Pemetaan Stok Karbon Tegakan Hutan Menggunakan Citra Landsat ETM+ di PT. Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah

PEMETAAN STOK KARBON TEGAKAN HUTAN MENGGUNAKAN
CITRA LANDSAT ETM+ DI PT. SARMIENTO PARAKANTJA
TIMBER KALIMANTAN TENGAH

CHRISTON COSMAS ANDREAS

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Stok Karbon
Tegakan Hutan Menggunakan Citra Landsat ETM+ di PT. Sarmiento Parakantja
Timber Kalimantan Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013
Christon Cosmas Andreas
NIM E14090060

ABSTRAK
CHRISTON COSMAS ANDREAS. Pemetaan Stok Karbon Tegakan Hutan
Menggunakan Citra Landsat ETM+ di PT. Sarmiento Parakantja Timber
Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh NINING PUSPANINGSIH.
Selain memanfaatkan fungsi produksi hutan sebagai penghasil kayu,
perusahaan pemegang IUPHHK (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu)
berperan dalam mengelola fungsi ekologi hutan sebagai penyerap dan penyimpan
karbon. Tujuan penelitian ini adalah menduga dan melakukan pemetaan stok
karbon tegakan hutan alam PT. Sarmiento Parakantja Timber. Penelitian ini
menggunakan kombinasi persamaan allometrik (Brown dan Ketterings et al.)
dengan data penginderaan jauh. Stok karbon yang diduga adalah stok karbon
tegakan tiang (diameter 10-19 cm) dan pohon (diameter ≥ 20 cm). Sampel diambil
pada 2 tempat, yaitu areal hutan di luar dan di dalam RKT 2011, 2012, dan 2013.

Hasil penelitian ini menunjukkan dugaan rata-rata stok karbon total tiang dan
pohon pada luar areal RKT tersebut untuk persamaan Brown 229.28 ton/ha dan
untuk persamaan Ketterings et al. 201.39 ton/ha. Pada areal TPTI dan TPTJ RKT
tersebut, dugaan rata-rata stok karbon total tiang dan pohon 173.68 ton/ha (TPTI)
dan 124.04 ton/ha (TPTJ) untuk persamaan Brown, 167.10 ton/ha (TPTI) dan
118.52 ton/ha (TPTJ) untuk persamaan Ketterings et al.
Kata kunci: IUPHHK, penginderaan jauh, persamaan allometrik, stok karbon,
tegakan hutan

ABSTRACT
CHRISTON COSMAS ANDREAS. Forest Stand Carbon Stock Mapping Using
Landsat ETM+ Image at PT. Sarmiento Parakantja Timber Central Kalimantan.
Supervised by NINING PUSPANINGSIH.
Besides using the forest production function as wood producer, IUPHHK
(forest concession) company has a role to manage the forest ecology function as
carbon sink and reservoir. This research was aimed to estimate and make a map of
PT. Sarmiento Parakantja Timber natural forest stand carbon stock. This research
used a combination of allometric equations (Brown and Ketterings et al.) and
remote sensing data. The estimated carbon stock in this research was carbon stock
for pole (diameter 10-19 cm) and tree (diameter ≥ 20 cm). The samples taken at 2

places, i.e. outside and inside RKT (annual working plan) 2011, 2012, 2013 forest
area. This research showed the average estimated total carbon stock of pole and
tree for the outside of those area 229.28 ton/ha by Brown equation and 201.39
ton/ha by Ketterings et al. equation. Inside TPTI (selected logging and Indonesia
planting silviculture system) and TPTJ (selected logging and strip planting
silviculture system) area of those RKT area, the average estimated total carbon
stock of pole and tree 173.68 ton/ha (TPTI) and 124.04 ton/ha (TPTJ) by Brown
equation, 167.10 ton/ha (TPTI) and 118.52 ton/ha (TPTJ) by Ketterings et al.
equation.
Keywords: allometric equation, carbon stock, forest concession, forest stand,
remote sensing

PEMETAAN STOK KARBON TEGAKAN HUTAN MENGGUNAKAN
CITRA LANDSAT ETM+ DI PT. SARMIENTO PARAKANTJA
TIMBER KALIMANTAN TENGAH

CHRISTON COSMAS ANDREAS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pemetaan Stok Karbon Tegakan Hutan Menggunakan Citra Landsat
ETM+ di PT. Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah
Nama
: Christon Cosmas Andreas
NIM
: E14090060

Disetujui oleh

Dr Nining Puspaningsih, MSi

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc F Trop
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Pemetaan Stok Karbon Tegakan Rutan Menggunakan Citra Landsat
ETM+ di PT. Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah
: Christon Cosmas Andreas
Nama
: E14090060
NlM

Disetujui oleh

Dr Nining Puspaningsih, MSi
Pembimbing


.

セ@ Lセ

N@ L@

f'ot - "\ ·' r .

Diketahui oleh

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

'2 7 DEC !m3

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
anugerah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2013 ini adalah stok
karbon hutan, dengan judul Pemetaan Stok Karbon Tegakan Hutan Menggunakan
Citra Landsat ETM+ di PT. Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Nining Puspaningsih, MSi
selaku pembimbing atas segala kesabaran dan pengarahan yang diberikan kepada
penulis. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada pimpinan PT.
Sarmiento Parakantja Timber; pak Pamuji Raharjo selaku Kabid. Perencanaan PT.
Sarmiento Parakantja Timber dan pak Supit selaku Kabag. Perencanaan PT.
Sarmiento Parakantja Timber atas segala kesabaran dan pengarahan yang
diberikan kepada penulis selama pengambilan data; pak Surip, pak Ihun, pak
Usman, pak Heri, dan staf perencanaan PT. Sarmiento Parakantja Timber lainnya
yang setia menemani penulis dalam pengambilan data di lapangan. Ucapan terima
kasih juga penulis ucapkan kepada ayah, ibu, kedua adik penulis (Desca dan
Ronald), seluruh keluarga besar penulis, kawan-kawan @rt.com PMK IPB
khususnya angkatan 46 (Fredy, Ria, Julian, Martua, Sandro, Nando, Yoshi, Yenni,
Nesvi, Sule, Winny, Lita, Maslina, Nia, dan lainnya), keluarga Lab. GIS (pak Prof
Nengah, pak Uus, Unge, Gea, Jajang, Finny, Ika, Bundo, Tika, Sofian, Hastuti,
Panjul, Dini, om J, om Sam), Bang Andrew, dan kawan-kawan MNH 46 atas
segala doa, bantuan, kasih sayang, dan motivasi yang diberikan kepada penulis
selama menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi akademisi dan praktisi kehutanan
serta pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Desember 2013
Christon Cosmas Andreas

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan

1

Manfaat

1

METODE

2

Waktu dan Lokasi


2

Alat dan Bahan

2

Tahapan Penelitian

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tutupan Lahan

9
9

Kelas Hutan

10


Vegetasi

11

Biomassa Tegakan Hutan

12

Stok Karbon Tegakan Hutan

15

Stok Karbon Total Tiang dan Pohon di PT. Sarmiento Parakantja Timber

19

Pemetaan Stok Karbon Tegakan Hutan

19

SIMPULAN DAN SARAN

21

Simpulan

21

Saran

21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Karakteristik citra Landsat ETM+
Jumlah plot contoh pada kelas hutan A, B, C, dan D di luar areal RKT
2011, 2012, dan 2013
Jumlah plot contoh pada areal RKT 2011, 2012, dan 2013
Persamaan allometrik untuk menduga biomassa di hutan alam tropis
Persamaan allometrik untuk menghitung biomassa
Tutupan lahan hasil klasifikasi citra Landsat ETM+ di areal PT.
Sarmiento Parakantja Timber
Tutupan lahan hasil klasifikasi citra Landsat ETM+ di luar areal RKT
2011, 2012, dan 2013
Tutupan lahan hasil klasifikasi citra Landsat ETM+ di areal RKT 2011,
2012, dan 2013
Kelas hutan hasil klasifikasi citra Landsat ETM+ di luar areal RKT
2011, 2012, dan 2013
Kelas hutan hasil klasifikasi citra Landsat ETM+ di areal RKT 2011,
2012, dan 2013
Rata-rata diameter dan jumlah (kerapatan) tiang dan pohon di luar areal
RKT 2011, 2012, dan 2013
Rata-rata diameter dan jumlah (kerapatan) tiang dan pohon di areal
RKT 2011, 2012, dan 2013
Rata-rata biomassa tiang dan pohon di luar areal RKT 2011, 2012, dan
2013
Rata-rata biomassa total tiang dan pohon di luar areal RKT 2011, 2012,
dan 2013
Rata-rata biomassa tiang dan pohon di areal RKT 2011, 2012, dan 2013
Rata-rata biomassa total tiang dan pohon di areal RKT 2011, 2012, dan
2013
Rata-rata stok karbon tiang dan pohon di luar areal RKT 2011, 2012,
dan 2013
Rata-rata stok karbon total tiang dan pohon di luar areal RKT 2011,
2012, dan 2013
Rata-rata stok karbon tiang dan pohon di areal RKT 2011, 2012, dan
2013
Rata-rata stok karbon total tiang dan pohon di areal RKT 2011, 2012,
dan 2013
Stok karbon total tiang dan pohon di PT. Sarmiento Parakantja Timber
tahun 2013

2
5
5
8
8
9
9
9
10
10
11
12
12
13
14
14
15
16
17
18
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Lokasi penelitian
Citra Landsat ETM+ areal PT. Sarmiento Parakantja Timber liputan
tahun 2011
Sebaran plot contoh penelitian
Bentuk plot contoh
Sebaran stok karbon tegakan hutan PT. Sarmiento Parakantja Timber

3
4
6
7
20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian
Tegakan hutan alam pada kelas hutan A, B, C, dan D
Tegakan hutan alam pada areal TPTI dan TPTJ RKT 2011, 2012, dan
2013

23
25
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan sebagai suatu ekosistem memiliki 3 fungsi, yaitu fungsi produksi,
fungsi ekologi, dan fungsi sosial. Fungsi ekologi hutan diantaranya adalah
pengatur iklim mikro, perlindungan tanah dan air, dan sumber plasma nutfah flora
dan fauna (Atmawidjaja 1995, diacu dalam Aswandi 2000). Selain ketiga fungsi
tersebut, terdapat fungsi ekologi lain dari hutan terkait masalah perubahan iklim
yang sedang dihadapi oleh dunia saat ini akibat pemanasan global, yaitu penyerap
dan penyimpan karbon (carbon sink and reservoir).
Sebelum muncul isu perubahan iklim akibat pemanasan global, fungsi hutan
sebagai penyerap dan penyimpan karbon tidak begitu diperhatikan. Namun, sejak
isu itu muncul, fungsi hutan tersebut mendapat perhatian dari berbagai negara di
dunia. Program REDD (Reduced Emission from Deforestation and Degradation)
yang dibuat pada UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate
Change) CoP ke-13 di Bali dan REDD+ (Reduced Emission from Deforestation
and Degradation+) yang dibuat setelahnya merupakan bentuk perhatian dunia
terhadap perubahan iklim melalui pengurangan emisi CO2 yang berasal dari
deforestasi dan degradasi hutan (Purbawiyatna et al. 2012). Indonesia sebagai
negara berkembang yang memiliki hutan luas merupakan salah satu peserta dalam
program tersebut.
Perusahaan pemegang IUPHHK (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu) selain memanfaatkan fungsi produksi hutan sebagai penghasil kayu juga
berperan dalam mengelola fungsi ekologi hutan yang salah satunya adalah sebagai
penyerap dan penyimpan karbon. Hal tersebut tentunya juga dapat menjadi
insentif (ekonomi) bagi perusahaan bila melihat mekanisme carbon trading.
Untuk mengelola fungsi suatu hutan sebagai penyerap dan penyimpan karbon
tentunya terlebih dahulu harus diketahui potensi stok karbon yang dimiliki oleh
hutan tersebut. Potensi stok karbon hutan dapat diketahui melalui biomassa hutan.
Stewart et al. (1992) diacu dalam Aryono (2010) mengemukakan biomassa dapat
diduga salah satunya dengan menggunakan persamaan allometrik (metode non
destruktif). Kombinasi penggunaan persamaan allometrik dengan data remote
sensing dapat dilakukan dalam pendugaan stok karbon hutan seperti yang
dilakukan dalam penelitian ini.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menduga dan melakukan pemetaan stok
karbon tegakan hutan alam PT. Sarmiento Parakantja Timber.

Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi potensi tegakan
hutan alam PT. Sarmiento Parakantja Timber sebagai penyerap dan penyimpan
karbon.

2

METODE
Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Izin
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Sarmiento
Parakantja Timber Kalimantan Tengah. IUPHHK-HA PT. Sarmiento Parakantja
Timber terletak di 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Kotawaringin Timur, dan Kabupaten Katingan. Peta lokasi penelitian disajikan
pada Gambar 1. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Remote
Sensing dan GIS Fakultas Kehutanan IPB.

Alat dan Bahan
Alat
Alat yang digunakan untuk pengolahan dan analisis data adalah laptop
dengan software pengolahan citra (ArcMap 9.3 dan Erdas Imagine 9.1) dan
Microsoft Office 2007. Sedangkan untuk pengambilan data di lapangan adalah
phi-band, meteran, Global Positioning System (GPS), kompas, kamera dijital, dan
alat tulis.
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah softcopy citra
Landsat ETM+ areal PT. Sarmiento Parakantja Timber liputan tahun 2011 band
542 (RGB) format TIFF yang sudah terkoreksi (Gambar 2). Sensor ETM+
merupakan pengembangan sensor yang digunakan pada Landsat 7. Landsat 7
diluncurkan oleh Amerika Serikat pada tanggal 15 April 1999 dengan wahana
peluncur roket Delta II. ETM+ yang terdapat pada Landsat 7 adalah sensor buatan
Raytheon Santa Barbara Remote Sensing di California (Prahasta 2009). Sensor
ETM+ tersebut memiliki 8 band. Karakteristik citra Landsat ETM+ disajikan pada
Tabel 1.
Band
1
2
3
4
5
6
7
Pan

Tabel 1 Karakteristik citra Landsat ETM+
Keterangan
Domain spektral
Resolusi spasial
Biru (-hijau)
0.45-0.52 μm
30 meter
Hijau
0.52-0.60 μm
30 meter
Merah
0.63-0.69 μm
30 meter
NIR
0.76-0.90 μm
30 meter
SWIR
1.55-1.75 μm
30 meter
TIR
10.40-12.50 μm
60 meter
SWIR
2.08-2.35 μm
30 meter
VNIR/False color
0.52-0.90 μm
15 meter

Sumber: Prahasta (2009).

Selain citra Landsat ETM+, bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
softcopy peta areal kerja dan jaringan jalan PT. Sarmiento Parakantja Timber
format dwg, peta rencana plot penelitian, dan tally sheet.

3

Gambar 1 Lokasi penelitian

4

Gambar 2 Citra Landsat ETM+ areal PT. Sarmiento Parakantja Timber liputan tahun 2011

5
Tahapan Penelitian
Pengambilan Data
1. Penafsiran visual citra
Pada tahapan ini dilakukan penafsiran citra secara visual (digitasi on screen)
menggunakan elemen penafsiran utama berupa warna, bentuk, dan tekstur untuk
mendapatkan klasifikasi tutupan lahan di areal kerja PT. Sarmiento Parakantja
Timber. Klasifikasi tutupan lahan yang diperoleh adalah areal berhutan, areal
tertutup awan dan bayangan awan, dan areal tidak berhutan (badan air, ladang,
semak belukar, lahan terbuka, dan pemukiman). Berdasarkan hasil penafsiran citra
tersebut, dilakukan penafsiran citra kembali secara visual (digitasi on screen) pada
areal berhutan, yaitu:
Kelas A : warna hijau
Kelas C : warna hijau tua
Kelas B : warna hijau agak tua
Kelas D : warna hijau sangat tua
2. Peletakan plot contoh pada citra
Plot contoh diletakkan pada 2 tempat, yaitu kelas hutan A, B, C, D di luar
dan di dalam areal RKT 2011, 2012, 2013. Penentuan jumlah plot contoh
dilakukan secara purposive sampling dengan memperhatikan aksesibilitas (areal
yang mudah dijangkau) dan keterwakilan areal. Sebaran plot contoh disajikan
pada Gambar 3. Jumlah plot contoh untuk kelas hutan A, B, C, D di luar areal
RKT tersebut disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah plot contoh pada kelas hutan A, B, C, dan D di luar areal RKT
2011, 2012, dan 2013
Kelas hutan
Luas (ha)
Jumlah plot contoh
A
6 865.04
6
B
7 734.12
7
C
106 279.83
28
D
25 751.37
14
Jumlah
146 630.36
55
Plot contoh untuk areal RKT 2011, 2012, dan 2013 diletakkan pada areal
yang menggunakan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan
Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ). Ini dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan
stok karbon pada areal hutan bekas tebangan sistem silvikultur TPTI dan TPTJ.
Jumlah plot contoh pada areal RKT tersebut disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah plot contoh pada areal RKT 2011, 2012, dan 2013
RKT
2011
2012
2013

Sistem silvikultur
TPTI
TPTJ
TPTI
TPTJ
TPTJ
Jumlah

Luas hutan (ha)
609.37
4 680.07
360.19
4 851.93
3 589.30
14 090.86

Jumlah plot contoh
3
5
3
5
4
20

6

Gambar 3 Sebaran plot contoh penelitian

7
3. Pengambilan data lapangan
Plot contoh yang dibuat di lapangan berbentuk persegi dengan ukuran 20 m
x 20 m untuk tingkat pohon (diameter ≥ 20 cm) dan di dalam plot tersebut dibuat
plot persegi berukuran 10 m x 10 m untuk tingkat tiang (diameter 10 – 19 cm).
Bentuk plot contoh disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Bentuk plot contoh
Di dalam plot tersebut dilakukan pengambilan data lapangan berupa jenis
pohon dan diameter pohon setinggi dada (DBH). Peletakan plot contoh di
lapangan didasarkan pada koordinat plot contoh di citra dan disesuaikan juga
dengan kondisi lapangan dan aksesibilitas lokasi plot contoh.
Analisis Data
1. Perhitungan biomassa
Biomassa adalah jumlah total bahan organik hidup pohon yang dinyatakan
dalam ton berat kering oven per unit areal (pohon, hektar, daerah/wilayah, dan
negara). Pada kebanyakan hutan, biomassa diduga pada pohon-pohon dengan
diameter ≥ 10 cm dimana diameter tersebut adalah diameter minimum yang
diukur pada kebanyakan inventarisasi hutan (Brown 1997). Biomassa dapat
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above
ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground
biomass). Hairiah et al. (2001) mengemukakan bahwa yang termasuk ke dalam
komponen biomassa di atas permukaan tanah adalah semua vegetasi di atas
permukaan tanah yang masih hidup termasuk semak-semak, tumbuhan bawah,
dan bagian-bagian vegetasi yang mati (nekromassa) termasuk serasah di atas
permukaan tanah, tonggak yang mati, batang, cabang, dan ranting. Sedangkan
biomassa di bawah permukaan tanah umumnya adalah biomassa pada bagian akar
tumbuhan.
Menurut Ketterings et al. (2001), metode paling akurat dalam menduga
biomassa di atas permukaan tanah adalah dengan cara menimbang biomassa
(berat) pohon secara langsung di lapangan (metode destruktif), tetapi metode
tersebut membutuhkan waktu lama, bersifat sangat merusak lingkungan (hutan),
dan umumnya terbatas pada areal hutan yang luasannya sempit serta ukuran
pohon yang kecil. Pendugaan biomassa menggunakan metode non destruktif
(persamaan allometrik) bisa lebih cepat dilaksanakan dan areal hutan yang luas
bisa dijadikan sampel. Persamaan allometrik untuk menduga biomassa di hutan
alam tropis antara lain adalah persamaan yang dihasilkan dari penelitian Brown
(1997) dan Ketterings et al. (2001). Persamaan allometrik hasil penelitian Brown
(1997) tersedia untuk 3 tipe iklim (curah hujan) sedangkan hasil penelitian
Ketterings et al. (2001) untuk areal lembab. Persamaan tersebut disajikan pada
Tabel 4.

88
Tabel 4 Persamaan allometrik untuk menduga biomassa di hutan alam tropis
Curah hujan
(mm/tahun)
< 1500
(kering)
1500-4000
(lembab)
> 4000
(basah)

Persamaan allometrik
B = exp[-1.996 + 2.32 * ln (D)]
B = 10^[-0.535 + log10 (BA)]
B = 42.69 – 12.8000 (D) +
1.242 (D2)
B = exp[-2.134 + 2.530 * ln(D)]
B = 0,11 ρ D2.62
B = 21.297 – 6.953 (D) + 0.740
(D2)

R2

Sumber

0.89
0.94

Brown (1997)
Brown (1997)

0.84

Brown (1997)

0.97
0.90

Brown (1997)
Ketterings et al. (2001)

0.92

Brown (1997)

B: biomassa pohon (kg/pohon), BA: luas bidang dasar (cm 2), D: diameter pohon setinggi dada
(cm), ρ: kerapatan kayu (g/cm3).

Biomassa yang dihitung dalam penelitian ini adalah biomassa di atas
permukaan tanah pada tegakan berdiameter ≥ 10 cm (tingkat tiang dan pohon).
Perhitungan biomassa tersebut menggunakan persamaan allometrik Brown (1997)
dan Ketterings et al. (2001) untuk areal bercurah hujan 1500-4000 mm/tahun
(curah hujan rata-rata tahunan PT. Sarmiento Parakantja Timber 3084 mm/tahun).
Persamaan allometrik yang digunakan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Persamaan allometrik untuk menghitung biomassa
Persamaan allometrik
B = exp[-2.134 + 2.530 * ln (D)]
B = 0.11 ρ D2,62

R2
0.97
0.90

Sumber
Brown (1997)
Ketterings et al. (2001)

B: biomassa pohon (kg/pohon), D: diameter pohon setinggi dada (cm), ρ: kerapatan kayu (g/cm3).
Kerapatan kayu yang digunakan adalah data sekunder dari ICRAF (2013).

2. Perhitungan stok karbon
Karbon hutan merupakan hasil transformasi dari CO2 yang diserap oleh
komponen penyusun hutan seperti pohon, tumbuhan bawah, dan tanah (Murray et
al. 2000 diacu dalam Tiryana 2005). Selain ketiga komponen penyusun hutan
tersebut, Ravindranath dan Ostwald (2008) mengemukakan bahwa serasah, kayu
mati, dan produk-produk kayu hasil panen juga penyimpan karbon (carbon pool).
Karbon yang terkandung dalam hutan (pohon) dapat diduga dari biomassa hutan
(pohon) tersebut, yaitu biomassa di atas permukaan tanah dan biomassa di bawah
permukaan tanah. Brown (1997); Heriansyah et al. (2003), Husch et al. (2003),
Losi et al. (2003) diacu dalam Tiryana (2005) mengemukakan bahwa setengah
(50%) dari biomassa adalah karbon. Dengan demikian, kandungan karbon dapat
dihitung melalui perkalian biomassa dengan konsentrasi karbon sebesar 50%
tersebut.
Stok karbon yang diduga dalam penelitian ini berdasarkan hasil perhitungan
biomassa yang didapat, yaitu mengalikan nilai biomassa tersebut dengan 0.5
seperti tertulis pada persamaan berikut:
C = B x 0.5
Keterangan: C = stok karbon (ton/ha), B = biomassa (ton/ha).

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tutupan Lahan
Tutupan lahan yang terdapat di areal PT. Sarmiento Parakantja Timber
berdasarkan hasil klasifikasi citra terdiri dari 3 macam, yaitu areal tertutup awan,
areal hutan, dan areal bukan hutan (badan air, ladang, semak belukar, lahan
terbuka, pemukiman). Ketiga tutupan lahan tersebut memiliki luas yang berbeda
dimana luas areal hutan adalah yang terbesar dan areal tertutup awan adalah yang
terkecil. Tutupan lahan beserta luasannya yang terdapat di areal PT. Sarmiento
Parakantja Timber disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Tutupan lahan hasil klasifikasi citra Landsat ETM+ di areal PT.
Sarmiento Parakantja Timber
Tutupan lahan
Luas (ha)
Persentase (%)
Tertutup awan
24 690.63
11.57
Hutan
160 721.22
75.28
Bukan hutan
28 078.88
13.15
Jumlah
213 490.73
100.00
Tutupan lahan beserta luasannya hasil klasifikasi citra untuk luar areal RKT
2011, 2012, 2013 disajikan pada Tabel 7 dan untuk areal RKT 2011, 2012, 2013
disajikan pada Tabel 8.
Tabel 7 Tutupan lahan hasil klasifikasi citra Landsat ETM+ di luar areal RKT
2011, 2012, dan 2013
Tutupan lahan
Luas (ha)
Persentase (%)
Tertutup awan
22 500.78
11.43
Hutan
146 630.36
74.46
Bukan hutan
27 779.59
14.11
Jumlah
196 910.73
100.00
Tabel 8 Tutupan lahan hasil klasifikasi citra Landsat ETM+ di areal RKT 2011,
2012, dan 2013
Luas (ha)
Tutupan lahan
RKT 2011
RKT 2012
RKT 2013
TPTI
TPTJ
TPTI
TPTJ TPTI
TPTJ
Tertutup awan
465.19 1 368.34 120.81
53.92
181.59
Hutan
609.37 4 680.07 360.19 4 851.93
3 589.30
Bukan hutan
0.44
118.59
0
89.15
91.11
Jumlah
1 075.00 6 167.00 481.00 4 995.00
3 862.00
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa luasan areal hutan menempati 74.46% dari
seluruh areal di luar RKT. Sedangkan pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa untuk
keseluruhan areal RKT, luasan areal terbesar adalah hutan dan yang terkecil
adalah bukan hutan. Klasifikasi tutupan lahan untuk areal TPTI RKT 2013 tidak
masuk ke dalam Tabel 8 karena areal tersebut belum ditebang. Klasifikasi tutupan

10
lahan untuk areal tersebut masuk ke dalam klasifikasi tutupan lahan di luar areal
RKT 2011, 2012, 2013 (Tabel 7).

Kelas Hutan
Kelas Hutan di Luar Areal RKT 2011, 2012, dan 2013
Berdasarkan hasil klasifikasi citra, pada areal hutan di luar RKT 2011, 2012,
dan 2013 terdapat 4 macam kelas hutan, yaitu kelas A, B, C, dan D. Keempat
kelas hutan tersebut memiliki luasan yang berbeda seperti terlihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Kelas hutan hasil klasifikasi citra Landsat ETM+ di luar areal RKT
2011, 2012, dan 2013
Kelas hutan
Luas (ha)
Persentase (%)
A
6 865.04
4.68
B
7 734.12
5.27
C
106 279.83
72.48
D
25 751.37
17.56
Jumlah
146 630.36
100.00
Tabel 9 menunjukkan luasan areal terbesar adalah kelas C (106 279.83 ha)
dan yang terkecil adalah kelas A (6 865.04 ha). Berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan, kelas A umumnya merupakan areal berbukit yang berada di kawasan
lindung (kawasan perlindungan plasma nutfah, areal berbukit dengan kemiringan
≥ 40%, areal sumberdaya genetik) dan areal yang akan ditebang beberapa tahun
ke depan. Kelas B menyebar di areal bekas tebangan beberapa tahun lalu dan yang
akan ditebang beberapa tahun ke depan. Kelas C sebagian besar berada di areal
yang akan ditebang beberapa tahun ke depan. Sedangkan kelas D umumnya
berada di kawasan lindung dan non exploitable area.
Kelas Hutan di Areal RKT 2011, 2012, dan 2013
Berdasarkan hasil klasifikasi citra, pada areal RKT 2011, 2012, 2013
terdapat kelas hutan A, B, C, dan D dengan luasan berbeda-beda. Kelas hutan
beserta luasannya pada areal RKT tersebut disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Kelas hutan hasil klasifikasi citra Landsat ETM+ di areal RKT 2011,
2012, dan 2013
Luas (ha)
Kelas hutan
RKT 2011
RKT 2012
RKT 2013
TPTI
TPTJ
TPTI
TPTJ
TPTI
TPTJ
A
110.24
910.18
52.70
138.35
242.27
B
71.64
391.16
22.15
636.30
775.97
C
395.39 2 559.60 253.85 3 261.14
1 879.08
D
32.10
819.13
31.49
816.14
691.98
Jumlah
609.37 4 680.07 360.19 4 851.93
3 589.30
Tabel 10 menunjukkan luas hutan terbesar adalah pada kelas C, baik areal
TPTI maupun TPTJ. Pada RKT 2011, luas hutan terkecil adalah kelas D di areal

11
TPTI seluas 32.10 ha, pada RKT 2012 yang terkecil adalah kelas B di areal TPTI
seluas 22.15 ha, dan pada RKT 2013 adalah kelas A di areal TPTI seluas 242.27
ha. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, kelas A, B, dan C terletak
menyebar di areal yang ditebang sedangkan kelas D berada pada areal yang tidak
ditebang (areal berbukit dengan kemiringan ≥ 40% dan non exploitable area).
Untuk kelas hutan areal TPTI RKT 2013 tidak dimasukkan ke dalam Tabel 10
karena pada areal tersebut belum dilakukan kegiatan penebangan. Klasifikasi
kelas hutan areal tersebut masuk ke dalam klasifikasi kelas hutan di luar areal
RKT 2011, 2012, 2013 (Tabel 9).

Vegetasi
Vegetasi di Luar Areal RKT 2011, 2012, dan 2013
Jenis vegetasi tiang dan pohon yang dominan ditemukan di luar areal RKT
2011, 2012, 2013 adalah jambu-jambu (Eugenia sp.), meranti (Shorea sp.), dan
kumpang (Myristica sp.). Rata-rata diameter dan jumlah individu (kerapatan)
tiang dan pohon untuk areal tersebut disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Rata-rata diameter dan jumlah (kerapatan) tiang dan pohon di luar areal
RKT 2011, 2012, dan 2013
Rata-rata diameter (cm)
Rata-rata jumlah individu (N/ha)
Kelas hutan
Tiang
Pohon
Tiang
Pohon
15
42
A
367
221
14
33
B
443
218
14
34
C
404
229
14
37
D
400
286
Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa kerapatan tiang kelas B adalah yang
terbesar (443 N/ha), kemudian menurun untuk kelas C (404 N/ha) dan kelas D
(400 N/ha). Hal ini disebabkan oleh kerapatan pohon yang meningkat dari kelas B
(218 N/ha) ke kelas C (229 N/ha) dan ke kelas D (286 N/ha). Namun, untuk kelas
A kerapatan tiangnya adalah yang terkecil (367 N/ha). Berdasarkan hasil
pengamatan di lapangan, hal tersebut terjadi karena areal tersebut lebih
didominasi oleh pohon (221 N/ha) yang memiliki diameter besar. Pada setiap
kelas hutan kerapatan tiang lebih besar dibanding pohon. Hal tersebut terjadi
karena seluruh areal PT. Sarmiento Parakantja Timber adalah bekas tebangan
yang mengalami permudaan alami dan buatan sehingga vegetasi tiang lebih
dominan dibanding pohon. Areal hutan PT. Sarmiento Parakantja Timber dapat
dikatakan memiliki pertumbuhan normal karena vegetasi berdiameter lebih kecil
(tiang) memiliki jumlah lebih banyak dibanding vegetasi berdiameter lebih besar
(pohon).
Tabel 11 juga menunjukkan bahwa kerapatan pohon meningkat dari kelas B
(218 N/ha) dengan kenampakan warna hijau agak tua ke kelas C (229 N/ha)
dengan kenampakan warna hijau tua dan ke kelas D (286 N/ha) dengan
kenampakan warna hijau sangat tua. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
semakin tua/gelap warna objek hutan pada citra Landsat ETM+ maka semakin
rapat hutan tersebut. Namun, kelas A dengan kenampakan warna hijau pada citra

12
memiliki kerapatan pohon (221 N/ha) lebih besar dibanding kelas B (218 N/ha)
yang kenampakan warnanya lebih tua dari kelas A. Berdasarkan hasil pengamatan
di lapangan, hal tersebut disebabkan oleh faktor topografi, yaitu sebagian besar
areal kelas A berada di sisi bukit yang terkena sinar matahari (sisi Timur) ketika
perekaman citra dilakukan sehingga warna yang tampak pada citra menjadi lebih
terang. Perekaman citra Landsat 7 dimulai antara pukul 10.00 dan 10.15 pagi
(NASA 2011).
Vegetasi di Areal RKT 2011, 2012, dan 2013
Jenis vegetasi tiang dan pohon dominan yang ditemukan di areal RKT 2011,
2012, 2013 adalah jambu-jambu (Eugenia sp.), meranti (Shorea sp.), dan
kumpang (Myristica sp.). Rata-rata diameter dan jumlah individu (kerapatan)
tiang dan pohon untuk areal tersebut disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Rata-rata diameter dan jumlah (kerapatan) tiang dan pohon di areal
RKT 2011, 2012, dan 2013
Rata-rata diameter (cm) Rata-rata jumlah individu (N/ha)
Sistem
RKT
silvikultur
Tiang
Pohon
Tiang
Pohon
11.5
38.5
TPTI
267
167
2011
15.0
42.0
TPTJ
240
140
14.0
43.0
TPTI
233
167
2012
13.0
33.0
TPTJ
340
140
15.0
37.0
2013
TPTJ
300
125
Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan terjadi penurunan kerapatan
tiang dan pohon akibat penebangan pada ketiga areal RKT bila dibandingkan
dengan kerapatan pada areal lain yang sebagian besar belum ditebang (Tabel 11).

Biomassa Tegakan Hutan
Biomassa Tegakan Hutan di Luar Areal RKT 2011, 2012, dan 2013
Hasil perhitungan biomassa yang didapat di luar areal RKT 2011, 2012,
2013 menunjukkan setiap kelas hutan memiliki dugaan biomassa yang berbeda,
baik tiang maupun pohon. Biomassa tersebut disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Rata-rata biomassa tiang dan pohon di luar areal RKT 2011, 2012, dan
2013
Rata-rata biomassa (ton/ha)
Kelas hutan
Tiang
Pohon
Brown
Ketterings et al.
Brown
Ketterings et al.
A
45.10
37.03
578.75
529.98
B
42.69
37.33
237.32
215.21
C
41.15
32.96
328.14
283.56
D
40.11
32.88
520.97
442.21
Rata-rata
42.26
35.05
416.30
367.74

13
Tabel 13 menunjukkan biomassa tiang dan pohon secara keseluruhan yang
dihasilkan oleh persamaan Brown lebih besar dibanding persamaan Ketterings et
al. Hal ini disebabkan oleh perbedaan parameter yang digunakan, yaitu pada
persamaan Brown hanya menggunakan parameter diameter sedangkan persamaan
Ketterings et al. menggunakan parameter diameter dan kerapatan kayu. Parameter
kerapatan kayu pada persamaan Ketterings et al. menyebabkan hasil dugaan
biomassanya menjadi lebih rendah. Hasil uji beda tengah dari penelitian
Puspitasari (2010) menunjukkan nilai biomassa Brown berbeda nyata dengan nilai
biomassa Ketterings et al. karena perbedaan variabel pembentuk kedua persamaan
tersebut, yaitu persamaan Brown hanya diameter sedangkan persamaan Ketterings
et al. selain diameter juga memperhatikan jenis pohon (lebih spesifik).
Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa biomassa pohon meningkat seiring
semakin tingginya kerapatan pohon kelas hutan (B ke C ke D), baik persamaan
Brown maupun Ketterings et al. Namun demikian, pada kelas A yang kerapatan
pohonnya (221 N/ha) lebih kecil dibanding kelas D (286 N/ha) memiliki biomassa
lebih besar (578.75 ton/ha dan 529.98 ton/ha) dibanding kelas D (520.97 ton/ha
dan 442.21 ton/ha). Hal tersebut disebabkan oleh rata-rata diameter pohon di kelas
A (42 cm) lebih besar dibanding kelas D (37 cm). Untuk tiang, biomassa juga
meningkat seiring semakin tingginya kerapatan tiang kelas hutan (D ke C ke B).
Namun, untuk persamaan Brown kelas A yang kerapatan tiangnya terkecil (367
N/ha) memiliki biomassa terbesar (45.10 ton/ha). Hal tersebut disebabkan oleh
rata-rata diameter tiang yang ditemukan di kelas A adalah yang terbesar (15 cm).
Sedangkan untuk persamaan Ketterings et al. kelas B memiliki biomassa terbesar
(37.33 ton/ha). Hal tersebut disebabkan oleh rata-rata kerapatan kayu untuk tiang
pada kelas B adalah yang terbesar, yaitu 0.71 g/cm3.
Rata-rata biomassa total tiang dan pohon untuk areal hutan di luar areal
RKT 2011, 2012, 2013 disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Rata-rata biomassa total tiang dan pohon di luar areal RKT 2011, 2012,
dan 2013
Rata-rata biomassa (ton/ha)
Kelas hutan
Brown
Ketterings et al.
A
623.85
567.01
B
280.02
252.54
C
369.29
316.52
D
561.08
475.08
Rata-rata
458.56
402.79
Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa rata-rata biomassa total tiang dan pohon yang
menggunakan persamaan Brown lebih besar dibanding persamaan Ketterings et
al., baik pada setiap kelas hutan maupun secara keseluruhan (rata-rata). Seperti
telah dijelaskan sebelumnya bahwa parameter kerapatan kayu pada persamaan
Ketterings et al. membuat biomassanya menjadi lebih rendah.
Biomassa Tegakan Hutan di Areal RKT 2011, 2012, dan 2013
Biomassa yang didapat dari hasil perhitungan untuk areal RKT 2011, 2012,
2013 bervariasi, baik tiang maupun pohon. Rata-rata biomassa tiang dan pohon
areal tersebut disajikan pada Tabel 15 dan rata-rata biomassa total tiang dan
pohon pada Tabel 16.

14
Tabel 15 Rata-rata biomassa tiang dan pohon di areal RKT 2011, 2012, dan 2013
Rata-rata biomassa (ton/ha)
Sistem
RKT
Tiang
Pohon
silvikultur
Brown Ketterings et al. Brown Ketterings et al.
TPTI
15.68
12.06
264.06
265.92
2011
TPTJ
28.32
27.13
272.22
265.19
TPTI
21.74
19.38
393.22
371.02
2012
TPTJ
28.86
21.47
207.49
200.71
2013
TPTJ
32.12
24.67
175.23
171.95
Rata-rata
25.34
20.94
262.44
254.96
Tabel 16 Rata-rata biomassa total tiang dan pohon di areal RKT 2011, 2012, dan
2013
Rata-rata biomassa (ton/ha)
RKT
Brown
Ketterings et al.
TPTI
TPTJ
TPTI
TPTJ
2011
279.74
300.54
277.98
292.31
2012
414.95
236.34
390.41
222.18
2013
207.35
196.63
Rata-rata
347.35
248.08
334.19
237.04
Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa untuk tiang biomassanya lebih besar di
areal TPTJ dibanding TPTI, baik persamaan Brown maupun Ketterings et al.
Untuk areal RKT 2011 hal tersebut disebabkan oleh rata-rata diameter tiang yang
ditemukan di areal TPTJ (15.0 cm) lebih besar dibanding areal TPTI nya (11.5
cm) dan untuk areal RKT 2012 disebabkan oleh kerapatan tiang pada areal TPTJ
nya (340 N/ha) lebih besar dibanding areal TPTI (233 N/ha). Sedangkan untuk
pohon yang menggunakan persamaan Brown, biomassa areal TPTJ RKT 2011
(272.22 ton/ha) lebih besar dibanding areal TPTI nya (264.06 ton/ha) dan
biomassa areal TPTI RKT 2012 (393.22 ton/ha) lebih besar dibanding areal TPTJ
nya (207.49 ton/ha). Hal tersebut disebabkan oleh rata-rata diameter pohon yang
ditemukan pada areal TPTJ RKT 2011 (42.0 cm) lebih besar dibanding areal TPTI
nya (38.5 cm) dan rata-rata diameter pohon pada areal TPTI RKT 2012 (43.0 cm)
lebih besar dibanding areal TPTJ nya (33.0 cm). Biomassa pohon yang
menggunakan persamaan Ketterings et al. pada areal TPTI RKT 2011 (265.92
ton/ha) lebih besar dibanding areal TPTJ nya (265.19 ton/ha). Hasil tersebut
berbeda dengan yang menggunakan persamaan Brown (biomassa pohon areal
TPTJ RKT 2011 lebih besar dibanding areal TPTI nya) karena rata-rata kerapatan
kayu untuk pohon pada areal TPTI RKT 2011 (0.73 g/cm3) lebih besar dibanding
areal TPTJ nya (0.71 g/cm3).
Berdasarkan Tabel 15 dan 16 dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan
biomassa yang menggunakan persamaan Ketterings et al. lebih kecil dibanding
persamaan Brown. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa parameter
kerapatan kayu pada persamaan Ketterings et al. membuat biomassanya menjadi
lebih rendah.

15
Stok Karbon Tegakan Hutan
Stok Karbon Tegakan Hutan di Luar Areal RKT 2011, 2012, dan 2013
Stok karbon untuk luar areal RKT 2011, 2012, 2013 berdasarkan hasil
perhitungan bervariasi, baik tiang maupun pohon. Stok karbon tersebut disajikan
pada Tabel 17.
Tabel 17 Rata-rata stok karbon tiang dan pohon di luar areal RKT 2011, 2012,
dan 2013
Rata-rata stok karbon (ton/ha)
Kelas hutan
Tiang
Pohon
Brown
Ketterings et al.
Brown
Ketterings et al.
A
22.55
18.51
289.38
264.99
B
21.35
18.67
118.66
107.61
C
20.57
16.48
164.07
141.78
D
20.06
16.44
260.49
221.10
Rata-rata
21.13
17.52
208.15
183.37
Tabel 17 menunjukkan stok karbon pohon lebih besar dibanding tiang pada setiap
kelas hutan dan secara keseluruhan (rata-rata), baik persamaan Brown maupun
Ketterings et al. Hal tersebut dikarenakan diameter pohon (≥ 20 cm) lebih besar
dibanding tiang (10-19 cm) sesuai dengan yang dikemukakan oleh Elias dan
Wistara (2009) dalam hasil penelitiannya bahwa semakin besar diameter pohon
maka semakin besar pula stok karbonnya. Hasil penelitian Indriyani (2011) juga
menunjukkan proporsi stok karbon pohon lebih besar (84.84%) dibanding tiang
(10.05%) dari total stok karbon di atas permukaan tanah.
Pada Tabel 17 dapat dilihat juga bahwa stok karbon pohon meningkat
seiring semakin rapatnya hutan (kelas B ke C ke D), baik persamaan Brown
maupun Ketterings et al. Namun, kelas A yang kerapatan pohonnya lebih kecil
(221 N/ha) dibanding kelas D (286 N/ha) memiliki stok karbon lebih besar
(289.38 ton/ha dan 264.99 ton/ha) dibanding kelas D (260.49 ton/ha dan 221.10
ton/ha). Hal tersebut disebabkan oleh rata-rata diameter pohon yang ditemukan di
kelas A (42 cm) lebih besar dibanding kelas D (37 cm). Untuk tiang, stok karbon
juga meningkat seiring semakin tingginya kerapatan tiang kelas hutan (D ke C ke
B). Namun, untuk persamaan Brown kelas A yang kerapatan tiangnya terkecil
(367 N/ha) memiliki stok karbon terbesar (22.55 ton/ha). Hal tersebut disebabkan
oleh rata-rata diameter tiang yang ditemukan di kelas A adalah yang terbesar (15
cm). Sedangkan untuk persamaan Ketterings et al. kelas B memiliki stok karbon
terbesar (18.67 ton/ha). Hal tersebut disebabkan oleh rata-rata kerapatan kayu
untuk tiang pada kelas tersebut adalah yang terbesar, yaitu 0.71 g/cm3. Secara
keseluruhan dapat dikatakan bahwa selain diameter pohon, kerapatan hutan dan
kerapatan kayu juga berpengaruh terhadap stok karbon hutan.
Rata-rata stok karbon total tiang dan pohon untuk areal hutan di luar areal
RKT 2011, 2012, 2013 disajikan pada Tabel 18.

16
Tabel 18 Rata-rata stok karbon total tiang dan pohon di luar areal RKT 2011,
2012, dan 2013
Rata-rata stok karbon (ton/ha)
Kelas hutan
Brown
Ketterings et al.
A
311.93
283.50
B
140.01
126.27
C
184.64
158.26
D
280.54
237.54
Rata-rata
229.28
201.39
Tabel 18 menunjukkan rata-rata stok karbon total tiang dan pohon untuk semua
kelas hutan yang menggunakan persamaan Ketterings et al. lebih kecil dibanding
persamaan Brown. Elias dan Wistara (2009) menyatakan bahwa faktor pengali
kerapatan kayu terhadap berat biomassa kayu kering oven dalam persamaan
Ketterings et al. menyebabkan penurunan terhadap berat biomassa yang diduga
sehingga berat karbon dugaan yang dihasilkan pun lebih kecil (underestimate).
Pada Tabel 13 dan 17 atau Tabel 14 dan 18 dapat dilihat bahwa stok karbon
meningkat seiring semakin besarnya biomassa, baik persamaan Brown maupun
Ketterings et al. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Onrizal (2004)
dalam hasil penelitiannya, yaitu jika biomassa meningkat maka karbon meningkat
dan jika biomassa menurun maka karbon menurun karena hubungan antara
biomassa dengan karbon bersifat linear sederhana.
Hasil penelitian Aryono (2010) di IUPHHK-HA PT. Erna Djuliawati
(Kalimantan Tengah) menyebutkan potensi stok karbon untuk tegakan rapat
154.37 ton/ha dan tegakan rawang 122.06 ton/ha. Penelitian Kusuma (2009) di
IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur (Kalimantan Barat) menghasilkan potensi
karbon tegakan tiang dan pohon pada hutan primer sebesar 101.4 ton/ha dan pada
areal bekas tebangan tahun 1983 sebesar 63.04 ton/ha. Hasil penelitian Junaedi
(2007) di IUPHHK-HA PT. Sari Bumi Kusuma (Kalimantan Tengah)
menyebutkan massa karbon di atas permukaan tanah pada tegakan tiang dan
pohon hutan tropis dataran rendah untuk areal bekas tebangan sebesar 52.95
ton/ha-100.21 ton/ha sedangkan untuk hutan primer sebesar 214.28 ton/ha. Stok
karbon tegakan tiang dan pohon untuk areal bekas tebangan di IUPHHK-HA PT.
Ratah Timber (Kalimantan Timur) hasil penelitian Indriyani (2011) adalah 149.39
ton/ha. Stok karbon pohon (diameter ≥ 2 cm) di atas permukaan tanah dari hasil
penelitian Onrizal (2004) di hutan kerangas Taman Nasional Danau Sentarum
(Kalimantan Barat) adalah 169.2 ton/ha. Stok karbon tegakan tiang dan pohon
hasil penelitian Melini (2012) di IUPHHK-HA PT. Austral Byna (Kalimantan
Tengah) untuk persamaan Brown 151.93 ton/ha dan persaman Ketterings et al.
143.1 ton/ha.
Apabila hasil penelitian ini dibandingkan dengan hasil penelitian lain yang
disebutkan di atas, rata-rata stok karbon PT. Sarmiento Parakantja Timber (Tabel
18) yang sebagian besar arealnya adalah bekas tebangan tergolong lebih tinggi,
baik untuk persamaan Brown (229.28 ton/ha) maupun persamaan Ketterings et al.
(201.39 ton/ha). Hal ini dikarenakan kerapatan hutan pada setiap kelas hutan
tinggi khususnya tingkat pohon (367-443 N/ha untuk tiang dan 218-286 N/ha
untuk pohon). Selain itu juga dikarenakan rata-rata diameter tiang dan pohon yang
besar khususnya tingkat pohon (10-19 cm untuk tiang dan 20-135 untuk pohon).

17
Perbedaan kondisi lingkungan, penggunaan kadar karbon, dan perbedaan metode
penentuan biomassa dan karbon juga dapat menjadi penyebab perbedaan stok
karbon hasil penelitian ini dengan hasil penelitian lain yang disebutkan di atas.
Namun demikian, stok karbon PT. Sarmiento Parakantja Timber hasil penelitian
ini yang disajikan pada Tabel 18 masih sesuai dengan cadangan karbon untuk
hutan tropis Indonesia hasil penelitian Murdiyarso et al. (1994), yaitu 161-300
ton/ha dan hasil review Lasco (2002) diacu dalam Daulay (2012) dari berbagai
studi mengenai cadangan karbon untuk areal bekas tebangan di Indonesia, yaitu
148.2-245 ton/ha.
Stok Karbon Tegakan Hutan di Areal RKT 2011, 2012, dan 2013
Stok karbon hasil perhitungan untuk areal RKT 2011, 2012, dan 2013
bervariasi, baik untuk tiang maupun pohon seperti yang disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19 Rata-rata stok karbon tiang dan pohon di areal RKT 2011, 2012, dan
2013
Rata-rata stok karbon (ton/ha)
Sistem
RKT
Tiang
Pohon
silvikultur
Brown Ketterings et al. Brown Ketterings et al.
TPTI
7.84
6.03
132.03
132.96
2011
TPTJ
14.16
13.56
136.11
132.59
TPTI
10.87
9.69
196.61
185.51
2012
TPTJ
14.43
10.73
103.74
100.35
2013
TPTJ
16.06
12.34
87.61
85.98
Rata-rata
12.67
10.47
131.22
127.48
Tabel 19 menunjukkan stok karbon pohon lebih besar dibanding tiang, baik yang
menggunakan persamaan Brown maupun Ketterings et al. karena diameter pohon
(≥ 20 cm) lebih besar dibanding tiang (10-19 cm). Seperti yang dikemukakan oleh
Elias dan Wistara (2009) dalam hasil penelitiannya bahwa semakin besar diameter
pohon maka semakin besar pula stok karbonnya.
Dalam penelitian ini dibandingkan stok karbon yang tersisa setelah kegiatan
penebangan antara areal yang menggunakan sistem TPTI dengan TPTJ pada RKT
2011 dan 2012. Pada Tabel 19 dapat dilihat stok karbon tiang pada areal TPTI
lebih kecil dibandingkan areal TPTJ nya, baik persamaan Brown maupun
Ketterings et al. Untuk areal RKT 2011, hal tersebut disebabkan oleh tegakan
tiang yang tertinggal setelah kegiatan penebangan pada areal TPTI memiliki ratarata diameter lebih kecil (11.5 cm) dibanding pada areal TPTJ nya (15.0 cm).
Sedangkan untuk areal RKT 2012, hal tersebut disebabkan oleh kerapatan tegakan
tiang yang tertinggal setelah kegiatan penebangan pada areal TPTJ (340 N/ha)
lebih besar dibanding areal TPTI nya (233 N/ha). Seperti telah dijelaskan
sebelumnya bahwa diameter pohon dan kerapatan hutan berpengaruh terhadap
stok karbon hutan, bukan hanya salah satunya saja.
Untuk pohon, pada Tabel 19 dapat dilihat stok karbon persamaan Brown
pada areal TPTI RKT 2011 (132.03 ton/ha) lebih kecil dibanding areal TPTJ nya
(136.11 ton/ha) meskipun kerapatan pohon pada areal TPTI tersebut (167 N/ha)
lebih besar dibanding areal TPTJ (140 N/ha). Hal tersebut disebabkan oleh ratarata diameter pohon pada areal TPTI tersebut (38.5 cm) lebih kecil dibanding
areal TPTJ (42.0 cm). Stok karbon persamaan Brown pada areal TPTI RKT 2012

18
lebih besar (196.61 ton/ha) dibanding areal TPTJ nya (103.74 ton/ha) disebabkan
oleh rata-rata diameter (43.0 cm) dan kerapatan pohon (167 N/ha) pada areal TPTI
tersebut lebih besar dibanding areal TPTJ (rata-rata diameter 33.0 cm dan
kerapatan pohon 140 N/ha). Untuk persamaan Ketterings et al., stok karbon pohon
areal TPTI RKT 2011 (132.96 ton/ha) dan 2012 (185.51 ton/ha) lebih besar
dibanding areal TPTJ nya (132.59 ton/ha untuk areal RKT 2011 dan 100.35 ton/ha
untuk areal RKT 2012) karena kerapatan pohon pada areal TPTI kedua RKT
tersebut (masing-masing 167 N/ha) lebih besar dibanding areal TPTJ nya
(masing-masing 140 N/ha).
Rata-rata stok karbon total tiang dan pohon hasil perhitungan untuk areal
RKT 2011, 2012, 2013 disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20 Rata-rata stok karbon total tiang dan pohon di areal RKT 2011, 2012,
dan 2013
Rata-rata stok karbon (ton/ha)
RKT
Brown
Ketterings et al.
TPTI
TPTJ
TPTI
TPTJ
2011
139.87
150.27
138.99
146.16
2012
207.48
118.17
195.20
111.09
2013
103.67
98.31
Rata-rata
173.68
124.04
167.10
118.52
Tabel 20 menunjukkan rata-rata stok karbon total tiang dan pohon untuk areal
TPTI lebih besar dibanding TPTJ, baik yang menggunakan persamaan Brown
(173.68 ton/ha untuk areal TPTI dan 124.04 ton/ha untuk areal TPTJ) maupun
Ketterings et al. (167.10 ton/ha untuk areal TPTI dan 118.52 ton/ha untuk areal
TPTJ). Hal ini dapat disebabkan oleh keterbukaan areal akibat kegiatan
penebangan pada areal TPTJ lebih besar dibanding TPTI sehingga tegakan tinggal
yang tersisa pada areal TPTJ lebih sedikit dibanding TPTI. Namun demikian, ratarata stok karbon total tiang dan pohon pada areal TPTJ dapat lebih besar
dibanding areal TPTI seperti yang terjadi di areal RKT 2011 (150.27 ton/ha >
139.87 ton/ha untuk persamaan Brown dan 146.16 ton/ha > 138.99 ton/ha untuk
persamaan Ketterings et al.). Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan teknik
pemanenan yang digunakan (dampak terhadap tegakan tinggal).
Tabel 20 juga menunjukkan rata-rata stok karbon total tiang dan pohon yang
menggunakan persamaan Brown lebih besar dibanding persamaan Ketterings et
al., sama seperti stok karbon di luar ketiga areal RKT (Tabel 18). Hal ini
dikarenakan faktor pengali kerapatan kayu dalam persamaan Ketterings et al.
menyebabkan penurunan dugaan karbonnya (Elias dan Wistara 2009). Pada Tabel
15 dan 19 atau Tabel 16 dan 20 dapat dilihat bahwa semakin besar biomassa
menyebabkan semakin besar stok karbonnya, baik persamaan Brown maupun
Ketterings et al. Seperti yang disebutkan dalam hasil penelitian Onrizal (2004)
bahwa hubungan antara biomassa dengan karbon bersifat linear sederhana yang
berarti biomassa meningkat maka karbon meningkat dan biomassa menurun maka
karbon menurun.

19
Stok Karbon Total Tiang dan Pohon di PT. Sarmiento Parakantja Timber
Stok karbon total tiang dan pohon tahun 2013 di luar dan di dalam areal
RKT disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21 Stok karbon total tiang dan pohon di PT. Sarmiento Parakantja Timber
tahun 2013
Lokasi
Di luar
areal RKT
2011,
2012, 2013
Di dalam
areal RKT
2011,
2012, 2013

Sistem
silvikultur
TPTI dan
TPTJ

Luas hutan
(ha)

146 630.36

TPTI

969.56

TPTJ

13 121.30

Brown

Rata-rata
stok karbon
(ton/ha)
229.28

Stok karbon
total
(ton)
33 619 408.94

Ketterings et al.

201.39

29 529 888.20

Brown
Ketterings et al.
Brown
Ketterings et al.

173.68
167.10
124.04
118.52

168 393.18
162 013.48
1 627 566.05
1 555 136.48

Persamaan
allometrik

Tabel 21 menunjukkan stok karbon total terbesar terdapat pada areal hutan di luar
RKT, yaitu sebesar 33 619 408.94 ton (Brown) atau 29 529 888.20 ton (Ketterings
et al.). Secara keseluruhan, stok karbon total yang menggunakan persamaan
Brown lebih besar dibanding persamaan Ketterings et al. yang disebabkan oleh
parameter kerapatan kayu dalam persamaan Ketterings et al. membuat dugaan
biomassanya menjadi lebih rendah sehingga stok karbonnya pun lebih rendah juga.
Pemetaan Stok Karbon Tegakan Hutan
Berdasarkan hasil perhitungan stok karbon, dibuat peta sebaran stok
karbonnya yang dapat dilihat pada Gambar 5. Dalam penelitian ini, kombinasi
band citra yang digunakan adalah 542. Berdasarkan kurva pantulan spektral, band
5 tanggap terhadap tanah kering terbuka, band 4 tanggap terhadap vegetasi, dan
band 2 tanggap terhadap air (Lillesand dan Kiefer 1979).
Menurut Jaya (2010), semakin tinggi biomassa vegetasi maka reflektansi
inframerah dekat (band 4) semakin tinggi pula sehingga warna yang dihasilkan
pada citra semakin hijau tua. Onrizal (2004) mengemukakan bahwa semakin
tinggi biomassa vegetasi tersebut maka stok karbonnya juga semakin tinggi.
Dengan demikian, semakin tinggi stok karbon vegetasi maka warna yang
dihasilkan pada citra semakin hijau tua. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa kelas
D dengan kenampakan warna hijau paling tua dibandingkan kelas B dan C
memiliki stok karbon paling tinggi, yaitu 280.54 ton/ha untuk persamaan Brown
dan 237.54 ton/ha untuk persamaan Ketterings et al. Namun, kelas A yang
kenampakan warnanya pada citra lebih muda dibanding kelas D memiliki stok
karbon lebih tinggi, yaitu 311.93 ton/ha untuk persamaan Brown dan 283.50
ton/ha untuk persamaan Ketterings et al. Seperti telah dijelaskan sebelumnya
bahwa hal tersebut disebabkan oleh faktor topografi, yaitu sebagian besar areal
kelas A berada di sisi bukit yang terkena sinar matahari (sisi Timur) ketika
perekaman citra dilakukan sehingga warna yang tampak pada citra menjadi lebih
muda/terang.

20

Gambar 5 Sebaran stok karbon tegakan hutan PT. Sarmiento Parakantja Timber

21

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, nilai dugaan stok karbon
tegakan hutan alam PT. Sarmiento Parakantja Timber bervariasi. Di luar areal
RKT 2011, 2012, 2013, dugaan rata-rata stok karbon total tiang dan pohon untuk
persamaan Brown 229.28 ton/ha dan untuk persamaan Ketterings et al. 201.39
ton/ha. Sedangkan di dalam areal RKT tersebut, dugaan rata-rata stok karbon total
tiang dan pohon 173.68 ton/ha (TPTI) dan 124.04 ton/ha (TPTJ) untuk persamaan
Brown, 167.10 ton/ha (TPTI) dan 118.52 ton/ha (TPTJ) untuk persamaan
Ketterings et al.

Saran
1.
2.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemetaan stok karbon
hutan menggunakan klasifikasi dijital.
Pendu