Analisis Efisiensi Pemasaran Ekspor Kopi Arabika Gayo Di Provinsi Aceh

ss

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN EKSPOR KOPI
ARABIKA GAYO DI PROVINSI ACEH

NORATUN JULIAVIANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Analisis Efisiensi
Pemasaran Ekspor Kopi Arabika Gayo di Provinsi Aceh adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016
Noratun Juliaviani
NIM H453130151

RINGKASAN
NORATUN JULIAVIANI. Analisis Efisiensi Pemasaran Ekspor Kopi Arabika
Gayo di Provinsi Aceh. Dibimbing oleh SAHARA dan RATNA WINANDI
ASMARANTAKA.
Kopi Arabika Gayo sebagai salah satu komoditas ekspor Indonesia
dihadapkan adanya fluktuasi harga dari waktu ke waktu. Hal ini ditunjukkan dari
pergerakan harga kopi Arabika Gayo selama tahun 2008 sampai 2013, pergerakan
harga di tingkat eksportir cenderung berfluktuasi dibandingkan harga di tingkat
petani. Fluktuasi harga pada eksportir menunjukkan bahwa harga ekspor kopi
Arabika Gayo lebih cepat berubah dibandingkan harga produsen (petani). Hal ini
mengindikasikan bahwa perubahan harga kopi Arabika Gayo di tingkat eksportir
tidak ditransmisikan secara sempurna ke tingkat produsen (petani). Transmisi
harga kopi Arabika Gayo antara eksportir dan produsen (petani) sangat
menentukan efisiensi sistem pemasaran yang terlibat.

Salah satu penyebab transmisi harga yang tidak simetris antar pasar yang
terhubung secara vertikal (dalam satu rantai pemasaran) adalah adanya perilaku
tidak kompetitif antara para pedagang perantara, khususnya apabila pedagang
perantara tersebut berada pada pasar yang terkonsentrasi. Umumnya pedagang
perantara akan berusaha mempertahankan tingkat keuntungannya dan tidak akan
menaikkan/menurunkan harga sesuai dengan sinyal harga yang sebenarnya.
Sehingga pedagang perantara akan lebih cepat bereaksi terhadap kenaikan harga
dibandingkan dengan penurunan harga. Pada akhirnya pasar petani dan konsumen
menjadi tidak terintegrasi. Selain itu, adanya biaya transaksi yang relatif tinggi
turut mempengaruhi transmisi harga yang tidak simetris yang terjadi antara petani
dengan eksportir. Perubahan harga umumnya dipengaruhi oleh adanya sejumlah
biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku usaha untuk menyesuaikan harganya
atau disebut dengan adjustment cost. Biaya transaksi yang semakin tinggi juga
akan merugikan petani dalam memasarkan produknya sehingga akan
mempengaruhi pemasaran kopi Arabika Gayo. Rantai pemasaran kopi Arabika
Gayo di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener meriah menunjukkan bahwa petani
menjual hasil produksi melalui pedagang pengumpul. Perilaku dari pedagang
perantara dan tidak adanya lembaga formal yang mengatur pertukaran seperti
pembelian dan penjualan diperkirakan akan meningkatkan biaya transaksi,
diharapkan petani dapat memilih saluran pemasaran yang membebankan biaya

transaksi yang lebih rendah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis: (1) transmisi harga antara
eksportir dan petani di Provinsi Aceh, (2) perilaku pasar kopi Arabika Gayo di
Provinsi Aceh, (3) saluran dan kinerja pasar kopi Arabika Gayo di Provinsi Aceh,
(4) pengaruh biaya transaksi terhadap pemilihan saluran pemasaran kopi Arabika
Gayo di Provinsi Aceh. Adapun model analisis yang digunakan dalam penelitian
yaitu untuk analisis transmisi harga asimetris antara eksportir dan petani
menggunakan analisa kuantitatif dengan Asymmetric Error Corection Model
(AECM), analisis perilaku pasar lebih menekankan pada analisis deskriptif dari
fenomena lapang terkait dengan praktek pembelian dan penjualan dan mekanisme
penentuan harga, analisis saluran dan kinerja kopi Gayo menggunakan analisa
kuantitatif dengan marjin pemasaran dan farmer’s share, dan untuk menganalisis

pengaruh biaya transaksi terhadap pemilihan saluran pemasaran kopi Arabika
Gayo dengan menggunakan model probit.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah yang
merupakan sentra produksi kopi di Provinsi Aceh dan menjadi salah satu
produsen kopi arabika terbesar di Indonesia untuk tujuan ekspor. Hasil pengujian
asimetris harga pada Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah menunjukkan
transmisi harga terjadi secara satu arah, harga di tingkat petani ditransmisikan ke

tingkat eksportir, sedangkan harga di tingkat eksportir tidak ditransmisikan ke
tingkat petani. Dari segi kecepatan transmisi harga pada jangka pendek bersifat
asimetris sedangkan pada jangka panjang transmisi harga terjadi secara simetris.
Penyebab terjadinya transmisi harga vertikal yang tidak simetris antara harga kopi
Arabika Gayo di tingkat petani dengan eksportir, khususnya dikaitkan dengan
perilaku pasar. Petani yang mempunyai keterkaitan hutang dengan pedagang
menyebabkan posisi tawar (bargaining position) yang semakin lemah dalam
proses penentuan harga, dikarenakan posisi tawar (bargaining position) yang kuat
berada pada pihak pedagang pengumpul (pedagang pengumpul).
Tingkat transmisi harga pada satu rantai pemasaran juga dapat menjadi
petunjuk kinerja dari setiap level/lembaga pemasaran yang berada dalam rantai
pemasaran tersebut. Hasil dari analisis kinerja pasar kopi Arabika Gayo pada
Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah menunjukkan bahwa saluran
pemasaran ke koperasi (eksportir) merupakan saluran pemasaran dengan marjin
pemasaran terendah, biaya pemasaran terkecil, dan farmer’s share terbesar
dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. Namun, saluran pemasaran
tersebut belum efisien jika ditinjau dari besarnya keuntungan setiap lembaga
pemasaran.
Transmisi harga asimetris juga disebabkan oleh biaya transaksi. Biaya
transaksi yang semakin tinggi akan merugikan petani dalam memasarkan

produknya sehingga akan mempengaruhi pemilihan saluran pemasaran kopi
Arabika Gayo oleh petani. Biaya transaksi yang mempengaruhi peluang petani
dalam memilih saluran pemasaran ke pedagang koperasi (eksportir) di Kabupaten
Aceh Tengah yaitu waktu mencari informasi harga, harga yang diterima petani,
dan dummy akses harga. Sedangkan di Kabupaten Bener Meriah,biaya transaksi
yang mempengaruhi peluang petani dalam memilih saluran pemasaran ke
pedagang koperasi (eksportir) yaitu harga yang diterima petani, lamanya
pembayaran dari pedagang, dan dummy akses kredit ke pedagang.
Kata Kunci: Biaya Transaksi, Efisiensi Pemasaran, Kinerja Pasar, Kopi Arabika
Gayo, Perilaku pasar, Transmisi Harga

SUMMARY
NORATUN JULIAVIANI. Analysis of Marketing Export Efficiency of Gayo
Arabica coffee in Aceh Province. Supervised by SAHARA and RATNA
WINANDI ASMARANTAKA.
Gayo Arabica coffee as one of Indonesia's export commodities is facing
price fluctuations from time to time. This was shown from Gayo Arabica coffee
price movements during the years of 2008 to 2014, the movement of exporter
price is likely to fluctuate more than the price at the farm level. These price
fluctuations on exporters, indicates that the export price of Gayo arabic acoffee is

more volatile than the prices at producers (farmers) level. This indicates that the
price changes in the level Gayo Arabica coffee exporters are not transmitted
perfectly to the producers (farmers). The price transmission of Gayo Arabica
coffee between exporters and producers (farmers) is critical for the efficiency of
the marketing system. In vertical cases, the price transmission rate on a marketing
chain can be a clue of each level/marketing agencies performance who are
involved in the marketing chain. A marketing chain is called efficient and
vertically transmitted if the pattern of interaction between the price level depends
only on the cost of production.
One of the causes of asymmetric price transmission between markets that
are connected vertically (in the marketing chain) is the existence of competitive
behavior between the marketing agents, particularly if the middlemen are in a
concentrated market. Generally the middlemen will maintain their profit level and
will not raise/lower the price according to the actual price signals. So that
middlemen will be quicker to react to price rises than to price reductions. In the
end, the farmers market and consumers become not integrated.
In addition, the relatively high transaction costs also affect asymmetric
price transmission that occurs between farmers and exporters. Changes in prices
are generally influenced by the amount of costs the businessesmen should spend
to adjust the prices or called by the adjustment cost. The higher the transaction

costs will also harm the farmers in marketing their products so it will affect the
marketing of Gayo Arabica coffee. Gayo Arabica coffee marketing chain in
Central Aceh and Bener Meriah district show that the farmers sell their product
through middlemen. The behavior of middlemen and the absence of formal
institutions that govern the exchange of such purchases and sales are expected to
increase transaction costs, it is expected that farmers can choose the marketing
channels that charge lower transaction.
The purpose of this study was to analyze: (1) the price transmission between
exporters and farmers in the province of Aceh, (2) the behavior of Gayo Arabica
marketing in Aceh province, (3) channels and market performance of Gayo
Arabica coffee in Aceh province, (4) the effect of transaction costs on the
selection of Gayo Arabica coffee marketing channels in Aceh province. The
analysis model used in the study which analyze the asymmetric transmission
between exporters and farmers is using quantitative analysis with Asymmetric
Error Correction Model (AECM), the analysis of market behavior is more
emphasis on descriptive analysis of the phenomenon in the field associated with
the practice of buying and selling and pricing mechanism, the channel and

performance analysis of Gayo Arabica coffee using quantitative analysis with the
marketing margin and the farmer's share. And to analyze the impact of transaction

costs on the selection of marketing channels Gayo Arabica coffee using probit
models.
This research was conducted in Central Aceh and Bener Meriah which are
coffee production center in Aceh province and became one of the largest Arabica
coffee producer in Indonesia for export purposes. The test results of assymetric
price in Central Aceh and Bener Meriah distric indicates the price transmission
occurs in one direction, farm gate prices are transmitted to the level of exporters,
while the exporter price is not transmitted to the farm level. In terms of
transmission speed on short-term, the price is asymmetric, while the long-term
price is symmetrically transmited. The cause of vertical asymmetric transmission
of Gayo Arabica coffee price between prices at the farm level and exporters,
particularly associated with market behavior. Farmers who have debts with the
traders cause bargaining (bargaining position) is weakening in the pricing process,
because bargaining (bargaining position) is strong at the traders.
The prices transmission rate in the marketing chain can also be a clue of
performance for each level/marketing agencies in the marketing chain. The results
of Arabica Gayo market performance analysis in Central Aceh and Bener Meriah
district indicates that the marketing channel to the cooperative (exporter) is a
marketing channel with the lowest marketing margin, the lowest marketing cost
and the largest farmer's share compared to other marketing channels. However,

the marketing channels are inefficient in terms of the profits magnitude earned by
each marketing agencies with relatively little marketing costs.
Asymmetric price transmission is also due to transaction costs. The higher
the transaction costs would be a loss to farmers in marketing their products so it
will affect the selection of Gayo Arabica coffee marketing channels by farmers.
The transaction cost that effect the chance of farmers to choosing the marketing
channels to cooperative (exporter) in Central Aceh are the time used to find price
information, price received by farmers and dummy of price access. Meanwhile in
Bener Meriah, the transaction cost which the farmers in choosing the marketing
channel to cooperative traders (exporters) are prices received by farmers, the
period length of the payment from the merchant, and dummy credit access to
traders.
Keywords: Gayo Arabica Coffee, Market Conduct, Market Performance,
Marketing Efficiency, Price Transmission, Transaction Costs

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN EKSPOR KOPI
ARABIKA GAYO DI PROVINSI ACEH
INTEGRASI PASAR DAN DAYA SAING UDANG
INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

NORATUN JULIAVIANI

ULFIRA ASHARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat
karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul
Analisis Efisiensi Pemasaran Ekspor Kopi Arabika Gayo di Provinsi Aceh. Pada
kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya kepada:
1. Dr. Sahara, SP, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing, dan Dr. Ir. Ratna
Winandi Asmarantaka, MS, selaku anggota komisi pembimbing dan ketua
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian yang selalu meluangkan waktunya
untuk memberikan koreksi dan masukan serta sebagai sumber inspirasi bagi
penulis dalam penyusunan tesis.
2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si, selaku penguji Luar Komisi dan Dr. Meti
Ekayani, S.Hut, M.Sc, selaku penguji Wakil Komisi Program Studi atas
semua pertanyaan, masukan dan saran untuk perbaikan yang diberikan
kepada penulis.
3. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas segala ilmu yang
telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan.
4. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia atas dukungan beasiswa BPPDN pendidikan Program Magister di
IPB.
5. Bapak Johan, Ibu Ina, Bapak Widi, Ibu Kokom, Bapak Erwin, Bapak
Khusein, selaku staf administrasi di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian,
yang telah banyak membantu selama penulis menempuh pendidikan.
6. Seluruh anggota keluarga penulis, khususnya orang tua tercinta Rumiati dan
Alm. Sulaiman Yusuf terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan
selama studi. Suami tercinta Machfud Hamdan, terima kasih atas
pengertiannya yang mendalam, do‘a dan semangat untuk penyelesaian tesis
ini. Abang-abangku Khaidir, Ikhsan Akbar, dan Adik-adikku Latifah, dan
Afrizal yang telah memberikan semangat dan dorongan selama pendidikan.
7. Sahabat-sahabatku Nurul Iski, Khumaira, Ulfira Ashari, Devi Agustia, Ihdiani
Abu Bakar, Dinda Julia, Dewi Asrini, dan Dea Amanda, yang telah seperti
keluarga di Bogor, memberikan dukungan serta semangat.
8. Teman-teman di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Angkatan 2013 yang
telah berbagi ilmu, berdiskusi dan belajar bersama selama mengikuti kuliah.
Penulis menyadari dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan
yang merupakan tanggung jawab penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
masukan yang dapat membangun penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, April 2016

Noratun Juliaviani

DAFTAR ISI
PRAKATA

v

DAFTAR ISI

vii

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujusan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

1
1
5
8
8
9

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teoritis
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian

10
10
24
29
31

3 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Pengambilan Sampel
Metode Analisis Data
Analisis Transmisi Harga
Analisis Perilaku Pasar Kopi Arabika Gayo
Analisis Saluran Pemasaran
Analisis Kinerja Pasar
Analisis Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Pemilihan Saluran
Pemasaran Oleh Petani Kopi Arabika Gayo

37

4 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK RESPONDEN KOPI ARABIKA GAYO
Lokasi Perkebunan Kopi Arabika Gayo
Karakteristik Responden di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah

40
40
41

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Transmisi Harga Kopi Arabika Gayo di Kabupaten Aceh Tengah dan
Bener Meriah
Perilaku Pasar Kopi Arabika Gayo
Analisis Saluran Pemasaran Kopi Arabika Gayo
Analisis Kinerja Pasar (Market Performance) Kopi Arabika Gayo

32
32
32
32
33
33
36
36
36

50
50
59
68
71

Pengaruh Biaya Transaksi Terhadap Pemilihan Saluran Pemasaran

79

6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

87
87
88

DAFTAR PUSTAKA

89

LAMPIRAN

95

RIWAYAT HIDUP

108

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

12

13

14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Luas areal, produksi, dan produktivitas kopi Indonesia tahun 2010 –
2013
Ekspor kopi Indonesia menurut jenisnya tahun 2008-2012
Karakteristik dan produksi kopi spesialti (arabika) di Indonesia
Variabel biaya transaksi yang mempengaruhi pemilihan saluran
pemasaraan kopi Arabika Gayo
Lokasi penelitian dan jumlah petani kopi arabika Gayo di kabupaten
Aceh Tengah dan Bener Meriah
Karakteristik petani responden kopi Arabika Gayo di kabupaten
Aceh Tengah dan Bener Meriah tahun 2015
Karakteristik produksi kopi Arabika Gayo di kabupaten Aceh
Tengah dan Bener Meriah tahun 2015
Karakteristik pemasaran kopi Arabika Gayo di Kabupaten Aceh
Tengah dan Bener Meriah tahun 2015
Indentitas pedagang responden kopi Arabika Gayo di kabupaten
Aceh Tengah da Bener Meriah tahun 2015
Volume penjualan kopi Arabika Gayo di KBQ. Baburrayyan tahun
2010- 2014
Deskripsi statistik dari harga petani, dan eksportir Kopi Arabika
Gayo dari bulan Januari 2008 sampai Desember 2014 di Kabupten
Aceh Tengah
Deskripsi statistik dari harga petani, dan eksportir Kopi Arabika
Gayo dari bulan Januari 2008 sampai Desember 2014 di Kabupaten
Bener Meriah.
Hasil uji stationeritas data harga Petani dan eksportir pada level dan
First difference dengan ADF Test pada Kabupaten Aceh Tengah dan
Bener Meriah
Hasil pengujian lag optimal pada Kabupaten Aceh Tengah
Hasil pengujian lag optimal pada Kabupaten Bener Meriah
Hasil uji kointegrasi pada data harga petani dan harga eksportir di
Kabupaten Aceh Tengah
Hasil uji kointegrasi pada data harga petani dan harga eksportir di
Kabupaten Bener Meriah
Hasil uji kausalitas dengan metode Granger Test di Kabupaten Aceh
Tengah
Hasil uji kausalitas dengan metode Granger Test di Kabupaten Bener
Meriah
Hasil estimasi model AECM pada kopi Arabika Gayo di Kabupaten
Aceh Tengah, Januari 2008 sampai Desember 2014
Hasil estimasi model AECM pada kopi Arabika Gayo di Kabupaten
Bener Meriah, Januari 2008 sampai Desember 2014
Uji Wald Test dengan model AECM di Kabupaten Aceh Tengah dan
Bener meriah
Elastisitas transmisi Kopi Arabika Gayo dengan model AECM
Fungsi-fungsi pemasaran dan kerjasama di tingkat petani responden

1
2
3
38
42
42
43
44
45
47

50

50

51
51
52
52
53
53
54
55
56
57
58
61

25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

36

Fungsi-fungsi pemasaran dan kerjasama di tingkat petani responden
Profil koperasi responden di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener
Meriah
Jumlah premi pada koperasi responden tahun 2014
Fungsi-fungsi pemasaran dan kerjasama di tingkat koperasi
responden
Realisasi ekspor Kopi Arabika Gayo per perusahaan ekspor tahun
2014
Fungsi-fungsi pemasaran dan kerjasama di tingkat eksportir
Farmer’s share pada saluran pemasaran Kopi Arabika Gayo di
Kabupaten di Kabupaten Aceh Tengah tahun 2015
Farmer’s share pada saluran pemasaran Kopi Arabika Gayo di
Kabupaten di Kabupaten Bener Meriah tahun 2015
Statistik deskriptif variabel-variabel dalam model di Kabupaten
Aceh Tengah
Statistik deskriptif variabel-variabel dalam model pada Kabupaten
Bener Meriah
Hasil pendugaan parameter biaya transaksi yang mempengaruhi
pemilihan saluran pemasaran kopi Arabika Gayo di Kabupaten Aceh
Tengah
Hasil pendugaan parameter biaya transaksi yang mempengaruhi
pemilihan saluran pemasaran kopi Arabika di Kabupaten Bener
Meriah

63
63
64
65
66
67
77
78
79
81

83

84

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5

6
7
8
9
10
11
12

Proporsi jumlah ekspor kopi arabika di Indonesia berdasarkan sentra
produksi tahun 2013
Perkembangan harga ekspor kopi Arabika Gayo dan harga kopi
arabika dunia
Volume dan nilai ekspor kopi Arabika Gayo di Provinsi Aceh tahun
2008-2013
Perkembangan harga kopi Arabika Gayo di tingkat petani Kabupaten
Aceh Tengah dan di tingkat Eksportir tahun 2008-2014 di Provinsi
Aceh
Perkembangan harga kopi Arabika Gayo di tingkat petani di
Kabupaten Bener Meriah dan di tingkat eksportir tahun 2008-2014 di
Provinsi Aceh
Transmisi harga asimetris menurut kecepatan dan besaran
Transmisi harga tidak simetris positif dan negatif
Marjin pemasaran
Kerangka pemikiran operasional
Saluran pemasaran kopi Arabika Gayo di Kabupaten Aceh Tengah
Saluran pemasaran kopi Arabika Gayo di Kabupaten Bener Meriah
Sebaran marjin pemasaran kopi Arabika Gayo di Kabupaten Aceh
Tengah pada saluran 1 tahun 2015

2
3
4

6

6
11
13
20
30
69
70
72

13
14
15
16

Sebaran marjin pemasaran kopi Arabika Gayo di Kabupaten Aceh
Tengah pada saluran 2 tahun 2015
Sebaran marjin pemasaran kopi Arabika Gayo di Kabupaten Aceh
Tengah pada saluran 3 tahun 2015
Sebaran marjin pemasaran kopi Arabika Gayo di Kabupaten
Bener Meriah pada saluran 1 tahun 2015
Sebaran marjin pemasaran kopi Arabika Gayo di Kabupaten Bener
Meriah pada saluran 2 tahun 2015

73
74
76
76

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Kondisi Lahan Kopi Arabika Gayo
97
Transmisi Harga Kopi Arabika Gayo di Kabupaten Aceh Tengah dan
Bener Meriah
98
Analisis marjin pemasaran dan farmer’s share kopi Arabika Gayo di
Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah
104
Pengaruh Biaya Transaksi terhadap pemilihan Saluran Pemasaran
Kopi Arabika Gayo
106

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kopi memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia, baik sebagai
sumber perolehan devisa maupun sebagai sumber penghidupan petani yang
tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Kenyataan ini ditunjukkan dari total luas
areal kopi sebesar 1.2 juta hektar, 96 persen terdiri atas perkebunan rakyat dan
sisanya masing-masing sebesar 2 persen untuk perkebunan besar negara dan
perkebunan besar swasta (BPS 2014a). Sumbangan subsektor perkebunan
terhadap devisa negara mencapai USD 29.5 miliar pada tahun 2013 atau setara
dengan 90 persen dari total devisa negara dari sektor pertanian. Kopi
menyumbang devisa negara sebesar USD 1.17 miliar yang berada diurutan ketiga
setelah kelapa sawit (USD17.6 miliar), dan karet (USD 6.1 miliar) (Ditjenbun
2014).
Pada tahun 2014, Indonesia menempati urutan keempat sebagai eksportir
kopi terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia (ICO 2015). Ekspor
kopi merupakan tujuan utama dalam memasarkan produk kopi yang dihasilkan
oleh Indonesia. Produksi kopi Indonesia berupa jenis kopi robusta dan arabika.
Perkembangan luas areal dan produksi kopi Indonesia menurut jenisnya selama
periode 2010 sampai 2013 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Luas areal, produksi, dan produktivitas kopi Indonesia tahun 2010 – 2013
Keterangan
Luas Areal (ha)

2010

2011

2012

2013

Pertumbuhan (%)

1 210 365

1 233 697

1 235 289

1 240 919

958 782
251 583

940 184
293 513

929 203
306 086

933 190
307 729

(0.89)
7.16

686 921

638 648

691 163

692 840

0.48

540 28
146 641

489 809
148 839

528 505
162 658

528 272
164 568

(0.50)
3.99

766
925

685
765

730
800

740
808

Kopi Robusta
Kopi Arabika
Produksi (ton)
Kopi Robusta
Kopi Arabika

0.84

Produktivitas (kg/ha)
Kopi Robusta
Kopi Arabika
Sumber: Kementan 2014

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat selama tahun 2010-2013 luas areal kopi
di Indonesia mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan luas areal
sebesar 0.84 persen, peningkatan luas areal diikuti oleh peningkatan produksi,
namun rata-rata pertumbuhan luas areal dan produksi kopi arabika jauh lebih
besar dibandingkan kopi robusta. Rata-rata pertumbuhan luas areal kopi arabika
selama periode 2010-2013 sebesar 7.19 persen sedangkan kopi robusta sebesar
0.89 persen. perkembangan luas areal kopi arabika dan robusta juga
mempengaruhi jumlah produksinya dimana pertumbuhan produksi kopi arabika
sebesar 3.99 persen sedangkan kopi robusta hanya sebesar 0.50 persen. Dari total
produksi kopi yang dihasilkan oleh Indonesia, sekitar 70 persen kopinya diekspor
sedangkan sisanya (30 persen) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

2

Perkembangan ekspor kopi Indonesia berdasarkan jenis (arabika dan robusta) dari
tahun 2008-2013 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Ekspor kopi Indonesia menurut jenisnya tahun 2008-2012
(Ton, 000 US$)
Jenis
Kopi
Arabika
Robusta

Uraian

2008

2009

2010

2011

2012

Pertumbuhan (%)

Volume
Nilai
Volume

50 952
141 926
247 852

59 735
228 072
348 187

62 854
172 909
434 430

78 036
249 162
360 603

73 715
438 671
265 368

8.76
158.19
16.58

Nilai

425 332

630 917

608 304

571 977

580 266

97.56

Sumber : AEKI, 2013

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat pertumbuhan volume ekspor kopi robusta
lebih tinggi dibandingkan kopi arabika, namun dari sisi nilai ekspor kopi arabika
lebih unggul dibandingkan dengan kopi robusta. Hal ini menunjukkan harga jual
kopi arabika lebih tinggi dibandingkan kopi robusta. Oleh karena itu, peluang
kopi arabika Indonesia di pasar dunia sangat besar. Kopi arabika memiliki nilai
jual yang tinggi karena diekspor dalam kualitas bagus (Grade 1) (AEKI 2014).
Salah satu produsen utama kopi arabika di Indonesia adalah Provinsi Aceh.
Pada Gambar 1 terlihat bahwa selama tahun 2013 ekspor kopi arabika yang
berasal dari Provinsi Aceh mencapai 28.32 persen dari total ekspor kopi arabika
Indonesia (67 ribu ton) (Kementan 2014). Seluruh lahan kopi di Provinsi Aceh
merupakan perkebunan rakyat dan sebagian besar (83%) luas lahan kopi di daerah
ini ditanami kopi arabika sebesar 101 ribu hektar, sisanya sebesar 17 persen (20
ribu hektar) ditanami kopi robusta (Disbun Provinsi Aceh 2014).

Sumber : Kementan 2014
Gambar 1 Proporsi jumlah ekspor kopi arabika di Indonesia berdasarkan sentra
produksi tahun 2013
Indonesia merupakan satu-satunya negara produsen kopi yang memiliki
kopi spesialti terbanyak di dunia. Beberapa nama kopi spesialti Indonesia yang
telah dikenal di mancanegara dan menjadi bagian dari menu origin di Cafe di
kota-kota besar dunia diantaranya adalah Gayo Coffee, Mandheling Coffee, Java
Coffee, dan Toraja Coffee. Sedangkan beberapa nama yang saat ini sudah mulai
dikenal diantaranya adalah Bali Kintamani Coffee, Flores Coffee, Prianger

3

Coffee, dan Papua Coffee (AEKI 2014). Karakteristik kopi spesialti tersebut dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Karakteristik dan produksi kopi spesialti (arabika) di Indonesia tahun
2013
Kopi Arabika Spesialti
Gayo Maountain - Provinsi Aceh

Mandheling - Sumatera Utara
Java - East Java
Toraja – Sulawesi
Kintamani – Bali

Karakteristik
very good aroma & complex
flavor, good acidity & strong
body
very good aroma & flavor, light
acidity & medium body
good aroma & flavor, high clean
acidity & medium body, spicy
tone
excellent aroma & flavor, high
acidity & medium body, balance
bitter hints
good aroma & flavor, medium to
high acidity & medium body

Produksi (ton/tahun)
15 000-20 000

10 000-15 000
3 000-4 000

3 000-5 000

2 000-3 000

Sumber: AEKI 2014
Berdasarkan Tabel 3, produksi kopi arabika terbesar di Indonesia yaitu kopi
Arabika Gayo. Kopi Arabika Gayo memiliki karakteristik yang sangat baik dari
segi aroma dan rasa. Menurut SCAA (Specialty Coffee Association of America)
kopi Arabika Gayo tergolong kopi spesialti. Aroma khas dengan perisa (flavor)
kompleks dan kekentalan (body) yang kuat, menjadikan kopi Arabika Gayo
sebagai kopi berkualitas tinggi yang sangat diminati oleh pasar kopi dunia. Hal
inilah yang menyebabkan kopi Arabika Gayo mempunyai harga jual yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kopi arabika yang berasal dari daerah lain dan bahkan
dengan harga kopi arabika dunia (AEKI 2014). Perkembangan harga ekspor kopi
Arabika Gayo dan harga kopi dunia dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: International Coffee Organization 2015 (diolah); Disperindag dan UKM
Provinsi Aceh 2015 (diolah)
Gambar 2 Perkembangan harga ekspor kopi Arabika Gayo dan harga kopi
arabika dunia

4

12000000

70000000

10000000

60000000
50000000

8000000

40000000

6000000

30000000

4000000

20000000

2000000

Nilai Ekspor (US$)

Volume Ekspor (Kg)

Harga kopi arabika dari dataran tinggi Gayo biasanya lebih mahal dari pada
harga kopi arabika dunia, hal ini karena kopi Arabika Gayo digolongkan dalam
other milds yang memiliki mutu lebih baik dibanding dengan mutu kopi Arabika
Brazillian natural. Oleh karena itu, harga kopi Arabika Gayo termasuk harga
peremium. Harga kopi Arabika Gayo memiliki nilai jual lebih tinggi 30 sampai 50
cent US$/lb atau setara dengan Rp 8 584 sampai Rp 11 860 per kg atau lebih
mahal dibandingkan dengan harga kopi arabika lainnya (ICO 2015).
Kopi arabika yang berasal dari Provinsi Aceh lebih dikenal sebagai kopi
Arabika Gayo. Nama Gayo itu sendiri adalah salah satu nama suku di Provinsi
Aceh, dimana daerah ini merupakan di daerah penghasil utama kopi arabika di
Provinsi Aceh, nama daerahnya dikenal dengan sebutan Dataran Tinggi Gayo
(DTG). Perkembangan volume dan ekspor kopi Arabika Gayo selama periode
tahun 2008 sampai 2013 dapat dilihat pada Gambar 3.

10000000

0

0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Volume Ekspor (kg)

Nilai Ekspor (US$)

Sumber : Disperindag dan UKM Provinsi Aceh 2014 (diolah)
Gambar 3 Volume dan nilai ekspor kopi Arabika Gayo di Provinsi Aceh tahun
2008-2013
Pada Gambar 3 terlihat selama tahun 2008 sampai 2013, perkembangan
volume ekspor memiliki tren yang meningkat, akan tetapi tidak diikuti oleh
perkembangan nilai ekspor, dimana nilai ekspor cenderung berfluktuasi.
Perkembangan ekspor kopi arabika mengalami peningkatan rata-rata sebesar 11.3
persen per tahun, sedangkan nilai ekspor meningkat sebesar 43.44 persen per
tahun (Disperindagkop dan UKM Aceh 2014). Tingginya peningkatan nilai
ekspor kopi Arabika Gayo diduga disebabkan oleh perubahan konsumsi yang
terjadi di negara pengimpor yang berdampak terhadap harga kopi Arabika Gayo di
domestik.
Harga dalam usahatani menjadi komponen penting dalam keberlanjutan
dikarenakan menentukan besaran penerimaan. Insyauddin (2011) menyatakan
bahwa harga jual merupakan salah satu pendorong bagi petani untuk melakukan
pekerjaannya. Sedangkan harga ekspor akan mempengaruhi keuntungan yang
diterima oleh eksportir. Oleh karena itu, permasalahan perbedaan pertumbuhan
harga tersebut penting diangkat menjadi sebuah penelitian.

5

Perumusan Masalah
Daerah penghasil kopi terbesar di Provinsi Aceh adalah Kabupaten Aceh
Tengah dan Bener Meriah. Luas areal perkebunan kopi di kedua Kabupaten ini
mencapai 80 persen (96 ribu hektar) dari total luas lahan kopi di Provinsi Aceh
yaitu 121 ribu hektar. Perkebunan kopi yang ada di Kabupaten Aceh Tengah dan
Bener Meriah seluruhnya merupakan perkebunan rakyat dengan jumlah petani
mencapai 77 ribu Kepala Keluarga (KK) (BPS 2014b). Menurut ICRRI (2008),
sumbangan kopi Arabika Gayo terhadap pendapatan keluarga bervariasi antara 50
sampai 90 persen. Hal ini menunjukkan bahwa struktur ekonomi Kabupaten Aceh
Tengah dan Bener Meriah sebagian besar bertumpu pada sektor perkebunan kopi
Arabika Gayo.
Transmisi harga ini terkait dengan perubahan dua faktor utama dalam
pembentukan harga yaitu permintaan dan penawaran (Tomek 2000). Perubahanperubahan yang terjadi pada harga ekspor kopi Arabika Gayo erat kaitannya
dengan perubahan konsumsi dan permintaan di negara importir. Hal ini
menjelaskan seharusnya perubahan harga ekspor akan mempengaruhi harga di
tingkat petani. Namun, struktur dan perilaku pasar di level tertentu diduga
tersegmentasi sehingga perubahan harga ekspor di tingkat eksportir ke level petani
tertransmisi secara asimetris, artinya jika terjadi kenaikan harga di tingkat
eksportir maka kenaikan harga tersebut tidak diteruskan kepada petani secara
cepat dan sempurna, sebaliknya jika terjadi penurunan harga. Hal ini sejalan
dengan Irawan (2007), transmisi harga dari pasar konsumen kepada petani
cenderung bersifat asimetris, dalam pengertian bahwa jika terjadi kenaikan harga
di tingkat konsumen maka kenaikan harga tersebut tidak diteruskan kepada petani
secara cepat dan sempurna, sebaliknya jika terjadi penurunan harga akan
diteruskan kepada petani secara cepat dan sempurna. Saluran pemasaran
diharapkan menjadi sebuah sistem yang efisien dan efektif agar mampu
mengintegrasikan antara produsen (petani) dan eksportir. Transmisi harga menjadi
salah satu indikator untuk melihat tingkat efisiensi dari suatu pasar pada suatu
komoditi.
Berdasarkan Gambar 4 dan 5 terlihat bahwa adanya perbedaaan pergerakan
harga kopi arabika di tingkat produsen (petani) dengan harga di tingkat eskportir.
Pergerakan harga di tingkat eksportir cenderung berfluktuasi. Fluktuasi harga
pada eksportir ini, menunjukkan bahwa harga ekspor kopi Arabika Gayo lebih
cepat berubah dibandingkan harga produsen (petani). Hal ini mengindikasikan
bahwa perubahan harga kopi Arabika Gayo di tingkat eksportir tidak
ditransmisikan secara sempurna ke tingkat produsen (petani). Besarnya disparitas
harga dalam rantai pemasaran dapat disebabkan oleh dua hal yaitu jalur
pemasaran yang panjang dan adanya market power yang dimiliki oleh pedagang
perantara. Keduanya akan menyebabkan marjin yang terbentuk dalam pemasaran
dari hulu ke hilir (vertikal) menjadi sangat besar dan tidak efisien. Perkembangan
harga kopi Arabika Gayo di tingkat produsen (petani) maupun eksportir dapat di
Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.

6

Sumber: Disbunhut Kabupaten Aceh Tengah 2015 (diolah); Disperindag dan
UKM Provinsi Aceh 2015 (diolah)
Gambar 4 Perkembangan harga kopi Arabika Gayo di tingkat petani Kabupaten
Aceh Tengah dan di tingkat Eksportir tahun 2008-2014 di Provinsi
Aceh
Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa harga kopi Arabika Gayo di tingkat
petani cenderung stabil pada periode 2008 sampai 2014. Sebaliknya harga kopi
Arabika tingkat eksportir lebih berfluktuasi dengan fluktuasi terbesar terjadi pada
periode 2011 sampai 2014. Disparitas harga antara petani dengan eksportir
cenderung stabil pada periode 2008 sampai dengan 2010 dan disparitas harga
cenderung membesar pada tahun 2011, 2012 dan terbesar terjadi pada tahun
2014.

Sumber:

Disbunhut Kabupaten Bener Meriah 2015 (diolah); Disperindag dan
UKM Provinsi Aceh 2015 (diolah)
Gambar 5 Perkembangan harga kopi Arabika Gayo di tingkat petani di
Kabupaten Bener Meriah dan di tingkat eksportir tahun 2008-2014 di
Provinsi Aceh

7

Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa harga kopi Arabika Gayo di
Kabupaten Bener Meriah pada tingkat petani cenderung stabil pada periode 2008
sampai 2014. Sebaliknya harga kopi Arabika tingkat eksportir lebih berfluktuasi
dengan fluktuasi terbesar terjadi pada periode 2011 sampai 2014. Sama halnya
dengan Kabupaten Aceh Tengah, disparitas harga antara petani dengan eksportir
di kabupaten ini cenderung stabil pada periode 2008 sampai 2010 dan disparitas
harga cenderung membesar pada tahun 2011, 2012 dan terbesar terjadi pada
tahun 2014
Di sisi lain, perbedaan bentuk kopi yang dipasarkan akan mempengaruhi
perbedaan harga jual. Petani di Kabupaten Aceh Tengah menjual kopi dalam
bentuk kopi gabah dan petani di Kabupaten Bener Meriah menjual kopi dalam
bentuk kopi gabah dan kopi gelondongan. Menurut Dinas Perkebunan dan
Kehutanan Aceh Tengah dan Bener Meriah (2014), selama tahun 2014 rata-rata
harga jual kopi gabah di tingkat petani mencapai Rp 26 218 /kg, sedangkan ratarata harga jual kopi gelondong di Kabupaten Bener Meriah hanya Rp 12 089/kg.
Tingginya harga kopi gabah dikarenakan petani melakukan proses pengupasan
kulit kopi dan proses penjemuran. Selain itu, aktivitas penyortiran kopi
gelondongan yang telah sempurna merahnya merupakan salah satu aktivitas
penting dalam menjaga konsistensi kualitas kopi yang dihasilkan (ICRRI 2008).
Transmisi harga kopi Arabika Gayo antara eksportir dan produsen (petani)
sangat menentukan efisiensi sistem pemasaran yang terlibat. Pada kasus vertikal,
tingkat transmisi harga pada satu rantai pemasaran dapat menjadi petunjuk kinerja
dari setiap level/lembaga pemasaran yang berada dalam rantai pemasaran tersebut.
Suatu rantai pemasaran dikatakan efisien dan tertransmisi secara vertikal apabila
pola interaksi harga antar level hanya tergantung pada biaya produksinya
(Goodwin 2006). Kondisi petani yang tidak mengetahui perkembangan harga,
memungkinkan marjin pemasaran antara harga di tingkat petani dengan harga di
tingkat konsumen menjadi sangat tinggi. Fenomena pasar ini menurut Kohls dan
Uhl (2002) telah menyebabkan mekanisme pasar tidak bekerja dengan sempurna
dan akibatnya sistem pemasaran menjadi tidak efisien.
Menurut Vavra dan Goodwin (2005), salah satu penyebab transmisi harga
yang tidak simetris antar pasar yang terhubung secara vertikal (dalam satu rantai
pemasaran) adalah adanya perilaku tidak kompetitif antara para pedagang
perantara, khususnya apabila pedagang perantara tersebut berada pada pasar yang
terkonsentrasi. Umumnya pedagang perantara akan berusaha mempertahankan
tingkat keuntungannya dan tidak akan menaikkan atau menurunkan harga sesuai
dengan sinyal harga yang sebenarnya. Sehingga pedagang perantara akan lebih
cepat bereaksi terhadap kenaikan harga dibandingkan dengan penurunan harga.
Pada akhirnya pasar petani dan konsumen menjadi tidak tertransmisi.
Selain itu, adanya biaya transaksi yang relatif tinggi turut mempengaruhi
transmisi harga yang tidak simetris yang terjadi antara petani dengan eksportir.
Perubahan harga umumnya dipengaruhi oleh adanya sejumlah biaya yang harus
dikeluarkan oleh pelaku usaha untuk menyesuaikan harganya atau disebut dengan
adjustment cost. Biaya tersebut dibedakan menjadi biaya transaksi, biaya
pelabelan, biaya perubahan katalog harga, biaya pengambilan keputusan dan
pembuatan kontrak serta biaya pengamanan kontrak (Meyer dan von CramonTaubadel 2004).

8

Rantai pemasaran kopi Arabika Gayo di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener
meriah menunjukkan bahwa petani menjual hasil produksi melalui pedagang
pengumpul. Petani tidak bisa menjual langsung hasil produksinya ke koperasi atau
perusahaan ekspor. Petani Kabupaten Aceh Tengah menjual hasil produksi
melalui pedagang pengumpul dari eksportir swasta, pedagang pengumpul dari
koperasi (eksportir), dan pedagang pengumpul dari koperasi (non eksportir).
Sedangkan di Kabupaten Bener Meriah petani menjual hasil produksi melalui
pedagang pengumpul dari koperasi (eksportir) dan pedagang pengumpul dari
koperasi (non eksportir). Perilaku dari pedagang perantara dan tidak adanya
lembaga formal yang mengatur pertukaran seperti pembelian dan penjualan
diperkirakan akan meningkatkan biaya transaksi. Lebih lanjut Dorward et al
(2009) menjelaskan peran kelembagaan dapat mengurangi biaya transaksi dan
risiko bagi petani dalam memasarkan produk. Tidak adanya lembaga yang tepat
yang mengatur pertukaran baik penjualan maupun pembelian, diharapkan petani
dapat memilih saluran pemasaran yang membebankan biaya transaksi yang lebih
rendah. Oleh karena itu, untuk membuktikan bahwa pemasaran kopi Arabika
Gayo efisien atau tidak, maka yang permasalahan yang dikemukakan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana transmisi harga kopi Arabika Gayo antara eksportir dan petani di
Provinsi Aceh?
2. Bagaimana perilaku pasar kopi Arabika Gayo di Provinsi Aceh?
3. Bagaimana saluran dan kinerja pasar kopi Arabika Gayo di Provinsi Aceh?
4. Bagaimana pengaruh biaya transaksi terhadap pemilihan saluran pemasaran
kopi Arabika Gayo di Provinsi Aceh?
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.

Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk:
Menganalisis transmisi harga antara eksportir dan petani di Provinsi Aceh.
Menganalisis perilaku pasar kopi arabika Gayo di Provinsi Aceh.
Menganalisis saluran dan kinerja pasar kopi Arabika Gayo di Provinsi Aceh.
Menganalisis pengaruh biaya transaksi terhadap pemilihan saluran pemasaran
kopi Arabika Gayo di Provinsi Aceh.
Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan
pertimbangan bagi pihak yang berkepentingan, antara lain:
1. Pelaku bisnis kopi Arabika Gayo untuk membantu dalam perencanaan
produksi dan pemasarannya serta mengantisipasi fluktuasi harga kopi Arabika
Gayo.
2. Pembaca, diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan pengetahuan
dalam memperluas wawasan, sekaligus sebagai bahan informasi dan literatur
untuk penelitian selanjutnya.

9

3. Pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat menjadi informasi dalam
penyusunan kebijakan di sektor perkebunan terutama komoditas kopi arabika.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini membahas mengenai transmisi harga, perilaku pasar, kinerja
pasar kopi Arabika Gayo, dan pengaruh biaya transaksi terhadap pemilihan
saluran pemasaran kopi Arabika Gayo di Provinsi Aceh. Transmisi harga yang
dimaksud pada penelitian ini adalah transmisi harga kopi Arabika Gayo secara
vertikal antara harga di tingkat eksportir dan harga tingkat produsen (petani)
Indonesia sehingga tidak membahas lebih lanjut mengenai faktor-faktor non harga
yang mempengaruhinya. Fenomena transmisi harga tidak simetris yang dibahas
dalam penelitian ini pada fenomena asimetris dari sisi waktu penyesuaian
(kecepatan). Transmisi harga yang diteliti pada penelitian ini hanya transmisi
harga secara vertikal.
Sebagian besar (95%) kopi Arabika Gayo yang di ekspor adalah kopi
arabika organik. Oleh karenanya, sesuai dengan ruang lingkup penelitian ini,
Maka kajian transmisi harga dan pemasaran kopi Arabika Gayo yang akan dikaji
adalah kopi Arabika Gayo organik.
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini yaitu data harga kopi arabika
Gayo di tingkat eskportir adalah data yang diperoleh dari hasil proxy dari nilai
ekspor dengan volume ekspor, data didapatkan dari Disperindag dan UKM
Provinsi Aceh.

10

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teoritis
Teori Transmisi Harga
Menurut Amikuzuno dan Ogundari (2012), khusus untuk bidang ekonomi
pertanian, analisa transmisi harga sudah berkembang sejak 50 tahun terakhir.
Penelitian mengenai transmisi harga diawali dengan analisa tingkat transmisi
harga antar dua pasar yang berbeda wilayah geografisnya, yang kemudian disebut
dengan interaksi secara spasial. Penelitian kemudian berkembang untuk melihat
interaksi harga yang terjadi antar dua level pasar yang berada dalam satu rantai
pemasaran, yang kemudian disebut dengan interaksi secara vertikal.
Para ekonom neo-klasik percaya bahwa harga merupakan indikator utama
yang dapat mencerminkan tingkat efisiensi suatu pasar. Transmisi harga dapat
dijadikan indikasi efisiensi yang terbentuk antar dua pasar yang saling
berinteraksi, baik secara vertikal maupun spasial (Meyer & von Cramon-Taubadel
2004).
Pada kasus spasial, interaksi harga akan berjalan sesuai hukum satu harga
(Law of One Price/LOP) dimana harga antara dua pasar yang berbeda lokasi
adalah sama, selisih harga yang terjadi hanya sebesar biaya transfer antar kedua
pasar tersebut. Pada model tersebut, perubahan yang terjadi di sisi permintaan dan
penawaran di salah satu pasar akan mempengaruhi perdagangan dan harga jual di
pasar yang lain, sampai pada akhirnya mencapai suatu titik keseimbangan harga
yang tidak memungkinkan terjadinya pertukaran perdagangan antara kedua pasar
tersebut (Goodwin 2006).
Pada kasus vertikal, tingkat transmisi harga pada satu rantai pemasaran
dapat menjadi petunjuk kinerja dari setiap level/lembaga pemasaran yang berada
dalam rantai pemasaran tersebut. Suatu rantai pemasaran dikatakan efisien dan
tertransmisi secara vertikal apabila pola interaksi harga antar level hanya
tergantung pada biaya produksinya. Dengan kata lain, perubahan harga pada suatu
level pemasaran akan ditransmisikan kepada level pemasaran lainnya secara
selaras (Goodwin 2006). Asimetris harga secara teoritis dapat terjadi dalam
hubungannya dengan karakteristik kompetisi yang tidak sempurna, misalnya
akibat adanya lag informasi, promosi, dan konsentrasi pasar (Meyer & vonCramon Taubadel 2004)
Kriteria Transmisi Harga yang Tidak Simetris
Transmisi harga dikatakan tidak simetris apabila terdapat perbedaan respon
harga antara shock harga positif (saat terjadi kenaikan harga) dengan shock harga
negatif (saat terjadi penurunan harga): Meyer & von-Cramon Taubadel (2004)
mengklasifikasikan 3 (tiga) kriteria transmisi harga yang tidak simetris sebagai
berikut:
Kriteria yang pertama merujuk kepada kondisi transmisi harga yang tidak
simetris dari sisi kecepatan waktu dan besaran penyesuaian harga. Dalam hal
kecepatan waktu penyesuaian, fenomena asimetris terjadi apabila shock harga di
salah satu pasar tidak dengan segera ditransmisikan oleh pasar lainnya. Sementara
dari sisi besaran, fenomena asimetris terjadi pada saat shock harga di satu pasar
tidak ditransmisikan secara penuh oleh pasar lainnya. Kondisi transmisi harga

11

yang tidak simetris dari sisi kecepatan waktu dan besaran penyesuaian harga
ditampilkan pada Gambar 6.
Harga

Waktu

a. Besaran
Harga

Waktu

b. Kecepatan
Harga

Waktu

c. Besaran dan Kecepatan
Sumber: Meyer dan von Cramon-Taubadel 2004
Gambar 6 Transmisi harga asimetris menurut kecepatan dan besaran
Pada Gambar 6 diasumsikan sumber dari shock harga terjadi pada Pin. Dari
Gambar 6.a dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan respon dari sisi besaran
penyesuaian harga di Pout antara shock positif dengan shock negatif yang terjadi di
Pin. Pada saat terjadi shock positif di Pin, Pout akan mentransmisikan shock tersebut
secara sempurna, dimana kenaikan harga yang terjadi di Pout sama dengan
kenaikan yang terjadi di Pin. Sementara saat terjadi shock negatif di Pin, penurunan
harga yang terjadi di Pout tidak terjadi dengan sempurna. Hanya seTengah dari
shock negatif di Pin yang ditransmisikan oleh Pout.
Gambar 6.b menjelaskan transmisi hargayang tidak simetris dari sisi
kecepatan waktu penyesuaian. Saat terjadi kenaikan harga di Pin pada waktu t1,
Pout akan dengan segera melakukan penyesuaian pada waktu yang sama.
Sementara saat di Pin terjadi penurunan harga, Pout tidak dengan segera merespon

12

penurunan harga tersebut, melainkan terdapat lag selama n. Sehingga shock
negatif di Pin baru akan ditransmisikan di Pout pada waktu t1+n.
Gambar 6.c menjelaskan transmisi yang tidak simetris dari sisi kecepatan
waktu dan besaran. Kenaikan harga yang terjadi di Pin pada waktu t1, tidak
ditransmisikan seluruhnya pada waktu yang sama, melainkan hanya seTengahnya.
Pada waktu t2 barulah seluruh shock positif di Pin ditransmisikan secara sempurna.
Sementara saat terjadi penurunan harga pada waktu yang sama di Pin, proes
transmisinya dilakukan pada waktu yang lebih lama dibandingkan saat terjadi
shock positif, yaitu pada waktu t3. Respon penurunan harga yang terjadi di Pout
pun tidak sebesar penurunan harga yang terjadi di Pin. Hal ini menggambarkan
bahwa terjadi transmisi yang tidak sempurna dari sisi kecepatan waktu dan
besaran penyesuaian yang ditunjukan oleh Pout saat terjadi shock negatif di Pin.
Dalam Gambar 6 ditampilkan pula dampak hilangnya kesejahteraan akibat
adanya transmisi harga yang tidak sempurna, yang digambarkan dalam bentuk
area yang gelap. Menurut Meyer & von-Cramon Taubadel (2004), transmisi harga
tidak simetris dari sisi besaran menyebabkan hilangnya kesejahteraan secara
permanen (Gambar 6.a), dan ukurannya hanya tergantung pada besarnya respon
perubahan harga dan volume transaksi yang dilakukan. Sedangkan transmisi harga
tidak simetris dari sisi kecepatan akan menghilangkan kesejahteraan yang sifatnya
sementara. Adapun ukuran/besaran kesejateraan yang hilang sementara tersebut
sangat tergantung pada panjangnya interval waktu transmisi antara t1 dan t1+n,
besarnya respon perubahan, dan volume transaksi yang dilakukan (Gambar 6.b).
Terakhir, transmisi tidak simetris dari sisi kecepatan dan besaran akan
menyebabkan perubahan kesejahteraan yang bersifat sementara sekaligus
permanen (Gambar 6.c). Meyer & von-Cramon Taubadel (2004) menambahkan
bahwa hilangnya kesejahteraan yang sifatnya sementara dalam jumlah besar dapat
memberikan dampak yang lebih buruk dibandingkan dengan hilangnya
kesejahteraan permanen dalam jumlah kecil yang terjadi saat ini.
Kriteria kedua, mengacu pada Peltzman (2000) dalam Meyer & vonCramon Taubadel (2004), transmisi harga yang tidak simetris dapat
diklasifikasikan menjadi transmisi tidak simetris yang positif dan transmisi tidak
simetris yang negatif. Transmisi tidak simetris yang positif adalah kondisi dimana
shock positif akan direspon secara lebih cepat dan/atau lebih sempurna
dibandingkan saat terjadi shock negatif (Gambar 7.a). Sebalikannya, transmisi
tidak simetris yang negatif adalah situasi dimana shock negatif akan lebih cepat
dan/atau lebih sempurna direspon dibandingkan shock positif (Gambar 7.b).
Harga

Waktu

a. Transmisi harga tidak simetris positif

13

Harga

Waktu

b. Transmisi harga tidak simetris negatif
Sumber: Meyer dan von Cramon-Taubadel 2004
Gambar 7 Transmisi harga tidak simetris positif dan negatif
Pada konteks transmisi harga vertikal dalam satu rantai pemasaran,
transmisi tidak simetris yang positif ataupun negatif tidak hanya dapat terjadi dari
hulu ke hilir saja, melainkan dapat pula terjadi sebaliknya (dari hilir ke hulu