Strategi Manajemen Pengetahuan Pada Ukm Kota Bogor

STRATEGI MANAJEMEN PENGETAHUAN PADA USAHA
KECIL DAN MENENGAH (UKM) KOTA BOGOR

MERRY MARLIYNA

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Manajemen
Pengetahuan pada UKM Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggia manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang di
terbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Merry Marliyna
NIM H24110005

ABSTRAK
MERRY MARLIYNA. Strategi Manajemen Pengetahuan pada UKM Kota Bogor.
Dibimbing oleh ANGGRAINI SUKMAWATI.
Ekonomi berbasis pengetahuan menuntut setiap organisasi untuk mampu
menerapkan manajemen pengetahuan pada operasionalnya termasuk dalam hal ini
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kota Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk memetakan kondisi manajemen pengetahuan serta mengetahui prioritas strategi
manajemen pengetahuan pada UKM Kota Bogor. Pemetaan kondisi manajemen
pengetahuan pada UKM di analisis dengan menggunakan analisis deskriptif,
sementara penyusunan prioritas di susun dengan menggunakan metode Analytical
Hierarchy Process (AHP). Hasil identifikasi menunjukkan bahwa kualitas
pengetahuan, kualitas proses pengelolaan, dan kualitas pembelajaran pada UKM Kota
Bogor sebagian besar telah memiliki dasar yang baik untuk menjadi organisasi
pembelajar. Hasil identifikasi prioritas alternatif strategi manajemen pengetahuan
pada UKM Kota Bogor menunjukkan tiga alternatif yang disusun secara berurutan.

Alternatif pertama adalah dengan mengembangkan kompetensi SDM. alternatif kedua
adalah dengan meningkatkan pengelolaan proses organisasional. Serta alternatif
ketiga dengan penerapan teknologi pada proses operasional UKM di Kota Bogor.
Dimana tujuan utama penerapan strategi ini adalah sebagai upaya perbaikan
berkelanjutan dengan pelaku UKM sendiri sebagai aktor utamanya.
Kata kunci: AHP, analisis deskriptif, manajemen pengetahuan, strategi, UKM
ABSTRACT
MERRY MARLIYNA. Knowledge Management Strategy in Small and Medium
Enterprises (SMEs) of Bogor City. Supervised by ANGGRAINI SUKMAWATI.
Knowledge-based economy requires organization to be able to apply
knowledge management in their operations, including in this case Small and Medium
Enterprises (SMEs) of Bogor City. The purposes of this study are to map knowledge
management and to identify knowledge management strategy priorities on SMEs of
Bogor City. To mapping the conditions of knowledge management in SMEs used
descriptive analysis and to prioritizing strategy used Analytical Hierarchy Process
(AHP). The result showed that the quality of knowledge, quality of management
processes, and the quality of learning in SMEs of Bogor City mostly already have a
good base to become a learning organization. Results identification of alternative
priority on SME knowledge management strategy Bogor City show three alternative
arranged sequentially. The first alternative is to develop HR competencies. The

second alternative is to improve the management of organizational processes. And the
third alternative to application of technology in operational processes of SMEs in
Bogor City. Where the main objective of this strategy is the implementation
continuous improvement of SMEs as the main actor.
Keywords: AHP, descriptive analysis, knowledge management, strategy, SMEs

STRATEGI MANAJEMEN PENGETAHUAN PADA USAHA
KECIL DAN MENENGAH (UKM) KOTA BOGOR

MERRY MARLIYNA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu
wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah manajemen pengetahuan, dengan
judul Strategi Manajemen Pengetahuan pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Kota Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Anggraini Sukmawati, MM
selaku pembimbing atas segala arahan dan bimbingannya. Terima kasih kepada
Ibu Dra Siti Rahmawati, MPd dan Bapak Dr Eko Ruddy Cahyadi, SHut MM
selaku penguji sidang skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) Kota Bogor, Dinas Koperasi
dan UMKM Kota Bogor, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor,
yang telah membantu selama proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada seluruh keluarga dan sahabat-sahabat, atas segala doa,
kasih sayang, serta kesabarannya selama penulis menempuh pendidikan di IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Juni 2015

Merry Marliyna

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitiaan
TINJAUAN PUSTAKA
Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Strategi
Pengetahuan
Manajemen Pengetahuan
Penelitian Terdahulu
METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran
Tahapan Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Sampel
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik UKM
Karakteristik Responden
Analisis Kondisi Manajemen Pengetahuan pada UKM Kota Bogor
Identifikasi Strategi Manajemen Pengetahuan pada UKM Kota Bogor
Implikasi Manajerial
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi

vi
vi
1
1
2
2
3
3
3
4
4
5
7
8
8
9
10
10
11
11

14
14
15
16
18
23
25
25
25
26
28
30

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5


Kriteria Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Penelitian Terdahulu
Populasi UKM Kota Bogor 2013
Komponen Pemetaan Kondisi Manajemen Pengetahuan
Rentang skor dan pemaknaan kualitas proses pengelolaan pengetahuan
dan kualitas pembelajaran
6 Rentang skala Cronbach’s Alpa
7 Karakteristik UKM
8 Karakteristik Responden
9 Variabel kualitas pengetahuan
10 Variabel kualitas proses pengelolaan pengetahuan
11 Variabel kualitas pembelajaran
12 Prioritas dan bobot setiap level

3
7
11
12
12
14

15
15
17
17
18
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Perkembangan UKM Kota Bogor tahun 2009 – 2011
2
SECI Model
5
Keterkaitan Infrastruktur Pengetahuan

6
Kerangka Pemikiran
8
Tahapan Penelitian
9
Struktur AHP Strategi Manajemen Pengetahuan pada UKM Kota Bogor 19

DAFTAR LAMPIRAN
1

Hasil Perhitungan AHP

29

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak awal tahun 1990, dunia mulai memasuki era pengetahuan.
Pengembangan berbagai bidang kini mulai dilakukan dengan pendekatan aset
pengetahuan (asset knowledge), tidak terkecuali di bidang ekonomi. Pendekatan
pengetahuan dibidang ekonomi dikenal dengan ekonomi berbasis pengetahuan.
Era ekonomi berbasis pengetahuan mengacu pada peningkatan ketergantungan
terhadap pengetahuan dan inovasi dalam penciptaan barang dan jasa. Menurut
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), ekonomi
berbasis pengetahuan adalah dimana produksi, penggunaan distribusi pengetahuan
merupakan penggerak utama pertumbuhan, penciptaan kekayaan, dan pekerjaan
untuk semua industri (Al-Hawamdeh, 2003).
Pengakuan pengetahuan sebagai aset strategik mendorong diperlukannya
manajemen pengetahuan. Manajemen pengetahuan (knowledge management)
sendiri menjadi penting dan berperan dalam organisasi karena dapat menunjukkan
inisiatif dan prosedur pengelolaan yang jelas, mudah dimengerti, dan
komprehensif (Nawawi, 2012). Dewasa ini manajemen pengetahuan menjadi
salah satu faktor penggerak organisasi yang kompetitif dan berdaya saing.
Sehingga diperlukan adanya strategi yang mendorong terciptanya manajemen
pengetahuan yang berkesinambungan.
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) adalah salah satu penggerak ekonomi di
Indonesia. Sektor UKM sendiri merupakan sektor yang paling stabil dalam
perkembangan ekonomi di Indonesia. Hal ini terbukti pada saat krisis ekonomi
Indonesia pada tahun 1997/1998 dimana perkembangan UKM sedikit bahkan
tidak sama sekali terkena dampak krisis ekonomi global. Selain itu, penguatan
posisi UKM merupakan salah satu strategi umum Indonesia dalam menghadapi
ASEAN Economic Community pada 2015. Pada tahun 2014, UKM merupakan
salah satu sektor yang memiliki jumlah besar yakni sebesar 42 juta dan juga
merupakan tulang punggung ekonomi domestik (Depdagri 2014).
Bogor merupakan salah satu kota yang memiliki jumlah UKM yang
terbilang banyak. Gambar 1 menunjukkan perkembangan UKM Kota Bogor tahun
2009 – 2011. Selama periode tersebut, usaha skala menengah mengalami
peningkatan jumlah secara akumulatif. Tahun 2011 jumlah usaha menengah
tercatat sebanyak 1.675 usaha. Namun, pada usaha skala kecil terjadi penurunan
jumlah akumulatif sebesar 3%. Meski terjadi penurunan, tetapi jumlah yang
tercatat masih terbilang banyak. Hal ini karena Kota Bogor merupakan salah satu
kota penyangga ibukota Indonesia yaitu Jakarta. Kondisi strategis tersebut
menjadi peluang untuk memberdayakan dan mengembangkan UKM di Kota
Bogor. Jumlah ini memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan dan
dapat menjadi penopang perekonomian daerah. Selain itu, UKM juga mampu
berperan membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar dan meningkatan
pendapatan asli daerah (Erwina, 2015).

2
Usaha Menengah Kota Bogor

Usaha Kecil Kota Bogor

1.700

5.250

1.675

5.199
1.650
5.035

4.950
4.886

Jumlah

Jumlah

5.100

1.646

1.600
1.591
1.550

4.800

1.500

4.650
2009

2010

2011

2009

2010

2011

Tahun

Tahun

Gambar 1 Perkembangan UKM Kota Bogor tahun 2009 - 2011
(Dinas Koperasi dan UKM Kota Bogor, 2011)

Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya penguatan pada sektor UKM.
Upaya penguatan tersebut dimaksudkan untuk menjadikan UKM sebagai
penggerak ekonomi yang kompetitif dan berdaya saing. Menciptakan UKM yang
berdaya saing dapat dicapai salah satunya dengan menerapkan konsep perbaikan
berkelanjutan (continouos improvement) serta mendorong UKM tersebut untuk
berkembang melahirkan inovasi-inovasi pada produknya. Manajemen
pengetahuan adalah salah satu strategi manajemen yang memuat kedua hal
tersebut di dalamnya. Namun faktanya banyak UKM yang tidak menerapkan
manajemen pengetahuan sehingga tidak terjadi akumulasi pengetahuan. Hal
tersebut pada gilirannya menyebabkan UKM tidak berkembang. Maka dari itu,
penelitian ini mencoba merumuskan strategi manajemen pengetahuan yang tepat
bagi UKM.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang
akan diteliti, yaitu:
1. Bagaimana kondisi manajemen pengetahuan yang ada pada UKM di Kota
Bogor?
2. Bagaimana strategi manajemen pengetahuan yang tepat bagi UKM di Kota
Bogor?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis kondisi manajemen pengetahuan yang ada pada UKM di Kota
Bogor.
2. Merumuskan strategi manajemen pengetahuan yang tepat bagi UKM di Kota
Bogor.

3
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan untuk memetakan kondisi manajemen
pengetahuan yang berlangsung pada UKM di Kota Bogor. Selain itu, penelitian
ini juga mengkaji strategi manajemen pengetahuan yang tepat bagi UKM di Kota
Bogor kedepannya.

TINJAUAN PUSTAKA
Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Definisi UKM didasarkan dalam beberapa kategori diantaranya berdasarkan
jumlah tenaga kerja dan jumlah kekayaan yang dimiliki oleh usaha itu sendiri.
Kemenkop UKM beserta Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan UU RI No. 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah mengelompokkan UKM
dalam kategori jumlah kekayaan yang dimiliki.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha
besar.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar.
Secara ringkas pengelompokkan UKM berdasarkan kriteria aset, omset, serta
jumlah tenaga kerja disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Kriteria Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Jenis Usaha
Usaha Kecil
Usaha Menengah

Aset (Rp)
>50 Juta – 500 Juta
>500 Juta – 10 Miliar

Kriteria
Omzet (Rp)
>300 Juta – 2,5 Miliar
>2,5 Miliar -50 Miliar

Tenaga Kerja
5 – 19 orang
20 – 99 orang

Sumber: BPS dan UU RI No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Sulistyastuti yang disitasi Utama (2013) menyebutkan ada empat
karakterisistik UMKM di Indonesia. Pertama, UMKM tidak memerlukan modal yang
besar sebagaimana perusahaan besar sehingga pembentukan usaha ini tidak sesulit
usaha besar. Kedua, tenaga kerja yang diperlukan tidak menuntut pendidikan formal
tertentu. Ketiga, sebagian besar berlokasi di pedesaan dan tidak memerlukan
infrastruktur sebagaimana perusahaan besar. Keempat, UMKM terbukti memiliki
ketahanan yang kuat ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi.

4
Strategi
Menurut Solihin (2012) pada awalnya konsep strategi didefinisikan sebagai
berbagai cara untuk mencapai tujuan (ways to achieve ends). Sejalan dengan
perkembangan manajemen strategik, strategi tidak didefinisikan hanya sematamata sebagai cara mencapai tujuan karena strategi dalam konsep manajemen
strategik mencakup juga penetapan berbagai tujuan itu sendiri yang diharapkan
akan menjamin terpeliharanya keunggulan kompetitif perusahaan.
Manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahun untuk
merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi keputusan lintas
fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai tujuannya. Berdasarkan
definisi tersebut, fokus dari manajemen strategi terletak pada integrasi manajemen,
pemasaran, keuangan dan akuntansi, produksi dan operasi, penelitian dan
pengembangan, dan sistem informasi untuk mencapai keberhasilan organisasi.
Tujuan dari manajemen strategi adalah untuk memanfaatkan dan menciptakan
kesempatan-kesempatan baru dan berbeda untuk hari esok, rencana jangka
panjang, serta mencoba untuk mengoptimalkan hari esok tren yang terjadi hari ini
(David dan David, 2015).

Pengetahuan
Menurut Von Krough, Ichiyo Nonaka (2000) dan Chu Wei Choo (1998)
yang disitasi Nawawi (2012) menyampaikan suatu ringkasan gagasan yang
mendasari pengertian pengetahuan (knowledge) adalah sebagai berikut :
a. Pengetahuan
(knowledge)
merupakan
kepercayaan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan (justified true believe).
b. Pengetahuan (Knowledge) merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus
terpikirkan (tacit).
c. Penciptaan inovasi secara efektif bergantung pada konteks yang
memungkinkan terjadinya penciptaan tersebut.
d. Penciptaan inovasi yang melibatkan limalangkah utama, yaitu : (1) berbagai
knowledge terpikirkan (tacit), (2) menciptakan konsep, (3) membenarkan
prototype, dan (4) melakukan penyebaran knowledge tersebut.
Menurut Polayi yang disitasi Nawawi (2012) dan Sangkala (2007)
menyatakan bahwa ia merupakan orang yang pertama memperkenalkan
pengetahuan (knowledge) yang terdiri atas dua jenis, yaitu pengetahuan
terbatinkan atau pemikiran (tacit knowledge) dan pengetahuan yang sudah
terekam dan termodifikasi dalam dokumen (explisit knowledge). Tacit Knowledge
merupakan knowledge yang diam dalam benak manusia dalam bentuk judgement
intuition, skill, nilai (value), dan belief yang sangat sulit diformulasikan dan dishare dengan orang lain. Sedangkan explicit knowledge dapat berupa formula,
kaset, CD video dan audio, spesifikasi produk atau manual.
Kedua jenis knowledge tersebut, oleh Nonaka dan Takeuchi (Nawawi, 2012)
dapat dikonversi melalui empat jenis konversi pengetahuan, yaitu sosialisasi,
eksternalisasi, internalisasi, dan kombinasi. Ke empat jenis konversi ini dikenal
dengan SECI Model (socialization, externalitation, combination, internalization).

5

a.

b.

c.

d.

Dalam SECI Model terjadi empat proses transfer pengetahuan, yaitu :
Socialization (tacit to tacit)
Tacit knowledge di bagi kepada orang lain dengan cara mengamati,
mencontoh, dan melatih tanpa mengdokumentasikan dan mempublikasikan
pengetahuan tersebut.
Externalization (explicit to tacit)
Tacit knowledge dibagikan dengan cara mendokumentasikan secara logis dan
konseptual, sehingga mudah untuk dimengerti orang lain.
Combination (explicit to explicit)
Explicit knowledge yang sudah dimiliki dan pengetahuan eksternal
dikombinasikan untuk mengembangkan explicit knowledge yang sudah ada.
Internalization (explicit to tacit)
Explicit knowledge yang sudah ada di pelajari dan dipraktekkan untuk
mendapatkan tacit knowledge yang baru dan bermanfaat.

Gambar 2 SECI Model
Manajemen Pengetahuan
Manajemen pengetahuan adalah pengelolaan pengetahuan organisasi untuk
menciptakan nilai dan menghasilkan keunggulan bersaing atau kinerja prima
(Tiwana, 2002). Menurut Knowledge Transfer International (KTI), yang disitasi
Munir (2008) mendefinsikan manajemen pengetahuan sebagai suatu strategi yang
mengubah aset intelektual organisasi, baik informasi yang sudah terekam maupun
bakat dari para anggotanya ke dalam produktivitas yang lebih tinggi, nilai-nilai
baru, dan peningkatan daya saing. Menurut definisi ini, manajemen pengetahuan
mampu mngajarkan kepada organisasi, dari mulai pimpinan sampai kepada
karyawan mengenai bagaimana menghasilkan dan mengoptimalkan keterampilan
sebagai entitas kolektif.
Sementara The American Productivity and Quality Centre mendefinisikan
manajemen pengetahuan sebagai strategi dan proses pengidentifikasian,
menangkap, dan mengungkit pengetahuan untuk meningkatkan daya saing (Munir
2008). Pada akhirnya, manajemen pengetahuan melibatkan tiga komponen utama
yang saling bersinergi. Ketiga komponen utama tersebut yaitu: faktor orang
(people), faktor proses organisasi (organizational process), dan faktor teknologi
(technology). Persentase untuk faktor people dan organizational process sebesar
80% dan factor technology sebesar 20% dalam infrastruktur pengetahuan.
(Liebowitz 2012). Keterkaitan diantara atribut people, organizational processes,
dan technology diperlihatkan pada Gambar 3.

6
a. People (Faktor Manusia)
Merupakan sumber pengetahuan, orang yang terlibat adalah para pakar, para
petani, para penyuluh pertanian, pemerintah, bisnis, dan masyarakat umum.
b. Organizational Processes ( Faktor Proses Organisasional)
Merupakan pengetahuan yang di identifikasi dan analisa sehingga akan
digunakan dan dimanfaatkan
c. Technology (Faktor Teknologi)
Pengetahuan yang telah di identifikasi dan di analisa akan diolah dan di
transfer dengan menggunakan perangkat lunak komputer (software).

Gambar 3 Keterkaitan Infrastruktur Pengetahuan (Liebowitz 2012)
Gambaran kondisi manajemen pengetahuan suatu organisasi dapat
diperoleh dengan melakukan audit manajemen pengetahuan. Melalui audit
manajemen pengetahuan dapat diperoleh gambaran mengenai pengetahuan yang
dimiliki dan dibutuhkan oleh organisasi/unit kerja, kesiapan organisasi
memfasilitasi pembelajaran, dan kualitas-kualitas proses-proses pengelolaan
pengelolaan pengetahuan. Audit manajemen pengetahuan terdiri dari tiga
komponen, yaitu kualitas pengetahuan, kulaitas pembelajaran di organisasi, dan
kualitas proses pengelolaan pengetahuan (Munir, 2008).
a. Kualitas pengetahuan, dapat diperoleh gambaran mengenai ragam
kelompok pengetahuan yang dibutuhkan beserta tingkatannya, ragam
kelompok pengetahuan yang sudah dimiliki beserta tingkatannya, serta ragam
pengetahuan yang perlu diakuisisi, tingkatan, dan prioritasnya.
b. Kualitas proses pengelolaan pengetahuan, dapat diperoleh gambaran
mengenai efektivitas proses-proses pengelolaan pengetahuan di organisasi
yang terdiri dari : (1) Proses akuisisi pengetahuan, (2) Proses distribusi dan
berbagi pengetahuan, (3) Proses pengembangan dan pemanfaatan
pengetahuan, serta (4) Proses penyimpanan dan pemeliharaan pengetahuan.
c. Kualitas pembelajaran, dapat diperoleh gambaran mengenai kesiapan
organisasi dalam memfasilitasi pembelajaran anggotanya dan otakesiapan
organisasi dalam memanfaatkan hasil pembelajaran anggotanya untuk
mengubah da menyempurnakan dirinya.

7
Penelitian Terdahulu
Sebuah penelitian mengenai manajemen pengetahuan pada UKM
menyatakan bahwa manajemen pengetahuan serta pengelolaan SDM menjadi
kunci penting untuk meningkatkan daya saing (Kusumawijaya dan Astuti, 2012).
Sementara itu, penelitian ini mencoba menganalisis strategi manajemen
pengetahuan bagi UKM Kota Bogor. Penyusunan strategi tersebut dibuat
berdasarkan hasil pemetaan kondisi manajemen pengetahuan pada UKM Kota
Bogor tersebut. Strategi tersebut bertujuan untuk meningkatkan daya saing serta
memacu inovasi pada produktivitas dan operasional UKM.
Tabel 2 Penelitian Terdahulu
Nama
Soetiarso
(2006)

Judul
Penerapan
Knowledge
Management
pada organisasi :
Studi Kasus di
salah satu unit
organisasi LIPI

Kusumawija
ya
dan
Astuti
(2012)

Perspektif MSDM
dalam
pengembangan
UKM berbasis
Knowledge
Managagement
Strategi dan
Kelayakan
Pengembangan
Lembaga
Intermediasi
untuk
Meningkatkan
Daya Saing Usaha
Kecil dan
Menengah di
Indonesia

Angkasa
(2011)

Situmorang
(2008)

Strategi UMKM
dalam
Menghadapi Iklim
Usaha yang Tidak
Kondusif

Alat Analisis
studi literature
dan studi
banding,
membuat desain
riset, serta
pengumpulan
data melalui
survei,
penyebaran
kuesioner dan
wawancara

Metode
deskriptif,
dengan matriks
IFE, EFE,
matriks Internal
External (IE),
Strengths,
Weaknesses,
Opportunities
and Threats
(SWOT) dan
Quantitative
Strategic
Planning Matrix
(QSPM)
Analisis
deskriptif
kualitatif

Hasil
Hasil yang diperoleh adalah dengan
adanya sistem KM yang akan
dikembangkan pada organisasi dapat
dikembangkan pada organisasi dapat
mengakomodasi
kebutuhan
data,
informasi,
dan
knowledge
yang
dibutuhkan.
Sehingga
dengan
mengoptimalkan
fungsi
knowledge
center yang terintegrasi dengan sistem
intranet, maka setiap pengguna dapat
memperoleh dan menggunakan informasi
serta knowledge yang dibutuhkan dengan
mudah dan cepat.
Knowledge management dan MSDM
adalah
kunci
penting
untuk
meningkatkan daya saing UKM yang
diciptakan dari knowledge SDM menjadi
organization knowledge, sehingga dapat
menjadi asset UKM.
Diperoleh urutan strategi utama yang
paling menarik untuk diterapkan di BIT
adalah : (1) Meningkatkan pemanfaatan
dan penggunaan sumberdaya yang ada
untuk meningkatkan jumlah dan daya
saing UKM binaan; (2) Menjaga dan
meningkatkan kualitas dan kuantitas
layanan teknologi dengan memanfaatkan
teknologi hasil lembaga litbang; (3)
Menjaga dan meningkatkan kualitas dan
kuantitas layanan akses pasar untuk
memanfaatkan potensi pasar (dalam dan
luar negeri) bagi produk-produk UKM
binaan.
Strategi pemberdayaan UMKM yang
dapat dilakukan adalah :
1. Peningkatan kualitas SDM
2. Kemudahan dalam perijinan usaha
3.Peningkatan permodalan
4. Peningkatan kualitas teknologi
5. Pengembangan pasar

8

METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
UKM di Kota Bogor merupakan UKM yang memiliki potensi untuk
dikembangkan karena memiliki kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan
daerah Kota Bogor sendiri. Penelitian mengenai strategi manajemen pengetahuan
pada UKM Kota Bogor diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan dan
pertimbangan bagi peningkatan daya saing UKM yang ada di Bogor.
Menciptakan UKM yang berdaya saing dapat dicapai salah satunya dengan
menerapkan konsep perbaikan berkelanjutan (continouos improvement) serta
mendorong UKM tersebut untuk berkembang melahirkan inovasi-inovasi pada
produknya. Manajemen pengetahuan adalah salah satu strategi manajemen yang
memuat kedua hal tersebut di dalamnya. Penelitian ini terdiri dari dua tahap utama.
Tahap pertama dari penelitian ini adalah memetakan kondisi manajemen
pengetahuan yang saat ini berkembang pada UKM Kota Bogor. Pada tahap ini
akan diketahui bagaimana kualitas pengetahuan, kualitas pembelajaran, serta
kualitas proses pengelolaan pengetahuan yang ada pada UKM Kota Bogor.
Pemetaan manajemen pengetahuan ini akan dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif. Hasil dari analisis ini kemudian digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam tahap selanjutnya.
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kota Bogor

Knowledge Management di UKM Kota Bogor

Analisis Deskriptif

Pemetaan Kondisi Knowledge Management
System (Munir, 2008) :
1. Kualitas Pengetahuan
2. Kualitas Pembelajaran
3. Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan

Analisis AHP

Tiga Komponen Knowledge Management System
(Liebowitz 2012) :
1. People
2. Organizational Processes
3. Technology

Implikasi Manajerial

Gambar 4 Kerangka Pemikiran

9
Tahap kedua merupakan tahap penentuan strategi manajemen pengetahuan
UKM Kota Bogor. Perumusan strategi menggunakan Analytical Hierarchy
Process (AHP) sebagai alat analisisnya. Pada tahap ini digunakan hasil analisis
tahap pertama sebagai kriteria dalam penyusunan strategi. Sementara untuk
alternatif strategi digunakan tiga komponen sistem manajemen pengetahuan dari
Liebowitz (2012). Kemudian dilakukan penyusunan implikasi manajerial dengan
mempertimbangkan hasil dari tahap sebelumnya. Lebih lanjut dijelaskan melalui
Gambar 5.

Tahapan Penelitian
Identifikasi minat penelitian dan
pemilihan topik penelitian

Studi pustaka dan diskusi

Penentuan topik penelitian

2.

Penentuan rumusan masalah :
Menganalisis kondisi manajemen pengetahuan serta proses pengelolaan
pengetahuan yang ada pada UKM di Kota Bogor.
Merumuskan strategi manajemen pengetahuan yang tepat bagi UKM di Kota
Bogor.

Pra Penelitian

1.

Rancangan pengumpulan data :
Identifikasi kebutuhan data, metode pengumpulan data, dan pemilihan
analisis data.
Data Sekunder
1. Studi literature
2. Internet
3. data dari instansi terkait

Analisis data

Pemetaan Kondisi Knowledge
Management System (Munir,
2008)

Penyusunan hierarki
Analytical Hierarchy Process
(AHP)

Penyusunan prioritas strategi manajemen
pengetahuan pada UKM
Implikasi Manajerial

Gambar 5 Tahapan Penelitian

Pengumpulan dan Analisis data

Data Primer
1. Kuesioner
2. Wawancara
3. Focus Group Discussion

10

Tahapan penelitian dimulai dengan identifikasi minat yang kemudian
dilanjutkan dengan pemilihan minat penelitian. Melalui diskusi serta referensi dari
berbagai studi pustaka maka dipilihlah bidang yang akan menjadi basis penelitian,
yakni bidang manajemen sumber daya manusia. Melihat kebutuhan serta
fenomena yang terjadi dimasyarakat, maka topik yang dipilih adalah mengenai
implementasi manajemen pengetahuan pada usaha kecil dan menengah dengan
lingkup penelitian di wilayah Kota Bogor.
Setelah ditentukan rumusan masalah, kemudian dibuat rancangan
pengambilan data penelitian. Rancangan pengambilan data ini dimulai dengan
mengidentifikasi kebutuhan data, menentukan metode yang akan digunakan serta
memilih data yang akan diambil. Data yang diambil terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer terdiri data hasil wawancara, kuesioner, serta focus
group discussion. Sementara data sekunder terdiri dari data hasil study literature,
internet, serta data dari instansi terkait.
Pada tahap pertama dilakukan pemetaan manajemen pengetahuan di UKM
dengan melakukan penyebaran kuesioner pada UKM. Bersamaan dengan itu
dilakukan focus group discussion dalam rangka pembentukan hierarki strategi
manajemen pengetahuan pada UKM. Kemudian dilakukan pengambilan data utuk
memilih prioritas strategi manajemen pengetahuan pada UKM Kota Bogor.
Tahapan penelitian tersebut lebih lengkap dapat di lihat pada Gambar 5.

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama enam bulan yakni dari bulan November
2014 – Juni 2015. Penelitian ini dilaksanakan di UKM yang berada di wilayah
Kota Bogor, Jawa Barat.

Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam jenis data,
yakni data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat dari
sumber utama baik dari individu atau perseorangan. Data ini merupakan data
metah yang kelak akan di proses untuk tujuan-tujuan tertentu sesuai dengan
kebutuhan (Umar, 2003). Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi lapangan, wawancara pakar, dan pendistribusian kuesioner.
Instrumen kuesioner merupakan alat bantu dalam kegiatan penelitian berupa
suatu daftar tertulis yang berisikan rangkaian-rangkaian pertanyaan mengenai
suatu hal tertentu untuk dijawab secara tertulis pula (Sumarsono, 2004).
Kuesioner yang digunakan untuk memetakan manajemen pengetahuan merupakan
kuesioner yang disitasi dari Munir (2008) dan Andriyani dkk (2013) yang
disesuaikan dengan kondisi UKM. Kuesioner tersebut seringkali digunakan untuk
mengaudit manajemen pengetahuan pada sebuah organisasi.
Sementara itu, data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih
lanjut menjadi bentuk-bentuk sepert tabel, grafik, diagram, gambar, dan
sebagainya sehingga lebih informatif oleh pihak lain (Umar, 2003). Data sekunder

11
yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumen dari pihak-pihak terkait,
literatur, jurnal ilmiah, serta peneltian terdahulu yang relevan yang bersumber dari
Disperindag, Dinas UMKM, dan pihak terkait lainnya.

Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel untuk analisis deskriptif dilakukan berdasarkan
stratified random sampling yaitu dengan membagi sampel dalam lapisan-lapisan
atau strata yang seragam dan setiap lapisan dapat diambil sampel secara acak.
Stratified random sampling diambil secara proporsional sesuai jumlah sampel
dalam stratum populasi dari masing-masing stratum (Sugiyono, 2012). Sementara
untuk pengambilan sampel pada analisis AHP dilakukan berdasarkan non
probability sampling dimana pengambilan sampel yang tidak memberi
peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi. Pengambilan
informasi menggunakan purposive sampling dimana sampel yang dipilih
ditentukan dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2012).
Adapun pertimbangan yang digunakan adalah kepakaran dari responden.
Kriteria dari kepakaran tersebut yakni pengalaman pakar dan perjalanan
kepakarannya dalam hal keterlibatan dan keterkaitan denga pengembangan UKM.
Sampel yang dipilih adalah Dinas UMKM Kota Bogor, Disperindag Kota Bogor
serta pelaku UKM. Penentuan sampel pada pelaku UKM di wilayah Kota Bogor
menggunakan teori yang dikemukakan L.R Gay yang menyatakan bahwa
besarnya sampel untuk penelitian deskriptif yaitu minimal 10% dari total populasi
(Suharsaputra 2012). Tabel 3 menunjukkan jumlah populasi dan sampel minimal
UKM di Kota Bogor pada bidang makanan, agro, herbal dan kerajinan.
Tabel 3 Populasi UKM Kota Bogor 2013
Bidang UKM
Makanan dan Minuman
Agro
Herbal dan Obat-obatan
Kerajinan
Jumlah

Populasi
65
36
26
10
137

Sampel (10%)
6
4
3
1
14

Sumber: Dinas Koperasi dan UKM Kota Bogor (2013)

Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah metode untuk menganalisa data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana
adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau
generalisasi (Sugiyono, 2012). Data yang diperoleh dianalisis sehingga dapat
diperoleh aspek-aspek yang terkait dengan penelitian. Analisis ini bertujuan untuk
mendeskripsikan secara sistemik, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat
objek tertentu.

12
Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk memetakan kondisi
kualitas manajemen pengetahuan yang ada pada UKM. Analisis ini menggunakan
kuesioner sebagai instrumen utamanya. Pada lembar kuesioner pemetaan
manajemen pengetahuan dibagi menjadi tiga komponen yaitu kualitas proses
pengelolaan pengetahuan, kualitas pembelajaran, dan kualitas proses pengelolaan
pengetahuan. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala
Likert (empat interval) untuk memberi skor pada masing-masing jawaban
responden berdasarkan bobot tertentu. Detail pembagian pertanyaan untuk setiap
komponen dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Komponen Pemetaan Kondisi Manajemen Pengetahuan
No
1
a.
b.
c.
d.
2
a.
b.
c.
3
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Komponen
Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan
Akuisisi Pengetahuan
Distribusi dan Berbagai Pengetahuan
Pengembangan dan Pemanfaatan Pengetahuan
Pemeliharaan dan Penyimpanan Pengetahuan
Kualitas Pembelajaran
Pembelajaran Individu
Pembelajaran Kelompok
Pembelajaran Organisasi
Kualitas Pengetahuan
Lingkungan Bekerja
Kondisi Pendukung
Persepsi keadilan
Hubungan dengan Atasan
Kepuasan Pribadi
Belajar Individual
Kondisi Berbagi Pengetahuan

Butir Pertanyaan
1–4
5–8
9 – 12
13 – 16
17 – 22
23 – 25
26 – 41
42 – 46
47 – 51
52 – 56
57 – 61
62 – 66
67 – 71
72 – 76

Sumber : Munir (2008) dan Andriyani, et all (2013)

Ragam pertanyaan ini digunakan untuk mengetahui kondisi kualitas
manajemen pengetahuan yang terdapat pada sebuah organisasi. Melalui
pertanyaan tersebut dapat diketahui seberapa baik organisasi telah memiliki
karakteristik-karakteristik organisasi pembelajar atau kesiapan organisasi untuk
menjadi organisasi yang mampu mengubah perilakunya sesuai dengan hasil
pembelajarannya. Rentang skor yang mungkin dapat diperoleh untuk kualitas
proses pengelolaan pengetahuan dan kualitas pembelajaran serta pemaknaanya
dijelaskan dalam Tabel 5 (Munir, 2008). Sementara untuk kualitas pengetahuan
dipetakan dengan melihat hasil penilaian berdasarkan bobot masing-masing sub
komponen.
Tabel 5 Rentang skor dan pemaknaan kualitas proses pengelolaan pengetahuan
dan kualitas pembelajaran
Skor
48 – 64
32 – 47

16 – 31

Makna
Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan
Organisasi telah memiliki proses-proses pengelolaan pengetahuan yang baik
Organisasi telah memiliki beberapa karakteristik untuk menjadi organisasi pembelajar
Organisasi perlu menyusun rencana pengembangan proses pengelolaan pengetahuan
secara lebih terinci

13
Lanjutan Tabel 5
Skor
81 – 100
61 – 80
41 – 60
21 – 40

Makna
Kualitas Pembelajaran
Organisasi telah memiliki karakteristik organisasi pembelajaran
Organisasi telah memiliki dasar yang baik untuk menjadi organisasi pembelajar
Organisasi telah memiliki beberapa karakteristik untuk menjadi organisasi pembelajar
Organisasi perlu melakukan pembenahan besar-besaran untuk menjadi organisasi
pembelajar

Sumber : Munir (2008)

Analytical Hierarchy Process (AHP)
Marimin (2013) menerangkan bahwa metode AHP merupakan metode
untuk memformalkan pengambilan keputusan yang terdiri dari beberapa pilihan
dan tiap pilihan terdiri dari beberapa pilihan dan tiap pilihan terdiri dari beberapa
atribut. Beberapa atribut seringkali sulit diformalkan sehingga preferensi
pengambil keputusan berupa frase harus digunakan sebagai pengganti nilai pasti
pada atribut tersebut.
Terdapat tiga prinsip dalam menyelesaikan persoalan dengan analisis logis
eksplisit, yaitu penyusunan hierarki, penetapan prioritas dan konsistensi logis.
a. Penyusunan Hierarki
Penyusunan hierarki dilakukan dengan cara mengidentifikasi pengetahuan
atau informasi yang sedang diamati, yang di mulai dari permasalahan yang
kompleks yang diuraikan menjadi elemen pokoknya, dan elemen pokok ini
diuraikan lagi ke dalam bagian-bagiannya lagi, dan seterusnya secara
hierarkiss.
b. Penilaian Setiap Tingkat Hierarki
Penilaian setiap tingkat hierarki dinilai melalui perbandingan berpasangan.
Untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam
mengekspresikan pendapat. Skala 1 – 9 ditetapkan sebagai pertimbangan
dalam membandingkan pasangan elemen di setiap tingkat hierarki terhadap
suatu elemen yang berada di tingkat atasnya. Skala dengan sembilan satuan
dapat menggambarkan derajat sampai manakita mampu membedakan
intensitas tata hubungan antar elemen.
c. Penentuan Prioritas
Untuk setiap tingkat hierarki, perlu dilakukan perbandingan berpasangan
(pairwise comparisons) untuk menentukan prioritas. Sepasang elemen
dibandingkan berdasarkan kriteria tertentu dan menimbang intensitas
preferensi antar elemen. Hubungan antar elemen dari setiap tingkatan hierarki
ditetapkan dengan membandingkan elemen itu dalam pasangan.
Hubungannya menggambarkan pengaruh relatif elemen pada tingkat hierarki
terhadap setiap elemen pada tingkat yang lebih tinggi. Dalam konteks ini,
elemen pada tingkat yang tinggi tersebut berfungsi sebagai kriteria dan
disebut sifat (property). Hasil dari proses pembedaan ini adalah suatu vektor
prioritas, atau relatif pentingnya elemen pada setiap sifat.
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat
mengukur apa yang ingin di ukur (Umar, 2003). Uji validitas dilakukan pada
pengujian kuesioner dengan menggunakan 30 responden. Uji validitas ditentukan

14
dengan menggunakan korelasi product moment pearson dengan menggunakan
taraf nyata sebesar 5%. Adapun nilai tabel yang di dapat dengan jumlah
responden 30 adalah sebesar 0,361. Pada pengujian kuesioner yang digunakan
pada penelitian ini diketahui bahwa nilai t hitung yang didapat melebihi 0,361,
sehingga kuesioner yang digunakan valid.
Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat
pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Setiap alat pengukur seharusnya
memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten. (Umar,
2003). Uji reliabilitas yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik
Alpa Cronbach’s. Skala alpa cronbach’s yang digunakan dapat dilihat pada Tabel
6.
Tabel 6 Rentang skala Cronbach’s Alpa
Cronbach’s Alpa
< 0,50
0,50 – 0,60
0,60 – 0,70
0,70 – 0,80
0,80 – 1,00

Tingkat Reliabilitas
Rendah
Cukup
Reliabel
Tinggi
Sangat Tinggi

Sumber : Jogiyanto (2008)

Hasil uji reliabilitas yang dilakukan diperoleh nilai 0,940 untuk uji
reliabilitas secara keseluruhan. Nilai tersebut menunjukkan bahwa seluruh
pernyataan yang digunakan sangat reliabel. Hal ini karena nilai yang diperoleh
berada pada rentang Cronbach’s Alpa 0,80 – 1,00.
Sementara untuk menguji reliabilitas pada AHP dilakukan uji konsistensi.
AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui suatu
rasio konsistensi. Nilai rasio konsistensi harus 10% atau kurang. Jika lebih dari
10%, penilaiannya masih acak dan perlu di perbaiki (Marimin, 2013). Pada
penelitian ini sendiri nilai inkonsistensi sebesar 0% sehingga proses penilaian
dinyatakan konsisten.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik UKM
Pada tahap pemetaan kondisi manajemen pengetahuan UKM Kota Bogor
yang menjadi sampel penelitian berjumlah 24 UKM. Sampel tersebut terdiri dari
14 UKM makanan dan minuman, 3 UKM kerajinan, 3 UKM herbal dan obatobatan, serta 3 UKM agro. Dimana dari ke 24 UKM tersebut 18 UKM berskala
kecil dan 6 UKM berskala menengah.
Sementara pada tahap perumusan strategi prioritas sebanyak 16 responden
dijadikan sampel dalam penelitian ini. Responden tersebut terdiri dari 14 UKM
Kota Bogor, Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor, serta Disperindag Kota
Bogor. Adapun proporsi sampel UKM masing-masing cluster terdiri dari 6 UKM
makanan dan minuman, 4 UKM agro, 3 UKM herbal dan obat-obatan, serta 1

15
UKM kerajinan. Karakteristik UKM yang menjadi sampel dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Karakteristik UKM
Cluster
Makanan
dan
minuman

Kerajinan

Herbal dan
obat-obatan
Agro

Nama UKM
UKM 1
UKM 2
UKM 3
UKM 4
UKM 5
UKM 6
UKM 7
UKM 8
UKM 9
UKM 10
UKM 11
UKM 12
UKM 13
UKM 14
UKM 15
UKM 16
UKM 17
UKM 18
UKM 19
UKM 20
UKM 21
UKM 22
UKM 23
UKM 24

Jenis Usaha
Aneka sop buntut
Aneka Martabak
Aneka olahan durian
Aneka roti unyil
Aneka olahan makanan
Aneka olahan surabi durian
Aneka martabak
Aneka sop ayam
Aneka olahan surabi
Aneka olahan dari kopi
Aneka pia
Aneka pasta
Aneka olahan dari susu
Aneka brownies
Kerajinan tas
Kerajinan batik
Kerajinan mainan
Berbagai varian Jamu
Olahan madu
Minuman herbal
Pembibitan tanaman
Pengolahan singkong
Pembibitan tanaman hias
Pembibitan anggrek

Jumlah
Tenaga
Kerja
(Orang)
6
15
99
30
10
6
10
20
8
6
6
6
20
18
20
30
9
12
15
5
5
9
8
5

Kategori
Kecil
Kecil
Menengah
Menengah
Kecil
Kecil
Kecil
Menengah
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Menengah
Kecil
Menengah
Menengah
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil

Sumber: Data diolah (2015)

Karakteristik Responden
Responden penelitian ini sebagian besar terdiri dari laki-laki yaitu sebesar
77%. Sebanyak 40% responden berusia 25 – 34 tahun dengan tingkat pendidikan
sebagian besar SMA yakni sebanyak 47% dan pengalaman kerja responden antara
1-5 tahun sebesar 70%. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pelaku
UKM relatif muda dan memiliki taraf pendidikan yang memadai. Selain
pendidikan yang memadai data tersebut juga menunjukan usia yang produktif.
Pada usia yang masih produktif tersebut diharapkan para pelaku UKM dapat
menghasilkan produktivitas yang tinggi. Karakteristik responden lebih lengkap
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 8 Karakteristik Responden
Jenis Kelamin
Usia

Kategori
Laki-laki
Perempuan
15 – 24 tahun
25 – 34 tahun

Jumlah (Orang)
23
7
9
12

Persentase (%)
77
23
30
40

16
Lanjutan Tabel 8
Usia
Jabatan

Pendidikan

Lama Bekerja

Kategori
35 – 44 tahun
>45 tahun
Karyawan
Manajer
Pemilik
SD
SMP
SMA
D3
S1
1 -5 tahun
6 -10 tahun
>11 tahun

Jumlah (Orang)
3
6
8
16
6
1
2
14
4
9
21
5
4

Persentase (%)
10
20
27
53
20
3
7
47
13
30
70
17
13

Sumber: Data diolah (2015)

Analisis Kondisi Manajemen Pengetahuan pada UKM Kota Bogor
Kualitas Pengetahuan
Sebagian besar UKM di Kota Bogor telah memiliki dasar kualitas
pengetahuan yang cukup baik. Hal ini terlihat dari nilai persentase setuju pada
setiap variabelnya yang mencapai rata-rata 67%. Persentase paling tinggi
terdapat pada variabel kondisi pendukung yakni sebesar 79%. Hal ini
mengindikasikan bahwa aktivitas yang responsif terhadap saran dari karyawan
berlangsung cukup baik pada UKM. Selain itu, kontribusi karyawan dianggap
penting bagi perkembangan karyawan. Sehingga, UKM sering kali aktif
melibatkan karyawan dalam kegiatan diskusi.
Variabel kondisi berbagi pengetahuan memiliki nilai persentase setuju
sebesar 72%. Persentase tersebut menunjukkan bahwa selama ini komunikasi
antar karyawan berjalan dengan baik. Dimana karyawan secara sukarela berbagi
pengalaman dan pengetahuan kepada karyawan lain meskipun akses terhadap
pengetahuan tersebut tidak luas dan terbatas.
Pada variabel persepsi keadilan dan hubungan dengan atasan masingmasing menunjukkan nilai 69% dan 66%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
komunikasi vertikal antara atasan dan bawahan berlangsung dengan efektif.
Dukungan penuh pun diberikan kepada karyawan pada saat menghadapi
permasalahan pada karyawan. Selain itu, karyawan pun merasa diperlakukan
dengan baik dan wajar serta merasa puas dengan posisi dan gaji yang diberikan
saat ini.
Variabel kepuasan pribadi dan belajar individual memiliki nilai presentase
setuju yang sama besar yaitu 65%. Persentase tersebut mengindikasikan bahwa
adanya penghargaan dari UKM untuk setiap gagasan inovatif yang diberikan.
Selain itu, karyawan pun dapat belajar keahlian dan pengetahuan baru di UKM
tempatnya bekerja. Namun, sebagian yang lain menyatakan bahwa ambisi dan
jenjang karir yang diharapkan kurang terpenuhi.
Sementara itu, variabel lingkungan bekerja memiliki nilai persentase setuju
yang paling rendah yaitu sebesar 56%. Karyawan merasa aman dan nyaman pada
lingkungan kerja saat ini, dimana persaingan kerja pun berlangsung secara sehat
dan baik. Persentase lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9.

17
Tabel 9 Variabel kualitas pengetahuan
No

Variabel

1
Kondisi Pendukung
2
Kondisi Berbagi Pengetahuan
3
Persepsi keadilan
4
Hubungan dengan Atasan
5
Kepuasan Pribadi
6
Belajar Individual
7
Lingkungan Bekerja
Sumber: Data diolah (2015)

Sangat
Setuju
(SS)
(%)
17
11
23
27
21
19
30

Setuju (S)
(%)

Kurang
Setuju
(KS)
(%)
3
17
7
7
14
15
10

79
72
69
66
65
65
56

Tidak
Setuju
(TS)
(%)
1
0
1
1
0
1
4

Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan 16 ragam pertanyaan yang
dikemukakan Munir (2008), skor UKM di wilayah Kota Bogor rata-rata sebesar
46. Rentang skor yang mungkin dapat diperoleh dan pemaknaanya dijelaskan
dalam Tabel 5. Dari nilai tersebut, dapat diketahui bahwa rata-rata UKM Kota
Bogor telah memiliki beberapa karakteristik menjadi organisasi pembelajar.
Tabel 10 Variabel kualitas proses pengelolaan pengetahuan
No
1
2
3
4

Variabel
Pengembangan dan Pemanfaatan Pengetahuan
Pemeliharaan dan Penyimpanan Pengetahuan
Distribusi dan Berbagi Pengetahuan
Akuisisi Pengetahuan

Total Skor
Sumber: Data diolah (2015)

Sangat
Setuju
(SS)
(%)
21
14
18
27

Setuju
(S)
(%)
61
60
57
50

Kurang
Setuju
(KS)
(%)
16
20
20
16

Tidak
Setuju
(TS)
(%)
2
6
4
7

Rataan
Skor

12
11
11
12
46

Pada Tabel 10, Persentase nilai setuju paling besar pada proses pengelolaan
pengetahuan ini berada pada variabel pengembangan dan pemanfaatan
pengetahuan, yakni sebesar 61%. Hal ini menunjukkan bahwa pada sebagian
besar UKM di wilayah Kota Bogor memberikan peluang kepada karyawannya
untuk bereksperimen dengan pengetahuan baru. Tak hanya itu, pengalaman hasil
pelatihan pun diterapkan untuk dapat meningkatkan kinerja UKM. Pada UKM
tersebut juga terdapat tim-tim lintas fungsional yang bekerjasama menghasilkan
solusi-solusi atas permasalahan yang dihadapi unit kerja.
Variabel pemeliharaan dan penyimpanan pengetahuan memiliki nilai
persentase sebesar 60%. Variabel ini menggambarkan bahwa telah ada
dokumentasi untuk kegiatan yang diakukan meskipun tidak terlalu terperinci.
Variabel berikutnya adalah variabel distribusi dan berbagi pengetahuan dengan
persentase setuju sebesar 57%. Ini memperlihatkan bahwa pada UKM telah
berlangsung aktivitas dimana karyawan senior membimbing karyawan lainnya
yang masih yunior. Selain itu, karyawan juga dapat mengetahui segala informasi
terkini mengenai kondisi UKM tempatnya bekerja.
Variabel akuisisi pengetahuan memiliki persentase sebesar 50%. Variabel
ini menggambarkan bahwa pada UKM biasanya telah memiliki perencanaan

18
pelatihan meskipun tidak berlangsung secara rutin. Pelatihan yang biasa di ikuti
pun seringkali pelatihan yang diadakan oleh pihak luar, baik dari instansi terkait
atau perusahaan yang menyediakan pelatihan.
Kualitas Pembelajaran
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan 25 ragam pertanyaan
yang dikemukakan Munir (2008), skor UKM di wilayah Kota Bogor rata-rata
sebesar 76. Rentang skor yang mungkin dapat diperoleh dan pemaknaanya
dijelaskan dalam Tabel 5. Berdasarkan nilai tersebut kita dapat mengetahui bahwa
rata-rata UKM Kota Bogor telah memiliki dasar yang baik untuk menjadi
organisasi pembelajar. Hal ini tercermin dari tiga sub variabel kualitas
pembelajaran yakni pembelajaran individu, pembelajaran kelompok, serta
pembelajaran organisasi.
Tabel 11 Variabel kualitas pembelajaran
No
1
2
3

Variabel

Pembelajaran Organisasi
Pembelajaran Kelompok
Pembelajaran Individu
Total Skor
Sumber: Data diolah (2015)

Sangat
Setuju
(SS)
(%)
14
18
31

Setuju
(S)
(%)
71
66
61

Kurang
Setuju
(KS)
(%)
13
13
7

Tidak
Setuju
(TS)
(%)
2
2
1

Rataan
Skor

48
9
19
76

Tabel 11, menunjukkan bahwa pembelajaran organisasi memiliki rata-rata
nilai persentase sebesar 71%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kebiasaan
untuk mendiskusikan kegiatan yang telah berlangsung dan menarik pelajaran dari
kegiatan tersebut.
Variabel pembelajaran kelompok menempati urutan kedua dengan nilai
persentase setuju sebesar 66%. Persentase tersebut menunjukkan bahwa
komunikasi vertikal yakni komunikasi yang terjadi antara pimpinan dan bawahan
berlangsung secara efektif. Hal ini juga didukung dengan bentuk struktur UKM
yang sebagian besar sederhana. Meski begitu, UKM tak selalu aktif memantau
perkembangan yang terjadi di lingkungan eksternal. Sehingga, tidak terjadi
perbaruan keterampilan yang dimiliki UKM.
Pembelajaran individu menjadi variabel yang memiliki nilai persentase
setuju paling rendah, yaitu sebesar 61%. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat
kepercayaan antar karyawan untuk saling berbagi pengetahuan. Namun, dalam
pengambilan keputusan tidak selalu dilakukan secara partisipatif serta cenderung
terpusat pada pemilik UKM.

Identifikasi Strategi Manajemen Pengetahuan pada UKM Kota Bogor
Berdasarkan hasil studi literature, brainstorming, FGD dan depth interview yang
dilakukan dengan beberapa pakar diperoleh struktur AHP dalam menentukan
strategi manajemen pengetahuan UKM di Kota Bogor. Struktur AHP yang
terbentuk ditunjukkan pada Gambar 6.

19

Strategi Management Pengetahuan pada UKM di Bogor

Kualitas Pengetahuan
(0,351)

Kualitas Pembelajaran
(0,338)

Kualitas Proses
Pengelolaan Pengetahuan
(0,311)

Pelaku UKM
(0,545)

Disperindag
(0,216)

Dinas UMKM
(0,239)

Melahirkan Inovasi
(0,283)

Perbaikan Berkelanjutan
(0,717)

Sumber Daya Manusia
(0,457)

Proses Organisasional
(0,282)

Teknologi
(0,260)

Gambar 6 Struktur AHP Strategi Manajemen Pengetahuan pada UKM Kota
Bogor
Seluruh struktur AHP yang telah disusun tersebut kemudian dinilai oleh
pakar. Pakar yang terlibat dalam penilaian struktur ini terdiri atas Dinas UMKM
Kota Bogor, Disperindag, dan 14 pelaku UKM di wilayah Kota Bogor. Struktur
hierarki disusun dalam lima level hierarki. Penyusunan tersebut didasarkan pada
hal-hal yang terkait dengan tujuan. Hierarki tersebut meliputi :
1. Level Goal : Tujuan utama struktur AHP ini adalah untuk mengetahui prioritas
strategi manajemen pengetahuan yang tepat pada UKM Kota Bogor.
2. Level Faktor : Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi manajemen
pengetahuan ini adalah faktor-faktor yang digunakan dalam memetakan
kondisi manajemen pengetahuan UKM di Kota Bogor. Ketiga faktor tersebut
adalah kualitas pengetahuan, kualitas pembelajaran, serta kualitas proses
pengelolaan pengetahuan.
3. Level Aktor : Aktor yang berperan dalam perkembangan UKM Kota Bogor
merupakan dua kedinasan yang bertanggung dalam perkembangan Kota Bogor.
Kedua kedinasan tersebut adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan
(Disperindag) dan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(Dinas Koperasi dan UMKM) Kota Bogor. Selain kedua kedinasan tersebut,
aktor yang berperan lain