Keragaman Kupu-Kupu (Lepidoptera: Ditrysia) Di Kawasan “Hutan Koridor” Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Jawa Barat

(1)

KERAGAMAN KUPU-KUPU (LEPIDOPTERA: DITRYSIA)

DI KAWASAN ”HUTAN KORIDOR”

TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK

JAWA BARAT

MUHAMMAD ALI EFENDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Keragaman Kupu-Kupu (Lepidoptera: Ditrysia) Di Kawasan ”Hutan Koridor” Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Jawa Barat adalah benar hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

Muhammad Ali Efendi NIM. G352070311


(3)

ABSTRACT

MUHAMMAD ALI EFENDI. Diversity of Butterflies (Lepidoptera: Ditrysia) in “Corridor Forest”, Gunung Halimun-Salak National Park, West Java. Supervised by RIKA RAFFIUDIN dan TRI ATMOWIDI

Gunung Halimun-Salak National Park in West Java is the largest tropical forest and one of the best national park that still exist in Java. The destruction of habitat due to the high exploitation of natural resources in this forest will cause the decreasing the butterfly population. The objectives of the research were to study the diversity of butterflies in relation to time of activities, nectar volume, and environmental factors. Characteristic scale of butterfly wings were observed as well. Diversity of butterflies were observed by using scan method in 07.00-11.00 am and 13.00-16.00 pm. Observations were conducted from March-August 2008. Research have been conducted in three types of habitat, i.e. (1) “corridor forest”, (2) agricultural field and (3) tea plantation. Nectar volume of several species of dominant plants were measured by using micropipette. Result showed that there were seven families, that consisted of and 61 species of 7 032 individuals of butterflies. The highest frequency of butterflies was found on July between 09.00-11.00 am and 13.00-14.00 pm. High secretion of nectar of se species of plants were observed in the morning (07.00-09.00 am). Wing scale type is important character for identification of butterfly. Wings scale of Amathusidae, Hesperiidae, Nymphalidae, Papilionidae, Pieridae, and Rhiodinidae were rectangular and triangular and family Lycaenidae was dominated by rectangular wing scale.


(4)

RINGKASAN

MUHAMMAD ALI EFENDI. Keragaman Kupu-Kupu (Lepidoptera: Ditrysia) Di Kawasan “Hutan Koridor” Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Jawa Barat. Dibimbing oleh RIKA RAFFIUDIN dan TRI ATMOWIDI.

Kupu-kupu (Lepidoptera) berperan penting dalam ekologi, antara lain sebagai polinator dan bioindikator lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari keragaman kupu-kupu di kawasan “hutan koridor” Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGH-S); mempelajari hubungan keragaman kupu-kupu dengan waktu pengamatan, volume nektar, dan faktor lingkungan; dan mempelajari karakteristik tipe sisik sayap kupu-kupu.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Agustus 2008. Pengamatan ini dilakukan di tiga tipe habitat, yaitu (1) “hutan koridor”, (2) lahan pertanian dan (3) perkebunan teh di PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII. Lokasi penelitian terletak di Desa Cipeteuy Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, dan di Desa Purwabakti Cianten Kabupaten Bogor, pada koordinat 6044’00” – 6046’30” dan 106035’30” - 106037’30”. Pengamatan keragaman kupu-kupu dilakukan dengan menggunakan metode scan sampling. Pengamatan dilakukan pukul 07.00-11.00 dan 13.00-16.00 WIB. Setiap bulan dilakukan tiga kali pengamatan dengan rute yang berbeda. Panjang setiap rute sekitar + 3 km. Pada setiap tipe habitat dilakukan pengamatan sebanyak 18 hari, sehingga total pengamatan di tiga lokasi adalah 54 hari. Pengukuran volume nektar dilakukan menggunakan mikropipet pada pukul 07.00, 09.00, 11.00 dan 14.00 WIB pada beberapa spesies tanaman dominan. Identifikasi kupu-kupu dilakukan di Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB dan di Laboratorium Entomologi LIPI Cibinong dan korespodensi dengan Department of Entomology, The Natural History Museum Londondan Zoologisk Museum The Natural History Museum of Denmark. Pengamatan karakteristik sisik kupu-kupu dilakukan dengan mikroskop binokuler. Sisik diambil dari permukaan depan dan belakang sayap kanan. Pengambilan sisik dilakukan di tiga bagian yaitu (1) dasar (basal), (2) tengah (central) dan (3) tepi (border).

Kupu-kupu yang diamati pada ketiga tipe habitat selama pengamatan terdiri dari tujuh famili dan 61 spesies dengan jumlah 7 032 individu. Famili Nymphalidae merupakan famili dengan jumlah individu yang paling banyak Nymphalidae merupakan famili kupu-kupu yang mempunyai anggota yang paling besar dan penyebaran luas dibandingkan dengan lainnya. Nymphalidae ditemukan dalam jumlah besar dikarenakan pada lokasi penelitian terdapat tumbuhan sebagai sumber pakan maupun tempat bertelur. Sumber pakan Nymphalidae adalah Annonaceae, Leguminoceae, dan Compositae. Perbedaan famili kupu-kupu dominan yang ditemukan di beberapa daerah karena penyebaran kupu-kupu dipengaruhi oleh sebaran tumbuhan inang dan ekologi.


(5)

Spesies Yphtima sp. (Nymphalidae), Eurema sp. (Pieridae) dan Delias belisama ditemukan dominan di hutan koridor, lahan pertanian, dan perkebunan teh. Eurema hecabe mendominasi karena bersifat polifag. Sifat polifag Eurema hecabe menyebabkan spesies tersebut dapat berkembang pada habitat terganggu. Larva kupu-kupu polifag lebih bertahan hidup pada kondisi keragaman tumbuhan inang yang rendah. Tumbuhan pakan Yphtima sp. adalah Arecaceae, Cyperaceae, dan Poaceae; Eurema sp. adalah Caesalpiniaceae, Fabaceae, Euphorbiaceae, sedangkan Delias belisama adalah Poaceae.

Beberapa spesies kupu-kupu ditemukan dengan frekuensi yang rendah dan hanya ditemukan pada salah satu tipe habitat. Spesies kupu-kupu dengan frekuensi rendah dan distribusi terbatas bersifat sensitif terhadap gangguan habitat. Kerusakan habitat menyebabkan fragmentasi dan kepunahan tumbuhan sebagai sumber nektar dan inang kupu-kupu spesialis.

Keragaman kupu-kupu di hutan koridor, lahan pertanian, dan perkebunan teh masuk dalam kategori sedang (1<H’<3). Pada umumnya, hutan koridor mempunyai keragaman lebih besar dibandingkan di lahan pertanian dan perkebunan teh. Tetapi berdasarkan jumlah individu, di lahan pertanian (2 793 individu) lebih tinggi dibandingkan di hutan koridor (2664 individu), dan perkebunan teh (1575 individu). Sedangkan berdasarkan jumlah famili dan spesies kupu-kupu, di hutan koridor (tujuh famili, 53 spesies) lebih banyak daripada di lahan pertanian (enam famili, 51 spesies), dan perkebunan teh (lima famili, 39 spesies).

Kemerataan (evenness) spesies kupu-kupu di hutan koridor, lahan pertanian, dan perkebunan teh tinggi (E=0.69, E=0.71, dan E=0.63). Nilai kemerataan yang tinggi untuk tiap habitat menunjukkan tidak ada spesies kupu-kupu yang dominan. Semakin kecil nilai kemerataan spesies, maka penyebaran spesies tidak merata dan terjadi dominasi oleh spesies kupu-kupu tertentu.

Kesamaan Jaccard (Cj) dan Sorensen (Cs) spesies kupu-kupu antara hutan koridor-lahan pertanian, hutan koridor-perkebunan teh dan lahan pertanian-perkebunan teh cukup tinggi, yaitu berturut-turut sebesar Cj=0.76 (Cs=0.85), Cj=0.61 (Cs=0.80), dan Cj=0.64 (Cs=0.78). Hal ini disebabkan karena beberapa spesies tumbuhan inang ditemukan di ketiga habitat tersebut. Selain itu, ketiga tipe habitat letaknya berdekatan, sehingga spesies kupu-kupu dapat melakukan aktivitas di ketiga habitat tersebut.

Nilai estimasi kupu-kupu yang dikoleksi dari hutan koridor, lahan pertanian, dan perkebunan teh mencapai 95.69%. Hasil ini mengindikasikan pengamatan keragaman kupu-kupu dengan metode scan sampling dengan alat jaring adalah efektif. Hal ini berarti pengambilan contoh kupu-kupu yang dilakukan dapat menggambarkan 95.69% spesies kupu-kupu yang ada di ketiga lokasi.

Selama penelitian dari bulan Maret sampai Agustus 2008, kisaran waktu pukul 09.00-11.00 dan 13.00-13.59 WIB ditemukan kupu-kupu dengan kelimpahan tinggi. Jumlah individu, spesies, dan indeks keragaman spesies kupu-kupu berbeda setiap bulan. Perbedaan keragaman kupu-kupu-kupu-kupu setiap bulan berkaitan dengan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang berperan dalam keberadaan dan keragaman kupu-kupu diantaranya musim, suhu, curah hujan,


(6)

cahaya, kelembaban, vegetasi, predator, dan parasit. Jumlah individu dan spesies kupu-kupu lebih banyak ditemukan di musim penghujan daripada musim kemarau. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan kematian larva dan pupa spesies kupu-kupu.

Hasil penelitian menunjukkan keragaman spesies kupu-kupu tertinggi terjadi pada pukul 09.00-09.59 dan terendah pada pukul 07.00-07.59. Kupu-kupu merupakan hewan poikiloterm, dimana suhu tubuh dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Kupu-kupu umumnya memerlukan suhu tubuh 25o-41oC untuk melakukan aktivitasnya. Kupu-kupu akan berjemur (basking) sebelum terbang untuk memperoleh suhu tubuh optimal .

Keragaman spesies kupu-kupu berkorelasi negatif dengan suhu dan berkorelasi positif dengan curah hujan dan ketinggian. Hal ini berarti semakin tinggi suhu lingkungan maka semakin rendah kelimpahan spesies kupu-kupu. Semakin rendah curah hujan dan ketinggian, semakin tinggi kelimpahan spesies kupu-kupu.

Pada penelitian ini, keragaman kupu-kupu dalam kaitannya dengan volume nektar, menunjukkan tingginya volume nektar di pagi hari tidak diikuti oleh tingginya keragaman kupu-kupu. Keragaman kupu-kupu berhubungan dengan keragaman tumbuhan penghasil nektar dan kandungan gula dalam nektar.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka perlu adanya perhatian khusus terhadap spesies spesifik kupu-kupu agar tidak mengalami kepunahan dengan konservasi. Konservasi spesies spesifik kupu-kupu dilakukan dengan mengkonservasi tumbuhan inang, tidak menangkap kupu, menjaga habitat kupu-kupu dan melakukan penangkaran kupu-kupu-kupu-kupu.

Sisik sayap kupu-kupu memiliki bentuk dan tipe yang berbeda pada setiap spesies. Tipe sisik sayap kupu-kupu berfungsi dalam pola dan warna pada permukaan sayap. Pola warna sayap kupu-kupu adalah unik dan bersifat individual. Warna sisik sayap tergantung pada struktur dan sifat optik sisik. Struktur sisik berkorelasi dengan pigmentasi. Pigmen melanin dan pterin memberikan warna kuning, merah, cokjlat, dan hitam. Warna sayap kupu-kupu berbeda memiliki fungsi yang berbeda. Pola dan warna sisik merupakan faktor penting dalam termoregulasi.


(7)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(8)

KERAGAMAN KUPU-KUPU (LEPIDOPTERA: DITRYSIA)

DI KAWASAN “HUTAN KORIDOR”

TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK

JAWA BARAT

MUHAMMAD ALI EFENDI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(9)

Judul Tesis : Keragaman Kupu-Kupu (Lepidoptera: Ditrysia) Di Kawasan “Hutan Koridor” Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Jawa Barat

Nama : Muhammad Ali Efendi

NIM : G352070311

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Rika Raffiudin, M.Si Dr. Tri Atmowidi, M.Si

Ketua Anggota

Disetujui,

Ketua Program Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana

Biosains Hewan

Dr. Bambang Suryobroto Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.


(10)

PERSEMBAHAN

“Wahai orang-0rang yang beriman! Mohonlah pertolongan (Kepada

Alloh SWT) dengan sabar dan sholat. Sungguh Alloh SWT beserta

orang-orang yang sabar”.

(Qs. Al-Baqarah 153)

Kupersembahkan karya tulis ini sebagai ibadah dan syukur atas segala

nikmat hidup dan kesempatan menggali ilmu di Institut Pertanian

Bogor (IPB) dari Alloh SWT.

Untuk:

Keluarga besar Bapak Sofyan-Maisaroh.

Kakakku Siti Zaenab, S.Pd, Ismail, ST, Nurfadhilah, S.Pd,

Masrukhin, S.Pd, Nanik, Masruroh, S.Pd, Adikku Rochmad

Fauzi, ST dan Ema Khusnul Khotimah, S.Pd, terima kasih atas

dorongan semangat dan do’anya.

Istri terkasih, Tati Farida, S.Pd, M.Si, atas do’a, kesabaran,

ketulusan, keikhlasan, dan dorongan semangat yang telah

diberikan.

Wahyu Ilmawan Darojat, Rifki Ardi Rahmadani, Ahmad

Wildan Zulhilmi dan Safa Nurul Aini.

Keluarga Besar MA. Perguruan Mu’allimat Pondok Pesantren

Putri Walisongo Cukir Jombang.

Keluarga Besar SMPN 3 Unggulan Peterongan Pondok

Pesantren Darul ‘Ulum Peterongan Jombang.


(11)

KERAGAMAN KUPU-KUPU (LEPIDOPTERA: DITRYSIA)

DI KAWASAN ”HUTAN KORIDOR”

TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK

JAWA BARAT

MUHAMMAD ALI EFENDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Keragaman Kupu-Kupu (Lepidoptera: Ditrysia) Di Kawasan ”Hutan Koridor” Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Jawa Barat adalah benar hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

Muhammad Ali Efendi NIM. G352070311


(13)

ABSTRACT

MUHAMMAD ALI EFENDI. Diversity of Butterflies (Lepidoptera: Ditrysia) in “Corridor Forest”, Gunung Halimun-Salak National Park, West Java. Supervised by RIKA RAFFIUDIN dan TRI ATMOWIDI

Gunung Halimun-Salak National Park in West Java is the largest tropical forest and one of the best national park that still exist in Java. The destruction of habitat due to the high exploitation of natural resources in this forest will cause the decreasing the butterfly population. The objectives of the research were to study the diversity of butterflies in relation to time of activities, nectar volume, and environmental factors. Characteristic scale of butterfly wings were observed as well. Diversity of butterflies were observed by using scan method in 07.00-11.00 am and 13.00-16.00 pm. Observations were conducted from March-August 2008. Research have been conducted in three types of habitat, i.e. (1) “corridor forest”, (2) agricultural field and (3) tea plantation. Nectar volume of several species of dominant plants were measured by using micropipette. Result showed that there were seven families, that consisted of and 61 species of 7 032 individuals of butterflies. The highest frequency of butterflies was found on July between 09.00-11.00 am and 13.00-14.00 pm. High secretion of nectar of se species of plants were observed in the morning (07.00-09.00 am). Wing scale type is important character for identification of butterfly. Wings scale of Amathusidae, Hesperiidae, Nymphalidae, Papilionidae, Pieridae, and Rhiodinidae were rectangular and triangular and family Lycaenidae was dominated by rectangular wing scale.


(14)

RINGKASAN

MUHAMMAD ALI EFENDI. Keragaman Kupu-Kupu (Lepidoptera: Ditrysia) Di Kawasan “Hutan Koridor” Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Jawa Barat. Dibimbing oleh RIKA RAFFIUDIN dan TRI ATMOWIDI.

Kupu-kupu (Lepidoptera) berperan penting dalam ekologi, antara lain sebagai polinator dan bioindikator lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari keragaman kupu-kupu di kawasan “hutan koridor” Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGH-S); mempelajari hubungan keragaman kupu-kupu dengan waktu pengamatan, volume nektar, dan faktor lingkungan; dan mempelajari karakteristik tipe sisik sayap kupu-kupu.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Agustus 2008. Pengamatan ini dilakukan di tiga tipe habitat, yaitu (1) “hutan koridor”, (2) lahan pertanian dan (3) perkebunan teh di PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII. Lokasi penelitian terletak di Desa Cipeteuy Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, dan di Desa Purwabakti Cianten Kabupaten Bogor, pada koordinat 6044’00” – 6046’30” dan 106035’30” - 106037’30”. Pengamatan keragaman kupu-kupu dilakukan dengan menggunakan metode scan sampling. Pengamatan dilakukan pukul 07.00-11.00 dan 13.00-16.00 WIB. Setiap bulan dilakukan tiga kali pengamatan dengan rute yang berbeda. Panjang setiap rute sekitar + 3 km. Pada setiap tipe habitat dilakukan pengamatan sebanyak 18 hari, sehingga total pengamatan di tiga lokasi adalah 54 hari. Pengukuran volume nektar dilakukan menggunakan mikropipet pada pukul 07.00, 09.00, 11.00 dan 14.00 WIB pada beberapa spesies tanaman dominan. Identifikasi kupu-kupu dilakukan di Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB dan di Laboratorium Entomologi LIPI Cibinong dan korespodensi dengan Department of Entomology, The Natural History Museum Londondan Zoologisk Museum The Natural History Museum of Denmark. Pengamatan karakteristik sisik kupu-kupu dilakukan dengan mikroskop binokuler. Sisik diambil dari permukaan depan dan belakang sayap kanan. Pengambilan sisik dilakukan di tiga bagian yaitu (1) dasar (basal), (2) tengah (central) dan (3) tepi (border).

Kupu-kupu yang diamati pada ketiga tipe habitat selama pengamatan terdiri dari tujuh famili dan 61 spesies dengan jumlah 7 032 individu. Famili Nymphalidae merupakan famili dengan jumlah individu yang paling banyak Nymphalidae merupakan famili kupu-kupu yang mempunyai anggota yang paling besar dan penyebaran luas dibandingkan dengan lainnya. Nymphalidae ditemukan dalam jumlah besar dikarenakan pada lokasi penelitian terdapat tumbuhan sebagai sumber pakan maupun tempat bertelur. Sumber pakan Nymphalidae adalah Annonaceae, Leguminoceae, dan Compositae. Perbedaan famili kupu-kupu dominan yang ditemukan di beberapa daerah karena penyebaran kupu-kupu dipengaruhi oleh sebaran tumbuhan inang dan ekologi.


(15)

Spesies Yphtima sp. (Nymphalidae), Eurema sp. (Pieridae) dan Delias belisama ditemukan dominan di hutan koridor, lahan pertanian, dan perkebunan teh. Eurema hecabe mendominasi karena bersifat polifag. Sifat polifag Eurema hecabe menyebabkan spesies tersebut dapat berkembang pada habitat terganggu. Larva kupu-kupu polifag lebih bertahan hidup pada kondisi keragaman tumbuhan inang yang rendah. Tumbuhan pakan Yphtima sp. adalah Arecaceae, Cyperaceae, dan Poaceae; Eurema sp. adalah Caesalpiniaceae, Fabaceae, Euphorbiaceae, sedangkan Delias belisama adalah Poaceae.

Beberapa spesies kupu-kupu ditemukan dengan frekuensi yang rendah dan hanya ditemukan pada salah satu tipe habitat. Spesies kupu-kupu dengan frekuensi rendah dan distribusi terbatas bersifat sensitif terhadap gangguan habitat. Kerusakan habitat menyebabkan fragmentasi dan kepunahan tumbuhan sebagai sumber nektar dan inang kupu-kupu spesialis.

Keragaman kupu-kupu di hutan koridor, lahan pertanian, dan perkebunan teh masuk dalam kategori sedang (1<H’<3). Pada umumnya, hutan koridor mempunyai keragaman lebih besar dibandingkan di lahan pertanian dan perkebunan teh. Tetapi berdasarkan jumlah individu, di lahan pertanian (2 793 individu) lebih tinggi dibandingkan di hutan koridor (2664 individu), dan perkebunan teh (1575 individu). Sedangkan berdasarkan jumlah famili dan spesies kupu-kupu, di hutan koridor (tujuh famili, 53 spesies) lebih banyak daripada di lahan pertanian (enam famili, 51 spesies), dan perkebunan teh (lima famili, 39 spesies).

Kemerataan (evenness) spesies kupu-kupu di hutan koridor, lahan pertanian, dan perkebunan teh tinggi (E=0.69, E=0.71, dan E=0.63). Nilai kemerataan yang tinggi untuk tiap habitat menunjukkan tidak ada spesies kupu-kupu yang dominan. Semakin kecil nilai kemerataan spesies, maka penyebaran spesies tidak merata dan terjadi dominasi oleh spesies kupu-kupu tertentu.

Kesamaan Jaccard (Cj) dan Sorensen (Cs) spesies kupu-kupu antara hutan koridor-lahan pertanian, hutan koridor-perkebunan teh dan lahan pertanian-perkebunan teh cukup tinggi, yaitu berturut-turut sebesar Cj=0.76 (Cs=0.85), Cj=0.61 (Cs=0.80), dan Cj=0.64 (Cs=0.78). Hal ini disebabkan karena beberapa spesies tumbuhan inang ditemukan di ketiga habitat tersebut. Selain itu, ketiga tipe habitat letaknya berdekatan, sehingga spesies kupu-kupu dapat melakukan aktivitas di ketiga habitat tersebut.

Nilai estimasi kupu-kupu yang dikoleksi dari hutan koridor, lahan pertanian, dan perkebunan teh mencapai 95.69%. Hasil ini mengindikasikan pengamatan keragaman kupu-kupu dengan metode scan sampling dengan alat jaring adalah efektif. Hal ini berarti pengambilan contoh kupu-kupu yang dilakukan dapat menggambarkan 95.69% spesies kupu-kupu yang ada di ketiga lokasi.

Selama penelitian dari bulan Maret sampai Agustus 2008, kisaran waktu pukul 09.00-11.00 dan 13.00-13.59 WIB ditemukan kupu-kupu dengan kelimpahan tinggi. Jumlah individu, spesies, dan indeks keragaman spesies kupu-kupu berbeda setiap bulan. Perbedaan keragaman kupu-kupu-kupu-kupu setiap bulan berkaitan dengan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang berperan dalam keberadaan dan keragaman kupu-kupu diantaranya musim, suhu, curah hujan,


(16)

cahaya, kelembaban, vegetasi, predator, dan parasit. Jumlah individu dan spesies kupu-kupu lebih banyak ditemukan di musim penghujan daripada musim kemarau. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan kematian larva dan pupa spesies kupu-kupu.

Hasil penelitian menunjukkan keragaman spesies kupu-kupu tertinggi terjadi pada pukul 09.00-09.59 dan terendah pada pukul 07.00-07.59. Kupu-kupu merupakan hewan poikiloterm, dimana suhu tubuh dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Kupu-kupu umumnya memerlukan suhu tubuh 25o-41oC untuk melakukan aktivitasnya. Kupu-kupu akan berjemur (basking) sebelum terbang untuk memperoleh suhu tubuh optimal .

Keragaman spesies kupu-kupu berkorelasi negatif dengan suhu dan berkorelasi positif dengan curah hujan dan ketinggian. Hal ini berarti semakin tinggi suhu lingkungan maka semakin rendah kelimpahan spesies kupu-kupu. Semakin rendah curah hujan dan ketinggian, semakin tinggi kelimpahan spesies kupu-kupu.

Pada penelitian ini, keragaman kupu-kupu dalam kaitannya dengan volume nektar, menunjukkan tingginya volume nektar di pagi hari tidak diikuti oleh tingginya keragaman kupu-kupu. Keragaman kupu-kupu berhubungan dengan keragaman tumbuhan penghasil nektar dan kandungan gula dalam nektar.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka perlu adanya perhatian khusus terhadap spesies spesifik kupu-kupu agar tidak mengalami kepunahan dengan konservasi. Konservasi spesies spesifik kupu-kupu dilakukan dengan mengkonservasi tumbuhan inang, tidak menangkap kupu, menjaga habitat kupu-kupu dan melakukan penangkaran kupu-kupu-kupu-kupu.

Sisik sayap kupu-kupu memiliki bentuk dan tipe yang berbeda pada setiap spesies. Tipe sisik sayap kupu-kupu berfungsi dalam pola dan warna pada permukaan sayap. Pola warna sayap kupu-kupu adalah unik dan bersifat individual. Warna sisik sayap tergantung pada struktur dan sifat optik sisik. Struktur sisik berkorelasi dengan pigmentasi. Pigmen melanin dan pterin memberikan warna kuning, merah, cokjlat, dan hitam. Warna sayap kupu-kupu berbeda memiliki fungsi yang berbeda. Pola dan warna sisik merupakan faktor penting dalam termoregulasi.


(17)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(18)

KERAGAMAN KUPU-KUPU (LEPIDOPTERA: DITRYSIA)

DI KAWASAN “HUTAN KORIDOR”

TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK

JAWA BARAT

MUHAMMAD ALI EFENDI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(19)

Judul Tesis : Keragaman Kupu-Kupu (Lepidoptera: Ditrysia) Di Kawasan “Hutan Koridor” Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Jawa Barat

Nama : Muhammad Ali Efendi

NIM : G352070311

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Rika Raffiudin, M.Si Dr. Tri Atmowidi, M.Si

Ketua Anggota

Disetujui,

Ketua Program Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana

Biosains Hewan

Dr. Bambang Suryobroto Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.


(20)

PERSEMBAHAN

“Wahai orang-0rang yang beriman! Mohonlah pertolongan (Kepada

Alloh SWT) dengan sabar dan sholat. Sungguh Alloh SWT beserta

orang-orang yang sabar”.

(Qs. Al-Baqarah 153)

Kupersembahkan karya tulis ini sebagai ibadah dan syukur atas segala

nikmat hidup dan kesempatan menggali ilmu di Institut Pertanian

Bogor (IPB) dari Alloh SWT.

Untuk:

Keluarga besar Bapak Sofyan-Maisaroh.

Kakakku Siti Zaenab, S.Pd, Ismail, ST, Nurfadhilah, S.Pd,

Masrukhin, S.Pd, Nanik, Masruroh, S.Pd, Adikku Rochmad

Fauzi, ST dan Ema Khusnul Khotimah, S.Pd, terima kasih atas

dorongan semangat dan do’anya.

Istri terkasih, Tati Farida, S.Pd, M.Si, atas do’a, kesabaran,

ketulusan, keikhlasan, dan dorongan semangat yang telah

diberikan.

Wahyu Ilmawan Darojat, Rifki Ardi Rahmadani, Ahmad

Wildan Zulhilmi dan Safa Nurul Aini.

Keluarga Besar MA. Perguruan Mu’allimat Pondok Pesantren

Putri Walisongo Cukir Jombang.

Keluarga Besar SMPN 3 Unggulan Peterongan Pondok

Pesantren Darul ‘Ulum Peterongan Jombang.


(21)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat illahi rabbi atas rahmat dan hidayah – Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga Tesis yang berjudul “Keragaman Kupu-Kupu (Ordo Lepidoptera: Ditrysia) Di Kawasan Hutan Koridor Taman Nasional Gunung Halimun-Salak dan Sekitarnya” telah dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Keberhasilan penulisan tesis ini tidak lepas dari masukan dan arahan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih Kepada Dr. Ir. Rika Raffiudin, M.Si, dan Dr. Tri Atmowidi, M.Si, selaku komisi pembimbing atas jerih arahan, bimbingan dan dorongan semangat selama proses awal hingga terselesaikannya tesis; Dr. Hermanu Triwidodo, selaku penguji, Dr. Sih Kahono dan Djunijanti Peggie, M.Sc, Ph.D, selaku Staf peneliti di LIPI Cibinong atas bantuannya dalam proses identifikasi; Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, atas perizinan penelitian yang telah diberikan; seluruh Staf Dosen Mayor Biosain Hewan, yang telah memberikan bekal ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan baik; Dr. John Tennet dari Department of Entomology, The Natural History Museum Londondan Dr. Torben Larson dari

Zoologisk Museum The Natural History Museum of Denmark; Dr. Clyde Imada,

Research specialis Departemen of Natural Sciences/Botany, Bishop Museum

Honolulu; Dr. Mamoru Watanabe atas bantuan jurnal, dan Departeman Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa pendidikan kepada penulis.

Disamping itu disampaikan terima kasih pula kepada keluarga besar penulis Bapak Sofyan sekeluarga dan istri penulis, Tati Farida, S.Pd, M.Si atas doa dan dorongan semangat selama proses penulisan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2009


(22)

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 26 September 1977 dari Bapak Sofyan dan Ibu Maisaroh. Penulis merupakan anak ke empat dari enam bersaudara. Penulis telah menikah dengan Tati Farida, S.Pd, M.Si pada tanggal 17 Mei 2009.

Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri Mojoagung Jombang. Tahun 1997, penulis melanjutkan studi Program Sarjana di Universitas Negeri Malang Jurusan Biologi, matakuliah keahlian lingkungan dan lulus pada Tahun 2002. pada Tahun 2007, penulis berkesempatan melanjutkan studi pascasarjana di Insitut Pertanian Bogor, Program Studi Biologi Mayor Biosain Hewan dengan mendapatkan beasiswa dari Departeman Agama Republik Indonesia. Selama kuliah penulis aktif dalam kegiatan studi lapang dan pernah sebagai koordinator praktikum matakuliah Avertebrata Mahasiswa S1 tahun ajaran 2008-2009.

Penulis merupakan salah satu staf pengajar mata pelajaran biologi di SMPN I Peterongan, SMPN 3 Unggulan Ponpes Darul Ulum Peterongan dan Madrasah Aliyah Perguruan Mu’allimat Pondok Pesantren Putri Walisongo Cukir Jombang.


(23)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan Penelitian ... 3 C. Manfaat Penelitian ... 3 D. Bagan Alur Penelitian ... 4 TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologi Kupu-Kupu ... 5 B. Peranan Kupu-Kupu ... 7 C. Keragaman Kupu-Kupu ... 7

D. Asosiasi Kupu-Kupu dengan Tumbuhan Inang (Host plant) ... 9 E. Nektar dan Serbuksari sebagai Sumber Pakan Kupu-Kupu ... 10 F. Keragaman Kupu-Kupu dalam Kaitannya dengan Faktor

Lingkungan ... 11 G. Karakteristik Sisik Sayap Kupu-Kupu ... 11 METODE

A. Waktu dan Lokasi ... 14 B. Metode ... 15 C. Analisis Data ... 20 HASIL

A. Deskripsi Hutan Koridor TNGH-S ... 21 B. Keragaman Kupu-Kupu ... 23

C. Keragaman Kupu-Kupu Berdasarkan Waktu Pengamatan dan Faktor

Lingkungan ... 30 D. Keragaman Kupu-Kupu dalam Kaitannya dengan Keragaman

Tumbuhan dan Volume Nektar ... 36 E. Karakteristik Kupu-Kupu Berdasarkan Tipe Sisik Sayap ... 43


(24)

PEMBAHASAN

A. Keragaman Kupu-Kupu ... 47 B. Keragaman Kupu-Kupu Berdasarkan Waktu dan Faktor Lingkungan 52 C. Keragaman Kupu-Kupu: Keragaman Tumbuhan, Volume Nektar, dan

Konservasi Kupu-kupu ... 54 D. Karakteristik Sisik Sayap Kupu-Kupu ... 56 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 58 Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA ... 60 LAMPIRAN ... 45


(25)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Rute pengamatan keragaman kupu-kupu ... 15 2. Jumlah famili, spesies, indeks keragaman, dan kemerataan kupu-kupu

di kawasan hutan koridor TNGH-S... 24 3. Kesamaan kupu-kupu antar habitat berdasarkan indeks kesamaan Jaccard dan Sorensen ... 29 4. Nilai estimasi jumlah kupu-kupu yang dikoleksi dari hutan koridor, lahan

pertanian, dan perkebunan teh berdasarkan analisis dengan soft ware

Estimate’s Win. 7.52 ... 29 5. Indeks keragaman kupu-kupu dan rata-rata faktor lingkungan pada kisaran

waktu pengamatan di hutan koridor, lahan pertanian, dan perkebunan teh 34 6. Korelasi Pearson antara jumlah spesies, individu, dan indeks keragaman

kupu-kupu dengan faktor lingkungan ... 35 7. Spesies tumbuhan berbunga yang ditemukan di hutan koridor, lahan

pertanian, dan perkebunan teh pada bulan Maret-Agustus 2008 ... 37 8. Tipe sisik sayap kupu-kupu ... 44


(26)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagan alur penelitian ... 4 2. Perbedaan antena kupu-kupu dan ngengat... 5 3 Morfologi dan anatomi probosis kupu-kupu ... 6 4. Bentuk dan warna sisik sayap kupu-kupu spesies Junonia orithya,

sisik sekitar “mata”, basal, tepi, basal dalam, dan bagian dalam “mata” 13 5. Peta lokasi penelitian: “hutan koridor”, lahan pertanian, dan perkebunan

teh di PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII ... 14 6. Titik pengambilan sisik sayap kupu-kupu: dasar (basal), tengah (central), dan tepi (border) ... 17 7. Preparasi sisik sayap kupu-kupu: koleksi sisik, pengolesan sisik pada

gelas objek, penutupan preparat, dan dokumentasi sisik ... 19 8. Skematik sisik sayap kupu-kupu... 19 9. Penutupan lahan hutan koridor oleh semak belukar ... 22 10. Jalan yang menghubung Kabupaten Sukabumi dengan Kabupaten Bogor

yang membelah hutan koridor ... 22 11. Jumlah individu dan spesies setiap famili kupu-kupu di kawasan

Hutan koridor TNGH-S ... 25 12. Spesies kupu-kupu masing-masing famili yang dikoleksi dari hutan

koridor: Hypolimnas bolina (Nymphalidae), Graphium sarpedon

Papilionidae), Thaumantis Klugius Zinken (Amathusidae), Delias hyparete (Pieriidae), Arhopala pseudocentaurus (Lycaenidae), Erionota

thrax Linn. (Hesperiidae), dan Abisara savitri Felder & Felder


(27)

13. Spesies kupu-kupu yang ditemukan di hutan koridor, lahan pertanian dan perkebunan teh: Ypthima sp. (Nymphalidae), Eurema sp.(Pieridae),

Delias belisama (Pieridae), Zeltus amasa Hewitson(Lycaenidae) spesies dominan, Cirrochroa clagia (Nymphalidae), Euthalia adonia

(Nymphalidae), J. hedonia, Euploea diocletianus (Nymphalidae), dan

Thaumantis klugius Zinken(Amathusidae) merupakan spesies yang

ditemukan dengan frekuensi rendah... 28 14. Jumlah spesies, jumlah individu, dan indeks keragaman

kupu-kupu berdasarkan waktu pengamatan. ... 31 15. Jumlah spesies, jumlah individu, dan indeks keragaman kupu-kupu

berdasarkan bulan pengamatan. ... 33 16. Hubungan antara jumlah spesies dan jumlah individu kupu-kupu dan

faktor lingkungan berdasarkan analisis Principal Component Analysis

(PCA ) ... 35 17. Spesies tumbuhan dominan dan diukur volume nektarnya di hutan

Koridor, di lahan pertanian, dan di perkebunan teh ... 41 18. Volume nektar tumbuhan dominan, dan indeks keragaman spesies

kupu-kupu berdasakan waktu pengamatan ... 42 19. Tipe sisik sayap kupu-kupu bentuk rectangular... 46 20. Tipe sisik sayap kupu-kupu bentuk triangular... 46


(28)

(29)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kupu-kupu merupakan salah satu jenis serangga yang memiliki nilai penting, yaitu sebagai penyerbuk (pollinator) (Amir et al 2003), karena kupu-kupu aktif mengunjungi bunga (Joshi & Arya 2007). Kupu-kupu polinator secara ekologis berperan dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem dan memperkaya keragaman hayati. Selain sebagai polinator, kupu-kupu dapat digunakan dalam evaluasi kualitas lingkungan (Kremen 1992; Sreekumar & Balakrishnan 2001) dan indikator perubahan habitat (Pollard 1992). Kupu-kupu sangat bergantung pada keragaman tanaman inang, sehingga memberikan hubungan yang erat antara keragaman kupu-kupu dengan kondisi habitatnya. Kupu-kupu sangat sensitif terhadap perubahan struktur hutan. Terutama Subfamili Satyrinae yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan (Murphy et al.

1990; Kremen 1992; Scoble 1995).

Eksplorasi terhadap keberadaan kupu-kupu meningkat. Hal ini dikarenakan kupu-kupu memiliki warna, corak, dan bentuk sayap yang bervariasi. Sehingga kupu-kupu menjadi komoditas menarik bagi peneliti, kolektor, dan dunia perdagangan (Amir et al. 2003). Akibatnya kelestarian kupu-kupu terancam (Amir et al. 2003).

Keragaman kupu-kupu dipengaruhi oleh penyebaran dan kelimpahan tumbuhan inang (host plant) (Cleary & Genner 2004). Keragaman kupu-kupu makin menurun dengan menurunnya keragaman tumbuhan inang. Menurunnya keragaman tumbuhan inang dapat terjadi karena adanya kerusakan habitat karena aktivitas manusia dalam mengkonversi habitat alami. Selain itu, keragaman kupu-kupu dipengaruhi juga oleh ketinggian (altitude), suhu, kelembaban, intensitas cahaya, cuaca, musim, volume dan nektar tumbuhan (Rizal 2007). Nektar merupakan sumber energi kupu-kupu dewasa (Barth 1991).


(30)

Nilai keragaman Lepidoptera (moth) di TNGH-S lebih tinggi dibandingkan di Nusa Barong (Jatim), Meru Betiri (Jatim), dan di Taman Nasional Sabangau (Kalimantan Barat) (Sutrisno 2008). Pada saat ini, kawasan TNGH-S mengalami degradasi sumberdaya alam dan lingkungan yang cukup serius. Degradasi sumberdaya alam dapat dilihat dari berkurangnya penutupan hutan (deforestasi). Dalam kurun waktu tahun 1989 – 2004 diperkirakan telah terjadi deforestasi 25 % atau berkurang 22 ribu hektar dengan laju kerusakan rata-rata 1.3 % per tahun (Dephut 2008). Deforestasi mengancam keberadaan kehidupan di dalamnya, termasuk keberadaan kupu-kupu (Rizal 2007).

Kurniawan et al. (2000) melaporkan, di Gunung Kendeng dan Gunung Botol TNGH-S ditemukan lima famili kupu-kupu. Kupu-kupu Papilio lampsacus dilaporkan telah punah. Kepunahan spesies tersebut kemungkinan disebabkan adanya eksploitasi sumberdaya alam yang tinggi dan kerusakan habitat (Amir et al. 2003; Suharto et al. 2005).

“Hutan koridor” Gunung Kendeng merupakan hutan yang menghubungkan hutan Gunung Halimun dengan hutan Gunung Salak (Gunawan 2004). Hutan koridor memiliki potensi biologis maupun ekologis bagi wilayah di sekelilingnya (Hartono et al. 2007). Hutan koridor TNGH-S relatif alami yang berfungsi sebagai habitat, pergerakan, dan tempat mencari makan satwa liar. Pada saat ini, hutan koridor TNGH-S terfragmentasi karena aktivitas masyarakat, infrastruktur bangunan dan prasarana jalan, lahan pertanian, penebangan liar, dan pembukaan lahan. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam di hutan koridor oleh masyarakat sekitar mengakibatkan kerusakan hutan (Gunawan 2004). Cahyadi (2002) melaporkan dalam 11 tahun, hutan koridor mengalami kerusakan sekitar 347 523 ha. Total area hutan tahun 1990 adalah 666 508 ha dan menurun menjadi 318 985 ha di tahun 2001. Lebar hutan koridor tahun 1990 adalah 1.4 km menjadi 0.7 km di tahun 2001. Keberadaan hutan koridor yang cukup sempit tersebut mengalami tekanan sebagai akibat dari kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat sekitar yang umumnya memiliki kondisi sosial ekonomi yang rendah.


(31)

Di bagian utara hutan koridor terdapat perkebunan teh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Cianten dan sebelah selatan terdapat lahan pertanian yang berbatasan langsung dengan hutan koridor. Meningkatnya aktivitas bertani dan berkebun di sekitar hutan koridor menambah kerusakan habitat.

Sampai saat ini data keragaman kupu-kupu di kawasan hutan koridor TNGH-S belum pernah dilaporkan. Jadi perlu digali lebih lanjut mengenai keragaman kupu-kupu di hutan koridor. Penelitian ini difokuskan pada keragaman dan karakteristik sayap kupu-kupu di kawasan “hutan koridor”, di lahan pertanian, dan perkebunan teh.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mempelajari keragaman spesies kupu-kupu di kawasan “hutan koridor” TNGH-S.

2. Mempelajari hubungan keragaman kupu-kupu dengan waktu pengamatan, volume nektar, dan faktor lingkungan.

3. Mempelajari karakteristik tipe sisik sayap kupu-kupu.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan gambaran kondisi “hutan koridor” TNGH-S berdasarkan data keragaman kupu-kupu.

2. Keragaman kupu-kupu yang didapatkan dapat digunakan sebagai dasar dalam usaha konservasi kupu-kupu dan habitatnya.

3. Hasil penelitian ini sebagai masukan bagi Balai TNGH-S dalam pengelolaan kawasan hutan koridor.


(32)

D. Bagan Alur Penelitian

Bagan alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan Alur Penelitian

Keragaman Kupu-Kupu Faktor lingkungan •Intensitas Cahaya •Kelembaban •Suhu

•Ketinggian (Altitude ) •Musim

Tumbuhan Berbunga • Keragaman • Volume nektar Faktor Biotik • Predator • Penyakit

Karakteristik Sisik Sayap

Rekomendasi (Balai TNGH-S) • Pengelolaan Kawasan Hutan Koridor • Dasar dalam tindakan konservasi kupu-kupu

maupun hutan koridor. Analisis


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologi Kupu-Kupu

Lepidoptera terbagi menjadi dua subordo berdasarkan jumlah lubang genitalnya, yaitu subordo Monotrysia dan Ditrysia. Ciri Monotrysia dicirikan adanya satu lubang pada struktur genital, sedangkan Ditrysia memiliki dua lubang pada struktur genitalnya (Kristensen et al. 2007).

Lepidoptera mencakup kupu-kupu dan ngengat (Triplehorn & Johnson 2005). Kupu-kupu (butterfly) dibedakan dengan ngengat (moth) dalam beberapa hal. Kupu-kupu bersifat diurnal, sedangkan ngengat nokturnal (Braby 2000; Knuttel & Fiedler 2001). Bentuk dan corak warna kupu-kupu menarik (Stavenga

et al. 2004), sedangkan ngengat mempunyai warna coklat, kusam, dan gelap (Amir et al. 2003). Pada saat hinggap, sayap kupu-kupu umumnya menutup, sedangkan ngengat terbuka (Fleming 1983). Antenna kupu-kupu ramping dan membulat di ujung, sedangkan ngengat berbentuk rambut, setaseus atau plumosa

(Gambar 2).

a b

Gambar 2 Perbedaan antena kupu-kupu (a) dan ngengat (b) (Triplehorn & Johnson 2005)

Tubuh kupu-kupu dibedakan menjadi kepala, toraks, dan abdomen (Fleming 1983). Pada bagian kepala terdapat antena, mata, dan alat mulut pengisap (haustellate) dalam bentuk probosis yang berfungsi untuk menghisap nektar (Barth 1991; Busnia 2006). Probosis dibentuk dari galea, yaitu maksila yang terbentuk secara longitudinal, panjang, dan melingkar (Triplehorn & Johnson 2005) (Gambar 3). Probosis akan menggulung di bawah kepala ketika


(34)

tidak digunakan (Scoble 1992). Panjang probosis berkorelasi positif terhadap ukuran tubuh (Stang et al. 2006). Pada bagian toraks terdapat dua pasang sayap dan tiga pasang tungkai. Abdomen terdiri dari sepuluh segmen dan segmen terakhir terdapat organ reproduksi (Braby 2000; Sukardi 2007).

Gambar 3 Morfologi dan anatomi probosis kupu-kupu (Smetacek 2000)

Kupu-kupu merupakan hewan poikilotermik (Simanjuntak 2000; Smetacek 2000; Stefanescu et al. 2003) dimana suhu tubuh dipengaruhi oleh suhu lingkungan (Sei-Wong 2003; Saastamoinen & Hanski 2008). Suhu tubuh optimal untuk aktivitas terbang dijaga melalui mekanisme termoregulasi (Kingsolver 1985). Termoregulasi suhu tubuh kupu-kupu dapat dilakukan dengan merentangkan sayapnya pada sinar matahari (basking) ketika udara dingin dan mencari tempat berteduh ketika suhu panas (Grodnitsky 1999; Simanjuntak 2000).


(35)

B. Peranan Kupu-kupu

Larva kupu-kupu bersifat herbivor (fitofag) (Simanjuntak 2000; Tudor et al. 2004) dan pada tanaman budidaya dapat sebagai hama (Kalshoven 1981; Triplehorn & Johnson 2005). Spesies kupu-kupu yang berperan sebagai hama, diantaranya Erionota thrax pada tanaman pisang; Papilio dan Graphium pada tanaman jeruk (Suharto et al. 2005), dan beberapa genus Euploea hama pada tanaman Hoya dan Parsonsia (Orr 1992).

Pada saat imago, kupu-kupu dapat berperan sebagai penyerbuk (polinator) (Endress 1994; Boonvanno et al. 2000). Pada saat menghisap nektar bunga, serbuksari (polen) menempel pada bagian kepala, probosis (Athuri et al. 2004), sisik tubuh, dan tungkai (Triplehorn & Johnson 2005). Deposit polen pada probosis dan kepala kupu-kupu berperan penting dalam penyerbukan tanaman (Ramana et al. 2004). Penyerbukan oleh kupu-kupu bersifat tidak sengaja (pollinator incidental) (Scoble 1992) dan kemampuan penyerbukan oleh kupu-kupu terbatas hanya pada beberapa spesies tumbuhan (Triplehorn & Johnson 2005).

Kupu-kupu juga dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas lingkungan (Boonvanno et al. 2000; Sreekumar & Balakrishnani 2001; Tati-Subahar et al.

2007; Uehara-Prado & Freitas 2009). Perubahan keragaman kupu-kupu dapat dijadikan sebagai indikasi adanya perubahan kondisi suatu lingkungan (Goldsmith 1992; Cleary & Genner 2004), karena kupu-kupu sensitif terhadap perubahan lingkungan.

C. Keragaman Kupu-Kupu

Di dunia jumlah spesies kupu-kupu hanya sekitar 10% dari sekitar 170 000 spesies anggota Lepidoptera (Peggie & Amier 2006). Pada umumnya, kupu-kupu hidup di hutan hujan tropis dan beberapa spesies dapat beradaptasi pada kondisi panas dan kering (Braby 2000). Kupu-kupu yang ditemukan di wilayah barat Indonesia (Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan), penyebarannya berasal dari daratan Asia, sedangkan kupu-kupu yang terdapat di bagian timur Indonesia


(36)

(Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Papua), penyebarannya berasal dari Benua Australia (Amir et al. 1993; Simanjuntak 2000).

Keragaman kupu-kupu di beberapa kawasan di Indonesia telah dilaporkan. Rizal (2007) melaporkan bahwa di Cagar Alam Rimbo Panti, Padang terdapat tujuh famili, sedangkan di Lubuk Minturun, Padang ditemukan empat famili kupu-kupu. Di Taman Nasional Ujungkulon dilaporkan terdapat tujuh famili kupu-kupu, dimana Nymphalidae ditemukan dominan (New et al. 1987). Suharto

et al. (2005) melaporkan di Hutan Ireng-Ireng Taman Nasional Bromo, Tengger Semeru terdapat delapan famili dan Papilionidae ditemukan dominan. Sari (2008) melaporkan di Kawasan Telaga Warna, Cisarua Bogor terdapat lima famili dan Nymphalidae ditemukan dominan. Panjaitan (2008) melaporkan di Minyambo, Cagar Alam Pegunungan Arfak, Manokwari, Papua Barat terdapat empat famili dan Nymphalidae juga ditemukan dominan.

Di TNGH-S dilaporkan enam famili kupu-kupu, yaitu Hesperiidae, Papilionidae, Satrydae, Lycaenidae, Pieriidae, dan Nymphalidae (Amir et al.

2003). Keragaman kupu-kupu di TNGH-S terancam dengan adanya peningkatan penangkapan di alam baik untuk penelitian, koleksi, dan untuk perdagangan. Peningkatan penangkapan kupu-kupu dapat menyebabkan kepunahan spesies kupu-kupu spesies tertentu (Amir et al. 2003).

Salah satu upaya agar spesies kupu-kupu tidak punah adalah konservasi. Konservasi adalah usaha pengelolaan sumberdaya alam hayati (SDA) dan ekosistemnya dengan berasaskan pelestarian dan pemanfaatannya secara serasi dan seimbang sehingga dapat mendukung kesejahteraan masyarakat (Widada et al. 2003). Konservasi dapat dilakukan dengan perlindungan sistem penyangga kehidupan, memelihara keragaman spesies tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, serta pemanfaatan secara lestari SDA dan ekosistemnya. Perlindungan sistem penyangga dilakukan dengan menetapkan wilayah yang dilindungi. Di wilayah yang dilindungi pemanfaatannya harus memenuhi ketetapan yang diatur oleh instansi terkait. Pemeliharaan keragaman spesies tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dilakukan dengan menjaga keanekaragaman jenis yang meliputi unsur-unsur biotik dan abiotik yang saling


(37)

mempengaruhi. Punahnya salah satu unsur tidak dapat diganti dengan unsur lainnya. Pemeliharaan keragaman dapat dilakukan dengan konservasi in-situ dan ex-situ.

D. Asosiasi Kupu-kupu dengan Tumbuhan Inang

Kupu-kupu merupakan herbivor yang tidak bisa hidup optimal tanpa adanya tumbuhan inang (Schoonhoven et al. 1998). Beberapa spesies kupu-kupu adalah pemakan spesialis (specialist feeder) (Pierre 1992; Schoonhoven et al.

1998). Martin dan Pullin (2004) menyatakan, spesialisasi dapat berupa pilihan habitat dan tumbuhan pakan. Spesialisasi kupu-kupu pada tumbuhan inang berkaitan dengan kandungan spesifik kimia tanaman (Schoonhoven et al. 1998). Produksi senyawa kimia oleh tumbuhan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi perilaku herbivor. Beberapa senyawa kimia yang berperan dalam interaksi antara serangga dengan tumbuhan, diantaranya alkaloids, terpenoids, steroids, phenolics, glucosinolates, dan cyanogenics (Schoonhoven et al. 1998). Pengetahuan kimia tumbuhan (phytochemistry) merupakan dasar untuk memahami interaksi tumbuhan dengan serangga (Schoonhoven et al. 1998).

Larva kupu-kupu menunjukkan asosiasi yang kuat dengan tumbuhan inangnya (Janz & Nylin 1998). Larva Lepidoptera yang termasuk spesialis atau

monofag adalah Troides helena pada tanaman sirih hutan (Apama corimbosa) (Corbet & Pendlebury 1992), Polytremis lubricans, Potanthus ganda, P. omaha,

P. trachala, Taractrocera ardonia, dan Telicota besta pada tumbuhan herba dan liana (Cleary & Genner 2004). Spesies Polyommatus icarus, P. arygrognomon, P. amandus dan P. semiargus berasosiasi dengan tumbuhan dari famili Fabaceae baik pada fase larva maupun imago (Bakowski & Boron 2005).

Selain bersifat spesialis atau monofag, beberapa kupu-kupu bersifat

polifag atau generalis (Schoonhoven et al. 1998). Kupu-kupu yang bersifat generalis, diantaranya adalah Appias albana, Graphium antiphates, Euploea modesta (Cleary & Genner 2004), Eurema hecabe (Sreekumar & Balakrishnani 2001), Lampides boeticus, Parantica agleoides, dan Spindasis kutu (Cleary & Genner 2004). Kupu-kupu yang bersifat polifag memiliki tingkat kelimpahan


(38)

yang tinggi dibandingkan monofag (Sreekumar & Balakrishnani 2001). Kisaran tumbuhan inang merupakan karakteristik kunci dari spesies herbivor (Novotny et al. 2002).

E. Nektar dan Serbuksari sebagai Sumber Pakan Kupu-Kupu

Nektar disekresikan oleh kelenjar nektar tumbuhan. Berdasarkan letaknya, kelenjar nektar dapat berupa kelenjar floral dan ekstrafloral (Fahn 1979). Kelenjar nektar floral terdapat pada bunga, sedangkan extrafloral terdapat pada organ vegetatif lain. Nektar mengandung gula (sukrosa, glukosa dan fruktosa) dan air (Barth 1991; Corbet 2003).

Nektar disekresikan dengan ritme tertentu (Galetto & Bernardello 2004). Sekresi nektar dipengaruhi oleh musim, iklim, dan spesies tumbuhan (Anand et al.

2007). Selain itu, sekresi nektar dipengaruhi oleh kelembaban udara, curah hujan, dan evaporasi (Corbet 2003). Pengetahuan tentang sekresi nektar diperlukan untuk memahami asosiasi kupu-kupu dengan tumbuhan (Galetto & Bernardello 2004).

Kupu-kupu merupakan penghisap nektar (Comba et al. 1999). Nektar merupakan sumber pakan kupu-kupu (Barth 1991; Comba et al. 1999). Nektar mengandung gula, terutama sukrosa dengan konsentrasi antara 20-25% (Athuri et al. 2004). Volume dan konsentrasi gula pada nektar bervariasi pada berbagai spesies tumbuhan (Vidal et al. 2006).

Kupu-kupu spesialis bersifat selektif atau mengalami spesialisasi yang tinggi terhadap tumbuhan penghasil nektar (Bakowski & Boron 2005).Spesialisasi kupu-kupu sebagai pemakan nektar (nectar-feeding) ditentukan dari bentuk dan panjang probosis (Davies 1988; Hickman et al. 2007). Panjang probosis berkorelasi positif terhadap ukuran tubuh (Stang et al. 2006).

Selain nektar, kupu-kupu memperoleh sumber pakan dari serbuksari (Barth 1991). Kupu Heliconius charitonia dilaporkan sebagai pemakan serbuksari dari tumbuhan Lantana camara (Verbenaceae) dan Psiquria umbrosa


(39)

F. Keragaman Kupu-Kupu dalam Kaitannya dengan Faktor Lingkungan

Kehadiran dan kelangsungan hidup suatu organisme dibatasi oleh faktor pembatas (Odum 1971). Demikian juga kupu-kupu, keragamannya dipengaruhi oleh faktor pembatas abiotik dan biotik. Faktor pembatas abiotik yang mempengaruhi keragaman kupu-kupu antara lain suhu, kelembaban, curah hujan, dan intensitas cahaya (Rizal 2007). Sedangkan faktor pembatas biotik yang mempengaruhi keragaman kupu-kupu adalah keragaman vegetasi sebagai sumber pakan (New et al. 1987; Ehrlich & Raven 1964); kualitas dan kuantitas tumbuhan inang (Gilbert & Singer 1975; Boggs & Murphy 1997), predator, dan parasit (Rizal 2007). Predator stadium telur kupu-kupu adalah semut, serangga kecil, dan parasitoid (Simanjuntak 2000). Penyakit yang menyerang kupu-kupu disebabkan oleh virus nuclear polyhedrosis, granulosis dan citoplasmic polyhedrosis serta cendawan entomophagus yang menyerang pada fase pupa (Rod & Ken 1999).

Ketersediaan sumber pakan dan sumber nektar untuk kupu-kupu dewasa dipengaruhi oleh kondisi cuaca (Gilbert & Singer 1975; Boggs & Murphy 1997). Kitahara et al. (2008) di Jepang melaporkan kekayaan spesies tumbuhan herba di suatu habitat berperan penting sebagai sumber nektar spesies kupu-kupu.

G. Karakteristik Sisik Sayap Kupu-Kupu

Sayap merupakan karakter penting spesies kupu-kupu. Banyak spesies kupu-kupu menunjukkan dimorfisme seksual yang mempunyai pola sayap berbeda pada permukaan dorsal dan ventral (Beldade & Brakefield 2002). Sayap kupu-kupu bersifat membraneous dan bervariasi dalam hal ukuran, bentuk, dan pola. Venasi sayap bersifat spesifik pada suatu spesies (Tofilski 2004) dan merupakan karakter penting dalam klasifikasi kupu-kupu (Fleming 1983; Scoble 1992). Identifikasi famili kupu-kupu berdasarkan venasi sayap memerlukan pengetahuan tentang nama, kedudukan, dan cabang-cabang venasi sayap selain karakter-karakter lainnya (Amir et. a.l. 2003). Ada beberapa notasi untuk mendeskripsikan venasi sayap (Fleming 1983).


(40)

Sisik adalah penutup permukaan sayap kupu-kupu yang sangat khas. Sisik kupu-kupu mempunyai panjang sekitar 100 μm dan lebar 50 μm dengan kepadatan bervariasi antara 200-600 mm2 (Rod & Mafhan 1999). Sisik sayap kupu-kupu berbentuk segi empat dan segi tiga (Kusaba & Otaki 2009; Stavenga

et al. 2009), dengan tebal beberapa mikrometer, panjang 200 μm, dan lebar sekitar 75 μm. Bentuk sisik kupu-kupu bervariasi, yaitu piliform, lamellar, dan beberapa bentuk lainnya (Scoble 1992).

Sisik kupu-kupu berperan dalam menentukan warna dan pola di kedua permukaan sayap (Smetacek 2000). Prinsip pengaturan utama dari pola warna kupu-kupu adalah basal symmetry system, central symmetry system dan border symmetry system (Nijhout 2001). Sistem simetri pola warna berdasarkan kumpulan warna dan spot sayap kupu-kupu.

Pola warna sisik dibentuk dari mosaik individu-individu sisik yang masing-masing hanya mempunyai warna tunggal (Rod & Mafhan 1999). Secara fisik, pola warna sayap bergantung pada struktur permukaan dan volume sisik. Warna kimia sisik lebih kuat dibanding warna struktural (Vertesy 2006). Warna struktural merupakan salah satu komponen fenotife kupu-kupu (Prum et al. 2006). Pigmen melanin dan pterin menyebabkan warna kuning, merah, coklat, dan hitam pada sayap. Pigmen pada kupu-kupu tidak ada yang menghasilkan warna iridesen biru, lembayung, keemasan, dan hijau (Vertesy et al. 2006).

Kusaba dan Otaki (2009) melaporkan bentuk sisik sayap kupu-kupu

Junonia orithya di sekitar “mata” sebagian besar terdiri atas sisik segi empat, dengan lebar yang hampir konstan dan tepi tak bergerigi (Gambar 4A-C). Di bagian basal sayap, sisik berbentuk segi tiga dengan ujung sisik tunggal (Gambar 4D), di bagian distal sepanjang garis tepi sayap, sisik berbentuk ekstrim dengan gerigi runcing, panjang dan dalam (Gambar 2E). Sisik bagian dalam sayap berbentuk lebih luas dan bergerigi dangkal (Gambar 2F). Pada bagian dalam bintik mata terdiri atas sisik segi-empat dengan tiga sampai empat gerigi (Gambar G). Sedangkan pada bagian marginal sisik berbentuk segi empat (Gambar H).


(41)

Warna dan pola sisik sayap kupu-kupu berfungsi sebagai alat pengenal anggota dalam spesiesnya (Smetacek 2000), alat komunikasi intraspesifik atau interspesifik (Beldade & Brakefield 2002), alat pertahanan (proteksi), kamuflase, peringatan (warning), mimikri (Scoble 1992), dan pengaturan suhu (Vertesy et al.

2006). Aposematik merupakan suatu pola warna yang menarik perhatian, berhubungan dengan mangsa yang tidak disukai, mengandung racun atau berbau sangit (Vallin et al. 2005).

Gambar 4 Bentuk dan warna sisik sayap kupu-kupu spesies Junonia orithya

(A,B,C) sekitar “mata”, basal (D), tepi (E), basal dalam (F), dan bagian dalam “bintik mata” (H) (Kusaba & Otaki 2009).


(42)

III. METODE

A. Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Agustus 2008. Penelitian ini dilakukan di tiga tipe habitat, yaitu “hutan koridor” (A), lahan pertanian (B), dan perkebunan teh di PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII (C). Lokasi penelitian terletak di Desa Cipeuteuy Kec. Kabandungan, Kab. Sukabumi dan Desa Purwabakti, Cianten, Kabupaten Bogor (Gambar 5). Secara geografis lokasi penelitian berada pada koordinat 106035’30” - 106037’30” BT dan 6044’00” – 6046’30” LS.

Gambar 5 Peta lokasi penelitian: “hutan koridor” (A), lahan pertanian (B), dan perkebunan teh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII (C)


(43)

B. Metode

1. Pengamatan Keragaman Kupu-Kupu

Pengamatan keragaman kupu-kupu dilakukan di hutan koridor, lahan pertanian, dan perkebunan teh dari bulan Maret sampai Agustus 2008. Pengamatan keragaman kupu-kupu meliputi jumlah spesies dan jumlah individu kupu-kupu dengan metode scan sampling (Martin & Bateson 1993) yang dilakukan pukul 07.00-11.00 dan 13.00-16.0 WIB. Disamping itu, dicatat waktu ditemukan kupu-kupu. Setiap bulan dilakukan tiga kali pengamatan dengan rute yang berbeda. Setiap rute dengan panjang + 3 km (Tabel 1). Pada setiap tipe habitat dilakukan pengamatan sebanyak 18 hari, sehingga total pengamatan adalah 54 hari. Setiap spesies kupu-kupu yang berbeda, dikoleksi dengan jaring serangga untuk kepentingan identifikasi.

Tabel 1 Rute pengamatan keragaman kupu-kupu di “hutan koridor” TNGH-S Rute

Lokasi

I II III Hutan Koridor Jalan Umum

Gunung Kendeng

Punggung Gunung Kendeng

Tepi Koridor Selatan Lahan Pertanian Kanan Jalan Umum

Cipeuteuy

Jalan umum Cipeuteuy

Kiri Jalan Umum Cipeuteuy Perkebunan Teh Afdelling Cianten II

Petak 16

Afdelling Cianten II Petak 17

Afdelling Cianten II Jalan Umum

2. Preservasi dan Identifikasi Kupu-Kupu

Preservasi spesimen kupu-kupu dilakukan agar spesimen tidak mengalami pembusukan yaitu dengan menyuntik ethanol 70% pada bagian ventral tubuhnya (Triplehorn & Johnson 2005). Setelah itu kupu-kupu dimasukkan dalam kertas papilot agar tidak rusak.

Identifikasi dan verifikasi spesimen dilakukan di Bagian Sistematik dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, FMIPA IPB dan di Laboratorium Entomologi, Puslitbang Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. Spesimen diidentifikasi berdasarkan Maruyama (1991), Tsukada


(44)

(1985), Tsukada dan Nishiyana (1982) dan Tsukada (1991). Empat spesimen kupu-kupu diidentifikasi dan diverifikasi dengan melakukan korespodensi dengan Dr. John Tennet dari Department of Entomology, The Natural History Museum London dan Dr. Torben Larson dari Zoologisk Museum The Natural History Museum of Denmark. Spesimen kupu-kupu disimpan di Bagian Biosistematik dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.

3. Pengukuran Parameter Lingkungan

Pengukuran parameter lingkungan dilakukan setiap ditemukan kupu-kupu. Pengukuran parameter lingkungan meliputi kelembaban udara (%), suhu udara (0C), intensitas cahaya (lux), dan ketinggian tempat (m dpl). Pengukuran kelembaban dan suhu lingkungan digunakan alat Thermo-hygrometer in/out merk Corona Model GL-89; intensitas cahaya dengan menggunakan luxmeter sedangkan pengukuran ketinggian dengan menggunakan altimeter.

4. Pengukuran Volume Nektar

Pengukuran volume nektar dilakukan pada tumbuhan yang dominan di masing-masing habitat. Spesies tumbuhan yang diukur volume nektarnya adalah di hutan koridor: Impatiens platypetala Lindl., Triumfetta rhomboidea, Calliandra calothyrsus, Aeschynanthus pulcher; di lahan pertanian: Impatiens platypetala Lindl., Ipomoea batata, dan di perkebunan teh: Tea sinensis. Pengukuran volume nektar dilakukan bersamaan dengan pengamatan kupu-kupu. Volume nektar diukur dengan menggunakan mikropipet ukuran 0.1 µl (Drummond Microcaps®)

(Comba et al. 1999; Heil et al. 2000; Corbet 2003; Wolff 2006). Pengukuran volume nektar dilakukan dengan memasukkan mikropipet ke dalam mahkota bunga sampai pada bagian dasar (Comba et al. 1999; Wist & Davis 2005). Setiap pengambilan nektar digunakan mikropipet yang baru (Corbet 2003). Pengukuran nektar dilakukan dengan lima kali ulangan pada setiap bulannya yaitu, pukul 07.00, 09.00, 11.00, dan 14.00 WIB.


(45)

5. Identifikasi Spesies Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan dengan cara menanyakan langsung nama lokal tumbuhan kepada penduduk dan staf Balai TNGH-S dan diidentifikasi berdasarkan Harada et al. (2006). Satu spesies tumbuhan diidentifikasi dan diverifikasi dengan melakukan korespodensi dengan Dr. Clyde Imada, Research Specialis Department of Natural Sciences/Botany, Bishop Museum Honolulu, USA.

6. Pengamatan Sisik Sayap Kupu-Kupu

Pengamatan sisik dilakukan pada sayap sebelah kanan, pada permukaan sayap depan dan belakang. Setiap sayap diambil contoh sisik dari tiga bagian yaitu dasar (basal), tengah (central), dan tepi (border) (Gambar 6).

Gambar 6 Titik pengambilan sisik sayap kupu-kupu: dasar (basal), tengah (central), dan tepi (border)


(46)

Sebelum dilakukan pembuatan preparat dilakukan preparasi sisik (Gambar 7a-d). Tujuan preparasi adalah mengetahui variasi tipe sisik masing-masing spesies. Pembuatan preparat sisik dilakukan dengan mengambil sisik dengan menggunakan jarum. Selanjutnya sisik dioleskan secara merata pada gelas objek, kemudian ditutup dengan kaca penutup dan direkatkan dengan cat warna kuku. Pengamatan sisik dilakukan dengan mengamati variasi tipe sisik masing-masing spesies serta mencatat tipe yang dominan dengan mikroskop binokuler (pembesaran 3x1.5x5).

Tipe sisik diklasifikasikan berdasarkan bentuk (rectangular atau

triangular) dan jumlah gerigi di ujung sisik (Gambar 8). Tipe satu: sisik yang bergerigi satu; tipe dua: memiliki dua gerigi; tipe tiga: tiga gerigi; tipe empat: empat gerigi; tipe lima: lima gerigi; tipe enam: enam gerigi; tipe tujuh: tujuh gerigi; tipe delapan: delapan gerigi; tipe sembilan: sembilan, dan tipe sepuluh: sepuluh gerigi. Selanjutnya sisik didokumentasi dengan menggunakan mikroskop binokuler Merk Nikon SMZ 1000 dengan alat potret Merk Nikon FDX 35 di Laboratorium Biologi Terpadu, Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor.


(47)

Gambar 7 Preparasi sisik sayap kupu-kupu: koleksi sisik (a), pengolesan sisik pada gelas objek (b), penutupan preparat (c), dan dokumentasi sisik (d)


(48)

C. Analisis Data

Keragaman kupu-kupu dianalisis dengan menggunakan indeks keragaman Shannon (H’) dan indeks kemerataan Pielou’s (J’) dengan menggunakan program Primer e-5. Hubungan antara spesies kupu-kupu dengan volume nektar dan faktor lingkungan digambarkan dengan scatter plot dan dianalisis dengan Principal Component Analysis (PCA) dengan Program R.2.5.1. Kesamaan kupu-kupu antar tipe habitat dianalisis dengan indeks kesamaan Jaccard (Cj) dan Sorensen (Cs) (Magurran 1988).

Rumus-rumus yang digunakan adalah:

= pi pi

H' ln

H׳: indeks keragaman Shannon; pi: proporsi kelimpahan spesies ke-i (ni/N);

S H E ln ' =

E= kemerataan (evenness); S=jumlah spesies;

Cj: indeks kesamaan Jaccard; j: jumlah spesies yang ditemukan di kedua lokasi pengamatan; a: jumlah spesies yang di lokasi a; b: jumlah spesies yang ditemukan di lokasi b.

Cs: indeks kesamaan Sorensen; N=jumlah individu.

Korelasi antara faktor lingkungan dengan jumlah spesies, individu dan indeks keragaman kupu-kupu dengan faktor lingkungan dianalisis dengan korelasi Pearson dengan menggunakan program SPSS 11.0 for windows. Estimasi jumlah individu kupu-kupu yang diperoleh dalam penelitian ini dengan jumlah individu yang ada di alam dianalisis dengan program EstimateS Win. 7.52.

) ( 2 bN aN jN Cs + = ) /(a b j j


(49)

IV. HASIL

A. Deskripsi Hutan Koridor TNGH-S

Hutan koridor TNGH-S merupakan kawasan hutan yang menghubungkan Gunung Halimun dengan Gunung Salak. Hutan koridor di dominasi oleh rasamala (Altingia excelsa), puspa (Schima wallichii), saninten (Castanopsis argentea), kaliandra (Calliandra callothirsus), harendong (Clidemia hirta) dan pakis (Cyathea sp.).

Di dalam hutan koridor tidak seluruhnya tertutupi oleh pohon. Pada beberapa titik tertutupi oleh semak belukar (Gambar 9). Penutupan semak belukar ditemukan pada terutama di daerah yang terdapat penebangan hutan oleh masyarakat sekitar.

Di sebelah utara dan selatan hutan koridor terdapat lahan buatan manusia, seperti perkebunan teh dan lahan pertanian. Di sebelah utara hutan koridor terdapat perkebunan teh Cianten. Sedangkan di sebelah selatan terdapat lahan pertanian. Di lahan pertanian di dominasi oleh padi (Zea mays).

Hutan koridor TNGH-S secara umum dibagi menjadi empat daerah yang terbagi oleh gap berupa jalan umum (Gambar 10) dan jalan setapak. Jalan umum yang menghubungkan Kabupaten Bogor dengan Kabupaten Sukabumi digunakan oleh masyarakat sebagai jalan pintas. Jalan umum yang membelah hutan koridor semakin meningkatkan mobilitas masyarakat setelah adanya pengaspalan jalan pada bulan Juli 2008 sepanjang + 3 km dengan lebar + 3 m. Pembuatan jalan, mengakibatkan tumbuhan herba dan semak yang ada di kanan kiri jalan. Di dalam hutan koridor terdapat jalan setapak yang berada di punggung Gunung Kendeng. Jalan setapak tersebut membentang dari hutan Gunung Halimun sampai Gunung Salak di puncak Gunung Kendeng.


(50)

Gambar 9 Penutupan hutan koridor oleh semak belukar.

Gambar 10 Jalan yang menghubungkan Kabupaten Sukabumi dengan Kabupaten Bogor yang membelah hutan koridor TNGH-S.


(51)

B. Keragaman Kupu-Kupu

Dalam penelitian ini diamati tujuh famili, 61 spesies dan 7 032 individu kupu-kupu (Tabel 2). Total spesies dan individu masing-masing famili, adalah sebagai berikut: Amathusidae (satu spesies, satu individu), Hesperiidae (empat spesies, 670 individu), Lycaenidae (31 spesies, 3440 individu), Nymphalidae (tujuh spesies, 517 individu), Papilionidae (10 spesies, 632 individu), Pieridae (tujuh spesies, 1764 individu), dan Riodinidae (satu spesies, delapan individu) (Tabel 2, Gambar 11a-b).

Di hutan koridor, jumlah spesies dan individu masing-masing famili adalah sebagai berikut: Amathusidae (satu spesies, satu individu), Hesperiidae (tiga spesies, 188 individu), Lycaenidae (lima spesies, 177 individu), Nymphalidae (27 spesies, 1378 individu), Papilionidae (sembilan, 218 individu), Pieridae (tujuh spesies, 699 individu) dan Riodinidae (satu spesies, tiga individu). Di lahan pertanian ditemukan enam famili yaitu Hesperiidae (empat spesies, 298 individu), Lycaenidae (lima spesies, 312 individu), Nymphalidae (25 spesies, 1315 individu), Papilionidae (10 spesies, 228 individu), Pieridae (enam spesies, 635 individu) dan Riodinidae (satu spesies, lima individu). Sedangkan di perkebunan teh ditemukan lima famili, yaitu Hesperiidae (dua spesies, 184 individu), Lycaenidae (tiga spesies, 28 individu), Nymphalidae (20 spesies, 747 individu), Papilionidae (delapan spesies, 186 individu), dan Pieridae (enam spesies, 430 individu) (Tabel 2).


(52)

Tabel 2 Jumlah famili, spesies, indeks keragaman dan kemerataan kupu-kupu di kawasan hutan koridor TNGH-S

Lokasi Famili Spesies

KOR TAN TEH Jml

Frek. (%) Amathusidae Thaumantis klugius Zinken 1 0 0 1 0.01 Hesperiidae Erionota thrax Linn. 0 2 0 2 0.03

Parnara guttata 106 213 174 493 7.01

Potanthus sp. 33 74 10 117 1.66

Tagiades gana gana 49 9 0 58 0.82

Lycaenidae Arhopala pseudocentaurus 5 11 0 16 0.23

Arhopala sp. 15 2 1 18 0.26

Heliophorus kiana 0 0 1 1 0.01

Jamides celeno 150 287 26 463 6.58

Catochrysops strabo 6 5 0 11 0.16

Zeltus amasa Hewitson 1 0 0 1 0.01

Zizina otis 0 7 0 7 0.10

Nymphalidae Cethosia sp. 58 5 29 92 1.31

Cirrochroa clagia 2 0 0 2 0.03

Cynitia iapis 29 7 1 37 0.53

Danaus chrysippus 3 2 0 5 0.07

Doleschallia bisaltide 5 6 7 18 0.26

Euploea diocletianus 3 0 0 3 0.04

E. mulciber 62 23 33 118 1.68

E. Eunice 28 9 17 54 0.77

Euthalia adonia 3 0 0 3 0.04

Faunis canens 10 2 0 12 0.17

Hypolimnas bolina 13 49 5 67 0.95

H. misippus Linn. 0 2 0 2 0.03

Ideopsis juventa 29 11 6 46 0.65

Junonia atlites 0 32 1 33 0.47

J. hedonia 1 0 0 1 0.01

J. orithya 0 123 37 160 2.28

J. almana 0 132 4 136 1.93

Lethe confusa Fruhstorfer 73 16 13 102 1.45

Melanitis idea 9 182 15 206 2.93

Moduza procris 9 8 3 20 0.28

Mycalesis janardana 75 82 5 162 2.30

Neptis hylas 58 60 6 124 1.76

Orsostriaena medus 4 19 1 24 0.34

Polyura hebe 7 0 5 12 0.17

P. athama 1 1 0 2 0.03

Paranthica agleoides 6 4 3 13 0.18


(53)

Lanjutan Tabel 2

Lokasi Famili Spesies

KOR TAN TEH Jml

Frek. (%)

S. hippalus 18 1 0 19 0.27

Vagran sinha 19 10 0 29 0.41

Vindura dejone 30 0 2 32 0.46

Ypthima sp. 815 526 554 1895 26.95

Papilionidae Anotia genutia 82 24 34 140 1.99

Graphium Agamemnon 9 14 8 31 0.44

G. sarpedon 47 56 125 228 3.24

G. epaminondas Hamputi 6 2 2 10 0.14

Losaria coon 5 1 0 6 0.09

Papilio demolion 12 7 2 21 0.30

P. helenus 28 11 1 40 0.57

P. memnon 19 103 13 135 1.92

P. paris 10 2 0 12 0.17

P. demoleus 0 8 1 9 0.13

Pieridae Catopsilia scylla 38 15 13 66 0.94

C. Pomona 1 7 42 50 0.71

Cepora iudith 65 6 3 74 1.05

Chrysippus cratippus 3 2 0 5 0.07

Delias hyparete 1 0 1 2 0.03

D. belisama 234 108 179 521 7.41

Eurema sp. 357 497 192 1046 14.87

Riodinidae

Abisara savitri Felder &

Felder 3 5 0 8 100

Jumlah Individu (N) 2664 2793 1575 7032

Jumlah Spesies (S) 53 51 39 61

Jumlah Famili 7 6 5 7

Keragaman Shannon (H') 2.76 2.79 2.31

Indeks Kemerataan (E) 0.69 0.71 0.63

Keterangan : KOR (hutan koridor); TAN (lahan pertanian); TEH (perkebunan teh) dan Frek (Frekuensi ditemukan)

a b

Gambar 11 Jumlah individu (a) dan spesies (b) setiap famili kupu-kupu di kawasan hutan koridor TNGH-S.


(54)

a b

c d

e f

g

Gambar 12 Spesies kupu-kupu masing-masing famili yang dikoleksi dari hutan koridor: Hypolimnas bolina (Nymphalidae) (a), Graphium sarpedon

(Papilionidae) (b), Thaumantis Klugius Zinken (Amathusidae) (c),

Delias hyparete (Pieriidae) (d), Arhopala pseudocentaurus

(Lycaenidae) (e), Erionota thrax Linn. (Hesperiidae) (f), dan Abisara savitri Felder & Felder (Riodinidae) (g).


(55)

Spesies kupu-kupu ditemukan dominan di tiga habitat secara berturut-turut adalah Ypthima sp. (Nymphalidae), Eurema sp. (Pieridae) dan Delias belisama

(Pieridae) dengan presentase masing-masing 26.95, 14.87, dan 7.41%. Sedangkan spesies kupu-kupu dengan frekuensi rendah dan hanya ditemukan di hutan koridor adalah Thaumantis klugius Zinken (Amathusidae) 0.01%, Zeltus amasa Hewitson (Lycaenidae) 0.01%, Cirrochroa clagia 0.03%, Euploea diocletianus 0.04%, Euthalia adonia 0.04%, J. hedonia, (Nymphalidae) 0.01%. Spesies yang hanya ditemukan di lahan pertanian adalah Erionota thrax Linn. (Hesperiidae) 0.03%,

Zizina otis (Lycaenidae) 0.10%, H. misippus Linn. (Nymphalidae) 0.03%. Sedangkan spesies yang hanya ditemukan di perkebunan teh adalah Heliophorus kiana (Lycaenidae) 0.01% (Gambar 13).

Indeks keragaman Shannon (H’) kupu-kupu di hutan koridor, lahan pertanian, dan perkebunan teh berturut-turut sebesar 2.76, 2.79, dan 2.31. Keragaman kupu-kupu di hutan koridor, lahan pertanian dan perkebunan teh masuk dalam kategori sedang (1<H’<3 ).

Nilai kemerataan Shannon (E) spesies kupu-kupu di hutan koridor, lahan pertanian dan perkebunan teh berturut-turut sebesar 0.69, 0.71 dan 0.63. Hal ini berarti kemerataan spesies kupu-kupu di hutan koridor, lahan pertanian dan perkebunan teh termasuk tinggi (E≈1). Semakin besar nilai kemerataan spesies kupu-kupu, maka penyebaran spesies kupu-kupu merata dan tidak ditemukan pada dominasi oleh spesies kupu-kupu tertentu.


(56)

Gambar 13 Spesies kupu-kupu yang ditemukan di hutan koridor, lahan pertanian dan perkebunan teh. Spesies dominan yaitu Ypthima sp.

(Nymphalidae) (a), Eurema sp. (Pieridae) (b), Delias belisama

(Pieridae) (c). Spesies dengan frekuensi rendah: Zeltus amasa

Hewitson (Lycaenidae) (d), Cirrochroa clagia (Nymphalidae) (e),

Euthalia adonia (Nymphalidae) (f), J. hedonia (Nymphalidae) (g), Euploea diocletianus (Nymphalidae) (h), dan Thaumantis klugius

Zinken(Amathusidae) (i).

d e f


(1)

Kocher SD, Williams EH. 2000. The diversity and abundance of North America butterflies vary with habitat disturbance and geography. J Geog 27: 785-794.

Knuttel H, Fiedler K. 2001. Host-Plant-Derived in Ultraviolet Wing Pattern Influences Mate Selection By Made Butterflies. J Exp Biol 204: 2447-2459.

Kremen C. 1992. Assesing the indicator properties of species assemblages for natural area monitoring. Ecol Appl 2:203-217.

Kurniawan Y, Sugiri N, Atmowidi T, Purwasi TA. 2000. Keragaman Lepidoptera di Gunung Kendeng dan Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun. Prosiding Penelitian dan Konservasi Keragaman Hayati di Indonesia (VIII). Bogor: BCP-JICA.

Kusaba K, Otaki JM. 2009. Positional dependence of scale size and shape in butterfly wings: wing-wide phenotypic coordination of color-pattern elements and background. J Ins Physiol 55: 175-183.

Kristensen NP, Scoble MJ, Karsholt O. 2007. Lepidoptera phylogeny and systematics: the state of inventorying moth and butterfly diversity. Zootaxa 1688: 699-747.

Magurran, AE. 1988.. Ecological Diversity and Its Measurement. Princeton New Jersey: University Press.

Marchiori MO, Romanowski HP. 2006. Species composition and diel variation of a butterfly taxocene (Lepidoptera: Papilionoidea and Hesperioidea) in a restinga forest at Itapua State Park, Rio Grande do sul, Brasil. Rev Bras de Zool 23: 443-454.

Martin, Bateson. 1993. Measuring Behaviour. An Introductory Guide. Ed 2. Cambridge: Cambridge University Press.

Martin LA, Pullin AS. 2004. Host-plant specialisation and habitat restriction in an endangered insect, Lycaena dispar batavus (Lepidoptera: Lycaenidae) I. Larvae feeding and oviposition preferences. Eur J Entomol 30:92-95. Maruyama K. 1991. Hesperiidae. Butterflies of Borneo. Vol II No 2. Tobishima

Corporation.

McDonald AK, Nijhout HF. 2000. The effect of environmental condition on mating activity of Buckeye butterfly, Pieris coenia. J Res Lepidopt 35: 22-28.


(2)

Monteiro A, Brakifield PM, French V. 1997. The genetics and development of an eyespot pattern in the butterfly Bicylus anynana: response to selection for eyespot shape. Genetics 146: 287-294.

Motta PC. 2002. Butterflies from Uberlandia region, Central Brazil: speciest list and biological comment. Braz J Biol 62: 151-163.

Murphy DD, Freas KK, Weiss SB. 1990. An environment-metapopulation approach to population viability analysis for a threatened invertebrate. Conserv Biol 4: 41-51.

New TR, Bush MB, Sudarman HK. 1987. Butterflies from the Ujung Kulon National Park, Indonesia. J Lepidopt Soc 41: 29-40.

Nijhout HF. 2001. Element of butterfly wing patterns. J Exp Zool 291: 213-225. Novotny V, Basset Y, Miller SE, Drozd P, Cizek L. 2002. Host specialization of

leaf-chewing insect in a New Guinea rainforest. J Anim Ecol 71: 400-412. Odum, EP. 1971. Fundamental of Biology. Tokyo: W.B. Saunders Company Ltd. Orr AG. 1992. Observations on the biology of migrating Euploea butterflies in

North West Borneo. Raff Bull Zool 40: 221-228.

O’Brien DM, Boggs CL, Fogel ML. 2003. Pollen fee4ding in the butterfly Heliconius charitonia: isotopic evidence for essential. Proc R Soc Lond B 270: 2631-2636.

Panjaitan R, 2008. Distribusi kupu-kupu (Superfamili Papilionidae: Lepidoptera) di Minyambou, cagar alam pegunungan Arfak Manokwari, Papua Barat. Berk Ilm Biol 7: 11-16.

Peggie & Amir M. 2006. Practical Guide to the Butterflies of Bogor Botanic Garden – Panduan Praktis Kupu-kupu di Kebun Raya Bogor. Bidang Zoologi, pusat penelitian biologi, LIPI Cibinong dan Nagao Natural Environment Foundation. Tokyo.

Pierre J. 1992. Interrelationship Between Insects and Plants. Florida: CRC Press Pollard E. 1992. Temperature, rainfall and butterflies number. J Appl Ecol 25:

819-828.

Pozo C, Luis-Martinez A, Llorente-Bosquets J, Salas-Suarez N, Maya-Martinez A, Vargas-Fernandez I, Warren AD. 2008. Seasonility and phenology of the butterflies (Lepidoptera: Papilionidae and Hesperiodea) of Mexico’s Calakmul region. Flor Entomol 91: 407-422.


(3)

Prum RO, Quinn T, Torres RH. 2006. Anatomically diverse butterfly scales all produce structural colours by coherent scattering. J exp Biol 209: 748-765. Ramana SPV, Atluri, Reddi S. 2004. Autecology of the endemic Crimson Rose

Butterfly Pachliopta hector (Lepidoptera: Rhopalocera: Papilionidae). J Ind Inst Sci 84: 21-29.

Risch SJ, Andow D, Altieri 1983. Agroecosystem diversity and pest control: data, tentative conclusions, and new research directions. Environ Entomol 12: 625-629.

Rizal S. 2007. Populasi kupu-kupu di kawasan wisata Lubuk Minturun Sumatera Barat. Mandiri 9: 170-184.

Rizali A, Buchori D, Triwidodo H. 2002. Insect diversity at the forst margin-rice field interface: indicator for healty ecosystem. Hayati 9: 41-48.

Rod PM, Ken PM. 1999. Butterflies of The World. New York: A Blanddford Book.

Russel EP. 1989. Enemies hypothesis: a review of the effect of vegetational diversity on predatory insect and parasitoids. Environ Entomol 18: 590-599.

Saastamoinen M, Hanski I. 2008. Genotypic and environmental effect on flight activity and oviposition in the glanville fritillary butterfly. Am Nat 171: 701-712.

Saarinen K. 2002. A comparison of butterfly communities along field margin under traditional and intensive management in SE Finland. Agriculture, Ecosystems, and Environment 90: 59-65.

Sari D. 2008. Keragaman Kupu-Kupu Di Kawasan Telaga Warna Cisarua Bogor [skripsi]. Bogor: FMIPA, Institut Pertanian Bogor.

Schoonhoven LM, Jeremy T , Van Loon JA. 1998. Insect-Plant-Biology. From Physiology to Evolution. London: Chapman & Hill.

Scoble MJ. 1992. The Lepidoptera Form, Function and Diversity. Oxford: The Natural History Museum In Association With Oxford University Press. Schultz CB, Dlugosch KM. 1999. Nectar and hostplant scarcity limit populations


(4)

Schulze CH, Fiedler K. 1998. Habitat preferences and flight activity of Morphinae butterflies in a Bornean rain forest, with a note on sound production by adult Zeuxidia (Lepidoptera: Nymphalidae). Malay Biol 8:800-809.

Scriber JM, Larsen ML, Zalucki MP. 2007. Papilio aegeus Donovan (Lepidoptera: Papilionidae) host plant range evaluated experimentally on ancient angiosperms. Aust J Entomol 46: 65-74.

Scriber JM, Larsen ML, Allen GR, Walker PW, Zalucki MP. 2008. Interactions between Papilionidae and ancient Australian Angiosperms: evolutionary specialization or ecological monophagy?. Entomol Exp Appl 128: 230-239.

Sei-Wong C. 2003. The relationship between local distribution and abundance of butterflies and weather factors. Kor J Ecol 26: 199-202.

Simanjuntak OFM. 2000. Kajian produksi dan tingkah laku beberapa jenis kupu-kupu yang terdapat di beberapa daerah di Kabupaten Bogor [tesis]. Bogor: Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Smetacek P. 2000. The naming of Indian butterflies. Resonance 5: 8-14.

Sodhi NS, Koh LP, Brook BW, Peter KL. 2004. Southeast asian biodiversity: an impending disaster. Trends in Ecol Evol 19: 654-660.

Sparks TH, Parish T. 1995. Factors affecting the abundance of butterflies in field boundaries in swavesey fens, Cambridgeshire, UK. Biol Conserv 73: 221-227.

Sreekumar PG, Balakrishnan M. 2001. Habitat and altitude preference of butterflies in Aralam Wildlife Sanctuary, Kerala. Trop Ecol 42: 277-281. Stang M, Klinkhamer PGL, Vander ME. 2006. Size contraints and flower

abundance determine the number of interaction in a plant-flower visitor web. Oikos 112: 111-121.

Stavenga DG, Stowe S, Siebke K, Zeil K, Arikawa K. 2004. Butterfly wing colours: scale beads make white pierid wings brighter. Proc R Soc Lond B 271: 1577–1584.

Stefanescu C, Peneulas J, Filella T. 2003. Effect of climatic change on the phenology of butterflies in the Northwest Mediterranian Basin. Glob Chang Biol 9: 1494-1506.

Stefanescu C, Herrando S, Paramo F. 2004. Butterfly species richness in the North-West Mediterranean Basin: the role of natural and human-induced factor. J Biogeogr 31: 905-915.


(5)

Steffan-Dewenter I, Westphal C. 2008. The interplay of pollinator diversity, pollination services and landscape change. J Appl Ecol 45: 737-741

Suharto, Wagiyana, Zulkarnain Rizal. 2005. A Survey Of The Butterflies (Rhopalocera: Lepidoptera) In Ireng-Ireng Forest Of Bromo Tengger Semeru National Park. J Ilm Das 6: 62-65.

Sukardi H. 2007. Kupu-Kupu di Unila. Bandar Lampung: Universitas Lampung. Sunduvu AJ, Dumbuya R. 2008. Habitat preferences of butterflies in the bumbuna

forest, Northern Sierra Leone. J Ins Sci 8: 1-17.

Sutrisno H. 2008. Moth diversity at Gunung Halimun-Salak National Park, West Java. Hayati 15:111-117.

Tangah J, Hill JK, Hamer KC, Dawood MM. 2004. Vertical distribution of fruit-feeding butterflies in Sabah, Borneo. Sepilok Bull 1:17-27.

Tati-Subahar SS, Amasya AF, Choesin DN. 2007. Butterfly (Lepidoptera: Rhopalocera) distribution along an altitudinal gradient on mount Tangkuban Parahu, West Java, Indonesia. Raff Bul Zoo 55: 175-178.

Tofilski A. 2004. Draw Wing, A Program For Numerical Description of Insect Wings. J Insect Sci 4: 1-5.

Triplehorn CA, Johnson NF. 2005. Borror and Delong’s Introduction to the Study of Insects. Ed ke-7. Belmont: Thomson Brooks/Cole.

Tsukada E. 1985. Butterflies of the South East Asian Islands. Volume ke-4, Nymphalidae (I). Tsukada E, editor. Tokyo: Plapac Co., Ltd.

Tsukada E. 1991. Butterflies of the South East Asian Islands. Volume ke-5, Nymphalidae (II). Tsukada E, editor. Tokyo: Plapac Co., Ltd.

Tsukada E, Nishiyama Y. 1982. Butterflies of the South East Asian Islands. Volume ke- 1, Papilionidae. Tsukada E, editor. Tokyo: Plapac Co., Ltd. Tudor O, Dennis RLH, Greatorex-Davies JN, Sparks TH. 2004. Flower

preferences of woodland butterflies in the UK: nectaring specialist are species of conservation concern. Biol Conserv 119: 397-403.

Uehara-Prado M, Brown KS, Freitas AVL. 2007. Species richness, composition and abundance of fruit-feeding butterflies in the Brazillian Atlantic Forest: comparison between a fragmented and a continuous landscape. Glob Ecol Biogeogr 16: 43-54


(6)

Uehara-Prado M, Freitas AVL. 2009. The effect of rainforest fragmentation on species diversity and mimicry ring composition of Ithomiine butterflies. Ins Conserv Divers 2: 23-28.

Uniyal VP. 2007. Buterflies in the Great Himalayan conservation landscape in Himachal Pradesh, Western Himalaya. Entomon 32: 119-127

Vallin A, Jakobsson S, Lind J, Wiklund C. 2005. Crypsis versus intimidation-anti predation defence in three closely related butterflies. Behav Ecol Soc. DOI 10.1007/S60265-005-0069-9

Vertesy Z, Kertesz K, Vigneron JP, Lousse V, Biro LP. 2006. Wings scale microstructures and nano structures in butterflies-natural photonic crystal. J Micr 222: 108-110

Vidal MDG, De Jong D, Wien HC, Morse RA. 2006. Nectar and pollen production in pumpkin (Cucurbita pepo L.). Rev Bras Bot 29: 267-273. Watanabe M, Imoto T. 2003. Thermoregulation and flying habits of the Japanese

sulfur butterfly Colias erate (Lepidoptera: Pieridae) in an open habitat. Entomol Sci 6: 111-118

Widada. 2004. Nilai Manfaat Ekonomi dan Pemanfaatan Taman Nasional Gunung Halimun bagi Masyarakat [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Widhiono I. 2004. Dampak modifikasi hutan terhadap keragaman hayati kupu-kupu di Gunung Slamet Jawa Tengah. Biosfera 21: 89-94.

Wist TJ, Davis AR. 2005. Floral nectar production and nectary anatomy and ultrastructure of Echinacea purpurea (Asteraceae). Ann Bot 97: 177-193. Wolff D. 2006. Nectar sugar composition and volume of 47 species of

Gentianales from a Southern Ecuadorian montana forest. Ann Bot 97: 767-777.

Wootton RJ. 1992. Functional morphology of insect wings. Ann Rev Entomol 37: 113-140.

Yamamoto N, Yokoyama J, Kawata M. 2007. Relative resources abundance explains butterfly biodiversity in island communities. PNAS 104: 10524-10529.