Analisis pendapatan usahatani, nilai tambah dan saluran pemasaran kopi arabika organik dan non organik Aceh Tengah Kasus pengolahan bubuk kopi Ulee Kareng di Banda Aceh Nanggroe Aceh Darussalam

(1)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN NILAI TAMBAH

SALURAN PEMASARAN KOPI ARABIKA ORGANIK DAN NON

ORGANIK

(Studi Kasus Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng di Banda Aceh)

SKRIPSI

MAIMUN A14102690

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN


(2)

RINGKASAN

MAIMUN. Analisis Pendapatan Usahatani dan Nilai Tambah Saluran Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non Organik (Studi Kasus Industri Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng). Di bawah Bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS.

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang memiliki kekayaan alam yang berlimpah ruah salah satu kekayaan alam tersebut adalah tanaman kopi, tanaman kopi hampir tumbuh di seluruh tanah Nusantara. Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi tersebut khususnya perkebunan kopi yang tumbuh subur di seluruh wilayah Aceh. Pemanfaatan potensi merupakan suatu strategi pembangunan yang tepat, untuk menjawab tantangan dalam rangka mewujudkan dan mengembangkan pertanian organik di sektor pertanian dan perkebunan, khususnya budidaya kopi secara organik, dalam rangka menciptakan produk yang ramah lingkungan dan juga bernilai ekonomis tinggi, karena mengingat sekarang ini masyarakat indonesia sudah mulai sadar akan pentingnya kesehatan dengan mengkonsumsi makanan dan minuman sehat, ini semua didapatkan dari hasil pertanian organik.

Petani kopi arabika organik dan non organik rata-rata di daerah penelitian memperoleh lahan tanaman kopi dari warisan orang tuanya, tetapi belakangan ini banyak petani yang beralih dari usahatani kopi arabika non organik ke usahatani kopi arabika organik, dengan harapan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih besar dari sebelumnya. Potensi dan kekayaan alam tersebut bila dimanfaatkan dengan benar-benar dan sungguh-sungguh akan menciptakan keuntungan ekonomi yang akan berdampak pada kesejahteraan petani, perusahaan, masyarakat dan meningkatkan pendapatan asli daerah, dalam rangka membuka lapangan kerja, dan mengurangi pengangguran.

Meningkatnya permintaan dan persaingan kopi bubuk pada gilirannya menyebabkan para pengusaha kopi terus berusaha untuk meningkatkan nilai tambah (Value Added) hasil perkebunan kopi melalui pengolahan lebih lanjut. Dalam rangka menciptakan produk yang bernilai ekonomis maka keseimbangan antara industri dan pertanian berkaitan baik dari segi pendapatan usahatani, nilai tambah maupun lembaga-lembaga yang terlibat dalam pemasaran produk dalam rangka mensukseskan otonomi daerah.

Pada penelitian ini penulis akan menganalisis dan mencari data informasi tentang jalur produksi usahatani kopi mulai dari petani, lembaga pemasaran (saluran pemasaran) yang terlibat sampai ke konsumen industri pengolahan kopi bubuk Ulee Kareng yang ada di kota Banda Aceh. Dari sisi petani akan dilihat produk dan harga jual sehingga didapatkan pendapatan usahataninya, pada lembaga pemaran (saluran) yang terlibat akan dihitung besarnya keuntungan dan marjin pemasarannya sedangkan pada industri pengolahan kopi bubuk Ulee Kareng akan dihitung seberapa besar nilai tambah yang didapatkannya.

Hasil penelitian menunjukkan penerimaan petani untuk kopi arabika organik adalah sebesar Rp. 30.450.000,- dihasilkan dari 2.100 kg per tahun. Sedangkan untuk kopi arabika non organik penerimaan petani sebesar Rp. 24.375.000,- dari 1.950 kg per tahun kopi yang mereka jual. Dengan adanya peralihan dari usahatani kopi arabika non organik ke kopi arabika organik, maka di dapatkan hasil R/C rasio. R/C atas biaya tunai sebesar 6,82 persen dan R/C atas


(3)

Sedangkan R/C atas biaya tunai untuk kopi non organik sebesar 6,33 persen dan R/C atas biaya total sebesar 2,51 persen.

Pemasaran kopi arabika organik dan non organik memiliki satu saluran pemasaran dan lembaga pemasaran yang sama. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh setiap pemasaran yaitu di tingkat petani: fungsi pertukaran, pembelian dan penjualan. Pada tingkat lembaga pengumpul desa yaitu fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengangkutan, penyimpanan dan pengemasan, sedangkan fungsi fasilitas berupa pembiayaan, sortasi dan penanggungan resiko. Sedangkan ditingkat pedagang kota yaitu fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa penyimpanan, pengangkutan dan pengemasan. Sedangkan fungsi fasilitas berupa pembiayaan,

dan informasi pasar.

Analisis pemasaran dengan menggunakan analisis marjin pemasaran dan Farmer’s share. Total marjin pemasaran sebesar Rp. 4.100 untuk kopi arabika organik dan Farmer’s share nya sebesar Rp. 77,95 persen. Sedangkan total marjin pemasaran kopi arabika non organik sebesar Rp. 2000 dan Farmer’s share

sebesar 86,20 persen.

Nilai tambah yang diperoleh oleh Industri kopi bubuk Ulee Kareng untuk kopi arabika non organik sebesar Rp. 24.432,54 dan rasio nilai tambahnya 58,17 persen. Sedangkan nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kopi bubuk arabika organik sebesar Rp. 30.832,54 dan rasio nilai tambahnya adalah 58,72 persen. Hal ini bisa disimpulkan bahwa pengolahan kopi organik lebih

menguntungkan.

Dari hasil analisis usahatani biaya kopi arabika organik dan non organik tidak berbeda jauh selisih biayanya. Pendapatan usahatani kopi arabika organik lebih besar dibandingkan dengan usahatani kopi arabika non organik. Hal ini bisa disimpulkan bahwa kopi organik lebih menguntungkan. Terdapat satu saluran pemasaran kopi arabika organik dan non organik. Dilihat dari biaya saluran pemasaran maka kopi arabika non organik lebih efisien.

Marjin pemasaran kopi arabika organik lebih besar dibandingkan kopi arabika non organik sedangkan famer’s share kopi arabika non organik lebih besar dibandingkan kopi arabika organik. Berdasarkan famer’s sharenya saluran pemasaran kopi arabika non organik lebih efisien.

Nilai tambah bubuk kopi arabika organik lebih besar dibandingkan kopi arabika non organik. Industri bubuk kopi Ulee Kareng adalah Usaha padat modal yang dimaksud adalah industri ini dalam meningkatkan nilai tambah usahanya telah dilengkapi oleh mesin-mesin produksi mekanis sehingga tidak membutuhkan tenaga kerja yang terlalu banyak.


(4)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN NILAI TAMBAH SALURAN PEMASARAN KOPI ARABIKA ORGANIK DAN NON

ORGANIK

(Studi Kasus Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng di Banda Aceh)

Oleh MAIMUN A14102690

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(5)

Judul : Analisis Pendapatan Usahatani dan Nilai Tambah Saluran Pemasaran Kopi Organik dan Non Organik (Studi Kasus Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng di Banda Aceh) Nanggroe Aceh Darussalam

Nama : Maimun NRP : A14102690

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Muhammad Firdaus, Ph.D NIP. 19730105 199702 1 001

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian,

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP. 19571222 198203 1 002

Tanggal Kelulusan :


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani dan Nilai Tambah Saluran Pemasaran Kopi Organik dan Non Organik (Studi Kasus Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng di Banda Aceh) Nanggroe Aceh Darussalam” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2009

Maimun


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Meunasah Teungoh Panteraja – Pidie Jaya, Nanggroe Aceh Darussalam, tanggal 20 Mei 1980, putra pertama dari dua bersaudara dari pasangan orang tua Bapak H. Musa Basyah (Alm) dan Ibunda Hamamah Ubit. Penulis mengenal dunia pendidikan di SD 02 Panteraja lulus tahun 1987. Untuk selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan menengah di SMP Negeri 1 Panterja dan lulus tahun 1995. Pada tahun yang sama diterima di SMU Negeri 1 Trienggadeng, lulus tahun 1998. Penulis diterima melalui jalur USMI dan mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor mulai tahun 1998, dan lulus pada Program DIII Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2002. Untuk selanjutnya, pada tahun 2003 penulis diterima pada Program Sarjana Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, IPB.

Selama mengikuti pendidikan di IPB, pernah Aktif di berbagai Organisasi kampus dan daerah. Serta pernah memegang beberapa jabatan yaitu Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) Bogor, staf pengajar TPA Malikussaleh Taman Iskandar Muda dan Ketua Presidium Komite Mahasiswa Dan Pemuda Aceh Nusantara tahun 2001-2003, Pengurus Forum Mahasiswa Agribisnis, dan pada saat Tsunami tahun 2004 menjadi Koordinator Komite Masyarakat Peduli Aceh Kota Bogor untuk Bantuan Korban Gempa dan Tsunami. Dan sekarang di tempat asal penulis dipercaya menjadi Ketua Dewan Pembina Komite Mahasiswa dan Pemuda Aceh Pidie Jaya. Pengalaman kerja pertama kali pada PT. Larasindo Jaya Agrotama (magang) tahun 2002 dan sekarag ini sedang menggeluti wirausaha pribadi dan bekerja sama dengan beberapa LSM dan

foundation yang bergerak dalam bidang pemberdayaan masyarakat di Nanggroe Aceh Darussalam.


(8)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini merupakan hasil pengamatan penulis selama melakukan penelitian pada petani kopi Arabika Aceh Tengah dan perusahaan Bubuk Kopi Ulee Kareng selama lima bulan mulai Maret-Agustus 2009. Penulis tertarik mengenai pendapatan, nilai tambah komoditas kopi khususnya tentang pengolahannya dan distribusi saluran pemasaran kopi tersebut.

Dengan adanya skripsi ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan masukan tentang pendapatan petani, saluran distribusi kopi di Nangggroe Aceh Darussalam khususnya nilai tambah bubuk kopi Ulee Kareng yang ada di kota Banda Aceh. Salah satu cara adalah dengan menghitung seberapa pendapatan usahatani, besar nilai tambah yang dihasilkan setelah kopi glondongan (ose) diolah menjadi kopi bubuk yang siap dikosumsi oleh konsumen dan juga melihat saluran distribusi pemasaran kopi yang paling efisien rantai distribusinya.

Skripsi ini juga sebagai proses belajar penulis dalam memahami potensi dan permasalahan yang dihadapi petani kopi dan industri pengolahan bubuk kopi Ulee Kareng. Oleh karena itu mamfaat yang paling besar dari penulisan skripsi ini dapat penulis rasakan sebagai mahasisawa yang sedang menyelesaikan tugas akhir pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2009 Penulis


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahn-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan pada waktunya. Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.

Dari lubuk hati yang paling dalam penulis menghaturkan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Muhammad Firdaus, Ph.D, atas bimbingan, masukan dan saran yang telah diberikan kepada penulis.

2. Ir. Rahmat Yanuar, Msi atas motivasi dan bantuan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.

3. Ir. Nety Tinaprila, MM, sebagai dosen moderator kolokium yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.

4. Ir. Popong, MM dan Titin Sarianti, MM sebagai dosen penguji sidang yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen pengajar dan Staf Program Studi Manajemen Agribisnis. 6. Petani Aceh Tengah dan Pemimpin perusahaan dan karyawan kopi Bubuk

Ulee Kareng di kota Banda Aceh.

7. Penghargaan dan terimakasih pada kawan-kawan mahasiswa-mahasiswi Program Studi Manajemen Agribisnis atas kebersamaannya selama ini .

8. Kepada kawan-kawan mahasiswa-mahasiswi yang tergabung dalam mahasiswa Tanah Rencong-Bogor.

9. Pengurus Taman Iskandar muda (TIM) Jakarta Pusat atas segala bantuannya. 10. Donatur Beasiswa Mahasiswa Aceh di IPB.

11. Terima kasih dan Salam hormat to Special Best Friend Yari, Mursyidin, Wepy dan Imam.


(10)

12. Akhirnya rasa hormat penghargaan dan kasih sayang dihaturkan dan dipersembahkan kepada yang tercinta ayahanda H. Musa Basyah (ALM), dan Ibunda Hamamah Ubit, Bang Ramli dan Kak Mailidar serta Dek Nida, keponakan Apamoon tersayang atas segala D’oa, materil dan motivasi yang ikhlas yang tiada hentinya selama ini.

13. Kepada semua pihak yang namanya tidak tersebut satu persatu dalam skripsi ini, semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat, karunia serta pertolongan-Nya kepada kita semua, Amin.

Bogor, Desember 2009 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... iviii

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

I PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Perumusan Masalah ...3

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Kegunaan Penelitian ...8

II TINJAUAN PUSTAKA...10

2.1. Definisi Komoditi Kopi ...10

2.2. Budidaya Kopi Arabika ...10

2.3. Pengertian dan Kriteria Industri Kecil ...13

2.4. Potensi Industri ...15

2.5. Proses Pengolahan Bubuk Kopi...15

2.6. Hasil Penelitian Terdahulu...16

III KERANGKA PEMIKIRAN...19

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ...19

3.1.1. Konsep Usahatani ...19

3.1.2. Pendapatan Usahatani ...19

3.1.3. Konsep dan Strategi Pemasaran...20


(12)

3.1.3.3. Marjin Pemasaran ...23

3.1.3.4. Farmer’s share...23

3.1.4. Konsep Agroindustri dalam Sistem Agribisnis...24

3.1.4.1. Pengadaan Bahan Baku...25

3.1.4.2. Konsep Nilai Tambah ...26

3.1.4.3. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami...28

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...29

IV METODELOGI PENELITIAN...32

4.1. Tempat dan Waktu ...32

4.2. Jenis dan Sumber Data...32

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ...33

4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani ...33

4.3.2. Analisis Saluran Pemasaran ...34

4.3.3. Analisis Marjin...35

4.3.4. Analisis Nilai Tambah ...36

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAN...39

5.1. Karakteristik wilayah ...39

5.2. Karakteristik Petani Responden Kopi Arabika ...40

5.3. Gambaran Umum Perusahaan...41

5.4. Struktur Organisasi Perusahaan ...42

5.5. Kegiatan Produksi perusahaan ...45

Vl HASIL DAN PEMBAHASAN...46

6.1. Analisis Pendapatan Usahatani Kopi Arabika ...46

6.2. Pendapatan Usahatani Kopi Arabika Organik dan Non Organik ...47


(13)

6.4. Analisis Saluran Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non Organik ...51

6.5. Fungsi Saluran Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non Organik ...53

6.6. Marjin Pemasaran ...56

6.7. Farmer’s share...60

6.8. Efisiensi Saluran Pemasaran ...62

6.9. Analisis Nilai Tambah Hayami Bubuk Kopi Non Organik Ulee Kareng...63

6.10. Analisi Nilai Tambah Hayami Bubuk Kopi Organik Ulee Kareng ...66

7.1. Kesimpulan ...73

7.2. Saran...74

DAFTAR PUSTAKA...75

LAMPIRAN...76


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Analisis Perhitungan Nilai Tambah Hayami…….………..….. 38 2. Karakteristik Petani Responden …………...……….……….…….. 41 3. Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Kopi Arabika Organik Per

hektar……….………..………….. 49 4. Pendapatan Usahatani Kopi Arabika Organik di Aceh Tengah Per

Musim Panen Tahun 2009……….………... 49 5. Pendapatan Usahatani Kopi Arabika Non Organik di Aceh Tengah Per

Musim panen Tahun 2009 ……….………..……….... 51 6. Fungsi-Fungsi Pemasaran yang diakukan oleh Lembaga Pemasaran

Kopi Arabika Organik dan Non Organik ………...…. 55 7. Biaya Pemasaran pada Lembaga Pemasaran Kopi Arabiaka Organik

dan Non Organik di tingkat Pedagang Desa ………..… 56 8. Biaya Pemasaran pada Lembaga Pemasaran Kopi Arabiaka Organik

dan Non Organik di Tingkat Pedagang Kota ……....………...……. 57 9. Farmer’s share pada Saluran Pemasaran Kopi Arabika Organik dan

Non Organik di Aceh Tengah……….………...………….. 59 10. Nilai Marjin Pemasaran Kopi pada Saluran kopi Arabika Organik dan

Non Organik (Rp/Kg) . ……….…….……….. 61 11. Besar Biaya dan Keuntungan Pemasaran Kopi serta Penyebarannya ……….. 62 12. Rata-Rata Rasio Keuntungan dengan Biaya Pemasaran Kopi pada

Saluran Kopi Arabika Organik dan Non Organik ……….…….……...……. 62 13. Hasil Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kopi Bubuk Arabika Non

Organik Ulee Kareng pada bulan juni 2009 ……….……….…….. 64 14. Perhitungan Penggunaan Tenaga Kerja dalam HOK ……….….………….... 65 15. Biaya Penyusutan Peralatan ……….……… 66 16. Hasil Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Bubuk Kopi Arabika Organik Ulee Kareng pada bulan juni 2009 ……….………..….. 67


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Saluran Pemasaran Kopi Bubuk Ulee Kareng... 18 2. Kaitan Antara Produksi Primer dan Industri……….…….... 20 3. Kerangka Pemikiran Operasional... 25 4. Saluran Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non Organik…….... 42


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Produksi pertanian dan perkebunan NAD 2008……….……....… 77 2. Komoditas Unggulan Sektor Pertanian dan Perkebunan serta

Sektor Agroindustri Nanggroe Aceh Darussalam…………...……… 78 3. Konsumsi dan Pemasaran kopi NAD tahun 2008………..…. 79 4. Rata-rata Luas Lahan Garapan dan Produksi Kopi Arabika

Organik dan Non Organik Tahun 2009…………..………….….……... 80 5. Perbedaan Budidaya Kopi Arabika Organik dan non organik …... 81 7. Perbedaan Tanaman Kopi Arabika Organik dan Non Organik …….… 82


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang memiliki kekayaan alam yang berlimpah, salah satu kekayaan alam tersebut adalah tanaman kopi, tanaman kopi hampir tumbuh di seluruh tanah Nusantara. Hal ini sebenarnya tidak terlalu mengherankan mengingat Indonesia memiliki wilayah yang kaya akan bahan baku hayati dan hewani. Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi komoditi pertanian untuk dikembangkan, khususnya perkebunan kopi yang tumbuh subur di seluruh wilayah Aceh khususnya di daerah dataran tinggi Gayo Aceh Tengah sebagai wilayah sentra produksi kopi dan produksi kopinya sudah dikenal oleh dunia Internasional.

Potensi dan kekayaan alam tersebut bila dimanfaatkan dengan benar dan sungguh akan menciptakan keuntungan ekonomi yang akan berdampak pada pendapatan daerah, petani, perusahaan dan masyarakat dalam rangka menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi pengangguran.

Dari perkembangan teknologi pertanian dengan pertimbangan aspek kesehatan dan minat pasar, para petani sudah mulai beralih, dari budidaya kopi secara konvensional menjadi sistem organik (organic coffee). Menurut data Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Disbunhut) Aceh Tengah, luas areal perkebunan kopi arabika di kabupaten tersebut pada tahun 2008 seluas 46.493 hektar (ha) dengan produksi biji kopi 27.444 ton. Produktivitas kopi itu meningkat dari produksi tahun 2007 dengan luas lahan yang sama hanya mampu memproduksi 22.575 ton


(18)

budidaya kopi sistem organik, meskipun masih ada yang menggunakan sistem perawatan non organik.

Pemanfaatan potensi merupakan suatu strategi pembangunan yang tepat, untuk menjawab tantangan dalam rangka mewujudkan dan mengembangkan pertanian organik di sektor pertanian dan perkebunan, khususnya budidaya kopi secara organik, dalam rangka menciptakan produk yang ramah lingkungan dan juga bernilai ekonomis tinggi, karena mengingat sekarang ini masyarakat indonesia sudah mulai sadar akan pentingnya kesehatan dengan mengkonsumsi makanan dan minuman sehat, ini semua didapatkan dari hasil pertanian organik.

Dalam rangka menciptakan produk yang bernilai ekonomis maka keseimbangan antara industri dan pertanian baik dari segi pendapatan usahatani, nilai tambah maupun lembaga-lembaga yang terlibat dalam pemasaran produk dalam rangka mensukseskan otonomi daerah sangat dibutuhkan. Pemerintah Daerah harus bisa mengembangkan potensi alam yang ada di daerahnya. khususnya bidang pertanian dan perkebunan (lampiran 2). Tanaman kopi bisa menjadi andalan mengingat tanaman ini bisa tumbuh dengan subur di tanah Aceh, dan selama ini kopi terus dikonsumsi dan sudah tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Aceh, ini dapat di lihat pada (lampiran 3). Hampir seluruh pelosok di Aceh memiliki keude kupi (Warung Kopi), dan salah satu produk kopi yang sangat dikenal di Aceh sampai saat ini adalah kopi Ulee Kareng yang terdapat di Kota Banda Aceh.

Industri pengolahan kopi telah banyak tumbuh dan berkembang di Banda Aceh salah satunya, industri pengolahan kopi Ulee Kareng. Kopi Ulee Kareng sangat terkenal di Aceh makan hampir semua industri pengolahan kopi


(19)

mengklaim perusahaannya yang asli memiliki cita rasa kopi Ulee Kareng sehingga masyarakat sering kali dan susah membedakan produk mana yang asli terutama kopi bubuk yang masih dalam kemasan, Sebenarnya yang mana produk asli kopi Ulee Kareng yang memiliki cita rasa yang khas dan beda dengan kopi lainnya sangat sulit dibuktikan mengingat banyaknya industri sejenis yang tumbuh dan berkembang dengan menggunakan image yang sama. Sebenarnya nama Ulee Kareng adalah nama salah satu daerah/kampung yang terdapat di kota Banda Aceh.

Pada penelitian ini penulis akan menganalisis dan mencari data informasi tentang jalur produksi usahatani kopi mulai dari petani, lembaga pemasaran (saluran pemasaran) yang terlibat sampai ke konsumen industri pengolahan kopi bubuk Ulee Kareng yang ada di kota Banda Aceh. Dari sisi petani akan dilihat produk dan harga jual sehingga didapatkan pendapatan usahataninya, pada lembaga pemaran (saluran) yang terlibat akan dihitung besarnya keuntungan dan marjin pemasarannya sedangkan pada indutri pengolahan kopi bubuk Ulee Kareeng akan dihitung seberapa besar nilai tambah yang didapatkannya.

Dengan menghitung dan mengetahui informasi dari agribisnis maka dapat memanfaatkan kekayaan alam dan sumberdaya lokal yang tersedia untuk meningkatkan nilai tambah bagi petani, industri, pekerja dan pemerintah daerah diharapkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan dan menciptakan lapangan kerja.

1.2. Perumusan Masalah


(20)

komoditi kopi makin kompetitif di pasaran. Saat ini petani kopi arabika di daerah penelitian sudah mulai beralih dari menanam kopi arabika non organik ke kopi arabika organik, hal ini disebabkan oleh naiknya harga jual kopi arabika organik dipasar lokal maupun pasar luar negeri. Dipasar lokal harga jual kopi arabika organik saat ini adalah Rp.14.500 per kilogram sedangkan harga kopi non organik Rp. 12.500 per kilogram di tingkat petani. Bila dilihat dari aspek harga kopi organik saat ini lebih tinggi harganya dibandingkan kopi non organik, walaupun demikian petani belum puas dengan harga yang mereka terima sekarang. Karena mereka menganggap harga petani terima belum wajar dan masih memiliki kesenjangan harga dengan harga jual yang diterima pedagang pengumpul.

Produksi dan budidaya kopi organik dengan syarat harus mengikuti perawatan yang sesuai dengan standar perawatan kopi organik. Untuk menjamin mutu kopi organik, petani atau pengusaha budidaya kopi organik harus lulus sertifikasi kopi organik. Banyak badan sertifikasi kopi yang mengeluarkan lisensi kopi organik. Organisasi yang paling terkenal mengeluarkan lisensi kopi organik adalah Control Union Sertifications Nederland.

Lembaga ini memiliki kantor perwakilan di Indonesia. Rizwan Husin yang juga Direktur Koperasi Baitul Qiradh (KBQ) Baburrayan telah memiliki sertifikasi kopi organik nomor 803507. Hingga saat ini, sekitar 80 persen kebun kopi di dataran tinggi Gayo Aceh Tengah sudah memakai sistem kopi organik. Upaya masyarakat untuk mengembangkan budidaya kopi organik merupakan dukungan program Menteri Pertanian Indonesia untuk Go Organik 2010. Sedangkan di Kabupaten Aceh Tengah, program budidaya kopi organik sudah dijalankan sejak tahun 2005.


(21)

Selain memberi manfaat langsung kepada petani, budidaya komoditas kopi dengan metode organik juga ramah terhadap lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia. Metode pembudidayaan kopi organik juga akan berdampak pada tetap stabilnya kondisi lahan, tekstur dan struktur tanah tidak akan rusak karena kopi organik dalam upaya peningkatan produksinya lebih memilih menggunakan pupuk yang alami (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Naggroe Aceh Darussalam 2009).

Metode penanaman kopi organik lebih ditekankan pada konservasi lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia secara berlebihan. Dalam peningkatan hasil produksi komoditas kopi organik lebih menggunakan pupuk kompos dan pupuk kandang, sehingga terjaga kesuburan fisik dan biologisnya. Hasil penelitian dalam satu kilo pupuk organik akan mengikat kadar air sekitar tujuh ons yang dapat membantu kelembaban tanah. Idealnya, dalam mengelola perkebunan kopi organik, setiap petani kopi memiliki hewan ternak, seperti kerbau atau lembu, sehingga dapat menyumbangkan pupuk organik dari kotoran hewan yang diperlihara dan pada gilirannya akan mempermudah pembudidayaan kopi organik. Para petani tidak akan mengalami kekurangan bahan baku untuk membuat pupuk organik dengan adanya pemeliharaan ternak.

Dengan tersedia hasil produksi kopi arabika maka petani membutuhkan pihak pembeli untuk menjual hasil produksi panen mereka. Dalam hal ini peran lembaga pemasaran sangat dibutuhkan untuk mendistribusikan produk kepada konsumen. Adanya kerjasama antara petani, lembaga pemasaran dan lembaga terkait lainnya sangat dibutuhkan untuk memudahkan alur distribusi kopi tersebut.


(22)

Sehingga peran masing-masing pihak yang terlibat saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.

Pemasaran kopi arabika organik dan non organik selama ini melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kota (besar). Petani menjual kopi arabika organik kepada pengumpul desa seharga Rp. 14.500 per kilogram dan selanjutnya pengumpul desa menjual ke pedagang pengumpul kota (besar) Rp.16.500 per kilogram. Pedagang pengumpul kota (besar) menjual ke industri pengolahan kopi bubuk Ulee Kareng seharga Rp.18.600 per kilogram. Sedangkan petani kopi arabika non organik menjual kopi ke pengumpul desa seharga Rp.12.500 per kilogram dan pengumpul desa menjual ke pengumpul kota (besar) sebesar Rp.13.500 per kilogram. Kemudian pedagang pengumpul kota (besar) menjual ke industri pengolahan kopi bubuk Ulee Kareng seharga Rp.14.500 per kilogram.

Industri pengolahan bubuk kopi Ulee Kareng mengolah kopi gelondongan menjadi bubuk kopi. Untuk kopi bubuk arabika organik dijual seharga Rp. 75.000 per kilogram sedangkan bubuk kopi non organik dijual seharga Rp.60.000 per kilogram.

Daerah Ulee Kareng Banda Aceh sudah dikenal masyarakat Aceh sebagai salah satu sentra produksi pengolahan kopi bubuk. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan permintaan kopi yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan banyaknya industri sejenis, sehingga menyebabkan persaingan yang semakin kompetitif dan setiap perusahaan berkepentingan untuk mempertahankan eksistensinya.


(23)

Meningkatnya permintaan dan persaingan kopi bubuk pada gilirannya menyebabkan para pengusaha kopi terus berusaha untuk meningakatkan nilai tambah (Value Added) hasil perkebunan kopi melalui pengolahan lebih lanjut. Keberadaan industri pengolahan kopi secara tidak langsung telah membantu pemerintah daerah dalam penciptaan lapangan kerja terutama pasca bencana tsunami. Sektor industri pengolahan mencakup semua perusahaan yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar/bahan baku menjadi barang setengah jadi ataupun barang jadi yang lebih tinggi nilainya dari sebelumnya.

Dalam industri pengolahan kopi, ketersediaan bahan baku yang berupa kopi biji menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan, hal ini disebabkan karena produk pertanian mempunyai sifat musiman dan mudah rusak. Sehingga perlu penanganan lebih lanjut dan serius. Untuk itu perusahaan harus dapat mengantisipasi kekontinuitas ketersediaan bahan baku untuk menjamin ketersediaan kopi bubuk. Produksi kopi bubuk yang dihasilkan oleh industri berskala kecil atau yang disebut industri rumah tangga sangat sensitif terhadap perubahan harga bahan bakunya yaitu kopi biji. Perusahaan kopi bubuk yang berskala sedang dan besar tentu saja berbeda halnya dengan industri rumah tangga. Perusahaan harus tetap berproduksi dan tergantung pada harga bahan baku di pasar.

Kondisi yang ada saat ini adalah bahwa industri kopi bubuk sebagian besar tidak mempunyai kebun sendiri untuk mendapatkan bahan baku bagi industri olahannya. Hal ini disebabkan pengusaha kopi biji masih didominasi oleh pertanian rakyat yang berskala kecil, sehingga ketergantungan perusahaan kopi


(24)

menawar pemasok yang kuat mengharuskan perusahaan untuk memikirkan penyediaan bahan bakunya. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi perusahaan dalam meningkatkan pendapatannya, karena bertambahnya biaya dan panjangnya saluran pemasaran.

Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan beberapa permasalahan penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani petani arabika organik dan non organik ?

2. Bagaimana saluran pemasaran dan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan tiap lembaga pemasaran yang terlibat ?

3. Berapakah marjin pemasaran yang diterima masing-masing lembaga yang terkait ?

4. Berapa besar nilai tambah yang diterima industri pengolahan kopi bubuk Ulee Kareng ?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis pendapatan usahatani kopi arabika organik dan non organik berdasarkan penerimaan petani dan total biaya yang dikeluarkan dalam usahatani.

2. Menganalisis lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran kopi arabika organik dan non organik dan peranan dari setiap lembaga yang terlibat.


(25)

3. Menganalisis efisiensi pemasaran kopi arabika organik dan non organik dengan menghitung marjin dan famer ‘share.

4. Menganalis nilai tambah bubuk kopi organik dan non organik industri pengolahan bubuk kopi Ulee Kareng.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta informasi yang berguna bagi berbagai pihak berkepentingan, terutama :

1. Bagi perusahaan atau industri pengolahan bubuk kopi dapat memberikan informasi dan bahan pertimbangan dalam peningkatan pendapatan dan pengambilan keputusan bisnis ke depan.

2. Bagi pemerintah daerah, sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam rangka peningkatan pendapatan daerah dari produk andalan.

3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai informasi tambahan dan pembanding dalam melakukan studi lebih lanjut.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Komoditi Kopi

Tanaman kopi masuk ke Indonesia tercatat pertama kali pada tahun 1696. Pada tahun 1699 bibit pohon kopi arabika tiba di pulau Jawa. Bibit-bibit tersebut berasal dari perkebunan kopi Hindia di pantai Malabar dan menjadi induk dari hampir semua kopi yang ditanam di kepulauan Indonesia (Spillane,1990). Pada awal perkenalannya pada tahun 1696, tanaman kopi yang telah ditanam mati karena banjir (ICO, 1996).

Secara umum terdapat dua jenis kopi yang ditanam di daerah penelitian, yaitu kopi arabika organik dan kopi arabika non organik. Kedua jenis kopi ini dibedakan berdasarkan perawatannya, perbedaan kedua kopi tersebut dapat dilihat pada (Lampiran 4). Kopi arabika adalah kopi yang paling baik dan tidak dapat tumbuh di sembarang tempat. Agar tumbuh dengan baik, sebaiknya tanah yang digunakan berkadar bahan organik tinggi.

2.2. Budidaya Kopi Arabika

Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam pembudidayaan kopi arabika diperlukan persyaratan dan teknik-teknik tertentu. Kopi arabika memiliki syarat tumbuh 1000 – 1700 mdpl dan rata- rata temparatur harian 18 – 28 derajat celcius. Untuk curah hujan rata-rata membutuhkan 2000 - 3000 mm/tahun dan tingkat keasaman (pH) 5,5 – 6,5. Kesesuaian lingkungan tumbuh tanaman kopi berbeda-beda. Untuk jenis arabika rata-rata produksi kopi arabika 4,5-5,0 kuintal (kw) per hektar per tahun, jika dikelola secara intensif bisa berproduksi 20 kw per hektar per tahun.


(27)

Kopi dapat tumbuh dengan baik pada tanah vulkanik, khususnya di Jawa, Sumatera, dan Bali. Khususnya pulau Sumatera, kopi dibudidayakan pada virgin soils yang kaya bahan organik dan sangat subur. Sedangkan di pulau Jawa, kopi dibudidayakan pada tanah yang sudah kurang subur, karena tanah tersebut sudah ditanaman kopi sejak pemerintahan Hindia-Belanda ( ICO, 1996 ).

Kopi arabika merupakan kopi jenis yang paling diminati diseluruh dunia dibandingkan varietas lainnya. Keunggulan kopi arabika dibandingkan kopi lainnya diantaranya adalah : aroma yang lebih sedap, rasa yang lebih enak, dan memiliki kadar kafein yang lebih rendah ( Spillane, 1990 ).

Untuk penanaman kopi diperlukan beberapa persiapan diantaranya bahan tanaman dan areal. Persiapan bahan tanam meliputi persemaian, penanaman dan pemeliharaan. Adapun hal-hal yang harus dilakukan :

a. Persemaian

Untuk mendapatkan bahan tanaman diperlukan benih dan entres untuk sambungan dan stek. Benih yang akan digunakan untuk batang bawah harus dipilih dari buah kopi yang baik dan masak dari bahan yang dikehendaki. Untuk mendapatkan biji maka benih kulit dan daging buah dipisahkan dan lender dibersihkan dengan abu. Setelah itu benih diangin-anginkan selama kurang lebih dua sampai tiga hari. Benih yang tersedi kemudian disemaikan pada media yang sudah disiapkan.

Tanaman persemaian harus dipacu kira-kira 30 cm dan bersih dari sisa-sisa akar dan batu-batu lain. Pada bagian atas bedengan diberi lapisan pasir tepat kira-kira 5 cm. bedengan harus diberi naungan dan setiap hari harus disiram


(28)

dengan air yang cukup, tetapi tidak tergenang. Setelah benih berusia tiga bulan harus dipindahkan ke tempat persemaian lapangan.

b. Penanaman

Persiapan lahan dilakukan pembersihan dari semak, membongkar tunggul atau akar pohon yang ada, kumpulkan bagian semak yang ada, kemudian diberakan dan dilakukan pengajiran. Jarak tanam berbentuk segi empat 2,5 x 2,5 m, pagar 1,5 x 2,5 m, untuk tumpang sari 2 x 4 m. Untuk lubang tanamnya dibuat tiga bulan sebelum ditanam dengan ukuraan 50 x 50 x 50 cm dan tanah galian dicampur dengan pupuk kandang ke dalam lubang setelah 2 – 4 minggu. Bibit kopi harus berumur 4 – 5 bulan, tinggi minimal 20 cm, jumlah minimal tiga pasang.

Selain itu juga perlu ditanam pohon pelindung yang hendaknya sudah ditanam 1-2 tahun. Biasanya jenis pohon yang ditanam seperti lamtoro, dadap dan sengon.

Pohon pelindung selain berguna untuk melindungi tanaman kopi juga berguna untuk memperpanjang umur produksi, menghindari penyakit, mengurangi biaya penyiangan, dapat menurunkan suhu air dan tanah pada musim panas. Penanaman kopi arabika dilakukan pada musim penghujan diharapkan agar tidak banyak tanah yang terlepas dan akar bibit tanaman dengan permukaan tanah.

c. Pemeliharaan

Penyulaman dilakukan pada bibit yang sudah mati untuk menjamin jumlah tegakan tanaman. Penyiangan dilakukan empat kali sebulan pada tanaman muda sedangkan tanaman dewasa dua kali sebulan yang bertujuan meratakan


(29)

unsur hara dan air. Pemupukan dua kali setahun yaitu awal musim hujan dan akhir musim hujan.

d. Panen dan Pasca Panen

Kopi arabika mulai berbuah pada umur tiga tahun. Buah yang sudah masak berwarna merah dan pemetikan dilakukan secara hati-hati jangan sampai ada bagian pohon yang rusak. Pengolahan hasil dibagi dua yaitu :

a. Pengolahan secara kering yaitu buah kopi yang sudah kering selama diperam selama 24 jam, kemudian dijemur panas matahari dan diputar balikan agar keringnya merata. Selanjutnta kembali dijemur selama 10 sampai 14 hari untuk memisahkan kulit buah.

b. Pengolahan secara basah, buah yang baru dipetik ditumbuk dengan lesung dan diberikan sedikit air supaya cepat keluar, selain itu juga untuk menghilangkan lendir-lendir yang masih memikat perlu diperam dulu dalam kaleng atau diisi air 3 sampai 4 hari lalu dicuci bersih.

2.3. Pengertian dan Kriteria Industri Kecil

Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar secara mekanik, kimir balikaa atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau mengubah barang dari yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dengan maksud mendekatkan produk tersebut kepadan konsumen akhir, termasuk dalam kegiatan jasa industri dan pekejaan perakitan ( BPS, 1998 ).

Perusahaan atau usaha industri pengolahan dibagi dalam empat kategori yaitu industri kerajinan, industri kecil, industri sedang dan industri besar. Dengan


(30)

barang-barang melalui proses pengolahan dengan menggunakan ketrampilan atau teknologi sederhana, madya atau modern dalam skala kecil.

Industri dapat digolongkan menjadi beberapa kategori berdasarkan jumlah pekerja,jumlah investasi, jenis komoditi yang dihasilkan dan penggunaan teknologi ( BPS, 1998 ). Menurut badan pusat statistik berdasarkan jumlah pekerja kategori skala usaha sektor indutri dibagi menjadi empat kelompok Yaitu : (1). Industri kerajinan rumah tangga dengan jumlah pekerja 1-4 orang, (2). Industri kecil dengan julah pekerja 5-19 orang, (3) industri menengah dengan jumlah pekerja 20-99 orang, (4) industri besar dengan jumlah pekerja 100 orang atua lebih.

Menurut UU No.9 tahun 1995 tentang pembinaan usaha kecil, kriteria usaha kecil atau industri kecil adalah : (1) memilki kekayaan bersih maksimal Rp.200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, (2) memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp. 1 milyar, (3) dimilki atau dikelola oleh warga Negara Indonesia, berdiri sendiri dan berbentuk usaha perorangan atau badan usaha yang tidak berbadan hukum koperasi.

Industri kecil berdasarkan komoditi yang dihasilkan menurut Departemen Perindustrian dan perdagangan dibagi menjadi lima golongan : (1) industri kecil pengolahan pangan, (2) industri kecil sandang, pangan dan kulit, (3) industri kimia dan bangunan, (4) Industri kecil logam, dan (5) industri kecil kerajinan dan umum.

Industri kecil berdasarkan penggunaan teknologi, menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan dibagi menjadi tiga golongan : (1) industri kecil


(31)

tersier dan teknologi yang sederhana, (2) industri kecil modern dan teknologi madya, (3) industri kerajinan dengan teknologi sederhana atau madya.

Berdasarkan beberapa kriteria di atas maka usaha pengolahan kopi bubuk ini termasuk insdustri kecil pengolahan pangan yang masih menggunakan teknologi sederhana dalam proses produksinya.

2.4. Potensi Industri

Menurut Saleh dalam Chodijah (1997) secara umum peranan industri kecil dalam kontek Nasional dan lokal terwujud dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan nilai tambah dan distribusi pendapatan teruma pada kelompok masyarakat miskin. Keberadaan industri kecil penting dalam pembangunan suatu wilayah. Hal ini didasarkan pada beberapa pemikiran pokok yaitu :

1. Industri umumnya berlokasi di pedesaan atau daerah. 2. Industri menggunakan bahan baku dari lingkungan terdekat

3. Harga jual yang relatif rendah dan ada komoditi yang tidak dapat diproduksi dengan mesin secara maksimal.

Industri kecil berpotensi untuk dikembangkan karena masih potensi sumberdaya alam di tiap daerah yang belum didayagunakan secara optimal dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah dan menciptakan lapangan kerja.

2.5. Proses Pengolahan Bubuk Kopi

Sebelum diolah menjadi bubuk kopi biasanya kopi masih dalan bentuk ose. kopi ose yaitu buah/biji kopi yang telah masak telah mengalami beberapa perlakuan baik secara pengolahan kering maupun basah. Untuk menghasilkan


(32)

nilai tambah dari kopi ose maka selanjutnya kopi ose diolah menjadi kopi bubuk. Berikut ini proses pengolahan yang dilakukan :

1. Penggorengan

Biji kopi yang telah kering digoreng dalam wajan yang terbuat dari tanah, atau dengan menggunakan mesin khusus. Lama penggorengan sangat menentukan rasa dan aroma yang dihasilkan. Umumnya pencicip citarasa yang mengetahui seberapa lama proses ini dilakukan.

2. Pembubukan

Biji kopi yang telah digoreng, dihancurkan menjadi bubuk dengan menggunakan alat pembubuk, sehingga dihasilkan kopi dalam bentuk bubuk. Alat semi modern yang digunakan adalah mesin pemarut kelapa yang dialih fungsikan menjadi mesin pembubuk kopi.

3. Pencampuran

Kopi bubuk dapat dikombinasikan dengan bahan campuran lain, seperti jahe, susu, ginseng, telur kampong, kencur dan lainnya. Proses ini tidak perlu dilakukan jika ingin menjualnya dalam dalam bentuk kopi bubuk murni.

4. Pengemasan

Kemasan sangat penting, terutama dalam hal pemasaran. Kemasan yang dapat melindungi produk dan menarik lebih merangsang konsumen untuk membeli.

2.6. Hasil Penelitian Terdahulu

Herawati (2004) dalam penelitiannya mengenai analisis pendapatan dan pemasaran buah-buahan unggulan di Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Mengungkapkan bahwa pendapatan usahatani salak dengan menggunakan lahan


(33)

seluas 0,36 ha dalam satu tahun adalah Rp. 8.640.000 hektar per tahun Pendapatan usahatani mangga dengan luas lahan 0,26 ha adalah sebesar Rp. 960.000 hektar per tahun. Untuk pendapatan usahatani sawo seluas 0,75 ha dalam setahun adalah Rp. 14.000.000, hektar per tahun sedangkan untuk pendapatan usahatani pisang dengan luas lahan 0,22 ha adalah sebesar Rp. 2.910.000 hektar per tahun. Nilai imbangan penerimaan dan pengeluaran (R/C) rasio untuk keempat buah unggulan tersebut adalah lebih dari satu sehingga dapat dikatakan usahatani tersebut efisien dengan asumsi tanpa memperhitung resiko.

Dari keepat komoditi tersebut yang memiliki farmer’s share terbesar adalah petani mangga yang menggunakan saluran pemasaran tiga, sedangkan yang menerima farmer’s share terendah adalah petani salak, sawo, dan pisang pada saluran dua.

Sartika (2007) dalam penelitian menganalisis pendapatan usaha tani dan pemasaran kopi arabika dan robusta di Simalungun-Sumatera Utara mendapatka hasil sebagai berikut pendapatan total kopi arabika dengan luas lahan satu hektar adalah Rp. 18.477.000, R/C rasio atas biaya tunai sebesar 4,93 dan R/C atas biaya total sebesar 1,94. Pemasaran kopi arabika dan kopi robusta memilik salauran dan lembaga pemasaran yang sama. Fungi-fungsi pemasaran yang dilakukan dtingkat petani yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Sedangkan analisis pemasaran dengan menggunakan analisis marjin dan farmer’s share maka diperoleh total marjin pemasaran sebesar 1.000 dan farmer’s share 80 persen.

Hidayati (2000) dalam penelitiannnya menganalisis nilai tambah industri pengolahan ubi kayu. Permasalahan yang muncul adalah menyangkut masa


(34)

produsen ke konsumen akhir, ubi kayu perlu mendapat perlakuan-perlakuan seperti proses pengolahan, pengawetan, dan pemindahan. Hal tersebut dapat menambah alternatif kegunaan bagi konsumen sehingga menciptakan nilai tambah komoditi ubi kayu. Industri tape, dodol, dan suwir-suwir merupakan salah satu contoh indutri pengolahan ubi kayu yang menciptakan nilai tambah.

Hasil yang didapatkan dari analisis nilai tambah baik dengan metode M. Dawam Raharjo maupun metode Hayami adalah nilai tambah produk tape yang lebih besar dibandingkan dengan dodol dan suwar- suwir.

Marthen (1996) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kegiatan pengolahan dari tepung terigu menjadi mie instant yang dilakukan PT.DEF melalui tahapan yang cukup panjang. Pengolahan mie instant diperusahaan tersebut telah menghasilkan keuntungan yang positif, walaupun terjadi penurunan nilai tambah pada semester II. Penurunan ini disebabkan oleh peningkatan total produksi yang tidak diimbangi oleh peningkatan total penjualan., selain itu juga kenaikan input lain juga ikut mempengaruhi penurunan nilai tambah.

Hanum (2000) melakukan penelitian mengenai lingkungan usaha dan bauran pemasaran produk kopi bubuk di PT Ayam Merak, DKI Jakarta. Permasalahan yang sedang terjadi adalah munculnya perusahaan-perusahaan baru dan makin besarnya perusahaan lama yang mengakibatkan semakin ketatnya persaingan dalam industri kopi bubuk di Indonesia sehingga diperlukan strategi pemasaran yang tepat agar perusahaan tetap bertahan dan berkembang dalam industri kopi bubuk.


(35)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Dalam penelitian ini, akan digunakan beberapa teori dan alat analisis yaitu: pendapatan usahatani, analisis nilai tambah, analisis saluran pemasaran dan analisis marjin. Analisis usahatani adalah untuk menghitung pendapatan petani, analisis saluran pemasaran yaitu untuk melihat lembaga yang terlibat dalam proses penjualan produk, sedangkan Analisis nilai tambah digunakan untuk membahas peningkatan nilai tambah yang didapatkan industri pengolahan bubuk kopi Ulee Kareng.

3.1.1. Konsep Usahatani

Usahatani menurut Rivai (1960) didefinisikan sebagai organisasi dari alam kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi dilapangan pertanian. Ketatalaksanaan itu sendiri diusahan oleh seseorang atau sekumpulan orang-orang. Dengan demikian dapat diketahui bahwa usahatani terdiri atas manusia petani (bersama keluarganya), tanah (bersama fasilitas yang ada diatasnya seperti bangunan-bangunan, saluran air ) dan tanaman ataupun hewan ternak. Dalam hal ini usahatani mencakup pengertian mulai dari bentuk sederhana yaitu hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga sampai pada bentuk yang paling modern yaitu mencari keuntungan (Hernanto, 1998 dalam Sartika).

3.1.2. Pendapatan Usahatani


(36)

dikeluarkan. Pendapatan yang diharapkan adalah pendapatan yang bernilai positif. Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual. Penerimaan ini mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani yang digunakan kembali untuk bibit atau disimpan digudang (Soekarwati et al,1986)

Analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usahatani dan keadaan yang akan datang dari perencanaan tindakan. Analisis ini juga dapat digunakan untuk mengukur berhasil tidaknya suatu kegiatan usahatani (Soeharjo dan Patong, 1973).

Soekartawi (1990) mengemukakan bahwa tujuan berusahatani dapat dikategorikan menjadi dua yaitu memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumber daya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin, untuk memperoleh keuntungan maksimum. Sedangkan meminimumkan biaya berarti bagaimana menekan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu.

3.1.3. Konsep dan Strategi Pemasaran

Menurut Kotler (2000), pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Sedangkan manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan , pemikiran, penetapan harga, promosi serta


(37)

penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran- sasaran individu dan organisasi.

Dalam bukunya, Kotler (2003) menjelaskan bahwa pekerjaan pemasaran bukan untuk menemukan pelanggan yang tepat bagi produk, melainkan menemukan produk yang tepat bagi pelanggan. Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai sasaran organisasi adalah perusahaan harus lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang dipilih. Konsep pemasaran berdiri di atas empat pilar, pasar sasaran, kebutuhan pelanggan, pemasaran terpadu, dan kemampuan menghasilkan laba. Konsep pemasaran adalah sebuah falsafah yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelansungan hidup perusahaan.

Menurut Kotler (1994), strategi pemasaran adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mencapai sasaran pemasaran, yang dapat dijabarkan dalam bauran pemasaran (marketing mix). Pengertian bauran pemasaran adalah satu kesatuan alat pemasaran yang dapat dikendalikan dan digunakan suatu perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasca sasaran. Unsur- unsur dalam bauran pemasaran terdiri dari empat variabel yang disebut dengan 4P, yaitu : Product (produk), Price (harga), Place (tempat), Promotion (promosi).

3.2.3.1. Saluran dan Distribusi Pemasaran

Dalam perekonomian dewasa ini, sebagian besar produsen tidak menjual langsung barang-barang mereka kepada pemakai akhir. Antara produsen dan pemakai akhir terdapat sekelompok perantara pemasaran (saluran distribusi) yang


(38)

Pemilihan saluran distribusi yang tepat merupakan kunci keberhasilan dalam pemasaran.

Tujuan perusahaan dalam hal pendistribusian adalah mencapai tingkat ketersediaan (availability) produk pada segmen pasar potensial dalam daerah sasaran pemasaran yang ditetapkan perusahaan. Hal ini berdasarkna pertimbangan bahwa produk kopi bubuk digolongkan sebagai barang konsumsi (consumption goods), dimana kemudahan mendapat akan mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian. Saluran Pemasaran Kopi Bubuk Ulee Kareng dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Saluran Pemasaran Kopi Bubuk Ulee Kareng

3.1.3.2. Efisiensi Saluran Pemasaran

Tujuan dari analisis pemasaran adalah untuk mengetahui apakah sistem pemasaran yang ada sudah efisien atau tidak. Terdapat dua konsep efisiensi pemasaran yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga. Ukuran efisiensi operasional dicerminkan oleh rasio keluaran pemasaran terhadap masukan pemasaran. Dalam saluran pemasaran efisiensi operasional sebenarnya sama

Produsen Konsumen

Agen Pengecer

Pengecer Konsumen

Konsumen Lembaga, Hotel, Swalayan, Restoran, Warung Kopi, dll.


(39)

dengan pengurangan biaya. Misalnya penggunaan mesin untuk menggantikan pekerja agar memperoleh hasil yang seragam dengan mutu yang lebih baik terkait dengan peningkatan efisiensi. Efisiensi harga dapat dilihat dari marjin pemasaran yang lebih rendah dan memberikan farmer’s share yang lebih besar.

3.1.3.3. Marjin Pemasaran

Analisis marjin pemasaran dilakukan untuk mengetahui efisiensi pemasaran suatu produk dari tingkat produsen sampai ke tingkat konsumen. Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang terjadi di setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Besarnya marjin pemasaran ditentukan oleh besarnya biaya pemasaran yang terjadi dengan besarnya keuntungan di setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan rantai distribusi suatu produk. Biaya pemasaran terdiri dari komponen biaya sortasi, pengemasan, biaya pengangkutan, biaya bongkar muat, biaya retribusi. Sedangkan keuntungan pemasaran diukur dari besarnya imbalan jasa yang diperoleh atas biaya yang dikeluarkan dalam penyaluran produk ke pasar.

3.1.3.4. Farmer’s Share

Indikator penting untuk mengetahui perbandingan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir dengan harga yang diterima petani adalah analisis farmer’s

share. Farmer’s share memiliki hubungan negatif dengan marjin pemasaran.

Semakin tinggi marjin pemasaran maka semakin rendah bagian dari harga yang diterima petani.


(40)

yang diterima petani, maka pemasaran dapat dikatakan efisien. Pemilihan saluran pemasaran akan berpengaruh terhadap besarnya marjin pemasaran yang ada pada akhirnya juga akan mempengaruhi besarnya bagian harga yang diterima oleh petani. Dengan semakin tingginya marjin pemasaran, akan menyebabkan bagian yang diterima petani semakin rendah.

3.1.4. Konsep Agroindustri dalam Sistem Agribisnis

Agribisnis adalah segala kegiatan produksi dan distribusi saran produksi pertanian yang ada hubungannya budidaya dan juga semua kegiatan mengumpulkan, mengolah dan mendistribusikan hasil-hasil pertanian. Agribisnis mencakup seluruh sektor pertanian dan sebagian sektor industri yang mengolah hasil pertanian (Soeharjo, 1991).

Dengan demikian sistem agribisnis juga terdiri dari beberapa kelompok atau subsistem yang saling berkaitan dan mendukung. Sehingga sistem agribisnis itu adalah suatu sistem vertikal dari setiap komoditi pertanian yang terdiri dari subsistem pengadaan sarana produksi, subsistem budidaya (usahatani), subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran.

Menurut Soeharjo (1991), agroindustri adalah salah satu cabang industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung dengan pertanian. Keterkaitan menghasilkan produk pertanian yang dilakukan oleh subsistem kedua dan ketiga dari sistem agribisnis dengan industri yang berlangsung ke depan dan ke belakang.


(41)

Sumber : Soeharjo, 1991.

Gambar 2. Katerkaitan Subsistem Agribisnis

Keterkaitan ke belakang (backward linkage) berlangsung karena produksi pertanian memerlukan sarana produk langsung dipakai. Sedangkan keterkaitan ke depan sehubungan dengan produk pertanian yang musiman, mudah rusak sehingga memerlukan proses pengolahan dan juga penyimpanan.

Industri yang menghasilkan arena produksi seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian disebut agroindustri hulu. Sedangkan industri yang melakukan kegiatan pengolahan seperti pengolahan biji kopi menjadi bubuk kopi disebut agroindustri hilir. Berdasarkan defenisi tersebut, maka agroindustri tidak merupakan suatu usaha yang berdiri sendiri , tetapi suatu uasaha yang memiliki keterkaitan sehingga harus dilihat sebagai suatu kesatuan.

Menurut Austin (1993) ada tiga faktor yang saling mempengaruhi dalam faktor produksi yaitu : pengadaan bahan bahan baku, pengolahan, dan pasar. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan sehingga kegagalan pada satu faktor akan mempengaruhi yang lainnya. Oleh karena itu, jika membahas agroindustri, maka tidak terlepas dari ketiga faktor tersebut.

3.1.4.1. Pengadaan Bahan Baku

Proses produksi selalu terkait dengan pengadaan bahan baku. Bahan baku merupakan hal terpenting dalam melakukan suatu proses produksi, begitu juga

Produksi input,alat dan

mesin

Produk primer olaha petani, peternakdan

nelayan

Penanganan dan pengolahan (nilai tambah)

Pemasaran (saluran distribusi dan


(42)

pengolahan kopi biji. Pengadaan bahan baku yang efesien melibatkan lima faktor yang saling terkait, yaitu :

1. Kualitas, mencakup pengawasan dan penentuan mutu dari bahan baku kopi. 2. Kuantitas, meliputi jumlah kebutuhan dan tingkat ketersediaan bahan baku

kopi bubuk.

3. Waktu, karena produk pertanian mudah rusak dan musiman.

4. Biaya, mencakup harga pembelian, biaya persediaan bahan baku kopi bubuk dan lainnya.

5. Organisasi, meliputi struktur, kekuatan dan integrasi vertikal.

3.1.4.2. Konsep Nilai Tambah

Sifat mudah rusak (perishable / bulky) yang dimiliki produk pertanian memberikan motivasi terhadap petani dan pengusaha untuk melakukan penanganan yang tepat, sehingga produk pertanian tersebut siap dikonsumsi oleh konsumen. Di dalam sistem pertanian terjadi arus komoditas yang mengalir dari hulu ke hilir, yaitu yang berawal dari produsen dan penyalur input pertanian ke petani, pedagang pengumpul, pedagang besar sampai ke konsumen akhir. Dalam perjalanan dari produsen ke konsumen akhir, komoditi pertanian tersebut mendapat perlakuan- perlakuan seperti pengolahan, pengawetan, dan pemindahan untuk menambah kegunaan atau menimbulkan nilai tambah.

Konsep nilai tambah adalah suatu pengembangan nilai yang terjadi karena adanya input yang diperlakukan pada suatu komoditas. Input yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komoditas dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan bentuk,


(43)

Menurut Hayami et. al (1987), terdapat dua cara dalam menghitung nilai tambah, yaitu dengan menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran. Nilai tambah (value added) adalah penambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, atau penyimpanan dalam suatu proses produksi.

Menurut Hayami et. al (1987) defenisi dari nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses pengubahan bentuk ( form utility ), pemindahan tempat ( place utility ), maupun penyimpanan ( time utility ). Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen.

Tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku sistem ( pengolah ) dan kesempatan kerja yang dapat diciptakan oleh sistem tersebut. Nilai tambah dipengaruhi oleh faktor teknis dan non teknis (faktor pasar). Faktor teknis terdiri dari jumlah dan kualitas bahan baku serta input penyerta, kualitas produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi, dan penggunaan unsur tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar meliputi harga bahan baku, harga jual output, upah tenaga kerja, modal investasi, informasi pasar, dan nilai input lain ( selain bahan bakar). Dengan demikian fungsi dari nilai tambah yang menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dimana : K = Kapasitas produsi unit usaha (Unit) Nilai Tambah = f ( K, B, T, U, H, h, L)


(44)

U = Upah tenaga kerja ( Rp/ HOK) H = Harga Output (Rp/unit)

h = Harga bahan baku (Rp/unit) L = Nilai input lain (unit)

Analisis input lain adalah semua korbanan yang terjadi selama proses proses pelakuan untuk menambah nilai output, selain bahan baku dan tenaga kerja langsung, mencakup biaya modal berupa bahan penolong dan biaya overhead pabrik lainnya,upah tenaga kerja tidak langsung.

3.1.4.3. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami

Menurut Hayami et. al (1987) menyatakan bahwa nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Sumber-sumber dari nilai tambah tersebut adalah dari pemanfaatan faktor- faktor seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya manusia, dan manajemen.

Dari besaran nilai tambah yang dihasilkan dapat ditaksir besarnya balas jasa yang diterima faktor produksi yang digunakan dalam proses perlakuan tersebut. Dalam analisis nilai tambah terdapat tiga komponen pendukung, yaitu faktor konversi yang menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan input, faktor keofesien tenaga kerja yang menunjukkan banyaknnya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input, dan nilai yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input.

Distribusi nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan ketrampilan,serta kualitas bahan baku. Apabila penerapan teknologi cendrung


(45)

proporsi bagian keuntungan bagi perusahaan, sedangkan apabila diterapkan teknologi padat modal maka besarnya proporsi bagian manajemen lebih besar dari proporsi bagian tenaga kerja.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Saat ini petani menanam kopi arabika organik dan non organik. Dalam sistem budidaya petani masih menggunakan perawatan secara konvensional, belum menggunakan teknologi pertanian modern atau tepat guna, sehingga hal tersebut berdampak kepada hasil produksi. Seiring beralihnya petani dari kopi arabika non organik ke arabika organik maka hasil produksi belum optimal karena petani belum terbiasa merawat dan membudidayakan kopi secara organik. Ini terlihat dari banyaknya petani yang belum memperoleh sertifikasi lokal maupun internasional. Kurang tepatnya perawatan sehingga sebagian petani kopi tidak bisa panen tepat waktu karena tanaman kopi lambat berbuah.

Dalam penelitian ini yang berhubungan dengan subsistem usahatani akan dianalisis pendapatan usahatani. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar biaya yang dikeluaran baik biaya tunai maupun biaya tidak tunai sehingga didapatkan B/C rasio. Besarnya penerimaan yang diperoleh petani apakah berbanding positif dengan biaya yang dikeluarkan.

Saluran pemasaran ini penting dianalisis karena untuk mengetahui apakah keuntungan yang diperoleh petani maupun pedagang pengumpul sudah wajar atau belum. Hal-hal yang akan dianalisis dalam saluran pemasaran kopi adalah untuk melihat siapa saja lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran, berapa harga beli dan harga jual di petani maupun di tingkat pedagang


(46)

lembaga pemasaran, Kemudian akan melihat berapa besar farmer’s share yang diterima petani, agar diketahui saluran pemasaran yang efesien.

Industri pengolahan kopi bubuk Ulee Kareng akan dianalisis dengan menggunakan analisis nilai tambah metode Hayami, Subsistem pengolahan dalam suatu sistem agribisnis memiliki tujuan untuk menciptakan nilai tambah untuk meningkatkan pendapatan. Perusahaan melakukan serangkaian kegiatan seperti pengadaan bahan baku, produksi atau pengolahan, dan pemasaran. Ketiga kegiatan ini saling berkaitan satu sama lain. Kegagalan dalam satu kegiatan awal, akan mengakibatkan kegagalan pada kegiatan selanjutnya. Untuk itu dalam pelaksanaan perlu perencanaan yang sebaik-baiknya.

Untuk menghitung nilai tambah yang dihasilkan maka digunakan metode Hayami dengan alasan, sebagi berikut:

1. Metode Hayami lebih tepat digunakan untuk proses pengolahan produk-produk pertanian.

2. Metode hayami dapat dilakukan untuk jenis pengolahan yang berbeda dalam satu badan usaha.


(47)

Gambar 3. Kerangka pemikiran Operasional Petani Kopi Arabika

Kopi Organik Kopi Non

Organik Usahatani kopi

- Perawatan konvensional - Produksi belum stabil - Pendapatan masih rendah

Analisis Saluran Pemasaran: - Analisis Marjin - Famer’s Share

Lembaga Pemasaran: - Pengumpul Desa - Pengumpul Kota

Industri Kopi Bubuk Ulee Kareng

Efisiensi Pemasaran Analisis Pendapatan

Usahatani

Analisis Nilai Tambah


(48)

IV. METODELOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu

Penelitian akan dilaksanakan di kecamatan Bebesan Desa Balee Kramat Aceh Tengah dan di Kota Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan daerah Aceh Tengah merupakan sentra produksi kopi dan kota Banda Aceh tempat pengolahan bubuk kopi Ulee Kareeng. Waktu penelitian direncanakan mulai Bulan Maret sampai Agustus 2009.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik, yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dilapangan dengan sumber-sumber terkait dan wawancara dengan pihak petani di Aceh tengah, pengusaha pengolahan industri kopi bubuk bubuk Ulee Kareng di Banda Aceh. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi, literatur dan sumber informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

Jenis komoditi kopi yang akan diteliti adalah kopi arabika organik dan non organik karena komoditi ini adalah komoditi unggulan daerah penelitian yang paling banyak diusahakan. Responden dipilih secara sengaja( purposive) dengan pertimbangan bahwa petani responden adalah petani yang menanam kopi arabika organik dan non organik. Jumlah petani kopi organik yang diwawancarai 10 responden dan kopi non organik 10 responden. Untuk pedagang pengumpul desa dipilih 2 responden dan pedagang pengumpul kota juga dipilih 2 responden.


(49)

Begitu juga untuk responden industri kopi bubuk Ulee Kareng yang di wawancarai sebanyak 3 responden, Untuk tenaga kerja diwawancarai 3 responden dan lembaga pemasaran (Agen, grosir dan swalayan) yang terlibat masing-masing diwawancarai 2 responden.

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis pengolahan data secara kuantitatif dan kualitatif kemudian dijelaskan secara deskriptif. Analisis dilakukan dengan memasukkan data primer yang telah diolah ke dalam tabel yang telah disiapkan. Baik data primer dan sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian akan ditabulasikan dan ditampilkan dalam tabel dan gambar setelah diolah sesuai dengan kebutuhan data. Analisis dalam penelitian ini meliputi analisis pendapatan usahatani, analisis nilai tambah, analisis saluran dan manjin pemasaran.

4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan mempunyai tujuan dan kegunaan bagi petani maupun pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama analisi pendapatan usahatani yaitu pertama menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usahatani dan kedua menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi seorang petani analisis pendapatan memberikan gambaran untuk mengukur apakah kegiatan usahataninya saat ini berhasil atau tidak. Pendapatan usahatani selain diukur dengan nilai mutlak juga dianalisa nilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio). Bahwa usahatani dikatakan menguntungkan apabila nilai R/C rasio


(50)

lebih besar dari 1. Dan usahatani dikatakan tidak menguntungkan jika nilainya kurang dari 1.

Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai yaitu biaya yang benar-benar dikeluarkan petani serta pendapatan atas biaya total dimana semua input milik keluarga juga diperhitungkan sebagai biaya. Pendapatan dihitung sebagai penerimaan dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan.

Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan petani secara tunai. Biaya yang diperhitung atau biaya tidak tunai adalah biaya yang dibebankan kepada usaha tani untuk penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat-alat pertanian dan imbangan sewa lahan. Biaya tidak tunai digunakan untuk menghitung berapa petani jika harus membayarkan sewa lahan dan menyewa tenaga kerja dalam keluarga. Tenga kerja keluarga dinilai berdasarkan upah yang berlaku pada waktu anggota keluarga menyumbang kerja pada usahatani tersebut. Untuk perhitungan penyusutan alat-alat pertanian digunakan metode penyusutan garis lurus, dengan asumsi setelah melewati umur teknisnya alat-alat tersebut tidak dipakai lagi.

4.3.2. Analisis Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran akan dianalisis secara kuantitatif dengan mengamati lembaga pemasaran yang terlibat. Lembaga pemasaran ini berperan sebagai perantara dalam penyampaian barang dari produsen ke konsumen dan arus barang yang melalui lembaga-lembaga yang menjadi perantara membentuk saluran pemasaran.


(51)

4.3.3. Analisis Marjin

Dalam Dahl dan Hammond (1997) marjin pemasaran didefinisikan sebagai perbedaan harga yang terjadi ditingkat petani dengan harga ditingkat pengumpul secara matematis marjin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana : Msi = Marjin pemasaran pada lembaga pemasaran ke-i Psi = Harga penjualan lembaga pemasaran ke-i Pbi = Harga pembelian lembaga pemasaran ke -i

Marjin pemasaran dapat pula diperoleh dengan menjumlahkan biaya pemasaran dan keuntungan setiap lembaga pemasaran. Secara matematis dapat pula ditulis sebagai berikut:

Dimana : Ci = Biaya lembaga pemasaran ditingkat ke - i

I= Keuntungan lembaga pemasaran ditingkat ke – I

Penyebaran marjin pemasaran dapat pula dilihat dari persentase keuntungan terhadap biaya pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus:

Dimana : B = Keuntungan lembaga pemasaran ditingkat ke –I C = Biaya lembaga pemasaran ke - i

X 100 % Msi = Psi - Pbi


(52)

Besarnya harga yang diterima petani terhadap konsumen akhir, dilakukan dengan famer’s share yang dirumuskan sebagai berikut:

Dimana : Fs = famer’s share

P = Harga yang diterima petani K = Harga yang diterima Konsumen

4.3.4. Analisis Nilai Tambah

Kegiatan mengolah bahan baku biji kopi menjadi produk olahan seperti bubuk kopi mengakibatkan bertambahnya nilai komoditas tersebut. Untuk melihat pertambahan nilai dari serta balas jasa yang diterima pelaku usahan maka analisis nilai tambah dari industri pengolahan bubuk kopi Ulee Kareng menggunakan metode analisis Hayami yang umum digunakan untuk menganalisis nilai tambah pada subsistem pengolahan atau produksi sekunder. Kerangka analisis perhitungan nilai tambah metode Hayami dapat dilihat pada tabel 1.


(53)

Tabel 1. Analisis Perhitungan Nilai Tambah Hayami

No. Variabel Nilai

Output, Input, Harga

1. Output/ total produksi (Kg / periode) A 2. Input bahan baku (Kg / periode) B 3. Input Tenaga kerja (HOK / periode) C

4. Factor konversi (1) / (2) D = A / B 5. Keofesien tenaga kerja (3) / (2) E = C / B 6. Harga produk ( Rp / Kg) F

7. Upah rata-rata tenaga kerja per HOK ( Rp / HOK)

G

Pendapatan dan Keuntungan

8. Harga input bahan baku ( Rp / Kg) H 9. Sumbangan input lain ( Rp / Kg) I

10. Nilai produk ( 4 ) x ( 6 ) ( Rp / Kg) J = D X F 11. a. Nilai tambah ( 10 ) - ( 8 ) – ( 9 ) ( Rp / Kg)

b. Rasio nilai tambah (11a) / (10 ) ( % )

K = J – H – I L % = ( K / J ) % 12. a. Pendapatan Tenaga kerja ( Rp / Kg)

b. Imbalan tenaga kerja (12a) / (11a) ( % )

M = E X G N % = ( M / K ) % 13. a. Keuntungan (11a) – ( 12a) ( Rp / Kg)

b. Tingkat keuntungan (13a) / (10 ) ( % )

O = K – M P % = ( O – J ) % Balas Jasa Untuk Faktor produksi

14. Marjin ( 10 ) - ( 8 ) ( Rp / Kg)

a. Pendapatan tenaga kerja (12a) / (14 ) ( % ) b. Sumbangan input lain ( 9 ) / (14 ) ( % ) c. Keuntungan perusahaan (13a) / (14 ) ( % )

Q = J – H

R % = ( M / Q ) % S % = ( I / Q ) % T % = ( O / Q ) %


(54)

Informasi yang dihasilkan melalui metode analisis nilai tambah Hayami yang digunakan pada subsistem pengolahan ini adalah sebagai berikut :

1. Perkiraan besarnya nilai tambah (Rp).

2. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk yang dihasilkan (%), menunjukkan persentase nilai tambah dari nilai produk.

3. Imbalan bagi tenaga kerja ( Rp), menunjukkan besar upah yang diterima oleh tenaga langsung.

4. Bagian tenaga kerja dari nilai tambah yang dihasilkan (%), menunjukkan persentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah.

5. Keuntungan pengolahan (Rp), menunjukkan bagian yang diterima pengusaha (pengolah), karena menanggung resiko usaha.

6. Tingkat keuntungan pengolah terhadap nilai output (%), menunjukkan persentase keuntungan terhadap nilai tambah.

7. Marjin Pengolahan (Rp), menunjukkan kontribusi pemilik faktor produksi selain bahab baku yang digunakan dalam proses produksi.

8. Persentase pendapatan tenaga kerja langsung terhadap marjin (%). 9. Persentase keuntungan perusahaan terhadap marjin (%)


(55)

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAN

5.1. Karakteristik Wilayah

Penelitian dilakukana di Desa Balee Kramat, Kecamatan Bebesan, Kabupaten Aceh Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam. Lokasi ini dipilih karena merupakan salah satu daerah sentra produksi kopi di Aceh Tengah. Saat ini jumlah penduduk Aceh Tengah mencapai 182.126 jiwa. Kabupaten Aceh Tengah termasuk Kabupaten yang paling Tengah dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kabupaten ini berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Utara

Sebelah Selatan : Kabupaten Aceh Gayo Lues dan Benar Meriah Sebelah Timur : Kabupaten Aceh Jeumpa dan Aceh Timur Sebelah Barat : Kabupaten Pidie dan Pidie Jaya

Kabupaten Aceh Tengah terletak pada ketinggian 1.200 hingga 1.700 meter dari permukaan laut (dpl). Karena berada pada dataran tinggi, daerah itu memiliki cuaca dingin dan kelembaban tinggi, dengan suhu rata-rata 18 hingga 28 derajat Celcius. Sejak zaman penjajahan Belanda, masyarakat Gayo sudah membudidayakan tanaman kopi secara turun-temurun hingga sekarang. Mayoritas masyarakat daerah itu mananam kopi arabika dengan berbagai varietasnya. Menurut data, kopi arabika yang dibudidayakan masyarakat Gayo merupakan yang terluas di seluruh Indonesia dan memiliki cita rasa yang khas.

Dari perkembangan teknologi pertanian dengan pertimbangan aspek kesehatan dan minat pasar, para petani sudah mulai beralih, dari budidaya kopi


(56)

arabika di kabupaten itu pada tahun 2008 seluas 46.493 hektare (ha) dengan produksi biji kopi 27.444 ton. Produktivitas kopi itu meningkat dari tahun 2007 dengan luas lahan yang sama hanya mampu memproduksi 22.575 ton biji kopi per tahun. Sebagian besar para petani sudah mulai menggarap budidaya kopi sistem organik, meskipun masih ada yang menggunakan bahan-bahan kimia dalam proses perawatan tanaman hingga prosessing biji kopi menjadi kopi hijau (green coffee).

5.2. Karakteristik Petani Responden Kopi Arabika

Karakteristik petani responden akan diuraikan berdasarkan umur petani, tingkat pendidikan, luas lahan, pengalaman berusahatani kopi dan jumlah anggota keluarga.

Tabel 2. Karakteristik Petani Responden

No Jenis Karakteristi Kategori Jumlah Persentase

1 Jenis kelamin Laki-laki 10 100 100

30-40 1 10

40-50 7 70

2 Umur

50-60 2 10

20

100

SD 8 80

SMP 1 10

SMA 1 10

Diploma - -

3

Tingkat pendidikan

Strata I -

10 -

100

1-3 4 40

3-5 6 60

4 Jumlah tanggungan 5-7 - 10 - 100 0,5-1,0 ha 7 70

1,0-2,0 ha 3 10 5 Luas lahan

2,0-3,0 ha -

10 -

100 6 Kepemilikan lahan Pribadi 10 10 100 100

Pokok 6 60

7 Jenis lahan

Sampingan 4

10

40

100 Wiraswasta 3 50

PNS 2 33,33

8

Usaha sampingan

Buruh 1

6

16,67


(57)

Hasil wawancara dari petani responden, menunjukkan bahwa rata-rata umur petani 45 tahun dengan kisaran antara 35 tahun sampai dengan 65 tahun. Petani yang berusia 40 tahun sampai 50 tahun ada 7 orang, sedangkan yang berusia 40 tahun berjumlah satu orang dan yang berusia diatas 50 tahun berjumlah 2 orang.

Sebagian besar petani menempuh pendidikan secara formal, rata-rata responden yang lulus SD berjumlah 8 orang, SMP berjumlah 1 orang, yang lulus SMA 3 orang dan lulusan sarjana 1 orang. Jumlah tanggungan keluarga antara 3 sampai 5 orang berjumlah 3 orang berjumlah 7 orang responden, yang mempunyai tanggungan 3 orang berjumlah 3 responden. Sebagian besar petani responden bermata pencarian pokok yaitu bertani kopi adalah sebagai mata pencarian mereka sehari-hari. Rata-rata petani memiliki lahan pribadi dari warisan orang tuanya rata-rata 1-2 hektar. Rata-rata luas lahan garapan dan produksi kopi arabika organik dan non organik yang dihasilkan responden dapat dilihat ( Lampiran 5 ).

5.3. Gambaran Umum Perusahaan

Peluang usaha untuk setiap jenis barang biasa muncul kapan dan dimana saja, tergantung bagaimana kita memanfaatkannya. Demikian halnya dengan usaha industri bubuk kopi, dimana kopi merupakan komoditi khas hasil yang dimiliki Nanggroe Aceh Darussalam dewasa ini. Usaha bubuk Kopi Ulee Kareng Banda Aceh. Bergerak dibidang penggilingan dan penjualan bubuk kopi itu sendiri.

Bapak Feriansyah, adalah pemilik dan sekaligus pengelola usaha Bubuk Kopi Ulee Kareng ini. Usaha keluarga ini bermula dari orang tua Pak Fery berupa


(58)

melakukan peningkatan usaha bubuk kopi tersebut dengan memindahakan pabrik ke kota Banda Aceh. Pemindahan lokasi juga diiringi dengan menambah kapasitas pergilingan kopi. Dengan memperoleh surat izin usaha dagang / indusrti kecil dari Departemen perindustrian perusahaan mulai memberi nama dengan merek bubuk kopi Kopi Ulee Kareng. Berbekal penuh keyakinan dan jiwa wiraswata, Pak Fery memulai mengembangkan usahanya hingga taraf yang lebih baik, berusaha mengenalkan bubuk kopinya kepada masyarakat banyak.

Ternyata usaha tersebut tidaklah sia-sia, karena dengan memanfaatkan kesempatan yang ada, beliau berhasil mengangkat bubuk Kopi Ulee Kareng dan menginformasikannya kepada masyarakat umum melalui berbagai media dengan melakukan promosi baik secara lansung maupun tidak lansung.

Apa yang dilakukan oleh Pak Fery adalah suatu tindakan pengetahuan dan ilmu manajemennya masih belum seberapa. Beliau salah seorang pekerja keras, walaupun terjadi bencana alam tsunami tapi itu tidak pernah menjadikan penghalang bagi beliau untuk berbuat memajukan usaha keluarganya, hingga saat ini usaha pengolahan dan penjualan bubuk kopi terus berjalan. Usaha bubuk kopi ini berkembang pesat dan membawa kemajuan dalam dunia bisnis perusahaan indusri kecil bubuk kopi di Kota Banda Aceh.

5.4. Struktur Organisasi Perusahaan

Dalam suatu perusahaan sangatlah dibutuhkan keseragaman dalam pelaksanaan pekerjaan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan untuk itu perlu dibentuk suatu struktur organisasi, struktur organisasi akan lebih dulu memusatkan perhatian pada kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Manajemen menganalisa jabatan-jabatan, dan melakukan koordinasi


(59)

tentang kegiatan setiap karyawan merupakan tanggung jawab penting yang lain dari manajemen. Struktur organisasi yang ditentukan dengan baik juga harus mendukung moral karyawan. Dari bagian organisasi tersebut dapat diketehui gambaran tentang aktivitas-aktivitas perusahaan secara keseluruhan, serta dapat memperjelas batas-batas wewenang dan tanggung jawab antara atasan dan bawahan sesuai dengan fungsi dari masing-masing bagian.

Melalui fungsi-fungsi bagian tersebut maka pengawasan akan lebih mudah dilaksanakan dan terarah sehingga akhirnya memudahkan di dalam pencapaian tujuan. Hal ini sesuai dengan tujuan utama dari pembentukan organisasi baik yaitu berusaha mengkoordinasikan semua kegiatan-kegiatan yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Suatu struktur organisasi mempunyai fungsi-fungsi antara lain, fungsi pemasaran, fungsi produksi, fungsi personalia, fungsi keuangan dan lain sebagainya, dan setiap perusahaan mempunyai struktur organisasi yang berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh skala perusahaan, tenaga kerja dan bentuk perusahaan.

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, usaha bubuk kopi Ulee kareng di Banda Aceh memiliki struktur organisasi garis. Dalam struktur organisasi tersebut setiap bagian tugas, wewenang dan tanggung masing-masing.

Adapun pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Pimpinan

Pimpinan perusahaan mempunyai tugas sebagai berikut : - Membawahi semua karywan yang ada di dalam perusahaan.


(60)

b. Bidang Penjualan

Bidang penjualan mempunyai tugas yaitu:

- Bertanggung jawab atas pendistribusian barang ke pedagang besar. - Bertanggung jawab atas pemerataan barang ke tingkat pedagang kecil. - Mampu membuat target penjualan per minggu

- Bertanggung jawab atas penjualan c. Bidang Keuangan

Bidang keuangan mempunyai tugas yaitu:

- Bertanggung jawab atas kelancaran operasional biaya (biaya operasional).

- Memastikan hasil penjualan (uang) sesuai dengan order. d. Bidang Promosi

- Bertanggung jawab atas laporan tertulis barang masuk dan barang keluar.

- Surat menyurat

- Menyiapkan penyerahan dan penerimaan kwitansi e. Bidang Produksi

Bidang promosi mempunyai tugas yaitu:

- Bertanggung jawab atas produksi bubuk Kopi Ulee Kareng. - Bertanggung jawab atas tinggi rendahnya tingkat produksi


(61)

5.5. Kegiatan Produksi Perusahaan

Kita ketahui bahwa dalam suatu organisasi atau perusahaan, tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang paling menentukan dalam meningkatkan produktivitas perusahaan. Semua pekerja tersebut di gaji menurut bidang kerjanya masing-masing.

Sementara itu produksi usaha bubuk Kopi Ulee Kareng dapat digambarkan sebagai berikut:

Input Proses Output

Modal Tenaga kerja Bahan Baku

Mesin Informasi

Menggoreng Penggilingan Kasar Halus Pengemasan

Bubuk Kopi Organik Bubuk Kopi non Organik

Umpan Balik

Gambar 4. Alur Produksi Bubuk Kopi Ulee Kareng

Bahan baku merupakan input dasar proses produksi, dimana bahan baku kopi diperoleh dari Takengon Aceh Tengah. Proses produksi adalah sebagai berikut, biji kopi digonseng. Proses penggorengan ini membutuhkan waktu selama tiga jam. Setelah itu biji kopi dimasukkan ke dalam bak mesin penampung untuk kemudian digiling, kemudian mesin diatur kehausannya. Selanjutnya akan keluar bubuk kopi tersebut dari mesin dan siap dikemas untuk dipasarkan.


(62)

Vl. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Analisis Pendapatan Usahatani Kopi Arabika

Suatu usahatani akan dikatakan menguntungkan jika selisih antara penerimaan dengan pengeluaran bernilai positif. Semakin besar selisih antara penerimaan dan pengeluaran, maka semakin menguntungkan suatu usahatani. Selisih tersebut akan dinamakan pendapatan atas biaya tunai jika penerimaaan totalnya dikurangkan dengan pengeluaran tunai. Sedangkan pendapatan total usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan hasil produksi dengan pengeluaran total usahatani(total farm expense). Pengeluaran total usahatani kopi ini terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk tanaman dan besarnya berubah-ubah sebanding dengan besarnya produksi tanaman,biaya tersebut seperti biaya pupuk, tenaga kerja. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan yang besarnya tetap tidak terpengaruh oleh besarnya biaya produksi seperti sewa lahan dan penyusutan alat.

Analisis yang akan dihitung pada usahatani ini dibedakan atas pendapatan usahatani kopi arabika organik dan arabika non organik. Petani arabika organik adalah petani yang menanam tanaman kopi secara organik dalam kegiatan usahataninya. Sedangkan petani kopi non organik adalah petani yang menanam kopinya secara biasa yaitu masih menggunakan pupuk kimia untuk menyuburkan tanaman kopi dalam proses produksi usahataninya. Setelah itu akan dilakukan analisis perbandingan antara pendapatan usahatani kopi arabika organik dan pendapatan usahatani non organik. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan biaya produksi dan perbedaan penerimaan masing-masing petani kopi tersebut.


(63)

6.2. Pendapatan Usahatani Kopi Arabika Organik dan Non Organik

Seperti yang telah dijelaskan pada sebelumnya, komoditi yang akan dibahas adalah kopi arabika organik dan non organik. Pada umumnya jenis biaya yang dikeluarkan dalam usahatani komoditi ini adalah sama. Tetapi hanya terletak pada perbedaan jumlah biaya yang dikeluarkan pada kedua usahatani kopi tersebut. Biaya variabel yang dikeluarkan dalam usahatani arabika terdiri dari biaya tunai yaitu: biaya bibit atau benih, biaya pupuk, biaya obat-obatan, pajak, biaya luar keluarga tenaga kerja, dan biaya tidak tunai yaitu biaya sewa lahan, biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja dalam keluarga.

Perbedaan biaya hanya terletak pada biaya perawatan, karena pertanian organik menggunakan bahan organik dalam perawatannya, sedangkan perawatan kopi non organik masih menggunakan bahan kimia. Semua biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi akan dihitung untuk mendapatkan atau melihat besarnya pendapatan atas biaya tunai dan juga besarnya pendapatan atas biaya total yang dikeluarkan. Disamping itu juga akan dihitung besarnya biaya imbangan (return and cost) dan biaya total (total cost) pada cost ratio (R/ C) pada kedua usahatani kopi arabika.

Pendapatan usahatani kopi arabika organik penerimaan usahatani adalah perkalian antara total produk yang dihasilkan dengan harga pasar yang berlaku. Faktor yang menentukan besarnya penerimaan adalah jumlah produk yang dihasilkan dan besarnya harga dari produk yang dihasilkan.


(1)

77 Lampiran 1. Perkembangan Produksi pertanian dan perkebunan NAD

Tahun 2008

Tahun (KW) No Komoditi

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008*

1 Kopi 8,250 5,945 5,945 6,062 6,962 50,514 40,473

2 Karet 1,776 10,264 10,264 11,053 11,053 35,795 31,766

3 Pisang 3,660 17,184 17,184 17,064 20,778 37,546 55,355

4 Pepaya 5,545 15,047 15,047 15,580 21,683 33,570 20,029

5 Rambutan 12,123 12,763 12,763 28.028 12,762 25,883 12,769

6 Mangga 1,255 2,290 2,290 2,290 2,291 4,342 1,798

7 Nilam 2,057 16,502 16,502 16,525 22,637 17,980 6,909


(2)

Lampiran 2. Komoditas Unggulan Sektor Pertanian dan Perkebunan serta Sektor Agroindustri Nanggroe Aceh Darussalam

Komoditas

Unggulan Prospektif 1. Pertanian :

Tanaman pangan Padi, kedelai, jagung, kacang tanah, melinjo dan cabe merah.

Padi dan kedelai

Buah-buahan Alpukat, durian, jeruk, rambutan, sawo, pisang abongan, mangga, nanas, dan pepaya.

Melon, semangka dan rambutan

Sayuran Bawang merah, kentang, keimun, bayam dan tomat

Cabai merah dan cabai rawit 2. Perkebunan Karet, Kopi arabika, nilam

dab kakao

Kopi arabika organik dan sawit

3.Agroindustri Kerupuk melinjo, bubuk kopi, kopiah aceh dan dendeng

Bubuk kopi arabika organik, ukiran seni, minyak nilam


(3)

79 Lampiran 3. Konsumsi dan Pemasaran Kopi Aceh Tengah Tahun 2008

Tahun (ton) No Komoditi

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008* 1. Kopi Arabika

Organik 20.225 22.441 23.345 16.310 35.874 36.667 40.414

2. Kopi Arabika

Non Organik 32.527 26.848 24.946 21.419 20.573 18.364 15.513


(4)

Lampiran 4. Perbedaan Budidaya Kopi Arabika Organik dan Non Organik

Kopi Organik Kopi Non Organik

Mempertahankan unsur (humus) tanah yang ada disekitarnya.

Tanah yang ada disekitar tanaman kopi menjadi rusak

Umur produksi lebih lama Umur produksi bergantung pupuk kimia

Tanah yang ada disekitar batang kopi itu, lama kelamaan akan menjadi kompos

Kemungkinan akan mengundang berbagai penyakit karena pemeliharaannya menggunakan bahan kimia.

Hasil produksi panen stabil Hasil panen kopi ketergantungan pada bahan kimia

Pertumbuhan bibit stabil Pertumbuhan bibit kopi kurang stabil Pohon lebih rindang Pohon lebih tinggi

Pertumbuhan pohon kopi stabil Pertumbuhan pohon bergantung pada pupuk kimia

Lebih menjamin kesehatan Kurang menjamin kesehatan Sumber : Petani Responden


(5)

81 Lampiran 5. Rata-rata Luas Lahan Garapan dan Produksi Kopi Arabika

Organik dan Non OrganikTahun 2009

No Nama Responden Luas lahan (ha) Jumlah hasil Produksi kopi yang ditanam(Kg)

1. Abdullah 0,5 1.100

2. Ibnu umar 0,5 1.150

3. Hasbalah 0,8 1.300

4. Ridwan 1,0 2.050

5. M. ali 1,0 2.100

6. Munir 1,5 3.200

7. Pramono 2,0 4.250

8. Jamaluddin 2,0 4.280

9. Nasrul 2,5 5.300

10. Amrizal 3.0 6.350

Jumlah 14,8 31.080

Rata-rata 2.100 Sumber : Petani Responde

Sumber : Petani Responden

No Nama Responden Luas lahan (ha) Jumlah Produksi kopi yang ditanam (Kg)

1. Saipul 0,5 950

2. Bantasyah 0,5 1.000

3. Zakaria 0,6 1.150

4. Ibnu Abbas 0,7 1.400

5. Ismail 0,7 1.400

6. M. Gade 0,8 1.500

7. Sulaimana 0,8 1.500

8. Hanafiah 1,0 1.950

9. M. Kaoi 1,0 1.950

10. Muslem 1,0 2.000

Jumlah 7,6 14.830


(6)

Lampiran 6. Perbedaan Tanaman Kopi Arabika Organik dan Non Organik