Pengaruh Kredit Terhadap Pendapatan Petani Kopi Arabika Organik Di Provinsi Aceh

PENGARUH KREDIT TERHADAP PENDAPATAN PETANI
KOPI ARABIKA ORGANIK DI PROVINSI ACEH

NURUL ISKI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Kredit terhadap
Pendapatan Petani Kopi Arabika Organik di Provinsi Aceh adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016
Nurul Iski
NIM H453130161

RINGKASAN
NURUL ISKI. Pengaruh Kredit terhadap Pendapatan Petani Kopi Arabika
Organik di Provinsi Aceh. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI dan
HARIANTO.
Dalam upaya pengembangan sub sektor perkebunan, aspek permodalan
merupakan salah satu kendala dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh
petani. Sehingga ketersediaan kredit pada tanaman kopi yang mayoritas
merupakan perkebunan rakyat menjadi penting. Tujuan penelitian ini adalah untuk
(1) mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi akses kredit terhadap sumber
pembiayaan formal oleh petani kopi arabika organik, (2) menganalisis pengaruh
kredit terhadap pendapatan petani kopi arabika organik.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Data crosssection dari desa pada 2 kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah telah dikumpulkan
secara langsung dari 73 sampel yang diwawancarai menggunakan kuisioner.
Responden terdiri petani kopi arabika organik yang mengakses kredit pada
lembaga formal koperasi serta petani yang meminjam pada lembaga informal

yaitu pedagang. Tujuan pertama dianalisis dengan menggunakan model Probit dan
tujuan kedua dianalisis dengan menggunakan model ekonometrika persamaan
simultan metode estimasi 2SLS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesibilitas petani kopi arabika
organik pada kredit ditentukan secara positif dan signifikan oleh usia petani,
kunjungan pihak penyedia kredit dan pengetahuan petani terkait pengajuan
pinjaman. Untuk dapat meningkatkan akses pinjaman petani pada koperasi pihak
koperasi dituntut untuk lebih aktif dengan memberikan sosialiasi terkait prosedur
pinjaman. Selain itu karakteristik koperasi dengan menyediakan jasa akses
pinjaman langsung ke tempat tinggal petani akan mampu meningkatkan akses
petani untuk meminjam pada koperasi. Sumber kredit yang dapat diakses petani
adalah koperasi dan pedagang. Sebagian besar petani kopi arabika organik (63%)
mengalokasikan penggunaan kredit untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa kredit berpengaruh signifikan
terhadap peningkatan produksi kopi arabika organik dan konsumsi pangan
rumahtangga petani. Kredit juga memiliki pengaruh positif terhadap penggunaan
tenaga kerja usahatani yang merupakan input dominan dalam produksi kopi
arabika organik. Kredit yang berpengaruh siginifikan terhadap konsumsi pangan
anggota keluarga akan mampu meningkatkan produktivitas kerja anggota keluarga
sebagai tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani kopi. Sejalan dengan itu, dari

hasil simulasi perubahan variabel ekonomi menunjukkan bahwa kredit memiliki
pengaruh positif terhadap pendapatan petani kopi arabika organik. Berdasarkan
hasil tersebut, maka perlu adanya upaya dari lembaga formal guna meningkatkan
akses kredit petani dan perlu adanya peningkatan kemampuan dari lembaga kredit
agar dapat menyalurkan kredit dalam jumlah yang lebih besar sehingga petani
dapat meningkatkan pendapatan usahataninya.
Kata Kunci: Kopi Arabika Organik, Kredit, Pendapatan petani, Persamaan
simultan

SUMMARY
NURUL ISKI. Effect of Credit on Organic Arabica Coffee Farmers Income in
Province of Aceh. Supervised by NUNUNG KUSNADI dan HARIANTO.
In developing the plantation sub-sector, the capital aspect is one of the
constraints of the various problems faced by farmers. The availability of credit on
coffee plantations, which dominated by small scale plantations, become
important.The purpose of this study was to (1) identify the factors affecting credit
access to formal sources of finance by organic Arabica coffee farmers, (2) analyze
the effect of credit on the income of organic Arabica coffee farmers.
This study was conducted in Central Aceh district of Aceh province. The
study area determined purposively and sampling carried out by random sampling

method. Data cross-section of the village on two districts in Central Aceh has
been collected directly from 73 samples that were interviewed using
questionnaires. Respondents consisted of organic Arabica coffee farmers who
access credit at formal institutions, which are cooperatives, as well as those who
borrow from the informal institutions, which are merchants. The first objective
was analyzed using Probit models and the second objective was analyzed using an
econometric model of simultaneous equations, 2SLS estimation method to
simulation stage.
The results showed that accessibility of organic Arabica coffee farmers in
the credits is determined positively and significantly by farmers age, number of
credit provider visits and knowledge of farmers related to the loan application. In
order to improve access to loans for farmers in the cooperative the cooperative is
required to be more active by providing socialization related loan procedure.
Besides the characteristics of cooperatives by providing access services direct
loans to shelter farmers will be able to improve farmers' access to borrow from
cooperatives. Source of credit that can be accessed by farmers were cooperatives
and traders. The majority of organic Arabica coffee farmers (63%) allocate the
usage of credit to meet the needs of the household.
The analysis also showed that the credits have a significant effect on
increasing production and food consumption of organic Arabica coffee farmer

household. Credit also has a positive effect on the use of labor input farming
which is the dominant input used in the production of organic Arabica coffee. The
significant affects of credit to family members food consumption will be able to
increase the productivity of family members working as labor in the family on the
coffee farm. Correspondingly, from the simulation results show that changes in
economic variables such as credit has positive effect on the income of farmers
organic Arabica coffee. Based on these results, the efforts of the formal
institutions in order to improve farmers' access to credit is necessary and it is
needed to increase the ability of credit institutions to lend more credit so that
farmers can increase their agricultural income.
Keywords:Organic Arabica Coffee, Credit, Farm Income, Simultaneous Equations

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH KREDIT TERHADAP PENDAPATAN PETANI
KOPI ARABIKA ORGANIK DI PROVINSI ACEH

NURUL ISKI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2015 ini ialah
pembiyaan pertanian, dengan judul Pengaruh Kredit terhadap Pendapatan Petani
Kopi Arabika di Provinsi Aceh.
Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir.
Harianto, MS, selaku anggota komisi pembimbing yang selalu meluangkan
waktu dan memberikan banyak ilmu, saran, nasehat dan motivasi bagi penulis
dalam penyusunan tesis.
2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si, selaku penguji Luar Komisi dan Dr. Alla
Asmara S.Pt, M.Sc, selaku penguji Wakil Komisi Program Studi atas
berbagai masukan untuk perbaikan tesis yang diberikan kepada penulis.
3. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas segala ilmu yang
telah disampaikan selama masa perkuliahan.
4. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia atas dukungan beasiswa BPPDN pendidikan Program Magister di

IPB.
5. Bapak Johan, Ibu Ina, Bapak Widi, Ibu Kokom, Bapak Erwin, Bapak Khusein,
selaku staf administrasi di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, yang telah
banyak membantu selama penulis menempuh pendidikan.
6. Teman-teman Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Angkatan 2013 yang
telah berbagi ilmu, berdiskusi dan belajar bersama selama mengikuti kuliah.
Khususnya Dea, Dewi, Vhira, Dinda, Dika, Lela, Kak Devi, Nurma, Ari, Uni
Dira, Uni Vina, Udin atas kebersamaannya selama penulis menempuh
pedidikan.
7. Sahabat seperjuangan Nora dan Khumaira, untuk persahabatan, cinta dan
kasih sayangnya.
8. Seluruh keluarga besar penulis, suami tercinta Hafiizh Maulana atas
pengertiannya yang mendalam, do’a dan semangat untuk penyelesaian tesis
ini. Penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada orangtua tercinta
Ayahanda Nazir Akhmad dan Mamak Mahyuni, Ayah dan Mamak mertua,
saudaraku tersayang Abang Muhammad Akhsa, kedua adikku Nur Fitria dan
Muhammad Syamil untuk do’a, semangat dan kasih sayang yang tak
terhingga.
Akhir kata semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah
membantu dan semoga tesis ini bermanfaat memberikan wawasan seta

pengetahuan baru bagi generasi selanjutnya.
Bogor, Maret 2016
Nurul Iski

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

v

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
5
6
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Akses Petani Terhadap Kredit dan Faktor yang Mempengaruhi
Pengaruh Kredit Terhadap Pendapatan Petani
Usahatani Kopi Arabika

7
7
9
11


3 KERANGKA TEORITIS
Aksesibilitas Pada Kredit
Pengaruh Kredit Terhadap Kegiatan Produksi Usahatani
Kerangka Pemikiran Penelitian
Hipotesis Penelitian

12
12
13
15
16

4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Sampel
Metode Analisis Data
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akses Kredit pada Sumber
Pembiayaan Formal
Analisis Pengaruh Kredit
Definisi Operasional

17
17
17
17
18

5 GAMBARAN UMUM PENELITIAN
Keadaan Geografi, Penduduk dan Ekonomi Lokasi Penelitian
Karakteristik Sumber Pembiayaan
Karakteristik Petani Responden
Usahatani Kopi Arabika Organik

26
26
28
31
33

6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akses Petani Kopi pada Sumber
Pembiayaan
Pengaruh Kredit terhadap Pendapatan Petani Kopi Arabika Organik
Hasil Estimasi Model
Simulasi Perubahan Nilai Kredit

36

18
19
24

36
38
38
45

7 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

47
47
47

DAFTAR PUSTAKA

48

LAMPIRAN

53

RIWAYAT HIDUP

7

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Perkembangan konsentrasi kredit perbankan menurut sektor ekonomi
di Indonesia tahun 2008-2012 (Milyar Rupiah)
Perkembangan posisi kredit sektor pertanian di Indonesia menurut
subsektor tahun 2008-2012 (Milyar Rupiah)
Lokasi penelitian dan jumlah petani kopi arabika gayo di Kabupaten
Aceh Tengah
Karakteristik sumber kredit petani kopi arabika di Kabupaten Aceh
Tengah Provinsi Aceh
Alasan petani memilih sumber pinjaman di Kabupaten Aceh Tengah
Provinsi Aceh
Alokasi penggunaan kredit petani responden di Kabupaten Aceh
Tengah Provinsi Aceh tahun 2015
Karakteristik petani kopi arabika organik di Kabupaten Aceh Tengah
tahun 2015
Analisis keuntungan usahatani kopi arabika organik di Kabupaten
Aceh Tengah Provinsi Aceh Tahun 2015
Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi akses
petani pada sumber pembiayaan formal
Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi nilai
kredit yang diterima petani
Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi
penggunaan tenaga kerja usahatani kopi arabika
Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi usahatani kopi
Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi
konsumsi rumahtangga petani kopi
Hasil validasi model kinerja usahatani kopi
Dampak perubahan nilai kredit yang diterima petani kopi pada
model

1
2
18
28
30
31
32
35
36
39
41
42
44
45
46

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Jumlah Kredit dan Produksi Subsektor Perkebunan Indonesia Tahun
2008-2012
Pengaruh kredit terhadap penggunaan input dan penerimaan petani
Alur kerangka pemikiran
Diagram hubungan antar variabel

3
14
16
22

DAFTAR LAMPIRAN
1

2

3

4
5

6

7

8

9

Tinggi dari permukaan laut, luas areal, produksi, produktivitas dan
jumlah kopi arabika per kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah,
Tahun 2014
Program pendugaan persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi
akses kredit oleh petani pad sumber pembiayaan formal
menggunakan model probit dengan program SAS versi 9.3
Hasil pendugaan persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi akses
kredit oleh petani pada sumber pembiayaan formal menggunakan
model probit dengan program SAS versi 9.3
Program estimasi Model Kinerja Usahatani, metode 2SLS prosedur
SYSLIN, program SAS versi 9.3
Hasil estimasi model produksi dan konsumsi anggota keluarga petani
kopi arabika, metode 2SLS prosedur SYSLIN, program SAS versi
9.3
Program validasi model produksi dan konsumsi anggota keluarga
petani kopi arabika, metode 2SLS prosedur SIMNLIN, program SAS
versi 9.3
Hasil validasi model produksi dan konsumsi anggota keluarga petani
kopi arabika, metode 2SLS prosedur SIMNLIN, program SAS versi
9.3
Program simulasi model produksi dan konsumsi anggota keluarga
petani kopi arabika, metode 2SLS prosedur SIMNLIN, program SAS
versi 9.3
Hasil simulasi model produksi dan konsumsi anggota keluarga petani
kopi arabika, metode 2SLS prosedur SIMNLIN, program SAS versi
9.3

55

56

57
59

60

64

66

68

70

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembiayaan merupakan komponen yang penting dalam upaya
pengembangan sektor pertanian. Sektor pertanian diketahui menjadi sektor
andalan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Pertanian tercatat
sebagai sektor yang memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDB yaitu
rata-rata sebesar 14.54 persen selama tiga tahun terahir (BPS 2014). Namun
pembiayaan untuk sektor pertanian belum menjadi prioritas untuk
mengembangkan sektor pertanian. Bank Indonesia sebagai bank sentral di
Indonesia mencatat bahwa posisi kredit untuk sektor pertanian berada di posisi ke
tiga penyaluran kredit perbankan berdasarkan sektor. Rendahnya perhatian
perbankan terhadap sektor pertanian antara lain disebabkan karena usaha di sektor
pertanian mempunyai risiko yang tinggi dan perputaran uang yang lambat
sehingga pihak perbankan cenderung lebih memperhatikan sektor non pertanian.
Berdasarkan Tabel 1 diketahui kredit sektor pertanian mengalami pertumbuhan
positif. Namun dilihat proporsi dari keseluruhan kredit, proporsi kredit sektor
pertanian masih jauh lebih kecil dibandingkan sektor lainnya dengan proporsi
rata-rata sebesar 5.27 persen dari total kredit yang disalurkan oleh pihak
perbankan. Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa pembiayaan untuk sektor
pertanian belum menjadi prioritas untuk mengembangkan sektor pertanian yang
merupakan sektor primer dalam upaya peningkatan perekonomian nasional.
Tabel 1 Perkembangan konsentrasi kredit perbankan menurut sektor ekonomi di
Indonesia tahun 2008-2012 (Milyar Rupiah)
Sektor Ekonomi

Tahun
2010

2008

2009

2011

2012

65 243

76 616

89 525

696 167

747 709

835 655

435 693

481 854

1 070 648

1 355 704

1 198 019

1 306 179

1 995 828

2 484 715 2 426 596

5.45

5.86

4.48

4.55

6.04

Proporsi Sektor Non Petanian (%)

58.15

57.24

41.87

40.88

64.56

Proporsi Non Lapangan Usaha (%)

36.39

36.89

53.64

54.56

29.39

Lapangan Usaha
Pertanian
Non Pertanian
Konsumsi
Total
Proporsi Sektor Petanian (%)

113 078

146 693

1 015 933 1 566 714
713 189

Sumber: Bank Indonesia 2013

Penyaluran kredit pertanian telah lama mendapat perhatian dalam rangka
peningkatan produksi dan pendapatan petani. Upaya pemerintah dengan
menghadirkan program kredit seperti Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
(KKPE) dan penyaluran dana Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
(PUAP), berdasarkan penelitian Anita (2011) diketahui telah memberikan dampak
yang positif pada petani yakni peningkatan pendapatan. Namun ketersediaan dan
akses petani pada sumber pembiayaan masih merupakan kendala yang dihadapi
petani dalam upaya pengembangan usahatani.

2
Dilihat dari keseluruhan kredit yang disalurkan untuk sektor pertanian,
subsektor perkebunan mendapatkan perhatian yang paling besar. Dengan proporsi
yang cukup besar tersebut diduga penyaluran kredit dari bank umum untuk sektor
pertanian di Indonesia masih tersegmentasi pada usahatani besar dan menengah.
Pada Tabel 2 terlihat bahwa jumlah penyaluran kredit untuk subsektor perkebunan
jauh lebih besar dibandingkan dengan subsektor lainnya, dengan rata-rata proporsi
terbesar dari keseluruhan kredit sektor pertanian yaitu 74.54 persen. Hal ini
menunjukkan subsektor perkebunan menjadi fokus penyaluran kredit oleh pihak
perbankan. Akan terlihat lebih jelas apabila dibandingkan dengan kredit untuk
subsektor tanaman pangan yang sebagian besar diusahakan oleh petani kecil.
Sehingga ada indikasi kredit yang disalurkan untuk subsektor perkebunan
ditujukan untuk perkebunan besar dengan kata lain akses petani perkebunan
rakyat pada kredit lembaga formal masih rendah.
Tabel 2 Perkembangan posisi kredit sektor pertanian di Indonesia menurut
subsektor tahun 2008-2012 (Milyar Rupiah)
Sub sektor
Pertanian
Tanaman Pangan
Hortikultura
Perkebunan

Rata-rata
Proporsi

Tahun
2008

2009

2010

2011

2012

(%)

3 473

4 144

2 731

3 918

8 176

4.565

-

-

-

2 399

4 584

1.05

45 211

52 152

73 211

87 844

111 334

74.545

Perikanan

2 763

3 337

4 250

4 746

5 295

4.229

Peternakan

4 920

4 903

5 681

8 598

10 813

7.053

Kehutanan

1 009

1 207

1 817

2 708

3 546

1.993

Perburuan

0.378

0.846

2.987

15.135

45.880

0.01

-

941

11.877

126.651

184 459

0.296

7 864

9 928

1 817

2 719

2 711

6.259

65 243

76 616

89 525

113 078

146 693

Sarana Pertanian
Lainnya
Total

Sumber: Bank Indonesia 2013

Rendahnya akses petani pada pembiayaan formal seperti perbankan
disebabkan karena keterbatasan kepemilikan agunan yang masih menjadi kendala
utama bagi petani (Nurmanaf et al 2006; Supadi dan Syukur 2004; Supriatna
2009). Lebih lanjut Direktorat Tanaman Tahunan memaparkan bahwa salah satu
permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan perkebunan tanaman tahunan
adalah akses petani terhadap sumber permodalan. Diantara permasalahannya yaitu
(1) belum tersedianya lembaga keuangan dan perbankan yang khusus bergerak di
bidang perkebunan; (2) persyaratan administrasi perbankan belum dapat dipenuhi
oleh semua petani terutama dalam hal jaminan untuk memperoleh kredit, seperti
legalitas hak atas tanah yang dimiliki petani; (3) resiko usaha di bidang
perkebunan cukup tinggi sehingga perbankan enggan memberikan kredit
kecuali beberapa komoditas seperti kelapa sawit dan karet; (4) belum tersedianya
lembaga penjamin resiko usaha perkebunan (Ditjenbun 2012).
Berbagai kendala yang dihadapi petani dalam mengakses pembiayaan
formal mengharuskan petani memanfaatkan kredit informal yang pada umumnya
tersedia melalui pedagang input dan ouput dengan tingkat bunga pinjaman yang
jauh lebih tinggi dibandingkan kredit lembaga formal. Hal ini dikarenakan kredit

3
adalah modal yang merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan
produktivitas usaha. Yunus (1981) menerangkan bahwa pemerataan akses pada
modal (kredit) diyakini sebagai salah satu alternatif untuk pemerataan pendapatan.
Keberhasilan kredit pertanian dapat dicerminkan dari peningkatan produksi
usahatani yang merupakan sumber pendapatan petani. Hal ini didasarkan pada
pemikiran bahwa dengan adanya kredit dapat mengoptimalkan sumberdaya yang
ada untuk meningkatkan keuntungan usahatani sehingga akan meningkatkan
pendapatan. Berdasarkan Tabel 2, jumlah kredit yang disalurkan untuk subsektor
perkebunan selama tahun 2008 hingga 2012, menunjukkan tren kenaikan
pertumbuhan dengan rata-rata sebesar 26 persen (Kementan 2013). Begitu juga
dengan produksi tanaman perkebunan nasional yang terus mengalami peningkatan
selama kurun waktu 5 tahun, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6 persen
(Kementan 2013). Pada Gambar 1 terlihat adanya tren hubungan positif yang
searah, dimana perkembangan kredit subsektor perkebunan juga diiringi oleh
peningkatan produksi tanaman perkebunan. Namun lebih lanjut diketahui bahwa
pertumbuhan kredit jauh lebih besar dari pada pertumbuhan produksi tanaman
perkebunan. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa pemanfaatan kredit untuk
meningkatkan produksi belum berhasil sepenuhnya.

40000
35000

100000000

30000
80000000

25000

60000000

20000
15000

40000000

10000
20000000

5000

0

Produksi (Ribu Ton)

Kredit (Juta Rupiah)

120000000

0
2008

2009

2010

Kredit

2011

2012

Produksi

Sumber: Kementan 2013
Gambar 1 Jumlah Kredit dan Produksi Subsektor Perkebunan Indonesia Tahun
2008-2012
Uraian di atas menerangkan aksesibilitas petani perkebunan rakyat terhadap
kredit formal yang rendah. Begitu juga dengan perkembangan produksi di
subsektor perkebunan yang belum mampu mengimbangi perkembangan kredit
yang disalurkan untuk subsektor tersebut. Ini menunjukkan bahwa pemanfaatan
kredit pada subsektor perkebunan untuk tujuan produksi belum sepenuhnya
berhasil.

4
Perumusan Masalah
Salah satu pelayanan kredit untuk subsektor perkebunan rakyat dapat dilihat
pada perkebunan kopi di Provinsi Aceh. Provinsi Aceh merupakan salah satu
wilayah sentra produksi kopi di Indonesia, dimana kopi arabika medominasi jenis
kopi yang dibudidayakan di wilayah tersebut dengan luasan rata-rata 0.5-1 hektar
(BPS Aceh 2014). Untuk aspek pembiayaan pertanian berupa pemberian kredit di
Provinsi Aceh sendiri dari hasil Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional
Provinsi Aceh oleh Bank Indonesia menyebutkan bahwa porsi kredit untuk sektor
pertanian sebagai salah satu sektor ekonomi utama masih rendah, dikarenakan
minimnya akses pembiayaan ke perbankan. Dari total kredit yang disalurkan
perbankan, hanya sebesar 11 persen yang disalurkan ke sektor pertanian, padahal
sektor pertanian merupakan salah satu sektor primer yang dominan dalam struktur
perekonomian Provinsi Aceh, dengan share terbesar yaitu 28 persen (Bank
Indonesia 2014).
Seluruh lahan kopi di Provinsi Aceh merupakan perkebunan rakyat, dimana
perkebunan rakyat identik dengan ciri-ciri antara lain memiliki luas areal yang
diusahakan secara kecil dan perorangan, pengelolannya masih menggunakan
teknologi yang sederhana dan tradisional, serta memiliki kelemahan pada
permodalan, pemasaran dan kualitas produksi. Ketiga ciri tersebut menyebabkan
pendapatan petani pekebun dan produksi perkebunan rakyat masih kecil dan
berkualitas rendah. Marzuki (2007) yang menyebutkan bahwa 90 persen dari
kredit di subsektor perkebunan diserap oleh komoditi kelapa sawit yang mayoritas
diusahakan oleh perkebunan swasta. Hal ini mengindikasikan bahwa kredit
perbankan hanya diserap oleh pengusaha pertanian besar. Sehingga semakin
menguatkan pandangan bahwa petani mempunyai kendala akses permodalan
untuk pengembangan komoditi di perkebunan rakyat.
Pengembangan usahatani kopi arabika yang merupakan jenis tanaman
tahunan memiliki potensi yang cukup baik, terutama untuk tujuan ekspor. Selama
tahun 2013 ekspor kopi Arabika yang berasal dari Provinsi Aceh mencapai 28.32
persen dari total ekspor kopi Arabika Indonesia (67 ribu ton) (Kementan 2014).
Sebagian besar petani kopi arabika organik di Provinsi Aceh telah tergabung
dengan koperasi yang telah mendapatkan sertifikasi produk kopi dimana sekitar
70 persen kopi Arabika di daerah tersebut telah mendapat sertifikasi produk yang
berprinsip sistem pertanian berkelanjutan (Disbun Provinsi Aceh 2012).
Tergabungnya petani pada koperasi tertertu menghadirkan tuntutan untuk
memenuhi standar kualitas kopi sesuai sertifikasi, sehingga petani harus
melakukan kegiatan pemeliharaan tanaman kopi secara intensif yang
membutuhkan biaya yang lebih besar. Kondisi yang demikian menjadikan
komponen pembiyaan pertanian, yaitu kredit menjadi penting bagi petani kopi di
daerah tersebut. Selain itu masalah mendasar bagi mayoritas petani kopi yang
mengikuti program sertifikasi produk adalah posisi tawar petani yang lemah
dalam proses penentuan harga (Saputra 2012). Dimana lebih lanjut menurut Giroh
(2011) dalam Putri (2013), salah satu penyebab petani tidak dapat mengontrol
perkembangan harga secara berkelanjutan adalah selain karena keterbatasan
sarana dan prasarana dan akses terhadap informasi pasar, juga disebabkan oleh
keterbatasan akses terhadap modal.

5
Pada awalnya koperasi kopi yang ada di daerah tersebut merupakan koperasi
yang hanya mewadahi para petani pada bagian penjualan hasil produksi. Dalam
perkembangannya mulai hadir koperasi yang tidak hanya menjalankan fungsi
perdagangan namun juga juga memiliki unit simpan pinjam di Kabupaten Aceh
Tengah Provinsi Aceh. Keberadaan koperasi kopi dengan unit simpan pinjam di
Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh memberi alternatif bagi petani kopi untuk
memanfaatkan koperasi sebagai sumber pembiayaan. Oleh karena itu penting
dilakukan penelitian untuk melihat bagaimana akses petani kopi di Kabupaten
Aceh Tengah terhadap kredit koperasi yang ada di daerah tersebut dengan
mengakaji lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi aksesibilitas petani.
Mengingat hal tersebut maka pertanyaan yang harus dijawab pada penelitian ini
adalah faktor apa saja yang mempengaruhi akses kredit pada sumber pembiayaan
formal oleh petani kopi arabika di Provinsi Aceh?
Putri (2013) dalam hasil penelitiannya menyebutkan bahwa petani kopi di
Provinsi Aceh sebagian besar masih sulit memperoleh sumber modal untuk
meningkatkan produktivitas kopi mereka. Keterbatasan sumber daya yang ada
baik modal maupun tenaga kerja menyebabkan petani harus meminjam uang
kepada pedagang. Pedagang pengumupul produksi kopi merupakan sumber
pembiayaan informal yang sebagian besar dimanfaatkan oleh petani kopi di
daerah tersebut. Kehadiran kredit sumber informal ini cukup membantu petani
untuk memenuhi kekurangan modal. Hal ini menunjukkan ketersediaan modal
(kredit) baik yang berasal dari lembaga formal maupun informal merupakan
komponen yang penting bagi kelangsungan usahatani bagi kelangsungan
usahatani.
Pemberian kredit sebagai tambahan modal diharapkan akan membantu
petani kopi di daerah penelitian untuk mengembangkan usahanya dan sekaligus
dapat berdampak pada peningkatan pendapatan melalui peningkatan produksi.
Namun dapat dimungkinkan adanya penggunaan kredit justru tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan petani. Hal itu dapat terjadi
dikarenakan dari segi pemanfaatan kredit yang belum tepat. Terlebih lagi jika
kredit tersebut dibatasi jumlahnya (sedikit nilainya), tidak sesuai dengan ekonomi
usahatani, sehingga tidak memperlihatkan pengaruh yang signifikan pada
peningkatan pendapatan (Ibrahim 2013). Sehingga menjadi penting untuk melihat
bagaimana pengaruh kredit yang diterima petani terhadap pendapatan petani kopi
arabika di daerah penelitian?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diuraikan, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi akses kredit terhadap sumber
pembiayaan formal oleh petani kopi arabika di Provinsi Aceh.
2. Menganalisis pengaruh kredit terhadap pendapatan petani kopi arabika di
Provinsi Aceh.

6
Manfaat Penelitian
1.

2.

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak:
Bagi pemerintah dan instansi terkait, hasil penelitian diharapkan dapat
menjadi masukan dalam proses perumusan, pelaksanaan dan pengawasan
kebijakan tentang kredit khususnya untuk usaha pertanian jenis tanaman
tahunan.
Bagi akademisi, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk
penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, maka ruang lingkup dan batasan
penelitian ini yaitu:
1. Petani responden merupakan petani yang mengusahakan kopi arabika organik
yang merupakan anggota koperasi.
2. Responden merupakan petani yang melakukan pinjaman satu tahun terakhir,
sumber pinjaman terdiri dari koperasi dan pedagang.
3. Pendapatan petani kopi dianalisis selama satu tahun terakhir yang terdiri dari
dua periode musim panen.
4. Tenaga kerja merupakan input dominan dalam pelaksanaan usahatani kopi
arabika organik.
5. Tanaman kopi berada pada usia produktif yaitu sekitar 5-30 tahun.

7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pada Bab 2 dipaparkan beberapa hasil penilitian terdahulu terkait akses
kredit, dan pengaruh kredit terhadap pendapatan petani. Usahatani yang dikaji
pada beberapa subsektor yaitu tanaman pangan, hortikultura dan subsektor
perkebunan tanaman semusim dan tanaman tahunan. Selanjutnya diuraikan
karakteristik usahatani kopi Arabika yang terkait dengan pembiayaan usahatani.
Akses Petani Terhadap Kredit dan Faktor yang Mempengaruhi
Kredit atau pinjaman termasuk sumber pembiayaan eksternal utama bagi
usahatani yang digunakan sebagai modal untuk kelanjutan usahatani tersebut.
Dalam prakteknya, para petani seringkali menghadapi keterbatasan untuk
mengkases lembaga pembiayaan karena persyaratan agunan atau karena tingkat
pendidikan yang masih rendah sehingga pemahaman mereka kurang mengenai
prosedur cara memperoleh kredit. ADB (2004) mengemukakan bahwa secara
empiris terdapat kesenjangan akses petani terhadap kredit, sehingga menyebabkan
semakin terbatasnya kemampuan petani untuk melakukan kegiatan diversivikasi
dan mengambil kesempatan pasar yang seharusnya akan menguntungkan petani.
Upaya pemerintah untuk mendukung ketersediaan modal bagi petani dengan
membuat kebijakan kredit program juga sudah sejak lama dilakukan. Diawali
dengan kredit Bimas yang dimaksudkan untuk mempercepat adopsi teknologi
budidaya padi dengan memberi bantuan pendanaan untuk pengadaan bibit unggul,
pupuk, pestisida dan biaya hidup (cost of living) yang bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas usahatani padi. Selanjutnya model program kredit
pertanian terus mengalami berbagai perubahan, baik dari segi prosedur
penyaluran, besaran, bentuk, bunga, maupun tenggang waktu pengembalian
kredit. Kebijakan program kredit tersebut terus dipertahankan karena modal
dianggap sebagai faktor yang penting dalam melakukan usaha.Walaupun bantuan
modal dalam bentuk kredit dianggap penting bagi kelangsungan usahatani, namun
berdasarkan beberapa penelitian diketahui bahwa sumber modal usahatani yang
berasal dari sumber kredit formal masih rendah.
Akses adalah kemampuan petani secara individu maupun kelompok dalam
mendapatkan fasilitas permodalan serta pelayanan keuangan dari
perbankan/lembaga keuangan. Seseorang atau sebuah rumah tangga memiliki
akses ke sumber kredit tertentu jika mampu meminjam dari sumber kredit
tersebut, meskipun untuk berbagai alasan mungkin memilih untuk tidak
meminjam (Diagne dan Zeller 2001). Terkait dengan perbandingan akses petani
terhadap berbagai bentuk lembaga keuangan untuk memperoleh kredit,
Nuryartono (2005) menyebutkan bahwa akses petani ke lembaga formal
(perbankan) masih rendah dibanding dengan lembaga keuangan lainnya. Hal
serupa dipaparkan oleh Munyambonera et al. (2012) dalam mengakses kredit,
rumahtangga petani di Uganda lebih banyak menggunakan lembaga keuangan
informal, dan hanya sedikit petani yang mampu mengakses kredit ke lembaga
formal. Sehingga dapat dikatakan pentingnya ketersediaan kredit bagi petani
ternyata belum didukung sepenuhnya oleh keberadaan sumber pembiayaan
khususnya dari lembaga formal.

8
Sumber kredit informal pada umumnya tidak memerlukan persyaratan yang
rumit seperti agunan dan persyaratan lainnya. Hubungan antara peminjam dengan
pihak yang meminjamkan hanya didasarkan pada sikap saling mempercayai satu
sama lain. Sedangkan dari segi ketersediaan dana, lembaga formal memiliki
potensi besar untuk pembiayaan usaha pertanian. Namun, ketersediaan dana dari
hasil legalitas dalam menghimpun dana masyarakat dalam jumlah yang sangat
besar, belum memaksimalkan peran pihak perbankan dalam mendanai sektor
pertanian. Sampai saat ini belum ada upaya dari lembaga tersebut untuk
memahami kondisi sektor pertanian sehingga pihak perbankan yang merupakan
lembaga formal belum mampu menciptakan produk kredit yang sesuai dengan
kegiatan usahatani untuk meningkatkan akses petani terhadap kredit.
Beberapa hasil peneltian menunjukkan bahwa aksesibilitas sebagian besar
petani terhadap sumber kredit formal masih sangat terbatas (Anggraeni 2009;
Nurmanaf et al 2006; Weber dan Musshoff 2012; Yehuala 2008). Nurmanaf et al.
(2006) menunjukkan bahwa tidak mudah bagi petani untuk mengakses modal
(kredit) di sekitar tempat tinggal mereka. Prosedur dan persyaratan yang ketat
pada lembaga formal serta tingkat suku bunga yang tinggi pada lembaga non
formal menjadi penghambat petani dalam mengakses kredit. Dikatakan bahwa
petani yang menguasai lahan sempit mengalami kesulitan mengakses lembaga
formal antara lain disebabkan belum memiliki aset yang dapat dijadikan jaminan
(seperti sertfikat pemilikan tanah). Pernyataan ini senada dengan apa yang
disampaikan oleh Weber dan Musshoff (2012), bahwa peluang sektor pertanian
untuk mendapatkan kredit dari lembaga keuangan lebih rendah dibandingkan
dengan sektor-sektor ekonomi lainnya hal ini disebabkan karena adanya risiko
dalam kegiatan usahatani. Lebih lanjut Sugiarto dan Syukur (2003) menjelaskan
bahwa aksesibilitas yang rendah terhadap kredit dapat dilihat dari rendahnya
frekuensi pinjaman dan besaran pinjaman.
Selanjutnya diketahui adanya perbedaan tingkat akses dan penggunaan
kredit petani untuk jenis komoditi yang berbeda. Supadi dan Syukur (2004)
menyebutkan bahwa akses petani padi sawah terhadap kredit formal lebih tinggi
dibandingkan petani hortikultura. Petani hortukultura lebih akses kepada sumber
kredit informal seperti pedagang input dan output. Tingginya akses petani padi
terhadap lembaga formal diketahui dari keberhasilan mendapatkan kredit program
secara berkelanjutan. Sedangkan untuk komoditas perkebunan sendiri, diketahui
bahwa salah satu penyebab rendahnya akses petani tembakau terhadap kredit yaitu
disebabkan oleh aspek seleksi (screening) yang dilakukan lembaga pembiayaan
formal perbankan konvensional yang tidak kompatibel dengan kemampuan
sumberdaya petani (Sugiarto dan Syukur 2003) yakni prosedur dan persyaratan
serta aplikasi yang terlalu banyak dan rumit.
Khusus untuk komoditi perkebunan dengan jenis tanaman tahunan,
Anggraeni (2009) menyebutkan bahwa petani kelapa di Indragiri Hilir Provinsi
Riau mayoritas akses pada keuangan informal yaitu pedagang China yang
membeli hasil produksi para petani dalam bentuk kopra. Dimana faktor umur, luas
lahan, total asset mempengaruhi akses petani kelapa terhadap kredit tersebut.
Sedangkan untuk komoditi kopi di Negara Uganda, Munyambonera (2012)
memaparkan bahwa petani di Uganda yang tergabung dalam suatu keanggotaan di
dalam suatu grup akan lebih sukses meningkatkan akses ke lembaga keuangan.

9
Berkaitan dengan aksesibilitas kredit tersebut, secara umum terdapat
faktor-faktor yang mempengaruhi akses petani terhadap sumber kredit, yaitu: (1)
faktor yang berasal dari dalam diri petani itu sendiri, (2) faktor penunjang, dan (3)
faktor ekonomi (Chau et al. 2012). Lebih lanjut Sinaga (2011) menyebutkan,
faktor yang berasal dari diri petani di bagi menjadi beberapa aspek, yaitu: umur
petani, tingkat pendidikan petani, jumlah anggota keluarga, pengalaman
berusahatani, keikutsertaan dalam kepengurusan kelompok tani dan resiko
kegagalam usahatani. Sedangkan faktor ekonomi terdiri dari: skala usahatani,
kepemilikan lahan dan rasio pendapatan usahatani. Azriani (2014) juga
memaparkan bahwa secara garis besar, aksesibilitas terhadap kredit atau sumber
pembiayaan ditentukan oleh kondisi sosial ekonomi, karakteristik usaha,
ketersediaan informasi dan jaringan (networking) yang dimiliki serta karakteristik
dari pinjaman atau kredit.
Mayrowani, et al. (1998) menyatakan bahwa umur kepala keluarga,
jumlah anggota rumahtangga, pengeluaran rumahtangga, rasio pendapatan
usahatani terhadap total pendapatan, resiko kegagalan menjadi faktor yang
berpengaruh terhadap aksessibilitas petani. Selain itu faktor tingkat pendidikan
dan nilai asset merupakan faktor lain yang juga berpengaruh terhadap aksesibilitas
petani (Siwang 2012). Lebih lanjut Weber dan Musshoff (2012) mengkaji akses
kredit dan pengembalian kredit di Tanzania, dari analisis diketahui bahwa faktor
pendapatan rumahtangga, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga dan tingkat
pendidikan berpengaruh terhadap aksesibilitas kredit pada petani.
Agunan juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan petani tidak
dapat mengakses kredit, seperti temuan Supriatna (2009) menyatakan bahwa
petani umumnya tidak dapat mengakses ke lembaga keuangan yang menyediakan
bunga rendah seperti BRI Unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat karena tidak
memiliki agunan seperti dalam bentuk sertifikat tanah. Hal yang sama juga
disampaikan oleh Supadi dan Syukur (2004); Nurmanaf et al. (2006), dimana
keterbatasan kepemilikan modal agunan menjadi kendala utama petani untuk
akses terhadap kredit. Sistem pengembalian kredit secara bulanan yang tidak
sesuai dengan pola penerimaan usahatani yang bersifat musiman serta prosedur
pengajuan yang rumit juga menjadi kendala bagi petani. Beberapa penelitian
menggunakan model probit untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi
akses petani terhadap sumber pembiayaan (Sen dan Prajapati 2013; Datta dan
Ghosh 2013; Sebopetji dan Belete 2009).
Berdasarkan beberapa temuan empiris tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa akses petani terhadap sumber pembiayaan formal masih rendah. Faktorfaktor yang mempengaruhi akses petani terhadap sumber formal yaitu umur
petani, total aset, penerimaan usahatani kopi, kunjungan pihak penyedia kredit dan
pengetahuan petani terkait syarat dan prosedur peminjaman.

Pengaruh Kredit Terhadap Pendapatan Petani
Kredit tidak hanya dipandang sekedar sebagai input produksi akan tetapi
juga dimanfaatkan sebagai suatu instrumen yang memungkinkan seseorang untuk
memperoleh akses atau memperluas kontrol terhadap sumberdaya. Bekaitan
dengan pembangunan peredesaan dan pertanian, Todaro (2002) menyebutkan

10
bahwa salah satu dari tiga strategi pembangunan perdesaan dan pertanian adalah
adanya dukungan pemerintah terhadap suatu sistem yang dapat menciptakan
insentif, kesempatan ekonomi dan akses terhadap kredit sehingga para petani kecil
dapat meningkatkan usahatani mereka. Bahkan pemerataan akses terhadap kredit
bagi semua golongan masayarakat diyakini sebagai salah satu alternatif untuk
pemerataan pendapatan (Yunus 1981). Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa
dengan kredit seseorang dapat mengoptimalkan pendapatan untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarganya. Begitu juga dengan petani, modal merupakan faktor
penting yang menjadi pertimbangan petani sebelum melakukan usahatani (Supadi
dan Syukur 2004), serta memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap
pendapatan petani (Gohong 1993).
Kredit adalah salah satu faktor penting untuk meningkatkan produktivitas
usaha. Pada proses produksi, kredit dapat digunakan untuk membiayai pengadaan
input produksi, baik sebagai modal investasi pengadaaan input yang bersifat tetap
dan modal kerja untuk penegadaan input yang bersifat variabel. Oleh karena itu,
kredit akan mempengaruhi peningkatan penggunaan input sehingga akan
meningkatkan keuntungan petani. Penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim dan
Bauer (2013) menemukan bahwa kredit mikro berdampak signifikan tehadap
terhadap perolehan keuntungan petani. Peneliti memaparkan kesimpulan bahwa
besarnya kredit menentukan meningkatnya keuntungan petani, sehingga agar
keuntungan dapat meningkat maka jumlah kredit yang disalurkan juga perlu
ditingkatkan. Hasil yang serupa dipaparkan oleh Sumelius et al. (2011), diketahui
pendapatan petani yang memperoleh kredit lebih tinggi sehingga perlu
ditingkatkan jumlah kredit yang disalurkan agar dapat meningkatkan keuntungan.
Beberapa hasil penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa ketersediaan kredit
memberi kesempatan bagi petani untuk membeli input atau modal lainnya
(Adebayo et al. 2008; Nwaru et al. 2011; Rosmiati 2012; Saleem 2011), yang
pada akhirnya akan meningkatkan produksi dan pendapatan (Yehuala 2008;
Saboor et al. 2009).
Ketersediaan kredit memungkinkan petani mendapatkan pendapatan
usahatani yang lebih tinggi, sehinga dapat memperbaiki keadaan ekonomi petani
dibandingkan pada saat terkendala kredit. Namun temuan Kochar dalam
Rachmina (2012), memperlihatkan bahwa selama ini pendekatan lembaga
keuangan dalam menetapkan kredit lebih berdasarkan target bukan berdasarkan
kebutuhan biaya produksi dan investasi, akibatnya kredit yang diterima petani
tidak cukup untuk biaya produksi dan investasi. Oleh karena itu kendala kredit
membuat petani membatasi alokasi input pada tingkat yang belum optimal,
sehingga pada akhirnya membuat penerimaan petani menjadi lebih kecil. Hal ini
sejalan dengan temuan yang dipaparkan oleh Mahendri (2009), nilai kredit yang
diberikan untuk peternak domba tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan,
diduga karena jumlah kredit yang diberikan tidak dalam skala ekonomi (KaroKaro dalam Mahendri 2009). Dijelaskan lebih lanjut bahwa pendapatan usaha
domba akan lebih meningkat pada petani non kredit walaupun pengaruhnya tidak
nyata. Merujuk pada penelitian terdahulu, maka dilakukan penelitian untuk
melihat pengaruh kredit terhadap pendapatan usahatani kopi arabika dengan
menggunakan model persamaan simultan.

11
Usahatani Kopi Arabika
Tanaman perkebunan tahunan adalah tanaman yang pada umumnya
berumur lebih dari satu tahun dan pemungutan hasilnya dilakukan lebih dari satu
kali dan tidak dibongkar sekali panen. Contoh komoditi perkebunan yang
merupakan tanaman tahunan antara lain cengkeh, kakao, karet, kopi, kelapa,
kelapa sawit, teh, lada, pala, dan lain-lain. Berdasarkan siklus hidupnya, tanaman
tahunan (perennial plants) adalah tanaman yang dapat meneruskan kehidupannya
setelah bereproduksi atau menyelesaikan siklus hidupnya dalam jangka waktu
lebih dari dua tahun.
Khusus untuk tanaman kopi, buah matang pada waktu yang tidak
bersamaan, oleh karena itu panen buah kopi dilakukan secara bertahap. Panen
dilakukan ketika buah kopi sudah berwarna merah hingga merah tua, pada
umumnya berlangsung pada bulan Maret hingga Agustus setiap dua minggu sekali.
Untuk tanaman kopi Arabika mulai menghasilkan buah rata-rata ketika berumur
empat tahun. Awalnya, jumlah buah kopi yang dipanen pada tahun ke empat
masih sedikit, kemudian terus meningkat dari panen tahun ke dua hingga tahun
ke-14 (Panggabean 2011). Secara ekonomi, pertumbuhan dan produksi tanaman
kopi sangat tergantung pada kondisi iklim, tanah dan sistem manajemen
pengelolaannya. Di beberapa daerah, tanaman kopi mulai berproduksi pada umur
ke tiga dan hingga diatas 25 tahun masih dapat berproduksi. Jumlah produksi
yang dicapai per tahun per ha relatif bervariasi. Tanaman kopi mulai berproduksi
setelah memasuki tahun ke tiga dengan volume produksi rata-rata 600 kg per ha.
Jumlah produksi tersebut berlangsung hingga tahun ke tujuh. Memasuki tahun ke
delapan hingga tahun tahun ke 11 produksi meningkat hingga dua kali lipat, yakni
mencapai 1200–1300 kg per ha. Pada saat tanaman kopi memasuki umur 13–20
tahun jumlah produksi mencapai ukuran optimal. Pada saat itu produksi mencapai
keuntungan tertinggi yaitu rata-rata 2.000 kg per ha. Setelah itu poduksi turun dan
hanya mencapai rata-rata 1500 kg per ha.
Pada penganggaran modal untuk usahatani kopi, biaya invetasi awal pada
tahun pertama merupakan biaya terbesar. Biaya investasi adalah biaya yang
dikeluarkan pada awal kegiatan usahatani, yang ditujukan untuk pembukaan
/pembelian lahan, biaya tenaga kerja serta biaya pengadaan berbagai prasarana
berupa peralatan yang dibutuhkan dalam proses pembukaan lahan, pembelian
peralatan lain untuk proses produksi dan biaya untuk menggantikannya.
Memasuki tahun berikutnya biaya yang dikeluarkan hanya biaya operasional,
yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan usahatani kopi Arabika,
yang meliputi biaya pengadaan bibit, dan pemupukan. Setelah itu, maka biaya
yang dikeluarkan adalah biaya pemeliharaan, upah panen, upah pemangkasan,
pajak dan lain sebagainya. Kebutuhan dana untuk membiayai pengelolaan usaha
pertanian kopi pada dasarnya relatif besar. Kebutuhan dana tersebut dialokasikan
untuk membiayai pengelolaan usaha tani mulai dari proses budidaya,
pemeliharaan tanaman, panen dan pasca panen.

12

3 KERANGKA TEORITIS
Aksesibilitas Pada Kredit
Kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere atau credetium dalam
bahasa Latin, yang diterjemahkan sebagai kepercayaan (trust). Oleh karena itu,
kepercayaan menjadi dasar dari kredit. Suatu lembaga keuangan atau seseorang
yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan
sanggup memenuhi perjanjian. Ronohadiwirjo (1969) mendefinisikan kredit
sebagai transaksi modal yang disertai kepercayaan dan akan dikembalikan dalam
jangka waktu terentu. Pengertian kredit menurut UU No.10 tahun1998 tentang
perubahan No.7 tahun 1992, “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakataan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam meluniasi utangnya setelah jangka waktu tertentu. Definisi kredit
lainnya yaitu sebagai kemampuan pinjaman dan merupakan sumber likuiditas
serta sebagai kekayaan (asset) yang dapat dikelola untuk kegiatan usaha (Baker
(1968) dalam Kuntjoro 1983). Dari defisini tersebut dapat dijelaskan bahwa kredit
yang diberikan oleh suatu lembaga didasarkan atas kepercayaan, sehingga
pemberian kredit dapat dikatakan sebagai pemberian kepercayaan. Ini berarti
bahwa suatu lembaga baru akan memberikan kredit jika yakin bahwa si penerima
kredit akan mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka
waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.
Lembaga keuangan secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian, yaitu lembaga keuangan formal dan lembaga keuangan informal.
Lembaga keuangan formal merupakan lembaga keuangan yang dibentuk
berdasarkan undang-undang yang keberadaannya dilindungi oleh hukum dan
dibuat oleh pemerintah. Lembaga-lembaga keuangan ini terdiri dari lembaga
keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank. Sebaliknya, lembaga keuangan
informal merupakan lembaga-lembaga keuangan yang berbentuk organisasi
maupun individu, tanpa diatur oleh undang-undang dan perlindungan pemerintah.
Oleh karena itu, lembaga keuangan informal ini dapat bertindak menurut aturan
main mereka sendiri, sehingga adakalanya cenderung merugikan pihak-pihak
yang berkepentingan ataupun terlibat di dalamnya.
Tidak semua orang mempunyai kesanggupan untuk memperoleh kredit dari
lembaga keuangan formal. Hampir sebagian besar petani tidak mempunyai cukup
aset berharga yang dapat dijadikan jaminan bagi pengembalian kreditnya. Dilain
pihak, mereka sangat membutuhkan kredit untuk mendanai usahanya. Teori akses
akan membantu dalam memahami identifikasi dasar mengapa beberapa orang
yang bisa mengambil keuntungan dari sebagian sumber daya dalam hal ini kredit
sementara yang lain tidak. Akses kredit berhubungan dengan permintaan dan
penawaran kredit sebagai barang ekonomi. Akses kredit dilihat dari debiturnya
berkaitan dengan sisi permintaan kredit. Menyatakan pemilihan seseorang
terhadap sumber kredit tertentu tergantung kepada sejauh mana sumber kredit
tersebut memiliki kesesuaian dengan karakteristik personal (sosial) dan
ekonominya (Zeller 1994). Karakteristik sosial ekonomi dapat diartikan sebagai

13
ciri-ciri atau sifat individual yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan
dan lingkungan seseorang.
Sisi penawaran berhubungan dengan kreditur sebagai penyedia kredit,
sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi akses berhubungan dengan faktor
yang mempengaruhi penawaran kredit. Dalam memutuskan untuk menyetujui
permintaan kredit, lembaga keuangan mempertimbangkan kemampuan calon
debiturnya dalam membayar (willing to pay). Pertimbangan dapat dilakukan
dengan melihat konsep 5 C yaitu (1) character, berkaitan dengan kemauan untuk
mengembalikan, yang dapat dilihat juga dari pengalaman meminjam calon debitur.
Apakah calon debitur mempunyai tanggung jawab, kejujuran dan kesungguhan
dalam mencapai tujuan dan mengembalikan kredit yang diterima.; (2) capacity,
menunjukkan kemampuan calon debitur untuk mengembalikan kredit, yang
dihubungkan dengan kemampuan calon debitur tersebut dalam mengelola
bisnis serta kemampuannya mengelola keuntungan; (3) capital, berkaitan dengan
struktur pendanaan suatu usaha, persenan equity (modal sendiri) dan debt (hutang)
yang digunakan sebagai pendanaan di dalamnya. Jika rasio debt lebih besar maka
akan dipertimbangkan untuk pemberian kredit berikutnya; (4) collateral,
menunjukkan bagian modal calon debitur yang dijadikan sebagai jaminan kepada
kreditur, dan (5) condition, berkaitan dengan permintaan pasar terhadap hasil
usaha, lingkungan usaha dan kondisi politik yang mungkin berpengaruh terhadap
usaha yang dijalankan oleh calon debit