Daya Hambat Edible Coating Kitosan Terhadap Kemunduran Mutu Fillet Ikan Patin (Pangasius Sp.) Skinless Pada Penyimpanan Suhu Chilling

DAYA
A HAMBA
AT EDIBL
LE COAT
TING KIT
TOSAN TERHADA
T
AP
KEMU
UNDURAN
N MUTU
U FILLET
T IKAN PA
ATIN (Paangasius ssp.)
SK
KINLESS PADA PE
ENYIMP
PANAN SU
UHU CHI
HILLING


MELY
Y SHARA
A BANGU
UN

DEPART
TEMEN TEKNOLO
T
OGI HASIIL PERAIR
RAN
FAKULT
TAS PERIK
KANAN D
DAN ILMU
U KELAU
UTAN
I
INSTITUT
T PERTA
ANIAN BO

OGOR
BOGO
OR
20155

 

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Hambat Edible
Coating Kitosan terhadap Kemunduran Mutu Fillet Ikan Patin (Pangasius sp.)
Skinless pada Penyimpanan Suhu Chilling adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015


Mely Shara Bangun
NIM C34110003

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
 
 

ABSTRAK
MELY SHARA BANGUN. Daya Hambat Edible Coating Kitosan terhadap
Kemunduran Mutu Fillet Ikan Patin (Pangasius sp.) Skinless pada Penyimpanan
Suhu Chilling. Dibimbing oleh TATI NURHAYATI dan PIPIH SUPTIJAH
Ikan patin merupakan salah satu komoditas unggulan dari perikanan
budidaya dan banyak diolah dalam bentuk fillet. Kitosan merupakan material
alami yang berasal dari deasetilisasi kitin yang aman digunakan dan mempunyai
sifat antibakteri sehingga berfungsi dalam mempertahankan mutu dan kesegaran
ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi kitosan
dalam pebuatan edible coating dan lama perendaman terhadap kualitas fillet ikan
patin skinless pada penyimpanan suhu chilling. Pembuatan larutan edible coating
kitosan menggunakan konsentrasi kitosan 0, 1 dan 2% dan fillet ikan tersebut

direndam selama 1 dan 3 menit dalam larutan edible coating. Fillet ikan tersebut
kemudian disimpan pada suhu chilling (4ºC) dan dilakukan analisis kemunduran
mutu (organoleptik, pH, TPC, dan TVB). Hasil analisis menunjukkan bahwa
konsentrasi kitosan, lama perendaman fillet ikan skinless dalam larutan coating,
dan interaksi antara konsentrasi kitosan dan lama perendaman mempengaruhi
tingkat kesegaran fillet ikan. Perlakuan terbaik terdapat pada fillet ikan skinless
dengan perlakuan perendaman pada larutan kitosan 2%.
Kata kunci: Antibakteri, fillet, kitosan, mutu, patin

ABSTRACT
MELY SHARA BANGUN. Inhibitory Effect of Chitosan Edible Coating on the
Quality of Catfish (Pangasius sp.) Skinless Fillet Stored at Chilling Temperature.
Supervised by TATI NURHAYATI and PIPIH SUPTIJAH
Catfish (Pangasius sp.) is one of the leading aquaculture commodity and
mostly processed in the form of fillets. Chitosan is a natural material derived from
chitin deasetilation which is safe to use, and has antibacterial feature which
function in maintaining the quality of the fish. This research amis to investigate
the effect of chitosan concentrations and soaking time on edible coating which is
applied on catfish skinless fillets. Edible coatings were made with chitosan
concentration varies of 0, 1 and 2% while the fish fillets were soaked for 1 and 3

minutes in the coating solution. Fish fillets were stored at chilling temperature
(4°C) and several analysis (organoleptic, pH, TPC, and TVB) was conducted to
determine the deterioration of catfish skinless fillets quality. The result showed
that the chitosan concentration, soaking time of skinless fish fillets in the coating
solution, and the interaction between chitosan concentration and soaking time
affects the level of freshness of fish fillets. The best treatment is the catfish
skinless fillets coated with 2% chitosan solution.
Keyword: Antibacteria, catfish, chitosan, fillet, quality

 
 

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

 
 

DAYA HAMBAT EDIBLE COATING KITOSAN TERHADAP
KEMUNDURAN MUTU FILLET IKAN PATIN (Pangasius sp.)
SKINLESS PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING

MELY SHARA BANGUN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

 
 

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahaesa karena
berkat rahmat serta kasih karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Daya Hambat Edible Coating Kitosan terhadap Kemunduran Mutu
Fillet Ikan Patin (Pangasius sp.) Skinless pada Penyimpanan Suhu Chilling”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:
1 Dr Tati Nurhayati, SPi MSi dan Dr Dra Pipih Suptijah, MBA selaku dosen
pembimbing, atas segala bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis.
2 Orang tua (Bpk. Matius Bangun dan Ibu Sri Ulina Purba) dan keluarga tercinta
terutama kedua adik saya (Arief dan Ines) yang tak pernah berhenti
memberikan doa serta dukungan baik moril maupun materil kepada penulis.

3 Bambang Riyanto, SPi MSi sebagai dosen penguji dan Dr Desniar, SPi MSi
sebagai dosen perwakilan komisi pendidikan THP, yang telah memberikan
saran dan bimbingan untuk penyelesaian tugas akhir.
4 Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perairan.
5 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
6 Dr Eng Uju, SPi MSi selaku dosen pembimbing akademik, atas segala
bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis.
7 Keluarga besar Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), staf Dosen, Tata
Usaha (mas Adi, Bapak Ade, mas Mail), dan staf laboratorium (bu Ema, mas
Zaky, mas Saeful, dan mba Dini) atas bimbingan dan bantuannya selama ini.
8 Keluarga H & R (Mpit, Umi Ulfa, Sizu, Fitria, Mia dan Cici Arin) atas
kebersamaannya dalam suka dan duka serta dukungannya selama ini.
9 Hanum, Nisa, Mang Idan, Iman, Wekson, Mpit, Umi, Eki, Fizeni, Jati, Sara,
Pipit, Tanjung, Rudi, Azis, Aqil, Kaleb yang telah membantu selama proses
penelitian ini.
10 Keluarga Perwira terutama Apri, Kak Vitis, Ina, Iska, Fero dan keluarga
Tamariska (Febri, Evi, Kak Selvi, Apri dan Kak Vera) yang telah memotivasi
dan membantu penulis.

11 Keluarga besar THP 48, 49, 50 dan 51 atas kebersamaan dan kekompakannya
selama ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini memiliki banyak
kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
untuk perbaikan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, Juli 2015

Mely Shara Bangun
 
 

 

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR...........................................................................................
DAFTAR TABEL................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................
PENDAHULUAN...............................................................................................

Latar Belakang..............................................................................................
Rumusan Masalah.........................................................................................
Tujuan Penelitian..........................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian............................................................................
METODE PENELITIAN....................................................................................
Waktu dan Tempat........................................................................................
Bahan dan Alat.............................................................................................
Prosedur Penelitian.......................................................................................
Pembuatan Larutan Edible Coating Kitosan (Modifikasi Butler et al.
1996)........................................................................................................
Proses Preparasi Fillet Ikan (CAC 2012).................................................
Proses Pembuatan Fillet Ikan dengan Edible Coating Kitosan...............
Prosedur Analisis..........................................................................................
Analisis Kadar Air (BSN 1992)...............................................................
Analisis Kadar Abu (BSN 1992).............................................................
Analisis Kadar Protein (BSN 1992).........................................................
Analisis Kadar Lemak (BSN 1992).........................................................
Analisis Viskositas (BSN 1998)..............................................................
Analisis Gugus Fungsi Kitosan (Domszy dan Roberts 1985)..................
Analisis Proporsi Bagian Tubuh Ikan......................................................

Uji Organoleptik (BSN 2006)..................................................................
Analisis Derajat Keasaman (pH) (BSN 1992).........................................
Analisis Mikrobiologi (BSN 2006)..........................................................
Analisis Total Volatile Base (TVB) (BSN 2009)....................................
Analisis Data.................................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................................
Karakteristik Kitosan…................................................................................
Karakteristik Fillet Ikan Patin Skinless.........................................................
Kemunduran Mutu Fillet Ikan Patin Skinless pada Penyimpanan Suhu
Chilling.........................................................................................................
Organoleptik.............................................................................................
Derajat Keasaman (pH)............................................................................
Mikrobiologi............................................................................................
Total Volatile Base (TVB).......................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................................
Kesimpulan...................................................................................................
Saran.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
LAMPIRAN.........................................................................................................
RIWAYAT HIDUP.............................................................................................

xi
xi
xi
1
1
2
3
3
3
3
3
4
4
4
5
5
5
5
7
7
8
8
9
9
9
9
10
10
12
12
15
16
16
21
23
24
26
26
26
26
33
49

 
 

DAFTAR GAMBAR
 
 

1
2
3
4

Alur penelitian..............................................................................................
Hasil analisis spektrofotometer FT-IR kitosan.............................................
Proporsi bagian tubuh ikan patin..................................................................
Pengaruh lama perendaman (a) dan konsentrasi kitosan (b) terhadap
kemunduran mutu kenampakan fillet ikan patin skinless..............................
5 Pengaruh lama perendaman (a) dan konsentrasi kitosan (b) terhadap
kemunduran mutu bau fillet ikan patin skinless.............................................
6 Pengaruh lama perendaman (a) dan konsentrasi kitosan (b) terhadap
kemunduran mutu tekstur fillet ikan patin skinless........................................

6
14
15
17
18
20

DAFTAR TABEL
 
 

1
2
3
4
5

Karakteristik kitosan.......................................................................................
Nilai viskositas larutan kitosan.......................................................................
Ukuran ikan dan fillet ikan patin skinless.......................................................
Komposisi kimia fillet ikan patin skinless.....................................................
Deskripsi hasil organoleptik kemunduran mutu fillet ikan patin skinless
dengan coating kitosan...................................................................................
6 Perubahan nilai pH fillet ikan patin skinless.................................................
7 Perubahan nilai TPC fillet ikan patin skinless................................................
8 Perubahan nilai TVB fillet ikan patin skinless...............................................

12
13
14
15
21
22
23
24

 

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Fillet ikan patin skinless...............................................................................
Score sheet uji organoleptik fillet ikan segar (SNI 01-2346-2006).............
Perhitungan derajat deasetilasi kitosan........................................................
Sertifikat analisis kitosan.............................................................................
Hasil uji Kruskal Wallis kenampakan fillet ikan patin hari ke-2.................
Hasil uji Kruskal Wallis kenampakan fillet ikan patin hari ke-5.................
Hasil uji Kruskal Wallis bau fillet ikan patin hari ke-2................................
Hasil uji Kruskal Wallis bau fillet ikan patin hari ke-5................................
Hasil uji Kruskal Wallis tekstur fillet ikan patin hari ke-2..........................
Hasil uji Kruskal Wallis tekstur fillet ikan patin hari ke-5..........................
Hasil uji ANOVA pH fillet ikan patin hari ke-0..........................................
Hasil uji ANOVA pH fillet ikan patin hari ke-2..........................................
Hasil uji ANOVA pH fillet ikan patin hari ke-5..........................................
Hasil uji ANOVA TPC fillet ikan patin hari ke-0........................................
Hasil uji ANOVA TPC fillet ikan patin hari ke-2........................................
Hasil uji ANOVA TPC fillet ikan patin hari ke-5........................................

35
37
38
39
40
40
41
42
43
43
44
44
44
45
46
46

17 Hasil uji ANOVA TVB fillet ikan patin hari ke-0....................................... 47
18 Hasil uji ANOVA TVB fillet ikan patin hari ke-2....................................... 47
19 Hasil uji ANOVA TVB fillet ikan patin hari ke-5....................................... 48

 

 
 

 

1

 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang sangat mudah rusak (high
perishable food) dan dalam perdagangan rentan mengalami penolakan karena
buruknya kualitas ikan tersebut (FAO 2009). Kualitas ikan telah menjadi
perhatian utama dalam industri perikanan di seluruh dunia sehingga kesegaran
ikan merupakan faktor utama yang harus selalu diperhatikan (Huss et al. 2003).
Kesegaran ikan akan memberikan pengaruh bagi kesehatan orang yang
mengkonsumsinya. Mutu ikan segar dapat diketahui melalui penilaian secara
subjektif dan objektif (kimia, fisik, dan mikrobiologi). Ikan yang sangat segar
belum banyak mengalami perubahan-perubahan secara kimia, fisik, dan
mikrobiologi.
Salah satu komoditas andalan perikanan budidaya yang memiliki
produktivitas cukup tinggi adalah ikan patin. Statistik Perikanan Indonesia
menunjukkan jumlah produksi ikan patin nasional meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya, yaitu 229.267 ton pada tahun 2011, 347.000 ton pada tahun 2012,
dan 410.883 ton pada tahun 2013 (KKP 2014). Kondisi ini menunjukkan bahwa
komoditas patin memiliki peranan penting dalam industri perikanan nasional dan
memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan pada skala yang lebih besar.
Fillet ikan merupakan salah satu pengembangan produk ikan patin.
Permintaan konsumen terhadap ikan patin dalam pasar global umumnya dalam
bentuk fillet yang dikenal dengan nama dory fillets (Ikasari dan Dwi 2014). Ikan
patin dapat dijadikan fillet karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain tidak
bersisik, memiliki sedikit duri dan dagingnya putih kemerahan serta mudah
dikuliti sehingga relatif mudah dibuat fillet yang baik (Susanto dan Amri 1999).
Fillet juga memiliki beberapa keuntungan sebagai bahan baku olahan, antara lain
bebas duri dan tulang, dapat disimpan lebih lama dan mengefisienkan proses
produksi serta meningkatkan mutu produk olahannya (Putri et al. 2014).
Permasalahan yang sering muncul dalam pengembangan produk perikanan
adalah masalah mutu dan kesegaran produk perikanan tersebut. Kemunduran
mutu ikan patin disebabkan oleh kandungan protein, kadar air yang tinggi, pH
tubuh yang mendekati netral (Kurniasih 2013). Fillet ikan sangat rentan terhadap
kemunduran mutu karena otot ikan secara langsung terkena udara dan
mikroorganisme. Penanganan proses produksi hasil perikanan dari tahap awal
hingga produk sampai ke konsumen harus dilakukan dengan tepat, hati-hati, dan
dengan sanitasi yang baik. Penanganan yang tepat bertujuan untuk menjaga
kualitas produk perikanan sehingga sesuai dengan standar yang diinginkan.
Penanganan dan penyimpanan produk perikanan dilakukan pada suhu rendah
(Akter et al. 2014). Penggunaan suhu rendah berupa pendingin dapat
memperlambat proses-proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang
mengarah pada penurunan mutu ikan (Junianto 2003).
Penggunaan suhu rendah tidak dapat menghambat seluruh reaksi biokimia
yang menyebabkan kemunduran mutu pada ikan, sehingga diperlukan upaya lain
yang dapat mempertahankan kesegaran dan memperpanjang umru simpan ikan
(Mohan et al. 2012). Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan
 
 

2
 

menambahkan bahan pengawet alami, misalnya kitosan. Kitosan merupakan
produk hasil deasetilasi kitin, memiliki sifat tidak beracun, dan terdiri atas unit β(1,4)-2-actamido-2-deoxy-D-glucose dan β-(1,4)-2-amino-2-deoxy-D-glucose
(No et al. 2002). Kitosan memiliki sifat antimikroba sehingga dapat digunakan
untuk mengawetkan makanan (Shahidi et al. 1999). Kitosan dapat berasal dari
limbah industri perikanan, misalnya cangkang udang (Hargono et al. 2008),
cangkang kepiting (Trisnawati et al. 2013), dan tulang rawan cumi-cumi
(Agusnar 2010). Kitosan memiliki sifat biodegradable, biokompetibel, dan tidak
mengandung racun. Kitosan merupakan antimikroba alami dan beberapa
penelitian telah membuktikan kemampuan kitosan sebagai antimikroba yang
efektif (Coma et al. 2002). Kitosan sebagai pengawet alami dapat diaplikasikan
sebagai edible coating dan edible film pada produk pangan (Kanatt et al. 2008).
Edible coating merupakan suatu lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang
dapat dimakan dan diaplikasikan dan dibentuk langsung pada bahan pangan.
Edible coating biasanya digunakan untuk melapisi produk daging beku, makanan
semi-basah, produk konveksionari, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buahbuahan, dan obat-obatan terutama untuk pelapis kapsul (Krochta et al. 1994).
Edible coating dapat berfungsi sebagai penghambat uap air, lemak, dan gas serta
dapat meningkatkan tekstur produk pangan (Casariego et al. 2008). Edible coating
berbahan kitosan yang bersifat antimikroba berpotensi dapat mencegah
kontaminasi patogen pada berbagai bahan pangan yang memiliki jaringan (daging,
buah-buahan, dan sayuran) (Quintavalla dan Vicini 2002).
Kitosan dengan kosentrasi rendah efektif dalam menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Penelitian ini menggunakan konsentrasi kitosan 1 dan 2 %,
karena edible coating dengan konsentrasi kitosan 1% (Renur 2014) dan 2%
(Mohan et al. 2012) mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan baik.
Informasi mengenai penggunaan edible coating kitosan pada fillet ikan patin
skinless masih sedikit, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai efektivitas
edible coating kitosan sebagai pengawet pada fillet ikan patin skinless selama
penyimpanan suhu chilling. Penggunaan edible coating berbahan kitosan
diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif pengawet alami sehingga fillet ikan
patin yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik dan mampu memperpanjang
umur simpan.

Rumusan Masalah
Fillet ikan patin merupakan hasil produk perikanan yang cepat mengalami
kemunduran mutu. Kemunduran mutu fillet ikan patin skinless akan
mempengaruhi tingkat penerimaan dari konsumen. Permintaan konsumen
terhadap produk perikanan segar dengan umur simpan yang lebih panjang dan
bermutu mendorong dilakukannya penelitian yang difokuskan pada penggunaan
bahan-bahan alami sebagai pengawet, misalnya kitosan. Kitosan sebagai bahan
pengawet dapat diaplikasikan sebagai edible coating. Penelitian mengenai
penggunaan bahan alami kitosan sebagai pengawet diperlukan untuk menentukan
pengaruh kitosan yang diaplikasikan sebagai edible coating dalam
mempertahankan mutu fillet ikan patin skinless selama penyimpanan suhu chilling
(4ºC).

3
 

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi kitosan dalam
pembuatan edible coating dan lama perendaman terhadap daya hambat
kemunduran mutu fillet ikan patin skinless pada penyimpanan suhu chilling (4ºC)
selama lima hari.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
efektivitas edible coating kitosan sebagai bahan pengawet pada fillet ikan patin
skinless.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pengambilan ikan patin segar
(Pangasius sp.), preparasi ikan patin (Pangasius sp.), karakterisasi kitosan dan
fillet ikan patin skinless, pengamatan organoleptik terhadap fillet ikan patin,
pengujian pH, pengujian total plate count (TPC), pengujian total volatile base
(TVB) fillet ikan patin skinless.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2015. Ikan
patin diperoleh di CV Kurnia Fishery Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Bogor dan
kitosan diperoleh dari CV Biochitosan Indonesia. Proses preparasi fillet ikan,
penyimpanan fillet ikan dan analisis organoleptik dilakukan di Laboratorium
Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis
kemunduran mutu fillet ikan patin (analisis TVB, pH dan mikrobiologi) di
Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan
Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat.

Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan patin segar
dengan berat 472,48±17,04 g/ekor. Bahan yang digunakan untuk membuat edible
coating adalah kitosan, asam asetat 1%, dan akuades. Bahan yang digunakan
untuk analisis mikrobiologi adalah akuades, Butterfield’s phosphate buffered dan
media agar PCA. Bahan yang digunakan untuk analisis TVB adalah TCA 7%,

 
 

4
 

H3BO3, K2CO3 jenuh, dan HCl 0,02 N. Bahan yang digunakan untuk analisis
derajat keasaman (pH) adalah akuades.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah scoresheet organoleptik
fillet ikan segar (SNI 01-2346-2006), FTIR Spectroscopy (Bruker Tensor 37),
oven (Yamato DV 40), pH meter (Thermo), vortex (Thermo Scientific), inkubator
(Yamato), homogenizer (Philip), stomacher (Stomacher 400 Circulator),
viskometer (Toki Sangyo Co LTd), dan clean bench (Pathfinder).

Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama penelitian ini adalah
karakterisasi kitosan (analisis komposisi kimia dan gugus fungsi) dan pembuatan
larutan coating kitosan dengan konsentrasi 0, 1, dan 2%. Larutan coating kitosan
dianalisis viskositasnya. Tahap kedua penelitian ini adalah preparasi ikan patin
menjadi fillet ikan patin skinless dan karakterisasi fillet ikan patin (ukuran fillet
ikan, rendemen ikan patin, dan komposisi kimia fillet ikan patin). Analisis
komposisi kimia kitosan dan fillet ikan patin skinless adalah analisis kadar air
(BSN 1992), analisis kadar abu (BSN 1992), analisis kadar protein (BSN 1992),
dan analisis kadar lemak (BSN 1992). Tahap selanjutnya adalah perendaman
fillet ikan dalam larutan coating kitosan 0, 1, dan 2% selama 1 dan 3 menit serta
perlakuan kontrol (tanpa perendaman). Fillet ikan patin tersebut disimpan pada
suhu chilling (4ºC) dan dianalis tingkat kesegarannya. Analisis tingkat kesegaran
yang dilakukan meliputi uji organoleptik (BSN 2006a), analisis mikrobiologi
(BSN 2006b), analisis pH (BSN 1992), dan analisis TVB (BSN 2009). 
Pembuatan Larutan Edible Coating Kitosan (Modifikasi Butler et al. 1996)
Edible coating kitosan dibuat dengan tiga konsentrasi kitosan. Konsentrasi
kitosan yang digunakan adalah 0, 1 dan 2%. Larutan dengan konsentrasi 0%
dibuat dengan mencampurkan 30 mL asam asetat dan 70 mL akuades. Edible
coating dengan konsentrasi 1 dan 2% dibuat dengan melarutkan 1 dan 2 gram
kitosan ke dalam 30 mL asam asetat, kemudian ditambah 70 mL akuades.
Pelarutan kitosan dalam asam asetat 1% dilakukan bertahap agar kitosan dengan
larut secara sempurna. Larutan dihomogenkan dengan pengaduk magnetic stirer
pada suhu 50oC selama 60 menit sampai larutan coating terlarut dengan
sempurna. Pemilihan pelarut kitosan yang digunakan untuk melarutkan kitosan
adalah asam asetat dengan konsentrasi 1%.
Proses Preparasi Fillet Ikan (CAC 2012)
Ikan patin segar sebanyak 25 ekor dengan berat 472,48±17,04 gram per
ekor, dimatikan terlebih dahulu dengan memukul bagian kepalanya. Ikan patin
yang telah mati tersebut kemudian dibuat fillet skinless dengan memisahkan
bagian daging dengan kepala, tulang, dan kulit. Peralatan yang kontak langsung
dengan ikan dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan detergen food
grade kemudian disiram dengan menggunakan air panas. Pasokan air bersih yang
cukup diperlukan untuk mencuci fillet ikan dari lendir, darah, dan jeroan. Fillet
ikan patin skinless dijaga suhunya antara 0°C - 4°C dengan memberikan es
dengan ukuran yang cukup halus pada fillet ikan. Semua peralatan yang

5
 

digunakan dibersihkan kembali setelah proses preparasi dilakukan dan disimpan
pada tempat yang bersih.
Proses Pembuatan Fillet Ikan dengan Edible Coating Kitosan
Fillet ikan patin skinless hasil preparasi dengan berat 74,00±6,21 gram
diberi perlakuan coating kitosan dengan konsentrasi dan lama perendaman yang
berbeda. Fillet ikan patin skinless tersebut direndam dalam larutan coating kitosan
dengan konsentrasi 0, 1, dan 2% selama masing-masing 1 dan 3 menit, kemudian
diangkat dan ditiriskan. Larutan coating kitosan tidak dapat digunakan berulang
kali. Fillet ikan disimpan pada suhu chilling (4ºC) selama 5 hari. Pengukuran suhu
chilling dilakukan dengan menempatkan termometer pada fasilitas penyimpanan
dingin. Pengamatan kemunduran mutu fillet ikan patin skinless dilakukan pada
hari ke 0, 2, dan 5. Hasil pembuatan fillet ikan skinless dengan edible coating
dapat dilihat pada Lampiran 1. Alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Prosedur Analisis
Analisis Kadar Air (BSN 1992)
Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui kadar air pada fillet ikan
patin skinless. Tahap pertama yang dilakukan adalah mengeringkan cawan
porselen dalam oven pada suhu 102-105°C selama 30 menit. Cawan tersebut
diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) pada suhu ruang hingga
beratnya konstan. Sampel seberat 2 gram ditimbang dan dimasukkan kedalam
cawan porselen. Cawan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105°C
selama 6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator pada suhu ruang,
kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air adalah sebagai berikut:
Kadar Air (%) =

B-C
B-A

 x 100%

Keterangan:
A
= Berat cawan kosong (gram)
B
= Berat cawan dengan sampel (gram)
C
= Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)
Analisis Kadar Abu (BSN 1992)
Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui jumlah abu pada fillet ikan
patin skinless terkait dengan mineral. Cawan porselen dikeringkan di dalam oven
selama 30 menit dengan suhu 105°C, lalu diletakkan dalam desikator pada suhu
ruang, kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 3 gram dimasukkan ke dalam
cawan porselen, kemudian dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu sekitar
105°C sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600°C
selama 2-3 jam sehingga abu berwarna putih. Cawan porselen dimasukkan dalam
desikator, kemudian ditimbang beratnya. Perhitungan kadar abu adalah sebagai
berikut:
Kadar Abu (%) =

C-A
B-A

x 100%

 
 

6
 
 Analisis komposisi
kimia
 Analisi FTIR

Serbuk kitosan

Penimbangan 0, 1, dan 2 gram

30 mL asam asetat
1%

Pelarutan

Pengadukan dengan stirer pada suhu
50oC selama 60 menit
Ikan Patin Segar
70 mL akuades

Pelarutan
Pematian ikan
Pengukuran
morfometrik dan
bagian tubuh
ikan patin

Pengadukan dengan stirer pada suhu
50oC selama 15 menit
Preparasi
Penyaringan

Analisis
komposisi kimia

Fillet ikan
Larutan coating

Analisis viskositas

Perendaman fillet ikan patin skinless dalam larutan asam
asetat dan larutan edible coating 1 dan 2% selama 1 dan
3 menit
Penirisan selama 1 menit
Pemasukan fillet yang telah dilapisi kitosan ke dalam plastik steril

Penyimpanan selama 5 hari pada suhu chilling (4°C)

Pengamatan pada hari ke 0, 2, dan 5

Fillet ikan dengan
coating kitosan pada hari
ke 0, 2, dan 5

Gambar 1 Alur penelitian

Analisis kemunduran mutu:
 Uji organoleptik
 Analisis pH
 Analisis mikrobiologi
 Analisis TVB

7
 

Keterangan:
A
= Berat cawan porselen kosong (gram)
B
= Berat cawan porselen dengan sampel (gram)
C
= Berat cawan porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram)
Analisis Kadar Protein (BSN 1992)
Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein
kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam
analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
(1) Tahap destruksi
Fillet ikan patin skinless ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Setengah tablet kjeldahl atau selenium
dimasukkan ke dalam labu kjeldahl dan ditambah 10 mL H2SO4. Tabung yang
berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410°C.
Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.
(2) Tahap destilasi
Sampel yang telah didestruksi dilarutkan ke dalam labu takar 100 mL
dengan menggunakan akuades. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat
destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 10 mL. Cairan dalam
ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmenyer 125 mL berisi larutan
H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan bromcresol green) yang ada di
bawah kondensor. Destilasi dilakukan hingga terjadi perubahan warna dari merah
muda menjadi biru.
(3) Tahap titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan
erlenmeyer berubah warna menjadi merah muda. Perhitungan kadar protein
adalah sebagai berikut:
Kadar Protein (%) =
Keterangan:
FP
= Faktor pengenceran

Vol HCL x N HCl x 

,

mg sampel

 x  ,

 x Fp 

x 100%

Analisis Kadar Lemak (BSN 1992)
Sampel fillet ikan patin skinless seberat 2 gram (W1) dimasukkan ke dalam
kertas saring, kemudian dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Selongsong
lemak berisi sampel dimasukkan ke dalam soxhlet. Labu lemak yang sudah
ditimbang berat tetapnya (W2) disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong
lemak dimasukkan ke dalam tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak
heksana. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan
pada suhu 80°C dengan menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut
lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak
menguap. Pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor saat proses destilasi, dan
dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak
dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C, setelah itu labu didinginkan dalam
desikator sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar lemak adalah sebagai
berikut:

 
 

8
 

Kadar Lemak (%) = 

W ‐W

x 100 %

W

Keterangan :
W1
= Berat sampel (gram)
W2
= Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3
= Berat labu lemak dengan lemak (gram)
Analisis Viskositas (BSN 1998)
Analisis viskositas larutan menggunakan metode SNI 06-4558-1998.
Sampel sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam wadah kemudian diukur
viskositasnya menggunakan viskometer (Toki Sangyo Co LTd) dengan spindel no
2 dan kecepatan 60 rpm. Faktor koreksi untuk spindel 2 adalah 5. Nilai viskositas
(cp) adalah angka hasil pengukuran x faktor konversi.
 

Analisis Gugus Fungsi Kitosan (Domszy and Roberts 1985)
Analisis FTIR digunakan untuk mengetahui struktur dan derajat deasetilasi
kitosan. Analisis ini dilakukan dengan mencampurkan 2 mg serbuk kitosan
dengan 200 mg KBr untuk dijadikan pelet. Pelet dibuat dengan menggunakan
hand press Shimadzu. Pengukuran spektrum FTIR dilakukan dengan
menggunakan Spektrometer FTIR (Bruker Tensor 37) yang dilengkapi dengan
detektor DTGS yang memunculkan puncak-puncak dari gugus fungsi yang
terdapat pada sampel kitosan. Pengukuran derajat deasetilasi kitosan dilakukan
berdasarkan kurva yang tergambar oleh spektrofotometer. Puncak tertinggi (P0)
dan puncak terendah (P) dicatat dan diukur dengan garis dasar yang dipilih.
Nisbah absorbansi dihitung dengan rumus:
A=

Log P
P

Keterangan:
= Jarak antara garis dasar dengan garis singgung antara dua puncak
P0
tertinggi dengan panjang gelombang 1.655 cm-1 atau 3450 cm-1.
P
= Jarak antara garis dasar dengan lembah terendah dengan panjang
gelombang 1.655 cm-1 atau 3450 cm-1.
-1

-1

Perbandingan absorbansi pada 1.655 cm dengan absorbansi 3.450 cm
digandakan satu per standar N-deasetilasi kitosan (1,33). Pengukuran nilai derajat
deasetilasi kitosan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
N-deasetilasi (%) = 1-

A

A

 

x

1
1,33

Keterangan:
A1655 = Absorbansi pada panjang gelombang 1.655 cm-1.
A3450 = Absorbansi pada panjang gelombang 3.450 cm-1.
1,33 = Konstanta untuk derajat deasetilasi yang sempurna.
 

9
 

Analisis Proporsi Bagian Tubuh Ikan
Perhitungan bagian tubuh ikan dilakukan berdasarkan proporsi bobot
bagian tubuh terhadap bobot ikan patin awal. Perhitungan proporsi bagian tubuh
ikan adalah sebagai berikut:
Bagian tubuh ikan (%) =

Bobot contoh (g)
Bobot awal (g)

  100

Uji Organoleptik (BSN 2006a) 
Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian yang bersifat subjektif
menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk daya penerimaan terhadap
makan. Tujuan uji organoleptik adalah untuk mengetahui mutu fillet ikan patin
skinless yang dilapisi dengan edible coating kitosan dari segi kenampakan, bau,
dan tekstur. Score sheet uji organoleptik fillet ikan segar (SNI 01-2346-2006)
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Analisis Derajat Keasaman (pH) (BSN 1992)
Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter digital. Alat pH meter
harus dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tisu sebelum digunakan
untuk menganalisis pH fillet ikan. Alat pH meter selanjutnya akan dikalibrasi
menggunakan larutan buffer pH 4 lalu dicelupkan pada buffer pH 7 dan dibiarkan
sesaat hingga stabil. Fillet ikan sebanyak 10 gram ditambah akuades sebanyak
90 mL dan dihomogenisasi. Alat pH meter tersebut kemudian dicelupkan pada
larutan fillet ikan yang telah dihomogenisasi.
Analisis Mikrobiologi (BSN 2006b)
Analisis mikrobiologis digunakan dengan metode total plate count (TPC).
Prinsip kerja analisa TPC adalah perhitungan jumlah koloni bakteri yang ada di
dalam sampel (fillet ikan patin skinless) dengan pengenceran secara duplo.
Pembuatan larutan sampel dengan cara mencampur 10 gram sampel ke dalam
larutan pengencer sebanyak 90 mL dan dihomogenkan. Campuran larutan contoh
tersebut diambil 1 mL dan dimasukkan ke dalam botol berisi 9 mL larutan
pengencer steril sehingga diperoleh contoh dengan pengenceran 10-2, selanjutnya
dihomogenkan dan dilakukan pengenceran seterusnya sesuai kebutuhan. Larutan
pengencer yang digunakan adalah butterfield’s phosphate buffered. Pengambilan
sampel dan pengenceran dilakukan secara aseptik. Pemipetan dilakukan dari
masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 mL dan dipindahkan ke dalam
cawan petri secara duplo menggunakan pipet steril. Media agar (PCA)
dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 10 mL dan digoyangkan sampai
permukaan agar merata (metode cawan tuang), kemudian didiamkan beberapa
saat hingga dingin dan mengeras. Cawan petri yang telah berisi agar dan larutan
contoh dimasukkan kedalam inkubator dengan posisi terbalik, yaitu tutup cawan
diletakkan dibagian bawah cawan petri. Suhu inkubator yang digunakan adalah
sekitar 37oC dan diinkubasi selama 2 hari, selanjutnya dilakukan pengamatan
dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam cawan petri. Mikroba dapat
dihitung dengan persamaan berikut ini:

 
 

10
 

N=

∑ 

.

Keterangan:
∑c
= Jumlah seluruh mikroba yang dapat dihitung (25-250)
n1
= Jumlah cawan dari pengenceran pertama
n2
= Jumlah cawan dari pengenceran kedua
d
= Faktor pengenceran pada pengenceran pertama
Analisis Total Volatile Base (BSN 2009)
Salah satu parameter dalam menentukan kemunduran mutu ikan adalah
kadar total volatile base (TVB). Kadar TVB bertujuan untuk menentukan jumlah
kandungan senyawa-senyawa basa volatil yang terbentuk akibat degradasi protein.
Prinsip dari analisa TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa basa volatil
(amonia, mono-, di- dan trimetilamin). Senyawa-senyawa tersebut kemudian
diikat oleh H3BO3 kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N. Sampel fillet
ikan sebanyak 15 gram ditambah 45 mL larutan TCA 7%, kemudian
dihomogenisasi selama 2 menit, disaring dengan kertas saring sehingga filtrat
yang diperoleh berwarna jernih.
Larutan H3BO3 sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam inner chamber
cawan conway dan tutup cawan diletakkan dengan posisi setengah menutupi
cawan. Filtrat dimasukkan ke dalam outer chamber sebanyak 1 mL disebelah kiri,
kemudian ditambah 1 mL K2CO3 jenuh ke dalam outer chamber sebelah kanan
sehingga filtrat dan K2CO3 tidak tercampur. Cawan segera ditutup dan digerakkan
memutar sehingga kedua cairan di outer chamber tercampur. Blanko dibuat
dengan prosedur yang sama tetapi filtrat diganti dengan larutan TCA 7%.
Kedua cawan Conway tersebut disimpan dalam inkubator pada suhu 37oC
selama 2 jam. Larutan asam borat dalam inner chamber cawan conway yang
berisi blanko dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N sehingga berubah warna menjadi
merah muda. Cawan conway berisi dengan larutan yang sama dititrasi sehingga
menjadi warna merah muda yang sama dengan blanko .
Kadar TVB = j-i x N HCl x

100
M

x

fp
1

x 14 mg

N
100g

Keterangan:
j
= Volume HCl 0.02 N yang dibutuhkan untuk titrasi
i
= Volume titrasi blanco
M
= Berat sampel
Fp
= Faktor pengencer
N
= Normalitas HCl (0,02 N)
 
 

Analisis Data
Data karakterisasi kitosan dan fillet ikan patin skinless diolah dengan
analisa statistik deskriptif menggunakan standar deviasi. Pengujian organoleptik
dilakukan dengan analisa non parametrik menggunakan metode uji KruskalWallis (Mattjik dan Sumertajaya 2002) yaitu:

11
 

a. Merangking data dari yang terkecil hingga yang terbesar untuk seluruh
perlakuan dalam satu parameter.
b. Menghitung total dan rata-rata untuk setiap perlakuan.
c. Uji lanjut Dunn dilakukan apabila hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa
perlakuan memberikan pengaruh.
Rumus uji Kuskal-Wallis adalah sebagai berikut (Montgomery 1997) :
K=

S

 

∑ki=1

Ri2
ni



N(N+1)2
4

Keterangan:
K
= Nilai Kruskal-Wallis dari hasil perhitungan
2
S
= Ragam
Ri
= Jumlah ranking dari kategori/perlakuan ke i
ni
= Banyaknya ulangan pada kategori/perlakuan ke-i
k
= Banyaknya kategori/perlakuan (i=1,2,3,…..,k)
N
= Jumlah seluruh data
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0
= Perbedaan konsentrasi kitosan dan lama perendaman memberikan
pengaruh yang sama terhadap nilai organoleptik fillet ikan patin skinless.
H1
= Minimal ada satu jenis konsentrasi kitosan dan lama perendaman
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai organoleptik fillet ikan patin
skinles.
Nilai Pvalue Zα/k(k-1)

  N N

 N  N

∑T

= Rata-rata peringkat untuk contoh /perlakuan ke-i dan ke-j
= Titik kritis pada kurva sebaran normal baku
= Banyaknya kategori/perlakuan (i=1,2,3,…..,k)
= Jumlah seluruh data
= Banyaknya ties (nilai yang sama pada pengamatan)

Hipotesis yang digunakan adalah:
H0
= Perbedaan konsentrasi kitosan dan lama perendaman memberikan
pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai organoleptik fillet ikan patin
skinless.
H1
= Perbedaan konsentrasi kitosan dan lama perendaman memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai organoleptik fillet ikan patin skinless.
Uji Kruskal-Wallis tidak dapat memperlihatkan pengaruh interaksi antara
dua faktor. Analisis data pH, TPC, dan TVB menggunakan rancangan acak
lengkap faktorial dengan 2 ulangan. Data pH, TPC, dan TVB yang didapat diuji
normalitas terlebih dahulu. Data dianalisis secara statistik dengan analisis ragam
(ANOVA) apabila data telah normal. Analisis dilanjutkan dengan uji lanjut

 
 

12
 

Duncan apabila hasil ANOVA berbeda nyata. Perlakuan yang diberikan terdiri
atas dua perlakuan, yaitu konsentrasi kitosan yang digunakan dalam pembuatan
edible coating dan lama perendaman fillet ikan dalam larutan coating. Analisis ini
menggunakan software Statistical Analysis System (SAS) 9 Portable. Model
matematika yang digunakan adalah (Mattjik dan Sumertajaya 2002):
:
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan:
Yijk : Pengamatan faktor A level i, faktor B level j
μ
: Nilai tengah umum
αi
: Pengaruh faktor ke A (konsentrasi kitosan) level i
: Pengaruh faktor ke B (lama perendaman dalam larutan kitosan) level j
βj
(αβ)ij : Interaksi AB pada A level i dan B level j
εij
: Galat percobaan
Hipotesis yang digunakan dengan metode rancangan acak lengkap faktorial ini
adalah:
1. H0 = Konsentrasi kitosan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap mutu fillet ikan patin
H1 = Konsentrasi kitosan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
mutu fillet ikan patin
2. H0 = Lama perendaman fillet ikan dalam larutan edible coating kitosan tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap mutu fillet ikan patin
H1 = Lama perendaman fillet ikan dalam larutan edible coating kitosan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap mutu fillet ikan patin
3. H0 = Interaksi antara konsentrasi kitosan dan lama perendaman fillet ikan
dalam larutan edible coating kitosan tidak memberikan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap mutu fillet ikan patin
H1 = Interaksi antara konsentrasi kitosan dan lama perendaman fillet ikan
dalam larutan edible coating kitosan memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap mutu fillet ikan patin

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Kitosan
Kitosan yang digunakan pada penelitian ini berasal dari proses deasetilasi
kitin cangkang udang. Kitosan tersebut dianalisis karakteristiknya dan
dibandingkan dengan kitosan standar sehingga kualitas kitosan tersebut dapat
diketahui. Kitosan yang digunakan pada penelitian ini berbentuk serbuk-serbuk
kecil. Indrastri et al. (2012) menyatakan bahwa bentuk partikel kitosan
dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan. Hasil analisis komposisi
kimia kitosan yang digunakan dan komposisi kimia kitosan standar dapat dilihat
pada Tabel 1.

13
 

Tabel 1 Analisis komposisi kimia kitosan
Parameter

Nilai

Bentuk partikel
Kadar Air (%)
Kadar Abu (%)
Kadar Nitrogen (%)
Derajat Deasetilisasi (%)
Warna Larutan
*BSN 2013

Kitosan Standar*
Serpihan-serbuk
Maks 12%
Maks 5%
Maks 5%
Min 75%
Jernih

Kitosan Uji
Serpihan kecil
10,25 ± 0,21%
0,82 ± 0,07%
5,85 ± 0,02%
83 %
Jernih

Kadar air kitosan yang dihasilkan adalah 10,25±0,0001%. Standar kadar
air kitosan adalah ≤12% (BSN 2013) maka kadar air kitosan yang digunakan
sudah memenuhi standar mutu. Kadar air yang terkandung pada kitosan
dipengaruhi oleh proses pengeringan, lama pengeringan yang dilakukan, jumlah
kitosan yang dikeringkan dan luas tempat permukaan tempat kitosan yang
dikeringkan (Saleh et al. 1994). Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang
terdapat dalam suatu bahan. Proses demineralisasi semakin efektif jika nilai kadar
abu kitosan yang digunakan semakin kecil. Kadar abu pada kitosan merupakan
parameter penting yang dapat memengaruhi kelarutan, mengakibatkan viskositas
rendah dan dapat memengaruhi karakteristik produk akhir (No dan Meyers 1995).
Kadar abu kitosan yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,82±0,0001%.
Standar kadar abu dalam kitosan adalah ≤5% (BSN 2013) maka kadar abu kitosan
yang digunakan sudah memenuhi standar mutu.
Kadar nitrogen menunjukkan kandungan nitrogen yang terdapat pada
kitosan. Efektivitas proses deproteinasi pada pembuatan protein dapat ditentukan
melalui kadar nitrogen total yang terdapat pada kitosan (Hong et al. 1989). Kadar
nitrogen kitosan yang dihasilkan yaitu sebesar 5,85 ± 0,02%. Hal ini menunjukkan
kadar nitrogen yang lebih besar dari nilai SNI, yaitu ≤5%. Nilai dari kadar
nitrogen sangat dipengaruhi oleh proses deproteinasi. Viskositas juga merupakan
salah satu parameter mutu kitosan. Nilai viskositas dari larutan kitosan dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai viskositas larutan kitosan
Konsentrasi kitosan (%)
0
1
2

Viskositas (cP)
3,70 ± 0,05
33,55 ± 0,06
70,10 ± 0,03

Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai viskositas larutan kitosan
semakin meningkat dengan bertambahnya konsentrasi kitosan yang digunakan.
Viskositas kitosan tergantung dari berat molekul kitosan, konsentrasi larutan,
tingkat deasetilasi, pH dan suhu. Hwang dan Shin (2000) menyatakan viskositas
larutan kitosan akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi polimer. Hal ini
juga dapat menyebabkan meningkatnya ketebalan atau ketangguhan dari lapisan
kitosan. Nilai viskositas minimal kitosan adalah 5 cP (BSN 2013). Nilai viskositas
kitosan yang digunakan tergolong rendah, yaitu dibawah 200 cP. Viskositas edible
coating kitosan yang rendah diperlukan dalam industri makanan karena akan
mempermudah difusi kitosan ke dalam bahan pangan (Renur 2014). Viskositas

 
 

14
 

yangg tinggi akann membutuhhkan waktuu yang lebihh lama dalam
m proses peengeringan
dan ppembentukaan lapisan pada
p
permuk
kaan produkk (Usawakeesmanee et al.
a 2005).
Salah saatu parametter mutu kitosan
k
yang cukup peenting adallah derajat
deaseetilasi. Sem
makin tinggii derajat deaasetilasinyaa, maka kitoosan sudah murni dari
penggotornya yaiitu protein, mineral dann pigmen seerta gugus asetil
a
sehing
gga kitosan
mem
miliki kelarrutan yangg sempurn
na dalam asam aseetat 1%. Nilai
N
DD
mengggambarkan
n penghilanngan guguss asetil (CO
OCH3) yangg terdapat pada kitin
(Suptijah 20066). Analisiss FTIR diilakukan untuk
u
meng
getahui nillai derajat
f
kitossan. Nilai DD
D kitosan
deaseetilasi (DD)) kitosan daan mengetaahui gugus fungsi
berdaasarkan hassil perhitunggan (Lampirran 3) adalaah 83%.
Standar nilai DD kiitosan adalaah ≥75% (B
BSN 2013) maka
m
nilai DD
D kitosan
yangg digunakan
n sudah meemenuhi staandar mutuu. Nilai kitoosan yang digunakan
menuurut sertifikkat analisis kitosan ad
dalah 87,5%
% (Lampiran 4). Perbeedaan nilai
DD dapat disebbabkan olehh perbedaaan metode analisis derrajat deasettilasi yang
H dan suhu saat
s proses deasetilasi
dilakkukan (Khann et al. 20002), konsenttrasi NaOH
(Prassetyaningrum
m et al. 2007).
2
Gugus fungsi kitosan dappat diketah
hui dengan
mengggunakan analisis
a
FT
TIR. Gugus fungsi kittosan yang digunakann memiliki
guguus –OH padda bilangann gelombang 3433cm-11 dan gugu
us N-H padda bilangan
-1
gelom
mbang 16555,64 cm . Haerudin
H
et al. (2010) menyatakan
m
n bahwa padda panjang
gelom
mbang 3450
0-3200 cm-1 terdapat gugus
g
OH dan
d NH, pad
da panjang gelombang
g
27833 cm-1 dann 1656 cm
m-1 terdap
pat gugus CH dan NH. Hasiil analisis
spekttrofotometeer FT-IR kittosan dapatt dilihat padda Gambar 2.
2

OH
H

NH

 

Gaambar 2 Hassil analisis spektrofotom
s
meter FT-IR
R kitosan

15
 

Karakteristik Fillet Ikan Patin Skinless
Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih perak dengan
punggung kebiru–biruan. Kepala ikan kecil dengan mulut terletak di ujung kepala
sebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas catfish (Djarijah 2001).  Karakteristik
dari fillet ikan patin yang dilakukan meliputi ukuran, berat, dan komposisi kimia
dari fillet ikan patin skinless yang digunakan. Ukuran dan berat ikan patin
dipengaruhi oleh pertumbuhan, jenis kelamin, umur, makanan dan lingkungan
yang mendukung untuk pertumbuhan (Efendi 1997). Hasil pengamatan ukuran
ikan dan fillet ikan patin skinless dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Ukuran ikan dan fillet ikan patin skinless
Parameter

Nilai
472,00 ± 17,04
35,08 ± 1,96
31,60 ± 2,14
74,00 ± 6,21
16,68 ± 1,11

Berat ikan (g)
Panjang ikan (cm)
Panjang baku ikan (cm)
Berat fillet skinless (g)
Panjang fillet skinless (cm)
Keterangan: nilai diambil dari rata-rata 25 ekor ikan

Ikan patin pada penelitian ini memiliki daging fillet sebesar 31,32% dari
berat ikan. Ningsih (2011) menyatakan bagian daging fillet dari ikan patin
mencapai 38,56%, bagian kulit 3,73%, bagian jeroan 14,43% dan bagian tertinggi
terdapat pada tulang dan kepala, yaitu sebesar 43,28%. Proporsi masing-masing
bagi