Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Buah Panen (Cherry Red) Terhadap Ekonomi Petani Kopi Arabika Desa Tanjung Beringin Di Kabupaten Dairi

(1)

PENGARUH PENJUALAN KOPI ARABIKA DALAM BENTUK

BUAH PANEN (Cherry Red) TERHADAP EKONOMI PETANI

KOPI ARABIKA DESA TANJUNG BERINGIN

DI KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

OLEH:

NAILUL KHAIRATI

070304027

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

NAILUL KHAIRATI (070304027) dengan judul skripsi Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Buah Panen (Cherry Red) Terhadap Ekonomi Petani Kopi Arabika Desa Tanjung Beringin Di Kabupaten Dairi. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP yang bertujuan Untuk (1) mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red), (2) mengetahui berapa marjin penjualan petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji, (3) mengetahui bagaimana perbedaan pendapatan penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji.

Penelitian ini dilaksanakan pada September-November 2011 di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Jumlah responden petani sebanyak 43 sampel yang diperoleh dengan menggunakan teknik sampel acak sederhana dengan menggunakan rumus Slovin, untuk pedagang perantara yang terlibat terdiri dari pedagang pengumpul 5 sampel dan pedagang besar 2 sampel , penentuannya sampel dengan menggunakan metode accidental. Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dengan uji Kendall’s, metode analisis marjin dan statistik arametrik dengan uji t-berpasangan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa (1) faktor yang mempengaruhi petani menjual dalam bentuk gelondong merah adalah umur tanaman, jumlah permintaan, tenaga kerja, keadaan cuaca, dan efisiensi waktu, (2) Marjin keuntungan rata-rata untuk petani menjual dalam bentuk gelondong merah sebesar Rp 4.236,11 dengan share marjin sebesar 65,17% sedangkan dalam bentuk kopi biji sebesar Rp 12.988,86 dengan share marjin sebesar 64,944%, (3) Pendapatan dalam bentuk kopi biji lebih besar daripada dalam bentuk gelondong merah, dimana pendapatan rata-rata untuk

penjualan kopi biji adalah Rp 6.856.906,969/tahun atau setara dengan Rp 571.408,91/bulan sedangkan pendapatan rata-rata gelondong merah adalah

Rp 6.353.186,039/tahun atau setara dengan Rp 529.432,17/bulan.


(3)

RIWAYAT HIDUP

NAILUL KHAIRATI (070304027) dilahirkan di Medan pada tanggal 25 Agustus 1989 sebagai anak pertama dari 5 bersaudara, dari keluarga Bapak Drs. Ahmad Ikhyar Hasibuan dan Ibu Dra. Mujiati.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut: 1. Sekolah Dasar (SD) tahun 1995 – 2001 di SD Al-Azhar Medan.

2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Tahun 2001 – 2004 di SLTP Negeri 2 Medan.

3. Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 2004 – 2007 di SMA Negeri 1 Medan.

4. Melalui jalur SPMB Tahun 2007 diterima di Program Studi Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

5. Bulan Juni – Juli 2011, melaksanakan PKL di Desa Aras, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara.

6. Bulan September 2011, melaksanakan penelitian skripsi di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul.

Selama perkuliahan, penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan organisasi diantaranya:

1. Anggota Organisasi Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

2. Anggota Fosma Kampunk 165 Divisi ATS selama periode 2010 sampai sekarang.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Buah Panen (Cherry Red) Terhadap Ekonomi Petani Kopi Arabika Desa Tanjung Beringin Di Kabupaten Dairi yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya pada Ayahanda tercita Drs. Ahmad Ikhyar Hasibuan dan Ibunda terkasih Dra. Mujiati, atas seluruh cinta dan pengorbanannya bagi penulis serta atas semua dukungan yang telah diberikan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan kepada Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membimbing, mengarahkan dan membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan dengan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Pegawai-pegawai yang bekerja di Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara, dan Dinas Pertanian Kabupaten Dairi yang telah


(5)

banyak membantu penulis dalam mendapatkan data-data yang dibutuhkan.

2. Seluruh responden yang membantu penulis, seluruh petani, pedagang dan penduduk Desa Tanjung Beringin yang telah meluangkan waktu untuk memberikan informasi bagi penulis guna melengkapi penulisan skripsi ini serta terkhusus untuk Kepala Desa Tanjung Beringin Bapak Singanui Silalahi atas semua kemudahan yang sudah diberikan kepada penulis selama penelitian.

3. Seluruh dosen Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Pihak Rain Forest Coffe dan teman-teman seperjuangan Sosial Ekonomi Pertanian 2007 yang selalu memberikan dukungan bagi penulis.

Penulis menyadari di dalam pembuatan skripsi masih banyak terdapat kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2011


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1 Tinjauan Agronomi ... 7

2.1.2 Tinjauan Sosial Ekonomi ... 9

2.2 Landasan Teori ... 12

2.2.1 Konsep Produksi ... 12

2.2.2 Konsep Pendapatan ... 13

2.2.3 Konsep Produk dan Nilai Tambah ... 13

2.2.4 Konsep Marjin ... 16

2.3 Kerangka Pemikiran ... 17

2.4 Hipotesis Penelitian ... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 19

3.2 Metode Penentuan Populasi dan Sampel ... 19

3.2.1 Petani Kopi Arabika ... 19

3.2.2 Pedagang Perantara ... 20

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 20

3.4 Metode Analisis Data... 21


(7)

3.5.1 Defenisi ... 24

3.5.2 Batasan Operasional ... 26

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 27

4.1.1 Geografi dan Topografi ... 27

4.1.2 Demografi ... 27

a. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 27

b. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ... 28

c. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 29

4.1.3 Sarana dan Prasarana... 29

4.2 Karakteristik Sampel Penelitian ... 30

4.2.1 Petani Sampel ... 30

4.2.2 Pedagang Pengumpul ... 34

4.2.3 Pedagang Besar ... 35

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Petani Menjual Kopi Arabika dalam Bentuk Gelondong Merah (Cherry red) ... 37

5.1.1 Umur Tanaman ... 37

5.1.2 Jumlah Permintaan ... 38

5.1.3 Tenaga Kerja ... 39

5.1.4 Keadaan Cuaca ... 40

5.1.5 Efisiensi Waktu ... 41

5.2 Analisis Marjin Penjualan Kopi Arabika ... 43

5.3 Analisis Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Gelondong Merah dan Kopi Biji Terhadap Pendapatan Petani Kopi Arabika ... 45

5.3.1 Penerimaan Usaha Tani ... 45

5.3.2 Biaya Produksi ... 46

5.3.3 Pendapatan Usaha Tani ... 50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 55

6.2 Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

Tabel 1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2011 36 Tabel 2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur Tahun 2011 37 Tabel 3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2011 39 Tabel 4 Sarana dan Prasarana Daerah Penelitian Tahun 2011 40 Tabel 5 Keadaan Umur Petani Responden di Desa Tanjung Beringin 41

Tabel 6 Tingkat Pendidikan Petani Responden di Desa Tanjung

Beringin 42

Tabel 7 Pengalaman Bertani Petani Responden di Desa Tanjung

Beringin 43

Tabel 8 Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden di Desa

Tanjung Beringin 44

Tabel 9 Karakteristik Pedagang Pengumpul di Daerah Penelitian 46 Tabel 10 Karakteristik Pedagang Besar di Daerah Penelitian 48

Tabel 11 Hasil Pengujian Keselarasan Responden Dalam Menilai Faktor

Yang Mempengaruhi Petani Menjual Kopi Arabika 49 Tabel 12 Analisis Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Marjin

Keuntungan Kopi Dalam bentuk Gelondong Merah 51 Tabel 13 Analisis Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Marjin

Keuntungan Kopi Dalam bentuk Gelondong Merah

53

Tabel 14 Penerimaan Rata-Rata Petani Kopi Per Petani dan Per Hektar

Dalam 1 Tahun 55

Tabel 15 Biaya Rata-Rata Produksi Usahatani Kopi Per Petani Dalam 1

Tahun 57


(9)

Tahun

Tabel 17

Pendapatan Rata-Rata Petani Kopi Per Petani dan Per Hektar

Dalam 1 Tahun 61


(10)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman


(11)

ABSTRAK

NAILUL KHAIRATI (070304027) dengan judul skripsi Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Buah Panen (Cherry Red) Terhadap Ekonomi Petani Kopi Arabika Desa Tanjung Beringin Di Kabupaten Dairi. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP yang bertujuan Untuk (1) mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red), (2) mengetahui berapa marjin penjualan petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji, (3) mengetahui bagaimana perbedaan pendapatan penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji.

Penelitian ini dilaksanakan pada September-November 2011 di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Jumlah responden petani sebanyak 43 sampel yang diperoleh dengan menggunakan teknik sampel acak sederhana dengan menggunakan rumus Slovin, untuk pedagang perantara yang terlibat terdiri dari pedagang pengumpul 5 sampel dan pedagang besar 2 sampel , penentuannya sampel dengan menggunakan metode accidental. Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dengan uji Kendall’s, metode analisis marjin dan statistik arametrik dengan uji t-berpasangan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa (1) faktor yang mempengaruhi petani menjual dalam bentuk gelondong merah adalah umur tanaman, jumlah permintaan, tenaga kerja, keadaan cuaca, dan efisiensi waktu, (2) Marjin keuntungan rata-rata untuk petani menjual dalam bentuk gelondong merah sebesar Rp 4.236,11 dengan share marjin sebesar 65,17% sedangkan dalam bentuk kopi biji sebesar Rp 12.988,86 dengan share marjin sebesar 64,944%, (3) Pendapatan dalam bentuk kopi biji lebih besar daripada dalam bentuk gelondong merah, dimana pendapatan rata-rata untuk

penjualan kopi biji adalah Rp 6.856.906,969/tahun atau setara dengan Rp 571.408,91/bulan sedangkan pendapatan rata-rata gelondong merah adalah

Rp 6.353.186,039/tahun atau setara dengan Rp 529.432,17/bulan.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Globalisasi ekonomi dalam perdagangan dan investasi menawarkan banyak peluang dan tantangan bagi agribisnis perkebunan di Indonesia. Kopi merupakan salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama ini di Indonesia lebih dikenal sebagai penghasil Kopi Robusta terbesar didunia, meskipun kontribusi Kopi Arabika Indonesia dalam perdagangan kopi dunia secara kuantitatif kecil namun secara kualitatif sangat disukai konsumen dengan keanekaragaman jenis serta cita rasa yang spesifik (Tondok, 1999).

Menurut Najiyati dan Danarti (2004), di dunia perdagangan dikenal beberapa golongan kopi, tetapi yang paling sering dibudidayakan hanya Kopi Arabika, Robusta dan Liberika. Penggolangan kopi tersebut umumnya didasarkan pada spesiesnya, kecuali Kopi Robusta. Kopi Robusta bukan merupakan nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari beberapa spesies kopi, terutama Coffea canephora.

Bagi bangsa Indonesia, kopi merupakan salah satu komoditi perdagangan yang memiliki kontribusi yang cukup tinggi. Selain sebagai komoditi ekspor, komoditi kopi juga merupakan komoditi yang dikonsumsi di dalam negeri. Selain itu kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor. Permasalahan petani pada


(13)

umumnya masih mengusahakan tanaman kopi secara bersamaan yaitu Kopi Robusta dan Kopi Arabika (Najiyati dan Danarti, 2004).

Lebih dari 90% kopi di Indonesia diusahakan oleh rakyat. Umumnya komoditi kopi telah menjadi komoditas penting dalam bidang perekonomian beberapa propinsi penghasil kopi seperti Sulawesi Selatan, Bali, Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan Aceh. Pada saat ini saja tanaman Kopi Robusta lebih dari 95%, sedangkan selebihnya adalah Kopi Arabika dan jenis lainnya. Meskipun Kopi Robusta ini semula ditanam dan diusahakan oleh perkebunan besar, namun dalam perkembangannya tanaman ini telah banyak menjadi tanaman rakyat atau pertanian rakyat (AAK, 2009).

Perkebunan kopi berbeda dengan perkebunan lainnya yang lebih banyak dikuasai oleh perusahaan dan usaha perkebunan pemerintah, perkebunan kopi lebih banyak dikuasai oleh rakyat. Dengan luasan kebun yang bervariasi dan semakin sempitnya lahan, menjadikan efektifitas produksi menjadi beragam dengan model yang berbeda-beda pula. Permasalahan yang sering dihadapi dalam mendapatkan kopi yang berkualitas adalah kesadaran dan kemampuan petani kopi yang berbeda-beda. Sebagai misal kampanye “petik merah” adalah usaha untuk mendorong petani untuk menunggu kopi menjadi matang dipetik, karena hal ini sangat mempengaruhi harga jual dan kualitas kopi dan yang lebih luas lagi adalah pencitraan kopi di daerah tersebut (Anggraini, 2006).

Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah penghasil kopi di Indonesia. Kopi yang dihasilkan adalah Kopi Arabika dan Kopi Robusta. Kabupaten yang paling banyak menghasilkan kopi adalah Kabupaten Dairi


(14)

khususnya untuk Kopi Arabika. Di Sumatera Utara perkebunan kopi banyak di pegunungan Lintong sampai sekitar daerah Danau Toba. Kopi Sumatera Utara yang terkenal adalah dengan nama Mandaeling. Kopi Lintong dan Mandaeling terkenal di dunia, terutama jenis Kopi Arabika. Kopi Lintong ditanam di Kecamatan Lintongnihuta yang berada di Barat Daya Danau Toba yang berada di wilayah Kabupaten Dairi.

Menurut Data BPS (2010) Kabupaten Dairi merupakan daerah dengan total produksi paling besar untuk Kopi Arabika. Tanaman Kopi Arabika dapat dengan mudah dijumpai hampir di seluruh daerah di Kabupaten Dairi. Sebagian besar penduduk yang ada di Kabupaten Dairi memiliki areal penanaman kopi di areal pemukimannya. Luas tanam masing-masing petani kopi bervariasi. Kopi Arabika termasuk yang dominan selain Kopi Robusta. Petani banyak menanam Kopi Arabika karena umur produksinya yang relatif cepat, kemudian dapat dijual dalam bentuk gelondong merah (cherry red).

Sebagian besar petani kopi menjual Kopi Arabika dalam bentuk kopi merah (cherry red). Harga yang ditawarkan Rp 6.000 sampai Rp 9.000 untuk setiap kilogramnya, padahal apabila dilakukan pengolahan minimal pengeringan menjadi kopi biji harga kopi yang dibeli oleh pedagang pengumpul bisa mencapai Rp 18.000 hingga Rp 25.000 untuk setiap kilogramnya. Selain itu kopi dijual juga dalam bentuk biji oleh para petani. Dan hanya sedikit saja yang mengolah dalam bentuk kopi bubuk yang siap untuk dibuat minuman. Kurangnya minat para petani untuk menjual kopi dalam bentuk kopi bubuk disebabkan antara lain karena


(15)

penjualan dalam bentuk biji lebih mudah dan langsung mendapatkan keuntungan. Sementara untuk kopi bubuk dibutuhkan modal, waktu dan keahlian tertentu.

Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red). Penjualan dalam bentuk gelondong merah (cherry red) merupakan penjualan yang paling praktis dan ekonomis, petani dapat menghemat waktu dan efisiensi tenaga kerja. Selain itu penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) mampu mengurangi resiko petani terhadap kondisi Kopi Arabika, karena Kopi Arabika merupakan kopi yang membutuhkan perlakuan khusus dalam pengolahannya.

Penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red), kopi biji maupun bubuk kopi memiliki kontribusi masing-masing. Marjin penjualan yang dihasilkan satu sama lain pun berbeda. Marjin merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani (Widodo, 2008).

Dari uraian diatas, apabila dikaji secara luas dan mendalam, ternyata marjin yang diterima oleh petani dari harga konsumen merupakan suatu indikator umum dalam mengukur tingkat pendapatan khususnya ekonomi petani Kopi Arabika. Pendapatan petani pada dasarnya terletak pada bahagian yang diterimanya atas penjualan hasil usahataninya yang relatif tidak banyak pula. Semakin besar bahagian dari pembeli konsumen diterima petani (produsen) maka semakin tinggi kesejahteraannnya.

Agar keunggulan Kopi Arabika dapat memberikan kontribusi yang maksimal terhadap peningkatan ekonomi petani dan ekonomi masyarakat desa maka perlu dilakukan penelitian secara langsung mengenai faktor-faktor yang


(16)

mempengaruhinya. Serta dapat diketahui mengenai bagaimana pengaruh penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah terhadap ekonomi petani Kopi Arabika Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul di Kabupaten Dairi.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red)?

2) Berapa marjin penjualan petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji ?

3) Bagaimana perbedaan pendapatan penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red).

2) Untuk mengetahui berapa marjin penjualan petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji.

3) Untuk mengetahui bagaimana perbedaan pendapatan penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji.


(17)

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah:

1) Sebagai bahan informasi, umumnya bagi petani kopi di Provinsi Sumatera Utara dan khususnya bagi petani kopi di Kabupaten Dairi.

2) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya khususnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3) Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak pembuat keputusan dalam mengambil kebijakan pembangunan pertanian.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI

DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Agronomi

Tanaman kopi merupakan tanaman perkebunan yang penting di Indonesia. Sejarah perkopian di Indonesia mencatat bahwa pertama kali masuk ke Indonesia sekitar tahun 1699 yang merupakan jenis Kopi Arabika ( Coffea arabica ). Pada sejak abad ke-18 Kopi Arabika menjadi andalan ekspor utama Indonesia. Jenis Kopi Arabika tersebut menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia, dengan nama sesuai dengan daerah pengembangannya selain yang dikenal sebagai Kopi Jawa diantaranya dikenal dengan nama Kopi Gayo, Kopi Sidikalang, dan Kopi Toraja ( Syamsulbahri, 1996 ).

Menurut Syamsulbahri (1996) Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan maka susunan botaninya sangat berbeda dengan tanaman musiman, dan dala tata nama secara taksonomi ini terdapat klasifikasi-klasifikasi dari tanaman kopi adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophita

Sub-divisio : Angiospermae

Kelas : Dicotiledonea

Ordo : Rubiales

Family : Rubiaceae

Genus : Coffea


(19)

Kopi adalah tanaman tropis, pada dasarnya ada sekitar 30 jenis spesies dari genus ini dan sampai saat hanya tiga jenis kopi, yaitu Robusta, Arabika dan Liberika. Tanaman kopi bisa mencapai 4-6 meter pada usia yang matang. Pada awal masa berbuah, bunga akan tumbuh selama sekitar 6 sampai 7 bulan yang kemudian menjadi buah kopi. Biji buah kopi yang hijau lama-kelamaan berubah menjadi merah dan siap untuk dipetik. Kopi bisa tumbuh baik di beberapa belahan dunia di Negara tropis seperti di Asia Selatan, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika dan Indonesia. Di Indonesia, tanaman kopi banyak ditemukan di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara sampai Papua.

Tanaman kopi yang sudah cukup dewasa dan dipelihara dengan baik dapat menghasilkan ribuan bunga. Bunga tersusun dalam kelompok, masing-masing terdiri dari 4-6 kuntum bunga. Pada setiap ketiak daun dapat menghasilkan 2-3 kelompok bunga sehingga setiap ketiak daun dapat menghasilkan 8-18 kuntum bunga atau setiap buku menghasilkan 16-36 kuntum bunga. Bila bunga sudah dewasa, kelopak dan mahkota akan membuka sehingga terjadi penyerbukan. Setelah itu bunga akan berkembag menjadi buah. Ciri-cirinya adalah mahkota bunga tampak mengering dan berguguran. Kemudian kulit buah berwarna hijau semakin membesar. Bila sudah tua, kulitnya menguning, lalu menjadi merah tua. Waktu yang diperlukan sejak terbentuknya bunga hingga buah menjadi matang sekitar 6-8 bulan untuk Kopi Arabika (Najiyati dan Danarti, 2004).

Tanaman Kopi Arabika memiliki persyaratan tumbuh dan hasil produksi seperti: ketinggian antara 700-1700 m dpl dan suhu 16-20° C, daerah yang memiliki iklim kering atau bulan kering selama 3 bulan/tahun secara berturut-turut, yang sesekali mendapat kiriman hujan. Produksi rata-rata 4,5-5 ku kopi beras/ha/th, harga kopi


(20)

jenis Arabika lebih tinggi dibanding jenis kopi lain. Dalam pengelolaan yang baik, hasil panen bisa mencapai 15-20 ku/ha/th, dengan rendemen ± 18%. Beberapa varietas kopi yang termasuk Kopi Arabika dan banyak diusahakan di Indonesia antara lain; Abesinia, Pasumah, Marago dan Congensis. Masing-masing varietas memiliki sifat yang berbeda (Najiyati dan Danarti, 2004).

2.1.2 Tinjauan Sosial Ekonomi

Menurut Anggraini (2006) kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang diharapkan mampu meningkatkan nilai ekspor. Pada tahun 2000, produsen kopi dan sekaligus sebagai eksportir kopi terbesar di dunia adalah Brazilia yang memasok kebutuhan dunia kurang lebih 25,1 %, Vietnam 11%, Colombia 8,6 % dan Indonesia 5.9 %, untuk kopi biji. Di Amerika Serikat, Indonesia menduduki peringkat ke 6 dari 35 pengekspor kopi ke negara tersebut.

Menurut ICO (2011), produksi kopi global di tahun panen 2011 mengalami anjlok dari 133-135 juta karung (1 karung = 60 kg) di pada musim yang berjalan saat ini. Harga kopi telah naik 51% sepanjang tahun ini dan menyentuh level tertingginya kemarin. Tingginya curah hujan di Amerika Tengah dan Colombia telah membabat panenan kopi. Sedangkan Brasil memanen 36 juta karung tahun ini ; anjlok dari 47,2 juta karung pada tahun sebelumnya dan 39,5 juta karung pada tahun 2009. Persediaan kopi di negara penghasil kopi anjlok menjadi 12 karung tahun ini; level yang paling rendah sejak ICO yang berbasis di London itu merekam catatan produksi kopi dunia pada tahun 1960. Jika melihat masalah dalam produksi, kita tak lagi punya penambalnya. Kondisi ini akan menggiring peningkatan harga kopi dunia.


(21)

Menurut Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (2011) Harga kopi biji di Tanah Air tahun ini diprediksi naik mengingat produksi komoditas itu diperkirakan mengalami penurunan. Sumatera Utara sampai saat ini mencapai harga tertinggi sepanjang sejarah perkopian di Sumatera atau mencapai Rp 44.000 – Rp.46.000 per kg akibat terjadinya penurunan produksi hingga 40 persen di tahun 2010. Sebelumnya di awal Desember 2010, harga arabika asalan masih Rp 35.000 – Rp 36.000 per kg dengan harga ekspor di kisaran 4,6 dolar AS per kg. Akibat harga lokal yang naik, harga ekspor juga semakin bertahan menguat di level 5,5 – 6 dolar AS per kg.

Harga lokal dan ekspor yang menguat itu diperkirakan masih terus berlanjut mengingat produksi yang ketat itu masih akan berlangsung hingga tahun ini, bukan hanya di Indonesia tetapi di negara penghasil lainnya seperti Brazil dan Vietnam. Produksi arabika di Indonesia juga mengalami hal sama, dimana panen yang seharusnya sudah masuk sejak Oktober hingga awal Desember lalu, produksinya hingga Januari ini juga tidak banyak khususnya di daerah produksi Sumatera Utara meski permintaan menguat, tetapi kualitas yang diminta cenderung di tingkatan (grade) rendah. Permintaan grade rendah itu, karena importir menilai harga Kopi Arabika yang dikisaran 5,5 -6 dolar AS per kg tersebut terlalu tinggi yang mempengaruhi biaya produksi.

Perkebunan kopi terluas di Indonesia adalah di Sumatera, yang membentang mulai dari kawasan Gayo Aceh sampai ke wilayah Lampung. Kopi telah diproduksi di Sumatera sejak tahun 1700an. Pulau Sumatera sangat cocok untuk penanaman kopi, jenis Arabika bisa tumbuh dengan baik di daerah pegunungan di


(22)

wilayah Utara dan Barat Sumatera, yang biasa disebut sebagai Bukit Barisan. Di bagian Selatan kebanyakan ditanam di daerah Gunung Kelinci dan di Bengkulu yang lebih dominan untuk Kopi Robusta, karena wilayah yang lebih rendah (Najiyati dan Danarti, 2004).

Tanaman kopi juga mempunyai fungsi sosial sebab dengan adanya perkebunan kopi yang besar, itu berarti memberi pekerjaan bagi orang-orang yang terlibat didalamnya. Misalnya saja satu perkebunan dengan luas 1000 ha, jika rata-rata tiap hektar satu buruh memiliki satu istri dengan 2-3 anak, berarti satu perkebunan dapat memberi penghidupan 3-4 orang (Spillane, 1990).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Konsep Produksi

Produksi adalah suatu proses merubah kombinasi berbagai input menjadi output. Pengertian produksi tidak hanya terbatas pada proses pembuatan saja, tetapi juga penyimpanan, distribusi, pengangkutan, pengemasan kembali, hingga pemasaran hasilnya. Istilah produksi berlaku untuk barang maupun jasa. Bahkan sebenarnya perbedaan antar barang dan jasa itu sendiri, dari sudut pandang ekonomi, sangat tipis. Keduanya sama-sama dihasilkan dengan mengerahkan modal dan tenaga kerja. Setiap produsen dalam melakukan kegiatan produksi diasumsikan dengan tujuan memaksimumkan keuntungan (Pracoyo dan Pracoyo, 2006).

Di dalam ekonomi kita kenal apa yang disebut fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan


(23)

faktor-faktor produksi (input). Hubungan kedua variabel (input dan output) tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan, sebagai berikut.

Q = f (K, L, N, dan T)

Q adalah output, sedangkan K, L, N, dan T merupakan input. Input K adalah jumlah modal, L adalah jumlah tenaga kerja, N adalah sumberdaya alam, dan T adalah teknologi. Besarnya jumlah output yang dihasilkan tergantung dari penggunaan input-input tersebut. Jumlah output dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan penggunaan jumlah input K, L, dan N atau meningkatkan teknologi (Bangun, 2007).

2.2.2 Konsep Pendapatan

Pendapatan usahatani (Pd) adalah selisih antara penerimaan (TR) dan semua biaya (TC). Jadi, Pd = TR – TC. Penerimaan usahatani (TR) adalah perkalian antara produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py). Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contohnya biaya tenaga kerja (Bangun, 2007).

2.2.3 Konsep Produk dan Nilai Tambah

Secara prinsip pengembangan dan pengolahan produk dilakukan adalah untuk memperbaiki penampilan produk, sehingga pembeli lama mau membeli lagi


(24)

produk dengan penampilan baru (bentuk, ukuran, gaya dan kemasan). Karena pelanggan merasa mendapat kepuasan dari produk lama ( Yusuf, 2007 ).

Berdasarkan Pearce dan Robinson ( 1997 dalam Yusuf 2007 ) yang menyatakan bahwa pengembangan produk seringkali digunakan untuk memperpanjang daur hidup produk yang sudah ada, atau untuk memanfaatkan reputasi ataupun merek favorit. Pemikirannya adalah menarik pelanggan yang puas untuk membeli produk baru sebagai akibat pengalaman positif mereka dengan produk sebelumnya.

Pemahaman tentang komponen-komponen pengolahan memerlukan pemahaman fungsi-fungsinya. Dari segi teknis, tiga tujuan pengolahan agroindustri adalah merubah bahan baku menjadi mudah diangkut, diterima konsumen, dan tahan lama. Fungsi pengolahan harus pula dipahami sebagai kegiatan strategis yang menambah nilai dalam mata rantai produksi dan menciptakan keunggulan kompetitif. Sasaran-sasaran ini dicapai dengan merancang dan mengoperasikan kegiatan pengolahan yang hemat biaya atau dengan meragamkan produk. Selain itu fungsi pengolahan harus dapat meningkatkan nilai tambah produk tersebut ( Soekartawi, 2000).

Nilai tambah adalah perbedaan antara nilai dari output suatu perusahaan atau suatu industri, yaitu total pendapatan yang diterima dari penjualan output tersebut, dan biaya masukan dari bahan-bahan mentah, komponen-komponen atau jasa-jasa yang dibeli untuk memproduksi komponen tersebut. Nilai tambah ini merupakan nilai yang ditambahkan oleh suatu perusahaan ke bahan-bahan dan jasa-jasa yang dibelinya melalui produksi dan usaha-usaha pemasarannya ( Yusuf, 2007 ).


(25)

Menurut Said dkk. (2004) Alternatif teknologi yang tersedia untuk pengolahan hasil-hasil pertanian bervariasi mulai dari teknologi tradisional yang digunakan oleh industri kecil (cottage industry) sampai kepada teknologi canggih yang biasanya digunakan oleh industri besar. Dengan demikian alternatif teknologi tersebut bervariasi dari teknologi yang padat karya sampai ke teknologi yang padat modal.

Pada tahap-tahap produksi, setiap perusahaan industri pengolahan pertanian terdiri dari komponen-komponen fisik sebagai berikut: (a) penerimaan dan penyimpanan bahan mentah, (b) pengkondisian bahan mentah, (c) pengolahan utama (pemisahan, pemusatan, pencampuran, dan stabilitas), (d) pengemasan, (e) penyimpanan produk yang dihasilkan, dan (f) pengiriman produk-produk yang dihasilkan.

2.2.4 Konsep Marjin

Menurut Rismayani (2007) asumsi dasar teori harga dalam tata niaga produk pertanian adalah bahwa produsen bertemu langsung dengan konsumen akhir sehingga harga pasar merupakan perpotongan antara kurva penawaran dan permintaan. Akan tetapi pada realitasnya, aliran produk pertanian dari produsen ke konsumen harus menempuh jarak dan rantai pemasaran yang panjang.

Profit marjin adalah rasio pendapatan terhadap penjualan yang diperoleh dari selisih antara penjulan bersih dikurangi dengan harga pokok penjualan dibagi dengan penjualan bersih. Rasio ini mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada tingkat penjualan tertentu dan juga menilai kemampuan manajemen perusahaan untuk mengontrol berbagai pengeluaran yang


(26)

langsung digunakan dalam menghasilkan penjualan yaitu pengeluaran untuk pembelian bahan baku, tenaga kerja langsung dan overhead pabrik.

Menurut Widodo (2008) menyebutkan bahwa marjin laba kotor (gross profit marjin) merupakan ukuran yang paling tepat untuk melihat profitabilitas. Perubahan kecil dalam rasio ini akan mengindikasikan pergerakan yang cukup besar dalam profitabilitas. Dengan demikian profit marjin yang tinggi sangat diinginkan karena mengindikasikan laba yang dihasilkan melebihi harga pokok penjualan.

2.3 Kerangka Pemikiran

Usahatani Kopi Arabika merupakan suatu kegiatan yang produktif bagi masyarakat di daerah Kabupaten Dairi. Dalam melakukan usahatani petani pasti membutuhkan input produksi yang diperlukan untuk menghasilkan output usahatani kopi. Output langsung dari usahatani Kopi Arabika adalah berupa produksi Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red). Petani dalam menjual hasil produksinya dapat menggunakan alternatif bentuk penjualan Kopi Arabika sesuai kebutuhan dan permintaan.

Penjualan Kopi Arabika dapat berupa gelondong merah (cherry red) secara langsung, atau dengan perlakuan pasca panen dan pengolahan seperti kopi biji. Dalam penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain kualitas kopi, umur tanaman, iklim dan cuaca, tenaga kerja, dan efisiensi waktu.


(27)

Kopi Arabika dapat dijual dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji. Masing-masing penjualan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Perbedaan marjin penjualan untuk masing-masing produk merupakan hal yang paling terlihat. Setiap marjin penjualan berbeda satu sama lain. Marjin harga parsial petani dan marjin harga keseluruhan petani juga berbeda satu sama lainnya.

Khusus penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) merupakan penjualan yang harganya paling rendah akan tetapi pelaksanaannya paling praktis dan mudah. Penjualan dalam bentuk gelondong merah (cherry red) akan berpengaruh pada ekonomi petani Kopi Arabika. Pengaruh tersebut bisa saja secara langsung terhadap petani atau secara tidak langsung pada pihak-pihak yang terlibat dalam usahatani Kopi Arabika yang semuanya merupakan masyarakat desa di daerah penelitian.


(28)

Secara sistematika kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1: Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan : : Mempengaruhi

: Alur Penelitian Usahatani

Kopi Arabika

Produksi

Penjualan

Kopi biji Gelondong

merah

Marjin Penjualan

Marjin Penjualan

Pendapatan

Faktor yang mempengaruhi


(29)

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Faktor yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) adalah permintaan pembeli, umur tanaman, perubahan cuaca, tenaga kerja, dan efisiensi waktu.

2) Marjin penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) lebih rendah dibandingkan penjualan dalam bentuk kopi biji.

3) Terdapat perbedaan pendapatan, dimana pendapatan petani yang bersumber dari penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah lebih kecil daripada menjual dalam bentuk kopi biji.


(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ini ditentukan secara purposive sampling (sampling dengan maksud tertentu), yaitu pemilihan sampel bertitik tolak pada penilaian pribadi peneliti yang menyatakan bahwa sampel yang dipilih benar – benar representatif (Sugiyono, 2006). Daerah penelitian dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa daerah penelitian ini merupakan daerah dengan luas panen yang besar untuk komoditi Kopi Arabika di Kabupaten Dairi.

3.2 Metode Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani Kopi Arabika, usaha pengolahan bubuk kopi yang berproduksi secara continue serta pedagang perantara yang berada di daerah penelitian.

3.2.1 Petani Kopi Arabika

Dari pra-survey diketahui bahwa besarnya populasi petani berjumlah 1375 jiwa. Untuk mendapatkan jumlah sampel yang mewakili populasi maka ditetapkan dengan metode sampling yaitu simple random sampling dengan rumus Slovin sebagai berikut:

N

n =


(31)

Keterangan :

n = besar sampel

N = besar populasi e = nilai kritis ( batas ketelitian ) yang diinginkan ( % )

( Sevilla, dkk., 1993 ).

Dengan taraf keyakinan 85 % atau tingkat ketidaktelitian sebesar 15 % , maka diperoleh sampel sebesar 43 KK, dengan perhitungan sebagai berikut :

n =

2

) 15 , 0 ( 1375 1

1375

+ = 1 30,9375

1375 + = 43

Pemilihan sampel dari populasi digunakan secara sampling yakni proses pengambilan sampel dimana anggota dari populasi dipilih satu per satu secara random ( semua mendapatkan kesempatan yang sama untuk dipilih ) dimana jika sudah dipilih, tidak dapat dipilih lagi (Sugiyono, 2006).

3.2.2 Pedagang Perantara

Teknik penentuan sampel pedagang perantara ini adalah secara accidental, yaitu siapa saja pedagang kopi yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2006).

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan mengadakan wawancara langsung dengan responden berdasarkan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga serta instansi yang terkait seperti


(32)

Biro Pusat Statistik, Dinas Pertanian, Badan Penyuluh Pertanian Kecamatan Sumbul, serta instansi lain yang terkait dengan penelitian ini.

3.4Metode Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan dua cara yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif diolah dan disajikan dalam bentuk tabel. Data kualitatif dipaparkan dalam bentuk uraian guna mendukung data kuantitatif. Hal yang pertama kali dilakukan dalam mengolah data adalah menyusun daftar variabel-variabel yang akan ditabulasikan ke dalam tabel yang telah disiapkan.

Untuk menjawab identifikasi masalah (1) / hipotesis (1), alat analisis yang digunakan adalah statistik non parametris, yaitu metode Uji Kendall’s W. Dimana diberikan opsi jawaban mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan dalam bentuk gelondong merah (cherry red) kemudian diurutkan dari yang paling penting untuk menguji keselarasan jawaban responden. Metode Kendall’s W ini berdasarkan nilai Kendall’s. Koefisien nilai Kendall’s dapat dihitung dengan rumus : W = ) ( 12 3 2 n n m S

S =

=

n i i

R

R

1 2

)

(

) 1 ( 2 1 +

= m n

R

Ri =

= m j

j

ri

1

,


(33)

S = Jumlah kuadrat dari deviasi ranking

=

R Rata-rata ranking Ri = Total Ranking

m = Jumlah orang yang memberi nilai (peringkat) n = Jumlah objek yang dinilai

Setelah data dianalisis, kemudian hipotesis diuji dengan menggunakan uji Chi-square terhadap koefisien kendall’s (W), dengan rumus sebagai berikut :

X2 = m (n - 1) W Hipotesis yang diajukan adalah :

H0 : RKendall = 0 (tidak ada kecocokan)

H1 : RKendall ≠ 0 (ada kecocokan)

Dengan kriteria pengambilan keputusan:

Jika X2 > X2 α;db(n-1) maka tolak Ho atau terima H1 Jika X2≤ X2 α;db(n-1) maka terima Ho atau tolak H1

(Djarwanto, 2004).

Menurut Sihombing (2011) untuk menghitung marjin pemasaran dan distribusinya pada masing – masing produsen dan pedagang perantara pada masalah (2)/ hipotesis (2), digunakan rumus :

MP = Pr - Pf atau :

= =

+

= m

i m

i

Ki Bi

MP

1 1


(34)

Keterangan :

MP = Marjin Pemasaran

Pr = Harga di tingkat pengecer

Pf = Harga di tingkat petani / produsen

= m

i

Bi

1

= Jumlah biaya tiap lembaga perantara ke-i

= m

i

Ki

1

= Jumlah keuntungan tiap lembaga perantara ke-i

Untuk menjawab identifikasi masalah 3, alat analisis yang digunakan adalah uji-t berpasangan (paired t-test). Alat analisis dengan uji-t berpasangan (paired t-test) adalah salah satu metode pengujian hipotesis dimana data yang digunakan tidak bebas (berpasangan). Ciri-ciri yang paling sering ditemui pada kasus yang berpasangan adalah satu individu (objek penelitian) dikenai 2 buah perlakuan yang berbeda. Walaupun menggunakan individu yang sama, peneliti tetap memperoleh 2 macam data sampel, yaitu data dari perlakuan pertama dan data dari perlakuan kedua.

Data yang disajikan dianalisis dengan alat bantu berupa SPSS. Setelah data dianalisis, kemudian hipotesis diuji dengan menggunakan uji t.

Untuk hipotesis (3) :

H0 = Penjualan dalam bentuk gelondong merah (cherry red) tidak berpengaruh

terhadap pendapatan petani

H1 = Penjualan dalam bentuk gelondong merah (cherry red) berpengaruh terhadap


(35)

Dengan kriteria uji hipotesa taraf kesalahan 0,05 : Jika thit > ttabel maka tolak Ho atau terima H1

Jika thit ≤ ttabel maka terima Ho atau tolak H1

(Djarwanto, 2004).

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahan mengenai istilah – istilah yang terdapat dalam penelitian ini maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1 Defenisi Operasional

1) Petani Kopi adalah orang yang melakukan usahatani Kopi Arabika sebagai mata pencaharian pokoknya dan menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red).

2) Usahatani kopi adalah kombinasi yang tersusun dari faktor produksi yaitu modal, alam, tenaga kerja, dan keahlian yang ditujukan untuk proses produksi yang nantinya menghasilkan output dan keberhasilannya tergantung kemampuan petani mengelolanya.

3) Usaha pengolahan kopi adalah setiap usaha pengolahan kopi yang berproduksi secara continue di daerah penelitian.

4) Pedagang perantara adalah orang – orang atau lembaga – lembaga yang terlibat dalam memasarkan Kopi Arabika dari produsen hingga ke konsumen.

5) Pedagang pengumpul adalah mereka yang aktif mengumpulkan dan menyalurkan kopi dari produsen ke pedagang perantara beikutnya.


(36)

6) Pedagang besar adalah mereka yang membeli kopi arabika dari pedagang pengumpul yang diteliti.

7) Produksi adalah semua hasil tanaman Kopi Arabika yang dibudidayakan petani kopi dalam bentuk gelondong merah ( Kg).

8) Marjin penjualan adalah perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani.

9) Faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red ) adalah kualitas kopi, umur tanaman, iklim dan cuaca, tenaga kerja, efisiensi waktu.

10)Curahan tenaga kerja adalah banyak nya tenaga kerja yang digunakan dalam setiap tahapan kegiatan usahatani Kopi Arabika ( HOK ).

11)Luas lahan adalah areal pertanaman kopi yang dimiliki oleh petani diukur dengan satuan hektar.

12)Teknologi merupakan peralatan yang dimanfaatkan petani dalam membantu mengelola usahatani nya.

13)Price Spread adalah perbedaan dua tingkat harga dan menunjukkan jumlah yang diperlukan untuk menutupi biaya barang-barang.

14)Share marjin adalah angka-angka price spread diperenkan terhadap harga beli terakhir.


(37)

3.5.2 Batasan Operasional

1) Daerah penelitian adalah Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi

2) Data primer yang digunakan adalah data produksi dalam satu tahun terakhir 3) Sampel penelitian adalah petani Kopi Arabika dan pedagang perantara. 4) Waktu Penelitian tahun 2011


(38)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian

4.1.1 Geografi dan Topografi

Desa Tanjung Beringin terletak di Kecamatan Sumbul, merupakan salah satu dari 15 kecamatan yang terletak di Kabupaten Dairi. Desa Tanjung Beringin berada pada ketinggian 1400 m diatas permukaan laut dengan luas wilayah 414 Ha dengan jarak 6 km dari Ibukota Kecamatan Sumbul dan 18 km dari Ibukota Kabupaten Dairi. Desa Tanjung Beringin memiliki batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Dolok Tolong b. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Pegagan Julu IV c. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Pegagan Julu II d. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Tanjung Beringin I (Monografi Desa Tanjung Beringin 2011)

4.1.2 Demografi

a. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Keadaan penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 1. berikut ini : Tabel 1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Tanjung

Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Tahun 2011

No Jenis Kelamin Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

1 Laki-laki 1094 48,73

2 Perempuan 1151 51,27

Jumlah 2245 100


(39)

Dari Tabel 1. dapat dijelaskan bahwa penduduk perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki yaitu perempuan sebanyak 1151 jiwa dengan persentase 51,27 % sedangkan perempuan sebanyak 1094 jiwa dengan persentase 48,73 %. Jumlah penduduk Desa Tanjung Beringin berdasarkan Profil Desa tahun 2011 adalah 2245 jiwa yang terdiri dari 1094 orang laki-laki dan 1151 orang perempuan serta 650 kepala keluarga.

b. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

Jumlah penduduk Desa Tanjung Beringin berdasarkan Profil Desa tahun 2011 adalah 2245 jiwa yang terdiri dari beberapa kelompok umur yaitu anak-anak (0-12 tahun), remaja (13-16 tahun), dewasa (17-50 tahun), dan lanjut usia (>58 tahun). Keadaan Jumlah penduduk menurut kelompok umur dapat lebih jelas dilihat pada Tabel 2. berikut ini :

Tabel 2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Tahun 2011

No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

1 0-12 300 13,36

2 13-16 350 15,59

3 17-58 1195 53,23

4 >58 400 17,82

Jumlah 2245 100

Sumber : Data Demografi Desa Tanjung Beringin Tahun 2011

Dari Tabel 2. Dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk yang paling banyak terdapat pada kelompok umur 17-50 tahun yaitu sebesar 1195 jiwa (53,23%), dan jumlah kelompok umur yang paling sedikit adalah golongan umur 0-12 tahun yaitu sebesar 300 jiwa (13,36%). Hal ini menunjukkan bahwa penduduk didaerah penelitian dominan berada pada usia produktif, sehingga masih besar kemungkinan untuk meningkatkan hasil usahataninya.


(40)

c. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

Penduduk di Desa Tanjung Beringin memiliki jenis pekerjaan yang beraneka ragam. Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 3. berikut ini :

Tabel 3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Tahun 2011

No Pekerjaan Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

1 Petani 1375 61,25

2 Pegawai 85 3,79

3 Wiraswasta 89 3,96

4 Pedagang 78 3,47

5 Pensiunan 48 2,14

6 Buruh tani 500 22,27

7 Pertukangan 70 3,12

Jumlah 2245 100

Sumber : Data Demografi Desa Tanjung Beringin Tahun 2011

Dari Tabel 3. dapat dijelaskan bahwa mata pencarian penduduk Desa Tanjung Beringin yang paling banyak adaah petani yaitu sebanyak 1375 jiwa dengan persentase 61,25% dan mata pencarian terkecil adalah pensiunan sebanyak 48 jiwa dengan persentase 2,14%.

4.1.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasana yang tersedia di Desa Tanjung Beringin cukup tersedia dan mendukung aktivitas masyarakat di desa. Sarana dan prasarana sangat menunjang pembangunan masyarakat desa. Bila sarana dan prasarana baik, maka pembangunan desa dan masyarakat akan semakin baik pula. Hal ini dapat dilihat dari jenis-jenis fasilitas umum yang telah tersedia baik fasilitas perumahan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, maupun fasilitas peribadatan. Selain itu semua sarana dan


(41)

prasarana yang ada di desa ini telah dapat dicapai dengan kendaraan umum karena letaknya yang berada dipinggir jalan besar. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4. berikut ini :

Tabel 4. Sarana dan Prasarana di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Tahun 2011

No Pekerjaan Unit

1 Gereja 13

2 Mesjid 1

3 Puskesmas 1

4 SMA 1

5 SMP 2

6 SD 2

7 TK 2

Jumlah 22

Sumber : Data Demografi Desa Tanjung Beringin Tahun 2011

4.2 Karakteristik Sampel

4.2.1 Petani Sampel

Petani sampel yang dimaksud disini adalah seluruh petani kopi yang mengusahakan Kopi Arabika dan menjualnya dalam bentuk gelondong merah (cherry red) yang berada di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Karakteristik petani sampel dalam penelitian ini terdiri dari umur petani, pendidikan petani, pengalaman bertani, jumlah tanggungan keluarga dan umur tanaman.

Umur

Dalam hal ini umur petani merupakan salah satu faktor yang berkaitan dengan kemampuan petani dalam melaksanakan kegiatan usahataninya. Semakin tua umur petani kemampuan kerja cenderung semakin menurun, yang akhirnya dapat


(42)

mempengaruhi produksi dan pendapatan yang diperoleh petani itu sendiri. Hal ini dikarenakan pekerjaan sebagai petani lebih banyak mengandalkan kondisi fisik petani tersebut. Keadaan umur petani rata-rata di daerah penelitian adalah 40,42 tahun dengan interval antara 20-65 tahun. Adapun keadaan umur petani sampel di daerah penelitian dapat dilihat dari tabel di bawah ini :

Tabel 5. Keadaan Umur Petani Responden di Desa Tanjung Beringin

No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

1 20-40 19 44,19

2 41-50 16 37,21

3 ≥51 8 18,6

Total 43 100

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 1

Dari tabel 3 dapat dilihat jumlah petani sampel yang terbesar berada pada kelompok umur 20-40 tahun dengan jumlah 19 orang atau 44,19%. Artinya petani sampel didaerah penelitian berada pada usia produktif yang masih berpotensi dalam mengoptimalkan usahataninya. Sedangkan yang terkecil pada kelompok umur ≥ 51 tahun dengan jumlah 8 orang atau 18,6%.

Pendidikan

Pendidikan petani sangat erat kaitannya dengan kemampuan petani dalam mengadopsi teknologi baru yang dapat menunjang usahataninya. Pendidikan petani yang semakin tinggi membuat petani lebih mudah dalam mengadopsi teknologi baru yang diperoleh dari penyuluh-penyuluh pertanian yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan produksi pada usahataninya tersebut. Adapun tingkat pendidikan petani sampel yang ada di Desa Tanjung Beringin bervariasi dari Tingkat SD, SMP, STM, dan SMA. Dari petani sampel yang ada di Desa


(43)

Tanjung Beringin ini kebanyakan berasal dari SMA. Lebih jelasnya mengenai tingkat pendidikan petani sampel dapat dilihat pada Tabel 6. berikut ini :

Tabel 6. Tabel Tingkat Pendidikan Petani Responden di Desa Tanjung Beringin

No Tingkat Pendidikan Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

1 SD 4 9,30

2 SMP 18 41,86

3 STM/SMA 21 48,84

Total 30 100

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 1

Dari tabel 6. dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan petani responden rata-rata berkisar pada tingkat SMA. Untuk jumlah petani responden yang terbesar ialah pada tingkat SMA sebesar 21 orang atau 48,84% dari jumlah keseluruhan, sedangkan yang terkecil berada pada tingkat SD yaitu masing sebesar 4 orang atau 9,30% dari jumlah keseluruhan petani responden.

Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi suatu usahatani. Semakin tinggi tingkat pengalaman bertani maka semakin baik pula pengelolaan usahataninya. Rata-rata pengalaman bertani petani responden adalah sebesar 14,44 tahun dengan interval 2-40 tahun. Kebanyakan pengalaman bertani dari petani responden di Desa Tanjung Beringin adalah berkisar pada 0-10 tahun dan 11-20 tahun. Untuk petani yang berpengalaman bertaninya lebih dari 30 tahun yaitu hanya 1 orang. Petani-petani di Desa Tanjung Beringin ini kebanyakan tidak hanya menanam kopi saja yang diusahatanikan tetapi bervariasi


(44)

seperti sawi, tembakau, dan cabai. Keadaan pengalaman bertani petani responden dapat dilihat pada tabel 7. berikut ini :

Tabel 7. Tabel Pengalaman Bertani Petani Responden di Desa Tanjung Beringin

No Pengalaman Bertani (Tahun) Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

1 0-10 17 39,53

2 11-20 21 48,84

3 ≥ 21 5 11,63

Total 43 100

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 1

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa jumlah petani yang mempunyai pengalaman bertani terbesar ialah pada kelompok 11-20 tahun sebesar 21 orang atau 48,84% dari jumlah keseluruhan petani responden yang berada di daerah penelitian, sedangkan untuk pengalaman bertani yang terkecil berada pada kelompok ≥ 21 tahun yakni sebesar 5 orang atau 11,63%.

Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga pada petani sampel rata-rata 2,78 orang, dengan interval 0-6 orang. Perbedaan jumlah tanggungan keuarga akan mempengaruhi jumlah penggunaan curahan tenaga kerja dalam keluarga. Dimana apabila petani memiliki tanggungan yang berada dalam umur yang produktif dapat membantu dalam pengelolaan usaha tani kopi. Akan tetapi semakin besar jumlah tanggungan terkadang semakin besar biaya pengeluaran yang ditanggung, apalagi jika tanggungan keluarga tidak dalam usia yang produktif, dalam arti masih dibiayai oleh kepala keluarga.


(45)

Klasifikasi jumlah tanggungan keluarga pada usahatani kopi Arabika pada darah penelitian dapat dilihat pada tabel 8 berikut :

Tabel 8. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani responden di Desa Tanjung Beringin

No Kelompok Jumlah Tanggungan Jumlah Persentase (%)

1 0-2 18 41,86

2 3-5 22 51,16

3 >5 3 6,98

Total 43 100

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 1

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa Rata-rata jumlah tanggungan keluarga pada petani responden di daerah penelitian berkisar pada kelompok tanggungan 3-5 orang yaitu sebanyak 22 orang atau sebesar 51,16 % dari jumlah keseluruhan petani responden di daerah penelitian. Persentase jumlah tanggungan keluarga yang lain ada pada kelompok 0-2 orang sebesar 18 orang atau 41,86 % dan yang terkecil pada kelompok >5 orang yaitu sebesar 6,98%.

4.2.2 Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul merupakan pedagang yang membeli langsung kopi ke petani dan menjualnya kepada pedagang besar. Pedagang sampel yang diteliti diperoleh dengan bertanya pada petani kemana kopi tersebut dijual. Adapun karakteristik pedagang pengumpul dalam penelitian ini meliputi umur, pengalaman, dan pendidikan.

Pedagang pengumpul didaerah penelitian merupakan pedagang pengumpul yang mengambil Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah dan kopi biji. Jumlah pedagang pengumpul yang mengambil dalam bentuk gelondong merah sebanyak


(46)

3 orang sedangkan dalam bentuk kopi biji sebanyak 2 orang. Karakteristik sampel pedagang pengumpul dapat dilihat pada tabel 9 di bawah :

Tabel 9. Sampel Pedagang Pengumpul Di Daerah Penelitian

No. Uraian Range Rataan

1. Umur 20-40 31,8

2. Pengalaman 12-20 10

3. Pendidikan 12 12

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 17

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan umur pedagang pengumpul adalah 31,8 tahun, yang berarti pedagang berada di usia produktif. Dan pengalaman berdagang selama rataan 10 tahun, dengan rataan pendidikan 12 yang menunjukkan pedagang pengumpul telah menempuh pendidikan SMA.

4.2.3 Pedagang Besar

Pedagang besar merupakan pedagang yang membeli kopi dari pedagang pengumpul dalam jumlah yang relatif lebih banyak. Pedagang besar diasumsikan sebagai batasan terakhir penelitian diimana harga beli pedagang besar diasumsikan sebagai harga beli konsumen. Adapun karakteristik pedagang besar dalam penelitian ini meliputi umur, pengalaman, dan pendidikan.

Pedagang besar yag diteliti di daerah penelitian sebanyak 2 orang, 1 orang pedagang besar yang mengumpukan dalam bentuk gelondong merah, satu orang lagi dalam bentuk kopi biji. Penentuan pedagang besar ini diketahui dari penelusuran melalui pedagang pengumpul didaerah penelitian. Dimana pedagang besar yang dijadikan sampel merupakan pedagang besar yang mengambil Kopi


(47)

Arabika dari pedagang pengupul yang ditemui di daerah penelitian. Karakteristik sampel pedagang besar dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini :

Tabel 10. Karakteristik Pedagang Besar Di Daerah Penelitian

No. Uraian Range Rataan

1. Umur 40-42 41

2. Pengalaman 10-15 12,5

3. Pendidikan 12 12

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 17

Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa rataan umur pedagang besar adalah 40 tahun, yang berarti pedagang berada di usia produktif. Dan pengalaman berdagang selama rataan 12,5 tahun, dengan rataan pendidikan 12 yang menunjukkan pedagang besar telah menempuh pendidikan SMA.


(48)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Petani Menjual Kopi Arabika Dalam Bentuk Gelondong merah (Cherry Red)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi petani di Desa Tanjung Beringin menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah. Keselarasan dari sekelompok responden dalam menilai di analisis dengan statistik non parametris, yaitu metode Uji Kendall’s W. Dimana diberikan opsi jawaban mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan dalam bentuk gelondong merah (cherry red) kemudian diurutkan dari yang paling penting. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah, yaitu umur tanaman, jumlah permintaan pembeli,tenaga kerja,efisiesi waktu,iklim dan cuaca.

5.1.1 Umur Tanaman

Umur tanaman merupakan faktor utama yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah. Hal itu dikarenakan di daerah penelitian Kopi Arabika sebagian besar hanya mampu bertahan sampai 10 tahun. Apabila lebih dari 10 tahun harus dilakukan peremajaan ulang atau pencabutan tanaman kopi untuk ditanam tanaman muda kembali. Ketika tanaman berumur > 9 tahun maka lebih baik menjual dalam bentuk gelondong merah, karena buah Kopi Arabika yang dihasilkan apabila dilakukan perlakuan pasca panen hasil yang diperoleh setara dengan menjual dalam bentuk gelondong merah.


(49)

Secara agronomis tanaman Kopi Arabika berada pada usia produktif pada umur 6-10 tahun, hal tersebut jika dilakukan perawatan secara intensif. Pada umur tanaman >10 tahun produktvitas tanaman kopi berkurang. Untuk tanaman berumur < 6 tahun seringnya jumah produksi belum mencapai optimal, dimana tanaan Kopi Arabika mulai produksi di umur 3 tahun meskipun produksi masih sedikit. Hal tersebutlah yang menjadi alasan mendasar petani menjual dalam bentuk buah merah karena petani setelah panen dapat menjual langsung hasil panennya.

5.1.2 Permintaan Pembeli

Di daerah penelitian penjuaan dalam bentuk gelondong merah baru terjadi dalam kurun waktu 3 tahun belakangan. Dimana terjadi kecenderungan pembeli meminta petani menjual kopi arabikanya dalam bentuk gelondong merah. Karena adaya permintaan pembeli ini membuat petani mempuyai pilihan menjual gelondong merah atau kopi biji untuk hasil produksinya.

Artinya petani tidak mengalami kesulitan dalam melakukan penjualan kopi arabikanya. Petani tidak perlu melakukan kegiatan pasca panen terhadap hasil produksinya. Ketika dilakukan perlakuan pasca panen gelondong merah menjadi kopi biji, pengurangan jumlah produksi nya menjadi sangat drastis. Biasanya untuk 100 kg gelondong merah mampu menjadi 30-50 kg kopi biji, akan tetapi karena kualitas kopi yang menurun 100 kg gelondong merah hanya mampu menghasilkan 20-30 kg kopi biji.

Keadaan seperti diata tentunya membuat petani lebih memilih menjual kopi dalam bentuk gelondong merah karena hasil yang diperoleh sama saja bahkan lebih


(50)

rendah bila kualitas kopi benar-benar buruk. Sehingga petani benar-benar diuntungkan dengan penjualan dalam bentuk gelondong merah jika kualitas kopi menurun. Selain itu Kopi Arabika sekarang tidak dapat tahan lama sehingga penjualan dalam bentuk merah menjadi alternatif pilihan yang menguntungkan.

5.1.3 Tenaga Kerja

Di Desa Tanjung Beringin sebagian besar penduduk memang termasuk kedalam golongan usia produktif, akan tetapi karena hampir sebagian besar penduduk di Desa Tanjung Beringin memiliki lahan kopi maka sulit sekali mencari tenaga kerja untuk memanen sekaligus mengolah menjadi kopi biji. Bahkan banyak tenaga kerja panen yang ada berasal dari daerah Pangururan, Dolok Ilir dan Samosir. Karena keterbatasan ini maka menjual dalam bentuk gelondong merah merupakan salah satu hal praktis yang dilakukan oleh petani kopi di daerah penelitian.

Penggunaan tenaga kerja yng paling dominan adalah tenaga kerja panen. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan tergantung jumlah luas lahan dan musim panen kopi arabika. Pada musim panen kopi arabika kesulitan tenaga kerja panen. Tenaga kerja panen yang digunakan umumnya berkisar 2-4 orang. Pada bulan berkisar September-Desember pemanenan dilakukan 2 kali dalam 1 bulan. Untuk setiap minggu panen dilakukan 3 kali pemanenan. Jadi dalam kisaran bulan September-Desember pemanenan dilakukan sebanyak 24 kali panen. Selain itu sudah ada pedagang yang mau menampung hasil panen petani dalam bentuk gelondong merah, padahal 3 tahun yang lalu petani hanya menjual dalam bentuk kopi biji. Jadi dapat dikatakan ketersediaan tenaga kerja panen dan pasca panen merupakan


(51)

salah satu faktor yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah.

5.1.4 Cuaca

Cuaca merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah. Dalam hal ini Desa Tanjung Beringin merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki iklim dingin dan sejuk. Tingkat curah hujan yang juga termasuk tinggi membuat tanaman kopi dalam proses penjemurannya menjadi kopi biji membutuhkan proses yang lama.

Suhu udara di Tanjung Berigin 21 - 28 °C dengan rata-rata suhu 23 0C dengan kelembapan 68 - 97 %. Semakin tinggi tingkat kelembapan maka suhu udara akan semakin rendah. Dengan suhu udara rata-rata 23 0C maka curah hujan semakin besar. Dengan cuaca harian curah hujan sedang hampir disetiap waktu di daerah penelitian terutama di pagi dan sore hari.

Di daerah penelitian, Kopi Arabika jika sudah mendapat perlakuan pasca panen sederhana paling lama hanya bertahan sampai satu minggu. Meskipun musim hujan merupakan musim dimana Kopi Arabika berbunga dan memasuki masa panen akan tetapi kondisi cuaca dengan curah hujan yang tinggi akan membuat petani kesulitan dalam proses penjemuran Kopi Arabika.

Selain itu keadaan curah hujan yang tinggi akan menyebabkan kelembaban tinggi disekitar pertanaman. Kelembaban yang tinggi akan merangsang perkembangbiakan hama dan penyakit tanaman. Berkembangnya hama dan penyakit akan membuat menurunnya produksi dan kualitas kopi. Selain itu cuaca yang tidak menentu akan membuat petani kesulitan melakukan penanganan pasca


(52)

panen. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa iklim dan cuaca termasuk sebagai salah satu faktor yang menyebabkan petani menjual hasil panennya dalam bentuk gelondong merah.

5.1.5 Efisiensi Waktu

Fondasi dasar dari efisiensi waktu adalah kualitas diubah, bahkan jika sudah lewat tidak bisa kembali lagi. Maka untuk meningkatkan output, satu-satunya yang bisa kita lakukan ialah memperbaiki proses, artinya meningkatkan kualitas tindakan, sebab tindakan adalah proses dalam menghasilkan output. Untuk memperoleh hasil bermutu tinggi, buah kopi

dipetik setelah matang, yaitu saat kulit buah berwarna merah. Untuk mencapai tahap matang , waktu yang dibutuhkan dari kuncup bunga hingga siap dipetik 6-8 bulan untuk Kopi Arabika. Keluarnya bunga tidak terjadi secara serempak sehingga buah pun tidak matang secara serempak. Oleh karena itu, buah kopi dipetik secara bertahap dan buah yang sudah merah dipetik satu per satu. Meskipun buah matang tidak serempak, buah yang sudah merah harus segera dipanen sebelum buah jatuh dari pohon.

Waktu panen yang terbatas ini membuat buah harus segera dipanen jika sudah berwarna merah. Petani didaerah penelitian memetik buah yang sudah merah 2 minggu sekali atau 2 kali dalam satu bulan. Pada minggu pemanenan dilakukan selama 3 hari jumat, sabtu dan senin karena pedagang pengumpul datang setiap hari tersebut. Keterbatasan waktu ini membuat petani memutuskan menjual merah karena bisa langsung dijual. Apabila dilakukan penjualan dalam bentuk biji hanya 1 kali pada akhir hari penjualan panen. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa


(53)

efisiensi terhadap waktu menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi petani menjual dalam bentuk buah merah.

Dari penjelasan diatas kelima faktor tersebut kemudian di analisis dengan metode Uji Kendall’s W. Diberikan 5 opsi jawaban berupa faktor-faktor diatas kemuadian jawaban diurutkan dari yang paling penting sampai yang paling tidak penting. Uji ini untuk mengetahui bagaimana keselarasan masing-masing responden dalam menilai. Dari analisis dengan metode Uji Kendall’s W diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 11. Hasil Pengujian Keselarasan Responden Dalam Menilai Faktor Yang Mempengaruhi Petani Menjual Kopi Arabika

No Keterangan Nilai

1 Umur Tanaman 2,72

2 Permintaan Pembeli 2,26

3 Tenaga Kerja 3,47

4 Cuaca 4,4

5 Efisiensi Waktu 2,16

6 N 43

7 Kendall's W 0,35

8 Chi-Square 60,13

9 Df 4

10 Asymp. Sig. 0.00

Kendall’s Coefficient of Concordance

Dari tabel 11. diatas dapat diketahui bahwa nilai Kendall’s W sebesar 0,350. Nilai 0,350 tidak sama dengan 0 , artinya dapat dikatakan ada keselarasan/ kecocokan responden. Nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0,00. Nilai signifikansi ini

lebih kecil daripada α0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H1 diterima

dan H0 ditolak: artinya ada kecocokan penilaian antara responden. Tiap

responden memliki alasan yang sama dalam memutuskan untuk menjual dalam bentuk gelondong merah.


(54)

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis (1) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) adalah umur tanaman, jumlah permintaan pebeli, iklim dan cuaca, tenaga kerja, efisiensi waktu, diterima.

5.2 Analisis Marjin Penjualan Kopi Arabika

Penjualan Kopi Arabika dalam bentuk Gelondong merah merupakan penjualan yang paling mudah didaerah penelitian. Meskipun harganya lebih rendah dari penjualan dalam bentuk kopi biji, akan tetapi petani merasa dimudahkan dari penjualan dalam bentuk gelondong merah. Penjualan Kopi dalam bentuk gelondong merah dapat diuraikan pada tabel 12 berikut ini :

Tabel 12. Analisis Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Marjin Keuntungan Kopi Dalam bentuk Gelondong Merah

No Komponen Biaya Rp/Kg (%)

1 Harga Jual Petani 6.000 92,31

Biaya Produksi 1.763,89

Profit 4.236,11

Nisbah Marjin Keuntungan 2,4

2 Harga Beli Pedagang Pengumpul 6.000 Harga Jual Pedagang Pengumpul 6.500 Biaya-biaya :

- Transportasi 10 0,15

- Pengemasan 30 0,46

- Marketing Losses 20 0,31

Profit 440 6,77

Nisbah Marjin Keuntungan 7,3

3 Harga Beli Pedagang Besar 6.500 100

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 18b

Dari tabel 12 diatas dapat dikatakan bahwa marjin keuntungan rata-rata untuk petani Kopi Arabika menjual dalam bentuk gelondong merah sebesar Rp 4.236,11


(55)

dengan share marjin sebesar 65,17 %. Pedagang pengumpul marjin keuntungan rata-rata sebesar Rp 440 dengan share marjin 6,77 %. Akan tetapi dari segi nisbah marjin keuntungan maka petani yang paling kecil yaitu sebesar Rp 2,4 dengan share marjin 0,036 sedangkan pedagang pengumpul nisbah marjin keuntungan sebesar Rp 7,3 dengan share marjin 0,11 %.

Penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah kebanyakan dari petani ke pedagang pengumpul kemudian pedagang besar. Penjualan ini merupakan penjualan yang paling banyak terjadi di daerah penelitian. Penjualan Kopi Arabika dalam bentuk Kopi Biji dapat diuraikan pada tabel 13 berikut ini :

Tabel 13. Analisis Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Marjin Keuntungan Kopi Dalam Bentuk Kopi Biji

No Komponen Biaya Rp/Kg (%)

1 Harga Jual Petani 18.000 90

Biaya Produksi 5.011,14

Profit Marjin 12.988,86

Nisbah Marjin Keuntungan 2,59

2 Harga Beli Pedagang Pengumpul 18.000 Harga Jual Pedagang Pengumpul 20.000 Biaya-biaya :

- Transportasi 100 0,5

- Storage 150 0,75

- Marketing Losses 50 0,25

Profit Marjin 1.700 8,5

Nisbah Marjin Keuntungan 5,67

3 Harga Beli Pedagang Besar 20.000 100

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 18a

Dari tabel 13 diatas dapat dikatakan bahwa marjin keuntungan rata-rata untuk petani Kopi Arabika menjual dalam bentuk kopi biji sebesar Rp 12.988,86 dengan share marjin sebesar 64,944 %. Pedagang pengumpul memiliki marjin keuntungan rata-rata sebesar Rp 1.700 dengan share marjin 8,5 %. Akan tetapi dari segi nisbah marjin keuntungan maka petani yang paling kecil yaitu sebesar Rp 2,59 dengan


(56)

share marjin 0,013% sedangkan pedagang pengumpul nisbah marjin keuntungan sebesar Rp 5,67 dengan share marjin 0,028 %.

Dari perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa marjin keuntungan penjualan dalam bentuk gelondong merah memiliki marjin keuntungan yang lebih besar daripada penjualan dalam bentuk kopi biji dalam kondisi harga yang stabil yaitu gelondong merah Rp 6.000 dan kopi biji Rp 18.000 dan mempertimbangkan faktor-faktor pada masalah pertama. Dengan demikian hipotesis (2) yang menyatakan bahwa marjin penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) lebih rendah dibandingkan penjualan bentuk kopi biji, ditolak.

5.3. Analisis Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Gelondong Merah Dan Kopi Biji Terhadap Pendapatan Petani Kopi Arabika

Pendapatan petani kopi diperoleh dari usahatani kopi saja, dimana yang mempengaruhi pendapatan petani kopi adalah besarnya penerimaan petani kopi yang dilihat dari hasil produksi dikali dengan harga jual dikurangi biaya produksi. Dalam hal ini produksi yang dimaksud adalah produksi dalam gelondong merah dan kopi biji (telah mengalami proses pasca panen).

5.3.1 Penerimaan Usaha Tani Kopi

Penerimaan adalah nilai yang diperoleh dari hasil perkalian seluruh hasil produksi dengan harga jual produksi. Harga jual produksi didaerah penelitian sering kali mengalami perubahan. Akan tetapi perubahan harga ini bukan ditentukan oleh petani. Dalam hal ini petani sampel didaerah penelitian merupakan price taker. Di derah penelitian rata-rata petani memperoleh harga jual kopi dalam bentuk


(57)

gelondong merah Rp 6.000/Kg dan kopi biji Rp 18.000/Kg. Penerimaan Usahatani lebih jelasnya dapat diuraikant pada tabel 14 berikut ini :

Tabel 14. Rata-rata Penerimaan Petani Kopi Per Petani dan Per Hektar Dalam 1 Tahun

No Keterangan Gelondong Merah (Rp) Kopi biji (Rp)

1 Per Petani 8.998.604,651 9.502.325,581

2 Per Hektar 16.272.120,66 17.005.593,85

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 13 dan 14

Dari Tabel 14. dapat dilihat bahwa rata-rata penerimaan petani kopi untuk penjualan gelondong merah per petani adalah Rp 8.998.604,651 dalam 1 tahun atau setara dengan Rp 749.883,72 dalam 1 bulan. Sedangkan rata-rata penerimaan petani kopi untuk penjualan kopi biji per petani adalah Rp 9.502.325,581 dalam 1 tahun atau setara dengan Rp 791.860,47 dalam 1 bulan. Rata-rata penerimaan petani kopi untuk penjualan dalam bentuk gelondong merah per petani adalah Rp 16.272.120,66 dalam 1 tahun atau setara dengan Rp 1.356.010,06 dalam 1 bulan. Sedangkan rata-rata penerimaan petani kopi untuk penjualan kopi biji per hektar adalah Rp 17.005.593,85 dalam 1 tahun atau setara Rp 1.417.132,821 dalam 1 bulan.

5.3.2 Biaya Produksi

Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung, baik biaya tetap (penyusutan alat, PBB) maupun biaya variabel seperti biaya pembelian sarana produksi (bibit, pupuk, obat-obatan) dan tenaga kerja. Berikut ini diperlihatkan biaya rata-rata produksi usahatani kopi per petani dan per hektar.


(58)

Biaya Penyusutan

Biaya penyusutan yang diperhitungkan disini adalah penyusutan semua aat-alat pertanian yang digunakan petani dalam mengusahakan tanaman kopinya. Penyusutan alat-alat pertanian ini dihitung dengan menggunakan rumus straight-line method.

Biaya Saprodi

Yang termasuk dalam biaya saprodi adalah semua biaya yang dikeluarkan petani untuk membeli pupuk, dan obat-obatan.

Bibit

Banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bibit ini tergantung pada jarak tanam dan luas lahan kopi petani itu sendiri. Pada umumnya jarak tanam yang digunakan petani sampel adalah 2 m x 3 m dengan kebutuhan bibit 1666,67 buah, ada juga yang menggunakan jarak tanam 2,5 m x 3 m dengan kebutuhan bibit 1333,33 bibit dan 2,5 m 2,5 m dengan kebutuhan bibit sebanyak 1600 bibit. Akan tetapi ada beberapa petani yang menanam kopinya dengan jarak yang relative lebih rapat sehingga kebutuhan akan bibit kopi semakin banyak. Semakin rapat jarak tanam tanaman kopi maka kebutuhan akan bibit akan semakin banyak. Pupuk

Pupuk yang digunakan oleh petani kopi di daerah penelitian adalah pupuk organik dan pupuk kimia. Pupuk organik merupakan pupuk kandang yang dibeli dan pupuk kompos yang biasanya dari sampah kopi (kulit kopi) serta daun-daun dan tanaman pelindung setelah dipangkas.


(1)

Lampiran 2. Total Penggunaan dan Biaya Penyusutan Alat-alat Pertanian

Sampel Lahan Cangkul UE Harga Penyusutan Garu UE Harga Penyusutan Angkong UE Harga Penyusutan

1 0.5 3 4 50000 37500 1 2 25000 12500 1 4 400000 100000

2 0.48 3 2 60000 90000 2 2 25000 25000 1 3 400000 133333.33

3 0.4 5 3 50000 83333.33 1 3 25000 8333.33 1 3 300000 100000

4 1 4 3 60000 80000 1 2 20000 10000 2 3 200000 133333.33

5 0.36 5 4 60000 75000 1 2 25000 12500 1 4 300000 75000

6 0.56 5 5 50000 50000 2 2 15000 15000 1 3 300000 100000

7 1.5 6 3 60000 120000 3 3 20000 20000.00 2 3 300000 200000

8 0.36 4 3 60000 80000 1 2 25000 12500 1 3 300000 100000

9 0.48 5 4 60000 75000 2 2 25000 25000 1 3 400000 133333.33

10 0.56 5 3 50000 83333.33 3 3 25000 25000 2 3 300000 200000

11 0.64 4 3 50000 66666.67 1 2 20000 10000 1 3 300000 100000

12 0.36 3 3 50000 50000 1 2 20000 10000 1 3 300000 100000

13 0.8 5 4 50000 62500 2 2 20000 20000 1 3 300000 100000

14 0.36 2 3 50000 33333.33 1 2 20000 10000 1 3 300000 100000

15 0.32 3 3 50000 50000 2 2 20000 20000 1 3 300000 100000

16 0.24 2 3 50000 33333.33 2 3 25000 16666.67 1 3 300000 100000

17 0.6 5 3 50000 83333.33 1 2 20000 10000 1 3 300000 100000

18 0.48 5 4 60000 75000 2 3 25000 16666.67 1 4 300000 75000

19 0.5 5 4 60000 75000 2 2 20000 20000 1 4 300000 75000

20 0.4 3 3 50000 50000 2 2 20000 20000 1 4 300000 75000


(2)

23 0.48 5 3 60000 100000 2 2 25000 25000 2 4 400000 200000

24 1 5 4 50000 62500 3 2 25000 37500 1 5 400000 80000

25 0.24 3 3 60000 60000 1 2 15000 7500 1 4 300000 75000

26 0.8 5 3 50000 83333.33 2 2 25000 25000 3 3 300000 300000

27 0.5 5 4 60000 75000 3 3 25000 25000 1 4 400000 100000

28 1 8 4 60000 120000 3 3 25000 25000 2 4 400000 200000

29 0.48 6 4 60000 90000 3 2 20000 30000 1 4 400000 100000

30 1 8 4 60000 120000 4 3 25000 33333.33 2 4 400000 200000

31 0.8 4 3 50000 66666.67 2 2 20000 20000 2 4 400000 200000

32 0.24 2 3 50000 33333.33 1 2 20000 10000 1 4 400000 100000

33 0.32 2 3 50000 33333.33 1 2 20000 10000 1 3 300000 100000

34 0.24 3 3 50000 50000 1 3 25000 8333.33 1 4 350000 87500

35 0.24 2 3 50000 33333.33 1 3 25000 8333.33 1 4 350000 87500

36 1.5 10 4 60000 150000 4 3 25000 33333.33 2 4 350000 175000

37 0.5 5 4 50000 62500 2 2 20000 20000 1 4 350000 87500

38 0.36 4 4 50000 50000 2 3 20000 13333.33 1 4 350000 87500

39 0.4 2 3 50000 33333.33 2 3 20000 13333.33 2 4 400000 200000

40 0.56 4 2 60000 120000 1 2 20000 10000 1 4 400000 100000

41 1 10 3 50000 166666.67 2 3 20000 13333.33 2 4 400000 200000

42 0.4 3 3 40000 40000.00 1 2 20000 10000 1 3 120000 40000

43 0.4 3 2 50000 75000 2 3 15000 10000 1 4 400000 100000

Total 24.16 188 142 2300000 3095000 80 101 935000 747500 55 155 14370000 5170000.00


(3)

Parang UE Harga Penyusutan Mesin Giling UE Harga Penyusutan Total Biaya Penyusutan

1 2 40000 20000 1 4 200000 50000 220000

2 1 40000 80000 1 3 300000 100000 428333.33

2 2 30000 30000 1 3 400000 133333.33 355000

1 2 40000 20000 1 3 400000 133333.33 376666.67

2 3 40000 26666.67 1 3 300000 100000 289166.67

3 2 30000 45000 1 2 300000 150000 360000

3 3 40000 40000 2 3 400000 266666.67 646666.67

2 2 40000 40000 1 3 400000 133333.33 365833.33

2 3 40000 26666.67 1 3 300000 100000 360000

3 3 30000 30000 1 3 300000 100000 438333.33

2 3 30000 20000 1 3 300000 100000 296666.67

1 3 30000 10000 1 3 300000 100000 270000

2 3 30000 20000 1 3 300000 100000 302500

1 3 30000 10000 1 3 300000 100000 253333.33

2 3 30000 20000 1 3 300000 100000 290000

2 3 30000 20000 1 3 300000 100000 270000

2 3 40000 26666.67 1 3 400000 133333.33 353333.33

2 2 40000 40000 1 2 300000 150000 356666.67

2 2 40000 40000 1 2 300000 150000 360000

2 2 40000 40000 1 3 300000 100000 285000

2 2 40000 40000 1 3 300000 100000 285000

2 2 40000 40000 1 3 300000 100000 301666.67


(4)

2 2 30000 30000 1 2 300000 150000 322500

2 2 30000 30000 1 2 300000 150000 588333.33

2 3 35000 23333.33 1 3 400000 133333.33 356666.67

2 2 30000 30000 2 3 400000 266666.67 641666.67

2 3 35000 23333.33 1 3 400000 133333.33 376666.67

2 3 35000 23333.33 2 3 300000 200000 576666.67

2 2 35000 35000 1 3 300000 100000 421666.67

2 2 35000 35000 1 3 300000 100000 278333.33

1 2 30000 15000 1 3 400000 133333.33 291666.67

1 3 30000 10000 1 2 300000 150000 305833.33

1 3 30000 10000 1 2 300000 150000 289166.67

4 2 30000 60000 1 3 300000 100000 518333.33

1 3 30000 10000 1 3 300000 100000 280000

2 3 30000 20000 1 3 300000 100000 270833.33

1 3 30000 10000 1 3 300000 100000 356667

2 1 30000 60000 1 3 400000 133333.33 423333.33

3 2 30000 45000 3 3 300000 300000 725000

2 1 40000 80000 1 4 300000 75000 245000

2 2 30000 30000 1 3 300000 100000 315000

84 103 1475000 1351666.67 49 124 13900000 5608333.33 15972500


(5)

Lampiran 3. Produksi, Penerimaan, dan Pendapatan Per Petani pada Usahatani Kopi di Desa Tanjung Beringin

Sampel

Lahan

Produksi

Harga

Penerimaan

Biaya Produksi

Pendapatan

(Ha)

(Kg)

(Rp)

(Rp)

(Rp)

(Rp)

1

0.5

1500

6000

9000000

2823000

6177000

2

0.48

1400

6000

8400000

2798833.33

5601166.67

3

0.4

1350

6000

8100000

2321000

5779000

4

1

2650

6000

15900000

4618666.67

11281333.33

5

0.36

1080

6000

6480000

1997666.67

4482333.33

6

0.56

1540

6000

9240000

3714000

5526000

7

1.5

3500

6000

21000000

7756666.67

13243333.33

8

0.36

1000

6000

6000000

2052833.33

3947166.67

9

0.48

1300

6000

7800000

3597000

4203000

10

0.56

1500

6000

9000000

3764833.33

5235166.67

11

0.64

1600

6000

9600000

941666.67

8658333.33

12

0.36

900

6000

5400000

2285000

3115000

13

0.8

2000

6000

12000000

1127500

10872500

14

0.36

1000

6000

6000000

1158333.33

4841666.67

15

0.32

800

6000

4800000

1657500

3142500

16

0.24

600

6000

3600000

1178000

2422000

17

0.6

1500

6000

9000000

1035833.33

7964166.67

18

0.48

1320

6000

7920000

2892666.67

5027333.33

19

0.5

1500

6000

9000000

3500500

5499500


(6)

22

0.48

1200

6000

7200000

2934666.67

4265333.33

23

0.48

1200

6000

7200000

3368000

3832000

24

1

2700

6000

16200000

4280500

11919500

25

0.24

650

6000

3900000

1011500

2888500

26

0.8

2200

6000

13200000

1801333.33

11398666.67

27

0.5

1500

6000

9000000

2944666.67

6055333.33

28

1

3000

6000

18000000

4584166.67

13415833.33

29

0.48

1440

6000

8640000

2745666.67

5894333.33

30

1

3000

6000

18000000

5696666.67

12303333.33

31

0.8

2400

6000

14400000

1517166.67

12882833.33

32

0.24

700

6000

4200000

1451333.33

2748666.67

33

0.32

900

6000

5400000

1691666.67

3708333.33

34

0.24

720

6000

4320000

1393833.33

2926166.67

35

0.24

720

6000

4320000

1409166.67

2910833.33

36

1.5

3500

6000

21000000

5643333.33

15356666.67

37

0.5

1250

6000

7500000

2773000

4727000

38

0.36

990

6000

5940000

1555833.33

4384166.67

39

0.4

1000

6000

6000000

659167

5340833

40

0.56

1500

6000

9000000

3094833.33

5905166.67

41

1

2000

6000

12000000

5079500

6920500

42

0.4

1000

6000

6000000

807000

5193000

43

0.4

1000

6000

6000000

2392500

3607500

Total

24.16

64490

258000

386940000

113753000.3

273186999.7