Respon Komposisi Susu Kerbau (Bubalus bubalis) terhadap Pemberian Pakan di Peternakan Doa Anak Yatim

RESPON KOMPOSISI SUSU KERBAU (Bubalus bubalis)
TERHADAP PEMBERIAN PAKAN DI PETERNAKAN
DOA ANAK YATIM

NYOMAN AYU WIRDA ARIKA HAPSARI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Komposisi
Susu Kerbau (Bubalus bubalis) terhadap Pemberian Pakan di Peternakan Doa
Anak Yatim adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Nyoman Ayu Wirda Arika Hapsari
NIM D24090054

ABSTRAK
NYOMAN AYU WIRDA ARIKA HAPSARI. Respon Komposisi Susu Kerbau
(Bubalus bubalis) terhadap Pemberian Pakan di Peternakan Doa Anak Yatim.
Dibimbing oleh ANITA SARDIANA TJAKRADIDJAJA dan IYEP KOMALA
Kerbau adalah hewan yang sering dimanfaatkan untuk produksi daging,
susu, ternak pekerja, perlombaan dan status sosial. Potensi utama dari produksi
kerbau adalah daging dan tenaganya, selain itu saat ini susu kerbau banyak dicari
karena kandungan nutriennya yang baik. Masyarakat telah menggunakan susu
kerbau sebagai makanan khas daerah atau obat tradisional. Penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari respon komposisi susu kerbau terhadap pemberian pakan oleh
peternak. Pakan yang diberikan peternak adalah jerami padi tanpa tambahan
konsentrat. Peubah yang diamati antara lain pakan yang diberikan, konsumsi
pakan segar, konsumsi bahan kering, abu, protein kasar (PK), lemak kasar (LK),
serat kasar (SK), BETN dan energi, komposisi susu yang dianalisis secara kimia

dan milko tester, dan bobot badan kerbau yang diduga dari berbagai peubah
ukuran tubuh. Analisis data menggunakan analisis deskriptif. Hasil pada
penelitian ini menunjukkan bahwa jerami padi bulan September memiliki nutrien
paling baik (PK, BETN dan TDN tinggi, tetapi SK rendah) untuk dikonsumsi.
Pemberian pakan jerami padi kepada kedua kerbau tidak memberi perbedaan pada
komposisi susu kedua kerbau dan juga pada bobot badan tiap kerbau.
Kata kunci : kerbau, komposisi, pakan, susu

ABSTRACT
NYOMAN AYU WIRDA ARIKA HAPSARI. Response in Buffalo (Bubalus
bubalis) Milk Composition to Feed Given in Doa Anak Yatim Farm. Supervised
by ANITA SARDIANA TJAKRADIDJAJA and IYEP KOMALA
Buffalo is an animal that is often used for meat and milk productions, work,
sport and social status. The main potential products of buffalo are meat production
and work; the other potential which people currently start looking for is buffalo
milk because it has good nutrient content. Peoples have already used the milk for
traditional food or medicine. This experiment is aimed at studying the response in
milk composition to feed given by farmer. The main feed given by farmer is rice
straw without additional concentrate. Variables measured were feed given, feed
dry matter (DM), ash, crude protein (CP), fat, crude fiber (CF) and energy intakes,

milk composition measured by chemical analysis and milko tester, and body
weight estimated from various body size measurements. Data were analyzed
descriptively. The result showed that rice straw obtained in September has the best
nutrient content (the highest CP and energy contents, but the lowest CF content)
causing the highest intake. Rice straw that were given to buffaloes had no
different effects on milk compotition and body weight among buffaloes.
Keyword : buffalo, composition, feed, milk

RESPON KOMPOSISI SUSU KERBAU (Bubalus bubalis)
TERHADAP PEMBERIAN PAKAN DI PETERNAKAN
DOA ANAK YATIM

NYOMAN AYU WIRDA ARIKA HAPSARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan


DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Respon Komposisi Susu Kerbau (Bubalus bubalis) terhadap
Pemberian Pakan di Peternakan Doa Anak Yatim
Nama
: Nyoman Ayu Wirda Arika Hapsari
NIM
: D24090054

Disetujui oleh

Ir Anita S. Tjakradidjaja, MRurSc
Pembimbing I

Iyep Komala, SPt
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: (

)

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT untuk segala
kasih dan anugerah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Respon Komposisi Susu Kerbau (Bubalus bubalis) terhadap Pemberian
Pakan di Peternakan Doa Anak Yatim” yang ditulis berdasarkan hasil penelitian
dari bulan Juli 2013 di Peternakan Doa Anak Yatim. Skripsi ini ditulis sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
respon komposisi susu kerbau terhadap pakan yang diberikan oleh peternak.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam
dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi
pembaca pada umumnya.

Bogor, Juni 2014

Nyoman Ayu Wirda Arika Hapsari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
MATERI DAN METODE
Waktu dan Lokasi
Materi
Metode
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Pakan Kerbau Bule

Konsumsi Nutrien Kerbau Bule
Bobot Badan Kerbau Bule
Komposisi Susu Kerbau Bule
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMA KASIH

ix
ix
1
3
3
3
3
5
6
6

7
9
10
13
17
17
17
17
22
22

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Perbandingan komposisi susu manusia, sapi, onta, dan kerbau

Jadwal harian pemeliharaan kerbau
Komposisi nutrien jerami padi
Konsumsi pakan, bahan kering, dan nutrien
Lingkar dada, panjang badan, bobot badan, bobot badan metabolis,
dan pertambahan bobot badan kerbau bule
Komposisi susu kerbau

2
6
8
10
11
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

6
7

Kerbau bule yang berada di Peternakan Doa Anak Yatim
Pengukuran lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak
Hubungan konsumsi ( ) dan bobot badan ( ) kerbau A1
Hubungan konsumsi ( ) dan bobot badan ( ) kerbau A2
Hubungan konsumsi ( ) dan bobot badan ( ) kerbau A3
Hubungan bobot badan ( ) dan kadar lemak susu ( ) kerbau A1
Hubungan bobot badan ( ) dan kadar lemak susu ( ) kerbau A2

3
4
12
12
12
15
16

PENDAHULUAN

Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang biasa dipelihara di
Indonesia. Populasi kerbau di Indonesia mengalami fluktuasi selama 4 tahun
terakhir. Pada tahun 2008 populasi kerbau sebesar 1 930 716 ekor, tahun 2009
populasinya sedikit naik menjadi 1 932 927 ekor, tahun 2010 naik menjadi 1 999
604 ekor, sementara tahun 2011 mengalami penurunan populasi 600 000 ekor
menjadi 1 305 078 ekor dan pada 2012 mengalami sedikit kenaikan menjadi 1 378
153 ekor (Kementerian Pertanian 2012). Laju pertumbuhan populasi kerbau
selama 4 tahun tersebut rata-rata sebesar -6.39%. Data Ditjennak (2012)
menunjukkan propinsi di Indonesia yang memiliki populasi kerbau melebihi
seratus ribu ekor, yaitu Nangroe Aceh Darussalam (NAD, 134 117 ekor),
Sumatera Utara (116 575 ekor), Sumatera Barat (108 073 ekor), Jawa Barat (128
778 ekor), Banten (123 537 ekor), Nusa Tenggara Barat (NTB, 144 110 ekor),
Nusa Tenggara Timur (NTT, 153 038 ekor) dan Sulawesi Selatan (100 695 ekor).
Terdapat beberapa kendala dalam perkembangan populasi kerbau di
Indonesia. Sebagai faktor utama yaitu belum dilaksanakannya sistem menejemen
pemeliharaan kerbau yang baik dan benar di masyarakat tradisional
(Triwulanningsih 2007). Selain itu dapat dilihat dari segi hewan ternaknya yang
mempunyai masalah dalam hal reproduksi, yaitu saat kerbau betina birahi susah
dideteksi, kondisi ini dikenal dengan “silent heat” dan masa kebuntingannya
cukup lama, fertilitas rendah, interval kelahiran yang panjang (Darminto et al.
2010). Meskipun demikian, potensi kerbau sebagai ternak alternatif dalam
menghasilkan daging dan susu perlu dikembangkan di Indonesia.
Kerbau di Indonesia dipelihara untuk tujuan produksi daging dan susu, jasa
dan status sosial. Kerbau yang dipelihara untuk produksi daging adalah kerbau
lumpur atau kerbau rawa (swamp buffalo), jenis kerbau ini juga digunakan sebagai
ternak kerja seperti untuk membajak sawah. Ada beberapa tipe kerbau lumpur
berdasarkan agroekosistemnya (Hasinah dan Handiwirawan 2006). Kerbau lokal
di Indonesia di antaranya kerbau Tedong Bonga di Tana Toraja, kerbau Rawa di
daerah Alabio, kerbau Binangan di Tapanuli Selatan, kerbau Kalang di
Kalimantan Selatan, dan kerbau Moa di Maluku. Kepemilikan kerbau di daerah
tersebut dan di NTT, dapat menunjukkan status sosial seseorang. Kerbau tedong
bonga (kerbau belang) di Tana Toraja juga digunakan untuk bekerja, alat transaksi,
dan adat istiadat (upacara persembahan), tetapi kerbau tedong bonga jarang
diambil susunya. Kerbau juga digunakan sebagai hewan adu balap di masyarakat
Banten dan Bali.
Kerbau sungai (river buffalo) dipelihara untuk produksi susu. Propinsi yang
merupakan sentra produksi susu kerbau adalah Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Sumatera Utara, NTT, NTB dan Sulawesi Selatan (Wirdahayati 2008). Di
beberapa daerah tersebut, susu kerbau dijadikan salah satu makanan tradisional
seperti 1) dali, yaitu susu kerbau yang diawetkan dengan ekstrak daun pepaya atau
air perasan nenas di Sumatera Utara; 2) dadih di Sumatera Barat, yaitu susu
kerbau yang diawetkan di dalam tabung bambu; 3) cologanti di NTB; 4) susuriti
sejenis keju di NTT dan 5) danke di Sulawesi Selatan (Wirdahayati et al. 2008).
Susu kerbau juga dapat dihasilkan dari kerbau bule atau kerbau albino.
Kerbau bule sebagaimana yang diketahui masyarakat, merupakan kerbau tipe

2
lumpur (swamp buffalo) albino. Kerbau bule telah dipelihara sebagai hewan yang
digunakan untuk ritual kirab pusaka keraton Surakarta setiap tanggal 1 Suro
(tahun baru di penanggalan jawa) oleh masyarakat Surakarta, dan tidak dipelihara
untuk diambil hasilnya (susu dan daging). Saat ini kerbau bule juga sudah
dipelihara oleh masyarakat umum yang diarahkan ke produksi susu sehubungan
dengan meningkatnya minat masyarakat untuk mengkonsumsi susu kerbau. Hal
ini dikarenakan kandungan nutriennya lebih baik dibandingkan dengan susu
ternak lainnya (Tabel 1). Kondisi tersebut merupakan suatu peluang untuk
mengembangkan ternak kerbau sebagai ternak penghasil susu, selain
pengembangan sebagai ternak penghasil daging yang berkaitan dengan isu
swasembada daging di tahun 2014. Potensi ternak kerbau dalam menghasilkan
produk susu dan komposisi susu tentu dipengaruhi oleh faktor seperti potensi
genetik ternak, pemberian pakan, menejemen pemeliharaan ternak, dan lain-lain.
Informasi mengenai hal tersebut masih belum banyak diketahui di Indonesia.
Tabel 1 Perbandingan komposisi susu manusia, sapi, onta, dan kerbau
Nutrien

Manusia

Sapi

Onta

Kerbau

Air (%)
Total protein (%)
 Kasein
 α laktalbumin
 β laktoglobulin
Lemak (%)
Laktosa (%)
Abu (%)
 Na
 Ca
 Mg
 Fe
 P
Vitamin A

87.60
1.10
0.40
0.40
0.20
3.80
7.00
0.21
0.0015
0.034
0.004
0.00021
0.016
59 µg

87.20
3.30
2.70
0.40
0.20
3.80
4.80
0.71
0.0058
0.126
0.013
0.00015
0.099
34 µm

88.10
2.35
3.60
4.40
0.79
35-42*
114-163*
13-36*
0.01-0.07*
84-122
500 IU

83.60
3.60
2.80
0.50
0.30
6.50
5.10
0.71
0.16
0.01
0.10
69 µm

*dalam mg 100 ml-1; Sands dan McDowell (1978); Haenlein (1980).

Sehubungan dengan hal tersebut dan sebagai langkah awal, maka perlu
dilakukan penelitian untuk mempelajari komposisi susu kerbau bule yang
berkaitan dengan pakan yang diberikan oleh peternak. Seperti pada sapi,
diharapkan pemberian pakan yang baik dan tepat dapat memperbaiki komposisi
susu pada kerbau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari respon
komposisi susu kerbau terhadap pakan yang diberikan oleh peternak.

3

MATERI DAN METODE
Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2013 sampai Oktober 2013 di
Peternakan Doa Anak Yatim (DAY), Kecamatan Ciampea, yang dilanjutkan
dengan analisis sampel di Laboratorium Susu, Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
di Dramaga, Bogor.
Materi
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah : alat pengukur bagianbagian tubuh kerbau yang terdiri atas (1) pita ukur untuk mengukur lingkar dada;
(2) tongkat ukur untuk mengukur panjang badan, dan (3) halter dan tali untuk
menguasai atau menghandel kerbau; ember dan timbangan digunakan untuk
mengetahui jumlah pemberian dan sisa pakan hijauan; gelas ukur untuk
mengetahui jumlah produksi susu; milko tester untuk menganalisis komposisi
susu, dan kertas lakmus untuk mengukur pH susu.
Bahan
Dalam penelitian ini digunakan 3 ekor ternak kerbau bule laktasi yang
dipelihara peternak di peternakan Doa Anak Yatim (Gambar 1) di Ciampea,
Bogor .

Kerbau (A1)

Kerbau (A2)

Kerbau (A3)

Gambar 1 Kerbau bule yang berada di Peternakan Doa Anak Yatim
Susu kerbau yang diperah langsung dari kerbau bule dan pakan hijauan
yang diberikan oleh peternak berupa jerami padi yang diambil dari persawahan di
sekitar daerah Ciampea dan Dramaga.
Metode
Tahap pertama pelaksanaan penelitian yaitu mendata jumlah ternak kerbau
kemudian mengumpulkan data untuk setiap individu ternak kerbau. Data yang
diperoleh antara lain informasi umur kerbau, kondisi fisiologis tubuh (laktasi,
bunting, bunting dan laktasi, tidak bunting dan tidak laktasi), aktivitas, dan sistem
menejemen pemeliharan.

4
Tahap kedua yaitu : (1) pengambilan sampel susu di minggu ke-0, 4, 8,
dan 12; (2) pencatatan produksi susu dan komposisi susu; (3) pencatatan
pemberian pakan (waktu, menejemen, jumlah, jenis) selama 12 minggu; (4)
pengambilan sampel hijauan pada minggu ke-0, 6, dan 12 untuk dianalisis; dan (5)
pengukuran lingkar dada guna mengestimasi bobot badan kerbau.
Perlakuan
Perlakuan yang diterapkan merupakan pemberian pakan hijauan yang
diberikan oleh peternak.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Konsumsi segar hijauan
Konsumsi pakan diukur dengan menggunakan timbangan pakan dan
dihitung berdasarkan selisih antara jumlah pakan hijauan yang diberikan
dengan sisanya dalam kg ekor-1hari-1. Konsumsi segar hijauan yang diukur
tidak dalam kondisi ad libitum karena peternak telah membatasi pemberian
hijauan.
2.

Konsumsi bahan kering dan nutrien
Kandungan nutrien (hijauan) dianalisis proksimat untuk mendapatkan
kandungan bahan kering (BK), bahan organik (BO), abu, protein kasar (PK),
lemak kasar (LK), serat kasar (SK), dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
Konsumsi BK diperoleh dari mengalikan jumlah pakan yang dikonsumsi
dengan kadar BK total. Nutrien pakan yang dikonsumsi dihitung dengan
mengalikan konsumsi BK pakan dengan kadar nutrien pakan berdasarkan
100% BK.

3. Lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak
Lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak (Gambar 2) diukur pada
awal penelitian dan satu minggu sekali. Lingkar dada adalah keliling dada
yang diukur dengan melingkarkan pita ukur pada bagian dada di belakang
bahu. Panjang badan diukur dengan menggunakan tongkat ukur dimulai dari
tonjolan bahu (humerus) sampai tonjolan tulang duduk (tuber ischi). Tinggi
pundak diukur dari titik tertinggi pundak tegak lurus permukaan tanah.

Gambar 2 Pengukuran lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak
(Santosa 2007)

5
4. Bobot badan dan pertambahan bobot badan
Bobot badan diduga berdasarkan lingkar dada, panjang badan dan tinggi
pundak mengikuti persamaan Sutardi (1975), Camoens (1975), dan Soedjana
(1976) menurut Murti (2002) :
1. Sutardi (1975)
B = -920.72 + 11.904 L – 0.028869 L2
B = Berat badan, kg
L = Lingkar dada, cm
2. Camoens (1976)
Y = 40T - 11L – 450
Y = Berat Badan, lbs
T = Tinggi pundak, inci
L = Lingkar dada, inci

3. Soedjana (1976)
Y1 = 4.19 X1 – 385.05
Y2 = 5.03 X2 – 298.27
X1 = Lingkar dada, cm
X2 = Panjang badan, cm

Bobot badan metabolik merupakan dasar perhitungan dari kebutuhan
untuk hidup pokok atau dasar perbandingan peubah yang diukur antar ternak.
Bobot badan metabolik = bobot badan (kg) 0.75
5. Komposisi susu, sifat kimiawi dan sifat fisik susu
Pemerahan susu dilakukan pada waktu pengambilan sampel yaitu pada
minggu ke 0, 4, 8, dan 12 dan produksi susu diukur dengan gelas ukur
selanjutnya diamati di laboratorium. Komposisi susu dianalisis dengan 2 cara
yaitu secara kimiawi dan dengan alat Milko Tester per bulan laktasi.
Analisis kimiawi dilakukan untuk mendapatkan kandungan berat jenis, dan
kandungan lemak, laktosa, protein, bahan kering, solid non fat (SNF), derajat
keasaman dan pH susu. Berat jenis diukur dengan laktodensimeter. Kadar
lemak diukur dengan metode Gerber. Kadar laktosa diukur dengan metode
Teles. Kadar protein diukur dengan metode titrasi formol. Derajat keasaman
diukur dengan titrasi memakai larutan berindikator phenolphthalein. pH
diukur dengan menggunakan kertas lakmus. Analisis susu dengan Milko
tester dilakukan untuk mendapatkan kadar lemak, solid non fat (SNF), protein,
laktosa, mineral, titik beku, dan berat jenis.
Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan
mengetahui rataan dan standar deviasi dari peubah yang diamati. Rataan dan
standar deviasi dihitung berdasarkan rumus Steel dan Torrie (1993) berikut :
Rataan :

̅

∑ni

Standard deviasi :
i

n

Keterangan :
̅ = rataan
xi= data ke-i
n = banyak data contoh
s = simpangan baku (standar deviasi)


s √

i-

n-

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Peternakan DAY yang terletak di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,
telah memelihara kerbau bule kurang lebih sekitar 3 tahun. Saat ini populasi
kerbau bule di peternakan tersebut mencapai 24 ekor yang terdiri atas 6 ekor dara,
4 ekor pejantan muda, 5 ekor pejantan dewasa, 3 ekor betina laktasi, 3 ekor anak
dan 3 ekor betina dewasa. Penelitian ini mengkhususkan pengamatan pada kerbau
laktasi. Pencatatan atau recording ternak tidak terlalu diperhatikan, hal tersebut
menyebabkan informasi mengenai ternak kerbau bule hanya didapatkan melalui
pengelola kandang, contohnya umur betina laktasi kurang diketahui.
Kegiatan yang dilakukan dalam sehari dapat dilihat pada Tabel 2 yang
meliputi pembersihan kandang, pemberian pakan, perawatan kerbau, dan
penanganan kesehatan. Kondisi kandang cukup bersih, namun cukup padat saat
ternak berada di dalam kandang. Kandang tersebut adalah kandang koloni, kecuali
untuk kerbau betina yang sedang bunting, pasca melahirkan atau yang sedang
laktasi dikandangkan secara terpisah, tetapi masih disatukan dengan anak kerbau
hingga disapih.
Menejemen waktu pemberian pakan kerbau di peternakan ini juga dapat
dilihat pada Tabel 2. Pakan diberikan sebanyak 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan
malam hari. Pakan yang diberikan hanya jerami padi tanpa pakan tambahan.
Kerbau tidak diberi minum di dalam kandang karena kerbau akan minum di saat
kerbau berkubang. Kegiatan kerbau setiap sebelum makan adalah berkubang di
dalam kolam buatan selama kurang lebih 2 jam, kerbau berkubang sebanyak 3 kali
sehari. Berkubang selama 30 menit mampu menaikkan bobot badan kerbau jika
dibandingkan kerbau yang tidak dapat berkubang (Zulbardi et al. 1982).
Tabel 2 Jadwal harian pemeliharaan kerbau
Pukul
06.00 – 08.00
08.00 – 10.00
10.00 – 12.00

12.00 – 14.00
14.00 – 17.30

17.30 - 20.00

Aktivitas
Kerbau berkubang
Kandang dan tempat pakan dibersihkan, sisa pakan
ditimbang dan pakan diberikan
Kerbau makan pagi
Kerbau berkubang
Kandang dan tempat pakan dibersihkan, sisa pakan
ditimbang dan pakan diberikan
Susu diperah dari dua ekor kerbau
Kerbau makan siang dan istirahat
Kerbau berkubang
Kandang dan tempat pakan dibersihkan, sisa pakan
ditimbang dan pakan diberikan
Susu diperah dari dua ekor kerbau
Kerbau makan malam dan istirahat

7
Penanganan kesehatan dilakukan pada saat ternak memperlihatkan gejala
sakit. Menurut keterangan peternak, ternak kerbau adalah ternak yang tradisional
sehingga untuk pengobatannya lebih baik menggunakan pengobatan tradisional
daripada menggunakan bahan kimia. Penyakit yang sering didapati oleh peternak
adalah cacingan yang diobati dengan obat cacing. Pengobatan yang diberikan
pada kerbau yang terluka luar karena bertarung yaitu mengolesi luka dengan feses
(kotoran) kerbau karena menurut peternak luka tersebut akan cepat kering dan
tidak didatangi lalat. Jika kaki kerbau terkilir akan diobati hanya dengan jahe dan
balsem.
Pengukuran bobot badan ternak dengan menggunakan timbangan kurang
diperhatikan yang disebabkan tidak tersedianya alat timbangan bobot badan ternak,
sehingga pengamatan bobot badan diduga dari lingkar dada atau panjang badan
yang masing-masing diukur dengan pita ukur dan tongkat ukur. Hasil pengamatan
akan dikonversi menggunakan ketiga rumus sebagaimana dijelaskan di dalam
metode Murti (2002). Penggunan rumus ini hanya dapat dilakukan pada hewan
yang sudah mencapai usia 2 tahun. Rumus yang paling mendekati dan yang
digunakan pada penelitian ini adalah pengukuran menggunakan panjang badan
ternak (Soedjana 1976 dalam Murti 2002) (Lampiran I).
Pakan Kerbau Bule
Pakan merupakan hal utama dalam menunjang pertumbuhan baik untuk
kelangsungan hidup dan performa pada kerbau seperti pada ternak-ternak lain.
Menurut Murti (2002), beberapa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan bahan
pakan pada kerbau antara lain umur, fungsi kondisi fisiologis, perawatan tubuh,
pertumbuhan, kebuntingan, produksi susu, kondisi lingkungan, dan sistem
pemberian pakan. Pakan kerbau yang disediakan di Peternakan DAY adalah
jerami padi. Jerami padi sudah banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak
ruminansia. Jerami padi yang diberikan kepada ternak kerbau biasa diperoleh dari
sekitar peternakan karena di sekitar kawasan peternakan terdapat beberapa area
persawahan yang cukup luas. Jerami padi diberikan kepada semua ternak kerbau
baik yang dewasa maupun anak-anak dengan jumlah yang sama. Anak kerbau
tersebut akan mengonsumsi jerami padi bersama induk kerbau. Pemberian jerami
padi ini tidak membedakan status fisiologis ternak ataupun kebutuhan ternak
kerbau berdasarkan bobot badan atau umur dan hal tersebut banyak terjadi di
peternakan rakyat.
Kandungan nutrien jerami padi (Tabel 3) menunjukkan adanya perbedaan,
yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti waktu pengambilan sampel,
tempat penanaman, topografi, dan varietas tanaman. Waktu pengambilan sampel
pada bulan Agustus, September, dan Oktober dapat mempengaruhi kadar BK, abu,
LK, dan BETN, namun tidak begitu mempengaruhi kadar PK, SK, dan TDN.
Jerami padi yang diperoleh pada bulan September adalah yang paling baik untuk
dikonsumsi karena kandungan PK, BETN, dan TDN cukup tinggi dengan SK
rendah. Perbedaan komposisi nutrien kemungkinan dipengaruhi oleh curah hujan.
Bulan Agustus ke Oktober pada umumnya curah hujan akan meningkat, curah
hujan pada bulan Agustus 258 mm, September 503 mm, dan Oktober 407 mm
(BMKG Kota Bogor 2013).

8
Mutu hijauan pakan ternak di setiap tempat akan berbeda karena daerah atau
jenis tanahnya. Jerami padi yang diberikan kepada kerbau di peternakan DAY
diperoleh dari dua tempat yaitu di sekitar Ciampea dan di Dramaga, secara
topografis daerah Ciampea dekat kaki Gunung Salak dan berbukit; sedangkan
Dramaga lebih berupa dataran dan sedikit lereng. Perbedaan topografi
menyebabkan struktur tanah, kesuburan tanah, kandungan hara, batuan, dan
kandungan air di dua tempat ini berbeda. Hal tersebut akan mempengaruhi
penyerapan nutrien yang diperoleh jerami padi tersebut. Jika ditinjau dari jenis
varietas jerami padi terdapat kemungkinan kedua tempat menggunakan jenis padi
yang berbeda (Arafah dan Sirappa 2003). Terlihat juga pada hasil analisis jerami
padi oleh Agus et al. (1998) yang diambil dari daerah Yogyakarta, Jawa Tengah,
mempunyai komposisi nutrien lebih rendah daripada hasil analisis proksimat
dalam penelitian ini.
Tabel 3 Komposisi nutrien jerami padi
Waktu Pengambilan Sampel
Agustus

September

Oktober

Agus et al.
(1998)

BK (% segar)

17.78

27.94

29.34

23.92

Abu

24.87

2.78

26.54

22.05

PK

8.97

8.12

7.77

6.15

LK

1.27

1.32

3.84

0.95

SK

32.60

30.99

32.32

29.75

BETN

32.29

56.79

29.53

41.10

Kandungan nutrien (% BK)

TDN*
52.74
56.32
55.19
40.17
BK: bahan kering, PK: protein kasar, LK: lemak kasar, SK: serat kasar, BETN: bahan ekstrak
tanpa nitrogen, TDN: total digestable nutrient.
*TDN dihitung dengan rumus Sutardi (2001) dalam Irawan (2002)
Bahan dengan kandungan :
1. SK