Keberlanjutan Pembangunan Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Kabupaten Bogor

KEBERLANJUTAN PEMBANGUNAN KAWASAN USAHA
PETERNAKAN SAPI PERAH KABUPATEN BOGOR

DEAR RAHMATULLAH RAMADAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keberlanjutan
Pembangunan Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Kabupaten Bogor adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Agustus 2015
Dear Rahmatullah Ramadhan
NIM P052130521

RINGKASAN
DEAR RAHMATULLAH RAMADHAN. Keberlanjutan Pembangunan Kawasan
Usaha Peternakan Sapi Perah Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh SRI
MULATSIH dan AKHMAD ARIF AMIN.
Tujuan utama penelitian adalah merumuskan arah kebijakan pengembangan
sistem peternakan sapi perah berkelanjutan Kawasan Usaha Peternakan
(KUNAK) Kabupaten Bogor. Pencapaian tujuan tersebut, dimulai dengan
penyusunan indeks keberlanjutan sistem peternakan berdasarkan lima dimensi
pembangunan (ekologi, ekonomi, sosial-budaya, teknologi-infrastruktur, dan
hukum-kelembagaan) dan mengidentifikasi faktor kunci yang berpengaruh di
masa depan dalam pengembangan sistem tersebut.
Hasil penyusunan indeks keberlanjutan sistem menggunakan pendekatan
Rapid Appraisal Sistem Budidaya Sapi Perah (RAPSIBUSAPE) menghasilkan
nilai sebesar 51.25. Berdasarkan nilai tersebut, indeks keberlanjutan sistem
peternakan sapi perah KUNAK Kabupaten Bogor berkategori “cukup

berkelanjutan”. Peningkatan nilai indeks keberlanjutan dapat dilakukan dengan
perbaikan 15 atribut sensitif berpengaruh dari 45 atribut penilaian keberlanjutan
sistem. Analisis ketergantungan antarfaktor menggunakan analisis prospektif
menghasilkan tujuh faktor kunci yang berpengaruh terhadap pengembangan
sistem peternakan sapi perah. Faktor kunci tersebut, antara lain: (1) harga susu, (2)
daya dukung pakan, (3) industri pakan, (4) pemanfaatan limbah peternakan, (5)
sifat pekerjaan, (6) perkembangan koperasi, dan (7) lembaga keuangan
(bank/kredit).
Pengembangan sistem peternakan sapi perah berkelanjutan dapat dilakukan
dengan menerapkan skenario “Moderat-Optimistik”. Penerapan skenario tersebut
memerlukan implentasi arah kebijakan, sebagai berikut: (1) peningkatan kualitas
penerapan system operational procedure (SOP) manajemen pemeliharaan ternak,
(2) penyediaan sarana agribisnis sapi perah yang lebih modern, (3) perluasan
lahan kebun rumput yang memanfaatkan lahan-lahan kritis sekitar KUNAK
diikuti usaha budidaya intensif rumput unggul, (4) pemberian dukungan, insentif,
dan bantuan pada peternak untuk membangun instalasi pengolah limbah, (5)
pemberdayaan peternak sapi perah melalui penguatan kelembagaan, (6)
diversifikasi usaha baru KPS Bogor dan pengembangan usaha yang telah ada, dan
(7) mendorong lembaga keuangan untuk memberikan kredit modal dan
pengembangan usaha dengan persyaratan kredit lunak.


Kata kunci: sistem peternakan sapi perah, keberlanjutan, kebijakan

SUMMARY
DEAR RAHMATULLAH RAMADHAN. The Sustainable Development of Dairy
Farm Business District at Bogor Regency. Supervised by SRI MULATSIH as a
chairman and AKMAD ARIF AMIN as member.
The main objective of the research was to formulate policy development
sustainable dairy farming systems business district dairy farm (KUNAK) Bogor
Regency. Achievement of these objectives, starting with the preparation of the
farm system sustainability index based on five dimensions of development
(ecological, economic, socio-cultural, technology infrastructure, and the legalinstitutional) and identify the key factors that influence in the future.
Results indexing sustainability of the system using RAPSIBUSAPE yields a
value of 51.25. Based on these values, the sustainability index KUNAK dairy
farm systems of Bogor Regency category "reasonably sustainable". Increasing the
value of sustainability index can be done with improvements influence the
sensitive attribute 15 of 45 attributes of sustainability assessment system.
Dependency factors analysis using a prospective analysis results seven key factors
that influence the development of the dairy farm system. The key factors, such as:
(1) the price of milk, (2) feed carrying capacity, (3) the feed industry, (4) the use

of farm waste, (5) socialisation of farming, (6) the development of cooperatives,
and (7) the institution finance (bank / credit).
The development of a sustainable dairy farm system can be done by
applying the scenario "Moderate-Optimistic". Implementation of these scenarios
require implementation policy directions, as follows: (1) improving the quality of
implementation of system operational procedure (SOP) management of livestock
raising, (2) the provision of modern dairy cattle agribusiness, (3) expansion of
agricultural lands which utilize critical land around KUNAK followed by
intensive cultivation of superior grass, (4) the provision of support, incentives, and
assistance to farmers to build a sewage treatment facility, (5) empower dairy
farmers through institutional strengthening, (6) diversification and development of
new KPS Bogor existing business, and (7) to encourage financial institutions to
provide capital and business development with soft credit terms.

Keywords: dairy farm systems, sustainability, policy

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KEBERLANJUTAN PEMBANGUNAN KAWASAN USAHA
PETERNAKAN SAPI PERAH KABUPATEN BOGOR

DEAR RAHMATULLAH RAMADAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

Penguji pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr.

HALAMAN PENGESAHAN
Judul

: Keberlanjutan Pembangunan Kawasan Usaha Peternakan Sapi
Perah Kabupaten Bogor

Nama

: Dear Rahmatullah Ramadhan

NIM

: P 052 130 521

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)


Disetujui:
Komisi Pembimbing

Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr
Ketua

Dr drh Akhmad Arif Amin
Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Ujian: 03 Juli 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Tema yang dipilih
dalam tesis ini ialah model budidaya ternak sapi perah berkelanjutan, dengan
judul Keberlanjutan Pembangunan Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah
Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr.
dan Bapak Dr. drh. Akhmad Arif Amin selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberi pengetahuan dan saran dalam penulisan tesis ini. Ungkapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayahanda (Bapak Dr. Ir. Suyitman,
M.S.), Ibunda (Ibu Dra. Retno Palupi), Adik (Prisca Sari Paramudhita, S.Pi.),
Adinda Rizqiyyah Yasmin Khoirunnisaa, S.E, dan pihak terkait lainnya yang telah
memberikan bantuan, semangat, dan doa sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Semoga tesis ini mampu memberikan informasi dan pengetahuan yang bermanfaat
bagi pembacanya.
Bogor, Agustus 2015


Dear Rahmatullah Ramadhan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1

1
3
4
5
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Manajemen Usaha Sapi Perah
Usaha Peternakan Sapi Perah Berkelanjutan
Perubahan Pendekatan Budidaya Peternakan Sapi Perah
Pendekatan Sistem dan Pemodelan

6
6
6
8
10

3 METODE
Lokasi Penelitian

Data Penelitian
Teknik Penentuan Responden
Metode Analisis Data

12
12
12
13
14

4 GAMBARAN UMUM
Sejarah KUNAK Sapi Perah Kabupaten Bogor
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Karakteristik Peternak
Manajemen Usaha Ternak

12
22
23
24
26

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Indeks dan Status Keberlanjutan
Faktor Kunci Pengembangan Sistem Peternakan Sapi Perah
Model Sistem Peternakan Sapi Perah KUNAK Kabupaten Bogor
Skenario Pengembangan Sistem Peternakan Sapi Perah Berkelanjutan
KUNAK Kabupaten Bogor
Arahan Pengembangan Sistem Peternakan Sapi Perah Berkelanjutan
KUNAK Kabupaten Bogor

41
41
51
58

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

90
90
91

DAFTAR PUSTAKA

92

76
86

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

17

18

19

20
21
22

23
24

Target program pendirian KUNAK dan pencapaian program KUNAK
Pengaruh langsung antarfaktor sistem peternakan sapi perah
Kemungkinan keadaan yang terjadi di masa depan dari faktor penting
Skenario pengembangan sistem budidaya peternakan sapi perah
berkelanjutan
Karakteristik peternak KUNAK Kabupaten Bogor
Karakteristik peternak di peternakan rakyat Cisarua
Aspek kandang dan peralatan ternak sapi perah di KUNAK Kabupaten
Bogor
Jumlah indukan, produksi, dan harga susu periode tahun 2009-2013
Aspek pembibitan dan reproduksi di KUNAK Kabupaten Bogor
Aspek kandang dan peralatan di peternakan rakyat Cisarua
Aspek pembibitan dan reproduksi di peternakan rakyat Cisarua
Parameter statistik (goodness of fit) analisis indeks keberlanjutan sistem
peternakan sapi perah
Hasil analisis Monte Carlo nilai RAP-SIBUSAPE pada selang
kepercayaan 95 persen
Faktor berpengaruh pada sistem peternakan hasil penggabungan faktor
exisiting condition dan need analysis
Simulasi nilai variabel terkait populasi ternak (ekor) di KUNAK
Kabupaten Bogor
Simulasi nilai variabel limbah ternak (kg), potensi feses (kg), sludge
(kg), gas (kg), penerimaan pupuk kandang (Rp), dan penerimaan biogas
(Rp)
Simulasi nilai variabel total kebutuhan HMT (kg), daya dukung HMT
(kg), selisih HMT (kg), populasi sesuai daya dukung HMT (ekor),
kelebihan ternak (ekor), populasi sesuai produksi kebun rumput (ekor),
dan produksi kebun rumput (kg)
Simulasi nilai variabel populasi penduduk Indonesia (orang), produksi
susu Indonesia (liter), kebutuhan impor IPS (liter), produksi susu
KUNAK (liter), dan harga susu KUNAK (Rp/liter)
Simulasi nilai variabel biaya ampas tahu (Rp), HMT (Rp), IB obat dan
vitamin (Rp), konsentrat (Rp), pakan (Rp), upah tenaga kerja (Rp), dan
usaha (Rp)
Simulasi nilai variabel penerimaan susu peternak (Rp), penjulan pedet
(Rp), sapi jantan (Rp), sapi afkir (Rp), dan total penerimaan (Rp)
Simulasi nilai variabel keuntungan (Rp), jumlah peternak (orang), profit
tiap peternak (Rp), dan RC
Simulasi nilai variabel populasi penduduk (orang), angkatan kerja
tersedia (orang), tenaga kerja (orang), pengangguran (orang), buruh
ternak (orang), dan pengurangan jumlah pengangguran (orang)
Simulasi nilai variabel total kebutuhan ampas tahu (kg), total kebutuhan
HMT (kg), dan total kebutuhan konsentrat (kg)
Simulasi nilai variabel penerimaan susu KPS (Rp), SHU bruto KPS
(Rp), kredit usaha (Rp), penerimaan susu peternak (Rp), penerimaan

2
17
18
18
25
26
27
30
31
34
38
51
51
54
61

62

63

66

67
67
68

70
71

25

26
27
28

29

30

31

32
33

34

35

36
37

susu pasteurisasi (Rp), dan selisih penerimaan antara susu peternak dan
pasteurisasi (Rp)
Perbandingan jumlah sapi indukan dan harga susu KUNAK aktual
dengan hasil simulasi model jumlah sapi indukan dan harga susu
KUNAK
Prospektif faktor-faktor kunci pengembangan sistem peternakan sapi
perah berkelanjutan KUNAK Kabupaten Bogor
Hasil analisis skenario pengembangan sistem peternakan sapi perah
berkelanjutan KUNAK Kabupaten Bogor
Simulasi nilai variabel harga susu KUNAK (Rp), daya dukung HMT
(kg), populasi ternak sesuai daya dukung (ekor), biaya konsentrat (Rp),
dan limbah ternak (kg) skenario konservatik-pesimistik
Simulasi nilai variabel populasi sapi indukan (ekor), buruh ternak
(orang), SHU bruto KPS (Rp), kredit usaha (Rp), dan peternak (orang)
skenario konservatik-pesimistik
Simulasi nilai variabel harga susu KUNAK (Rp), daya dukung HMT
(kg), populasi ternak sesuai daya dukung (ekor), biaya konsentrat (Rp),
dan limbah ternak (kg) skenario moderat-optimistik
Simulasi nilai variabel populasi sapi indukan (ekor), buruh ternak
(orang), SHU bruto KPS (Rp), kredit usaha (Rp), dan peternak (orang)
skenario skenario moderat-optimistik
Simulasi nilai variabel luas kebun rumput (Ha), penerimaan pupuk
kandang (Rp), dan nilai RC skenario skenario moderat-optimistik
Simulasi nilai variabel harga susu KUNAK (Rp), daya dukung HMT
(kg), populasi ternak sesuai daya dukung (ekor), biaya konsentrat (Rp),
dan limbah ternak (kg) skenario progresif-optimistik
Simulasi nilai variabel populasi sapi indukan (ekor), buruh ternak
(orang), SHU bruto KPS (Rp), kredit usaha (Rp), dan peternak (orang)
skenario skenario progresif-optimistik
Simulasi nilai variabel luas kebun rumput (Ha), penerimaan pupuk
kandang (Rp), penerimaan biogas (Rp), penerimaan gas (Rp), dan nilai
RC skenario progresif-optimistik
Skor 15 atribut sensitif terhadap keberlanjutan sistem dari 45 atribut
penilaian indeks keberlanjutan sistem peternakan sapi perah
Usulan kebijakan pengembangan sistem peternakan sapi perah
berkelanjutan di KUNAK Kabupaten Bogor

73

76
77
77

79

79

81

81
82

84

85

85
87
88

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

13

14

15

16

17
18
19

20
21
22
23
24

Jumlah peternak KUNAK pada tahun 2009-2014
Kerangka pikir sistem peternakan sapi perah berkelanjutan
Pola usahatani terpadu
Subsistem agribisnis peternakan
Proses aplikasi Rapfish

Tingkat pengaruh dan ketergantungan antarfaktor dalam sistem
Diagram input-output sistem peternakan di KUNAK sapi perah
Kabupaten Bogor
Diagram sebab-akibat sistem peternakan di KUNAK sapi perah
Kabupaten Bogor
Struktur organisasi KPS Bogor tahun 2013
Struktur organisasi KUD Giri Tani periode tahun 2011-2016
Indeks dan status keberlanjutan sistem peternakan sapi perah di
KUNAK dan peternakan rakyat Cisarua Kabupaten Bogor
Analisis indeks dan faktor sensitif keberlanjutan dimensi ekologi sistem
peternakan sapi perah di KUNAK dan peternakan rakyat Cisarua
Kabupaten Bogor
Analisis indeks dan faktor sensitif keberlanjutan dimensi ekonomi
sistem peternakan sapi perah di KUNAK dan peternakan rakyat Cisarua
Kabupaten Bogor
Analisis indeks dan faktor sensitif keberlanjutan dimensi sosial-budaya
sistem peternakan sapi perah di KUNAK dan peternakan rakyat Cisarua
Kabupaten Bogor
Analisis indeks dan faktor sensitif keberlanjutan dimensi teknologiinfrastuktur sistem peternakan sapi perah di KUNAK dan peternakan
rakyat Cisarua Kabupaten Bogor
Analisis indeks dan faktor sensitif keberlanjutan dimensi hukumkelembagaan sistem peternakan sapi perah di KUNAK dan peternakan
rakyat Cisarua Kabupaten Bogor
Tingkat kepentingan faktor existing condition yang berpengaruh pada
sistem peternakan sapi perah di KUNAK Kabupaten Bogor
Tingkat kepentingan faktor need analysis yang berpengaruh pada sistem
peternakan sapi perah di KUNAK Kabupaten Bogor
Tingkat kepentingan faktor hasil penggabungan existing condition dan
need analysis yang berpengaruh pada sistem peternakan sapi perah di
KUNAK Kabupaten Bogor
Struktur model dinamik sub model dimensi ekologi sistem peternakan
sapi perah di KUNAK Kabupaten Bogor
Simulasi pola perilaku variabel populasi ternak pada model sistem
peternakan sapi perah di KUNAK Kabupaten Bogor
Simulasi pola perilaku variabel terkait pemanfaatan limbah
Simulasi pola perilaku variabel terkait daya dukung pakan hijauan
ternak (HMT)
Struktur model dinamik sub model dimensi ekonomi sistem peternakan
sapi perah di KUNAK Kabupaten Bogor

2
4
8
10
16
18
20
20
33
39
41

42

46

48

49

50
53
54

55
59
61
62
63
64

25 Simulasi pola perilaku variabel terkait harga susu KUNAK Kabupaten
Bogor
26 Simulasi pola perilaku variabel biaya, penerimaan usaha, keuntungan,
profit tiap peternak, dan RC
27 Struktur model dinamik sub model dimensi sosial-budaya sistem
peternakan sapi perah di KUNAK Kabupaten Bogor
28 Simulasi pola perilaku nilai variabel terkait sub model dimensi sosialbudaya
29 Struktur model dinamik sub model dimensi teknologi-infrastruktur
sistem peternakan sapi perah KUNAK
30 Simulasi pola perilaku nilai variabel terkait kebutuhan pakan
31 Struktur model dinamik sub model dimensi hukum-kelembagaan sistem
peternakan sapi perah di KUNAK Kabupaten Bogor
32 Simulasi perilaku variabel terkait dimensi hukum-kelembagaan
33 Simulasi perbandingan harga susu pada tiga skenario di KUNAK
Kabupaten Bogor pada tahun 2009-2024
34 Simulasi jumlah sapi indukan di KUNAK Kabupaten Bogor pada tiga
skenario dengan selang waktu simulasi tahun 2009-2024
35 Simulasi Jumlah peternak di KUNAK Kabupaten Bogor pada tiga
skenario dengan selang waktu simulasi tahun 2009-2024

66
68
69
70
71
72
72
73
89
89
89

DAFTAR LAMPIRAN
1 Atribut dan Skor Keberlanjutan Dimensi Ekologi Sistem Peternakan
KUNAK (KNK) dan Peternakan Rakyat Cisarua (CSR) Kabupaten
Bogor
2 Atribut dan Skor Keberlanjutan Dimensi Ekonomi Sistem Peternakan
KUNAK (KNK) dan Peternakan Rakyat Cisarua (CSR) Kabupaten
Bogor
3 Atribut dan Skor Keberlanjutan Dimensi Sosial-Budaya Sistem
Peternakan KUNAK (KNK) dan Peternakan Rakyat Cisarua (CSR)
Kabupaten Bogor
4 Atribut dan Skor Keberlanjutan Dimensi Teknologi-Infrastruktur
Sistem Peternakan KUNAK (KNK) dan Peternakan Rakyat Cisarua
(CSR) Kabupaten Bogor
5 Atribut dan Skor Keberlanjutan Dimensi Hukum-Kelembagaan Sistem
Peternakan KUNAK (KNK) dan Peternakan Rakyat Cisarua (CSR)
Kabupaten Bogor
6 Analisis kebutuhan aktor (stakeholders) dalam pengembangan sistem
budidaya peternakan sapi perah di KUNAK Kabupaten Bogor
7 Sruktur model peternakan KUNAK sapi perah di Kabupaten Bogor
8 Equations model peternakan KUNAK sapi perah di Kabupaten Bogor
9 Kuisioner aspek sosial-ekonomi peternak
10 Kuisioner analisis prospektif

97

98

99

100

101
102
103
104
111
114

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan susu Indonesia sebesar 18.66% atau setara 344 744 ton/tahun
dipenuhi dari susu impor (Ditjennak 2013). Ketergantungan terhadap susu impor
mendorong pemerintah melakukan berbagai upaya pengembangan usaha
peternakan sapi perah pada daerah pusat produksi susu nasional. Propinsi Jawa
Barat merupakan salah satu pusat produksi susu nasional karena Propinsi Jawa
Barat termasuk dalam tiga besar penghasil susu nasional setelah Propinsi Jawa
Timur dan Jawa Tengah. Sebanyak 22.54% populasi ternak sapi perah nasional
berada di Propinsi Jawa Barat dengan kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan
susu nasional sebesar 30.94% atau setara dengan 278 934 ton/tahun. Kabupaten
Bogor merupakan salah satu kabupaten yang berkontribusi terhadap produksi susu
Propinsi Jawa Barat sebesar 14 643 ton/tahun atau 5.25% per tahun (BPS 2014).
Kontribusi Kabupaten Bogor terhadap produksi susu Propinsi Jawa Barat
tidak terlepas dari implementasi program Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK)
sapi perah Kabupaten Bogor. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 50
Tahun 2012, KUNAK merupakan pola pengembangan komoditas pertanian
dengan pendekatan berbasis kawasan (Kementan 2012). Pelaksanaan program
KUNAK diharapkan mampu meningkatkan populasi ternak sapi perah, produksi
susu dalam negeri, dan pendapatan peternak sapi perah.
Pada tahun 2013, pelaksanaan program KUNAK telah memberikan
kontribusi sebesar 41.34% (BPS Kabupaten Bogor 2014) terhadap produksi susu
Kabupaten Bogor. Kontribusi produksi susu KUNAK dikhawatirkan mengalami
penurunan karena berbagai permasalahan (KPS Bogor 2014), antara lain: (1)
keterbatasan hijauan pakan ternak, (2) penurunan jumlah peternak (Tabel 1), (3)
mutu susu yang rendah (nilai rataan kuman 1-3 juta/ml), (4) munculnya penyakit
ternak seperti brucellosis dan mastitis, (4) sarana dan prasana agribinis peternakan
yang terbatas, dan (5) tidak tercapai target program berdirinya KUNAK (Tabel 1).
Permasalahan tersebut, secara langsung maupun tidak langsung memberikan
ancaman terhadap keberlanjutan usaha dan pembangunan peternakan sapi perah di
KUNAK. Kriteria pembangunan berkelanjutan perlu diterapkan untuk menjamin
keberlanjutan dan manfaat optimal dari usaha peternakan sapi perah yang
menselaraskan kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan (Saragih dan
Sipayung 2002).
Kay dan Alder (1999) menyatakan kriteria acuan pembangungan
berkelanjutan pada prinsipnya menyangkut dimensi ekologi, ekonomi, sosialbudaya, dan hukum-kelembagaan. Mersyah (2005) menambahkan aspek teknologi,
sehingga kriteria acuan pembangunan berkelanjutan mencakup lima dimensi,
yakni: (1) ekologi, (2) ekonomi, (3) sosial-budaya, (4) hukum-kelembagaan, dan
(5) teknologi. Pada perkembangannya, dimensi teknologi dipersekutukan dengan
dimensi infrastruktur (Suyitman 2010). Oleh karena itu, kriteria keberlanjutan
pembangunan mencakup lima dimensi, yaitu: (1) ekologi, (2) ekonomi, (3) sosialbudaya, (4) hukum-kelembagaan, dan (5) teknologi-infrastruktur.

2

Sumber: KPS Bogor 2014

Gambar 1 Jumlah peternak KUNAK pada tahun 2009-2014
Tabel 1 Target program pendirian KUNAK dan pencapaian program KUNAK
No
1
2
3
4
5

Uraian
Jumlah Kavling Kosong
Populasi Ternak Induk
Produksi Susu
Nilai Rataan Kuman
Peraturan Pemilik Kavling
KUNAK

Target Program KUNAK
(Tahun 1997)
Terisi penuh (200 Kavling)
Minimal 2.000 ekor induk
20.000 liter/hari
< 1 juta/ml
Hanya usaha ternak sapi perah

Kondisi Tahun 2014
Terisi 102 kavling
1.020 ekor induk
7.000-10.000 liter/hari
1-3 juta/ml
Muncul usaha lain

Sumber: KPS Bogor 2014

Pengembangan suatu sistem peternakan dengan menerapkan lima dimensi
keberlajutan tersebut, memerlukan kegiatan pemodelan dengan pendekatan sistem.
Hal tersebut diperlukan untuk menggambarkan keterkaitan antarfaktor dalam
sistem. Selain itu, model yang dihasilkan mampu mensimulasikan dampak
intervensi terhadap faktor, sehingga mampu memberikan rekomendasi arah
kebijakan pengembangan sistem peternakan yang lebih baik dalam upaya
peningkatan kinerja sistem. Memodelkan sistem peternakan KUNAK sapi perah
Kabupaten Bogor dengan mempertimbangkan kriteria keberlanjutan diharapkan
mampu meningkatkan kinerja sistem.
Kinerja sistem yang lebih baik diharapkan: (1) meningkatkan produksi susu
sapi, (2) meningkatkan penerimaan peternak, (3) pemerataan pendapatan antar
peternak, (4) peningkatan kualitas lingkungan setempat, (5) pengelolaan limbah
peternakan yang lebih baik, (6) pemanfaatan limbah pertanian, dan (7) aplikasi
teknologi yang efektif dan efisien. Oleh karena itu, analisis keberlanjutan sistem
peternakan sapi perah yang dipadukan dengan analisis model peternakan sapi
perah diperlukan untuk memberikan kemudahan bagi stakeholders dalam
menentukan arah kebijakan, sehingga dapat diperoleh manfaat optimal dari usaha
peternakan sapi perah di KUNAK Kabupaten Bogor. Selain itu, penelitian terkait
keberlanjutan pembangunan pada KUNAK sapi perah Kabupaten Bogor belum
pernah dilakukan sebelumnya, sehingga hasil penelitian ini diharapkan mampu
menjadi referensi bagi penelitian terkait selanjutnya.

3
Perumusan Masalah
Peternakan rakyat pada KUNAK sapi perah Kabupaten Bogor kurang
memperhatikan penerapan sistem peternakan sapi perah berkelanjutan. Hal
tersebut berdampak pada munculnya permasalahan yang memberikan ancaman
terhadap keberlanjutan sistem peternakan KUNAK sapi perah. Oleh karena itu,
konsep sistem peternakan sapi perah berkelanjutan yang merupakan adopsi dari
konsep pembangunan berkelanjutan perlu diterapkan dalam kegiatan
pengembangan KUNAK sapi perah. Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan
manfaat optimal dari kegiatan peternakan sapi perah di KUNAK, antara lain: (1)
perbaikan pendapatan peternak, (2) peningkatan produksi susu, (3) pemerataan
pendapatan, (4) kualitas lingkungan yang lebih baik, (5) pemanfataan limbah
peternakan yang memberi manfaat bagi peternak dan lingkungan, (6) aplikasi
teknologi yang efektif. Penerapan konsep sistem peternakan sapi perah
berkelanjutan memerlukan implementasi kriteria-kriteria keberlanjutan
pembangunan.
Suyitman (2010) menyatakan bahwa kriteria keberlanjutan pembangunan
mencakup lima dimensi, yaitu: (1) ekologi, (2) ekonomi, (3) sosial-budaya, (4)
hukum-kelembagaan, dan (5) teknologi-infrastruktur. Menurut Susilo (2003)
kriteria keberlanjutan pembangunan dari setiap dimensi keberlanjutan tersebut
dapat dianalisis dan dinilai secara cepat (rapid appraisal), sehingga diperoleh
indeks dan status keberlanjutan pembangunan dengan menggunakan metode multi
variabel non-parametrik yang dikenal dengan multidimensional scaling (MDS).
Metode MDS yang digunakan untuk menghitung indeks keberlanjutan
pengembangan sistem peternakan sapi perah disebut dengan Rapid Appraisal
Sistem Budidaya Sapi Perah (Rap-SIBUSAPE). Indeks keberlanjutan hanya
mampu memberikan gambaran kondisi sistem peternakan sapi perah sesaat.
Keterkaitan dan dinamika antarfaktor pembentuk proses sistem tersebut tidak
mampu digambarkan. Oleh karena itu, analisis sistem dinamis dengan pendekatan
sistem diperlukan untuk menggambarkan keterkaitan antarfaktor dan dinamika
sistem.
Analisis sistem dinamis menghasilkan model peternakan sapi perah dimana
model tersebut dibangun berdasarkan lima aspek penting keberlanjutan (ekonomi,
ekologi, sosial-budaya, teknologi-infrastruktur, dan hukum-kelembagaan).
Implementasi konsep pembangunan berkelanjutan dalam rangka membangun
sistem peternakan sapi perah berkelanjutan memerlukan perumusan arah
kebijakan dalam berbagai skenario (Gambar 2). Penerapan konsep pembangunan
berkelanjutan dalam pengembangan sistem peternakan sapi perah diharapkan
mampu memperbaiki kinerja sistem. Oleh karena itu, penelitian komprehensif
terkait dengan keberlanjutan pembangunan yang dipadukan dengan model
peternakan sapi perah diperlukan dalam merumuskan arah kebijakan
pengembangan sistem peternakan sapi perah berkelanjutan khususnya di KUNAK
Kabupaten Bogor. Berdasarkan uraian tersebut, perumusan permasalahan
penelitian ini, antara lain:
1 Bagaimana indeks dan status keberlanjutan sistem peternakan KUNAK sapi
perah Kabupaten Bogor ditinjau dari masing-masing dimensi keberlanjutan,
mencakup: dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya, teknologi-infrastuktur,
dan hukum-kelembagaan?

4
2 Apa saja faktor kunci penentu keberlanjutan pengembangan sistem peternakan
KUNAK sapi perah Kabupaten Bogor?
3 Bagaimana rumusan arah kebijakan pengembangan sistem peternakan sapi
perah berkelanjutan di KUNAK Kabupaten Bogor?
Pembangunan Kawasan Usaha
Peternakan (KUNAK)
Pengembangan KUNAK Berdasarkan
Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Penilaian Status Keberlanjutan

1. Peningkatan Pendapatan
Peternak
2. Produksi susu sapi
3. Pemerataan Pendapatan
4. Kualitas Lingkungan
5. Pemanfaatan Limbah
Peternakan
6. Aplikasi Teknologi

Atribut Penting Keberlanjutan

Faktor Strategis Pengembangan
Sistem Peternakan Sapi Perah
Berkelanjutan
Model Pengembangan Peternakan
Sapi Perah Berkelanjutan
Skenario Pengembangan Sistem
Peternakan Sapi Perah Berkelanjutan

Rekomendasi Arah Kebijakan
Pengembangan

Gambar 2 Kerangka pikir sistem peternakan sapi perah berkelanjutan
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya,
maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1 Menilai status keberlanjutan sistem peternakan KUNAK sapi perah Kabupaten
Bogor ditinjau dari masing-masing dimensi keberlanjutan pembangunan,
yaitu: dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya, teknologi-infrastuktur, dan
hukum-kelembagaan.
2 Mengidentifikasi faktor kunci berpengaruh yang menentukan keberlanjutan
pengembangan sistem peternakan KUNAK sapi perah Kabupaten Bogor.
3 Merumuskan arah kebijakan pengembangan sistem peternakan sapi perah
yang berkelanjutan di KUNAK Kabupaten Bogor.

5
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran
yang bermanfaat untuk:
1 Pemerintah, sebagai referensi atau acuan dalam penyusunan kebijakan
perencanaan pembangunan berkelanjutan sistem peternakan sapi perah di
KUNAK Kabupaten Bogor.
2 Masyarakat, memberikan kontribusi hasil pemikiran ilmiah terkait
pembangunan berkelanjutan sistem peternakan sapi perah di KUNAK
Kabupaten Bogor.
3 Pengusaha/investor agar dapat memahami strategi dan prospek pengembangan
usaha dalam bidang peternakan sapi perah di Kabupaten Bogor.
4 Ilmu pengetahuan, sebagai bahan referensi dalam mengembangkan cara
berpikir sistem (system thinking) khususnya bagi keberlanjutan pembangunan
peternakan sapi perah.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mengkaji keberlanjutan sistem peternakan sapi
perah di KUNAK yang berlokasi pada dua kecamatan di Kabupaten Bogor, yakni
Kecamatan Cibungbulang dan Kecamatan Pamijahan. Kriteria keberlanjutan
sistem peternakan sapi perah meliputi lima dimensi keberlanjutan, antara lain: (1)
dimensi ekologi, (2) ekonomi, (3) sosial-budaya, (4) teknologi-infrastuktur, dan
(5) hukum-kelembagaan. Indeks dan status keberlanjutan dinilai dengan metode
multidimensional scaling (MDS) menggunakan software Rapfish
(Rapid
Assessment Techniques for Fisheries). Penentuan indeks dan status keberlanjutan,
dilakukan melalui perbandingan kondisi aktual KUNAK dengan peternakan sapi
perah rakyat di Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor yang
selanjutnya disebut dengan peternakan rakyat Cisarua. Peternakan rakyat Cisarua
dipilih sebagai pembanding karena keserupaan penerapan manajemen budidaya
sapi perah dengan KUNAK. Faktor kunci keberlanjutan sistem peternakan sapi
perah diperoleh dari hasil analisis prospektif. Model yang dibangun berdasarkan
pendekatan sistem dengan menggunakan software powersim constructor.

6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Manajemen Usaha Sapi Perah
Menurut Djaja et al. dalam Santosa et al. (2009) revitalisasi bidang
pertanian tidak hanya mengacu pada penyediaan pangan yang mencukupi dan
berkualitas, melainkan peningkatan kesejahteraan hidup peternak. Agribisnis sapi
perah sebagai salah satu usaha tani dengan produk utama susu sapi, selama ini
berkembang dengan lamban. Hal ini disebabkan rendahnya keuntungan yang
diperoleh peternak, sehingga untuk memacu perkembangan agribisnis sapi perah
harus dapat meningkatkan keuntungan peternak. Pencapaian tujuan tersebut
memerlukan suatu tuntunan manajemen usaha bagi setiap peternak sapi perah agar
usaha agribisnis sapi perah lebih efisien dan ekonomis sehingga dapat
meningkatkan keuntungan.
Kegiatan manajemen usaha peternakan sapi perah harus memperhatikan
beberapa faktor yang memengaruhi produksi susu sapi perah. Faktor tersebut
terangkum dalam kegiatan tatalaksana pemeliharaan (Djaja et al. dalam Santosa et
al. 2009). Faktor atau tatalaksana pemeliharaan dapat secara langsung maupun
secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan sapi perah dalam memproduksi
susu. Kontruksi kandang yang belum sesuai dengan persyaratan teknis akan
mengganggu produktivitas ternak, kurang efisien dalam penggunaan tenaga kerja,
dan berdampak terhadap lingkungan sekitarnya. Selain itu, kondisi kandang juga
harus mampu memberikan keleluasaan, kenyamanan, dan kesehatan bagi ternak.
Menurut Santoso et al. (2009) ada beberapa persyaratan yang diperlukan
dalam mendirikan kandang antara lain memenuhi persyaratan kesehatan ternak,
mempunyai ventilasi yang baik, efisiensi dalam pengelolaan ternak, melindungi
ternak dari pengaruh iklim dan keamanan pencurian, serta tidak berdampak
terhadap lingkungan sekitarnya. Faktor penting lainnya adalah sistem
pemeliharaan sapi perah harus disesuaikan dengan status fisiologisnya, yaitu sapi
perah bunting, induk laktasi, pedet, sapi dara, sapi kering, dan pejantan.
Pemisahan ini selain menjadi lebih efisien dalam pengelolaan, sapi juga lebih
produktif sehingga produksi susu dapat terjamin kontinuitas maupun kualitasnya.
Menjaga aspek manajemen sebaik mungkin memiliki peranan dalam peningkatan
produksi susu dan kesehatan sapi perah. Tatalaksana pemeliharaan sapi perah
dengan baik sangat diperlukan dalam rangka memberi keuntungan sepadan atas
usaha yang telah dilakukan
Usaha Peternakan Sapi Perah Berkelanjutan
Konsep pengembangan peternakan sapi terpadu yang melibatkan ternak
dan tanaman (tanaman pangan dan tanaman perkebunan) telah dikembangkan di
beberapa negara Asia, seperti: Thailand, Filipina, Vietnam, RRC, dan Indonesia.
Pada Negara Indonesia, integrasi antara ternak dan tanaman sudah diterapkan oleh
petani di perdesaan, namun sistem pengelolaannya masih bersifat tradisional tanpa
memperhitungkan nilai ekonomi (Diwyanto et al. 2002). Sistem usahatani terpadu
yang didasarkan pada penelitian dan pengkajian mulai diperkenalkan pada tahun
1970-an oleh Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) di Bogor. Sejak saat itu

7
kajian dan inovasi penerapan pertanian terpadu terus dikembangkan seperti: pola
tanam (cropping pattern), pola usahatani (cropping system), sistem usahatani
(farming system), dan terakhir adalah sistem tanaman ternak (crop livestock
system/CLS). Selain CLS, ada beberapa pola sejenis seperti pertanian dengan
perikanan dan lainnya (Diwyanto et al. 2002).
Pada sistem usahatani ternak, interaksi yang terjadi mendorong efisiensi
produksi, pencapaian produksi yang optimal, peningkatan diversifikasi usaha dan
peningkatan daya saing produk pertanian, sekaligus mempertahankan dan
melestarikan sumberdaya lahan (Diwyanto dan Handiwirawan 2004). Menurut
Diwyanto (2001), ada 8 (delapan) keuntungan penerapan integrasi usaha tanaman
dan ternak, yaitu: (1) diversifikasi penggunaan sumberdaya produksi; (2)
mengurangi terjadinya resiko; (3) efisiensi penggunaan tenaga kerja; (4) efisiensi
penggunaan komponen produksi; (5) mengurangi ketergantungan sumberdaya
lain dari luar usaha; (6) sistem ekologi lebih lestari dan tidak menimbulkan
polusi; (7) meningkatkan output; dan (8) mengembangkan rumah tangga petani
yang lebih stabil.
Sistem integrasi ternak dangan tanaman merupakan salah satu kegiatan
pertanian organik (organic farming) berbasis teknologi, dengan memanfaatkan
sumberdaya lokal melalui proses daur ulang secara efektif. Sistem ini melibatkan
paling tidak tiga jenis kegiatan usahatani yang saling berkaitan, yaitu: (1)
budidaya ternak sapi, (2) budidaya tanaman pangan atau perkebunan, dan (3)
pengolahan limbah pertanian dan ternak. Ruang lingkup budidaya ternak
mencakup pengandangan ternak, sistem pemberian pakan, pengolahan hasil ternak
dan limbah, serta pemanfaatan kompos untuk tanaman pertanian. Budidaya
tanaman merupakan teknologi pengolahan produk, penyimpanan dan peningkatan
kualitas limbah tanaman sebagai pakan ternak. Pengomposan adalah proses
mengubah limbah organik menjadi pupuk dengan tujuan mengurangi bahan
organik yang dikandung bahan limbah, menekan timbulnya bau, membunuh
gulma dan organisme yang bersifat patogen, produknya berupa pupuk organik
yang sesuai untuk diaplikasikan pada lahan pertanian (Sutanto 2002).
Pada sistem usahatani ternak, interaksi yang terjadi mendorong terjadinya
efisiensi produksi, pencapaian produksi yang optimal, peningkatan diversifikasi
usaha dan peningkatan daya saing produk pertanian yang dihasilkan, sekaligus
mempertahankan dan melestarikan sumberdaya lahan. Menurut Wardhani dan
Musofie (2004) pelaksanaan usahatani peternakan terpadu dengan tanaman
pangan/perkebunan membuat petani melibatkan ternak, sumberdaya lahan, tenaga
kerja, dan ketersediaan modal. Antara sub-sistem rumah tangga, ternak, dan
tanaman saling terkait, terpadu, dan saling tergantung (Gambar 3). Kegiatan
usahatani tanaman (pangan dan perkebunan) menghasikan hijauan pakan ternak,
seperti: rumput alam dari pematang sawah, gulma yang diperoleh dari kebun, dan
limbah pertanian berupa jerami padi, kacang tanah, daun jagung, daun singkong,
dan daun pucuk tebu. Selain itu, limbah agroindustri, seperti: dedak, molases,
ampas tahu, tongkol jagung, ampas kecap, dan lainnya sebagai merupakan input
untuk usaha ternak.
Kegiatan usaha ternak menyerap tenaga kerja manusia dan sumberdaya
lain yang dapat menghasilkan produk peternakan. Ternak menghasilkan pupuk
organik yang dapat digunakan untuk tanaman pangan, perkebunan, tanaman pakan
ternak. Pola usahatani peternakan terpadu dengan tanaman pangan mampu

8
memberikan nilai tambah pada masing-masing sektor usaha. Pada pola ini petani
mengurangi penggunaan input luar, tenaga kerja diusahakan berasal dari dalam
keluarga, sarana produksi didapatkan dari produk masing-masing kegiatan yang
saling terkait. Pengembangan integrasi tanaman-sapi bertujuan: (1) mendukung
upaya peningkatan kandungan bahan organik lahan melalui penyediaan pupuk
organik, (2) meningkatkan produktivitas tanaman dan penyediaan daging, dan (3)
meningkatkan populasi ternak sapi dan pendapatan petani.
Pasar
Pupuk, Insektida,
dan Tenaga Kerja

Tenaga Kerja
Non-Farm

Tanaman (Padi,
Jagung, dan
Tebu)

Rumah Tangga
Manajemen dan
Tenaga Kerja

Limbah Tanaman

Ternak,
Konsentrat,
dan Obat
Hewan

Ternak

Pupuk dan Tenaga Kerja
Gambar 3 Pola usahatani terpadu (Wardhani dan Musofie 2004)
Perubahan Pendekatan Budidaya Peternakan Sapi Perah
Menurut Pambudy (1999), sejalan dengan perkembangan pembangunan
bidang peternakan, kegiatan budidaya peternakan dilaksanakan melalui tiga
evolusi pendekatan yaitu pendekatan teknis, pendekatan terpadu, dan pendekatan
agribisnis.
Pendekatan Teknis
Menurut Pambudy (1999) pendekatan teknis dilakukan dengan tujuan
peningkatan populasi ternak, sehingga dapat memenuhi tuntutan kebutuhan
pembangunan peternakan dengan upaya, antara lain: (1) meningkatkan kelahiran
melalui program inseminasi buatan (IB); (2) menekan kematian melalui penolakan,
pencegahan, penyidikan, pemberantasan, dan pengendalian penyakit ternak dan
kesehatan masyarakat veteriner; (3) pengendalian dan pencegahan pemotongan
ternak betina produktif; (4) mengendalikan ekspor ternak; (5) mengimpor ternak
unggul serta meningkatkan mutu ternak dalam negeri; dan (6) distribusi bibit
ternak betina serta jantan (Pambudy et al. 2001).

9
Pendekatan Terpadu
Pengalaman menunjukkan bahwa berbagai upaya pendekatan teknis yang
dilakukan ternyata tidak mampu memenuhi tuntutan kebutuhan pembangunan.
Usaha peningkatan populasi ternak dan pendapatan peternak dilakukan melalui
penerapan pendekatan terpadu dengan cara pembinaan secara masif melalui tiga
penerapan teknologi, yaitu: teknologi produksi, ekonomi, dan sosial (Pambudy
1999). Penerapan teknologi produksi dilakukan dengan program Panca Usaha
Ternak yaitu: perbaikan mutu bibit, pakan, penanganan kesehatan hewan,
pemeliharaan, dan reproduksi. Pendukung penerapan teknologi produksi
diterapkan pula teknologi ekonomi berupa perbaikan pascapanen dan pemasaran
sehingga Panca Usaha Ternak menjadi Sapta Usaha Ternak, sedangkan penerapan
teknologi sosial dilakukan dengan mengorganisir peternak dalam kelompok tani
dan koperasi.
Pendekatan Agribisnis
Menurut Djajalogawa dan Pambudy (2003), agribisnis peternakan diartikan
sebagai suatu kegiatan bidang usaha peternakan yang menangani seluruh aspek
siklus produksi secara seimbang dalam suatu paket kebijakan yang utuh melalui
pengelolaan pengadaan, penyediaan dan penyaluran sarana produksi, kegiatan
budidaya, pengelolaan pemasaran dengan melibatkan semua stakeholders
(pemangku kepentingan) dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang
seimbang dan proporsional bagi kedua belah pihak (petani-peternak dan
perusahaan swasta).
Sistem agribisnis peternakan merupakan kegiatan yang mengintegrasikan
pembangunan sektor pertanian secara simultan (dalam arti luas) dengan industri
dan jasa dalam suatu kelompok industri peternakan yang mencakup empat
subsistem (Gambar 4). Keempat subsistem tersebut menurut Saragih (2000),
antara lain:
1 Subsistem agribisnis hulu (upstream off-farm agribusiness), yaitu kegiatan
ekonomi (produksi dan perdagangan) yang menghasilkan sapronak seperti
bibit, pakan, obat-obatan, inseminasi buatan, dan lain-lain.
2 Subsistem agribisnis peternakan (on-farm agribusiness) yaitu, kegiatan
ekonomi dalam bentuk usaha peternakan.
3 Subsistem agribisnis hilir (downstream off-farm agribusiness), yaitu kegiatan
ekonomi mengolah dan memperdagangkan hasil usaha peternakan.
Komponen yang termasuk dalam subsistem ini, antara lain: industri susu,
industri pemotongan ternak, industri pengolahan dan pengalengan daging, dan
industri pengolahan kulit.
4 Subsistem jasa penunjang (supporting institution), yaitu kegiatan yang
menyediakan jasa agribisnis peternakan, seperti: perbankan, asuransi, koperasi,
transportasi, penyuluhan, poskeswan, lembaga pemerintahan, lembaga
pendidikan, dan penelitian.

10
Subsistem Agribisnis
Hulu

Subsistem Agribisnis
Budidaya

Subsistem Agribisnis
Hilir

Sistem produksi dan
distribusi sarana dan
alat-alat peternakan:
- bibit/induk/semen
- pakan/konsentrat
- obat ternak
- lahan
- kandang
- tenaga kerja

Sistem
produksi
peternakan primer, dan
penanganan
produk
produk primer:
- pengolahan lahan
- pencegahan penyakit
- pembelian sapronak
- manajemen budidaya
- kegiatan produksi

Sistem
pengumpulan
produk
primer
peternakan, pengolahan
produk, distribusi dan
pemasaran produk (susu
segar,
produk susu
olahan, susu kaleng, dan
sebagainya) sampai ke
konsumen akhir

Subsistem Lembaga Penunjang
- Prasarana (jalan, pasar, kelompok peternak, koperasi, dan lembaga keuangan).
- Sarana (transportasi, informasi, kredit, peralatan, dan lain-lain).
- Kebijakan (KUNAK, BUSEP, impor dan ekspor susu, dan lain-lain).
- Penyuluhan.
Gambar 4 Subsistem agribisnis peternakan (Saragih 2000)
Pendekatan Sistem dan Pemodelan
Menurut Manetsch dan Park dalam Eriyatno (2003) “sistem adalah suatu
gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisir untuk mencapai
suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan”. Menurut Eriyatno (2003)
pendekatan sistem adalah suatu cara penyelesaian permasalahan yang diawali
dengan identifikasi kebutuhan-kebutuhan untuk menghasilkan suatu operasi yang
dianggap efektif. Berdasarkan hal tersebut, pendekatan sistem umumnya ditandai
oleh dua hal, yaitu: (1) penentuan semua faktor penting yang ada untuk
mendapatkan solusi dalam penyelesaian masalah, dan (2) penciptaan model
kuantitatif untuk membantu membuat keputusan secara rasional. Pengkajian suatu
permasalahan memerlukan pendekatan sistem apabila memenuhi karakteristik: (1)
kompleks, dimana interaksi antar elemen cukup rumit, (2) dinamis, dalam arti
faktor yang ada berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan, dan
(3) probabilistik, yakni memerlukan fungsi peluang dalam penarikan kesimpulan
maupun rekomendasi (Eriyatno 2003).
Menurut Aminullah (2003) dalam pendekatan sistem terdapat beberapa
tahapan untuk menyelesaikan permasalahan kompleks, antara lain:
1 analisis kebutuhan untuk mengidentifikasi kebutuhan dari semua stakeholders
dalam sistem.
2 formulasi permasalahan yang merupakan kombinasi dari semua permasalahan
dalam sistem
3 identifikasi sistem untuk menentukan variabel-variabel sistem dalam rangka
memenuhi kebutuhan semua stakeholders dalam sistem.

11
4

5
6

pemodelan abstrak yang mencakup proses interaktif antara analisis sistem
dengan pembuat keputusan dengan menggunakan model untuk
mengeksploitasi dampak dari berbagai alternatif dan variabel keputusan
terhadap berbagai kriteria sistem.
implementasi dengan tujuan utama untuk memberikan wujud fisik dari sistem
yang diinginkan.
operasi, pada tahapan ini akan dilakukan validasi sistem dan seringkali pada
tahap ini terjadi modifikasi-modifikasi tambahan karena cepatnya perubahan
lingkungan dimana sistem tersebut berfungsi.

Model merupakan suatu gambaran abstrak dari sistem nyata dan akan
bertindak seperti dunia nyata untuk aspek-aspek tertentu (Aminullah 2003).
Menurut Hartrisari (2007) model diciptakan dan digunakan untuk mempermudah
dalam melakukan pengkajian sistem karena sulit dan hampir tidak mungkin
bekerja pada keadaan sebenarnya. Oleh karena itu, model hanya
memperhitungkan beberapa faktor dalam sistem untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Menurut Eriyatno (2003) model pada dasarnya dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis, antara lain: model ikonik (model fisik), model
analog (model diagramatik), dan model simbolik (model matematik). Model
terbaik akan mampu memberikan gambaran perilaku dunia nyata sesuai dengan
permasalahan dan akan meminimalkan perilaku yang tidak signifikan dari sistem
yang dimodelkan.
Menurut Eriyatno (2003), salah satu solusi menyelesaikan permasalahan yang
kompleks dengan pendekatan sistem adalah menggunakan konsep model simulasi
sistem dinamis. Penggunaan model tersebut akan mengkomputasi jalur waktu dari
variabel model untuk tujuan tertentu dari input sistem dan parameter model.
Penyusunan model dapat dilakukan berdasarkan basis data (data base) maupun
pengetahuan (knowledge base).

12

3 METODE
Lokasi Penelitian
Wilayah penelitian terbagi menjadi dua bagian, yakni wilayah penelitian
utama dan pembanding. Hal ini diperlukan dalam rangka penentuan indeks dan
status keberlanjutan sistem peternakan sapi perah. Wilayah Penelitian seluruhnya
berada di Kabupaten Bogor yang terbagi menjadi dua wilayah, yakni KUNAK
sapi perah sebagai wilayah penelitian utama dan peternakan rakyat Cisarua
sebagai wilayah penelitian pembanding. Lokasi penelitian KUNAK Kabupaten
Bogor terletak pada tiga desa di dua kecamatan, yaitu Desa Situ Udik Kecamatan
Cibungbulang, Desa Pasarean Kecamatan Pamijahan dan Desa Pamijahan
Kecamatan Pamijahan.
Lokasi penelitian peternakan rakyat Cisarua terletak di Desa Cibeureum
Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Penetapan lokasi penelitian dipilih secara
sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa kedua wilayah tersebut
merupakan pusat produksi susu sapi perah di Kabupaten Bogor dan adanya
kemiripan teknik budidaya sapi perah pada kedua wilayah penelitian. Penelitian
dilaksanakan pada bulan September tahun 2014 sampai dengan bulan Januari
tahun 2015.
Data Penelitian
Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Penyusunan indeks keberlanjutan memerlukan data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui kegiatan focus group discussion (FGD)
bersama 17 pakar yang dipilih secara sengaja (purpoisive) terdiri dari pakar
peternakan, kesehatan hewan, penyuluh pertanian, lingkungan, dan kelembagaan
untuk menentukan atribut-atribut pada tiap dimensi keberlanjutan. Kriteria baik
dan buruk atribut-atribut tiap dimensi mengikuti konsep Fisheries Centre (2002).
Penentuan nilai setiap atribut berdasarkan pengamatan langsung dan data
sekunder dari dokumen beberapa instansi, antara lain: 1) Badan Pusat Statistik
Kabupaten Bogor dengan dokumen Kabupaten Bogor dalam Angka, Kecamatan
Cibungbulang dalam Angka, Kecamatan Pamijahan dalam Angka, Kecamatan
Cisarua dalam Angka; 2) Dinas Peternakan Kabupaten Bogor dengan dokumen
statistik peternakan dan kesehatan hewan; 3) Koperasi Produksi Susu dan Usaha
Peternakan Bogor (KPS-Bogor) dengan dokumen laporan pertanggungjawaban
KPS-Bogor; 4) Koperasi Unit Desa (KUD) Giri Tani dengan dokumen laporan
pertanggungjawaban KUD Giri Tani; dan 5) hasil penelitian terkait topik
penelitian.
Penentuan faktor kunci keberlanjutan dengan analisis prospektif
menggunakan data primer melalui wawancara mendalam bersama 17 responden
pakar yang sebelumnya telah berpartisipasi dalam penentuan atribut pada tiap
dimensi keberlanjutan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini
terbagi dua, yakni (1) Pendekatan Rap-SIBUSAPE melalui metode MDS untuk
menilai indeks dan status keberlanjutan serta mengidentifikasi atribut sensitif
berpengaruh terhadap indeks keberlanjutan di setiap dimensi melalui analisis
leverage, dan (2) analisis prospektif untuk penentuan faktor kunci berpengaruh
terhadap sistem peternakan sapi perah di Kabupaten Bogor.

13
Teknik Penentuan Responden
Responden dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok, yakni responden
peternak dan responden pakar. Penentuan responden dilakukan dengan dua cara,
antara lain:
1

Responden peternak pada lokasi penelitian dipilih dengan menggunakan
metode simple random sampling yang jumlahnya ditentukan dengan
menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:
=


1 + ��

Keterangan : n = jumlah responden keseluruhan
N = jumlah populasi peternak
e = galat (error) yang dapat diterima (10%)
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut,
responden peternak yang diperlukan sebanyak 93 orang peternak yang terdiri
dari 42 orang peternak Desa Cibeureum dan 51 orang peternak KUNAK.
Responden peternak diperlukan untuk memberikan gambaran kondisi sosialekonomi pada lokasi penelitian.
2

Responden pakar dipilih secara sengaja (purposive sampling). Responden
pakar yang terpilih memiliki kepakaran sesuai dengan bidang yang dikaji.
Beberapa pertimbangan dalam menentukan pakar yang dijadikan responden
didasarkan pada kriteria, sebagai berikut:
a Mempunyai pengalaman dan kompetensi sesuai bidang yang dikaji.
b Memiliki reputasi, kedudukan/jabatan dalam kompetensinya dengan
bidang yang dikaji dan telah menunjukkan kredibilitasnya sebagai ahli
atau pakar pada bidang yang diteliti.
c Mempunyai komitmen terhadap permasalahan yang dikaji.
d Bersifat netral dan bersedia menerima pendapat responden lain.
e Bersedia dimintai pendapat dan berada pada lokasi penelitian.
Berdasarkan kriteria tersebut, responden pakar yang terpilih sebanyak 17
orang. Jumlah responden tersebut terdiri dari 7 orang responden pakar wilayah
penelitian Desa Cibeureum dan 10 orang responden pakar wilayah penelitian
KUNAK. Responden pakar tersebut terdiri dari perwakilan pengurus koperasi
(pakar kelembagaan), dinas peternakan dan perikanan Kabupaten Bogor
(pakar peternakan dan lingkungan), penyuluh pertanian, ketua kelompok tani
(pakar peternakan), petugas kesehatan hewan (pakar kesehatan hewan), dan
pengusaha sapi perah. Responden pakar diperlukan dalam penentuan nilai
atribut keberlanjutan dan tingkat