Analisis Finansial Perbandingan Usaha Hutan Rakyat Monokultur dengan Usaha Hutan Rakyat Campuran (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang)

ANALISIS FINANSIAL PERBANDINGAN USAHA HUTAN RAKYAT MONOKULTUR DENGAN USAHA HUTAN RAKYAT CAMPURAN
(Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang)
SKRIPSI
Dedy Lesmana 091201113
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013
Universitas Sumatera Utara

ANALISIS FINANSIAL PERBANDINGAN USAHA HUTAN RAKYAT MONOKULTUR DENGAN USAHA HUTAN RAKYAT CAMPURAN
(Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang)
SKRIPSI
Dedy Lesmana 091201113
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
DEDY LESMANA. Analisis Finansial Perbandingan Usaha Hutan Rakyat Monokultur dengan Usaha Hutan Rakyat Campuran (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang). Dibimbing oleh ODING AFFANDI dan AGUS PURWOKO
Hutan rakyat merupakan hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimal 0,25 Ha dengan penutupan tajuk didominasi oleh tanaman perkayuan (lebih dari 50 %) atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang. Peluang pengembangan hutan rakyat sangat besar dalam penyediaan bahan baku kayu dan bukan kayu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara finansial kelayakan usaha dan membandingkan usaha hutan rakyat monokultur dengan tanaman Hevea brasiliensis dan usaha hutan rakyat campuran dengan tanaman utama Aquilaria malaccensis di Desa Jaharun Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis finansial dengan kriteria NPV (Net Present Value), BCR (Benefit Cost Ratio), dan IRR (Internal Rate of Returns) serta analisis sensitivitas dengan dua variabel perubahan yaitu dengan menaikkan seluruh biaya (cost) sebesar 5 % dan menurunkan keuntungan (benefit) sebesar 5 %.
Hasil penelitian menunjukkan usaha hutan rakyat monokultur dengan tanaman karet dan usaha hutan rakyat campuran dengan tanaman utama gaharu layak secara finansial, tetapi usaha hutan rakyat campuran dengan tanaman utama gaharu lebih menguntungkan secara finansial bila dibandingkan dengan usaha hutan rakyat monokultur dengan tanaman karet. Nilai NPV terbesar terdapat pada usaha hutan rakyat campuran dengan tanaman utama gaharu yaitu sebesar Rp. 395.874.996,631sedangkan pada usaha hutan rakyat secara monokultur yaitu sebesar Rp. 142.137.072,308. Nilai BCR pada usaha hutan rakyat monokultur yaitu sebesar 2,82 sedangkan nilai BCR pada usaha hutan rakyat campuran yaitu sebesar 3,91. Nilai IRR pada usaha hutan rakyat campuran yaitu sebesar 34,2 % sedangkan nilai IRR pada usaha hutan rakyat monokultur yaitu sebesar 48,1 %.

Kata kunci : Hutan rakyat, analisis finansial
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACK
DEDY LESMANA : The Analysis of Financial Comparison Monoculture Community Forest Enterprises with Polyculture Community Worest Enterprises (Case Studies in The Village Jaharun, District Galang, Deli Serdang Regency) Under academic supervision of ODING AFFANDI and AGUS PURWOKO.
Community forest is a forest growing on land owned by the minimum area of 0.25 hectares with a canopy closure dominated by timber plants (more than 50 %) or crop the first year at least 500 stems. Community forest development opportunities are very large in the supply of timber and non-timber. This study aims to analyze and compare the financial feasibility of the monoculture community forest enterprises with Hevea brasiliensis and polyculture community forest enterprises with Aquilaria malaccensis as major crops in the Village Jaharun District Galang Deli Serdang regency. The analytical method used is descriptive analysis, financial analysis criteria NPV (Net Present Value), BCR (Benefit Cost Ratio), and IRR (Internal Rate of Returns) as well as sensitivity analysis with two variables that change by raising the entire cost (cost) of 5% and lower profits (benefits) of 5%.
The results of this research show that the monoculture community forest enterprises with with Hevea brasiliensis and polyculture community forest enterprises with aquilaria malaccensis as major crops financially viable, but the business polyculture community forest enterprises with aquilaria malaccensis as major crops more profitable financially when compared to the monoculture community forest enterprises with with Hevea brasiliensis. Greatest NPV contained in the polyculture community forest enterprises in the amount of Rp. 395.874.996,631 while the monoculture community forest enterprises is Rp. 142.137.072,308. BCR value on the monoculture community forest enterprises that is equal to 2,82 while the value of BCR on polyculture community forest enterprises that is equal to 3,91. IRR on the polyculture community forest enterprises by 34,2% while the value of IRR on the monoculture community forest enterprises that is equal to 48,1%.
Keywords : Community forest, financial analysis
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 11 Juni 1992 dari ayah Ngadi dan ibu Sutriani S.Pd. Penulis merupakan putra keempat dari empat bersaudara.
Penulis memulai pendidikan di SD N 101786 Helvetia. Pada tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan di SMP N 1 Labuhan Deli. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA N 1 Percut Sei Tuan dan pada tahun 2009 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian.
Setelah mengikuti perkuliahan, pada tahun 2011 penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman Hutan Raya (TAHURA) Bukit Barisan Kabupaten Karo. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Toba Pulp Lestari Tbk yang terletak di Desa Sosor Ladang, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir pada bulan Februari-Maret 2013.
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Finansial Perbandingan Usaha Hutan Rakyat Monokultur dengan Usaha Hutan Rakyat Campuran Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan program Sarjana Kehutanan pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Oding Affandi, S. Hut, M. P dan Bapak Dr. Agus Purwoko, S. Hut, M. Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Wagimin dan Bapak Ponijo Sukendar selaku pemilik usaha hutan rakyat yang telah membantu dalam penyediaan lokasi penelitian serta penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan serta semua rekan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Medan, September 2013

Penulis
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Hlm.

ABSTRAK .................................................................................................. ABSTRACT .................................................................................................. RIWAYAT HIDUP..................................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................ DAFTAR ISI............................................................................................... DAFTAR TABEL....................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................

i ii iii iv v vii viii ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ...................................................................................... Perumusan Permasalahan...................................................................... Tujuan Penelitian .................................................................................. Manfaat Penelitian ................................................................................

1 3 3 4

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Rakyat......................................................................................... Bentuk Hutan Rakyat ............................................................................ Pola Pengembangan Hutan Rakyat ....................................................... Karakteristik Hutan Rakyat................................................................... Budidaya Hutan Rakyat ........................................................................ Hutan Rakyat Murni (Monokultur)....................................................... Hutan Rakyat Campuran ....................................................................... Jenis Tanaman di Hutan Rakyat............................................................ Analisis Finansial .................................................................................. Analisis Komparatif .............................................................................. Analisis Sensitivitas ..............................................................................

5 6 6 7 8 11 11 11 21 23 23

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... Alat dan Bahan...................................................................................... Responden ............................................................................................. Metode Pengambilan Data .................................................................... Analisis Data ......................................................................................... 1. Analisis deskriptif ....................................................................... 2. Analisis finansial......................................................................... 3. Analisis komparatif ..................................................................... 4. Analisis sensitivitas.....................................................................


25 25 25 25 26 26 26 29 29

HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Pembangunan Usaha Hutan Rakyat Monokultur ...................... Potensi Hutan Rakyat Monokultur........................................................ Harga Komoditi Hasil Hutan Rakyat Monokultur ................................ Proses Pembangunan Usaha Hutan Rakyat Campuran.........................

30 36 37 41

Universitas Sumatera Utara

Potensi Hutan Rakyat Campuran .......................................................... Harga Komoditi Hasil Hutan Rakyat Campuran .................................. Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat................................................ Net Present Value (NPV) ...................................................................... Benefit Cost Ratio (BCR)...................................................................... Internal Rate of Return (IRR) ............................................................... Analisis Sensitivitas ..............................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ........................................................................................... Saran......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

48 51 54 55 56 57 58
63 63

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL


No. Hlm.

1. Rincian biaya pembangunan usaha hutan rakyat monokultur ................

35

2. Potensi hutan rakyat monokultur dengan tanaman H. braziliensis ........

36

3. Total pendapatan usaha hutan rakyat monokultur selama 20 tahun .......

38

4. Penetapan harga limit lelang hasil hutan kayu dan bukan kayu .............

39

5. Perbandingan pendapatan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.47/Menhut-II/2008 dengan sistem borong............................


39

6. Rincian biaya pembangunan usaha hutan rakyat campuran ...................

47

7. Asumsi penentuan gubal gaharu.............................................................

48

8. Potensi hutan rakyat campuran...............................................................

49

9. Total pendapatan usaha hutan rakyat campuran selama 20 tahun..........

52

10. Penetapan harga limit lelang hasil hutan kayu dan bukan kayu............


53

10. Total asumsi pendapatan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.47/Menhut-II/2008 ..............................................................

53

11. Nilai NPV selama 20 tahun pada tingkat suku bunga 12,1 % ..............

55

12. Nilai BCR selama 20 tahun pada tingkat suku bunga 12,1 % ..............

56

13. Nilai IRR selama 20 tahun pada tingkat suku bunga 12,1 %................

57

14. Analisis sensitivitas selama 20 tahun pada tingkat suku bunga 12,1 %


59

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No. 1. Lokasi hutan rakyat monokultur tanaman H. brasiliensis ...................... 2. Lokasi hutan rakyat campuran ................................................................

Hlm. 30 41

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
No. Hlm.

1. Kuisioner ................................................................................................

68

2. Analisis biaya usaha hutan rakyat monokultur tanaman H. brasiliensis


78

3. Analisis biaya usaha hutan rakyat campuran..........................................

79

4. Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR) usaha hutan rakyat monokultur tanaman H. braziliensis..........................................................................................

81

5. Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR) usaha hutan rakyat monokultur tanaman H. braziliensis jika biaya produksi naik 5 % ..........................................

82

6. Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR) usaha hutan rakyat monokultur tanaman H. braziliensis jika pendapatan turun 5 %..............................................

83

7. Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR) usaha hutan rakyat campuran .........................


84

8. Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR) usaha hutan rakyat campuran jika biaya produksi naik 5 % ..................................................................................................

85

9. Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR) usaha hutan rakyat campuran jika pendapatan turun 5 % ................................................................................................

86

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
DEDY LESMANA. Analisis Finansial Perbandingan Usaha Hutan Rakyat Monokultur dengan Usaha Hutan Rakyat Campuran (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang). Dibimbing oleh ODING AFFANDI dan AGUS PURWOKO
Hutan rakyat merupakan hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimal 0,25 Ha dengan penutupan tajuk didominasi oleh tanaman perkayuan (lebih dari 50 %) atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang. Peluang pengembangan hutan rakyat sangat besar dalam penyediaan bahan baku kayu dan bukan kayu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara finansial kelayakan usaha dan membandingkan usaha hutan rakyat monokultur dengan tanaman Hevea brasiliensis dan usaha hutan rakyat campuran dengan tanaman utama Aquilaria malaccensis di Desa Jaharun Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis finansial dengan kriteria NPV (Net Present Value), BCR (Benefit Cost Ratio), dan IRR (Internal Rate of Returns) serta analisis sensitivitas dengan dua variabel perubahan yaitu dengan menaikkan seluruh biaya (cost) sebesar 5 % dan menurunkan keuntungan (benefit) sebesar 5 %.
Hasil penelitian menunjukkan usaha hutan rakyat monokultur dengan tanaman karet dan usaha hutan rakyat campuran dengan tanaman utama gaharu layak secara finansial, tetapi usaha hutan rakyat campuran dengan tanaman utama gaharu lebih menguntungkan secara finansial bila dibandingkan dengan usaha hutan rakyat monokultur dengan tanaman karet. Nilai NPV terbesar terdapat pada usaha hutan rakyat campuran dengan tanaman utama gaharu yaitu sebesar Rp. 395.874.996,631sedangkan pada usaha hutan rakyat secara monokultur yaitu sebesar Rp. 142.137.072,308. Nilai BCR pada usaha hutan rakyat monokultur yaitu sebesar 2,82 sedangkan nilai BCR pada usaha hutan rakyat campuran yaitu sebesar 3,91. Nilai IRR pada usaha hutan rakyat campuran yaitu sebesar 34,2 % sedangkan nilai IRR pada usaha hutan rakyat monokultur yaitu sebesar 48,1 %.
Kata kunci : Hutan rakyat, analisis finansial
Universitas Sumatera Utara


ABSTRACK
DEDY LESMANA : The Analysis of Financial Comparison Monoculture Community Forest Enterprises with Polyculture Community Worest Enterprises (Case Studies in The Village Jaharun, District Galang, Deli Serdang Regency) Under academic supervision of ODING AFFANDI and AGUS PURWOKO.
Community forest is a forest growing on land owned by the minimum area of 0.25 hectares with a canopy closure dominated by timber plants (more than 50 %) or crop the first year at least 500 stems. Community forest development opportunities are very large in the supply of timber and non-timber. This study aims to analyze and compare the financial feasibility of the monoculture community forest enterprises with Hevea brasiliensis and polyculture community forest enterprises with Aquilaria malaccensis as major crops in the Village Jaharun District Galang Deli Serdang regency. The analytical method used is descriptive analysis, financial analysis criteria NPV (Net Present Value), BCR (Benefit Cost Ratio), and IRR (Internal Rate of Returns) as well as sensitivity analysis with two variables that change by raising the entire cost (cost) of 5% and lower profits (benefits) of 5%.
The results of this research show that the monoculture community forest enterprises with with Hevea brasiliensis and polyculture community forest enterprises with aquilaria malaccensis as major crops financially viable, but the business polyculture community forest enterprises with aquilaria malaccensis as major crops more profitable financially when compared to the monoculture community forest enterprises with with Hevea brasiliensis. Greatest NPV contained in the polyculture community forest enterprises in the amount of Rp. 395.874.996,631 while the monoculture community forest enterprises is Rp. 142.137.072,308. BCR value on the monoculture community forest enterprises that is equal to 2,82 while the value of BCR on polyculture community forest enterprises that is equal to 3,91. IRR on the polyculture community forest enterprises by 34,2% while the value of IRR on the monoculture community forest enterprises that is equal to 48,1%.
Keywords : Community forest, financial analysis
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Manfaat hutan dari sisi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya pada masa
sekarang ini cenderung terus berkurang akibat kerusakan hutan yang terus menerus terjadi, akan tetapi disisi lain permintaan dari hasil hutan kayu maupun hasil hutan bukan kayu terus meningkat. Penebangan berlebihan disertai pengawasan lapangan yang kurang, penebangan liar, kebakaran hutan dan alih fungsi lahan hutan merupakan beberapa faktor penyebab kerusakan hutan yang terjadi pada saat sekarang. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan bahwa kerusakan lahan dan hutan di Indonesia telah mencapai 59,2 juta Ha dengan luas lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan mencapai 42,1 juta Ha serta laju deforestasi antara tahun 2000-2006 mencapai 1,19 juta Ha/tahun, angka tersebut cenderung menurun dibandingkan laju deforestasi antara tahun 1997-2000 yang mencapai 2,83 juta Ha/tahun (Kementrian Lingkungan Hidup, 2007).
Pembangunan dan pengembangan hutan tanaman dan hutan rakyat merupakan salah satu sasaran dari program revitalisasi kehutanan untuk menyediakan bahan baku kayu dan hasil bukan kayu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat domestik dan global yang terus meningkat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, luas hutan rakyat di Indonesia sampai dengan April 2006 tercatat 1.272.505,61 Ha (Direktorat Jenderal RLPS, 2006).
Hutan rakyat merupakan hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimal 0,25 Ha dengan penutupan tajuk didominasi oleh tanaman
Universitas Sumatera Utara

perkayuan (lebih dari 50%) atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang. Peluang pengembangan hutan rakyat sangat besar dalam penyediaan bahan baku kayu dan bukan kayu. Kebutuhan kayu nasional adalah 57,1 juta m3/tahun dengan kemampuan hutan alam dan hutan tanaman untuk menyediakannya sebesar 45,8 juta m3/tahun, terjadi defisit kebutuhan kayu sebesar 11,3 juta m3 per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan kayu tersebut, hutan tanaman rakyat memiliki peluang untuk berkembang di Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2007).
Peluang pengembangan hutan rakyat memiliki prospek yang baik, masyarakat di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang umumnya hanya mengetahui sebuah usaha hutan rakyat monokulutur yang merupakan hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam dan diusahakan secara homogen dengan tanaman Hevea braziliensis penghasil getah karet sebagai komoditi utama karena dianggap telah dapat memberikan penghasilan yang cukup untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, tetapi disamping itu terdapat tanaman-tanaman seperti Aquilaria malaccensis penghasil gubal gaharu, melinjo (Gnetum gnemon), mahoni (Swietenia mahagoni), sentang (Melia exelca), dan Gmelina arborea yang juga dapat dikembangkan dalam sebuah usaha hutan rakyat campuran. Hutan rakyat campuran adalah dengan menggabungkan beberapa tanaman kehutanan dengan tanaman A. malaccensis yang merupakan tanaman utama sebagai sebuah alternatif usaha lain yang dapat dikembangkan.
Pengusahaan hutan rakyat baik dengan bentuk monokultur dan campuran dapat memberikan penghasilan baik jangka pendek dari hasil hutan bukan kayu dan jangka panjang dari produksi kayu tetapi belum diketahui secara pasti bentuk
Universitas Sumatera Utara

usaha hutan rakyat yang dapat memberikan keuntungan tertinggi bagi masyarakat yang mengusahakannya. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis finansial perbandingan usaha hutan rakyat monokultur dengan usaha hutan rakyat campuran untuk mengetahui bentuk hutan rakyat yang dapat memberikan keuntungan tertinggi bagi masyarakat yang mengusahakannya serta tingkat sensitivitas usaha hutan rakyat monokultur dan usaha hutan rakyat campuran apabila terjadi perubahan biaya dan manfaat baik internal maupun eksternal untuk menghindari ketidakpastian dalam pengembangan usaha di masa yang akan datang. Perumusan Permasalahan

Masalah pokok penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana analisis finansial perbandingan usaha hutan rakyat monokultur
dengan usaha hutan rakyat campuran ? 2. Bagaimana sensitivitas usaha hutan rakyat monokultur dan usaha hutan rakyat
campuran dengan menaikkan biaya produksi dan menurunkan keuntungan produk ? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Melakukan analisis finansial perbandingan usaha hutan rakyat monokultur dengan usaha hutan rakyat campuran. 2. Melakukan analisis sensitivitas usaha hutan rakyat rakyat monokultur dan usaha hutan rakyat campuran.
Universitas Sumatera Utara

Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk :
1. Sebagai sumber referensi untuk usaha pengembangan hutan rakyat yang dapat menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi bagi masyarakat yang mengusahakannya.
2. Membuka wawasan masyarakat bahwa hutan rakyat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Rakyat Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas
minimal 0,25 Ha dengan penutupan tajuk didominasi oleh tanaman perkayuan (lebih dari 50 %), dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang (Keputusan Menhut Nomor. 49/ Kpts II/ 97 tanggal 20 Januari 1997; Awang, 2001). Hutan rakyat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik (Supriadi, 2002).
Pengertian hutan rakyat di luar Jawa adalah lahan yang dimiliki rakyat dan di luar konsesi tersebut dan dibebani hak milik dan atau hak lainnya termasuk hutan produksi yang dapat dikonversi dengan dikelola secara intensif dan didominasi oleh tanaman kayu-kayuan yang dikerjakan secara perorangan, kelompok, atau badan hukum (Dirjen RRL Departemen Kehutanan, 1996).
Penanaman pepohonan di tanah milik masyarakat oleh pemiliknya, merupakan salah satu butir kearifan masyarakat dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Dengan semakin terbatasnya kepemilikan tanah, peran hutan rakyat bagi kesejahteraan masyarakat semakin penting. Pengetahuan tentang kondisi tanah dan faktor-faktor lingkungannya untuk dipadukan dengan pengetahuan jenis-jenis pohon yang akan ditanam untuk mendapatkan hasil yang diharapkan oleh pemilik lahan, merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan hutan rakyat (Sumarna, 2001).
Universitas Sumatera Utara

Bentuk Hutan Rakyat Berdasarkan Balai Informasi Pertanian (1982), bentuk hutan rakyat yang
terdapat di Indonesia terdiri dari tiga bentuk hutan rakyat adalah sebagai berikut: 1. Hutan rakyat murni (monokultur) yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari
satu jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam dan diusahakan secara homogen atau monokultur. 2. Hutan rakyat campuran yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran. 3. Hutan rakyat agroforestry merupakan hutan yang mempunyai bentuk usaha kombinasi kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya seperti perkebunan, pertanian tanaman pangan, peternakan dan lain-lain secara terpadu. Pola Pengembangan Hutan Rakyat
Berdasarkan Kementrian Lingkungan hidup (2007) pola pengembangan hutan rakyat yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Pola swadaya adalah hutan rakyat yang dibangun oleh kelompok atau
pereorangan dengan kemampuan modal dan tenaga dari kelompok atau perorangan itu sendiri. Melalui pola ini masyarakat didorong agar mampu untuk melaksanakan pembuatan hutan rakyat secara swadaya dengan bimbingan teknis kehutanan. 2. Pola subsidi adalah hutan rakyat yang dibangun melalui subsidi atau bantuan sebagian atau keseluruhan biaya pembangunannya. Subsidi atau bantuan diberikan oleh pemerintah (melalui inpres penghijauan, padat karya dan dana bantuan lainnya) atau dari pihak lain yang peduli terhadap pembangunan hutan rakyat.
Universitas Sumatera Utara

3. Pola kemitraan (kredit usaha hutan rakyat) adalah hutan rakyat dibangun atas kerjasama masyarakat dan perusahaan swasta dengan insentif permodalan berupa kredit kepada rakyat dengan bunga ringan. Dasar pertimbangan kerjasama itu adalah pihak perusahaan perlu bahan baku dan masyarakat butuh bantuan modal kerja. Pola kemitraan ini dilakukan dengan memberikan bantuan secara penuh melalui perencanaan sampai dengan membagi hasil usaha secara bijaksana, sesuai kesepakatan antara perusahaan dan masyarakat.
Karakteristik Hutan Rakyat Menurut Purwanto et al. (2004), secara umum beberapa karakteristik hutan
rakyat antara lain : 1. Luas lahan rata-rata yang dikuasai sempit. 2. Pada umumnya petani berlahan sempit menanam kayu-kayuan dengan tanaman
lainnya dengan pola tumpangsari, campuran agroforestry, sedangkan petani berlahan luas yang komersil memungkinkan pengembangan hutan rakyat dengan sistem monokultur. 3. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari dalam keluarga. 4. Skala usaha kecil. 5. Keberlanjutan dan mutu kayu kurang terjamin. 6. Beragamnya jenis tanaman dengan daur yang tidak menentu atau beragam. 7. Kayu dalam hutan rakyat tidak diposisikan sebagai andalan pendapatan rumah tangga petani tetapi dilihat sebagai tabungan yang segera dapat dijual pada saat dibutuhkan.
Universitas Sumatera Utara

8. Teknik silvikultur sederhana dan memungkinkan pengembangan dengan biaya rendah, meskipun hasilnya kurang optimal. Namun kontinyuitas hasil dalam jangka waktu dan penyebaran resiko menjadi pilihan bagi petani kecil.
9. Keputusan pemanfaatan lahan untuk hutan rakyat seringkali merupakan pilihan terakhir apabila pilihan lainnya tidak memungkinkan.
10. Kayu tidak memberikan hasil cepat, bukan merupakan komoditi konsumsi sehari-hari, membutuhkan waktu lama sehingga pendapatan dari kayu rakyat merupakan pendapatan sampingan dalam pendapatan rumah tangga petani.
11. Usaha hutan rakyat merupakan usaha yang tidak pernah besar tetapi tidak pernah mati.
Budidaya Hutan Rakyat Menurut Sumarna (2001) umumnya tanaman yang dikembangkan di hutan
rakyat seperti Gmelina arborea, mahoni (Swietenia mahagoni), sentang (Melia exelca), sengon (Paraserianthes falcataria), kayu putih (Melaleuca leucadendron), aren (Arenga pinata), sungkai (Peronema canescens), akasia (Acacia sp), johar (Cassia siamea), kemiri (Aleurites moluccana), kapuk randu (Ceiba petandra), jabon (Anthocepallus cadamba), bambu (Bambusa), mimba (Azadirachta indica), cemara pantai (Casuarina equisetifolia), dan Aquilaria malaccensis.
Hasil utama hutan rakyat berupa kayu-kayuan baik kayu pertukangan, kayu industri, kayu serat, maupun kayu energi. Selain hasil utama, juga dikenal hasil sampingan, seperti getah, nira, bunga, buah. Tanaman campuran/tanaman sela sebagai tumpangsari yang terdiri dari tanaman pertanian semusim (padi dan jagung) dan tanaman obat-obatan sebagai sumber penghasilan musiman dan
Universitas Sumatera Utara

limbahnya berupa daun dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak (Sumarna, 2001).
Pengelolaan hutan rakyat merupakan bagian dari seluruh aktivitas pemilik usaha di lahannya. Teknik budidaya yang banyak diterapkan masyarakat pada umumnya masih tradisional dan kegiatannya bervariasi pada tiap periode perkembangannnya. Kegiatan budidaya hutan rakyat terdiri dari pemilihan jenis, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, perlindungan dan pemanenan (Windawati, 2005). 1. Pemilihan jenis
Menurut Windawati (2005), terdapat 4 faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan suatu jenis tanaman di hutan rakyat, yaitu : a. Jenis tanaman harus disukai dan sudah dikenal masyarakat serta sudah
diketahui teknologi penanamannya. b. Jenis harus cocok dan sesuai dengan kondisi lingkungan/biofisik yang akan
ditanam agak produktivitas maksimal. c. Jenis yang dikembangkan harus jelas jaringan pemasaran yang akan
menampungnya. d. Aksesbilitas harus mudah hubungannya dengan pemasaran hasil. 2. Persiapan lahan
Persiapan lahan sebelum penanaman untuk jenis-jenis tanaman kehutanan tidak terlalu rumit, biasanya mereka membuat teras-teras bangku yang sederhana untuk areal yang miring dengan bahan seadanya, setelah itu membuat lubang tanam (± 10 cm - 15 cm), sedangkan untuk tanaman pertanian, persiapan lahan
Universitas Sumatera Utara

lebih intensif lagi dengan mencangkul, membuat gundukan dan larikan sebelum membuat lubang tanam dan menanamnya (Windawati, 2005). 3. Penanaman
Masyarakat hanya menanam jenis tertentu di lahan milik mereka dengan jarak yang tidak beraturan. Bibit berasal dari biji, ada juga cabutan dari tempat lain, dengan ukuran bibit setinggi ± 15 cm - 20 cm. Kondisi saat ini petani sudah menerapkan jarak tanam sesuai tujuan penanaman untuk daerah-daerah tertentu (Windawati, 2005). 4. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman masih dilakukan dengan cara sederhana, namun beberapa petani sudah menggunakan pupuk (urea, pupuk kandang dan obatobatan untuk hama). Penjarangan juga dilakukan oleh petani, namun caranya bukan menebang pohon yang pertumbuhannya kurang baik untuk memberi kesempatan tumbuh lebih cepat pada pohon sekitarnya, tetapi menebang pohon yang pertumbuhannya baik dan cepat yang dapat dijual segera atau dijadikan papan (Windawati, 2005). 5. Pemanenan
Penebangan pohon yang dilakukan oleh petani umumnya bervariasi dari umur tegakan 10-15 tahun atau lebih sesuai dengan kebutuhan dan pasar. Tanaman kayu-kayuan ditanam sebagai investasi atau tabungan masa depan kecuali untuk perabaikan rumah sendiri atau dijual antar tetangga yang membutuhkan (Windawati, 2005).
Universitas Sumatera Utara

Hutan Rakyat Murni (Monokultur) Hutan rakat murni (Monokultur) adalah hutan rakyat yang terdiri dari satu
jenis tanaman pokok yang ditanam dan diusahakan secara homogen (monokultur), seperti di Jawa untuk jenis sengon, jati dan di Lampung untuk jenis damar mata kucing. Jenis silvikultur pola tanam ini memiliki kelebihan yaitu lebih mudah dalam pembuatan, pengelolaan dan pengawasannya, namun kekurangannya yaitu kurang tahan terhadap serangan hama penyakit dan angin, juga kurang fleksibel karena tidak ada diversifikasi komoditi sehingga ketahanan ekonominya kurang dan penyerapan tenaga kerja bersifat musiman (Windawati, 2005). Hutan Rakyat Campuran
Hutan rakyat campuran (Polyculture) dengan 2-5 jenis tanaman kehutanan yang dikembangkan dan diusahakan, seperti sengon, mahoni, dan suren, yang kombinasinya berbeda pada setiap daerah. Dari segi silvikultur cara ini lebih baik dari pada hutan rakyat murni, daya tahan terhadap hama penyakit dan angin lebih tinggi, perakaran lebih berlapis dan dari segi ekonomi lebih fleksibel, hasil yang diperoleh berkesinambungan dan tenaga kerja yang terserap lebih banyak, namun pelaksanaannya memerlukan perencanaan, pengelolaan dan pengawasan yang lebih baik (Windawati, 2005). Jenis Tanaman di Hutan Rakyat 1. Hevea braziliensis
Menurut Cahyono (2010) dalam ilmu tumbuhan, tanaman H. braziliensis diklasifikasikan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara

Kingdom : Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas

: Dicotiledone

Ordo

: Euphorbiales

Famili

: Euphorbiaceae

Genus

: Hevea

Spesies

: Hevea braziliensis

Tanaman H. braziliensis adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman H. braziliensis adalah pada zona antara 150 LS dan 150 LU. Bila di

tanam di luar zone tersebut akan memulai pertumbuhannya lebih lambat, sehingga

memulai produksinya pun lebih lambat (Setyamidjaja, 1993).

Tanaman H. braziliensis termasuk dalam famili euphorbiaceae, disebut

dengan nama lain rambung, karet, getah, gota, kejai atau hapea. Tanaman

H. b braziliensis merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting

sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang

baik. Upaya peningkatan produktivitas tanaman tersebut terus dilakukan terutama

dalam bidang teknologi budidaya dan pasca panen. Agar tanaman H. braziliensis

dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan getah yang banyak maka perlu

diperhatikan syarat-syarat tumbuh dan lingkungan yang diinginkan tanaman ini.

Apabila tanaman H. braziliensis ditanam pada lahan yang tidak sesuai dengan

habitatnya maka pertumbuhan tanaman akan terhambat. Lingkungan yang kurang

baik juga sering mengakibatkan produksi getah menjadi rendah. Sesuai habitat

aslinya di Amerika Selatan, terutama Brazil yang beriklim tropis, maka tanaman

Universitas Sumatera Utara

H. braziliensis juga cocok ditanam di Indonesia, yang sebagian besar ditanam di

Sumatera Utara dan Kalimantan (Damanik et al., 2010).

Tanaman H. braziliensis merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan

berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman

biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Beberapa

kebun H. braziliensis ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring

kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal lateks

(Damanik et al., 2010).

2. Aquilaria malaccensis

Tanaman A. malaccensis memiliki ciri yaitu batang tanaman dapat

mencapai tinggi 35-40 m, diameter sekitar 60 cm, dan berkayu keras. Kulit

batangnya licin berwarna putih atau keputih-putihan. Daun lonjong memanjang

dengan panjang 5-8 cm, lebar 3-4 cm, berujung runcing dan berwarna mengkilat.

Bunga berada di ujung ranting, atau ketiak atas dan bawah daun. Buah berada

dalam polong berbentuk bulat telur atau lonjong, berukuran panjang sekitar 5 cm,

dan lebar 3 cm. (Iriansyah et al., 2007). Menurut Iriansyah et al., (2007) Berikut

ini adalah taksonomi A. malaccensis :

Kingdom : Plantae

Divisi

: Termathophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Myrtales

Famili

: Thymelaeacae

Genus

: Aquilaria

Spesies

: Aquilaria malaccensis

Universitas Sumatera Utara

Gaharu merupakan endapan resin yang terakumulasi pada jaringan kayu sebagai reaksi pohon terhadap pelukaan atau infeksi patogen. Gaharu terbentuk sebagai reaksi pertahanan terhadap infeksi patogen melalui pelukaan pada batang, cabang, atau ranting, atau pengaruh fisik lain. Infeksi patogen menyebabkan keluarnya resin yang terdeposit pada jaringan kayu, lama-kelamaan jaringan kayu mengeras dan menjadi cokelat (Santoso et al., 2007).
Tiga hipotesis utama yang melandasi pembentukan gubal gaharu yaitu hipotesis patologi, hipotesis pelukaan dan patologi, dan hipotesis non patologi. Pada hipotesis pertama, gaharu diduga terbentuk sebagai respon pohon penghasil gaharu terhadap infeksi cendawan yang menghasilkan keluarnya “resin”. Pada hipotesis kedua, beberapa peneliti menduga bahwa pelukaan memegang peran utama dalam pembentukan gaharu diikuti oleh infeksi cendawan sebagai faktor pendukung. Sedangkan pada hipotesis ketiga (hipotesis non patologi) diyakini bahwa pembentukan gaharu adalah sebagai respon pertahanan pohon terhadap pelukaan saja (Isnaini, 2008).
Selama proses pembentukan gaharu akan terjadi perubahan beberapa sifat secara bertahap yaitu: a). warna dari putih menjadi coklat, kehitaman dan akhirnya hitam kehijauan; b). Serat kayu diganti resin sehingga pada akhir proses serat kayu tidak nampak lagi; c). Berat jenis makin berat hingga bisa tenggelam dalam air. Juga menyatakan daya tumbuh pohon akan berkurang disebabkan bagian kayu menjadi diisi resin sehingga pohon menjadi mati. Terbentuknya gaharu selain pada batang juga dapat terjadi pada dahan dan akar (Suwardi et al., 2005).
Kebanyakan fungi adalah parasit bagi tanaman. Sebagian besar fungi yang menjadi patogen adalah Phytopthora dan Fusarium yang dapat menginfeksi jenis
Universitas Sumatera Utara

Aquilaria sp. Fungi biasanya mendapatkan makanan dengan mengeluarkan enzim

ekstra seluler untuk mencerna bahan organik. Sebagai parasit, mereka

mendapatkan makanan dengan cara mengambil nutrisi pada sel hidup dari

tanaman (Madigan et al., 2009).

3. Mahoni (Swietenia mahagoni)

Mahoni dalam klasifikasinya termasuk famili Meliaceae. Ada dua spesies

yang cukup dikenal yaitu Swietenia macrophyla dan S. mahagoni

(Khaeruddin, 1999). Menurut Khaeruddin (1999), tanaman mahoni tersusun

dalam taksonomi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas

: Dicotiledone

Ordo

: Rotales

Famili

: Meliaceae

Genus

: Swietenia

Spesies

: Swietenia mahagoni

Mahoni yang berasal dari Benua Amerika yang beriklim tropis sudah lama

dibudidayakan di Indonesia dan sudah beradaptasi dengan iklim tropis di

Indonesia. Nama asing dari tanaman ini adalah West Indian Mahagony. Tanaman

mahoni banyak ditanam di pinggir jalan atau di lingkungan rumah dan halaman

perkantoran sebagai tanaman peneduh. Tanaman ini tumbuh secara liar di hutan-

hutan atau di antara semak-semak belukar (Khaeruddin, 1999).

Universitas Sumatera Utara

Buah tanaman mahoni terlihat muncul diujung-ujung ranting berwarna

coklat dan termasuk jenis tanaman pohon tinggi sekitar 10-30 m, percabangannya

banyak, daun majemuk menyirip genap, duduk daun tersebar. Helaian anak daun

bulat telur, elips memanjang, ujung daun dan pangkal daun runcing panjangnya

sekitar 1-3 cm, berbentuk bola dan bulat telur memanjang berwarna coklat

panjangnya 8-15 cm dengan lebar 7-10 cm. Mahoni dapat tumbuh dengan baik di

tempat yang terbuka dan terkena cahaya matahari secara langsung, baik di dataran

rendah maupun dataran tinggi, yaitu dengan ketinggian 1000 m diatas permukaan

laut (Khaeruddin, 1999).

4. Sentang (Melia exelca)

Tanaman sentang merupakan tanaman dari suku Meliaceae yang dikenali

sebagai M. excelsa. Sentang adalah jenis tanaman yang tumbuh di hutan tropika

selatan Thailand, Malaysia, Burma, India, Pakistan, Borneo, Filipina dan

Indonesia (Joker, 2000). Joker (2000) mengemukakan taksonomi dari tanaman

sentang sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotiledone

Ordo

: Rutales

Family

: Meliaceae

Genus

: Melia

Spesies

: Melia excelsa

Tanaman sentang merupakan jenis di hutan lembab dataran rendah di Asia

Tenggara-Pasifik. Sentang tumbuh di hutan sekunder tua atau hutan yang telah

Universitas Sumatera Utara

ditebang lama, juga ditemukan di hutan dipterokarpa primer. Sentang merupakan jenis asli Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Filipina kepulauan Aru dan Papua. Sentang dapat dijumpai di Jawa Barat, yaitu di Kebun Percobaan Dramaga, Carita, Pasirhantap, dan Pasirawi. Sentang ditemukan sampai ketinggian 200-300 m dpl. Tumbuh paling baik di daerah bercurah hujan 5 tahunan lebih 2.000 mm, suhu rata-rata tahunan 22-27°C, dan musim kering tidak lebih 2-3 bulan. Selain itu, sentang membutuhkan tanah subur, menyukai tanah geluh berpasir, drainase dan aerasi baik serta merupakan spesies dataran rendah dengan pH tanah 5,0-6,5 (Joker, 2000).
Sentang merupakan pohon merangas dan tidak berbanir. Tinggi pohon mencapai 50 m dengan diameter sampai 125 cm (Joker, 2000). Kulitnya sedikit beralur dangkal dan mengelupas kecil-kecil tipis. Kulitnya berbau bawang (Prawira dan Oetja, 1978).
Kayu sentang mempunyai berat jenis 0,60 dan tergolong dalam kelas awet III-IV. Kayu sentang banyak dipergunakan untuk bangunan rumah dan perahu. Kayu sentang tergolong kuat, awet dan mudah dikerjakan (Prawira et al., 1978). Kayu sentang sangat berguna untuk konstruksi ringan, mebel, panel dan vinir. Tunas muda dan bunganya dikonsumsi sebagai sayuran. Biasanya ditanam di sepanjang jalan, batas peternakan atau batas kebun karet. Bijinya mengandung azadirachtin yang digunakan sebagai insektisida. Pada agroforestry, pertanaman sentang muda ditanam tumpangsari dengan padi, kacang tanah, buncis, kedelai dan sayuran (Joker, 2000).
Universitas Sumatera Utara

5. Gmelina arborea

Berdasarkan klasifikasi tumbuhan, G. arborea termasuk dalam famili

Verbenaceae. Nama perdagangan yang umum dikenal adalah Gmelina

(Martawijaya, 1995). Menurut Martawijaya (1995) klasifikasi taksonomi

G. arborea adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Lamiales

Famili

: Verbenaceae

Genus

: Gmelina

Spesies

: Gmelina arborea

Tanaman G. arborea merupakan pohon dengan ukuran sedang, tinggi

dapat mencapai lebih dari 30-40 m, batang silindris, diameter rata-rata 50 cm

kadang-kadang mencapai 140 cm. Kayu G. arborea termasuk dalam kategori

kelas kuat III-IV (Martawijaya, 1995).

Tanaman G. arborea memiliki kulit halus atau bersisik, warna coklat

muda sampai abu-abu. Ranting halus licin atau berbulu halus. Bunga kuning

terang, mengelompok dalam tandan besar (30-350 bunga per tandan). Daun

bersilang, bergerigi, atau bercuping, berbentuk jantung, ukuran 10-25 cm x 5-18

cm. Bunga sempurna, panjang mencapai lebih dari 25 mm, berbentuk tabung

dengan 5 helai mahkota. Bunga mekar malam hari, penyerbukan umumnya

dilakukan dengan bantuan lebah. Buah G. arborea berupa buah berdaging dengan

Universitas Sumatera Utara

panjang 20-35 mm, kulit mengkilat, bijinya keras seperti batu, panjang 16-25 mm, permukaan licin, satu ujung bulat, ujung yang lain runcing. Buah terdiri dati 4 ruang, jarang dijumpai 5 ruang, sedikitnya satu ruang berisi benih, jarang dalam satu buah terdiri dari biji batu. Ukuran benih meningkat menurut ukuran biji, yaitu panjang 6-9 mm. Berat 1.000 butir biji batu sekitar 400 gr (Martawijaya, 1995).
Tanaman G. arborea tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dengan dataran tinggi (0-1.000m dpl) dengan curah hujan 1.000 mm per tahun dengan jumlah bulan kering maksimum 6-7 bulan per tahun. Tanaman G. arborea tidak cocok pada tanah pasir, gambut dengan pengaruh pasang surut, begitu pula pada tanah yang kedap dari lapisan olah yang sangat tipis. Untuk tanah yang kurang subur, masih dapat tumbuh tetapi produksinya rendah. G. arborea relatif tahan dengan kondisi lahan yang kering. Tanaman G. arborea dapat diproduksi dengan biji, stump, dan stek. Bahan untuk keperluan biji ini dikumpulkan dari tegakan yang baik agar diperoleh tegakan yang baik (Alrasyid dan Widiarti, 1992).
Kayu G. arborea ringan dan memiliki berat jenis 0,42-0,64. Pada mulanya pohon ini dikenal sebagai penghasil kayu energi, karena kayunya menghasilkan arang berkualitas terbaik, kurang berasap, dan cepat terbakar. Pohon ini juga dapat digunakan untuk keperluan pembuatan papan partikel, kayu lapis, korek api, peti kemas, dan bahan kerajinan kayu (Alrasyid, 1991). Kayu G. arborea bisa juga untuk bahan venir dan kayu lapis, papan partikel dan moulding. Kayu G. arborea menghasilkan pulp yang berkualitas baik. Pulp semi campuran sesuai digunakan sebagai papan karton atau kertas tulis kualitas rendah, namun pulp sesuai digunakan sebagai kertas tulis yang berkualitas tinggi (Martawijaya, 1995).
Universitas Sumatera Utara

6. Melinjo (Gnetum gnemon)

Di Indonesia, melinjo merupakan tanaman yang tumbuh tersebar dimana-

mana, banyak ditemukan di tanah-tanah pekarangan rumah penduduk pedesaan

dan halaman-halaman penduduk di kota. Tanaman melinjo termasuk tumbuhan

berbiji terbuka (Gymnospermae), tidak terbungkus daging tetapi terbungkus kulit

luar. Bila tidak dipangkas, tanaman melinjo bisa mencapai ketinggian 25 m dari

permukaan tanah. Tanaman melinjo dapat tumbuh pada tanah-tanah liat atau

lempung, berpasir dan berkapur, tetapi tidak tahan terhadap tanah yang tergenang

air atau yang berkadar asam tinggi dan dapat tumbuh dari ketinggian

0-1.200 mdpl. Lahan yang akan ditanami melinjo harus terbuka atau terkena sinar

matahari (Haryoto, 1998). Menurut Haryoto (1998) taksonomi tanaman melinjo

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotiledoneae

Ordo

: Gnetales

Famili

: Gnetaceae

Genus

: Gnetum

Spesies

: Gnetum gnemon

Melinjo sebagai tanaman serba guna dan hampir seluruh bagian tanaman

ini dapat dimanfaatkan. Bijinya dapat diolah menjadi emping dan sangat digemari

oleh masyarakat luas. Tanaman ini sangat ekonomis, karena apabila sudah dewasa

setiap pohon dapat menghasilkan 20-25 Kg buah melinjo. Mengingat prospeknya

yang cukup cerah, maka usaha pengembangan tanaman melinjo banyak dilakukan

Universitas Sumatera Utara

baik secara vegetatif maupun generatif. Pengembangan tanaman secara vegetatif antara lain dapat dilakukan dengan cara cangkok, stek, dan sambung pucuk. Sedangkan untuk pengembangan secara generatif dapat dilakukan melalui biji yang dihasilkan (Soekarman, 2002).
Buah melinjo berbentuk oval, pada saat masih muda kulit buah berwarna hijau, dan seiring dengan pertambahan usia kulit buah melinjo berubah menjadi kuning, oranye, dan merah setelah tua. Kulit biji buah melinjo yang sudah tua berwarna cokelat kehitam-hitaman, sedangkan bijinya berwarna kuning gading. Panjang biji melinjo berkisar antara 1 cm - 2,5 cm tergantung dari varietas melinjo (Haryoto, 1998). Analisis Finansial
Analisis finansial adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut pandang petani sebagai pemilik. Analisis finansial diperhatikan di dalam adalah dari segi cash-flow yaitu perbandingan antara hasil penerimaan atau penjualan kotor dengan jumlah biaya-biaya (total cost) yang dinyatakan dalam nilai sekarang untuk mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan suatu proyek. Beberapa hal lain yang harus diperhatikan dalam analisis finansial adalah waktu didapatkannya returns sebelum pihak-pihak yang berkepentingan dalam pembangunan proyek kehabisan modal. Analisis finansial pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan, berapa keuntungannya, kapan pengembalian investasi terjadi dan pada tingkat suku bunga berapa investasi itu memberikan manfaat. Melalui cara berpikir seperti itu maka harus ada ukuran-ukuran terhadap kinerjanya (Lahjie, 2004).
Universitas Sumatera Utara

Analisis finansial bertujuan untuk menghitung kebutuhan dana baik kebutuhan dana aktiva tetap, maupun dana untuk modal kerja. Studi aspek finansial bertujuan untuk mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas usaha sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya usaha yang dimaksud (Lahjie, 2004).
Pada umumnya ada beberapa metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penelitian aliran kas dari suatu investasi, yaitu metode Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), d

Dokumen yang terkait

Analisis Finansial Usaha Penggilingan Padi Di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

16 72 83

Kajian Erosi Tanah pada Hutan Rakyat, Lahan Agroforestri, dan Lahan Pertanian Semusim di Desa Bingkawan Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

11 89 85

Analisis Finansial Usaha Penggilingan Padi Di Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.

33 111 103

Evaluasi Hutan Rakyat (Studi Kasus pada Pengelolaan Hutan Rakyat oleh Kelompok Tani Hutan di Desa Puangaja, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara)

2 49 113

Pemanfaatan Citra Landsat Tm 5 Dalam Identifikasi Hutan Rakyat Di Kecamatan Sibolangit, Pancur Batu Dan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang

0 21 102

Monitoring dan Evaluasi Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)(Studi Kasus: Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang)

3 71 123

Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Di Desa Batu Kuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten

0 4 41

RESPONDENPETANI HUTAN RAKYAT ANALISIS FINANSIAL PERBANDINGAN USAHA HUTAN RAKYAT MONOKULTUR DENGAN USAHA HUTAN RAKYAT CAMPURAN (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang) PENGENALAN TEMPAT

0 0 27

Analisis Finansial Perbandingan Usaha Hutan Rakyat Monokultur dengan Usaha Hutan Rakyat Campuran (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 20

ANALISIS FINANSIAL PERBANDINGAN USAHA HUTAN RAKYAT MONOKULTUR DENGAN USAHA HUTAN RAKYAT CAMPURAN (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI

0 0 11