Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Di Desa Batu Kuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten

ANALISIS FINANSIAL USAHA HUTAN RAKYAT DI DESA
BATU KUWUNG, KECAMATAN PADARINCANG,
KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

SAKINAH JIHAD

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Finansial
Usaha Hutan Rakyat di Desa Batu Kuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten
Serang, Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Sakinah Jihad
NIM E14110081

ABSTRAK
SAKINAH JIHAD. Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat di Desa Batu
Kuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
Dibimbing oleh DODIK RIDHO NURROCHMAT.
Pembangunan hutan rakyat merupakan salah satu pilihan strategis dalam
rangka meningkatkan kualitas dan produktivitas lahan kritis di Desa Batu
Kuwung. Saat ini sudah banyak bentuk pola pengembangan hutan rakyat. Pola
hutan rakyat di Desa Batu Kuwung sendiri adalah 70% dari total luas lahan
ditanami sengon dan 30% dari luas lahan ditanami MPTS (Multi Purpose Tree
Species) berupa melinjo dan durian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui kelayakan usaha hutan rakyat di Desa Batu Kuwung secara finansial
dan melihat sensitivitas usaha tersebut terhadap kenaikan biaya dan penurunan
harga. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode discounted dan
coumpounded cashflow dengan tiga indikator kelayakan yang digunakan yakni

Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit Cost Ratio
(BCR). Hasil analisis finansial menunjukkan nilai NPV sebesar Rp 2.290.284.642,
IRR 35%, dan Net B/C (BCR) 4,30 pada suku bunga 7,2%. Berdasarkan hasil
tersebut, usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung secara finansial layak untuk
dikembangkan. Usaha hutan rakyat ini sendiri lebih sensitif terhadap penurunan
harga dibandingkan dengan kenaikan biaya.
Kata kunci: hutan rakyat, pola hutan rakyat, analisis finansial

ABSTRACT
SAKINAH JIHAD. Financial Analysis of Private Forests in Batu Kuwung
Village, Subdistrict Padarincang, Serang Regency, Province Banten. Supervised
by DODIK RIDHO NURROCHMAT.
Private forests development is one of strategical options to increase the
quality and productivity of critical land. Recently, there have been many types of
private forests pattern. The pattern of private forests in Desa Batu Kuwung shows
that 70% of total area is used for planting sengon and 30% of total area is used for
planting MPTS (Multi Purpose Tree Species) such as durian and melinjo. The
purposes of this research were to determine the financial feasibility of private
forests investment in Batu Kuwung village, and to see the sensitivity of private
forests investment to the increasing of costs and the decreasing of prices. Method

used in this analysis was discounted and compounded cashflow by using three
financial feasibility indicators such as Net Present Value (NPV), Internal Rate of
Return (IRR), and Benefit Cost Ratio (BCR). The results show that NPV is Rp
2.290.284.642, IRR at 35%, and Net B/C (BCR) is 4,30 at bank rate of 7,2%.
Based on these results, private forests investment in Batu Kuwung village is
financially feasible to develop. The private forests investment itself is more
sensitive to the decreasing of prices than the increasing of costs.
Keywords: private forests, patterns of private forests, financial analysis

ANALISIS FINANSIAL USAHA HUTAN RAKYAT DI DESA
BATU KUWUNG, KECAMATAN PADARINCANG,
KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

SAKINAH JIHAD

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan


DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat di Desa Batu Kuwung,
Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten
Nama
: Sakinah Jihad
NIM
: E14110081

Disetujui oleh

Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, MSc.F.Trop
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr. Ir. Ahmad Budiaman, MSc.F.Trop
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia dan ridho-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Judul dari penelitian ini adalah Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat di Desa
Batu Kuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dodik Ridho
Nurrochmat, MSc.F.Trop selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan
Kabupaten Serang yang telah memfasilitasi penelitian ini dan kepada Mbak Dyah
yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Terimakasih untuk sahabat dan teman-teman Fakultas Kehutanan IPB
terutama untuk teman-teman dan sahabat seperjuangan di MNH 48 atas segala
bantuan dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tulisan ini,
namun penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Sakinah Jihad

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE


3

Lokasi dan Waktu Penelitian

3

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

3

Prosedur Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Rehabilitasi Lahan dengan Pembangunan Hutan Rakyat


6

Kondisi Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung

7

Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung
SIMPULAN DAN SARAN

10
18

Simpulan

18

Saran

18


DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

26

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

7
8
9

Luas program pembangunan hutan rakyat Kabupaten Serang
Luas lahan kritis di 14 kecamatan, Kabupaten Serang
Komposisi hutan rakyat pada 3 pola berbeda
Total aliran kas masuk pada 3 pola hutan rakyat
Biaya−biaya usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung komposisi 70%
sengon dan 30% MPTS pada luas lahan 25 ha
Biaya−biaya usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung komposisi 50%
sengon dan 50% MPTS pada luas lahan 25 ha
Biaya−biaya usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung komposisi 30%
sengon dan 70% MPTS pada luas lahan 25 ha
Hasil simulasi analisis finansial pada 3 pola hutan rakyat seluas 25 ha
dalam waktu 10 tahun
Hasil analisis sensitivitas usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung pola
70% sengon dan 30% MPTS seluas 25 ha dalam waktu 10 tahun

6
7
11
12
14
15
16
16
17

DAFTAR GAMBAR
1 Hasil present value dan akumulasi NPV setiap tahun

16

DAFTAR LAMPIRAN
2 Cashflow usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung Pola 30% sengon dan
70% MPTS
3 Cashflow usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung Pola 50% sengon dan
50% MPTS
4 Cashflow usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung Pola 70% sengon dan
30% MPTS

20
22
24

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Dinas Pertanian
Kehutanan Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Serang 2014, Kabupaten
Serang memiliki luas areal sebesar ±146.735 ha dan saat ini terbagi menjadi 29
kecamatan. Luas lahan kritis di Kabupaten Serang sendiri pada tahun 2009 adalah
sebesar ± 33.467 ha (Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum
Ciliwung dalam Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan
Kabupaten Serang 2014). Rehabilitasi lahan kritis diperlukan untuk mengatasi
masalah ini baik secara vegetatif maupun sipil teknis, disesuaikan dengan kondisi
wilayahnya. Menurut Wibawa (2014) rehabilitasi hutan dan lahan sendiri
merupakan upaya pengembangan fungsi sumberdaya hutan dan lahan, baik fungsi
produksi maupun fungsi lindung dan konservasi.
Salah satu bentuk kegiatan secara vegetatif yang dilakukan pemerintah
adalah dengan membangun dan mengembangkan hutan rakyat. Pembangunan
hutan rakyat diarahkan untuk mengembalikan produktivitas lahan kritis,
konservasi lahan, perlindungan hutan dan pengentasan kemiskinan melalui
pemberdayaan masyarakat. Program dilakukan dalam bentuk bantuan kepada
warga yang ingin membangun hutan rakyat. Bantuan – bantuan tersebut berupa
pemberian bibit, dana, serta pemberian pupuk dan pestisida. Kegiatan
pembangunan hutan rakyat tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Serang,
satu di antaranya adalah Kecamatan Padarincang di Desa Batu Kuwung. Tanaman
yang dibudidayakan untuk pembangunan hutan rakyat di Desa Batu Kuwung
adalah tanaman sengon (Albizia chinensis) sebagai komoditi utama dan tanaman
MPTS (Multi Purpose Tree Species) melinjo dan durian. Sengon sebagai salah
satu tanaman komersil memiliki beberapa keunggulan. Menurut Hadi dan
Napitulu (2012), sengon merupakan tanaman yang pembudidayaannya mudah,
mudah tumbuh, mudah diusahakan, memiliki jangka waktu panen yang tergolong
cepat dengan harga jual yang cukup tinggi.
Pembangunan hutan rakyat di Desa Batu Kuwung dimulai pada tahun 2007
dengan luas lahan yang digunakan adalah seluas 25 ha. Jumlah petani peserta di
Desa Batu Kuwung yang ikut dalam program ini berjumlah 25 orang dengan
setiap orang memiliki lahan rata–rata seluas 1 ha. Modal yang digunakan untuk
pembangunan hutan rakyat di Desa Batu Kuwung berasal dari modal sendiri.
Namun demikian, petani hutan rakyat di Desa Batu Kuwung mendapatkan
bantuan berupa sejumlah dana untuk membangun hutan rakyat yang berasal dari
program terkait dengan rehabilitasi lahan yang dilakukan pemerintah.
Usaha hutan rakyat yang telah dibangun sejak tahun 2007 di Desa Batu
Kuwung sampai saat ini masih berjalan. Komposisi tanaman dalam usaha hutan
rakyat ini adalah 70% dari luas lahan digunakan untuk menanam sengon dan 30%
digunakan untuk menanam melinjo dan durian. Meskipun usaha hutan rakyat
dalam program ini ditujukan untuk rehabilitasi lahan kritis, namun sejatinya usaha
hutan rakyat yang dijalankan harus layak secara finansial agar usaha dapat terus
berkembang dan memberikan efek positif dalam kesejahteraan masyarakat yang
mengusahakannya. Di sisi lain perlu diperhatikan bahwa modal untuk

2
membangun usaha hutan rakyat sebagian besar berasal dari modal pribadi pemilik
usaha, sehingga sudah selayaknya usaha hutan rakyat ini diharapkan dapat
memberikan keuntungan secara finansial untuk masyarakat pemilik usaha. Oleh
karena itu, penelitian ini dilakukan dengan salah satu tujuan untuk mengetahui
kelayakan usaha hutan rakyat di Desa Batu Kuwung.
Perumusan Masalah
Usaha budidaya tanaman hutan termasuk katagori bisnis high risk high
return. Investasi yang dibutuhkan pada awal pengusahaan cukup besar. Segala
kemungkinan resiko dan ketidakpastian selama masa pengusahaan harus
dipertimbangkan. Pola pengusahaan juga dapat berubah sewaktu–waktu karena
beberapa alasan seperti situasi yang tak terduga sebelumnya pada awal
pengusahaan dan kondisi sosial ekonomi yang tidak stabil. Oleh karena itu perlu
dilakukan peninjauan kembali terhadap usaha yang sedang dijalankan. Salah satu
bentuk peninjauan kembali tersebut adalah peninjauan kembali terhadap salah satu
aspek penting yakni aspek finansial. Hal ini sejalan dengan pendapat Fahmi et al.
(2009) yang menyampaikan bahwa salah satu kriteria agar suatu usaha/proyek
dapat dikatakan feasible (layak) adalah usaha yang dikerjakan mampu tahan
terhadap berbagai goncangan ekonomi (economic fluctuation) baik karena faktor
domestik maupun lokal. Dengan demikian analisis finansial perlu dilakukan.
Analisis finansial dapat memproyeksikan/menggambarkan keadaan usaha
kedepannya terhadap pilihan−pilihan yang ada pada saat ini sehingga dapat
diputuskan pilihan yang terbaik untuk usaha tersebut.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah :
1. Mengetahui kelayakan usaha secara finansial usaha hutan rakyat di Desa Batu
Kuwung
2. Membandingkan gambaran kelayakan finansial usaha hutan rakyat Desa Batu
Kuwung pola 70% sengon 30% MPTS dengan pola 50% sengon 50% MPTS
dan pola 30% sengon 70% MPTS
3. Menganalisis sensitivitas kelayakan usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung
terhadap berbagai perubahan kondisi yang mungkin terjadi
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kelayakan finansial usaha hutan rakyat di Desa Batu Kuwung, sehingga dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi pengelola usaha
dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya. Selain itu diharapkan
penelitian ini juga dapat menjadi rujukan untuk pelaksanaan penelitian lanjutan
atau penelitian lain yang sejenis serta menyediakan informasi bagi pihak–pihak
yang akan mendirikan usaha kehutanan maupun pihak–pihak yang ingin
menanamkan modal/saham di bidang kehutanan terutama hutan rakyat.

3

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Batu Kuwung, Kecamatan Padarincang,
Kabupaten Serang. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei 2015.

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang diperlukan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh secara langsung dari kegiatan diskusi/wawancara dengan
pengelola hutan rakyat di Desa Batu Kuwung. Data sekunder diperoleh dari
dokumen atau laporan yang berhubungan dengan penelitian seperti data kondisi
umum lokasi penelitian, data potensi, dan data lainnya yang dibutuhkan dalam
penelitian.
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
teknik–teknik sebagai berikut :
1. Teknik Observasi
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap
objek penelitian, dengan metode ini diharapkan dapat melihat dan memahami
gejala sosial yang diteliti.
2. Teknik Survei
Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara/diskusi langsung
dengan pengelola hutan rakyat di Desa Batu Kuwung. Wawancara dilakukan
secara bebas mengenai hal-hal yang masih berhubungan dengan penelitian.
3. Studi pustaka
Data ini diperoleh dengan mempelajari literatur, laporan, karya ilmiah,
hasil penelitian, dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan penelitian.

Prosedur Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data
kualitatif yaitu analisis deskriptif mengenai gambaran pengelolaan usaha. Analisis
data kuantitatif diolah menggunakan perangkat komputer dengan menggunakan
software Ms.Excel. Analisis data kuantitatif yang dilakukan adalah analisis
finansial dengan metode Aliran Kas Berdiskonto (Discounted Cash Flow) dan
Compounding Cash Flow berdasarkan kriteria kelayakan Net Present Value
(NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C).
Selain itu juga dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui kepekaan usaha
terhadap kondisi perubahan tertentu, yang memengaruhi sisi manfaat (benefit)
maupun biaya (cost).
Analisis Finansial
Indikator yang digunakan untuk mengetahui manfaat secara finansial
adalah sebagai berikut :
1. Nilai sekarang bersih (Net Present Value/NPV)

4
Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai kini (present value) dari
investasi dengan penerimaan–penerimaan kas bersih di masa yang akan datang
(Umar 2007). NPV merupakan salah satu kriteria kelayakan usaha yang
mempertimbangkan nilai waktu terhadap uang (time value of money) yang
merupakan selisih dari nilai kini arus manfaat dengan nilai kini arus biaya
dalam cashflow. Formula NPV dengan discount factor diacu dalam Gittinger
(2008), sebagai berikut :
NPVa = ∑nt 0

Bt – Ct
t

Formula untuk NPV dengan compound factor adalah sebagai berikut :
NPVb = ∑nt 0

Bt – Ct

i

t

Keterangan :
NPVa
= Net Present Value dengan discount factor
NPVb
= Net Present Value dengan compound factor
Bt
= keuntungan pada tahun ke-t
Ct
= biaya pada tahun ke-t
n
= umur ekonomis dalam suatu pengusahaan
i
= suku bunga yang berlaku
Menurut Jumingan (2011), jika NPV positif atau sama dengan nol, maka
investasi tersebut sebaiknya diterima. Namun demikian, tidak berarti bahwa
apabila NPV sama dengan nol berarti sama dengan break even point. Hal ini
disebabkan dalam keadaan NPV sama dengan nol sebenarnya investasi tersebut
telah mendapatkan keuntungan sebesar required rate of return atau tingkat
keuntungan yang disyaratkan.
2. Rasio manfaat biaya (Benefit Cost Ratio/BCR)
Benefit Cost Ratio (BCR) dalam kaitannya dengan usaha dapat dikatakan
sebagai ratio perbandingan antara nilai sekarang arus manfaat dengan nilai
sekarang arus biaya. Kriteria formal yang digunakan untuk pemilihan ukuran
B/C ratio dari manfaat proyek adalah memilih semua proyek yang bebas
dengan B/C ratio sebesar 1 atau lebih bila arus biaya dan manfaat didiskonto
pada tingkat biaya oportunitas kapital (Gittinger 2008). Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa suatu kegiatan usaha atau proyek dikatakan
menguntungkan apabila nilai dari BCR ≥ , dan suatu kegiatan penjualan
produk dikatakan mengalami kerugian dan tidak layak jika BCR < 1. Formula
dari BCR dengan discount factor adalah sebagai berikut (Gittinger 2008) :
a

BCR =

Bt
it
Ct
n
∑t 0
it

∑nt 0

Formula BCR dengan compound factor adalah sebagai berikut :
∑n B

BCRb = ∑nt 0 Ct
t 0

t

it

it

5
Keterangan :
BCRa
= Benefit Cost Ratio dengan discounted factor
BCRb
= Benefit Cost Ratio dengan compound factor
Bt
= keuntungan pada tahun ke-t
Ct
= biaya pada tahun ke-t
n
= umur ekonomis dalam suatu pengusahaan
i
= suku bunga yang berlaku
3. Tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return/IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat bunga yang menyamakan
present value aliran kas keluar yang diharapkan (expected cash outflows)
dengan present value aliran kas masuk diharapkan (expected cash inflows)
(Jumingan 2011). Tingkat bunga tersebut adalah tingkat bunga maksimum
yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan (Gittinger
2008). Adapun formula untuk menentukan IRR adalah sebagai berikut
(Gittinger 2008) :
P
IRR = i(+) + P
[ i(-) – i(+) ]
P
-

Keterangan :
IRR
NPV(+)
NPV(-)
i(+)
i(-)

-

= Internal Rate of Return
= NPV bernilai positif
= NPV bernilai negatif
= suku bunga yang membuat NPV positif
= suku bunga yang membuat NPV negatif

Mengacu kepada pendapat Kasmir dan Jakfar (2003), jika hasil IRR lebih
besar dari bunga bank maka dapat dikatakan bahwa investasi yang dilakukan
lebih menguntungkan jika dibandingkan modal yang dimiliki disimpan di bank.
Secara singkat, kaitan antara metode IRR dengan analisis finansial yang
dilakukan adalah jika IRR ≥ tingkat suku bunga, maka usaha layak dijalankan
dan jika IRR < tingkat suku bunga, maka usaha tidak layak dijalankan.
Asumsi –Asumsi
Asumsi–asumsi dasar yang akan digunakan dalam analisis finansial usaha
hutan rakyat Desa Batu Kuwung adalah sebagai berikut:
1. Tingkat suku bunga yang digunakan dalam analisis adalah suku bunga deposito
yang berlaku pada masa analisis data dilakukan yaitu pada tanggal 9 Juni 2015
sebesar 7,2%
2. Keberhasilan pohon sengon 50%, durian 100%, melinjo 100% dari seluruh
jumlah bibit yang ditanam
3. Sistem pemanenan kayu sengon merupakan sistem tebang butuh dengan
jumlah kayu sengon yang dipanen sama setiap tahun hingga akhir waktu
analisis
4. Jumlah tanaman durian adalah 100 pohon/ha
5. Jumlah tanaman melinjo adalah 200 pohon/ha
6. Jumlah tanaman sengon adalah 1250 pohon/ha
7. Biaya panen durian Rp 10.000.000/ha/tahun dan diasumsikan sama setiap
periode pemanenan
8. Biaya panen melinjo Rp 6.200.000/ha/tahun dan diasumsikan sama setiap
periode pemanenan

6
9. Produksi buah durian 60 buah/pohon/tahun
10. Produksi buah melinjo 20 kg/pohon/panen
11. Panen melinjo dilakukan 2 kali dalam satu tahun
12. Harga sengon Rp 150.000/tegakan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Rehabilitasi Lahan dengan Pembangunan Hutan Rakyat
Pemerintah Kabupaten Serang, Provinsi Banten menjalankan program
rehabilitasi lahan kritis dengan membuat Program Pembangunan Hutan Rakyat
(HR) yang dimulai pada tahun 2003 dan Program Pembangunan Kebun Bibit
Rakyat (KBR) yang dimulai pada tahun 2010. Program pembangunan hutan
rakyat dan kebun bibit rakyat ini dilakukan di 14 kecamatan di Kabupaten serang.
Salah satu pembangunan hutan rakyat dilakukan di Desa Batu Kuwung,
Kecamatan Padarincang. Daftar kecamatan beserta luas lahan yang digunakan
pada setiap kecamatan untuk program pembangunan hutan rakyat dan kebun bibit
rakyat dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Luas program pembangunan hutan rakyat Kabupaten Serang
No.
Kecamatan
Luas (Hektar)
1.
Petir
225
2.
Pamarayan
300
3.
Tanjung Teja
175
4.
Cikeusal
126
5.
Padarincang
325
6.
Ciomas
100
7.
Pulo Ampel
300
8.
Kramatwatu
5
9.
Bojonegara
475
10.
Waringinkurung
325
11.
Gunungsari
75
12.
Mancak
100
13.
Anyar
175
14.
Cinangka
925
Jumlah
3631
Sumber : Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Serang 2014

Pembangunan program pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Serang
melibatkan beberapa instansi yang terlibat mulai dari Bupati hingga Kepala Desa,
Dinas Kabupaten/Kota yang mengurusi bidang kehutanan, kelompok tani,
pendamping kelembagaan (LSM, sarjana terdidik, tenaga kerja sosial, sarjana
kehutanan), dan pendamping teknis (penyuluh kehutanan).
Total luas lahan kritis sendiri di 14 kecamatan Kabupaten Serang adalah
9.728 hektar, sedangkan luasan lahan untuk program pembangunan hutan rakyat
adalah 3.156 ha (Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan

7
Kabupaten Serang 2014). Dengan demikian program pembangunan hutan rakyat
yang dilakukan pemerintah setara dengan rehabilitasi lahan kritis sebesar 32,44%.
Kemudian, seperti yang telah disampaikan sebelumnya, pada tahun 2010
pemerintah memulai pembangunan Kebun Bibit Rakyat (KBR). Pembangunan
Kebun Bibit Rakyat (KBR) dilakukan karena keterbatasan dan ketidakmampuan
masyarakat untuk mendapatkan bibit yang berkualitas. Pembangunan Kebun Bibit
Rakyat (KBR) diharapkan mampu menyediakan bibit tanaman yang berkualitas
baik dan layak dengan akses yang mudah didapat dan harga yang terjangkau.
Luasan lahan untuk Program Kebun Bibit Rakyat (KBR) adalah seluas 475 ha.
Program Kebun Bibit Rakyat (KBR) yang dilakukan pemerintah dengan demikian
setara dengan rehabilitasi lahan kritis sebesar 4,88%. Secara keseluruhan, dari
kedua program (hutan rakyat dan kebun bibit rakyat) yang dilakukan diharapkan
mampu mengurangi luas lahan kritis sekitar 37,32% atau seluas 3.631 hektar.
Luas lahan kritis di 14 kecamatan Kabupaten Serang dapat dilihat pada Tabel 2.

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Jumlah

Tabel 2 Luas lahan kritis di 14 kecamatan, Kabupaten Serang
Kecamatan
Luas Lahan Kritis (Ha)
Gunung Sari
100,0
Waringinkurung
747,0
Cikeusal
702,5,0
Petir
875,0
Tunjung Teja
462,0
Bojonegara
1.858,0
Anyar
815,0
Mancak
666,0
Pamarayan
100,0
Ciomas
790,0
Padarincang
690,5
Pulo Ampel
1.112,0
Cinangka
745,0
Kramatwatu
65,0
9.728,0

Sumber : Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Serang 2014

Kondisi Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung
Desa Batu Kuwung merupakan salah satu desa di Kecamatan Padarincang,
Kabupaten Serang, Banten. Desa Batu Kuwung berada pada ketinggian sekitar
500 m dari permukaan laut dan rata-rata wilayahnya memiliki kemiringan lahan
landai kurang dari 15%. Luas total pembangunan hutan rakyat di Desa Batu
Kuwung adalah 25 ha. Komposisi tanaman pada pembangunan hutan rakyat di
Desa Batu Kuwung saat ini adalah 70% tanaman kayu−kayuan dan 30%
merupakan tanaman Multi Purpose Tree Species MPTS . Tanaman kayu−kayuan
yang digunakan untuk pembangunan hutan rakyat di Desa Batu Kuwung ini
adalah tanaman jenis sengon. Sedangkan untuk tanaman jenis Multi Purpose Tree
Species (MPTS) yang dibudidayakan masyarakat setempat adalah durian dan
melinjo. Saat ini, rata−rata diameter batang sengon adalah sekitar 25 cm serta
tinggi sekitar 15 meter. Tanaman melinjo sudah dapat menghasilkan buah sejak

8
tahun 2012 atau ketika umur tanaman sudah mencapai 5 tahun. Tanaman durian
sendiri diperkirakan baru akan berbuah ketika telah mencapai umur setidaknya 8
tahun.
Kegiatan Silvikultur Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung
Secara umum tahapan/kegiatan silvikultur pada hutan rakyat di Desa Batu
Kuwung adalah sebagai berikut.
1. Pengadaan bibit dan persiapan lahan
Pengadaan bibit dilakukan dengan membeli langsung kepada produsen
bibit. Harga bibit pada saat pembangunan hutan rakyat adalah Rp 2.500/bibit.
Kegiatan persiapan lahan terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan pembersihan
lahan dan kegiatan pengolahan tanah. Pembersihan lahan berupa kegiatan
penebasan semak belukar dan tanaman pengganggu lainnya. Kegiatan
pengolahan tanah dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah dengan cara
mencangkul atau membajak tanah/lahan.
2. Penanaman
Kegiatan penanaman terdiri dari kegiatan pembuatan dan pemasangan
ajir tanam serta pembuatan lubang tanaman. Pemasangan ajir tanaman
dimaksudkan untuk memberikan tanda tempat bibit akan ditanamkan. Jarak
tanam yang digunakan untuk tanaman sengon adalah 2 m x 4 m, untuk durian
adalah 10 m x 10 m, dan untuk melinjo adalah 5 m x 10 m. Setelah kegiatan
penanaman selesai, ajir disarankan untuk dilepaskan. Hal ini dikarenakan pada
ajir yang digunakan dikhawatirkan mengandung hama dan penyakit yang dapat
mengganggu pertumbuhan bibit yang baru ditanam.
3. Pemeliharaan
Pemeliharan sengon dilakukan sampai tanaman berumur 3 tahun.
Sengon yang telah berumur 2 tahun sudah dapat hidup secara mandiri tetapi
sebagian masyarakat yang membudidayakan sengon tetap melakukan
pemeliharaan sengon sampai umur sengon mencpai 3 tahun dengan tujuan agar
sengon yang akan dipanen kelak memiliki kualitas yang diharapkan. Tajuk
sengon yang berumur dua tahun sudah mulai menutup, sehingga penyemprotan
pestisida pada umur dua tahun ke atas tidak mutlak dilakukan (Hadi dan
Napitulu 2012). Sengon dengan tajuk yang mulai menutup dapat mendapatkan
unsur hara dari daun−daun sengon yang digugurkan. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa pemeliharaan secara intensif sengon cukup dilakukan sampai
umur 2 tahun tetapi pemeliharaan dapat dilanjutkan sampai umur 3 tahun untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik. Tanaman sengon yang sudah berumur lebih
dari 3 tahun tidak memerlukan pemeliharaan secara intensif karena sengon
sudah dapat tumbuh secara mandiri.
Pemeliharaan untuk tanaman Multi Purpose Tree Species seperti durian
dan melinjo lebih lama dibandingkan dengan pemeliharaan yang dilakukan
untuk sengon. Pemeliharaan tanaman melinjo dan durian dilakukan sampai
tanaman dapat menghasilkan buah. Melinjo dapat menghasilkan buah ketika
berumur 5 tahun, sehingga pemeliharaan untuk tanaman melinjo dilakukan
sampai dengan tahun ke-5 usaha. Pemeliharaan untuk tanaman durian sendiri
dilakukan sampai tanaman berusia 8 tahun, yakni usia ketika tanaman
diperkirakan sudah dapat menghasilkan buah. Kegiatan rinci pemeliharaan
yang dilakukan adalah sebagai berikut :

9
1. Pupuk yang digunakan adalah pupuk NPK dengan dosis 100 gram/pohon.
2. Pemupukan dilakukan setiap 3 bulan sekali
3. Penyiangan dan pendangiran dilakukan sebanyak 4 kali saat tanaman
berumur 0 – 1 tahun
4. Pestisida yang digunakan adalah sebanyak 1,5 liter/ha
5. Penyemprotan dengan pestisida dilakukan sebanyak 4 kali saat tanaman
berumur 0 – 1 tahun, dan 3 kali untuk tahun-tahun selanjutnya.
4. Pemanenan
Durian sudah dapat menghasilkan buah pada umur 8 tahun. Pemanenan
buah durian dilakukan satu kali dalam satu tahun. Diperkirakan dalam setiap
kali panen, satu pohon durian dapat menghasilkan buah sebanyak 60 buah.
Pemanenan melinjo di Desa Batu Kuwung mulai dilakukan ketika usia
tanaman mencapai 5 tahun dan dapat berbuah. Pemanenan dilakukan dua kali
dalam satu tahun dengan total buah yang dihasilkan selama satu tahun sekitar
40 kg/pohon.
Pemanenan sengon di Desa Batu Kuwung oleh pemilik hutan rakyat
tidak dilakukan menggunakan sistem tebang habis. Masyarakat cenderung
menebang pohon sengon dengan sistem tebang butuh. Oleh karena itu, analisis
yang dilakukan dalam penelitian ini mengasumsikan bahwa jumlah pohon
sengon yang dipanen setiap tahunnya adalah rata-rata dari seluruh jumlah
pohon sengon yang berhasil tumbuh dibagi jangka waktu mulai dari sengon
dapat dipanen hingga akhir waktu analisis. Pohon sengon sendiri sudah dapat
ditebang/dipanen pada usia 5 tahun. Masyarakat biasanya akan menjual kayu
sengon untuk keperluan mendesak seperti biaya untuk pendidikan atau
pernikahan.
Pemanfaatan Hasil Hutan Rakyat Berupa Kayu dan Buah
Pemanfaatan kayu berasal dari tanaman sengon, sedangkan untuk
pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu (HHBK) berasal dari pembudidayaan Multi
Purpose Tree Species (MPTS) berupa buah yang dihasilkan.
Sengon dapat diklasifikasikan dalam famili fabaceae dengan sub−famili
mimosoidae. Sengon (Albizia chinensis) memiliki beberapa nama lokal. Sengon
lebih dikenal dengan nama jeungjing pada masyarakat etnis sunda dan sengon laut
pada masyarakat etnis Jawa. Selain itu, sengon juga dikenal dengan sebutan sika
di Maluku, tedehu pute di Sulawesi, dan bae/wahogan di Papua. Sengon juga
memiliki nama lokal di negara−negara lain yaitu kayu machis Malaysia , puah
(Brunei Darussalam), dan batai (Amerika, Perancis, Jerman, Itali, Kanada) (Hadi
dan Napitulu 2012). Sengon memiliki banyak manfaat, menurut Wibowo dan
Nazif (2007) sengon mempunyai serat yang baik sebagai bahan baku pulp dan
kertas sedangkan oleh masyarakat kayu sengon banyak digunakan untuk papan,
kotak kemasan dan furniture ringan.
Menurut Hadi dan Napitulu (2012), tinggi tanaman sengon dapat mencapai
39 m dengan diameter lebih dari 60 cm pada umur 12 tahun. Sengon merupakan
salah satu tanaman yang tergolong ke dalam jenis tanaman cepat tumbuh (fast
growing species). Sifat sengon yang cepat tumbuh mengakibatkan sengon banyak
digunakan untuk menghijaukan lahan kritis. Selain itu nilai ekonomi yang cukup
tinggi dari tanaman sengon menambah motivasi masyarakat untuk
membudidayakannya.

10
Kayu sengon yang berasal dari Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung
merupakan bahan baku industri−industri penggergajian untuk pembuatan kursi,
meja, dan kusen, baik untuk industri yang ada di dalam desa maupun industri
yang berada di luar desa tetapi masih dalam satu kecamatan.
Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang dimanfaatkan adalah buah
dari tanaman Multi Purpose Tree Species (MPTS) yakni buah durian dan buah
melinjo. Potensi produk olahan durian sangat terbuka karena beragam jenis
produk olahan buah durian sudah dapat diterima sangat baik oleh konsumen
seperti dodol, es krim, berbagai jenis kue, dan sebagainya. Sementara itu, buah
durian sendiri merupakan salah satu jenis buah eksklusif dengan harga jual tinggi.
Buah durian yang sudah dipanen akan dijual kepada konsumen untuk dikonsumsi
langsung atau sebagai bahan baku produk olahan buah durian.
Pemanfaatan HHBK selanjutnya adalah buah melinjo. Buah melinjo
merupakan bahan dasar untuk pembuatan emping. Secara umum melinjo (Gnetum
gnemon) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi Banten dengan sentra
produksi yang sudah berkembang terutama di kabupaten Pandeglang dan Cilegon
(Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Serang 2014).
Prospek pengembangan melinjo sangat besar karena selain potensinya besar juga
teknik budidayanya sudah dikuasai oleh masyarakat. Hasil olahan buah melinjo
dapat diserap pasar dan diminati konsumen dengan baik. Bahkan produk emping
ini sudah menjadi komoditas ekspor, dan salah satu eksportir di Kabupaten Serang
sudah mengekspor produk emping ke Arab Saudi dengan volume ekspor tahun
2014 sekitar 91.300 kg (Koperindag Kabupaten Serang dalam Dinas Pertanian
Kehutanan Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Serang 2014).
Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung
Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha hutan rakyat
di Desa Batu Kuwung dalam program yang dijalankan pemerintah untuk
rehabilitasi lahan. Metode yang digunakan dalam analisis adalah metode
Discounted Cash Flow dan metode Compounding Cash Flow dengan kriteria
kelayakan yang digunakan adalah NPV (Net Present Value), Net B/C (Net Benefit
Cost Ratio), dan IRR (Internal Rate of Return).
Analisis Inflow Usaha Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung
Inflow atau arus kas masuk pada dasarnya merupakan proyeksi pemasukan
uang (manfaat) dari berbagai sumber (Nugroho 2004). Inflow untuk usaha hutan
rakyat Desa Batu Kuwung berasal dari penjualan kayu sengon, buah durian, dan
buah melinjo.
Perhitungan aliran kas masuk dihitung dari jumlah produksi kayu, buah
durian, dan buah melinjo. Setiap pola hutan rakyat menghasilkan aliran kas masuk
yang berbeda. Hal ini disebabkan karena perbedaan jumlah masing-masing
tanaman akan berbeda pada setiap pola. Tabel 3 menunjukkan komposisi
masing−masing tanaman yang dibudidayakan pada hutan rakyat Desa Batu
Kuwung pada 3 pola berbeda.

11
Tabel 3 Komposisi hutan rakyat pada 3 pola berbeda
Komposisi Hutan Rakyat
Jumlah Tanaman/ha
No.
Sengon
MPTS
Sengon
Durian
Melinjo
1.
30%
70%
375
35
70
2.
50%
50%
625
25
50
3.
70%
30%
875
15
30
Penentuan jumlah tanaman didasarkan pada jarak tanam yang digunakan
untuk setiap jenis tanaman. Tanaman sengon menggunakan jarak tanam 4 m x 2 m
sehingga dalam luasan 1 Ha dapat ditanami sekitar 1.250 bibit tanaman sengon.
Tanaman durian menggunakan jarak tanam 10 m x 10 m sehingga dalam luasan 1
ha dapat ditanami sekitar 100 bibit durian. Tanaman melinjo menggunakan jarak
tanam 5 m x 10 m sehingga dalam luasan 1 ha dapat ditanami bibit melinjo sekitar
200 bibit. Komposisi hutan rakyat 70% tanaman sengon dan 30% berupa tanaman
Multi Purpose Tree Species (MPTS) didasarkan pada luasan yang digunakan. Hal
ini berarti bahwa pada luasan lahan yang digunakan, 70% dari luasan lahan
digunakan untuk tanaman sengon dan 30% dari luasan lahan akan digunakan
untuk tanaman MPTS. Luasan untuk tanaman MPTS ini kemudian dibagi sama
rata untuk tanaman durian dan melinjo. Dengan demikian, 50% dari luasan untuk
tanaman MPTS digunakan untuk tanaman durian dan 50% sisanya digunakan
untuk melinjo.
Jika komposisi yang digunakan adalah 70% untuk sengon dan 30% untuk
MPTS, maka pada luasan 1 ha akan digunakan area seluas 0,7 ha untuk sengon.
Jika diasumsikan dalam 1 ha dapat ditanami sengon sebanyak 1.250 bibit maka
untuk luasan 0,7 ha dengan demikian dapat ditanami sekitar 875 bibit sengon. Sisa
luasan sebesar 0,3 ha ditanami tanaman MPTS berupa durian dan melinjo dengan
masing-masing luasan 0,15 ha untuk tanaman durian dan 0,15 ha untuk tanaman
durian. Jika dalam 1 ha diasumsikan dapat ditanami durian sebanyak 100 bibit
durian, maka untuk luasan sebesar 0,15 ha dengan demikian dapat ditanami 15
bibit durian. Bibit melinjo diasumsikan dapat ditanam sebanyak 200 bibit dalam
luasan 1 ha, dengan demikian untuk luasan 0,15 ha dapat ditanami bibit melinjo
sebanyak 30 bibit. Begitu pun perhitungan yang digunakan untuk 2 pola lainnya
dalam analisis ini yakni hutan rakyat dengan komposisi 50% sengon dan 50%
MPTS dan hutan rakyat dengan pola 30% sengon dan 70% berupa MPTS.
Jumlah kayu sengon pada komposisi hutan rakyat 70% sengon dan 30%
MPTS terdapat 875 pohon sengon untuk luasan 1 hektar. Keberhasilan kayu
sengon untuk tumbuh hingga layak tebang diasumsikan sebesar 50% dari jumlah
bibit yang ditanam, sehingga total kayu sengon yang dipanen adalah sekitar 438
batang pohon. Jumlah perkiraan pohon sengon yang berhasil tumbuh yakni
sebesar 438 tidak langsung ditebang dengan sistem tebang habis melainkan akan
ditebang secara bertahap selama 6 tahun dimulai dari tahun ke-5 (t-3) hingga tahun
ke-10 (t2). Dengan demikian, setiap tahunnya akan dijual/dipanen pohon sengon
sebanyak 73 pohon/tahun. Hal ini dikarenakan kecenderungan masyarakat yang
menjual kayu sengon hanya pada saat tertentu saja. Jadi sistem penebangannya
dapat dikatakan sistem tebang butuh. Selain itu, alasan lain yang menyebabkan
pemanenan kayu sengon tidak dilakukan dalam satu waktu adalah kondisi lahan
kritis yang ada di Desa Batu Kuwung, sehingga penebangan dengan sistem tebang
habis tidak disarankan.

12
Kayu sengon dijual berdasarkan harga tegakan kayu berdiri seharga Rp
150.000/pohon kepada tengkulak (pedagang perantara). Harga penjualan kayu
sengon yang digunakan dalam analisis finansial adalah harga kayu sengon pada
tahun 2015. Total aliran kas masuk untuk hutan rakyat dari penjualan kayu sengon
dengan demikian diperkirakan sebesar Rp 65.700.000/ha selama jangka waktu
analisis 10 tahun.
Selanjutnya, arus kas masuk untuk usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung
berasal dari penjualan buah durian dan buah melinjo. Buah durian yang
dibudidayakan dalam usaha hutan rakyat mulai dapat dipanen pada usia 8 tahun
(t0, pada tahun 2015). Perkiraan harga buah durian pada tahun 2015 adalah
sebesar Rp 10.000/buah dan diasumsikan tidak mengalami perubahan dalam
setiap periode pemanenan selama jangka waktu analisis. Satu pohon durian
diasumsikan dapat menghasilkan sekitar 60 buah pada setiap tahunnya. Jumlah
pohon durian pada komposisi 70% sengon dan 30% berupa MPTS adalah sebesar
15 pohon untuk luasan 1 ha. Dengan demikian, pada setiap tahunnya aliran masuk
dari penjualanan buah durian berkisar Rp 9.000.000/ha/tahun. Pemanenan buah
durian hanya dilakukan selama 3 kali dalam periode analisis yaitu pada tahun ke-8
(t0), ke-9 (t1), dan ke-10 (t2), sehingga total aliran kas masuk dari penjualanan
buah durian selama periode analisis adalah sebesar Rp 27.000.000/ha.
Pendapatan untuk arus kas masuk selain berasal dari penjualan kayu sengon
dan buah durian, juga berasal dari penjualan buah melinjo. Buah melinjo yang
dijual berupa buah melinjo yang belum dikupas kulitnya seharga Rp 5.000/kg.
Harga buah melinjo diambil dari harga penjualan buah melinjo pada tahun 2015.
Pemanenan buah melinjo sendiri sudah dilakukan semenjak tahun 2012 ketika
tanaman sudah berumur 5 tahun (t-3). Pemanenan melinjo dilakukan dua kali
dalam satu tahun dengan total pemanenan 40 kg/pohon/tahun (20
kg/pohon/panen). Jumlah pohon melinjo pada komposisi 70% sengon dan 30%
MPTS adalah sebesar 30 pohon untuk luasan 1 ha. Setiap tahunnya dengan
demikian aliran kas masuk dari penjualanan buah melinjo sebesar Rp
6.000.000/ha/tahun. Selama periode analisis, pemanenan buah melinjo dilakukan
mulai tahun ke-5 (t-3) hingga tahun akhir analisis (t2), dengan demikian total aliran
kas masuk yang berasal dari penjualanan buah melinjo adalah sekitar Rp
36.000.000/ha. Total aliran kas masuk untuk setiap pola hutan rakyat yang
dianalisis dapat dilihat pada Tabel 4.

No.
1.
2.
3.

Tabel 4 Total aliran kas masuk pada 3 pola hutan rakyat
Komposisi Hutan
Jumlah (Rp/Ha)
Total
Rakyat
(Rp/Ha)
Sengon
MPTS
Sengon
Durian
Melinjo
70%
30%
65.700.000 27.000.000 36.000.000 128.700.000
50%
50%
46.950.000 45.000.000 60.000.000 151.950.000
30%
70%
28.200.000 63.000.000 84.000.000 175.200.000

Analisis Outflow Usaha Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung
Outflow atau arus kas keluar pada dasarnya adalah proyeksi biaya-biaya
yang akan dan telah dikeluarkan selama periode usaha yang akan dianalisis
(Nugroho 2004). Pembiayaan untuk pembangunan 3 pola hutan rakyat yang
dianalisis dalam penelitian ini berbeda-beda.

13
Biaya yang dikeluarkan untuk usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung dibagi
menjadi biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi terdiri dari biaya
yang dikeluarkan untuk penyediaan alat-alat. Biaya operasional dibagi menjadi
biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang besarnya tidak
dipengaruhi oleh jumlah produksi. Biaya tetap dalam analisis ini adalah biaya
untuk pembuatan saung dan biaya untuk persiapan lahan. Biaya variabel adalah
biaya yang besarnya dipengaruhi oleh besarnya jumlah produksi seperti biaya
penyediaan bibit, penanaman, pemeliharaan, dan biaya pemanenan.
Seluruh biaya selain biaya pemanenan yang dikeluarkan setiap tahunnya
merupakan proyeksi dari biaya yang dikeluarkan pada tahun awal pembangunan
hutan rakyat, yakni pada tahun 2007. Biaya pemanenan sendiri adalah biaya real
yang dikeluarkan saat kegiatan pemanenan mulai dilakukan untuk masing-masing
jenis MPTS yang dibudidayakan. Perbedaan pada biaya operasional variabel
disebabkan perbedaan komposisi tanaman pada masing-masing pola. Hal ini akan
berpengaruh pada besarnya biaya untuk pengadaan bibit, pemeliharaan, dan biaya
pemanenan. Harga bibit sengon adalah Rp 2.500/bibit sedangkan untuk melinjo
dan durian adalah Rp 5.000/bibit.
Biaya pemeliharaan terdiri dari biaya pemupukan, penyiangan, dan
penyemprotan pestisida. Pemeliharaan sengon dilakukan sampai usia 3 tahun,
sedangkan pemeliharaan untuk durian dan melinjo dilakukan sampai tanaman
berbuah. Pemeliharaan durian dilakukan sampai usia tanaman 8 tahun, dan
pemeliharaan untuk melinjo dilakukan sampai tanaman berusia 5 tahun.
Biaya untuk pemanenan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
pemanenan durian dan melinjo. Tidak adanya biaya untuk pemanenan sengon
disebabkan pohon sengon yang telah dibeli dalam bentuk tegakan berdiri
sepenuhnya telah menjadi hak pembeli sehingga proses pemanenan dan biaya
pemanenan akan dikeluarkan oleh pembeli (dalam hal ini adalah
tengkulak/pedagang perantara). Biaya pemanenan untuk buah durian sendiri
sebesar Rp 10.000.000/ha/tahun sedangkan biaya pemanenan untuk buah melinjo
adalah sebesar Rp 6.200.000/ha/tahun.
Berdasarkan biaya-biaya yang tercantum pada Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7,
total biaya untuk pola hutan rakyat 70% sengon dan 30% MPTS adalah Rp
725.043.750, untuk pola hutan rakyat 50% sengon dan 50% MPTS adalah Rp
887.406.250, dan untuk pola hutan rakyat 30% sengon dan 70% MPTS adalah Rp
1.049.768.750. Total biaya tersebut merupakan perkiraan total biaya untuk
pembangunan hutan rakyat seluas 25 ha di Desa Batu Kuwung, Provinsi Banten.
Kecenderungan total biaya terlihat semakin meningkat dengan semakin
tingginya persentase lahan yang diberikan untuk tanaman MPTS. Hal yang
mempengaruhi kecenderungan tersebut adalah biaya pemanenan untuk jenis
MPTS yang akan meningkat bila persentase untuk tanaman MPTS ditingkatkan
dan di sisi lain biaya pemanenan untuk sengon diasumsikan tidak ada. Rincian
pembiayaan untuk pembangunan hutan rakyat pada masing-masing pola dapat
dilihat pada Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7.

14
Tabel 5 Biaya−biaya usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung komposisi 70%
sengon dan 30% MPTS pada luas lahan 25 ha
Jenis Biaya
Nominal
Satuan
Waktu Pengeluaran
Biaya Investasi
1. Pembelian alat−alat
12.500.000 Rp
t−8
Biaya Operasional Tetap
1. Persiapan Lahan
25.000.000 Rp
t−8
2. Pembuatan Saung
37.500.000 Rp
t−8
Biaya Operasional Variabel
1. Penyediaan bibit
2.412.500 Rp/ha
t−8
2. Penanaman
1.380.000 Rp/ha
t−8
3. Pemeliharaan tahun ke−
4.044.000 Rp/ha
t−7
4. Pemeliharaan tahun ke−2
2.909.000 Rp/ha
t−6
5. Pemeliharaan tahun ke−3
2.909.000 Rp/ha
t−5
6. Pemeliharaan tahun ke−4
595.500 Rp/ha
t−4
7. Pemeliharaan tahun ke−5
595.500 Rp/ha
t−3
8. Pemeliharaan tahun ke−6
358.750 Rp/ha
t−2
9. Pemeliharaan tahun ke−7
358.750 Rp/ha
t−1
10. Pemeliharaan tahun ke−8
358.750 Rp/ha
t0
11. Pemanenan melinjo
930.000 Rp/ha/tahun t−3, t−2, t−1
12. Pemanenan melinjo dan
2.430.000
Rp/ha/tahun t0, t1, t2
durian
Catatan : Biaya pembelian atau sewa lahan tidak dihitung karena lahan milik sendiri

Tabel 6 Biaya−biaya usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung komposisi 50%
sengon dan 50% MPTS pada luas lahan 25 ha
Waktu
Jenis Biaya
Nominal
Satuan
Pengeluaran
Biaya Investasi
1. Pembelian alat−alat
12.500.000 Rp
t−8
Biaya Operasional Tetap
1. Persiapan Lahan
25.000.000 Rp
t−8
2. Pembuatan Saung
37.500.000 Rp
t−8
Biaya Operasional Variabel
1. Penyediaan bibit
1.937.500 Rp/ha
t−8
2. Penanaman
1.050.000 Rp/ha
t−8
3. Pemeliharaan tahun ke−
3.780.000 Rp/ha
t−7
4. Pemeliharaan tahun ke−2
2.645.000 Rp/ha
t−6
5. Pemeliharaan tahun ke−3
2.645.000 Rp/ha
t−5
6. Pemeliharaan tahun ke−4
992.500 Rp/ha
t−4
7. Pemeliharaan tahun ke−5
992.500 Rp/ha
t−3
8. Pemeliharaan tahun ke−6
551.250 Rp/ha
t−2
9. Pemeliharaan tahun ke−7
551.250 Rp/ha
t−1
10. Pemeliharaan tahun ke−8
551.250 Rp/ha
t0
11. Pemanenan melinjo
1.550.000 Rp/ha/tahun t−3, t−2, t−1
12. Pemanenan melinjo dan
4.050.000 Rp/ha/tahun t0, t1, t2
durian
Catatan : Biaya pembelian atau sewa lahan tidak dihitung karena lahan milik sendiri

15
Tabel 7 Biaya−biaya usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung komposisi 30%
sengon dan 70% MPTS pada luas lahan 25 ha
Jenis Biaya
Nominal
Satuan
Waktu Pengeluaran
Biaya Investasi
1. Pembelian alat−alat
12.500.000 Rp
t−8
Biaya Operasional Tetap
1. Persiapan Lahan
25.000.000 Rp
t−8
2. Pembuatan Saung
37.500.000 Rp
t−8
Biaya Operasional Variabel
1. Penyediaan bibit
1.462.500 Rp/ha
t−8
2. Penanaman
720.000 Rp/ha
t−8
3. Pemeliharaan tahun ke−
3.516.000 Rp/ha
t−7
4. Pemeliharaan tahun ke−2
2.381.000 Rp/ha
t−6
5. Pemeliharaan tahun ke−3
2.381.000 Rp/ha
t−5
6. Pemeliharaan tahun ke−4
1.389.500 Rp/ha
t−4
7. Pemeliharaan tahun ke−5
1.389.500 Rp/ha
t−3
8. Pemeliharaan tahun ke−6
743.750 Rp/ha
t−2
9. Pemeliharaan tahun ke−7
743.750 Rp/ha
t−1
10. Pemeliharaan tahun ke−8
743.750 Rp/ha
t0
11. Pemanenan melinjo
2.170.000 Rp/ha/tahun t−3, t−2, t−1
12. Pemanenan melinjo dan
5.670.000 Rp/ha/tahun t0, t1, t2
durian
Catatan : Biaya pembelian atau sewa lahan tidak dihitung karena lahan milik sendiri

Kelayakan Usaha Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung dengan Pola 70%
Tanaman Sengon dan 30% Berupa Multi Purpose Tree Species (MPTS)
Analisis finansial hutan rakyat Desa Batu Kuwung dengan pola 70% sengon
dan 30% berupa MPTS dilakukan dengan metode Discounted Cash Flow dan
Coumpounded Cash Flow. Discount dan compound factor yang digunakan dalam
analisis adalah 7,2%. Berdasarkan analisis yang dilakukan, diketahui bahwa
besarnya Net Present Value (NPV) dari usaha hutan rakyat ini adalah Rp
2.290.284.642, IRR 35%, dan Net B/C 4,30. Hasil analisis menunjukkan bahwa
pada tahun ke-5, usaha hutan rakyat telah memperlihatkan present value positif
sebesar Rp 475.045.775 sedangkan pada tahun sebelumya present value masih
bernilai negatif Rp 19.660.788. Dengan kata lain, pendapatan dari pemanenan
mampu menutupi biaya yang dikeluarkan pada tahun pemanenan tersebut
dilakukan dan memberi keuntungan. Peningkatan present value juga terjadi
karena semakin bertambahnya usia usaha, biaya yang dikeluarkan untuk
pemeliharaan cenderung berkurang.
Terjadi peningkatan pendapatan pada tahun ke-8 (t0), ke-9 (t1), dan ke-10
(t2) dari penjualanan buah durian. Namun demikian, pada tahun tersebut juga
terjadi peningkatan biaya yang berasal dari pemanenan buah durian. Hanya saja,
tambahan pendapatan dari hasil penjualanan buah durian lebih besar dibandingkan
dengan tambahan biaya yang harus dikeluarkan untuk pemanenan durian. Hal ini
menyebabkan present value cenderung meningkat sampai dengan tahun ke-5 (t-3)
dan tahun ke-8 (t0) saat durian sudah dapat dipanen. Present value cenderung
menurun pada tahun ke-6 (t-2), ke-7 (t-1), ke-9 (t1), dan ke-10 (t2) disebabkan oleh
perbedaan nilai discounted dan compound factor yang berlaku untuk tahun

16
tersebut meskipun aliran kas masuk dan keluar pada tahun-tahun tersebut sama
dengan tahun sebelumnya. Grafik perubahan nilai Present Value (PV) dan
akumulasi Net Present Value (NPV) setiap tahun dapat dilihat pada Gambar 1.
2500000000
2000000000
1500000000
1000000000
500000000
0
-500000000

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

-1000000000
PV/tahun (Rp)

Akumulasi NPV (Rp)

Gambar 1 Hasil present value dan akumulasi NPV setiap tahun
Nilai Internal Rate of Return (IRR) dari usaha hutan rakyat Desa Batu
Kuwung berdasarkan analisis finansial yang dilakukan adalah sebesar 35%. Nilai
IRR yang lebih besar dari suku bunga menunjukkan bahwa sejumlah nilai
investasi dapat terbayarkan pada suku bunga yang diberlakukan. Nilai Net B/C
pada usaha hutan rakyat ini adalah 4,30. Nilai Net B/C > 1 menunjukkan bahwa
biaya yang dikeluarkan dapat tertutupi oleh pendapatan yang diperoleh dan
memberikan nilai manfaat bersih (laba bersih).
Berdasarkan ketiga kriteria kelayakan tersebut, maka usaha hutan rakyat di
Desa Batu Kuwung dinyatakan layak secara finansial dan akan memberikan
keuntungan finansial untuk masyarakat yang membangunnya.
Perbandingan Analisis Finansial Usaha Hutan pada Tiga Pola Berbeda
Analisis finansial dalam penelitian ini dilakukan pada tiga pola hutan
rakyat. Pola pertama adalah usaha hutan rakyat dengan komposisi tanaman 70%
sengon dan 30% MPTS, yang juga merupakan pola asli dari usaha hutan rakyat
Desa Batu Kuwung. Pola kedua dan pola ketiga merupakan pola pembanding,
yaitu hutan rakyat dengan komposisi 50% sengon dan 50% MPTS serta hutan
rakyat dengan komposisi 30% sengon dan 70% MPTS. Perbandingan analisis
finansial pada tiga pola hutan rakyat adalah sebagai berikut (Tabel 8).
Tabel 8 Hasil simulasi analisis finansial pada 3 pola hutan rakyat seluas 25 ha
dalam waktu 10 tahun
Pola
Sengon

MPTS

70%
50%
30%

30%
50%
70%

Luas
Lahan
(ha)
25
25
25

Periode
Usaha
(Tahun)
10
10
10

Discount/
Compounding
Rate (%)
7,2
7,2
7,2

NPV (Rp)

IRR (%)

Net B/C

2.290.284.642
2.705.615.070
3.120.635.217

35
39
43

4,30
5,22
6,29

17
Hasil analisis finansial pada tiga pola hutan rakyat (Tabel 8) menunjukkan
bahwa secara finansial ketiga pola tersebut layak untuk diterapkan dalam
pembangunan hutan rakyat. Pola hutan rakyat yang memberikan keuntungan
terbesar secara finansial adalah pola hutan rakyat dengan 30% sengon dan 70%
MPTS berupa durian dan melinjo dengan NPV sebesar Rp 3.120.635.217, IRR
43%, dan Net B/C 6,29. Nilai NPV, IRR, dan Net B/C pada pola ini juga lebih
besar dibandingkan dua pola lainnya. Secara umum terlihat bahwa budidaya
tanaman MPTS berupa durian dan melinjo memberi keuntungan lebih besar
secara finansial dibandingkan dengan budidaya sengon. Namun demikian, ada
beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan terutama kondisi lahan kritis di
Desa Batu Kuwung. Meskipun secara finansial budidaya MPTS berupa durian dan
melinjo secara keseluruhan memungkinkan untuk memberikan keuntungan
terbesar, namun dari kelayakan ekologis hal ini belum tentu layak dilakukan.
Penanaman sengon dilakukan selain untuk me

Dokumen yang terkait

Analisis Finansial Perbandingan Usaha Hutan Rakyat Monokultur dengan Usaha Hutan Rakyat Campuran (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang)

3 79 107

Evaluasi Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Matiti, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan

1 57 72

Analisis Produksi Dan Kelayakan Finansial Usahatani Karet Rakyat Di Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat

15 127 101

Analisis Finansial Usaha Pembibitan Lebah Madu(Studi Kasus: Desa Samurakelurahan Gung Negri Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo)

6 46 61

Pola Distribusi Perdagangan Cengkeh Pada Desa Padarincang Kabupaten Serang Banten

0 38 143

Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Penggarap Sekitar Cidanau (Studi Kasus Komunitas Petani Penggarap di Desa Kalumpang, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten)

0 4 206

Analisis Willingness To Pay Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Mata Air Cirahab (Desa Curug Goong, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Banten)

2 19 126

RESPONDENPETANI HUTAN RAKYAT ANALISIS FINANSIAL PERBANDINGAN USAHA HUTAN RAKYAT MONOKULTUR DENGAN USAHA HUTAN RAKYAT CAMPURAN (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang) PENGENALAN TEMPAT

0 0 27

Analisis Finansial Perbandingan Usaha Hutan Rakyat Monokultur dengan Usaha Hutan Rakyat Campuran (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 20

ANALISIS FINANSIAL PERBANDINGAN USAHA HUTAN RAKYAT MONOKULTUR DENGAN USAHA HUTAN RAKYAT CAMPURAN (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI

0 0 11