Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Produktivitas dan Mutu Benih Koro Pedang (Canavalia ensiformis)

PENGARUH DOSIS PUPUK NPK DAN APLIKASI RHIZOBIUM
TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH
KORO PEDANG (Canavalia ensiformis)

NUR AINI ALFIAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Dosis Pupuk
NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Produktivitas dan Mutu Benih Koro
Pedang (Canavalia ensiformis) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Nur Aini Alfiah
NIM A24100020

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
NUR AINI ALFIAH. Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium
terhadap Produktivitas dan Mutu Benih Koro Pedang (Canavalia ensiformis).
Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN dan ENY WIDAJATI.
Penelitian ini bertujuan memperoleh kombinasi terbaik antara dosis pupuk
NPK dengan jenis rhizobium dalam menghasilkan pertumbuhan, produktivitas
dan mutu benih terbaik pada tanaman koro pedang (Canavalia ensiformis).
Penelitian dilaksanakan di lahan milik Pesantren Al-Barokah, Ciherang Tengah,
Dramaga, Bogor, dengan ketinggian tempat 240 meter di atas permukaan laut
pada bulan Juli-Desember 2013. Rancangan perlakuan yang digunakan adalah
faktorial dua faktor dalam rancangan lingkungan kelompok lengkap teracak

dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah dosis pupuk (Urea, SP-36 dan KCl)
yang terdiri atas 4 taraf (P0= kontrol ; P1= N 11.5 kg/ha, P2O5 18 kg/ha, K2O 22,5
kg/ha; P2= N 23 kg/ha, P2O5 36 kg/ha, K2O 45 kg/ha; P3= N 34.5 kg/ha, P2O5 54
kg/ha, K2O 67,5 kg/ha) dan faktor kedua adalah jenis rhizobium yang terdiri atas 3
taraf (R0= Kontrol, R1= Nodulin dan R2= Rhizo-plus). Hasil penelitian
menunjukkan perlakuan P1 dianggap telah cukup untuk digunakan dalam kegiatan
budidaya tanaman koro pedang. Aplikasi rhizobium dan interaksinya dengan dosis
pupuk secara umum tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman,
tetapi meningkatkan mutu benih yang dihasilkan. Kedua jenis rhizobium
memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap mutu fisik dan fisiologis
benih yang dihasilkan.
Kata kunci : kombinasi, nodulin, rhizo-plus, mutu benih.

ABSTRACT
NUR AINI ALFIAH. The Effect of NPK Fertilization Dosage and Rhizobium
Aplication on Productivity and Seed Quality of Jackbean (Canavalia ensiformis).
Supervised by MEMEN SURAHMAN and ENY WIDAJATI.
This study aims to obtain the best combination of NPK fertilizer dosage
with Rhizobium types in generating growth, productivity and high quality seeds of
Jackbean (Canavalia ensiformis). The experiment was conducted on land owned

by Pesantren Al-Barokah, Ciherang, Dramaga, Bogor, with altitude of 240 meters
above sea level in the month of July to December 2013. Research design used was
Randomized Complete Block Design with two factors and replications. The first
factor was the dose of fertilizer (Urea, SP-36 and KCl) which consists of 4 levels
(P0= control; P1= N 11.5 kg/ha, P2O5 18 kg/ha, K2O 22,5 kg/ha; P2= N 23 kg/ha,
P2O5 36 kg/ha, K2O 45 kg/ha; P3= N 34.5 kg/ha, P2O5 54 kg/ha, K2O 67,5 kg/ha)
and the second factor was the type of rhizobium which consists of 3 levels (R0=
Control, R1= Nodulin and R2= Rhizo-plus). The results showed that the P1
treatment seemed sufficient for use in cultivating Jackbean. Generally, rhizobium
and its interaction with the application of fertilizers were not give effect to plant
growth, but increase the quality of seeds produced. Both types of rhizobium
provide results that were not significantly different in physic and physiological
quality of the seeds.
Keywords : combination, nodulin, rhizo-plus, seed quality.

PENGARUH DOSIS PUPUK NPK DAN APLIKASI RHIZOBIUM
TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH
KORO PEDANG (Canavalia ensiformis)

NUR AINI ALFIAH


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap
Produktivitas dan Mutu Benih Koro Pedang (Canavalia ensiformis)
Nama
: Nur Aini Alfiah
NIM
: A24100020


Disetujui oleh

Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr
Pembimbing I

Dr Ir Eny Widajati, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini adalah tentang pemupukan,
dengan judul Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap

Produktivitas dan Mutu Benih Koro Pedang (Canavalia ensiformis).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Memen Surahman,
MScAgr dan Dr Ir Eny Widayati, MS selaku dosen pembimbing skripsi serta
Candra Budiman, SP MSi dan Furi Febriyanti, SP yang telah banyak memberikan
bantuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan penulisan skripsi ini. Terima kasih
kepada Dr Ir M Syukur, SP MSi selaku pembimbing akademik, Prof Dr Ir Munif
Ghulamahdi, MS selaku penguji skripsi dan seluruh dosen pembimbing mata
kuliah Teknik Penulisan Ilmiah yang telah dengan sabar memberikan ilmu, arahan
dan saran dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada teman-teman AGH
47 khususnya Rendy Susanto, SP dan Mastha Tarida M, SP, IMJB, JAIKA 4,
Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih 2013,
Keluarga KUKABUR, SOKIT dan semua pihak yang memberi dukungan dan
semangat bagi penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Ungkapan terima
kasih juga dengan tulus penulis berikan kepada keluarga tercinta yaitu ibu
Rumtini, bapak Moch Jainuri, Abu Sofyan dan Mirza Idhoful Sufyan atas kasih
sayangnya selama ini dan segala bentuk dukungan serta do’a yang mengiringi
setiap langkah penulis selama menempuh studi di Institut Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Nur Aini Alfiah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Botani dan Ekologi Koro Pedang (Canavalia ensiformis)
2
Seed Treatment Menggunakan Rhizobium

3
Pemupukan N, P dan K
3
Mutu Benih
4
METODE
4
Tempat dan Waktu Penelitian
4
Bahan dan Alat
5
Pelaksanaan
5
Pengamatan
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Kondisi Umum
8
Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Variabel

Pertumbuhan Tanaman Fase Vegetatif
9
Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Variabel
Pertumbuhan Tanaman Fase Generatif
14
Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Mutu Fisik dan
Fisiologi Benih
18
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
32


DAFTAR TABEL
1

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan
Aplikasi Rhizobium terhadap Variabel Pertumbuhan Tanaman Fase
Vegetatif
2 Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Daya
Tumbuh Tanaman
3 Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap
Jumlah Tunas Cabang
4 Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap
Tinggi Tanaman
5 Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Lebar
Tajuk Tanaman
6 Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan
Aplikasi Rhizobium terhadap Peubah Fase Generatif
7 Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap
Jumlah Kuncup Bunga Tanaman
8 Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap

Jumlah Polong
9 Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Hasil
Panen
10 Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan
Aplikasi Rhizobium terhadap Mutu Fisik dan Fisiologi Benih yang
Dihasilkan
11 Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Mutu
Fisik dan Fisiologi Benih yang dihasilkan

9
10
11
12
13
14
15
16
17

18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Hasil Analisis Tanah
Data Curah Hujan Bulanan
Sidik ragam data daya tumbuh tanaman
Sidik ragam data jumlah tunas cabang pada 1-5 MST
Sidik ragam data tinggi tanaman pada 1–5 MST
Sidik ragam data lebar tajuk tanaman pada 4-8 MST
Sidik ragam data jumlah kuncup bunga pada 7-12 MST
Sidik ragam data jumlah bunga mekar pada 8-14 MST
Sidik ragam data jumlah polong pada 9-14 MST
Sidik ragam data panen 10 tanaman contoh
Sidik ragam data panjang polong
Sidik ragam data jumlah benih dalam polong
Sidik ragam data daya berkecambah
Sidik ragam data potensi tumbuh maksimum
Sidik ragam data kecepatan tumbuh
Sidik ragam data keserempakan mutu benih
Sidik ragam data bobot kering kecambah normal
Sidik ragam data indeks vigor

22
22
22
23
24
24
25
27
28
29
30
30
30
30
30
31
31
31

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produk olahan kedelai seperti tempe, tahu, kecap, keripik dan olahan
lainnya sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Hal inilah yang menjadi
sebab tingginya permintaan nasional terhadap kedelai. Berdasarkan data BPS
tahun 2011 produksi kedelai lokal hanya sebesar 851 286 ton atau 29% dari total
kebutuhan kedelai pada tahun tersebut. Sementara itu, impor kedelai di tahun yang
sama mencapai 2 088 615 ton atau 71% dari total kebutuhan (Rahman 2012).
Tingginya angka impor inilah yang kemudian mendorong dilakukannya berbagai
upaya guna meningkatkan produktivitas kedelai dalam negeri baik secara
intensifikasi maupun ekstensifikasi. Disamping hal tersebut, upaya lain yang
dapat dilakukan untuk mengatasi kedala kurangnya pasokan kedelai adalah
dengan menggali potensi komoditi lain yang dapat dijadikan sebagai pensubtitusi
kedelai baik untuk bahan pangan maupun pakan. Salah satu komoditi yang
memenuhi kriteria tersebut adalah koro pedang (Canavalia ensiformis).
Tanaman koro pedang termasuk jenis kacang-kacangan (leguminosae) yang
secara teknis mudah dibudidayakan baik secara monokultur maupun tumpangsari.
Selain itu, tanaman koro pedang juga memiliki peluang yang baik untuk
dikembangkan karena cukup toleran terhadap lahan kering, masam, mampu
tumbuh di berbagai tipe tanah, bahkan pada lahan marjinal sekalipun. Namun
demikian, Puslitbangtan (2007) menyatakan bahwa koro pedang belum banyak
dimanfaatkan sebagai bahan pangan karena pengetahuan masyarakat akan kacang
ini belum tersebar secara merata. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu
penyebab kurang berkembangnya teknik budidaya tanaman koro pedang di
masyarakat guna meningkatkan produktivitas tanaman terlebih mutu benihnya.
Hingga saat ini belum terdapat varietas koro pedang yang telah dilepas oleh
pemerintah.
Upaya peningkatan produktivitas koro pedang yang maksimum dan
berkelanjutan sangat perlu dilakukan, disamping perlunya juga pemasyarakatan
konsumsi terhadap komoditi ini. Apabila hal ini tercapai maka koro pedang
berpeluang besar dalam menekan angka impor kedelai nasional karena sebagian
kebutuhan akan konsumsi kedelai dapat tersubtitusikan. Selain itu, beberapa
negara seperti Korea, Jepang, Amerika Serikat dan Jerman memiliki minat tinggi
terhadap komoditi ini. Negara tersebut pada umumnya selain mengkonsumsi koro
pedang sebagai bahan pangan juga menggunakannya dalam industri farmasi dan
komsetik. Suatu hal yang baik jika produksi koro pedang nasional mampu
mencapai angka yang tinggi sehingga memungkinkan untuk dilakukannya ekspor
ke negara-negara tersebut.
Produktivitas koro pedang yang maksimum dan berkelanjutan dapat dicapai
dengan penggunaan benih bermutu dan aplikasi beberapa kegiatan pemeliharaan
tanaman. Salah satu jenis kegiatan pemeliharaan tanaman yang perlu dilakukan
adalah pemupukan. Pemberian pupuk pada tanaman bertujuan untuk
menambahkan hara yang diperlukan bagi tanaman untuk mampu tumbuh dan
berkembang dengan baik. Pupuk yang umumnya digunakan dalam kegiatan
budidaya tanaman adalah pupuk anorganik yang selain harganya mahal,

2
ketersediannya langka, ternyata juga memberi efek yang tidak baik bagi
lingkungan khususnya bagi tanah jika digunakan secara terus menerus. Oleh
karena itu perlu adanya pupuk lain yang bisa meminimalkan kendala tersebut.
Salah satu pupuk yang memenuhi kriteria diatas dan telah umum digunakan dalam
budidaya tanaman legum adalah rhizobium.
Rhizobium merupakan jenis bakteri penambat nitrogen yang hidup di dalam
tanah membentuk asosiasi simbiotik dengan sel akar tanaman. Keberadaan
rhizobium dalam tanah dapat meningkatkan jumlah bintil akar dimana bintil akar
ini mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas koro pedang serta berimplikasi
pula pada mutu benih yang dihasilkan. Kombinasi aplikasi antara dosis pupuk
dengan jenis rhizobium yang digunakan dalam budidaya tanaman koro pedang
perlu diteliti lebih lanjut guna mendapatkan produktivitas yang maksimum. Selain
itu, perolehan mutu benih terbaik juga diharapkan dapat dicapai sehingga benih
yang akan ditanam berikutnya mampu memberikan hasil yang baik pula.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kombinasi terbaik antara dosis
pupuk NPK dengan jenis rhizobium yang digunakan dalam menghasilkan
pertumbuhan, produktivitas dan mutu benih terbaik pada tanaman koro pedang
(Canavalia ensiformis).

Manfaat Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat dosis pupuk,
jenis rhizobium dan atau kombinasi antar keduanya yang optimum dalam
menghasilkan pertumbuhan, produktivitas dan mutu benih terbaik pada tanaman
koro pedang (Canavalia ensiformis).

TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Ekologi Koro Pedang (Canavalia ensiformis)
Botani
Tanaman koro pedang merupakan tanaman kacang-kacangan yang secara
botani dibagi menjadi dua, yakni koro pedang biji merah dan koro pedang biji
putih. Koro pedang biji putih (Canavalia ensiformis (L.) DC.) tumbuhnya tegak,
sedangkan koro pedang biji merah (Canavalia gladiata (Jack) DC.) tumbuh
merambat.
Koro pedang biji putih memiliki keragaan menyerupai perdu, batangnya
bercabang pendek dan lebat dengan sistem perakaran berupa akar tunggang.
Tinggi tanaman ini dapat mencapai satu meter. Daunnya berbentuk trifoliat dan
bunganya berwarna kuning tumbuh pada ketiak/buku cabang. Pada satu tangkai
umumnya terdapat 1-3 buah polong, polong mudanya berwarna hijau dan ketika

3
tua berwarna kuning jerami. Usia panen bervariasi tergantung pada varietas,
namun umumnya biji dapat dipanen pada usia 9-12 bulan (Puslitbangtan 2007).
Ekologi
Budidaya tanaman koro pedang secara umum dapat dikatakan mudah.
Tanaman ini dapat tumbuh baik di lingkungan suboptimum, bahkan koro pedang
tipe merambat dapat tumbuh baik ketika ditanam secara tumpang sari dengan
tanaman keras yang bernilai ekonomi tinggi sebagai rambatannya.
Tanaman koro pedang dapat tumbuh baik sampai ketinggian 2000 m dpl
pada suhu rata-rata 14º-27ºC di lahan tadah hujan atau 12º-32º C di daerah tropik
dataran rendah. Curah hujan yang diperlukan tanaman koro pedang tipe tegak
untuk dapat tumbuh baik maksimal adalah 4200 mm/tahun dan minimal 700
mm/tahun.
Pada kondisi lahan yang kering atau pada saat musim kemarau tanaman ini
dapat tetap tumbuh dengan baik karena memiliki sistem perakaran yang sangat
dalam. Pertumbuhan kedua jenis koro ini akan sangat optimal bila mendapatkan
sinar matahari penuh, namun pada kondisi ternaungi juga masih mampu
menghasilkan biji dengan baik. Tanaman ini juga mampu tumbuh dan
memberikan produksi yang baik meskipun ditanam pada tanah dengan daya
pencucian yang tinggi dan miskin hara. Selain itu, koro pedang juga tahan
terhadap tanah dengan pH asam samapai dengan netral (4,4 – 6,8) dan juga pada
daerah tergenang serta salin (Puslittan 2007).
Seed Treatment Menggunakan Rhizobium
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil produksi
suatu tanaman adalah dengan menggunakan benih bermutu tinggi. Peningkatan
mutu benih itu sendiri dapat dicapai dengan memberikan perlakuan benih (seed
treatment) sebelum benih ditanam. Pahan (2008) menyatakan bahwa pada
tanaman legum terdapat beberapa perlakuan benih yang dapat digunakan, salah
satunya adalah dengan aplikasi inokulasi bakteri rhizobium.
Rhizobium merupakan salah satu mikroorganisme yang biasa hidup
bersimbiosis dengan sistem perakaran tanaman legum. Simbiosis ini merupakan
suatu sistem penambatan N2 melalui pembentukan bintil akar yang berperan
penting dalam sistem pertanian karena dapat menggantikan sebagian dari
penggunaan pupuk N buatan. Ningsih (2004) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa keberadaan inokulan rhizobium tidak hanya mampu meningkatkan
pembentukan bintil akar tetapi juga pertumbuhan dan serapan hara pada tanaman
kedelai. Perlakuan benih dengan rhizobium juga berpengaruh langsung dalam
meningkatkan mutu fisiologis benih cabai dan hasil panen pada penelitian lainnya.
Pemupukan N, P dan K
Pemupukan adalah kegiatan pemberian unsur hara ke dalam tanah sesuai
dengan kebutuhan tanaman. Dosis pemupukan yang tepat bagi tanaman dapat
ditempuh dengan cara membuat beberapa petakan percobaan. Cara ini telah
banyak dilakukan oleh peneliti untuk menguji ketepatan dosis suatu pupuk. Salah

4
satu jenis pupuk anorganik yang seringkali diaplikasikan terhadap tanaman adalah
pupuk N, P dan K (Lingga, 1993).
Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman karena
sangat diperlukan untuk pembentukan dan pertumbuhan bagian vegetatif tanaman
(Sutedjo, 1994). Fosfor banyak diperlukan untuk pembentukan bunga dan buah,
juga berperan dalam sintesis hidrat arang, lemak dan protein serta dalam transfer
energi dalam sel tanaman yaitu dalam bentuk ADP dan ATP (Agustina, 1990;
Sutedjo 1994). Sedangkan kalium berperan dalam sintesis hidrat arang dan protein,
penyusunan protein dan mengatur aktivitas enzim (Lingga, 1993; Prihmantoro,
1996). Silahooy (2008) juga menyatakan bahwa pemupukan kalium pada tanah
berpengaruh terhadap pH tanah, kalium tersedia, tinggi tanaman, diameter batang
dan berat kering biji kacang tanah.
Mutu Benih
Mutu benih merupakan aspek penting yang berpengaruh terhadap
keberhasilan suatu kegiatan produksi tanaman pertanian. Benih dengan mutu yang
tinggi akan memberikan hasil yang tinggi pula, demikian juga sebaliknya. Mutu
benih dapat dibagi menjadi empat, yaitu mutu genetik, mutu fisiologis, mutu fisik
dan mutu patologis. Ilyas (2012) menyatakan bahwa mutu fisiologis benih
merujuk pada kemampuan benih untuk berkecambah (memunculkan bagianbagian penting kecambah) pada periode tertentu pengamatan. Mutu fisiologis
benih mencakup viabilitas, karakteristik yang berhubungan dengan dormansi dan
vigor. Mutu fisiologis dipengaruhi oleh kondisi tumbuh, metode pemanenan,
perlakuan pasca panen dan penyimpanan. Selanjutnya, empat faktor utama yang
mempengaruhi mutu benih selama berada di penyimpanan adalah suhu,
kelembaban, periode simpan dan faktor abiotik.

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan 1. Produksi Benih
Produksi benih dilaksanakan di lahan milik Pesantren Al-Barokah,
Ciherang Tengah, Dramaga, Bogor, dengan ketinggian tempat 240 meter di atas
permukaan laut.
Percobaan 2. Uji Mutu Fisik dan Fisiologi Benih
Pengujian mutu fisik dan fisiologi benih dilaksanakan di laboratorium dan
rumah kaca bagian Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Waktu pelaksanaan penelitian (percobaan 1 dan 2) adalah sejak bulan Juli
sampai dengan Desember 2013.

5
Bahan dan Alat
Percobaan 1. Produksi Benih
Bahan yang digunakan antara lain adalah benih koro pedang, pupuk Urea
(sumber N), SP-36 (sumber P2O5), KCl (Sumber K2O) dua jenis pupuk hayati
yang mengandung rhizobium dengan merk dagang yaitu Nodulin (diperkaya
dengan bakteri bintil akar Rhizobium japonicum dan bakteri pelarut fosfat
Pseudomonas spp) dan Rhizo-plus (diperkaya dengan bakteri bintil akar
Bradyrhizobium japonicum, bakteri pelarut fosfat Pseudomonas spp, Micrococcus
spp dan bahan pengaktif mikroba yang dapat memenuhi kebutuhan N dan P
tanaman). Sedangkan alat yang digunakan adalah timbangan, cangkul, tugal, ajir
dan sarana pertanian lainnya.
Percobaan 2. Uji Mutu Fisik dan Fisiologi Benih
Bahan yang digunakan untuk pengujian mutu fisiologis benih adalah pasir
sebagai media tumbuh. Sedangkan alat yang digunakan yaitu kotak pengecambah
benih yang terbuat dari bahan plastik dengan ukuran sekitar 30 cm x 20 cm x 15
cm, amplop kertas, oven dan timbangan digital (untuk menimbang bobot kering
kecambah normal dan bobot 1000 butir benih).
Pelaksanaan
Rancangan perlakuan dalam percobaan ini adalah faktorial dua faktor dalam
rancangan lingkungan kelompok lengkap teracak. Faktor pertama yang digunakan
adalah dosis pupuk (N, P2O5 dan K2O) yang terdiri atas 4 taraf, yaitu:
P0 = Tanpa pemupukan (kontrol)
P1 = N 11.5 kg/ha, P2O5 18 kg/ha, K2O 22,5 kg/ha
P2 = N 23 kg/ha, P2O5 36 kg/ha, K2O 45 kg/ha
P3 = N 34.5 kg/ha, P2O5 54 kg/ha, K2O 67,5 kg/ha
Faktor keduanya adalah jenis rhizobium, yaitu:
R0 = Tanpa rhizobium (kontrol)
R1 = Nodulin dengan dosis 5 g/kg benih
R2 = Rhizo-plus dengan dosis 4 g/kg benih
Percobaan 1. Produksi Benih
Pada kegiatan produksi benih kombinasi dari kedua faktor tersebut
menghasilkan 12 macam perlakuan dan setiap perlakuannya diulang sebanyak 3
kali, sehingga total perlakuan adalah 36 perlakuan. Ukuran petak lahan untuk
setiap perlakuan pada kegiatan produksi benih adalah 4 m x 5 m = 20 m2. Jarak
tanam yang digunakan adalah 70 cm x 70 cm, sehingga dalam satu petakan
populasinya adalah sebanyak 40 tanaman. Tanaman contoh dari setiap perlakuan
adalah sebanyak 10 tanaman, sehingga total tanaman contoh adalah 360 tanaman
untuk seluruh perlakuan dalam percobaan.
Pelaksanaan kegiatan penelitian diawali dengan persiapan lahan. Tanah
yang sudah dibuat petakan kemudian diberi plang perlakuan. Sebelum tanam
dilakukan pengambilan sampel tanah untuk dianalisis di laboratorium. Aplikasi

6
rhizobium dilakukan dengan cara melarutkan rhizobium ke dalam air. Volume air
yang digunakan disesuaikan atau disamakan dengan volume benih dalam wadah
sehingga seluruh benih dapat terendam oleh larutan. Penanaman dapat dilakukan
setelah larutan rhizobium terserap oleh benih yang ditandai dengan
membengkaknya benih dan adanya kerutan pada bagian hylum benih. Sedangkan
untuk pemupukan dilakukan bersamaan dengan penanaman yakni dengan cara
ditugal. Data iklim di lokasi penelitian diperoleh dari (Badan Meteorologi dan
Geofisika) Kabupaten Bogor untuk dijadikan informasi kondisi cuaca selama
penelitian.
Percobaan 2. Uji Mutu Fisik dan Fisiologi Benih
Pengujian mutu fisiologi benih dilakukan dengan cara mengecambahkan
benih dari masing-masing perlakuan dalam kotak pengecambah. Media tanam
yang digunakan adalah pasir dengan ketinggian kira-kira 2/3 dari tinggi kotak
pengecambah. Populasi benih dalam setiap kotak sebanyak 25 butir benih dan
diulang sebanyak 4 ulangan untuk setiap perlakuan. Sedangkan pengujian mutu
fisik benih dilakukan dengan menimbang 100 butir benih hasil produksi sebanyak
delapan ulangan untuk tiap perlakuan, kemudian rata-ratanya dikalikan sepuluh.
Pengamatan
Variabel yang diamati antara lain adalah:
1. Daya tumbuh
Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 7 hari setelah
tanam (HST) dengan cara menghitung rasio antara jumlah tanaman yang
tumbuh dengan jumlah benih yang ditanam. Daya tumbuh dihitung dengan
formula:
x 100%
Daya tumbuh =
2. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur setiap dua minggu sampai tanaman memasuki
fase generatif. Pengukuran dilakukan dari pangkal batang sejajar permukaan
tanah hingga titik tumbuh tanaman.
3. Jumlah tunas cabang per tanaman
Jumlah tunas cabang per tanaman dihitung setiap minggu, sampai
tanaman memasuki fase generatif.
4. Lebar tajuk
Lebar tajuk tanaman diukur setiap minggu sejak tanaman berumur 4
MST sampai dengan 13 MST.
5. Umur berbunga
Pengamatan terhadap umur berbunga dilakukan pada saat populasi
tanaman dalam satu satuan percobaan/petakan berbunga 50%.
6. Jumlah kuncup bunga, bunga mekar dan jumlah polong
Kuncup bunga yang diamati dan dihitung jumlahnya adalah yang
berukuran minimal memiliki diameter sekitar ≥ 0,4 mm. Bunga yang sudah
mekar dan polong yang terbentuk juga dihitung jumlahnya.
7. Jumlah biji per polong

7
Jumlah biji per polong dihitung dari rata-rata tiga polong yang dipilih
secara acak dari setiap tanaman sampel.
8. Panjang polong
Panjang polong diukur dari rata-rata tiga polong yang dipilih secara
acak dari setiap tanaman sampel (polong yang diukur sama dengan polong
yang dihitung jumlah biji per polongnya).
9. Jumlah polong per tanaman
Jumlah polong per tanaman dihitung dari rata-rata polong yang
dipanen dari sepuluh tanaman sampel dalam setiap satuan percobaan/petakan.
10. Umur panen
Umur panen dihitung dari mulai benih ditanam sampai panen pertama.
11. Periode panen
Periode panen dihitung mulai dari panen pertama sampai dengan panen
terakhir.
12. Produktivitas
Produktivitas diukur melalui konversi hasil per petak kedalam
hitungan per hektar, yaitu:
Potensi hasil per ha =
13. Bobot 1000 butir benih
Bobot 1000 butir benih dihitung dengan cara menimbang 100 butir
benih sebanyak delapan ulangan, kemudian rata-ratanya dikalikan sepuluh.
14. Mutu fisiologis benih yang dihasilkan dievaluasi dengan pengamatan terhadap
potensi tumbuh maksimum, daya berkecambah, berat kering kecambah normal,
kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh dan indoks vigor. Metode untuk
masing-masing pengamatan tersebut adalah sebagai berikut:
i. Daya berkecambah (% DB)
Daya berkecambah dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal
(KN) pada pengamatan I (hari ke-5) dan pengamatan II (hari ke-7).
Perhitungan DB menggunakan rumus:


DB (%) = ∑
x 100%
ii.Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)
Potensi tumbuh maksimum merupakan persentase kecambah
normal dan abnormal yang muncul hingga hari ke-7 pengamatan.
Perhitungan PTM menggunakan rumus:

PTM (%) = ∑
x 100%

iii.Kecepatan Tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan akumulasi persentase
kecambah normal per etmal selama periode perkecambahan yaitu sampai
dengan hari ke-7 pengamatan dengan menggunakan rumus:
KCT = ∑

Keterangan:
N = Persentase kecambah normal
t = Waktu pengamatan (dalam etmal)
iv.Keserempakan Tumbuh (KST)

8
Keserempakan tumbuh dihitung berdasarkan persentase kecambah
normal kuat yang dihitung pada waktu antara KN I dan KN II (hari ke-6)
dengan menggunakan rumus:

KST (%) = ∑
x 100%

v.Berat Kering Kecambah Normal (BKKN)
Berat kering kecambah normal diamati pada hari pengamatan II
(hari ke-7) dengan cara memisahkan kecambah normal dari kotiledonnya.
Kecambah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam amplop dan dioven
pada suhu 60oC selama 3x24 jam. Setelah dioven, amplop yang berisi
kecambah dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit kemudian
ditimbang.
vi.Indeks Vigor
Indeksi vigor ditetapkan berdasarkan persentase kecambah normal
(KN) pada saat hitungan I (hari ke-5) dengan menggunakan rumus:

IV = ∑
x 100%

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam menggunakan
software SAS versi 9.0 dan perlakuan yang menunjukkan pengaruh nyata diuji
lanjut menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Penelitian ini terdiri dari dua percobaan, pertama yaitu kegiatan produksi
benih dan kedua yaitu pengujian mutu fisiologis dan fisik dari benih yang
dihasilkan. Pada masa produksi benih di lapang dilakukan penyulaman yakni pada
saat 1 minggu setelah tanam dan pemeliharaan tanaman seperti penyiraman,
pengendalian gulma dan pemangkasan. Kuncup bunga mulai muncul pada 6
minggu setelah tanam (MST) dan menghasilkan polong pada 8 MST. Oleh karena
munculnya bunga yang tidak serempak maka panen dilakukan selama dua kali
yakni pada saat 15 dan 16 MST. Benih hasil panen yang telah diproses
(dikeringkan, diekstrak dan dibersihkan) kemudian diuji mutu fisiologisnya.
Hasil analisis tanah (Lampiran 1) menunjukkan bahwa lahan penelitian
yang digunakan memiliki pH yang tergolong netral, yakni 6.6 dan kandungan Corganiknya tergolong sedang (2,49%). Kandungan N totalnya sebesar 0.27%, P
Olsen 69 ppm dan K 0.66 me/100 g tanah. Meskipun hasil analisis tanah
menunjukkan keadaan yang normal, namun kondisi tanaman selama masa
produksi di lapangan dapat dikatakan kurang baik. Daya tumbuh benih hanya
mencapai angka sekitar 70% dan seiring berjalannya waktu tanaman mulai
menunjukkan gejala ketidaknormalan. Tajuk tanaman tidak terlalu rimbun dan
warna hijau daun semakin memudar. Namun demikian tanaman masih tetap
mampu menghasilkan polong hingga masak fisiologis sebelum seluruh daun
berubah warna menjadi kuning hingga akhirnya kering. Berdasarkan data iklim
dari BMKG Unit Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor 2013 (Lampiran 2), curah
hujan rata-rata selama penelitian berlangsung adalah 352.15 mm per bulan dengan

9
variasi bulanan yang cukup beragam. Selama penelitian terdapat bulan-bulan
dengan curah hujan yang relatif ekstrim (sangat tinggi dan sangat rendah), hal
inilah yang kemudian diduga menjadi salah satu faktor penyebab ketidaknormalan
pertumbuhan tanaman di lapang.
Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Variabel
Pertumbuhan Tanaman Fase Vegetatif
Variabel yang diamati selama fase vegetatif yakni hingga tanaman berumur
6 MST antara lain adalah daya tumbuh, tinggi tanaman, jumlah tunas cabang dan
lebar tajuk. Hasil sidik ragam pengaruh faktor perlakuan terhadap variabel yang
diamati disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan
Aplikasi Rhizobium terhadap Variabel Pertumbuhan Tanaman Fase
Vegetatif
Variabel Pengamatan

Daya Tumbuh

Tinggi Tanaman

Jumlah Tunas Cabang

Lebar Tajuk

Faktor
P
R
P*R
P
R
P*R
P
R
P*R
P
R
P*R

1
tn
**
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

2

3

tn
tn
tn

tn
tn
*
tn
tn
tn

MST
4
5

6

7

8

*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn

tn
tn
tn

tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn
*

Keterangan: * = Berpengaruh nyata pada uji F taraf 0,05 ; ** = Berpengaruh sangat nyata pada uji
F taraf 0,01 ; tn = Tidak berpengaruh nyata ; P = Dosis pupuk ; R = Aplikasi rhizobium ; P*R =
Interaksi antara dosis pupuk dengan aplikasi rhizobium

Daya Tumbuh
Daya tumbuh tanaman diamati pada saat tanaman berumur 1 MST. Hasil
sidik ragam menunjukkan bahwa faktor tunggal aplikasi rhizobium memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap daya tumbuh tanaman. Perlakuan R1 dan R2
memberikan pengaruh yang sama dan lebih baik dibandingkan dengan R0
(kontrol),sedangkan faktor tunggal dosis pupuk belum menunjukkan pengaruhnya.
Rata-rata daya tumbuh tertinggi adalah 68.45% yakni pada perlakuan R1,
sedangkan pada R0 rata-rata daya tumbuhnya hanya mencapai 42.6% (Tabel 2).

10
Tabel 2

Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Daya
Tumbuh Tanaman
Daya Tumbuh
Daya Tumbuh
Perlakuan
Perlakuan
(%)
(%)
Dosis Pupuk
Aplikasi
Rhizobium
P0
67.19
P1
52.90
R0
42.65b
P2
55.02
R1
68.45a
P3
56.34
R2
62.50a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji
DMRT taraf 5%

Aplikasi rhizobium pada benih dilakukan dengan cara melembabkan benih
dengan air terlebih dahulu, kemudian rhizobium dibalutkan pada permukaannya.
Perlakuan ini diduga menjadi sebab adanya daya tumbuh yang lebih baik
dibandingkan kontrol. Pelembaban benih dapat menjadi proses awal imbibisi air
kedalam benih sehingga ketika benih ditanam di lahan dan kemudian disiram
mengakibatkan benih lebih cepat tumbuh atau menghasilkan pertumbuhan yang
lebih baik. Peningkatan mutu benih akibat perlakuan ini menurut Hardegree dan
Emmerich (1992) dapat disebut sebagai invigorasi benih melalui priming.
Penelitian yang dilakukan oleh Munifah (1997) menunjukkan bahwa perlakuan
priming dengan air mampu meningkatkan daya berkecambah pada benih kedelai
bervigor sedang maupun rendah. Basra et al (2005) dalam penelitiannya
menemukan adanya peningkatan perkecambahan pada benih gandum akibat
perlakuan priming menggunakan air.
Keberadaan bakteri penambat N diduga belum mampu memberikan
pengaruh terhadap pertumbuhan kecambah karena bakteri belum aktif bekerja
yang ditandai dengan belum terbentuknya bintil akar. Salisbury dan Ross (1991)
menyatakan bahwa tahap aktif memfiksasi nitrogen oleh bakteri terjadi pada saat
± 23 hari setelah aplikasi. Bintil akar akan terus tumbuh dengan membesarnya sel
selama 2 minggu dan merangsang pertumbuhan vegetatif. Penelitian yang
dilakukan oleh Plazinski et al (1985) menunjukkan adanya peningkatan jumlah
nodul pada hari ke-20 setelah inokulasi. Sutino (2009) menambahkan bahwa
waktu antara infeksi sampai dengan bakteri mampu memfiksasi N2 adalah sekitar
3-5 minggu. Faktor tunggal dosis pupuk yang diberikan tidak mempengaruhi daya
tumbuh dikarenakan pada awal pertumbuhannya benih masih menggunakan
cadangan makanan yang terdapat pada kotiledon untuk berkecambah di lapang.
Hal lain yang kemungkinan memberi pengaruh terhadap rendahnya daya
tumbuh benih adalah viabilitas awal benih. Ilyas (1986) menyatakan bahwa
viabilitas awal berperan besar dalam menentukan daya tumbuh benih jika benih
mengalami periode simpan yang panjang dalam kondisi yang tidak ideal. Benih
koro yang digunakan dalam penelitian merupakan hasil panen pada bulan
September 2012 dan kemudian disimpan pada ruang ber-AC. Pada bulan Oktober
atau satu bulan setelah penyimpanan Febriyanti (2012) dalam penelitiannya
melakukan pengujian untuk mengetahui viabilitas benih tersebut. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa daya berkecambah benih hanya mencapai 65%, angka ini
tidak terlalu berbeda jika dibandingkan dengan daya tumbuh tertinggi yang

11
mampu dicapai oleh benih di lapang bahkan setelah satu tahun penyimpanan.
Berdasarkan hal ini dapat dikatakan kondisi ruang simpan benih cukup ideal untuk
mempertahankan viabilitas benih dan dapat pula diduga bahwa viabilitas benih
memang rendah (kurang dari 80%) sejak awal penyimpanan. Dugaan lain yang
dapat diajukan adalah benih yang ditanam mengalami kemunduran lebih lanjut
setelah satu tahun penyimpanan sehingga viabilitasnya semakin menurun. Hal ini
ditunjukkan oleh rendahnya daya tumbuh pada benih tanpa perlakuan (kontrol).
Adisyahputra et al (2004) juga menambahkan bahwa faktor lingkungan
seperti ketersediaan air di sekitar tanaman juga berperan penting dalam
mempengaruhi perkecambahan. Data iklim yang diperoleh menginformasikan
bahwa curah hujan bulanan pada saat penanaman adalah 360.2 mm. Kondisi tanah
yang cukup keras dan curah hujan yang tidak terlalu tinggi kemungkinan juga
menjadi sebab rendahnya daya tumbuh benih. Tanah yang keras menyulitkan
benih untuk tumbuh ke permukaan dan jumlah air yang terbatas juga menghambat
proses imbibisi yang mengawali reaktivasi hormon dan enzim dalam merombak
cadangan makanan yang digunakan untuk berkecambah.
Jumlah Tunas Cabang dan Tinggi Tanaman
Tunas cabang mulai muncul pada 2 MST dan faktor perlakuan tidak
menunjukkan pengaruhnya hingga akhir pengamatan (Tabel 3). Tunas cabang
yang terbentuk pada 5 MST dapat mencapai 5 hingga 6 tunas cabang. Pada setiap
tunas cabang umumnya akan tumbuh tiga batang, dua diantaranya merupakan
batang daun dan satu batang yang lain adalah batang tempat organ generatif
terbentuk.
Tabel 3

Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Jumlah
Tunas Cabang

Perlakuan

1 MST

Jumlah Tunas Cabang
2 MST
3 MST
4 MST

5 MST

Dosis Pupuk
P0
P1
P2
P3

0
0
0
0

2.00
2.00
2.00
2.00

2.01
2.26
2.11
2.18

3.24
3.93
3.59
3.83

4.33
3.39
4.59
5.30

Aplikasi Rhizobium
R0
R1
R2

0
0
0

2.00
2.00
2.00

2.21
2.15
2.06

3.80
3.67
3.47

5.19
4.94
4.57

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji
DMRT taraf 5%

12
Tinggi tanaman pada semua perlakuan tidak berbeda nyata pada 1 MST.
(Tabel 4). Pada pengamatan berikutnya yakni saat 3 MST interaksi antara dosis
pupuk dan aplikasi rhizobium menunjukkan pengaruh yang nyata. Tinggi tanaman
pada perlakuan P3R0 adalah yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan
lainnya, sedangkan yang terendah adalah perlakuan P3R2. Terjadinya hal ini
diduga karena pada waktu tersebut kondisi lingkungan tumbuh tanaman sedang
kering. Bordeleau dan Prevost (1994) menyatakan bahwa cekaman kekeringan
akan membatasi infeksi akar oleh rhizobium karena tidak terdapatnya akar rambut
yang normal. Bintil akar yang sudah mulai terbentuk dapat terhambat
pertumbuhannya jika mengalami kondisi kekeringan dan akan menghasilkan
organ-organ yang berkembang tidak sempurna di bagian akar. Hal ini akan
berakibat pada terhambatnya serapan hara oleh akar sehingga mempengaruhi
pertambahan tinggi tanaman. Namun pada 5 MST pengaruh tersebut tidak lagi
nampak dan hanya faktor tunggal dosis pupuk saja yang berpengaruh. Hilangnya
pengaruh tersebut dapat diduga dikarenakan air yang tersedia bagi tanaman sudah
lebih banyak sehingga sistem perakarannya membaik. Tanaman pada perlakuan
P3 memiliki tinggi tanaman tertinggi, sedangkan yang terendah adalah perlakuan
P0 (kontrol).
Tabel 4

Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Tinggi
Tanaman

1 MST

Tinggi Tanaman
3 MST

5 MST

Dosis Pupuk
P0
P1
P2
P3

8.19
7.96
7.73
7.97

13.55
13.77
13.25
14.25

24.23b
24.96ab
24.76ab
25.64a

Aplikasi Rhizobium
R0
R1
R2

8.14
7.89
7.86

13.63
13.77
13.71

24.91
24.81
24.97

Perlakuan

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji
DMRT taraf 5%

Penelitian yang dilakukan oleh Suwarto (1994) menunjukkan bahwa pupuk
N merupakan faktor yang paling membatasi pertumbuhan vegetatif kedelai.
Nitrogen di dalam tanah yang tersedia bagi tanaman dapat berasal dari N-organik
dan N-anorganik. Hasil analisis tanah dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
kandungan N-organik dalam tanah berada pada kriteria sedang yakni sebanyak
0.27%. Adanya perlakuan pemberian pupuk nyata berpengaruh terhadap
pertumbuhan vegetatif tanaman, namun diduga hara tambahan dari luar ini tidak
sepenuhnya terserap oleh tanaman. Kondisi lingkungan yang kering
mengakibatkan hara sulit ditransportasikan kedalam jaringan tanaman. Dugaan ini

13
diperkuat dengan berubahnya warna daun menjadi kuning. Prawiranata et al
(1992) menyatakan bahwa kekurangan nitrogen menyebabkan tanaman kerdil,
perakaran terbatas, daun kuning dan senescens.
Lebar Tajuk
Pengamatan terhadap lebar tajuk tanaman dilakukan sejak tanaman berusia
4 MST hingga 13 MST (fase vegetatif hingga generatif). Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa dosis pupuk dan aplikasi rhizobium tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap lebar tajuk tanaman selama fase vegetatif.
Rata-rata lebar tajuk tanaman pada 8 MST mencapai 52,29 cm. Pada saat 9 MST
hingga akhir pengamatan faktor tunggal dosis pupuk mulai memberikan
pengaruhnya. Sama halnya dengan tinggi tanaman dan jumlah tunas cabang yang
dihasilkan, pada akhir pengamatan perlakuan P3 memberikan hasil lebar tajuk
tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni 65.81 cm dan perlakuan
kontrol memiliki lebar tajuk yang terendah yakni 54.49 cm.
Tabel 5

Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Lebar
Tajuk Tanaman

9 MST

Lebar Tajuk
10 MST 11 MST 12 MST

13 MST

Dosis Pupuk
P0
P1
P2
P3

53.78b
57.45ab
57.57ab
63.62a

52.92b
58.74ab
58.93ab
63.96a

53.19c
58.41bc
60.32ab
65.47a

53.26c
58.22bc
59.76ab
65.17a

54.49c
58.72bc
60.89ab
65.81a

Aplikasi Rhizobium
R0
R1
R2

57.99
58.16
58.16

58.52
58.67
58.71

60.74
59.19
58.11

60.53
57.75
59.02

61.54
58.43
59.97

Perlakuan

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji
DMRT taraf 5%

Pada fase generatif tanaman memerlukan suplai hara yang lebih banyak
untuk pembentukan kuncup bunga, bunga dan polong. Perlakuan dengan dosis P
yang lebih tinggi menyediakan hara yang lebih banyak bagi tanaman. Hara inilah
yang kemudian digunakan bagi tanaman untuk membentuk tajuk yang lebih luas
dan rimbun sehingga fotosintesis dapat meningkat. Dengan demikian hasil
fotosintesis dapat ditranslokasikan ke bagian tanaman yang sedang berkembang.

14

Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Variabel
Pertumbuhan Tanaman Fase Generatif
Umur Berbunga dan Umur Panen
Dosis pupuk dan aplikasi rhizobium tidak memberikan pengaruh terhadap
umur berbunga tanaman. Kuncup bunga mulai muncul pada minggu keenam
setelah tanam dan umur berbunganya juga serempak terjadi pada 8 MST pada
semua perlakuan, yakni pada saat 50% tanaman telah berbunga. Panen polong
dilakukan pada saat benih diperkirakan telah mencapai masak fisiologis. Kriteria
polong yang telah masak fisiologis yakni pada kulit polong terdapat warna kuning
oranye. Saat warna kuning telah merata maka kemudian akan berubah menjadi
cokelat muda, pada kriteria inilah polong siap dipanen. Panen polong dilakukan
selama dua kali, pertama yakni pada 15 MST dan kedua pada 16 MST.
Jumlah Kuncup Bunga, Bunga Mekar dan Polong
Variabel yang diamati selama masa generatif antara lain adalah jumlah
kuncup bunga, bunga mekar dan polong yang terbentuk. Hasil sidik ragam
menunjukkan bahwa dosis pupuk dan aplikasi rhizobium tidak memberikan
pengaruh terhadap jumlah kuncup bunga yang terbentuk sejak awal hingga akhir
pengamatan, kecuali pada saat tanaman berusia 8 dan 9 MST (Tabel 6). Kedua
faktor percobaan juga tidak berpengaruh terhadap jumlah bunga mekar. Namun
faktor tunggal dosis pupuk nyata memberikan pengaruhnya terhadap jumlah
polong yang terbentuk pada 10 dan 11 MST serta sangat nyata pada akhir
pengamatan yakni 14 MST.
Tabel 6

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan
Aplikasi Rhizobium terhadap Peubah Fase Generatif

Variabel Pengamatan

Faktor

P
Jumlah Kuncup Bunga R
P*R
P
Jumlah Bunga
R
P*R
P
Jumlah Polong
R
P*R

6
tn
tn
tn

7
tn
tn
tn
tn
tn
tn

8
**
tn
tn
tn
tn
tn

9
*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

MST
10 11
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
*
tn
tn
tn
tn

12
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

13

14

tn
tn
tn
tn
tn
tn

**
tn
tn

Keterangan: * = Berpengaruh nyata pada uji F taraf 0,05 ; ** = Berpengaruh sangat nyata pada uji
F taraf 0,01 ; tn = Tidak berpengaruh nyata ; P = Dosis pupuk ; R = Aplikasi rhizobium ; P*R =
Interaksi antara dosis pupuk dengan aplikasi rhizobium

15

Jumlah kuncup bunga yang terbentuk pada perlakuan P2 adalah yang
terbanyak pada saat 8 dan 9 MST (Tabel 7). Namun kemudian pada pengamatan
berikutnya jumlahnya tidak berbeda nyata dengan perlakuan lain. Pada saat 7
MST rata-rata jumlah kuncup yang terbentuk dalam satu tanaman contoh dapat
mencapai 49 buah dengan ukuran yang bervariasi. Umumnya kuncup bunga
dengan ukuran kecil yang berada di bagian paling ujung tandan tidak berhasil
mekar karena gugur.
Tabel 7

Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Jumlah
Kuncup Bunga Tanaman

7 MST

Jumlah Kuncup Bunga
8 MST 9 MST 10 MST 11 MST

Dosis Pupuk
P0
P1
P2
P3

38.82
44.24
49.81
46.88

9.66c
17.22ab
21.33a
14.33bc

2.66b
5.88ab
9.44a
8.44ab

1.22
2.77
2.22
5.77

0.55
1.11
1.11
3.44

2.44
0.66
1.33
2.55

Aplikasi Rhizobium
R0
R1
R2

46.48
45.89
42.45

17.75
14.50
14.66

6.83
7.08
5.91

2.33
3.16
3.50

1.16
1.58
1.91

1.41
1.00
2.83

Perlakuan

12 MST

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji
DMRT taraf 5%

Faktor perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah bunga
mekar. Bunga mulai mekar pada saat 7 MST dengan jumlah rata-rata 4 bunga
mekar per tanaman. Jumlah bunga yang sama menghasilkan polong dalam jumlah
yang berbeda. Hal ini terjadi dikarenakan sama halnya dengan kuncup bunga,
bunga mekar dan polong yang terbentuk juga seringkali gugur. Polong yang gugur
umumnya adalah yang baru terbentuk/berukuran kecil. Jumlah polong yang
terbentuk berbeda nyata pada 10, 11 dan 14 MST. Sama halnya dengan respon
tanaman selama fase vegetatif, perlakuan P3 memberikan hasil terbaik
dibandingkan dengan perlakuan lainnya dalam menghasilkan polong.

16
Tabel 8

Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Jumlah
Polong

Perlakuan

Jumlah Polong
9 MST 10 MST 11 MST 12 MST 13 MST 14 MST

Dosis Pupuk
P0
P1
P2
P3

3.48
3.80
4.25
5.18

2.84b
4.10a
4.17a
4.80a

2.74b
3.62ab
3.68ab
4.41a

2.55b
3.29ab
3.42ab
3.95a

2.50b
3.30ab
3.42ab
3.95a

2.27c
2.99bc
3.17ab
3.75a

Aplikasi Rhizobium
R0
R1
R2

4.49
3.81
4.23

4.29
3.58
4.06

3.77
3.36
3.70

3.50
3.15
3.25

3.50
3.14
3.24

3.09
2.89
3.15

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji
DMRT taraf 5%

Prasetya (2013) menyatakan bahwa faktor yang dapat menjadi penyebab
gugurnya bunga dan buah antara lain adalah sifat genetik tanaman, lingkungan
dan adanya serangan hama dan penyakit. Secara genetik beberapa jenis tanaman
mampu menghasilkan bunga dalam jumlah yang cukup banyak namun hanya
beberapa saja yang berhasil membentuk buah. Pada tanaman koro pedang semakin
ke ujung tandan ukuran kuncup bunga yang terbentuk semakin kecil. Kuncup
bunga yang berukuran kecil inilah yang umumnya akan gugur. Kuncup bunga
yang berukuran relatif kecil diduga memiliki organ penyerbukan yang belum
berkembang dengan sempurna sehingga penyerbukan tidak dapat terjadi dan
kemudian gagal membentuk buah. Kuo dan Tsai (1984) menyatakan bahwa suhu
tinggi di daerah tropis menyebabkan rendahnya perkembangan polen,
berkurangnya proses penyerbukan, hancurnya sel embrio pada putik dan
rendahnya kandungan auksin dan giberelin yang dapat menghambat pembetukan
buah. Faktor lingkungan seperti curah hujan juga dapat menjadi sebab gugurnya
kuncup, bunga dan polong yang baru terbentuk pada tanaman koro. Pada saat
tanaman berumur 9-12 MST curah hujan bulanan mencapai 503.2 mm. Hujan
yang terjadi terus menerus secara langsung dapat menggugurkan kuncup, bunga
dan polong. Secara tidak langsung hara yang terdapat di dalam tanah dapat tercuci
sehingga tanaman kurang mampu memenuhi kebutuhan organ generatif untuk
berkembang lebih lanjut.
Hasil Panen
Pengamatan hasil panen meliputi jumlah polong tanaman contoh yang
dipanen pada panen pertama dan kedua serta panen total pada masing-masing
perlakuan. Selain itu diamati pula panjang polong dan jumlah benih dalam polong.
Hasil uji DMRT (Tabel 9) menunjukkan bahwa dosis pupuk tertinggi yakni P3
memberikan hasil polong yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan

17
lainnya. Polong yang dihasilkan oleh tanaman contoh dalam satu petak perlakuan
P3 mencapai 33 buah. Panjang polong yang diukur tidak berbeda nyata pada
seluruh perlakuan, demikian juga dengan jumlah benih yang terdapat dalam
polong tersebut. Panjang polong rata-rata mencapai 25 cm dengan jumlah benih
rata-rata 12 butir per polong.
Tabel 9

Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Hasil
Panen
Pengamatan
Panen
Panen
Panen
Panjang Jumlah Benih
Perlakuan
Periode 1 Periode 2
Total
polong
per Polong
(polong)
(polong)
(polong)
(cm)
(butir)
Dosis Pupuk
P0
14.11b
3.33
83.33b
24.51
11.48
P1
20.11b
4.22
87.56ab
25.65
12.37
P2
21.11b
2.33
116.89a
25.20
11.48
P3
30.44a
2.88
88.22ab
25.33
11.44
Aplikasi
Rhizobium
R0
R1
R2

22.75
20.08
21.50

4.08
1.66
3.83

88.67
89.33
104.00

25.68
24.12
25.72

11.47
11.47
12.14

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji
DMRT taraf 5%

Petakan dengan perlakuan dosis pupuk P2 menghasilkan jumlah polong
yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya, namun
demikian hasilnya tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 maupun P3. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa penggunaan pupuk dengan dosis P1 cukup
efisien dalam menghasilkan polong yang dapat dipanen. Selain tidak memberikan
hasil yang berbeda signifikan, dosis pupuk yang lebih tinggi juga tidak
menghasilkan polong yang lebih panjang dan berisi lebih banyak benih.
Pemberian pupuk dalam hal dosis maupun komposisinya dapat bervariasi,
tergantung pada jenis tanah dan tingkat kesuburannya. Hasil analisis tanah pada
penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum status hara dalam tanah berada
pada kondisi sedang dengan pH normal. Menurut Soepardi (1983) unsur nitrogen,
fosfor dan kalium yang diberikan melalui pemupukan sebaiknya merupakan
tambahan bagi unsur yang sudah ada di dalam tanah, sehingga jumlah keseluruhan
nitrogen, fosfor dan kalium tersedia bagi tanaman berada dalam perbandingan
yang tepat. Pemberian pupuk dalam jumlah yang berlebihan atau terlalu sedikit
dapat mengurangi efisiensi kegunaannya. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis
tanah dapat diduga bahwa tanaman koro pedang yang ditanam kurang respon
terhadap pemupukan dan atau lahan yang digunakan telah mengandung hara yang
cukup sehingga penambahan hara dari luar tidak memberikan peningkatan hasil
yang signifikan.

18
Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Aplikasi Rhizobium terhadap Mutu Fisik
dan Fisiologi Benih
Rekapitulasi hasil sidik ragam (Tabel 10) secara umum menunjukkan bahwa
dosis pupuk dan aplikasi rhizobium serta interaksi antar keduanya memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot 1000 butir benih dan DB. Faktor
tunggal dosis pupuk nyata memberikan pengaruh terhadap PTM dan KCT serta
sangat nyata terhadap KST. Faktor tunggal aplikasi rhizobium berpengaruh nyata
terhadap PTM dan sangat nyata terhadap KCT. Interaksi antara kedua faktor
perlakuan sangat nyata memberikan pengaruh terhadap PTM, KCT dan KST.
Sedangkan untuk variabel pengamatan BKKN dan IV tidak dipengaruhi oleh
kedua faktor perlakuan maupun interaksinya.
Tabel 10 Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan
Aplikasi Rhizobium terhadap Mutu Fisik dan Fisiologi Benih yang
Dihasilkan
Variabel Pengamatan
Faktor Perlakuan
Dosis Pupuk
Aplikasi Rhizobium
Interaksi
KK (%)

Bobot
1000 Butir
**
**
**
11.27

DB

PTM

KCT

KST

**
*
*
**
**
*
tn
tn
**
**
**
**
16.99 14.13 17.48 18.53

BKKN

IV

tn
tn
tn
15.12

tn
tn
tn
14.32

Keterangan: * = Berpengaruh nyata pada uji F taraf 0,05 ; ** = Berpengaruh sangat nyata pada uji
F taraf 0,01 ; tn = Tidak berpengaruh nyata.

Aplikasi rhizobium tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman selama fase vegetatif maupun generatif