lama kurang lebih 5 sampai 21 hari diinkubasi pada suhu ruang (27-29°C). Waktu inkubasi yang cukup lama ini disebabkan bahwa kebanyakan kapang endofit mempunyai sifat sebagai mikroorganisme lambat tumbuh (Wahyudi, 1997).

Zhang et al., (2006) merekomendasikan bahwa kapang endofit akan mulai tumbuh pada minggu kedua setelah inkubasi dan kapang yang tumbuh sebelum waktu tersebut kemungkinan besar adalah kontaminan. Namun, perlu diingat bahwa medium yang digunakan selama proses isolasi adalah medium yang kaya akan nutrisi sehingga sangat mungkin untuk mempercepat pertumbuhan kapang endofit. Pada medium yang kaya akan nutrisi seperti CMMA dan PDA, pada hari ketiga atau keempat sudah terlihat adanya kapang endofit yang tumbuh. Sementara pada medium yang relatif miskin nutrien, seperti medium agar, membutuhkan waktu 1 sampai 2 minggu untuk pemunculan koloni kapang. Untuk itu, cara yang paling rasional untuk mengidentifikasi kontaminan adalah dengan melakukan isolasi kapang endofit berulang kali (paling tidak 3 kali) (Agusta et al.,


(26)

10 2.2.3 Fermentasi Mikroba Endofit

Fermentasi adalah proses yang memanfaatkan kemampuan mikroba untuk menghasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder dalam suatu lingkungan yang dikendalikan. Pengendalian dilakukan dengan pengaturan kondisi medium, komposisi medium, suplai O2 dan agitasi. Pada fermentasi terjadi perubahan

struktur kimia dan bahan-bahan organik dengan memanfaatkan agen-agen biologis terutama enzim sebagai bioakatalis. Produk fermentasi dapat digolongkan menjadi 4 jenis yaitu : produk biomassa, produk enzim, produk metabolit, dan produk transformasi (Judoamidjojo et al., 1990).

Dalam bioproses, fermentasi memegang peranan penting karena merupakan proses utama bagi produksi senyawa-senyawa berbasis biologi. Senyawa yang dihasilkan merupakan hasil metabolit dari mikroba seperti antibiotik, asam-asam organik, aldehid, dan alkohol. Medium yang digunakan dalam fermentasi harus memenuhi syarat seperti: mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan sel mikroba, mengandung nutrisi yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi mikroba, tidak mengandung zat yang dapat membahayakan pertumbuhan sel, dan tidak terdapat kontaminan yang dapat meningkatkan persaingan dalam penggunaan substrat (Judoamidjojo et al., 1990).

2.2.4 Kapang Endofit Penghasil Antimikroba

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, diperoleh beberapa kapang endofit yang menghasilkan antimikroba. Fisher (1989) menyatakan bahwa lebih dari 30% kapang endofit yang berhasil diisolasi memiliki aktivitas terhadap bakteri dan fungi patogen.

Banyak kelompok kapang endofit yang mampu memproduksi senyawa antibiotik yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogen terhadap manusia, hewan dan tumbuhan, terutama dari genus Coniothrium dan Microsphaeropsis

(Petrini, 1992). Penelitian Dreyfuss et al., (1986) dalam Widyati Prihatiningtias (2006), menunjukkan aktivitas yang tinggi dari penisilin N, sporiofungin A, B serta C yang dihasilkan oleh isolat-isolat endofit Pleurophomopsis sp. dan

Cryptosporiopsis sp. yang diisolasi dari tumbuhan Cardamin heptaphylla. Kapang endofit yang diisolasi dari tanaman obat sambung nyawa (Gynura procumbens)


(27)

11

dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans dan Bacillus subtilis

(Simartama et al., 2007).

Cryptocandin adalah senyawa kapang yang dihasilkan oleh mikroba endofit Cryptosporiopsis quercina yang berhasil diisolasi dari tanaman obat

Tripterigeum wilfordii, dan berkhasiat sebagai antifungi yang patogen terhadap manusia yaitu Candida albicans dan Trichopyton sp. Pestalotiopsis micrispora

merupakan mikroba endofit yang paling sering ditemukan di tanaman hutan lindung di seluruh dunia. Endofit ini menghasilkan metabolit sekunder ambuic acid yang berkhasiat sebagai antifungi (Li, JY et al., 2001 dalam Radji, 2005).

Phomopsichalasin merupakan metabolit yang diisolasi dari mikroba endofit

Phomopsis sp., berkhasiat sebagai antibakteri Bacillus subtilis, Salmonella enterica, Staphylococcus aureus, dan juga dapat menghambat pertumbuhan fungi

Candida tropicalis (Horn WS et al., 1995 dalam Radji, 2005).

2.3 Antimikroba 2.3.1 Definisi

Antimikroba merupakan obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba penyebab infeksi pada manusia harus memiliki toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Setiabudy, 2007).

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun, antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamid dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibotik (Setiabudy, 2007).

2.3.2. Antibakteri

Antibakteri adalah zat aktif yang memiliki efek menghambat atau mematikan bakteri, sedangkan toksisitasnya relatif lebih kecil pada manusia.


(28)

12

Berdasarkan sifat toksisitas selektifnya, antibakteri terbagi menjadi (Ganiswarna et al.,1995) :

a. Bakteriostatik : yaitu zat yang hanya menghambat pertumbuhan bakteri. b. Bakterisidal : yaitu zat yang dapat membunuh bakteri.

Berdasarkan spektrumnya, antibakteri terbagi menjadi (Ganiswarna et al., 1995) :

a. Spektrum luas : zat yang aktif terhadap bakteri Gram negatif dan Gram positif. Contohnya adalah tetrasiklin dan kloramfenikol.

b. Spektrum sempit : zat yang aktif terhadap Gram negatif atau Gram positif saja. Contonya adalah penisilin yang aktif terhadap bakteri Gram positif.

Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal dengan kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisidal bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Setiabudy, 2007).

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dibagi dalam lima kelompok (Setiabudy, 2007), yaitu :

1. Antibakteri yang menggangu metabolisme sel bakteri

Bakteri membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Bakteri mensintesis sendiri asam folat dari asam amino benzoat (PABA) untuk kebutuhan hidupnya. Apabila antibakteri menang bersaing dengan PABA, maka terbentuk analog asam folat yang nonfungsional. Akibatnya kehidupan bakteri akan terganggu. Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamid, trimetropin, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. 2. Antibakteri yang menghambat sintesis dinding sel bakteri

Antibakteri menghambat reaksi dalam proses pembentukan dinding sel. Hal ini disebabkan karena tekanan osmotik dalam sel bakteri lebih tinggi daripada di luar sel, maka kerusakan dinding sel bakteri akan menyebabkan terjadinya lisis yang merupakan dasar efek bakterisidal pada bakteri yang peka. Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini adalah penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin.


(29)

13

3. Antibakteri yang mengganggu keutuhan membran sel bakteri

Antibakteri dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba. Antibakteri yang mengubah tegangan permukaan, dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel bakteri. Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri, yaitu protein, asam nukleat, nukleotida, dan lain-lain. Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini adalah polimiksin, golongan polien, serta berbagai antimikroba kemoteurapetik.

4. Antibakteri yang menghambat sintesis protein sel bakteri

Untuk kehidupannya, sel bakteri perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein bakteri berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri dari 2 subunit berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. Untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S. Antibiotik yang termasuk dalam golongan ini adalah aminoglikosida, makrolida, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol.

Penghambatan sintesis terjadi dengan berbagai cara, diantaranya :

a. Antibakteri berikatan dengan komponen ribosom 30S dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal.

b. Antibakteri berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat translokasi kompleks tRNA-peptida dari lokasi asam amino ke lokasi peptida. Akibatnya, rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang karena lokasi asam amino tidak dapat menerima kompleks tRNA-asam amino yang baru. c. Antibakteri berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya

kompleks tRNA-asam amino pada lokasi asam amino.

d. Antibakteri berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat pengikatan asam amino baru pada rantai polipeptida oleh enzim peptidil transferase. 5. Antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat sel bakteri

Antibakteri berikatan dengan enzim polimerasi-RNA sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA. Selain itu, antibakteri juga menghambat enzim DNA girase pada bakteri yang fungsinya menata


(30)

14

kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga bisa muat dalam sel bakteri yang kecil. Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini adalah rifampisin dan golongan kuinolon.

2.4 Uji Aktivitas Antimikroba

Metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi aktivitas antimikroba dalam produk alam terbagi menjadi dua kelompok, yaitu metode difusi dan dilusi. Metode difusi dikenal dengan teknik kualitatif karena metode ini hanya memberikan informasi mengenai ada atau tidaknya aktivitas antimikroba dalam suatu sampel uji. Sedangkan metode dilusi merupakan teknik kuantitatif yang dapat digunakan untuk mengukur Konsentrasi Hambat Mininum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) (Vanden & Vlientink, 1991 dalam Valgas

et al., 2007).

2.4.1 Metode Difusi

Pada metode ini, zat antimikroba yang akan ditentukan aktivitasnya berdifusi pada lempeng agar yang telah diinokulasi mikroba uji. Dasar pengamatannya adalah dengan melihat ada atau tidaknya zona hambat pertumbuhan mikroba (Lorian, 1980). Metode difusi dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :

a. Metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer)/Metode cakram

Pada metode ini, kertas filter cakram (dengan diameter ± 6 mm), berisi senyawa uji yang ditempatkan pada permukaan yang sebelumnya telah diinokulasi dengan mikroba uji. Kemudian, diinkubasi pada suhu kamar (27-29°C) selama 1 sampai 2 minggu untuk fungi dan pada suhu 37°C selama 18-24 jam untuk bakteri. Agen antimikroba akan berdifusi ke dalam agar dan menghambat pertumbuhan mikroba uji. Kemudian ada atau tidaknya zona hambat dapat diamati di sekeliling cakram (Lorian, 1980).

Pembacaan hasil percobaan didasarkan atas besarnya zona hambat yang terbentuk dan dinyatakan dalam tiga kategori (Lorian, 1980) :

1. Zona hambat total : bila zona hambat yang terbentuk disekitar cakram terlihat jernih.


(31)

15

2. Zona hambat parsial : bila di dalam zona hambat yang terbentuk masih terlihat adanya pertumbuhan beberapa koloni baru.

3. Zona hambat nol : bila tidak ada zona hambat yang terbentuk di sekitar cakram.

Kriteria kekuatan daya hambat adalah sebagai berikut (Davis dan Stout, 1971) :

1. Sangat kuat (zona hambat > 20 mm) 2. Kuat (zona hambat 10-20 mm) 3. Sedang (zona hambat 5-10 mm) 4. Lemah (zona hambat < 5 mm) b. Ditch-plate technique/Metode parit

Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur. Mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi, 2008). Lalu, diinkubasi pada suhu kamar (27-29°C) selama 1 sampai 2 minggu untuk fungi dan pada suhu 37°C selama 18-24 jam untuk bakteri. Kemudian, diamati ada atau tidaknya zona hambat terhadap pertumbuhan mikroba uji disekeliling parit (Lorian, 1980).

c. Cup-plate technique/Metode lubang atau cawan

Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, di mana dibuat lubang pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme. Pada lubang tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji (Pratiwi, 2008). Lalu, diinkubasi pada suhu kamar (27-29°C) selama 1 sampai 2 minggu untuk fungi dan pada suhu 37°C selama 18-24 jam untuk bakteri. Kemudian, diamati ada atau tidaknya zona hambat terhadap pertumbuhan mikroba uji disekeliling lubang (Lorian, 1980).

2.4.2 Metode Dilusi

Pada metode ini zat antimikroba yang akan diuji dicampur dengan media yang kemudian diinokulasi dengan mikroba. Dasar pengamatannya adalah dengan melihat tumbuh atau tidaknya mikroba di dalam media. Aktivitas zat antimikroba


(32)

16

ditentukan sebagai konsentrasi hambat minimal (KHM) dan konsentrasi bunuh minimal (KBM) (Lorian, 1980).

Metode ini dilakukan dengan beberapa cara : a. Metode dilusi cair

Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008)

b. Metode dilusi padat

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).

2.5 Kapang

Kapang adalah organisme kemoheterotrof yang memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya (sumber karbon dan energi). Bila sumber nutrisi tersebut diperoleh dari bahan organik mati, maka kapang tersebut bersifat saprofit. Kapang saprofit mendekomposisi sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks dan menguraikannya menjadi zat yang lebih sederhana. Dalam hal ini, kapang bersifat menguntungkan sebagai elemen daur ulang yang vital (Pratiwi, 2008).

Beberapa kapang juga bersifat menguntungkan karena merupakan bahan makanan, misalnya cendawan (mushroom), dan beberapa kapang dapat bersimbiosis dengan akar tanaman tertentu yang membantu penyerapan air dan mineral tanah oleh akar. Simbiosis ini dikenal dengan nama mikoriza. Beberapa kapang dapat bersifat parasit dengan memperoleh senyawa organik dari mikroorganisme hidup. Dalam hal ini, kapang bersifat merugikan karena menimbulkan penyakit pada manusia, hewan, maupun tanaman (Pratiwi, 2008).


(33)

17 2.5.1 Identifikasi Kapang Endofit

Identifikasi kapang dilakukan dengan mengamati beberapa karakter morfologi baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis. Pengamatan makroskopis meliputi warna dan permukaan koloni (granular, seperti tepung menggunung, licin), tekstur, zonasi, daerah tumbuh, garis-garis radial dan konsentris, warna balik koloni (reverse color) dan tetes eksudat (Ilyas, 2007).

Pengamatan secara mikroskopis meliputi sekat hifa (bersekat atau tidak bersekat), pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak bercabang), warna hifa (hialin, transparan, atau gelap), ada tidaknya konidia dan bentuk konidia (bulat, lonjong, berantai atau tidak beraturan) (Ariyono, 2014).

2.6 Bakteri Gram Positif dan Negatif

Bakteri merupakan sel prokariotik yang khas, uniseluler (sel tunggal) dan tidak mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya. Sel-selnya secara khas, berbentuk bola seperti batang atau spiral. Bakteri mempunyai diameter sekitar 0,5-1,0 µm dan panjangnya 1,5 sampai 2,5 µm. Reproduksi terutama dengan pembelahan biner sederhana, yaitu proses aseksual. Beberapa bakteri dapat tumbuh pada suhu 0°C, ada juga yang tumbuh dengan baik pada sumber air panas yang suhunya 90°C atau lebih. Kebanyakan bakteri tumbuh pada berbagai suhu di antara kedua suhu esktrim ini (Pelczar et al., 2008).

Berdasarkan komposisi dinding selnya, bakteri dibagi menjadi dua golongan, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram negatif mengandung lipid, lemak atau susbtansi seperti lemak dalam persentase lebih tinggi daripada yang dikandung bakteri Gram positif. Dinding sel bakteri Gram negatif juga lebih tipis daripada sel bakteri Gram positif (Pelczar et al., 2008).


(34)

18

Tabel 2.1 Ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif (Pelczar et al., 2008) Ciri Perbedaan Relatif

Gram positif Gram negatif Struktur dinding sel Tebal (15-80 mm),

berlapis tunggal

Tipis (10-15 mm), berlapis tiga (multi) Komposisi dinding sel Kandungan lipid rendah

(1-4%). Peptidoglikan ada sebagai lapisan tunggak, komponen utama merupakan lebih dari 50% berat kering pada beberapa sel bakteri. Terdapat asam teikoat

Kandungan lipid tinggi (11-22%). Peptidoglikan ada didalam lapisan kaku sebelah dalam; jumlahnya sedikit, merupakan sekitar 10% berat kering. Tidak terdapat asam teikoat Kerentanan terhadap

penisilin

Lebih rentan Kurang rentan

Persyaratan nutrisi Relatif rumit pada banyak spesies

Relatif sederhana

Resistensi terhadap gangguan fisik

Lebih resisten Kurang resisten

2.7 Bakteri Uji

Bakteri uji yang digunakan adalah Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan

Bacillus subtilis ATCC 6633 yang merupakan bakteri Gram positif dan

Escherichia coli ATCC 8739 dan Shigella dysenteriae ATCC 13313 yang merupakan bakteri Gram negatif.

a. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif dengan klasifikasi sebagai berikut (Depkes RI, 1989 dan Syahrurahman et al.,1992) :

Kingdom : Prokaryota Divisi : Bacteria Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales


(35)

19

Famili : Micrococaceae Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat (kokus) dengan diameter antara 0,8-1,0 µm tunggal atau bepasangan, tidak bergerak dan tidak berspora. Suhu pertumbuhan optimumnya adalah 35°C dengan pH optimum 7,4. Pertumbuhan terbaik pada suasana aerob fakultatif. Bakteri ini sering ditemukan di tanah, air tawar, dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk manusia (Sleigh et al., 1994 dan Gibson JM, 1996).

Beberapa Staphylococcus tergolong flora normal pada kulit dan selaput lendir manusia. Staphylococcus aureus dapat ditemukan pada kulit, saluran pencernaan, udara, makanan, air, dan pakaian yang terkontaminasi. Bakteri ini mudah tumbuh pada kulit yang mengalami peradangan, kulit yang mengalami luka yang mengarah pada infeksi kulit dan proses-proses bernanah lainnya. Pada saluran pernafasan dapat menyebabkan infeksi intra abdomen yang dapat timbul karena komplikasi pasca bedah. Selain itu, Staphylococcus aureus dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius dan infeksi traktus genetali pada wanita (Salle, 1961).

b. Bacillus subtilis

Bacillus subtilis adalah bakteri aerobik Gram positif berbentuk batang dan memproduksi endospora dengan klasifikasi sebagai berikut (Singelton et al., 1981) :

Kingdom : Prokaryota Divisi : Bacteria Kelas : Shizomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Bacillaceae Genus : Bacillus

Spesies : Bacillus subtilis

Bakteri ini merupakan spesies basili yang dapat bergerak, menghasilkan enzim katalase, koloni pada media agar (setelah 24 jam pada 37°C) berbentuk


(36)

20

lingkaran tidak rata, kekuningan, tidak mengkilap, berdiameter sampai 5 mm. Bakteri ini dapat tumbuh pada agar darah membentuk zona hemolisis. Dapat juga tumbuh pada larutan kaldu dan media lain. Bakteri ini tidak membuat toksin apapun namun kadang dapat membuat hemolisis yang dapat larut. Bakteri ini bersifat patogen, menyebabkan infeksi pada telur dan dapat mencemari botol transfusi darah sehingga melisiskan sel darah (Singelton et al., 1981).

c. Escherichia coli

Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif dengan klasifikasi sebagai berikut (Singelton et al., 1981) :

Kingdom : Prokaryota Divisi : Bacteria Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

Escherichia coli biasanya tumbuh berpasang-pasangan atau menyendiri. Mikroba ini kebanyakan dapat bergerak dan kadang membentuk rantai-rantai koloni. Koloni pada nutrisi agar (setelah 24 jam pada temperatur 37°C) biasanya berbentuk bulat, berdiameter 2 sampai 3 mm, berwarna keputihan dengan permukaan mengkilat. Koloni Escherichia coli terlihat seperti tepung ketika diuji dengan sengkelit/loop. Kebanyakan Escherichia coli dapat memfermentasi laktosa, mannitol, dan karbohidrat lain (Singelton et al., 1981).

Spesies ini adalah satu-satunya anggota genus Escherichia. Escherichia coli terdapat pada saluran pencernaan manusia dan binatang, dapat pula ditemukan di sungai, danau, tanah dan tempat lain yang telah terkontaminasi feses. Escherichia coli dapat memproduksi endotoksin sehingga dapat menyebabkan penyakit saluran urin, gangguan pencernaan seperti diare, pneumonia, dan meningitis. Namun sebagai bagian dari flora normal saluran penceranaan, Escherichia coli berperan penting untuk pencernaan makanan


(37)

21

dengan memproduksi vitamin K dan materi-materi yang tidak tercernakan di usus besar (Singelton et al., 1981 dan Anonim, 2014).

Escherichia coli adalah bakteri yang banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak dan travelers diarrhea, serta memiliki kemampuan menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh yang lain di luar usus (Gibson JM, 1996). Tempat yang paling sering terkena infeksi Escherichia coli adalah saluran kemih, saluran empedu, dan tempat-tempat lain di rongga perut (Jawetz et al., 2011). Bakteri ini juga menghasilkan enterotoksin penyebab diare. Escherichia coli memproduksi enterotoksin yang tahan panas dan dapat menyebabkan diare yang ringan, sedangkan enterotoksin yang tidak tahan panas dapat menyebabkan sekresi air dan klorida ke dalam lumen usus dan menghambat reabsorbsi natrium (Volk dan Wheeler, 1990).

d. Shigella dysenteriae

Shigella dysenteriae adalah bakteri Gram negatif dengan klasifikasi sebagai berikut (Singelton et al., 1981) :

Kingdom : Prokaryota Divisi : Bacteria Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Enterobacteriaceae Genus : Shigella

Spesies : Shigella dysenteriae

Shigella dysenteriae merupakan bakteri berbentuk batang pendek, tumbuh baik pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, tidak dapat bergerak, tidak berkapsul, tidak berflagel, tidak membentuk spora, dan bersifat patogen pada pencernaan. Koloni bakteri berbentuk bulat, transparan dengan pinggir utuh, dan mencapai diameter kira-kira 2 mm dalam media agar 24 jam (Jawetz et al., 2011).

Infeksi Shigella disebut dengan Shigellosis yang merupakan salah satu dari gangguan yang ditandai dengan peradangan usus, terutama kolon dan disertai dengan nyeri perut, dan buang air besar yang sering mengandung darah dan


(38)

22

lendir. Shigella dapat mengeluarkan lipopolisakarida yang bersifat toksik. Enterotoksin yang dihasilkan bersifat termolabil dan menyebabkan penggumpalan cairan di ileum. Enterotoksin bertanggung jawab atas terjadinya watery diarrhea

pada tahap dini dan timbul gejala klasik disentri basiler setelah bakteri meninggalkan usus halus dan masuk ke usus besar. Shigella dysenteriae juga memproduksi eksotoksin tidak tahan panas yang mempengaruhi saluran pencernaan dan susunan saraf pusat. Pada manusia, eksotoksin juga dapat menghambat absorpsi gula dan asam amino pada usus kecil (Jawetz et al., 2011).

2.8 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme

Ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu fase lag, fase log (fase eksponensial), fase stasioner, dan fase kematian. Fase lag, merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Lama fase lag tergantung pada kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media pertumbuhan. Bila sel-sel mikroorganisme diambil dari kultur yang sama sekali berlainan, maka yang sering terjadi adalah mikroorganisme tersebut tidak mampu tumbuh dalam kultur (Pratiwi, 2008).

Fase log (fase eksponensial), merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial. Hal yang dapat menghambat laju pertumbuhan adalah bila satu atau lebih nutrisi dalam kultur habis, sehingga hasil metabolisme yang bersifat racun akan tertimbun dan menghambat pertumbuhan. Untuk organisme aerob, nutrisi yang membatasi pertumbuhan biasanya adalah oksigen. Bila konsentrasi sel mikroorganisme melebihi 1 x 107/mL, maka laju pertumbuhan akan berkurang, kecuali bila oksigen dimasukkan secara paksa ke dalam kultur dengan cara pengadukan atau penggojlokan (shaking). Bila konsentrasi sel mencapai 4-5 x 109/mL, laju penyebaran oksigen tidak dapat memenuhi kebutuhan meskipun dalam kultur tersebut diberikan udara yang cukup dan pertumbuhan akan diperlambat secara progresif (Pratiwi, 2008).


(39)

23

Pada fase stasioner, pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati. Pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang toksik. Pada sebagian besar kasus, pergantian sel terjadi dalam fase stasioner ini. Terdapat kehilangan sel yang lambat karena kematian diimbangi oleh pembentukan sel-sel baru melalui pertumbuhan dan pembelahan dengan nutrisi yang dilepaskan oleh sel-sel yang mati karena mengalami lisis. Pada fase kematian, jumlah sel yang mati meningkat. Faktor penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik (Pratiwi, 2008).


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia serta Laboratorium Mikrobiologi Pusat Lembaga Terpadu (PLT), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sejak bulan Januari hingga bulan Mei 2015.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri (Normax), tabung reaksi (Pyrex), cover glass (Assistent), kaca objek (Sail Brand), pipet tetes, pipet volumetrik, kaca arloji, labu erlenmeyer (Duran Schott), gelas ukur (Ex 20°C MC YZ), gelas beker (Duran Schott), batang L, Laminar Air Flow

(LAF) (Minihelix II), spektrofotometer uv-vis, inkubator (France Etuves),

autoclave, oven (Memmert), shaker, timbangan analitik (Ogawa Seiki),

centrifuge, vortex, mikroskop cahaya (Olympus), hot plate, water bath, magnetic stirrer, jarum ose, spatula, mikropipet dan tip (Mettler Toledo), tube, jangka sorong, pinset, bunsen, gunting steril, kertas saring steril, kapas, kassa, indikator pH, dan paper disc 6 mm dan 5,5 mm.

3.2.2 Bahan 3.2.2.1Tanaman

Daun dari tanaman Parijoto (Medinilla speciosa Blume) diperoleh dari Gunung Muria Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus, Jawa tengah diambil pada hari Senin, 12 Januari 2015. Bagian dari tanaman Parijoto diambil bagian daunnya yang berwarna hijau muda, hijau tua, dan hijau kekuningan.

3.2.2.2Bahan untuk Sterilisasi Permukaan

Air bersih yang mengalir, etanol 70%, natrium hipoklorit (NaOCl) 5,25%, dan aquades steril.


(41)

25 3.2.2.3Media Pertumbuhan Mikroba

Potato Dextrose Agar (Merck), Potato Dextrose Broth (Merck); Yeast Extract (Merck); kalsium karbonat (CaCO3); Nutrient Agar (Merck); Nutrient

Broth (Merck); Mueller Hinton Agar (Merck).

3.2.2.4Bakteri Uji

Bakteri uji diperoleh dari Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia dan DIPA Pharmalab Intersains.

Bakteri : Gram positif : a. Staphylococcus aureus ATCC 6538 b. Bacillus subtilis ATCC 6633

Gram negatif : a. Escherichia coli ATCC 8739 b. Shigella dysenteriae ATCC 13313

3.2.2.5 Bahan Karakterisasi Kapang Endofit

Aquades steril.

3.2.2.6 Bahan Skrining Kapang Endofit dan Uji Antibakteri

NaCl 0,9%, cork borer, blank disc (cakram steril), cakram kloramfenikol, dan aquades steril.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba a. Pembuatan Media PDA

Media PDA digunakan untuk isolasi dan pemurnian kapang endofit. Ditimbang Potato Dextrose Agar 39 gram dan ditambahkan aquades sampai 1 liter. Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Dilakukan sterilisasi dengan

autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C. Media dituang ke dalam cawan petri masing-masing 10 mL, biarkan media memadat di dalam Laminar Air Flow (Ramadhan, 2011) .


(42)

26 b. Pembuatan Media PDA Miring

Media PDA miring digunakan untuk pemurnian kapang endofit. Ditimbang Potato Dextrose Agar 39 gram dan ditambahkan aquades sampai 1 liter. Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Media dimasukkan ke dalam tabung masing-masing 5 mL. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C. Tabung diletakkan dalam posisi miring ± 45°, biarkan media memadat di dalam Laminar Air Flow (Rustanti, 2007).

c. Pembuatan Media PDY Broth

Media PDY digunakan untuk fermentasi kapang endofit. Ditimbang Potato Dextrose Broth 24 gram; Yeast Extract 2 gram; kalsium karbonat (CaCO3) 5

gram; dan ditambahkan aquades sampai 1 liter. Semua bahan kecuali kalsium karbonat dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan aquades hingga 1 liter, dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer di atas hot plate. Kalsium karbonat dimasukkan sedikit demi sedikit ke larutan media tersebut hingga mencapai pH 6. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C (Ramadhan, 2011).

d. Pembuatan Media NA

Media NA digunakan untuk seleksi kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri. Ditimbang Nutrient Agar sebanyak 20 gram dan ditambahkan aquades sampai 1 liter. Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C. Media dituang ke dalam cawan petri masing-masing 10 mL, biarkan memadat di dalam Laminar Air Flow (Rustanti, 2007).

e. Pembuatan Media NA Miring

Media NA miring digunakan untuk peremajaan bakteri uji. Ditimbang

Nutrient Agar sebanyak 20 gram dan ditambahkan aquades sampai 1 liter. Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan


(43)

27

dihomogenkan dengan magnetic stirrer. Media dimasukkan ke dalam tabung masing-masing 5 mL. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C. Letakkan tabung dalam posisi miring ± 45°, biarkan media memadat di dalam Laminar Air Flow (Rustanti, 2007).

f. Pembuatan Media NB

Media NB digunakan untuk pembuatan kurva pertumbuhan bakteri uji. Ditimbang Nutrient Broth sebanyak 8 gram dan ditambahkan aquades sampai 1 liter dalam labu Erlenmeyer. Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C di dalam Laminar Air Flow (Himedia Laboratories, 2011).

g. Pembuatan Media MHA

Media MHA digunakan untuk uji aktivitas antibakteri. Ditimbang Mueller Hinton Agar sebanyak 38 gram dan ditambahkan aquades sampai 1 liter. Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C. Media dituang ke dalam cawan petri masing-masing 10 mL, biarkan memadat di dalam Laminar Air Flow (Laboratories Conda, 2014).

3.3.2 Isolasi Kapang Endofit Endofit

Isolasi kapang endofit dilakukan dengan teknik tanam langsung (direct seed planting) potongan daun tanaman Parijoto yang sebelumnya dilakukan proses sterilisasi permukaan daun terlebih dahulu (Ramadhan, 2011). Daun yang masih segar dicuci dibawah air mengalir selama 10 menit. Daun tersebut direndam ke dalam etanol 70% selama 1 menit kemudian langsung direndam dalam NaOCl 5,25% selama 5 menit, lalu direndam kembali dengan etanol 70% selama 30 detik. Lalu dibilas dengan air destilasi steril selama 3-5 detik (Radji et al., 2011). Daun tersebut dikeringkan di atas kertas saring steril, biarkan kering di udara (Rustanti, 2007). Daun dipotong menjadi bagian kecil dengan ukuran 1 x 1


(44)

28

cm2 (dikalibrasi dengan menggunakan penggaris) pada daun yang berwarna hijau muda, hijau tua, dan hijau kekuningan dengan gunting yang telah disterilkan (Ramadhan, 2011).

Potongan sampel ditempatkan pada cawan petri yang berisi media PDA. Bagian daun tersebut harus menempel pada permukaan media. 2 cawan petri masing-masing berisi 2 bagian potongan daun. Lalu media yang telah diinokulasi dengan potongan daun diinkubasi pada suhu ruang selama 14 hari (Rustanti, 2007). Aquades bilasan terakhir diambil 1 mL dan diisolasi ke PDA lainnya, perlakuan ini berfungsi sebagai kontrol sterilisasi permukaan daun (Ariyono et al., 2014). Semua proses sterilisasi hingga proses isolasi dilakukan secara aseptis di dalam Laminar Air Flow.

3.3.3 Pemurnian Kapang Endofit

Kapang endofit yang tumbuh pada media isolasi PDA selanjutnya dimurnikan ke dalam media PDA dengan cara menginokulasi sedikit hifa dengan ose steril dari setiap koloni endofit yang berbeda. Lalu diinkubasi selama 5 hari pada suhu ruang. Tiap koloni kapang dipindahkan ke dalam masing-masing satu cawan PDA, dikerjakan secara duplo untuk working culture dan stock culture. Tiap koloni kapang yang tumbuh pada media PDA dipindahkan ke agar miring

PDA dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5 hari. Tiap isolat kapang dibuat duplo pada agar miring, masing-masing sebagai working culture dan stock culture

(Rustanti, 2007).

3.3.4 Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri

Skrining kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar padat (Diffusion Agar Plate Method). Bakteri uji yang digunakan yaitu Staphylococcus aureus ATCC 6538, Bacillus subtilis ATCC 6633, Escherichia coli ATCC 8739, dan Shigella dysenteriae ATCC13313.

Biakan bakteri uji dalam NB (biakan bakteri dibuat menggunakan kurva pertumbuhan) dipipet 0,1 mL dimasukkan secara aseptis ke dalam media agar NA

yang telah memadat dan disebarkan secara merata dengan menggunakan batang L. Isolat kapang endofit yang telah dimurnikan ke dalam medium PDA diambil


(45)

29

dengan sedotan steril atau cork borer dan dipindahkan ke media NA yang berisi bakteri uji. Media diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari. Aktivitas antibakteri kapang endofit dilihat dari zona hambat yang terbentuk (Elfina et al., 2014).

3.3.5 Karakterisasi Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri

Karakterisasi kapang endofit dilakukan baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Pengamatan makroskopis dilakukan dengan mengamati bentuk dan pertumbuhan koloni meliputi warna dan permukaan koloni (granular, seperti tepung, menggunung, licin), tekstur, lingkaran-lingkaran konsentris (konsentris atau tidak konsentris), warna balik koloni (reverse color), tetes eksudat, dan diameter pertumbuhan koloni kapang (cm/hari) (Ilyas, 2007 dan Ariyono et al., 2014).

Karakterisasi mikroskopik dilakukan dengan cara : bagian hifa kapang dipindahkan ke bagian pinggir agar PDA ukuran 1 x 1 cm2 yang diletakkan pada kaca objek dan ditutup dengan cover glass. Preparat tersebut ditempatkan pada petri steril berisi sedikit aquades steril. Inkubasi selama 5 hari pada suhu ruang. Setelah masa inkubasi selesai, diamati secara mikroskopik dengan mikroskop cahaya perbesaran 400 kali (Yulia, 2005). Pengamatan mikroskopik meliputi sekat hifa (bersekat atau tidak bersekat), pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak bercabang), bentuk dan ornamentasi spora (Ilyas, 2007 dan Ariyono et al., 2014).

3.3.6 Fermentasi Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri

Hasil metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang endofit dapat diperoleh melalui suatu proses fermentasi. Koloni kapang endofit yang telah murni dan berpotensi sebagai antibakteri diambil menggunakan cork borer

sebanyak 3 potongan isolat kapang endofit dan diinokulasi ke dalam 200 mL media PDY (Sinaga, 2009). Kemudian kultur tersebut diinkubasi secara kultur diam (statis) pada suhu ruang selama 14 hari (Sugijanto et al., 2014). Suspensi koloni kapang endofit yang diperoleh dari proses fermentasi disentrifugasi 3000 rpm selama 15 menit, pisahkan supernatan dari biomassa. Supernatan diambil untuk digunakan sebagai larutan uji (Atika, 2007).


(46)

30 3.3.7 Cek kemurnian Bakteri Uji

Pengamatan bakteri uji dilakukan baik secara makroskopik dan mikroskopik. Pengamatan makroskopik bakteri uji dilakukan dengan mengamati morfologi dan pertumbuhan koloni, meliputi bentuk, warna, dan bagian tepi koloni (Handayani, 2007).

Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan metode pewarnaan Gram. Langkah metode pewarnaan Gram adalah sebagai berikut : preparat uji dioleskan bakteri setipis mungkin, kemudian difiksasi dengan cara dilewatkan di atas nyala api sebentar untuk melekatkan bakteri. Preparat tersebut diwarnai dengan larutan kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit, dicuci dengan air mengalir selama 5 detik. Kemudian diteteskan larutan lugol diatas preparat biarkan selama 1 menit, dicuci kembali dengan air mengalir. Preparat kemudian diteteskan dengan etanol 96% selama 30 detik sampai tidak ada lagi zat warna lugol, lalu dicuci kembali dengan air mengalir. Preparat diteteskan larutan safranin selama 10-30 detik, kemudian dicuci kembali dengan air mengalir, dikeringkan dengan cara diletakkan di atas kertas saring. Preparat diamati dengan mikroskop cahaya perbesaran 1000 kali (Handayani, 2007). Pengamatan mikroskopis meliputi bentuk dan warna bakteri. Jika sel berwarna ungu berarti bakteri uji termasuk bakteri Gram positif. Tetapi jika sel berwarna merah berarti bakteri uji termasuk bakteri Gram negatif.

3.3.8 Uji Aktivitas Antibakteri 3.3.8.1Peremajaan Bakteri Uji

Bakteri uji, yaitu Staphylococcus aureus ATCC 6538, Bacillus subtilis

ATCC 6633, Escherichia coli ATCC 8739, dan Shigella dysenteriae ATCC 13313 diremajakan pada medium NA miring. Bakteri uji diinokulasi sebanyak satu ose ke dalam medium NA miring dan diinkubasi pada suhu 35°C selama 24 jam.Pengerjaan dilakukan dalam kondisi steril di dalam Laminar Air Flow (Radji, 2006).


(47)

31 3.3.8.2Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji

Kurva pertumbuhan dibuat pada masing-masing bakteri uji untuk menentukan fase log dari bakteri yang akan diuji, yaitu pada saat tercapainya kecepatan pertumbuhan tertinggi. Biakan bakteri uji yang tumbuh pada agar miring NA ditambahkan dengan 5 mL NaCl 0.9% steril. Sebanyak 0,1% (v/v) suspensi bakteri dimasukkan ke dalam 100 mL medium NB kemudian dilakukan perhitungan absorbansi pada panjang gelombang 600 nm. Kuvet dibersihkan kemudian diukur absorban awal NB steril sebagai kontrol dan NB yang mengandung bakteri pada menit ke-0 (t0). Setelah absorban awal ditentukan,

media NB diinkubasi pada pengocokan 120 rpm pada suhu 37°C. Setiap interval 30 menit dilakukan pengukuran absorban untuk mendapatkan kurva pertumbuhan (Khotimah, 2010).

3.3.8.3Uji Aktivitas Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar dengan cakram atau dikenal sebagai metode Kirby-Baurer (Sinaga et al., 2009). Biakan bakteri dalam NB dipipet 1 mL dimasukkan secara aseptis dalam cawan petri steril kemudian ditambahkan media MHA sejumlah ± 10 mL. Suspensi bakteri yang telah diberi agar dalam cawan petri digoyangkan perlahan (10 kali ke kanan dan 10 kali ke kiri) untuk memperoleh suspensi bakteri yang tersebar merata pada media agar (Rachmayani, 2008).

Larutan uji kapang endofit diambil sebanyak 20 µL dan larutan uji diserapkan pada kertas cakram steril. Cakram dibiarkan kering, kemudian diletakkan secara aseptis pada permukaan media yang telah berisi bakteri uji (Atika, 2007).

Kontrol positif yang digunakan yaitu cakram antibiotik kloramfenikol. Cakram antibiotik kloramfenikol diletakkan secara aseptis pada permukaan media uji. Kontrol negatif yang digunakan yaitu aquades steril. Sebanyak 20 µL larutan kontrol negatif diserapkan ke cakram steril. Cakram yang sudah diresapi larutan kontrol negatif diletakkan secara aseptis pada permukaan media uji (Atika, 2007).

Media diinkubasi pada suhu 35°C selama 24 jam. Isolat kapang yang memiliki aktivitas antibakteri akan menunjukkan zona hambat pada sekeliling


(48)

32

cakram. Zona hambat diukur dengan menggunakan jangka sorong (Rachmayani, 2008).


(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan 4.1.1 Isolasi Kapang Endofit

Penelitian mikrobiologi yang bertema seleksi kapang endofit penghasil senyawa antibakteri dilakukan untuk mengetahui aktivitas isolat kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri terhadap beberapa bakteri patogen. Secara garis besar ada 6 tahap dalam penelitian ini, yaitu isolasi kapang endofit, pemurnian isolat kapang endofit, seleksi isolat kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri, karakterisasi, fermentasi, dan uji aktivitas antibakteri terhadap beberapa bakteri patogen.

Kapang endofit diisolasi dari tanaman genus Medinilla speciosa Blume. Tanaman ini diperoleh dari Gunung Muria, Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus, Jawa Tengah pada tanggal 12 Januari 2015. Pada penelitian sebelumnya, ekstrak etil asetat buah Medinilla specciosa Blume pada konsentrasi 200 mg/mL, 100 mg/mL, 50 mg/mL, 25 mg/mL, dan 12,5 mempunyai aktivitas dengan diameter hambat 17,67 mm; 16,3 mm; 15,67 mm; 14,67 mm; 13,33 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan 12,33 mm; 11,33 mm; 10,67 mm; 9 mm; 8 mm terhadap bakteri Escherichia coli (Niswah, 2014).

Medinilla speciosa Blume merupakan genus tanaman yang tumbuh pada lingkungan yang khas serta memiliki sejarah etnobotani yang banyak digunakan sebagai obat tradisional. Hal ini disebabkan Parijoto mengandung flavonoid, tanin, saponin, kardenolid, terpenoid, dan glikosida dimana senyawa-senyawa tersebut diketahui sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas farmakologi sebagai antibakteri. Secara empiris tanaman Parijoto digunakan sebagai obat penyakit diare, sariawan, antiradang, dan antibakteri (Anonim, 2014).

Beberapa tumbuhan dapat mentransfer senyawa bioaktif yang dikandung kepada mikroba endofit yang tumbuh dalam jaringan tanaman, sehingga mikroba endofit tersebut mampu menghasilkan senyawa bioaktif yang karakternya mirip atau sama dengan inangnya. Hal ini disebabkan karena adanya koevolusi atau


(50)

34

transfer genetik dari tanaman inang ke dalam mikroba endofit (Tan & Zou, 2001 dalam Prihatiningtias, 2005).

Isolasi kapang endofit diawali dengan proses sterilisasi permukaan daun. Sterilisasi permukaan daun bertujuan untuk mencegah kontaminasi endofit oleh epifit, yaitu mikroorganisme yang hidup di permukaan daun. Teknik isolasi diawali dengan menseleksi dan membersihkan daun uji yang digunakan. Sampel daun tanaman Parijoto yang dipilih harus dalam kondisi sehat yang ditandai dengan warna daun yang masih segar, sebab tanaman yang tidak sehat umumnya dalam jaringannya telah terinfeksi dan didominasi oleh mikroba patogen dari luar tanaman. Daun yang berwarna hijau muda, hijau tua, dan hijau kekuningan kemudian dibersihkan dengan cara dicuci dengan air mengalir selama 10 menit. Tujuan dicuci dengan air mengalir adalah untuk membersihkan daun dari kotoran dan tanah yang menempel pada permukaan daun. Selanjutnya, daun disterilisasi dengan etanol 70% selama 1 menit, NaOCl 5,25% selama 5 menit, etanol 70% selama 30 detik dan terakhir dibilas dengan aquades steril selama 2-3 detik. Pada penelitian ini menggunakan etanol 70% dan NaOCl 5,25% sebagai desinfektan pada proses sterilisasi permukaan daun. Mekanisme kerja dari etanol 70% adalah mendenaturasi protein dan melarutkan lemak pada membran protein mikroba sehingga dapat merusak sel mikroba. Proses tersebut memerlukan air sehingga etanol 70% menunjukkan aktivitas antimikroba yang lebih baik dibandingkan etanol absolut (Siswandono, 1995 dalam Ramadhan, 2011). NaOCl merupakan zat kimia yang termasuk ke dalam golongan halogen yang akan melepaskan radikal klor yang mampu merusak membran dan protein mikroba (Pratiwi, 2008). Pembilasan dengan aquades steril berfungsi sebagai kontrol sterilisasi permukaan daun. Perlakuan kontrol sterilisasi permukaan daun ini berfungsi untuk mengetahui dan menentukan apakah kapang yang tumbuh merupakan kapang endofit atau bukan. Apabila pada media PDA kontrol sterilisasi permukaan daun tumbuh mikroba yang morfologinya berbeda dengan isolat kapang endofit, maka kapang yang tumbuh dari hasil isolasi merupakan kapang endofit yang berasal dari tanaman.

Setelah sterilisasi permukaan daun, dilakukan isolasi kapang endofit dengan metode direct plant (tanam langsung). Pada metode ini, bagian dalam dan


(51)

35

permukaan daun ditempelkan di atas media. 2 cawan petri masing-masing berisi 2 potongan daun yang diletakkan secara bersebrangan. Kemudian, potongan daun yang telah diinokulasi pada media PDA diinkubasi selama 14 hari pada suhu ruang. PDA merupakan media umum yang digunakan untuk menumbuhkan kapang endofit sebagai media isolasi, dan media pemurnian kapang endofit yang telah berhasil diisolasi. PDA merupakan media kaya akan nutrisi yang mudah dicerna sehingga memudahkan untuk pertumbuhan kapang endofit (Ariyono et al., 2014).

Koloni kapang endofit yang tumbuh adalah kapang endofit yang memiliki ciri : waktu tumbuh lebih dari 5 hari, tumbuh disekitar sampel daun yang ditanam, dan memiliki morfologi yang berbeda dengan mikroba yang tumbuh pada cawan kontrol sterilisasi permukaan daun. Kontrol sterilisasi permukaan daun menunjukkan bahwa sterilisasi permukaan daun yang dilakukan mampu menghambat pertumbuhan mikroba patogen pada permukaan daun sehinggga isolat yang diperoleh diyakini adalah kapang endofit.

Kapang endofit yang diisolasi tumbuh setelah 14 hari. Hal ini disebabkan oleh kapang endofit yang bersifat lambat tumbuh (slow grower). Hanya kapang endofit yang tumbuh di atas 5 hari yang diikutkan pada proses selanjutnya. Kapang yang tumbuh dibawah 5 hari dikhawatirkan bukanlah endofit melainkan kontaminan. Kapang endofit yang berhasil diisolasi lebih banyak dari daun yang berwarna hijau kekuningan. Hal ini dikarenakan mikroba endofit tumbuh di jaringan vaskular. Pada daun yang berwarna hijau kekuningan, jaringan vaskular yang terbentuk sudah sempurna sehingga kemungkinan munculnya kapang endofit lebih besar karena nutrien yang diperlukan untuk tumbuhnya kapang endofit sudah cukup (Priharta, 2008).

Interaksi mikroba endofit dan tanaman merupakan suatu bentuk simbiosis. Simbiosis antara tanaman dan mikroba endofit bersifat netral dan mutualisme (Bacon dan Hinton, 2006 dalam Purwanto et al., 2014). Simbiosis mutualisme antara mikroba endofit dengan tanaman, dalam hal ini mikroba endofit mendapatkan nutrisi dari hasil metabolisme tanaman dan melindungi tanaman dalam melawan serangan patogen, sedangkan tanaman mendapatkan derivat


(52)

36

nutrisi dan senyawa aktif yang diperlukan selama hidupnya (Simartama et al., 2007 dalam Purwanto et al., 2014).

Berdasarkan hasil isolasi, didapatkan 20 isolat kapang endofit pada media

PDA yang terdiri dari 6 isolat dari daun berwarna hijau muda, 5 isolat dari daun berwarna hijau tua, dan 9 isolat dari daun berwarna hijau kekuningan. Dari 20 isolat kapang endofit yang diperoleh dilakukan skrining terhadap antibakteri untuk menseleksi isolat kapang yang berpotensi sebagai antibakteri.

Cawan 1 Cawan 2

Gambar 4.1 Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Muda

Gambar 4.2 Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit Medinilla


(53)

37

Cawan 1 Cawan 2

Gambar 4.3 Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Tua

Gambar 4.4 Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit Medinilla

speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Tua

Gambar 4.5 Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Kekuningan


(1)

Fermentasi Kapang Endofit (hari ke-14) Hasil Sentrifugasi

DPU 1

DPU 3

DPU 4


(2)

DTE 3

DTU 1

DTU 4

DTU 6


(3)

DTU 9

Lampiran 13. Absorbansi Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji

Jam S. aureus B.subtilis E.coli S. dysenteriae

0 0,001 0,002 0,007 0,003

1 0,005 0,002 0,012 0,007

2 0,014 0,006 0,055 0,017

3 0,066 0,009 0,203 0,037

4 0,198 0,021 0,402 0,088

5 0,404 0,065 0,542 0,226

6 0,821 0,163 0,624 0,402

7 1,022 0,294 0,689 0,579

8 1,142 0,434 0,806 0,757

9 1,191 0,633 0,884 0,891

10 1,485 0,474 1,056 0,892

11 1,479 0,621 1,160 0,976

12 1,769 0,830 1,470 0,956

13 2,122 0,855 1,647 0,990

14 1,946 1,132 1,895 1,229

15 2,083 0,156 1,973 1,581

16 1,839 1,776 2,053 1,631

17 1,911 1,893 2,086 1,692

18 1,956 2,072 1,744

19 1,978 2,058 1,731

20 1,946 2,057 1,786

21 1,981 2,033 1,780

22 1,958 2,033 1,797


(4)

Lampiran 14. Uji Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit

a. Isolat DPU 1, DPU 3, dan DPU 4 Staphylococcus aureus

+

-DPU 4 DPU 3

DPU 1

Bacillus subtilis

Escherichia coli Shigella dysenteriae

+

- DPU 1

DPU 3 DPU 4

+ DPU 1

DPU 3

DPU 4 -

+ DPU 4

- DPU

DPU 4


(5)

b. Isolat DTE 1, DTU 1, dan DTU 6

c. Isolat DTE 3,

DTU 4, DTU 7, dan DTU 9

Staphylococcus aureus Bacillus subtilis

Escherichia coli Shigella dysenteriae

Staphylococcus aureus Bacillus subtilis

+ -

DTE 1

DTU 6 DTU 1

+ DTE 1

DTU 1 - DTU 6 - + DTU 1 DTU 6 DTE 1

+ DTE 1

DTU 1 - DTU 6 DTU 7 DTU 9 DTE 3 DTU 4 + - DTU 4 DTE 3

+ DTU 9

DTU 7

-

DTU 4


(6)

Escherichia coli Shigella dysenteriae

DTU 7

DTU 9

DTE 3

DTU 4

+ -

DTU 7

DTU 9 97161

DTE 3 97161 DTU 4

- +


Dokumen yang terkait

Pemeriksaan Cemaran Bakteri Escherichia coli Dan Staphylococcus aureus Pada Jamu Gendong Dari Beberapa Penjual Jamu Gendong

4 120 85

Karakterisasi Simplisia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi n-Heksana, Etilasetat Dan Etanol Daun Andong (Cordyline fruticosa Goepp.) Terhadap Bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae Dan Staphylococcus aureus

19 107 84

Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) Menggunakan Metode Difusi Cakram

8 42 54

Isolasi, seleksi dan uji aktivitas antibakteri mikroba endofit dari daun tanaman garcinia benthami pierre terhadap staphylococcus aureus, bacillus subtilis, escherichia coli, shigella dysenteriae, dan salmonella typhimurium

1 55 0

Isolasi, Seleksi dan Uji Aktivitas Antibakteri Mikroba Endofit dari Daun Tanaman Garcinia benthami Pierre terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium

0 9 116

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN PARIJOTO (Medinilla speciosa) TERHADAP Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus.

1 9 13

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN PARIJOTO (Medinilla speciosa) TERHADAP Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus.

0 4 16

I. PENDAHULUAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN PARIJOTO (Medinilla speciosa) TERHADAP Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus.

1 4 8

II. TINJAUAN PUSTAKA AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN PARIJOTO (Medinilla speciosa) TERHADAP Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus.

0 8 24

V. SIMPULAN DAN SARAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN PARIJOTO (Medinilla speciosa) TERHADAP Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus.

0 6 25