Dampak Domestikasi Zingiberaceae di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Terhadap Keragaman Cendawan Endofitnya

i

DAMPAK DOMESTIKASI ZINGIBERACEAE DI TAMAN
NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK TERHADAP
KERAGAMAN CENDAWAN ENDOFITNYA

IVAN PERMANA PUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Domestikasi
Zingiberaceae di Taman Nasional Gunung Halimun Salak terhadap Keragaman
Cendawan Endofitnya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana
pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Ivan Permana Putra
NIM G351114011 

iv

RINGKASAN
IVAN PERMANA PUTRA. Dampak Domestikasi Zingiberaceae di Taman
Nasional Gunung Halimun Salak Terhadap Keragaman Cendawan Endofitnya.
Dibimbing oleh GAYUH RAHAYU dan IMAN HIDAYAT.
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan salah satu
hutan tropis yang tersisa di Pulau Jawa. TNGHS memiliki keragaman
Zingiberaceae liar yang relatif tinggi. Dua spesies diantaranya yakni Alpinia
malaccensis (AM) dan Horstendia conica (HC), telah didomestikasi sebagai
tanaman pekarangan di sekitar area hutan sebagai tanaman obat. Dampak

domestikasi tanaman terhadap cendawan patogen sering dilaporkan, namun
dampak domestikasi tanaman terhadap cendawan endofit jarang diteliti. Oleh
sebab itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak dari domestikasi
Zingiberaceae di TNGHS terhadap keragaman cendawan endofit yang berasosiasi
dengan dua spesies Zingiberaceae tersebut.
Keragaman cendawan endofit asal Zingiberaceae liar dan domestikasi
dianalisis berdasarkan cendawan yang dapat dikulturkan. Masing-masing satu
individu tanaman diambil dari rumpun AM dan HC liar serta rumpun AM dan HC
domestikasi terpilih. Setiap tanaman terdiri atas akar, rimpang, batang dan daun.
Semua bagian tanaman disterilisasi permukaan. Potongan-potongan setiap bagian
tanaman ditanam pada media MEA (Malt Extract Agar) half strength dan
diinkubasi pada suhu kamar. Cendawan yang tumbuh dari bagian-bagian tanaman
tersebut diisolasi dan dimurnikan. Identifikasi hingga ke tingkat spesies dilakukan
dengan pendekatan morfologi serta molekuler berdasarkan sekuen ITS rDNAnya.
Secara morfologi, koleksi biakan cendawan endofit ini dapat dibagi ke
dalam 17 morfotipe. Setelah diidentifikasi secara molekuler morfotipe ini terdiri
atas 19 spesies cendawan yaitu Arthrinium malaysianum, Aspergillus flavipes, As.
sydowii, Chaetomium globosum, Cladosporium sp., Cl. oxysporum,
Colletotrichum aff. boninense-complex, Co. aff. cliviae-complex, Co. aff.
gloeosporioides-complex, Diaporthe sp., D. anacardii, D. gardenia, Exophiala

sp., E. lecanii-corni, Guignardia mangiferae, Ochroconis gallopava, Penicillium
citrinum, Pyricularia costina, dan Sydowiellaceae tidak bersporulasi. Semua
cendawan endofit pada Zingiberaceae tergolong Ascomycota, Pezizomycotina
yang tersebar ke dalam 3 kelas yaitu: Dothideomycetes, Eurotiomycetes, dan
Sordariomycetes.
Domestikasi berpengaruh pada keragaman dan keberadaan cendawan
endofit. Keragaman cendawan endofit pada inang domestikasi relatif rendah
dibandingkan dengan inang liarnya, namun berbanding terbalik dengan populasi
cendawan endofitnya. Zingiberaceae ditanam di daerah yang lebih terbuka
dibandingkan dengan Zingiberaceae liar yang hidup di bawah kanopi hutan yang
menyebabkan lingkungannya lebih teduh dengan kelembapan yang relatif lebih
tinggi. Beberapa cendawan endofit menunjukkan pereferensi terhadap
lingkungannya. Komposisi komunitas cendawan endofit bervariasi bergantung
spesies inangnya. Selain itu, distribusi spesies cendawan endofit juga bervariasi
bergantung habitat mikronya. Secara umum, spesies cendawan endofit lebih
banyak ditemukan pada mikro-habitat tertentu. Daun merupakan mikro-habitat
yang paling disukai cendawan endofit diikuti dengan akar, batang dan rimpang.

v
iii


Domestikasi Zingiberaceae mendorong hilangnya spesies cendawan
endofit dari inang liarnya atau sebaliknya mendorong munculnya spesies
cendawan endofit yang baru ditemukan pada inang yang dibudidayakan.
Aspergillus flavipes, As. sydowii, Cl. oxysporum, Diaporthe sp. dan Py. costina
ditemukan pada inang liarnya dan tidak ditemukan lagi pada inang domestikasi.
Arthrinium malaysianum, Ch. globosum, Co. aff. cliviae-complex, D. gardenia,
dan Sydowiellaceae tak bersporulasi hanya ditemukan pada inang domestikasi.
Sementara itu, beberapa spesies endofit yaitu Co. aff. boninense-complex,
Cladosporium sp., Co. aff. gloeosporioides-complex, dan E. lecanii-corni,
tampaknya tidak dipengaruhi oleh domestikasi.
Penelitian ini mengindikasikan adanya dampak domestikasi Zingiberaceae
terhadap keragaman dan keberadaan cendawan endofitnya. Keterbatasan dalam
jumlah dan frekuensi pengambilan contoh serta pemilihan metode isolasi
menyebabkan hasil penelitian ini hanya dapat menjadi informasi awal mengenai
dampak domestikasi terhadap keragaman endofit terutama pada Zingibercaeae.
Oleh sebab itu penelitian ini masih perlu diperkuat dengan penambahan jumlah
sampel serta analisis komunitas dengan pendekatan metagenomik agar hasil yang
diperoleh lebih akurat.


Kata kunci: Domestikasi, cendawan endofit , keragaman, Zingiberaceae

vi

SUMMARY
IVAN PERMANA PUTRA. The Impact of Zingiberaceae Domestication at
Mount Halimun Salak National Park to Their Fungal Endophytes Diversity.
Supervised by GAYUH RAHAYU and IMAN HIDAYAT.
Mount Halimun-Salak National Park (MHSNP) is one of tropical forest
remnants in Java island. The National Park has been recognized with relatively
high diversity of wild Zingiberaceae. Of that Zingiberaceae two species, namely
Alpinia malaccensis (AM) and Horstendia conica (HC), were domesticated as
garden plants in the surrounding area of the forest for medicinal use. The impact
of plant domestication to the pathogenic fungi has been reported. However, the
impact of Zingiberaceae domestication in MHSNP to their fungal endophytes is
never been studied yet. Therefore, diversity of fungal endophytes associated with
these two species of Zingiberaceae grown in natural forest and those cultivated in
the garden is reported here.
Fungal endophyte diversity in the wild and domesticated AM and HC was
analyzed based on those that are culturable. One healthy individual plant of each

species were collected from selected wild and domesticated AM dan HC. Each
plant consisted of leaves, stem, root and rhizome. All these plant organs were
surface sterilised. Several pieces of each organs were planted on half strength
MEA (Malt Extract Agar) medium and incubated at room temperature. Fungi that
grew out from the plant organs were isolated and purified. Identification to
species level used morphological approach, and molecular approaches using ITS
rDNA sequence.
Based on morphological observation to the colony, the fungal endophyte
collections can be classified into 17 morphotypes. These morphotypes represented
nineteen species of fungi, namely Arthrinium malaysianum, Aspergillus flavipes,
As. sydowii, Chaetomium globosum, Cladosporium sp., Cladosporium oxysporum,
Colletotrichum aff. boninense-complex, Co. aff. cliviae-complex, Co. aff.
gloeosporioides-complex, Diaporthe sp., D. anacardii, D. gardenia, Exophiala
sp., E. lecanii-corni, Guignardia mangiferae, Ochroconis gallopava, Penicillium
citrinum, Pyricularia costina, and one isolates that tentatively identified as
unsporulated Sydowiellaceae. These endophytic fungi belong to ascomycetes, in
either Dothideomycetes, Eurotiomycetes, or Sordariomycetes.
Domestication affected the diversity and occurrance of the fungal
endophytes. Fungal endophytes diversity in cultivated host was relatively lower
than those in wild host, and this is in contrast to their occurrances. Domesticated

Zingiberaceae grow in rather open area and the wild Zingiberaceae that grow
under forest canopy that cause their environment has less light intensity and more
humid. Some endophytic fungi showed environmental preferences. The fungal
endophytes community composition varied depending on their host species.
Besides, their distribution were also depended on their micro-habitat. Fungal
endophytes species were generally found in certain micro-habitat. Leaves was the
most preferred micro-habitat, and followed by root, stem and rhizome.
Domestication of these Zingiberaceae either caused some fungal
endophytes species to either disappear or emerge. Aspergillus flavipes, As.
sydowii, Cl. oxysporum, Diaporthe sp. dan Py. costina were found in their wild

v
vii
host, but were not found in the cultivated host. Arthrinium malaysianum, Ch.
globosum, Co. aff. cliviae-complex, D. gardenia, and unsporulated
Sydowiellaceae were newly emerging endophytes in the cultivated host. Some
fungus, Co. aff. boninense-complex, Co. Aff. boninense-complex, Cladosporium
sp., Co. aff. gloeosporioides-complex, and E. lecanii-corni were not affected by
domestication.
This research indicated that Zingiberaceae domestication affected the

diversity and occurance of the fungal endophytes. The limitation number of
samples and sampling frequency as well as in isolation method has restricted the
the information obtained from this research. In order to get more accurate
information, this research should therefore be strengthened with more samples and
using metagenomic approach.
Key words: Domestication, diversity, fungal endophytes, Zingiberaceae

viii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7


DAMPAK DOMESTIKASI ZINGIBERACEAE DI TAMAN
NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK TERHADAP
KERAGAMAN CENDAWAN ENDOFITNYA

IVAN PERMANA PUTRA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

x


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ariyanti Oetari

xi9
Judul Tesis : Dampak Domestikasi Zingiberaceae di Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Terhadap Keragaman Cendawan Endofitnya
Nama
: Ivan Permana Putra
NIM
: G351114011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Iman Hidayat PhD
Anggota

Dr Gayuh Rahayu
Ketua

Diketahui oleh


Ketua Program Studi Mikrobiologi

Prof Dr Anja Meryandini, MS

Tanggal Ujian:

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Lulus:

xii

PRAKATA
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah mengenai Dampak Domestikasi Zingiberaceae di
Taman Nasional Gunung Halimun Salak terhadap Keragaman Cendawan Endofitnya. Penelitian
ini dilaksanakan mulai bulan Februari hingga November 2013 di Laboratorium Mikologi
Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Gayuh Rahayu dan Iman Hidayat PhD,
selaku pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian dan
penyusunan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada komite beasiswa
LPDP KEMENKEU atas bantuan dana penelitian yang diberikan sehingga penelitian ini
diselesaikan. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga tercinta Ayahanda Wahyu
Setyawan, Ibunda Hartini, Kakak Alfian Firdaus Setiawan, Kakak Wulan, Adek Agnes Putri
Wahyu Ningtyas, Keponakan Gelzie Adiva Naira dan Keluarga Besar atas do’a, dukungan, serta
kasih sayang yang diberikan. Terima kasih juga kepada Bu Tatik, Bu Nani, Bu Emi, Dr Sri
Listiyowati, Dr Nampiah Sukarno, Prof Dr Okky S Dharmaputra, Dr Lisdar I Sudirman, Pak
Kus, Sepri, Aldian, Mas Eris, Bu Mala dan teman-teman Lab Mikologi IPB atas semua
kebersamaan dan motivasi yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Ivan Permana Putra

xiii
11

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
2
2
2

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan Sampel Tanaman
Isolasi Cendawan Endofit
Pengelompokan Berdasarkan Morfotipe
Identifikasi Molekuler
Ekstraksi DNA, Amplifikasi, dan Sekuensing
Analisis Filogenetik
Analisis Keragaman dan Pengelompokan Komunitas

2
2
2
2
3
3
3
3

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaman Cendawan Endofit Asal Zingiberaceae
Arthrinium malaysianum
Aspergillus spp.
Chaetomium globosum
Cladosporium spp.
Colletotrichum spp.
Diaporthe spp.
Exophiala spp.
Guignardia mangiferae
Ochroconis gallopava
Penicillium citrinum
Pyricularia costina
Sydowiellaceae
Dampak Domestikasi Terhadap Keragaman Endofit Asal Zingiberaceae

4
4
6
7
7
8
9
10
10
11
11
12
13
13

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

18
18

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

18
22
31

xiv

DAFTAR TABEL
1
2
3

Parameter lingkungan sampel Zingiberaceae
Keragaman endofit pada habitat yang berbeda
Daftar spesies endofit yang muncul, hilang, dan baru ditemukan
pada Zingiberaceae

16
16
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Pohon filogenetik endofit asal Zingiberaceae
Arthrinum asal Zingiberaceae
Aspergillus asal Zingiberaceae
Chaetomium asal Zingiberaceae
Cladosporium asal Zingiberaceae
Koloni Colletotrichum spp. pada PDA
Colletotrichum asal Zingiberaceae
Diaporthe asal Zingiberaceae
Exophiala asal Zingiberaceae
Guignardia asal Zingiberaceae
Ochroconis asal Zingiberaceae
Penicillium asal Zingiberaceae
Pyricularia asal Zingiberaceae
Sydowiellaceae asal Zingiberaceae
Frekuensi keberadaan endofit pada berbagai ekosistem
Analisis klustering endofit asal Zingiberaceae

5
6
6
7
8
8
8
9
10
10
11
12
12
13
14
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Pohon filogenetik Arthrinium
Pohon filogenetik Aspergillus
Pohon filogenetik Chaetomium
Pohon filogenetik Cladosporium
Pohon filogenetik spesies kompleks dari genus Colletotrichum
Pohon filogenetik Diaporthe spp.
Pohon filogenetik Exophiala
Pohon filogenetik Guignardia
Pohon filogenetik Ochroconis
Pohon filogenetik Penicillium
Pohon filogenetik Pyricularia
Pohon filogenetik Sydowiellaceae

23
23
24
25
26
28
29
29
30
30
30
30

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aktivitas antropogenik seperti domestikasi tanaman dapat menyebabkan
perubahan kompleks pada morfologi dan fisiologi tanaman yang membedakannya
dari karakter asli moyangnya (Hancock 2005). Secara langsung ataupun tidak,
proses domestikasi memberikan pengaruh yang besar terhadap keragaman
tanaman dan organisme di sekitarnya. Selama proses domestikasi berlangsung
terdapat beberapa gen yang berubah dan menimbulkan variasi genetik pada
tanaman yang didomestikasi. Domestikasi juga menyebabkan perubahan ekologi
pada tanaman. Diferensiasi genetik antara tanaman liar dan budidaya juga
mengarah kepada perubahan habitat mikroorganisme simbion yang menyebabkan
perubahan komposisinya (Lebarbenchon et al. 2008; Stukenbrock dan McDonald
2008). Munkacsi et al. (2008) menyatakan bahwa beberapa cendawan patogen
memiliki kemampuan untuk mengikuti tanaman inang selama proses domestikasi
berlangsung melalui mekanisme host-tracking.
Setiap tumbuhan secara alami berasosiasi dengan mikroorganisme di
lingkungannya. Pengaruh domestikasi tanaman (inang) terhadap komunitas
mikroorganisme yang berasosiasi dengan tanaman itu seringkali kurang
diperhatikan. Salah satunya ialah cendawan endofit. Cendawan endofit hidup di
dalam jaringan inang tanpa menyebabkan gejala sakit ataupun kerugian lainnya.
Asosiasi antara tumbuhan dan cendawan endofit bersifat mutualisme. Cendawan
endofit memberikan beberapa keuntungan terhadap inangnya diantaranya:
produksi faktor tumbuh, resistensi terhadap kekeringan dan hama, serta sumber
metabolit sekunder yang bermanfaat bagi pertumbuhan inangnya (Schulz dan
Boyle 2005).
Salah satu tanaman yang sering didomestikasi di Indonesia ialah
Zingiberaceae. Tanaman ini telah digunakan sebagai obat-obatan selama ratusan
tahun. Priyadi et al. (2010) mengkonfirmasi bahwa setidaknya terdapat 10 spesies
Zingiberaceae liar di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan
beberapa diantaranya telah didomestikasi oleh penduduk setempat. Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa Zingiberaceae merupakan inang bagi cendawan.
Lebih dari 170 spesies dan 17 genus cendawan endofit, saprob, dan patogen asal
Zingiberaceae telah dideskripsikan (Bussaban et al. 2002; Hyde et al. 2007).
Pengaruh domestikasi Zingiberaceae terhadap keragaman endofit belum pernah
dilaporkan sebelumnya.
Informasi mengenai perbandingan keragaman cendawan simbion serta
keragamannya pada inang dengan karakteristik lingkungan yang berbeda jarang
dilaporkan. Pengetahuan mengenai dampak aktivitas antropogenik terhadap
keragaman hayati merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan untuk
menekan terjadinya gangguan selama eksploitasi tanaman, sehingga informasi
tentang keberadaan endofit serta fungsinya terhadap inang pada kondisi
lingkungan yang berbeda menjadi penting. Oleh sebab itu hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai ragam cendawan endofit pada
tanaman liar dan domestikasinya dan menjadi rujukan dalam strategi domestikasi
Zingiberaceae di Indonesia.

2

Tujuan Penelitian

1.
2.

Penelitian ini bertujuan untuk:
Mengetahui keragaman cendawan endofit asal Zingiberaceae di TNGHS.
Menganalisis dampak domestikasi terhadap cendawan endofit asal
Zingiberaceae di TNGHS.
Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yaitu memberikan informasi mengenai keragaman
endofit asal Zingibeaceae dan merupakan informasi awal yang diharapkan dapat
menjadi rujukan dalam strategi domestikasi tanaman Zingiberaceae di Indonesia.

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 10 bulan (Februari-November 2013)
bertempat di Laboratorium Mikologi, Departemen Biologi, Institut Pertanian
Bogor.
Pengambilan Sampel Tanaman
Zingiberaceae yang digunakan dalam penelitian ini ialah Alpinia
malaccensis (nama lokal: Raja Gowah) dan Hornstedtia conica (nama lokal:
Pinding Hijau). Sampel dipilih dari rumpun liar dari kedua spesies Zingiberaceae
yang sehat (tidak menunjukkan gejala sakit) di kawasan TNGHS maupun rumpun
hasil budidaya yang sehat di desa Citalahab, perbatasan perkebunan teh Nirmala
dan kawasan TNGHS, Jawa Barat pada bulan Februari 2012. Satu individu
tanaman terdiri dari akar, rimpang, batang, dan daun diambil dari satu rumpun
Zingiberaceae terpilih. Sampel dicuci dan ditempatkan di dalam plastik ziplock,
kemudian diletakkan di dalam box pendingin untuk dibawa ke laboratorium.
Isolasi Cendawan Endofit
Isolasi endofit dilakukan dengan mengacu pada Okane et al. (2008).
Sampel dipotong-potong dengan ukuran 0.5 x 0.5 cm2. Sebanyak 12 potong
sampel (4 potong/cawan) dari setiap bagian tanaman diletakkan pada dalam media
Malt Extract Agar (MEA) half-strengh dan diinkubasi pada suhu 25˚C selama 1
bulan. Ujung hifa dari setiap koloni yang tumbuh diisolasi dan dimurnikan.
Koloni yang murni ditumbuhkan pada media Low Carbon Agar (LCA) dan
kemudian Potato Dextrose Agar (PDA).
Pengelompokan Berdasarkan Morfotipe
Cendawan yang ditumbuhkan pada media PDA dikelompokkan
berdasarkan morfotipenya. Karakteristik morfotipe adalah: bentuk koloni, warna,

3

elevasi, tekstur, tipe miselia, tepian, densitas, serta diameter. Biakan murni dari
setiap morfotipe diidentifikasi secara morfologi sampai tingkat genus.
Identifikasi Molekuler
Minimal satu biakan dipilih untuk mewakili satu morfotipe dalam
identifikasi ke tingkat spesies. Identifikasi sampai ke tingkat spesies dilakukan
dengan pendekatan molekuler menggunakan daerah ITS, dan EF jika diperlukan.
Ekstraksi DNA, Amplifikasi, dan Sekuensing
Genom DNA diisolasi dari miselia yang ditumbuhkan pada media PDB
selama 7 hari pada suhu ruang. Miselia dipanen dengan menggunakan spatula dan
dimasukkan ke dalam tabung mikro berukuran 2 ml. Ekstraksi dilakukan dengan
menggunakan Phytopure DNA extraction kit (GE). Setiap tabung berisi 25 μl yang
terdiri dari 10 μl nuclease free water, Go taq green mastermixTM 12.5 μl, ITS5
(5′-GGAAGTAAAAGTCGTAACAAGG-3′) dan ITS4 (5′-TCCTCCGCTTATTGATATGC-3′) (White et al. 1990) masing-masing 0.5 μl, 0.5 μl DMSO,
dan1 μl DNA target. Amplifikasi dilakukan dengan kondisi PCR yaitu
predanaturasi 95 oC selama 90 detik, selanjutnya diikuti oleh 35 siklus, denaturasi
(94°C, 30 detik), annealing (52°C, 30 detik) extension (72°C, 90 detik), dan final
extension 72 oC selama 5 menit. Amplifikasi untuk primer EF,EF1-728F (5′CATCGAGAAGTTCGAGAAGG-3′), EF1-986R (5′-TACTTGAAGGAACCCTTACC3′) dilakukan dengan komposisi dan protokol yang sama kecuali untuk
komposisi primer. Hasil amplifikasi kemudian dielektroforesis pada gel agarose
dengan konsentrasi 1 % dan direndam dalam etidium bromida selama ± 30 menit
dan divisualisasikan dibawah sinar UV (Bio-Rad UV Transilluminator 2000).
Hasil PCR dikirim ke 1 st Base (Malaysia) untuk disekuensing.
Analisis Filogenetik
Sekuen yang diperoleh dibandingkan dengan sekuen dari database the
National Center for Biotechnology Information (NCBI) (www.ncbi.nlm.nih.gov)
melalui program BLASTn (Basic Local Alignment Search Tool for nucleotide)
untuk memperoleh nama genus terdekat. Sekuens homolog diambil dan
disejajarkan dengan sekuen yang sedang dianalisa menggunakan program MEGA
5 (Tamura et al. 2011). Sekuen rujukan juga menyertakan publikasi dari genus
terkait. Publikasi yang digunakan adalah : Asgari dan Zare (2011), Brensch et al.
(2012), Busssaban et al. (2005), Cannon et al. (2012), Crous dan Groenewald
(2013), Glienke et al. (2011), Gomes et al. (2013), Houbraken et al. (2010), Kruys
dan Castlebury (2012), Martin-Shanchez et al. (2012), Seyedmousavi et al.
(2011), Suh et al. (2012), dan Thompson et al. (2011). Pohon filogenetik
dibangun dengan metode Maximum Likelihood (ML) menggunakan program
MEGA 5 dengan 1000 ulangan bootstrap (BS) serta analisis Bayesian (untuk
Diaporthe) dengan 6x106 ulangan BS. Pembuatan pohon filogenetik
mengikutsertakan sekuen dari strain rujukan. Cabang dengan nilai BS >50%
ditampilkan pada pohon filogenetik.

4

Analisis Keragaman dan Pengelompokan Komunitas
Keragaman dinyatakan dalam frekuensi keberadaan endofit (satu isolat
dianggap sebagai satu individu) pada ekosistem dan organ yang berbeda.


Frekuensi keberadaan dihitung dengan persamaan =
x 100%




Keragaman juga dinyatakan dalam indeks keragaman Shannon-Wiener (H’).
Indeks Shannon-Wiener dengan menggunakan rumus sebagai berikut: H= -Ʃpi. ln




. Keberadaan
pi, dimana pi ( kelimpahan relatif ) = ∑



endofit pada setiap organ dan ekosistem inang dikelompokkan dengan program
PASW (Predictive Analytics Software) versi 18.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaman Cendawan Endofit Asal Zingiberaceae
Jumlah total koloni dan periode inkubasi yang diperlukan cendawan
endofit untuk muncul dari segmen bervariasi. Sebagian besar organ tanaman yang
diisolasi mengandung satu koloni cendawan, sementara sebagian lainnya bebas
cendawan atau memiliki lebih dari satu koloni. Setelah purifikasi, sebanyak 148
isolat cendawan endofit berhasil diisolasi dari 192 organ tanaman yang diinkubasi
selama 1-3 bulan. Koloni pertama muncul setelah 5 hari inkubasi, koloni yang
paling lambat muncul setelah 3 bulan inkubasi, namun sebagian besar koloni
muncul setelah 5-14 hari inkubasi.
Semua endofit yang berhasil diisolasi dikelompokkan ke dalam 17
morfotipe berdasarkan penampakan koloninya. Semua isolat endofit pada
Zingiberaceae tergolong Ascomycota, Pezizomycotina yang tersebar ke dalam 3
kelas yaitu: Sordariomycetes, Eurotyomycetes, dan Dothideomycetes (Gambar 1).
Endofit tersebut merupakan fase anamorf dari Askomiset. Hasil ini
mengkonfirmasi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Davies et al. (2003),
Rodriguez et al. (2009), dan Khan et al. (2010). Mereka melaporkan bahwa
sebagian besar cendawan endofit merupakan anggota Askomiset. Davies et al.
(2003) menyatakan bahwa Askomiset mampu berasosiasi dengan lumut.
Sementara itu Khan et al. (2010) juga menambahkan bahwa semua cendawan
endofit asal Solanaceae tergolong ke dalam Askomiset dan anamorfnya.
Hampir semua morfotipe cendawan endofit telah diidentifikasi sampai
dengan spesies, kecuali satu morfotipe yang tidak bersporulasi hanya dapat
diidentifikasi sampai dengan tingkat famili. Adapun cendawan-cendawan endofit
yang ditemukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Arthrinium malaysianum
Satu galur endofit asal akar H. conica (HCD D6) diidentifikasi sebagai A.
malaysianum, karena galur ini berada dalam satu clade dengan A. malaysianum
CBS 102053 rujukan dengan nilai BS sebesar 0.802 (Gambar Lampiran 1).
Morfotipe isolat ini unik dan mudah dibedakan dari morfotipe lainnya. Koloni
menutupi media PDA setelah 14 hari inkubasi dengan bentuk koloni sirkuler, hifa
aerial seperti kapas dan berwarna putih (Gambar 2a). Konidia bersel tunggal dan
bulat serta berwarna gelap (Gambar 2b).

5

GGambar 1 Pohon filogenetik endofit asal Zingiberaceae sekuen ITS dibuat berdasarkan analisis Maximum Likelihood
dengan model Kimura2+G (1000x ulangan bootstrap). AM: Alpinia malaccensis; HC: Horstendia conica;
N: Liar; D: Domestikasi; Huruf A, R, B dan D yang diikuti angka adalah A: Akar; R: Rimpang; B: Batang;
D: Daun.

6

a

b

Gambar 2 Arthrinum malaysianum asal Zingiberaceae a. koloni pada PDA umur
30 hari dan b. konidia
Arthrinium pernah dilaporkan sebagai endofit pada rerumputan (Crous and
Groenewald 2013), tanaman Juncus trifidus (Chlebicki 2009), dan liken (He dan
Zhang 2012). Arthrinium malaysianum belum pernah dilaporkan hidup sebagai
endofit, sehingga laporan ini merupakan laporan pertama A. malaysianum sebagai
endofit.
Aspergillus spp.
Dua galur Aspergillus (HCL R2 dan AML B6) endofit Zingiberaceae pada
penelitian ini dikelompokkan ke dalam dua morfotipe. Morfotipe pertama
memiliki ciri koloni yang menutupi media PDA setelah 14 hari inkubasi dengan
bentuk sirkuler. Koloni bertepung putih, dan tepiannya rata (Gambar 3a). Berbeda
dengan morfotipe 1, koloni morfotipe 2 berwarna jingga (Gambar 3b). Kedua
morfotipe ini memiliki konidiofor tidak bersekat dan hialin, vesikel bulat hingga
lonjong, fialid uniseriat serta konidianya bulat (Gambar 3c). Analisis molekuler
menunjukkan bahwa morfotipe 1 berada dalam satu clade dengan galur rujukan
As. flavipes isolat NRRL 295 dengan nilai BS 0.789 dan morfotipe 2 berada dalam
satu clade dengan galur As. sydowii isolat NRRL 254 rujukan (BS = 0.60)
(Gambar Lampiran 2), sehingga morfotipe 1 adalah As. flavipes dan morfotipe 2
adalah As. sydowii.
konidia

fialid
vesikel
konidiofor
a

b

c

Gambar 3 Koloni dan ciri mikroskopis Aspergillus spp., a. koloni As. flavipes pada PDA,
b. koloni As. sydowii pada PDA, c. konidiofor, vesikel, fialid dan konidia
Beberapa spesies Aspergillus telah dilaporkan hidup sebagai endofit
berbagai tanaman. Aspergillus sydowii pernah dilaporkan sebagai endofit pada
pada Gorgonia spp. oleh Toledo-Hernandez et al. (2008) dan Tinospora cordifolia
asal India oleh Mishra et al. (2012).

7

Chaetomium globosum
Hanya satu isolat (HCD B1) yang secara molekuler diidentifikasi sebagai
Ch. globosum, karena isolat tersebut berada dalam satu clade dengan galur
rujukan Ch. globosum CgD9HN3768 (Gambar Lampiran 3) dengan nilai BS yang
kuat (0.998). Morfotipe galur ini dicirikan dengan koloni yang menutupi media
PDA setelah 14 hari inkubasi, koloni berwarna putih dengan tepian koloni jingga
dan rata (Gambar 4a). Askospora berwarna coklat gelap, bersel tunggal, oval
melonjong dengan cekungan di bagian tengahnya (Gambar 4b). Askoma
berambut dan berwarna kecoklatan (Gambar 4c).
Penelitian ini merupakan laporan pertama mengenai keberadaan
Chaetomium endofit dari Zingiberaceae di Indonesia. Sebelumnya, Khan et al.
(2010) juga menemukan Ch. bostrycodes endofit namun pada tanaman obat
Withania somnifera.

a

b

20 µm

c

Gambar 4 Chaetomium globosum asal Zingiberaceae a. koloni pada media
PDA umur 30 hari; b. konidia; c. peritesium.
Cladosporium spp.
Semua galur Cladosporium yang berhasil diisolasi pada penelitian ini
dikelompokkan menjadi satu morfotipe. Seluruh spesies Cladosporium pada
penelitian ini menutupi media PDA setelah 30 hari inkubasi. Koloninya kompak,
convex, dan berwarna kehijauan (Gambar 5a). Konidia berantai, lurus atau sedikit
melengkung (Gambar 5b), bagian terminal atau interkalar elips, gelendong, atau
agak bulat dengan bekas luka di kedua ujung konidia. Dengan analisis molekuler,
morfotipe ini dapat dibagi ke dalam 2 spesies. Sebanyak 12 isolat diidentifikasi
sebagai Cladosporium sp. yang memiliki kekerabatan dengan Cl. dominicanum
dan Cl. sphaerospermum, dan satu isolat (AMD R5) yang berada dalam satu
clade dengan Cl. oxysporum HSW-16 rujukan dengan nilai BS (0.881).
Beberapa spesies Cladosporium dilaporkan hidup sebagai endofit pada
berbagai tanaman. Di Indonesia, Cl. oxysporum pernah dilaporkan sebagai
endofit pada tanaman pacar cina (Aglaia odorata) (Sugijanto dan Dora 2012).
Sebelumnya, Paul dan Yu (2008) melaporkan bahwa Cl. oxysporum dan Cl.
sphaerospermum adalah cendawan endofit pada daun jarum Pinus sp. di Korea.

8

a

b

Gambar 5 Cladosporium sp. asal Zingiberaceae a. koloni pada PDA, b. konidiofor
dan rantai konidia.
Colletotrichum spp.
Seluruh galur Colletotrichum endofit Zingiberacae terbagi ke dalam tiga
morfotipe. Secara umum, keseluruhan koloni menutupi media PDA setelah 30
hari inkubasi, koloni bertipikal aerial, seperti beludru, permukaan koloni datar
dengan pola pertumbuhan melingkar berwarna abu-abu hingga putih (Gambar 7)
dengan permukaan bawah koloni berwarna jingga. Sel konidiogen hialin dan
berdinding halus, konidiofor dibentuk langsung pada hifa dan berwarna abu pucat
hingga coklat (Gambar 6a). Konidia hialin, aseptat dan silindris pada kedua
ujungnya (Gambar 6b). Apressoria sederhana berbentuk bundar hingga elips
(Gambar 6c).

a

b

c

Gambar 6 Ciri mikroskopik Colletotrichum gloeosporioides a. aservulus
b. konidia c. apressoria.

a

b

Gambar 7 Koloni Colletotrichum gloeosporioides pada PDA a. 30 hari,
dan b. 10 hari inkubasi.

9

Sebanyak satu galur Colletotrichum asal Zingiberaceae termasuk dalam
clade Co. cliviae (sister clade dari clade orbiculare), 14 galur termasuk dalam
clade Co. Gloeosporioides, serta 12 galur Co. boninense dengan nilai BS yang
lemah (Gambar Lampiran 5), sehingga secara tentatif galur-galur tersebut
dinyatakan memiliki kedekatan dengan Co. aff. cliviae, Co. aff. gloeosporioides,
dan Co aff. boninense. Bussaban et al. (2001) melaporkan Co. gloeosporioides
sebagai endofit pada Zingiberaceae liar di Thailand. Penelitian ini menunjukkan
bahwa Colletotrichum juga merupakan endofit asal Zingiberaceae liar dan
domestikasi.
Diaporthe spp.
Semua Diaporthe spp. asal Zingiberaceae terbagi ke dalam empat
morfotipe. Setiap morfotipe ditunjukkan oleh pertumbuhan koloni dengan pola
sirkuler yang berbeda-beda (Gambar 8a). Konidiomata berwarna hitam gelap
(gambar 8b). Konidiofor dan konidiogennya berwarna hialin hingga kecoklatan.
Konidia alfa hialin, oval, hingga silindris (Gambar 8d) sedangkan konidia beta
aseptat, hialin, melengkung, dan lonjong (Gambar 8c). Berdasarkan analisis
molekuler kombinasi gen ITS dan EF, isolat-isolat Diaporthe yang didapatkan
pada penelitian ini terbagi ke dalam dua spesies yaitu D. anacardii CBS 72097
(BS = 0.99) dan D. Gardenia CBS 28856 (BS = 1) dan dua isolat yang belum
dapat diidentifikasi sampai dengan spesies (Gambar Lampiran 6).
Diaporthe spp. telah dilaporkan sebagai patogen, endofit, dan saprob
dengan kisaran inang yang luas (Gomes et al. 2013). Bussaban et al. (2001)
berhasil mengisolasi Diaporthe spp. pada Zingiberaceae di Thailand. Hasil
penelitian ini menguatkan informasi bahwa Diaporthe spp. adalah endofit
Zingiberaceae yang persebarannya di daerah Asia Tenggara.

a
b

c

Gambar 8

d

a. koloni Diaporthe spp. pada media V8 pada10 hari inkubasi; b. konidiomata D.
anacardii, c. konidia beta Diaporthe sp., dan d. konidia alfa D. anacardii.

10

Exophiala spp.
Galur Exophiala yang diperoleh pada penelitian ini dikelompokkan ke
dalam satu morfotipe. Koloninya tumbuh lambat dan menutupi media PDA
setelah 90 hari inkubasi dengan bentuk koloni yang tidak beraturan (Gambar 9a).
Koloni kompak, convex, berwarna hitam gelap, dengan tepian koloni rata.
Konidia terdiri dari dua tipe yakni bulat dan fusiform bersekat (Gambar 9b),
keduanya hialin dan dapat berada dalam satu untaian konidia. Analisis molekuler
menunjukkan bahwa enam isolat yang diisolasi dari akar (5 isolat) dan daun (1
isolat) teridentifikasi sebagai Exophiala spp. Dua isolat berada dalam satu clade
dengan E. lecanii-corni PW2642 dengan nilai BS sebesar 0.621 (Gambar
Lampiran 7), namun empat isolat lainnya berada dalam satu clade yang terpisah
dari clade strain-strain rujukan sehingga perlu dianalisis lebih lanjut untuk
identifikasi hingga ke tingkat spesies.
Exophiala merupakan DSE (Dark Septate Endophyte) yang peranannya
sebagai cendawan endofit masih sedikit dipelajari. Kelompok cendawan ini
dikenali dengan cirinya yang mengandung pigmen hitam gelap (melanin) pada
koloninya. Li et at. (2011) melaporkan bahwa E. pisciphila berperan sebagai
endofit yang membantu pertumbuhan Zea mays pada lingkungan yang
terkontaminasi logam berat.

a

b

Gambar 9 Exophiala sp. asal Zingiberaceae a. koloni pada PDA umur 90 hari
b. dua jenis konidia.
Guignardia mangiferae
Tiga galur Guignardia yang diperoleh dikelompokkan ke dalam satu
morfotipe. Koloninya tumbuh lambat, memiliki bentuk yang tidak teratur,
mengeras seperti batu, cembung, berwarna hitam kehijauan, dan tepian koloni
bergelombang (Gambar 10a). Konidiofor umumnya pendek dan sering tidak
terlihat, konidium bersel satu, berbentuk oval, dan hialin (Gambar 10b).
Berdasarkan analisis molekuler tiga galur morfotipe, galur-galur ini berada satu
clade dengan G. mangiferae IMI 260576 dengan nilai BS sebesar 0.512 (Gambar
Lampiran 8).
Guignardia dikenal sebagai endofit dan patogen pada berbagai tanaman
selain Zingiberacae ataupun sebagai saprob (Okane et al. 2003; Silva et al. 2008;
Huang et al. 2009; Wulandari et al. 2009). Meskipun demikian sampai saat ini
laporan mengenai Guignardia sebagai endofit pada Zingiberaceae belum
ditemukan.

11

a
a

b

Gambar 10 Guignardia mangiferae asal Zingiberaceae, a. koloni pada PDA dan b. konidia
Ochroconis gallopava
Koloni dari kapang ini dikelompokkan dalam satu morfotipe dan menutupi
media PDA setelah 14 hari inkubasi dengan tipe koloni sirkuler (Gambar 11a).
Koloni bertipikal aerial, membatu, convex, berwana hijau keabuan, dan tepian
koloni yang bergelombang. Konidiofor bercabang dengan konidia kecoklatan
yang berantai pada ujungnya (Gambar 11b).
Analisis molekuler sekuen ITS menunjukkan bahwa dua isolat asal kedua
species Zingiberaceae yang diteliti berada dalam satu clade dengan Ochroconis
gallopava IFM 52605 dengan nilai BS yang kuat (0,893) (Gambar Lampiran 9).
Ochroconis pertama kali dilaporkan sebagai endofit oleh Ho et al. (2012) pada
Zanthophylum wutaiense (Rutaceae) di Taiwan. Di Indonesia, adanya Ochroconis
endofit pada Zingiberaceae pertama kali dilaporkan.

a

b

Gambar 11 Ochroconis gallopava asal Zingiberaceae a. koloni pada PDA b.
konidiofor (tanda panah) dengan rantai konidia di ujung konidiofornya
Penicillium citrinum
Tiga galur Penicillium yang diperoleh dikelompokkan ke dalam satu
morfotipe. Koloni menutupi seluruh media PDA setelah 10 hari inkubasi dengan
bentuk koloni sirkuler, berwarna hijau keabuan, dan tepian koloni bergelombang
(Gambar 12a). Konidiofor hialin dengan percabangan 3 pada ujungnya. Konidia
globoid, hialin hingga kehijauan, serta bergerombol (Gambar 12b).
Analisis molekuler sekuen ITS menunjukkan dua galur berada dalam satu
clade dengan strain P. citrinum GL-7 dengan nilai BS sebesar 0.992, sedangkan
satu galur lainnya adalah Penicillium aff. citrinum GL-7 yang berada dalam
satu clade dengan P. citrinum GL-7 rujukan dengan nilai BS 0.662 (Gambar
Lampiran 10). Penicillium citrinum sebelumnya telah dilaporkan sebagai endofit
pada akar kopi (Posada et al. 2007) dan akar Ixeris repenes (Khan et al. 2008).

12

Endofit yang didapatkan pada penelitian ini berasal dari akar dua spesies
Zingibecaeae.

konidia
fialid
konidiofor

b
a

Gambar 12 Penicillium citrinum asal Zingiberaceae a. koloni pada PDA b.
konodiofor dan konidia
Pyricularia costina
Pyricularia telah sering dilaporkan sebagai patogen tanaman pada
berbagai komoditas penting pertanian. Namun hanya Bussaban et al. (2001) yang
pernah melaporkan Py. costina sebagai endofit dari Zingiberaceae di Thailand.
Pada penelitian ini, Pyricularia berhasil dikoleksi dan analisis molekuler dengan
gen ITS-nya menunjukkan bahwa isolat yang didapatkan adalah Py. costina
CMUZE0003 dengan nilai BS sebesar 0.765 (Gambar Lampiran 13).
Semua galur Py. costina berada pada satu morfotipe dan menutupi media
PDA setelah 30 hari inkubasi, koloni cembung dengan bagian atas mengeras,
warna keabuan hingga krem (Gambar 13a). Konidia bersekat, piriform hingga
lonjong, serta hialin (Gambar 13c).

a

b

Gambar 13 Pyricularia asal Zingiberaceae a. koloni pada PDA, b. konidia.

13

Sydowiellaceae tidak bersporulasi
Pada penelitian ini koloni Sydowiellaceae hanya memiliki satu morfotipe.
Koloni menutupi media setelah 14 hari inkubasi, seperti beludru, convex, warna
krem, dan tepian koloni rata (Gambar 14), dan tidak bersporulasi. Pada saat
BLASTn terhadap database nukleotida di NCBI, sekuen dari isolat HCD D10 ini
memiliki kesamaan yang tertinggi dengan Prosthecium piriforme dan Sydowiella
fenestrans, anggota dari Sydowiellaceae yaitu berturut-turut 89% dan 91%. Pada
saat analisis filogenetik dengan anggota Sydowiellaceae (Gambar Lampiran 12),
galur HCD 10 berada di luar clade strain rujukan sehingga identifikasi hanya bisa
dilakukan hingga level famili.

Gambar 14 Koloni Sydowiellaceae tidak bersporulasi asal Zingiberaceae pada
PDA umur 30 hari.
Dampak Domestikasi Terhadap Keragaman Endofit Asal Zingiberaceae
Semua sampel tanaman yang diambil terlihat tumbuh dengan sehat dan
segar. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi kesehatan tanaman tidak dipengaruhi
oleh kondisi lingkungannya. Sampel Zingiberaceae yang dikoleksi berasal dari 2
ekosistem yang berbeda yakni hutan alami dan lahan semi-pertanian (Tabel 1).
Parameter lingkungan antara 2 ekosistem tersebut sangat berbeda, terutama pada
intensitas cahaya dan kecepatan angin. Zingiberaceae yang diambil dari ekosistem
alami tumbuh di bawah kanopi hutan, sementara sampel yang diambil dari lahan
semi-pertanian berada pada daerah yang lebih terbuka. Namun pengaruh kedua
faktor ini pada keanekaragaman cendawan endofit belum diketahui. Thomas et al.
(1988) menyatakan bahwa kecepatan angin mempengaruhi kelembapan relatif
pada suatu ekosistem dan mempengaruhi perkembangan hifa cendawan.
Walaupun semua anggota komunitas cendawan endofit asal Zingiberaceae
berada dalam sub-filum yang sama, namun komposisi komunitas tersebut
beragam bergantung spesies inangnya. Frekuensi keberadaan endofit pada
tanaman domestikasi baik pada kedua jenis inang lebih tinggi dibandingkan
dengan spesies inang pada ekosistem alami (Gambar 15). HCD memiliki populasi

14

70.00

60.00

50.00

Ar. malaysianum
As. flavipes
As. Sydowii
Ch. globosum

Frekuensi keberadaan (%)

Cl. oxysporum
40.00

Cladosporium sp.
Co. boninense complex
Co. cliviae complex
Co. gloeosporioides complex
Diaporthe sp.

30.00

D. anacardii
D. gardenia
Exophiala sp.
E. lecanii-corni
G. mangiferae

20.00

O. gallopava
P. citrinum
Py. costina
unsporulated Sydowiellaceae

10.00

0.00

Ekosistem

Gambar 15 Frekuensi keberadaan endofit pada berbagai ekosistem. AM: Alpinia
malaccensis; HC: Horstendia conica; L: Liar; D: Domestikasi

15

terbesar (33,11%) diikuti oleh AMD (25,68%), HCL (22,30%), dan AML
(18,92%). Hasil tersebut berbanding terbalik dengan index diversitas (ShanonWiener) yang didapatkan (Tabel 2). Secara umum, A. malaccensis (AM) memiliki
jumlah dan jenis endofit yang lebih sedikit dibandingkan dengan H. conica (HC).
Inang yang memiliki keragaman endofit tertinggi ialah AML (2,14) diikuti dengan
AMD (1,90), HCL (1,67) dan HCD (1,53) (Tabel 2). Gerard et al. (2006)
menyatakan bahwa lahan semi-pertanian/domestikasi dicirikan dengan sistem
pertanian yang monokultur dengan keragaman gen yang rendah dan densitas
inang yang padat. Data yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa
beberapa endofit memiliki perbedaan dalam kemampuan untuk beradaptasi
dengan lingkungan baru (lahan semi-pertanian). Rodriguez et al. (2009)
mengkonfirmasi bahwa beberapa endofit memiliki kemampuan beradaptasi yang
baik terhadap habitat baru sehingga menyebabkan baik endofit ataupun inangnya
bisa bertahan dalam perubahan ekosistem yang terjadi.
Beberapa endofit kadang-kadang memiliki preferensi ekosistem.
Colletotrichum aff. boninense-complex, Cladosporium sp., dan E. lecanii-corni
mendominasi komunitas endofit pada semua jenis dan lingkungan inang (16,89%
- 24,32%). Colletotrichum aff. gloeosporioides-complex (13,51%) juga sering
ditemukan pada kedua jenis inang. Hal ini menunjukkan bahwa spesies-spesies
tersebut tidak memiliki preferensi ekosistem. Sebaliknya, spesies cendawan
lainnya merupakan endofit dengan tipe ekosistem spesifik, misal D. anacardii
hanya ditemukan pada AM, G. mangiferae serta P. citrinum hanya ditemukan
pada HC. Suryanarayanan et al. (2000) serta Cannon dan Simmons (2002)
sebelumnya telah mengkonfirmasi adanya spesifitas endofit terhadap inangnya.
Bahkan, laporan terbaru menunjukkan bahwa endofit diduga tidak hanya memiliki
spesifitas terhadap inang tetapi juga terhadap organ inang (Moricca et al. 2012).
Kecenderungan ini dipengaruhi oleh interaksi antara inang dan ekosistem inang,
serta interaksi kompetitif dari komunitas endofit. Interaksi tersebut mengakibatkan
terbentuknya diversifikasi relung ekologi termasuk pemilihan inang dan organnya.
Komunitas cendawan pada HCL lebih dekat ke AML dibandingkan dengan
HCD dan AMD (Gambar 16). Komunitas endofit pada AMD merupakan
kelompok yang paling berbeda dibandingkan dengan endofit pada inang lainnya.
Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman domestikasi memiliki komunitas endofit
yang lebih seragam dibandingkan dengan tanaman liar. Higgins et al. (2007) dan
Sun et al. (2008) melaporkan bahwa komunitas endofit tampaknya dipengaruhi
oleh inangnya. Wilbeforce et al. (2003) mengkonfirmasi bahwa aktivitas
antropogenik seperti halnya pertanian monokultur berpotensi mengakibatkan
perubahan keragaman mikroorganisme tanaman inang habitat liarnya.
Distribusi spesies endofit antara inang bervariasi bergantung habitat
mikronya. Daun merupakan mikro-habitat yang memiliki preferensi keberadaan
endofit tertinggi seperti yang ditunjukkan oleh nilai Shanon-Wiener dan frekuensi
keberadaannya (0,90 ; 66,22%) diikuti oleh akar (0,59; 18,92%), batang (0,33;
9,46%) dan rimpang (0,18; 5,41%). Arnold dan Lutzoni (2007) menyatakan
bahwa daun merupakan hot spot bagi keberagaman cendawan endofit di daerah
tropis. Hal ini dikarenakan daun merupakan organ yang aktif melakukan
fotosintesis sehingga nutrisi bukan merupakan faktor pembatas pertumbuhan
untuk cendawan endofit.

16

Tabel 1 Parameter lingkungan sampel Zingiberaceae
No

Parameter

1

Posisi/Lintang

2
3

Ketinggian (m DPL)
Kelembapan Relatif
(%)
Suhu(◦C)
Cahaya (Lux)
Angin (MPH)

4
5
6

AML
S: 06° 44.293’
N:106º31.606’

Inang* pada ekosistem berbeda
AMD
HCL
HCD
S: 06° 44.333’
S: 06° 44.293’
S: 06° 44.327’
N:106º31.865’ N:106º31.606’
N:106º31.906’

1104
78

1134
74

1104
78

1134
74

25
773
0

25
1203
2.2

25
773
0

25
1946
2.2

*AM: Alpinia malaccensis; HC: Horstendia conica; L= Liar/alami ; D= Domestikasi/dibudidayakan

Tabel 2 Keragaman endofit pada habitat yang berbeda
No

Habitat

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Liar
Domestikasi
AML
AMD
HCL
HCD
Daun
Batang
Rimpang
Akar

ShanonWiener
(H’s)
2.12
1.90
2.14
1.90
1.67
1.53
0.90
0.33
0.18
0.59

Jumlah
spesies

Spesies pada
ekosistem liar

14
14
10
9
9
11
12
6
3
7

14
10
9
8
2
1
7

Spesies
yang
hilang
5
4
4
2
2
1
2

Spesies baru yang
ditemukan pada inang
domestikasi
5
3
6
6
3
4
1

Gambar 16 Analisis clustering endofit asal Zingiberaceae pada ekosistem berbeda

Sebagian besar cendawan endofit (14 dari 19 spesies) pada penelitian ini
bersifat spesifik mikro-habitat (organ), sedangkan sisanya memiliki kisaran
mikro-habitat yang lebih luas. Keragaman atau keberadaan cendawan endofit

17

ditentukan oleh jenis jaringan/organ yang ditempatinya dan perbedaan
kemampuan untuk menggunakan substrat merupakan penyebab preferensi tersebut
(Schardl et al. 2004). Colletotrichum aff. cliviae-complex, Diaporthe spp., G.
mangiferae, dan Py. costina spesifik pada daun, 3 spesies (Arthrinium
malaysianum , Cl. oxysporum, P. citrinum) dan satu spesies Sydowiellaceae yang
tidak bersporulasi spesifik pada akar, 2 spesies pada batang (As. sydowii dan Ch.
globosum), dan 1 spesies (As. flavipes) pada rimpang. Sementara itu cendawan
endofit yang tidak spesifik organ yaitu: Cladosporium sp., Co. aff. boninensecomplex, Co. aff. gloeosporioides-complex, E. lecanii-corni, dan O. gallopava.
Colletotrichum aff. boninense-complex lebih menyukai daun (37,16%), dan
cendawan ini juga ditemukan pada akar dan batang tetapi tidak pada rimpang. E.
lecanii-corni ditemukan pada daun dan akar, sementara itu O. gallopava
ditemukan pada batang dan daun.
Penelitian ini membuktikan bahwa domestikasi Zingiberaceae mendorong
hilangnya spesies cendawan endofit dari inang liarnya atau sebaliknya mendorong
munculnya spesies cendawan endofit yang baru ditemukan pada inang yang
dibudidayakan. Aspergillus flavipes, As. sydowii, Cl. oxysporum, Diaporthe sp.
dan Py. costina ditemukan pada inang liarnya dan tidak ditemukan lagi pada inang
domestikasi. Arthrinium malaysianum, Ch. globosum, Co. aff. cliviae-complex,
D. gardenia, dan Sydowiellaceae tak bersporulasi hanya ditemukan pada inang
domestikasi. Sementara itu, beberapa spesies endofit yaitu Co. boninensecomplex, Cladosporium sp., Co. aff. gloeosporioides-complex, dan E. lecaniicorni, tampaknya tidak dipengaruhi oleh domestikasi. Secara umum, 5 dari 14
spesies hilang akibat domestikasi Zingiberaceae (Tabel 2; Tabel 3).
Tabel 3 Daftar spesies cendawan endofit* yang muncul, hilang, dan baru ditemukan pada
Zingiberaceae
Habitat
Spesies pada ekosistem liar
Spesies yang
Spesies baru yang ditemukan
hilang
pada inang domestikasi
Asf, Ass, Cl, Clo,Cob,Cog,
Dsp, Da, E, El, G, P, Pyc,
Ogv
Domestikasi AM
Ass, Cl, Clo,Cob, E, El, G, P,
Pyc, Ogv
HC
Asf, Cl, Cob, Dsp, Da, E, El,
P, Pyc
Daun
Cl, Cob,Cog, Dsp, Da, G,
Pyc
Batang
Ass, Ogv
Rimpang
Asf
Akar
Cl, Clo, Cob, Cog, E, El, P
Liar

Asf, Ass, Clo, Dsp, Pyc
Ass, Clo, Dsp, Pyc

Arm, Ch, Coc, Dg, US
Coc, Cog, Dg

Dsp, E, El, Pyc

Arm, Ch, Cog, Da, US, Ogv

Dsp, Pyc

Coc, Dg,E, El, US, Ogv

Ass, Ogv
Asf
Cl, Clo

Ch, Cl, Cob
Ch, Cl,Cob, P
Arm

*Arm= Ar. Malaysianum, Asf = As. flavipes, Ass= As. sydowii, Chg= Ch. globosum , Cl = Cladosporium
sp., Clo= Cl. oxysporum, Coc= Co. cliviae -complex, Cob= Co. boninense -complex, Cog= Co.
Gloeosporioides -complex, Dsp= Diaporthe sp., Dg= D. gardenia, Da= D. anacardii, E= exophiala sp., El=
E. Lecanii-corni, G= Guignardia mangiferae, Ogv= O. gallopava, P= Penicillium citrinum, Pyc= Py.
Costina, US= Sydowiellaceae tidak bersporulasi

18

Keterbatasan dalam jumlah dan frekuensi pengambilan sampel serta
metode analisis komunitas menyebabkan perlunya kehati-hatian dalam interpretasi
hasil penelitian. Meskipun demikian, penelitian ini dapat menjadi informasi awal
mengenai dampak domestikasi terhadap keragaman endofit terutama pada
Zingibercaeae yang masih perlu diperkuat dengan penambahan jumlah sampel
serta analisis komunitas dengan pendekatan metagenomik agar hasil yang
diperoleh lebih akurat.

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan analisis cendawan yang dapat dikulturkan, domestikasi dua
spesies Zingiberaceae di kawasan Taman Nasional Halimun Salak (Alpinia
malaccensis dan Horstendia conica) mengindikasikan adanya dampak yang
signifikan terhadap keragaman cendawan endofitnya.Tanaman domestikasi
memiliki populasi endofit yang lebih tinggi dibandingkan dengan spesies yang
sama pada ekosistem alaminya. Zingiberaceae liar memiliki keragaman cendawan
endofit yang lebih tinggi dibandingkan dengan Zingiberaceae yang telah
didomestikasi. Beberapa spesies cendawan hanya ditemukan pada tanaman yang
didomestikasi dan beberapa lainnya hilang sebagai akibat domestikasi. Namun,
domestikasi Zingiberaceae di TNHS tidak mempengaruhi keberadaan endofit
dominan, Co. boninense.
Saran
Penelitian lebih lanjut dengan penambahan jumlah sampel Zingiberaceae
serta analisis molekuler cendawan endofit dengan tambahan gen diperlukan untuk
mengkonfirmasi dampak domestikasi Zingiberaceae dan keragaman endofitnya.

DAFTAR PUSTAKA
Asgari B, Zare R. 2011. The genus Chaetomium in Iran, a phylogenetic study
including six new species. Mycologia 103(4): 863-882.
Arnold AE, Lutzoni F. 2007. Diversity and host range of foliar fungal endophytes
: are tropical leaves biodiversity hotspots?. Ecol 88(3):541-549.
Brensch K, Braun U, Groenewald JZ, Crous PW. 2012. The genus Cladosporium.
Stud Mycol 72: 1-401.
Bussaban B, Lumyong S, Lumyong P, McKenzie EHC, Hyde KD. 2001.
Endophytic fungi from Amomum siamese. Can J Microbiol. 47:943-948.
Bussaban B, Lumyong P, McKenzie KHC, Hyde KD, Lumyong S. 2002. Index of
fungi described from Zingiberaceae. Mycotaxon 83:165-182.
Bussaban B, Lumyong S, Lumyong P, Seelanan T, Park DC, McKenzie EHC,
Hyde KD. 2005. Molecular and morphological characterization o