Fermentasi dan Pemanfaatan Produk Kacang Koro Pedang nxn (Canavalia ensiformis L)

FERMENTASI DAN PEMANFAATAN PRODUK KACANG
KORO PEDANG (Canavalia ensiformis L)

NUR ’ AFIAH

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fermentasi dan
Pemanfaatan Produk Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Nur ’ Afiah
NIM G84100034

ABSTRAK
NUR ’ AFIAH. Fermentasi dan Pemanfaatan Produk Kacang Koro Pedang
(Canavalia ensiformis L). Dibimbing oleh DJAROT SASONGKO HAMI
SENO dan WIDANINGRUM.
Kacang koro pedang (Canavalia ensiformis L) merupakan salah satu
jenis kacang-kacangan yang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi.
Di Indonesia, orang-orang jarang memanfaatkan koro pedang. Penelitian ini
bertujuan untuk mengoptimasi fermentasi kacang koro pedang dan
menganalisis aktivitas mikrobiologis melalui aktivitas prebiotik serta
mengidentifikasi fisik dari fermentasi kacang koro pedang. Kacang koro
pedang dipotong kecil, difermentasi, ditepungkan, diidentifikasi fisik
dengan SEM, dianalisis pati resisten dan dianalisis secara mikrobiologi.
Fermentasi terkendali lebih banyak daripada fermentasi spontan, yaitu
sekitar 2.55×108 CFU/Unit. Produk fermentasi menghasilkan pati resisten
sebesar 0.1170 ppm. Pati resisten digunakan sebagai media pertumbuhan

bagi L.casei dan Bifidobacterium. Koloni yang tumbuh dari masing-masing
bakteri sekitar 2.73×107 dan 2.57×107 CFU/Unit. Pati resisten merupakan
sumber prebiotik bagi bakteri asam laktat, dibuktikan dengan tumbuhnya
bakteri asam laktat tersebut.
Kata kunci: kacang koro pedang, fermentasi, bakteri asam laktat, pati
resisten, aktivitas prebiotik

ABSTRACT
NUR ’ AFIAH. Fermentation and The Utilization of Products of Jack Beans
(Canavalia ensiformis L). Supervised by DJAROT SASONGKO HAMI
SENO and WIDANINGRUM.
Jack beans (Canavalia ensiformis L) are legume that rich in protein
content. In Indonesia, people seldom use it for daily consumption. The
objectives of this research were to optimize the fermentation of jack beans
and to analyse microbiological activity through prebiotic activity and also to
identify physical of jack beans. Jack beans cut into small pieces, fermented,
powdered, physical properties identified by SEM, analyzed resistant starch
and microbilogical analysis. Fermentation controlled more than spontaneous
fermentation, it’s about 2.55×108 CFU/Unit. Products of fermentation yield
resistant starch showed the value is 0.1170 ppm. Resistant starch used as a

growth medium for L.casei and Bifidobacterium. Ammount of colony from
each bacteria it’s sbout 2.73×107 dan 2.57×107 CFU/Unit. The resistant
starch is the source of prebiotics for lactic acid bacteria which proved by the
growth of that bacteria.
Keywords : jack beans (Canavalia ensiformis L), Fermentation, lactic acid
bacteria, resistant starch, prebiotic activity

FERMENTASI DAN PEMANFAATAN PRODUK KACANG
KORO PEDANG (Canavalia ensiformis L)

NUR ’ AFIAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iv

Judul Skripsi: Fermentasi dan Pemanfaatan Produk Kacang Koro Pedang
(Canavalia ensiformis L)
Nama
: Nur ’ Afiah
NIM
: G84100034

Disetujui oleh

Dr. Djarot Sasongko Hami Seno,MS
Pembimbing I

Widaningrum, STP MSi
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

nxn

ii

PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini adalah Fermentasi dan
Pemanfaatan Produk Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Djarot Sasongko Hami
Seno, MS dan Ibu Widaningrum, STP MSi selaku pembimbing yang telah banyak

memberikan pengarahan dan saran. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Marman, Ibu Citra beserta seluruh staf Mikrobiologi
BB-Pasca Panen yang telah membantu selama pengumpulan data penelitian.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga
dan teman-teman Biokimia 47 untuk segala doa, kasih sayang dan dukungannya.
Penulis berharap karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bogor, Februari 2015
Nur ’ Afiah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR LAMPIRAN

iv


PENDAHULUAN

5

METODE PENELITIAN

6

Bahan dan alat

6

Prosedur Penelitian

6

Fermentasi Kacang Koro Pedang (Antara 2002)

7


Pembuatan tepung (Bird 2000)

7

Identifikasi Sifat Fisik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang

7

Kadar Pati Resisten Tepung Hasil Fermentasi (Goni 1995)

8

Analisis Prebiotik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang (Fardiaz
1989)
9
HASIL
Fermentasi Kacang Koro Pedang

9
9


Sifat Fisik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang

11

Pati Resisten

12

Prebiotik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang

13

PEMBAHASAN

14

Fermentasi Kacang Koro Pedang

14


Identifikasi Sifat Fisik Tepung dari Fermentasi Kacang Koro Pedang

17

Kadar Pati Resisten

18

Prebiotik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang

20

SIMPULAN DAN SARAN

22

Simpulan

22


Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

26

iv

DAFTAR GAMBAR
1 Bentuk fisik hasil fermentasi 106
2 Bentuk fisik hasil fermentasi 104
3 Bentuk fisik hasil fermentasi spontan
4 Analisis prebiotik
5 Fermentasi glukosa

11
12
12
13
15

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Jumlah koloni fermentasi spontan
Jumlah koloni fermentasi terkendali 106
Jumlah koloni fermentasi terkendali 104
Kadar pati resisten

10
10
11
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian
2 Penentuan standar glukosa
3 Penentuan varian SPSS

27
28
29

PENDAHULUAN
Indonesia kaya akan tanaman polong-polongan atau kacang-kacangan.
Indonesia masih menggantungkan sumber protein nabatinya pada kacang kedelai
lokal yang harganya semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan perhitungan
sementara (Deptan 2012) menunjukkan bahwa sejak tahun 2002 sampai tahun 2012
tercatat harga kedelai mengalami kenaikan setiap tahunnya dari harga Rp 3.400/kg
(2002) menjadi Rp 4.500/kg (2007) dan mengalami kenaikan drastis sebesar Rp
8.700/kg pada tahun 2012. Salah satu upaya untuk mengatasi kenaikan harga
kacang kedelai yaitu dengan memanfaatkan bahan pengganti yaitu kacang koro
pedang (Purwoko 2004).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut,
di antaranya penelitian mengenai pengaruh perendaman terhadap fermentasi tempe
koro pedang, efektivitas koro pedang sebagai penghambat enzim ACE, dan analisis
morfologis dan fisiologis koro pedang. Namun, upaya untuk menyiasati
menurunnya produktivitas kedelai nasional dari aspek mikrobiologis belum banyak
dilakukan. Salah satu peran mikrobiologis yang dapat dimanfaatkan dalam
menyiasati produksi kedelai lokal yang menurun ialah dengan melakukan
fermentasi terhadap kacang jenis lain salah satunya kacang koro pedang yang
dianalisis secara mikrobiologisnya dengan menjadikan kacang koro pedang sebagai
sumber prebiotik yang mampu menggantikan peran kedelai serta dapat
menciptakan inovasi produk baru dari kacang-kacangan dalam bentuk non-tempe.
Produk yang dihasilkan melalui proses fermentasi yang dilakukan dua macam yaitu
fermentasi spontan sebagai kontrol dan fermentasi terkendali. Fermentasi
merupakan langkah awal dalam analisis mikrobiologis. Fermentasi menghasilkan
produk berupa glukosa dan pati resisten. namun, dalam penelitian ini tidak
dilakukan uji terhadap glukosa. Pati resisten yang dihasilkan dijadikan sebagai
sumber prebiotik bagi bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat yang digunakan yaitu
Lactobacillus casei dan Bifidobacterium (Purwoko 2004).
Keberhasilan produk fermentasi sangat tergantung pada penggunaan bakteri
asam laktat. Bakteri asam laktat Lactobacillus casei merupakan bakteri gram positif
yang berbentuk batang dan bersifat homofermentatif. Aktivitas bakteri
Lactobacillus casei termasuk dalam bakteri probiotik yaitu bakteri hidup yang
memberikan efek menguntungkan pada inangnya dengan meningkatkan
keseimbangan saluran pencernaan. Beberapa probiotik dapat memberikan
keuntungan yang kompetitif pada spesifik asli mikroflora usus pencernaan seperti
Lactobacillus dan Bifidobacteria. Mikroflora tersebut dapat menyebabkan
terusirnya bakteri patogen dari pencernaan melalui kompetisi langsung terhadap
nutrien atau binding site melalui produksi blocking factors dalam model yang
serupa pada teknik Competitive Exclusion. Substrat akan dihidrolisis oleh enzim
endogenous pencernaan, selain itu dapat diadsorpsi oleh inang. Mekanisme yang
mungkin terjadi yaitu penurunan pH karena dihasilkannya asam lemak rantai
pendek, sekresi bakteriosin dan stimulasi imun (Ekanayake 2006).
Penelitian ini bertujuan mengoptimasi fermentasi kacang koro pedang dan
menganalisis aktivitas mikrobiologis melalui aktivitas prebiotik serta
mengidentifikasi sifat fisik dari tepung hasil fermentasi kacang koro pedang.
Manfaat penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
fermentasi koro pedang dan aktivitas mikrobiologis serta dapat memberikan

6

informasi tentang sifat fisik hasil fermentasi tepung kacang koro pedang sehingga
dapat menambah wawasan pembaca.

METODE PENELITIAN
Bahan dan alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat Lactobacillus
casei, isolat Bifidobacterium, kacang koro pedang, media MRS broth, media MRS
agar, larutan NaCL, media PCA (plate count agar), buffer KCL-HCL, buffer trismaleat, buffer asetat, reagen tris maleat, 0.2 M NaOH, 0.2 M KCL, 0.2 M HCL,
larutan asam asetat, larutan Na-asetat, enzim pepsin, enzim amilase, akuades, 4 M
KOH, 2 M HCL, enzim amiloglukosidase, reagen DNS dan D-glukosa.
Peralatan yang digunakan adalah labu erlenmeyer, alumunium foil, tabung
reaksi, tabung ulir, shaker incubator, jarum ose, kompor, batang pengaduk, sudip,
inkubator 370C, tabung mikro, pipet mikro, tip, rak ttabung, magnet stirer, cawan
petri, neraca analitik OHAUS GA 200, laminar air flow cabinet, pH meter, autoklaf
Wiseclave Digital Fuzzy Control System, oven, sentrifus, blender, penggilingan
Willey mill, dan ayakan 100 mesh, alat SEM (Scanning Electron Microscope)
Hitachi 3000 dan alat spektro.
Prosedur Penelitian
Fermentasi dan pemanfaatan produk kacang koro pedang (Canavalia
ensiformis L) pada penelitian ini terbagi menjadi 5 tahapan penting, yaitu
fermentasi kacang koro pedang, pembuatan tepung kacang koro pedang, analisis
fisik produk fermentasi kacang koro pedang, analisis pati resisten dan analisis
prebiotik. Tahapannya yaitu kacang koro pedang yang telah dipotong kecil-kecil
difermentasi tanpa bakteri (fermentasi spontan) dan dengan bakteri (fermentasi
terkendali), kemudian air fermentasi diukur kadar keasamannya (pH) dan
diencerkan untuk ditumbuhkan pada media spesifik de Mann Rogosa and Sharp
Agar (MRSA) untuk menyeleksi sampel yang menunjukkan adanya aktivas bakteri
asam laktat. Selanjutnya penanaman air fermentasi pada media Plate Count Agar
(PCA) untuk menyeleksi total bakteri mesofilik yang mengambil nutrisi pada
sampel didalam media. Selanjutnya bakteri yang telah ditumbuhkan diinkubasi
pada inkubator selama 2 hari. Proses selanjutnya yaitu pembuatan tepung kacang
koro pedang yang telah difermentasi. Selanjutnya analisis produk fermentasi yaitu
analisis pati resisten dan identifikasi fisik tepung kacang koro pedang. Tahapan
terakhir yaitu analisis mikrobiologi. Hasil fermentasi yang memiliki kadar pati
resisten tertinggi dikeringkan hingga menjadi tepung, kemudian dilakukan aalisis
mikrobiologi melalui uji prebiotik yaitu melihat kemampuan bakteri asam laktat
untuk tumbuh pada media yang mengandung pati resisten. pati resistan ini diketahui
sebagai salah satu jenis dari sumber-sumber prebiotik (Gibson 1999).

7

Fermentasi Kacang Koro Pedang (Antara 2002)
Pembuatan Media de Mann Rogossa and Sharpe Agar (MRSA) & Broth
(MRSB). Media MRSA dibuat dari bahan-bahan dengan komposisi D-Glukosa
20.00, ekstrak daging 8.00, ekstrak ragi 4.00, diammonium hidrogen sitrat 2.00,
magnesium sulfat 0.20, agar –agar 14.00, pepton (protein dalam kasein) 10.00,
natrium asetat 5.00, dipotasium hidrogen fosfat 2.00, tween 80 1.00, dan mangan
sulfat 0.04. Adapun media MRSB dibuat dari D-Glukosa 20.00, ekstrak daging
10.00, ekstrak ragi 10.00, diammonium hidrogen sitrat 2.00, magnesium sulfat 0.10,
pepton (protein dalam kasein) 10.00, natrium asetat 5.00, dipotasium hidrogen
fosfat 2.00, tween 80 1.00, dan mangan sulfat 0.05. Semua bahan untuk media
MRSA dan MRSB dilarutkan di dalam akuades kemudian volumenya ditera hingga
mencapai 1000 mL. Media kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada tekanan 1
atm dan suhu 121ºC selama 15 menit (Ding et al. 2005).
Peremajaan dan Pemurnian Isolat Bakteri. Sebanyak 1 mL koloni bakteri
diambil dari stok kultur awal kemudian ditumbuhkan pada media MRSB dengan
metode pengenceran bertingkat (Ding et al. 2005).
Fermentasi Spontan Kacang Koro Pedang (Antara 2002). Sebanyak 750
gr kacang koro pedang diambil dan dituang ke dalam 1000 mL akuades yang sudah
disterilkan. Setelah itu difermentasi selama 0, 6, 12 dan 24 jam. Setelah
difermentasi diukur kadah pH dari air hasil fermentasi dan 1 mL koloni bakteri
diambil dari stok kultur awal kemudian ditumbuhkan pada media MRSB dengan
metode pengenceran bertingkat. Selanjutnya stok kultur bakteri yang telah
diencerkan bertingkat ditanam pada medsia MRSA. Proses selanjutnya diinkubasi
selama 2 hari pada suhu 37ºC, kemudian dihitung koloninya menggunakan metode
Total Plate Count (Forsythe 1998).
Fermentasi Terkendali Kacang Koro Pedang (Antara 2002). Sebanyak
750 gr kacang koro pedang diambil dan dituang ke dalam 1000 mL akuades yang
sudah disterilkan. Selanjutnya ditambahkan inokulum bakteri L.casei sebanyak 1
mL. Inokulum bakteri yang digunakan yaitu pada konsentrasi [106] dan [104].
Setelah itu difermentasi selama 0, 6, 12 dan 24 jam. Setelah difermentasi diukur
kadah pH dari air hasil fermentasi dan 1 mL koloni bakteri diambil dari stok kultur
awal kemudian ditumbuhkan pada media MRSB dengan metode pengenceran
bertingkat. Selanjutnya stok kultur bakteri yang telah diencerkan bertingkat ditanam
pada media MRSA. Proses selanjutnya diinkubasi selama 2 hari pada suhu 37ºC,
kemudian dihitung koloninya menggunakan metode Total Plate Count (Forsythe
1998).
Pembuatan tepung (Bird 2000)
Hasil fermentasi kacang koro pedang dijemur dibawah sinar matahari
namun dipindahkan tiap 30 menit sekali agar keringnya merata. Setelah itu dioven
121ºC selama 15 menit dan diretrogradasi pada suhu 4ºC. Setelah sudah kering,
kacang koro pedang digiling menggunakan alat willey mill, kemudian diayak pada
kecepatan 100 mesh. Setelah itu diblender agar lebih halus (Bird 2000).
Identifikasi Sifat Fisik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang
Identifikasi fisik kacang koro pedang melalui tepung hasil fermentasi.
Langkah awal, alat dan perangkat SEM disiapkan terlebih dahulu. Selanjutnya
preparat disiapkan yaitu dengan mengoleskan tipis tepung hasil fermentasi pada

8

kaca preparat yang telah dilabeli. Selanjutnya fiksasi sampel menggunakan
glutaraldehida agar mematikan sel namun tidak mengubah strukturnya. Tahapan
dehidrasi yaitu menghilangkan kadar air. Tahapan terakhir yaitu pelapisan, dengan
memperbesar kontras antara preparat yang akan diamati dengan lingkungan
Selanjutnya alat dan perangkat SEM dioperasikan dengan mengatur letak sampel
agar elektron yang dipantulkan dapat diterima langsung oleh objek target dan
mampu membentuk bayangan yang jelas. Hasil visualisasi dari objek yang
ditangkap oleh mikroskop SEM ini terlihat pada software SEM di layar komputer
(Ardiasasmita 2000).
Kadar Pati Resisten Tepung Hasil Fermentasi (Goni 1995)
Penyiapan Larutan Buffer. Larutan buffer yang digunakan yaitu
buffer KCL-HCL, buffer tris-maleat dan buffer asetat. Buffer KCL-HCL terdiri dari
50 mL larutan KCL 2 M dicampur dengan 33.3 mL larutan HCL 2 M, kemudian
diukur sampai pH mencapai 1.5, selanjutnya ditera dengan akuades hingga
volumenya mencapai 200 mL. Selanjutnya pembuatan buffer tris-maleat terdiri dari
50 L larutan asam tris maleat 0.1 M dicampur dengan 45 mL larutan NaOH 0.2 M,
kemudian diukur pH hingga mencapai 6.8, setelah itu ditera dengan akuades hingga
volumenya mencapai 200 mL. Selanjutnya pembuatan buffer asetat yaitu 40 mL
larutan asetat 0.2 M dicampur dengan 60 mL larutan Na-aetat 0.2 M. Selanjutnya
diukur pH hingga mencapai 4.75, kemudian ditera dengan akuades hingga
volumenya 200 mL.
Isolasi Pati Resisten. Tepung hasil fermentasi ditimbang sebesar 0.1 gr
didalam tabung sentrifus. Tambahkan 10 mL buffer KCL-HCL, kemudian
ditambahkan enzim pepsin 0.2 mL. Setelah itu diamkan di dalam shaker inkubator
pada suhu 400C selama 60 menit. Kemudian sampel dikeluarkan dari shaker
inkubator dan biarkan dingin pada suhu ruang. Langkah selanjutnya buffer tris
maleat ditambahkan 9 mL, kemudian enzim α-amilase ditambahkan sebanyak 1
mL. Setelah itu sampel dimasukkan shaker inkubator pada suhu 370C selama 16
jam. Proses selanjutnya yaitu sampel disentrifus pada kecepatan 3000 rpm selama
15 menit, kemudian supernatan dibuang dan akuades dimasukkan sebanyak 10 mL,
lalu sentrifus kembali dan supernatannya dibuang. Setelah itu sampel ditambahkan
3 mL akuades, selanjutnya sampel ditambahkan 3 mL KOH 4 M. Proses
selanjutnya yaitu sampel didiamkan di dalam shaker inkubator pada suhu 250C
selama 30 menit. Sampel dikeluarkan dari shaker dan ditambahkan ± 5.5 mL HCL
2 M dan ditambahkan 3 mL buffer asetat 0.4 M. Selanjutnya sampel ditambahkan
80 µL enzim amiloglukosidase. Selanjutnya sampel didiamkan di dalam shaker
inkubator selama 45 menit pada suhu 600C. Langkah terakhir yaitu sampel
disentrifuse kembali pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, kemudian
pisahkan supernatan dan peletnya (Goni 1995).
Pengukuran Kadar Pati Resisten. Pada proses analisis pati resisten
diawali dengan pembuatan kurva standar glukosa. Glukosa ditimbang 45 mg dan
dilarutkan dalam 25 mL akuades. Kemudian kurva standar glukosa dibuat dalam
konsentrasi 0.1 ppm, 0.2 ppm, 0.3 ppm, 0.4 ppm, 0.5 ppm, 0.6 ppm dan 0.7 ppm.
Selanjutnya standar glukosa diukur dengan spektrometer pada panjang gelombang
500 nm. Tahapan selanjutnya supernatan hasil isolasi pati resisten diukur
menggunakan spektrometer, supernatan diambil sebanyak 200 µL lalu dimasukkan
kedalam tabung reaksi, selanjutnya ditambahkan reagen DNS 200 µL. kemudian

9

dipanaskan selama 10 menit, setelah itu didinginkan dan ditambahkan 3.6 mL
akuades. Selanjutnya sampel diukur dengan spektrometer pada panjang gelombang
500 nm. Selanjutnya konsentrasi pati resisten dapat dihitung dengan menggunakan
rumus regresi linier dari kurva standar glukosa dan absorbansi sampel (Goni 1995).
Analisis Prebiotik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang (Fardiaz
1989)
Pembuatan Media MRSB Buatan. Sampel yang memiliki kadar pati
resisten tertinggi diuji lanjutan melalui uji mikrobiologi yang bertujuan
membuktikan kemampuan bakteri asam laktat dapat tumbuh pada media yang
mengandung pati resisten apa tidak. Langkah awal pada proses ini dengan
menimbang bahan-bahan untuk media MRSB buatan, namun glukosa diganti
dengan pati resisten yang konsentrasi tertinggi sebagai media tumbuh. Adapaun
bahan-bahan yang dihitung yaitu pati resisten 0.25, ekstrak daging 1.00, ekstrak
ragi 1.00, diammonium hidrogen sitrat 0.20, magnesium sulfat 0.01, pepton (protein
dalam kasein) 1.00, natrium asetat 0.50, dipotasium hidrogen fosfat 0.20, tween
80.10, dan mangan sulfat 0.005. seluruh bahan dicampur dengan akuades 100 mL.
Selanjutnya media MRSB tersebut dimasukkan kedalam tabung reaksi masingmasing 10 mL. Setelah itu diautoklaf selama 15 menit pada suhu 121 0C (Ding et
al. 2005).
Peremajaan dan Pengkulturan Bakteri. Selanjutnya bakteri asam laktat
dikulturkan di media MRSB buatan tersebut dengan menerapkan konsep
pengenceran bertingkat yang bertujuan agar koloni bakteri asam laktat yang tumbuh
dapat dihitung. Bakteri asam laktat yang digunakan yaitu Lactobacillus casei dan
Bifidobacterium (Ding et al. 2005).
Penanaman Bakteri Asam Laktat. Stok bakteri hasil dari kultur dan
pengenceran diambil sebanyak 1 mL menggunakan mikropipet. Selanjutnya
diletakkan di cawan petri. Tahap berikutnya menggunakan metode tuang, media
MRSA yang telah disterilkan dituang kedalam cawan petri berisi bakteri tersebut.
Selanjutnya bakteri tersebut diinkubasi selama 2 hari di inkubator bersuhu 37 0C,
kemudian bakteri yang telah tumbuh dihitung.

HASIL
Fermentasi Kacang Koro Pedang
Kacang koro pedang difermentasi menggunakan bakteri Lactobacillus casei
pada waktu 0, 6, 12 dan 24 jam menggunakan dua jenis media yaitu PCA dan
MRSA sebanyak tiga kali ulangan. Fermentasi yang dilakukan ada dua yaitu,
fermentasi kontrol (secara spontan) dan terkendali (ditambahkan bakteri L.casei
pada konsentrasi 104 dan 106 cfu/unit). Fermentasi terkendali menghasilkan total
bakteri mesofilik dan bakteri asam laktat lebih banyak dibanding dengan fermentasi
kontrol. Fermentasi kontrol ditampilkan dalam Tabel 1. Fermentasi kontrol
merupakan fermentasi alami tanpa adanya campur tangan manusia. Fermentasi
kontrol tanpa adanya penambahan inokulum bakteri.

10

Tabel 1 Jumlah Koloni Kontrol Kacang Koro Pedang
Perlakuan
(jam)
0
6
12
24

Media
PCA
MRSA
PCA
MRSA
PCA
MRSA
PCA
MRSA

Jumlah
Koloni
(108)
2.20
0.21
2.41
0.22
2.60
0.23
2.89
0.24

pH
6.04
5.93
5.84
5.55

Keterangan : PCA = Plate Count Agar
MRSA = de Mann Rogosa and Sharpe

Fermentasi terkendali yaitu fermentasi dengan menambahkan inokulum
bakteri L.casei. Fermentasi terkendali yang dilakukan ada dua yaitu dengan
penambahan inokulum bakteri L.casei sebesar 106 CFU/Unit, seperti yang
ditampilkan pada Tabel 2. Selanjutnya fermentasi terkendali dengan penambahan
inokulum bakteri L.casei sebesar 104 CFU/Unit, ditampilkan dalam Tabel 3.
Fermentasi dilakukan pada media MRSA (de Mann Rogosa and Sharpe) dan PCA
(Plate Count Agar). MRSA sebagai indikator untuk menghitung jumlah koloni
bakteri asam laktat, sedangkan PCA sebagai indikator untuk menghitung jumlah
koloni total bakteri mesofilik. Hasil fermentasi terkendali 10 6 lebih banyak jumlah
koloninya dibandingkan pada hasil fermentasi terkendali 10 4. Hasil tersebut dapat
terlihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2 Jumlah Koloni Fermentasi Terkendali 106
Perlakuan
(jam)
0
6
12
24

Media
PCA
MRSA
PCA
MRSA
PCA
MRSA
PCA
MRSA

Jumlah
Koloni
(108)
2.43
0.23
2.61
0.25
2.69
0.26
2.78
0.26

pH
5.55
5.46
5.36
5.27

Keterangan : PCA = Plate Count Agar
MRSA = de Mann Rogosa and Sharpe

Jumlah koloni yang dihitung baik pada tabel 1, 2 dan 3 merupakan hasil dari
perhitungan pada fermentasi dengan perlakuan berbeda. Semakin banyak jumlah
koloni yang tumbuh maka semakin asam pH nya. Aktifitas bakteri dalam memecah
substrat saat fermentasi mampu mengeluarkan senyawa asam. Fermentasi yang
dilakukan ada tiga perlakuan yaitu fermentasi kontrol yaitu secara spontan (tanpa
penambahan inokulum), fermentasi terkendali 106 dan 104 dengan penambahan

11

inokulum bakteri. Bakteri ditumbuhkan pada media PCA yang digunakan untuk
menghitung total bakteri mesofilik dan media MRSA yaitu media spesifik yang
digunakan untuk menumbuhkan bakteri asam laktat.
Tabel 3 Jumlah Koloni Terkendali 104
Perlakuan
(jam)
0
6
12
24

Media
PCA
MRSA
PCA
MRSA
PCA
MRSA
PCA
MRSA

Jumlah
Koloni
(108)
2.31
0.22
2.51
0.23
2.53
0.25
2.67
0.25

pH
5.63
5.49
5.39
5.29

Keterangan : PCA = Plate Count Agar
MRSA = de Mann Rogosa and Sharpe

Sifat Fisik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang
Tahap selanjutnya yaitu identifikasi fisik kacang koro pedang melalui
tepung dari hasil fermentasi. Proses identifikasi ini menggunakan SEM (Scanning
Electron Microscope). SEM dapat melihat sel di permukaan. Terlihat pada gambar
1, 2 dan 3 bahwa tepung telah terfermentasi. Visualisasi yang tampak dari SEM
adalah koloni-koloni yang berbentuk batang, bulat dan menyerupai tabung. Koloni
tersebut merupakan koloni L.casei.

A
B

Gambar 1 Bentuk fisik tepung kacang koro pedang hasil fermentasi terkendali
106(A) Bakteri asam laktat, (B) Partikel tepung kacang koro pedang

12

A

B

Gambar 2 Bentuk fisik tepung kacang koro pedang hasil fermentasi terkendali
104(A) Bakteri asam laktat, (B) Partikel tepung kacang koro pedang

B
A

Gambar 3 Bentuk fisik tepung kacang koro pedang hasil fermentasi kontrol
(A) Bakteri asam laktat, (B) Partikel tepung kacang koro pedang
Pati Resisten
Analisis pati resisten dilakukan menggunakan metode Goni. Tahap awalnya
yaitu isolasi pati resisten menggunakan berbagai perlakuan melalui suhu dan enzim
agar pati resisten yang dihasilkan banyak dan cukup untuk dianalisis. Selanjutnya
dilakukan pembuatan kurva standar glukosa dan perhitungan absorbansi sampel
menggunakan spektrofotometer. Selanjutnya dilakukan perhitungan konsentrasi
pati resisten dari kurva standar glukosa yang terbentuk. Kadar pati resisten tertinggi

13

didapat pada fermentasi perlakuan 106, selama waktu fermentasi 0 jam sebesar
0.1027 ppm. Hasil kadar pati resisten terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kadar pati resisten
Perlakuan
Waktu fermentasi
(jam)
Fermentasi
0
Spontan
6
12
24
Fermentasi 106
0
6
12
24
Fermentasi 104
0
6
12
24

[glukosa] ppm

[Pati resisten] ppm

0.0911
0.0932
0.0955
0.0981
0.2196
0.2283
0.2877
0.3107
0.1008
0.1266
0.1984
0.2132

0.08199
0.08388
0.08595
0.08829
0.19764
0.20547
0.25893
0.27963
0.09072
0.11394
0.17856
0.19188

Prebiotik Tepung Hasil Fermentasi Kacang Koro Pedang
Tahap terakhir dilakukan analisis mikrobiologi yaitu membuktikan
pertumbuhan bakteri asam laktat terhadap media MRSB yang salah satu
penyusunnya diganti dengan sumber prebiotik yaitu pati resisten. Bakteri asam
laktat yang digunakan pada analisis mikrobiologi yaitu Lactobacillus casei dan
Bifidobacterium. Adapun jumlah koloni yang tumbuh terlihat pada Gambar 4.

Jumlah Koloni (107)
CFU/Unit

3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
A

B

C

D

E

Perlakuan

Gambar 4 Analisis prebiotik tepung hasil fermentasi kacang koro pedang oleh
( ) L.casei dan ( ) Bifidobacterium (A) MRSB + RS Terkendali, (B)
MRSB + RS Kontrol, (C) MRSB, (D) Akuades + RS Terkendali, (E)
Akuades + RSKontrol

14

PEMBAHASAN
Fermentasi Kacang Koro Pedang
Fermentasi kacang koro pedang menggunakan bakteri asam laktat dan
dianalisis secara kuantitatif dengan cara menumbuhkan bakteri pada media spesifik,
yaitu PCA (Plate Count Agar) dan MRSA (de Mann Rogosa and Sharpe Agar).
Fermentasi bertujuan untuk mengetahui kemampuan tumbuh bakteri asam laktat
dan total bakteri mesofilik secara kuantitatif. Fermentasi adalah proses baik secara
aerob maupun anaerob yang menghasilkan berbagai produk yang melibatkan
aktivitas mikroba atau ekstraknya dengan aktivitas mikroba terkontrol (Campbell
2003). Fermentasi merupakan proses yang telah lama dikenal manusia. Fermentasi
adalah proses mengubah suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat bagi
manusia (Tamime dan Robinson 2000).
Bakteri yang digunakan pada penelitian ada 2 yaitu Lactobacillus casei dan
Bifidobacterium. Namun yang digunakan untuk fermentasi hanya Lactobacillus
casei, sedangkan Bifidobacterium hanya digunakan untuk membandingkan aktivitas
prebiotik dengan Lacobacillus casei. Fermentasi ini menggunakan dua medium
dikarenakan untuk melihat perbedaan anatara jumlah koloni bakteri asam laktat
yang tumbuh dengan jumlah total bakteri mesofilik yang tumbuh. Pertumbuhan
bakteri asam laktat dapat terlihat dari jumlah koloni BAL yang tumbuh pada media
MRSA. Media MRSA merupakan media yang bersifat spesifik bagi BAL. Total
bakteri mesofilik dapat dilihat dari pertumbuhan koloni pada media PCA (Plate
Count Agar). Sampel yang digunakan pada penelitian yaitu kacang koro pedang
yang berasal dari daerah Salatiga, Jawa Tengah. Media yang digunakan pada
penelitian ada tiga yaitu, media PCA (Plate Count Agar), MRSA (de Mann Rogosa
and Sharpe Agar) dan MRSB (de Mann Rogosa and Sharpe Broth). Media PCA
merupakan media pertumbuhan untuk menganalisis total bakteri mesofilik. Media
MRSA merupakan media pertumbuhan yang bersifat spesifik, yang digunakan
untuk menganalisis aktivitas pertumbuhan bakteri asam laktat. Media MRSA
menyediakan glukosa yang mampu difermentasikan oleh bakteri Lactobacillus
menjadi asam laktat dan produk lainnya. Glukosa pada media MRSA digunakan
sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhan bakteri asam laktat (Lactobacillus) yang
terlihat dengan meningkatnya populasi koloni bakteri asam laktat yang tumbuh.
Media MRSB adalah media cair selektif yang berguna untuk mengaktivasi dan
meremajakan kultur bakteri asam laktat (de Man, Rogosa & Sharpe 1960).
Pada tahap awal, media dibuat dengan pH 5.4 pada suhu ruang, selanjutya
dilakukan proses autoklaf. Bakteri asam laktat mampu hidup pada pH 4.5-6.6 dan
suhu 50C-400C, sehingga bakteri asam laktat dapat tumbuh pada media MRSA.
Kacang koro pedang difermentasi menggunakan tiga perlakuan yaitu pada
perlakuan fermentasi alami (tanpa L.casei), fermentasi L.Casei 106 dan fermentasi
L.casei 104. Masing-masing fermentasi dilakukan pada suhu 0 jam, 6 jam, 12 jam
dan 24 jam, dilakukan 3 kali ulangan secara duplo (Hye Young Kim 2002).
Proses fermentasi kacang koro pedang diawali dengan perendaman kacang
koro pedang, kemudian ditambahkan inokulum bakteri L.casei kedalamnya dan
ditumbuhkan pada media MRSA dan PCA. Fermentasi yang dilakukan
menggunakan bakteri L.casei, sehingga proses fermentasi yang terjadi secara

15

heterofermentatif. Metabolisme heterofermentatif dengan menggunakan heksosa
melalui jalur heksosa monofosfat atau pentosa fosfat (Muchtadi 2010).
Heterofermentatif merupakan fermentasi yang menghasilkan produk tidak hanya
asam laktat, namun menghasilkan senyawa organik lainnya seperti asam asetat,
etanol dan CO2. Bakteri L.casei memfermentasi substrat kacang koro pedang, yaitu
dengan memecah karbohidrat pada kacang koro pedang menjadi asam piruvat,
kemudian asam piruvat diubah menjadi asam laktat. Proses fermentasi glukosa
seperti yang terlihat pada Gambar 5 (Waites 2001).
Glukosa

Bakteri asam laktat

ragi
piruvat
etanol

laktat

asetaldehid

Propionil bakteri
Asetil ko-A

oksaloasetat

Enterobakteri asam format

suksinat
etanol

H2 + CO2

clostridium

asetat

butilat
propionat

asetat
butanol
butanadiol
isopropanol

Gambar 5 Fermentasi Glukosa (Waites 2001)

Fermentasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan 3 perlakuan.
Pertama perlakuan fermentasi spontan, yaitu fermentasi tanpa ditambahkan
inokulum bakteri, kemudian perlakuan fermentasi dengan konsentrasi BAL 106 dan
perlakuan fermentasi dengan konsentrasi BAL 104. Fermentasi spontan dilakukan
pada dua media yang berbeda yaitu media PCA dan media MRSA. Fermentasi
spontan hanya menghasilkan bakteri hasil fermentasi alami tanpa adanya campur
tangan manusia. Jumlah koloni bakteri asam laktat yang mampu tumbu setelah
difermentasi spontan lebih sedikit daripada bakteri yang dihasilkan pada fermentasi
terkendali. Fermentsi terkendali mampu menumbuhkan koloni bakteri yang lebih
banyak baik pada media PCA ataupun MRSA (Dwidjoseputro 2005). Fermentasi

16

spontan menghasilkan lebih sedikit bakteri dikarenakan faktor tumbuh bakteri
hanya berasal dari faktor internal, tidak ada faktor eksternal atau faktor campur
tangan manusia, sedangkan fermentasi terkendali 106 dan 104 dipengaruhi oleh
faktor internal dan faktor eksternal yaitu berupa penambahan inokulum bakteri
L.casei. Jumlah koloni bakteri asam laktat dan total bakteri mesofilik yang tumbuh
paling banyak pada perlakuan fermentasi dengan penambahan inokulum bakteri 10 6
yaitu sekitar 2.57 108 (El Enhasy et al 2008).
Bakteri yang tumbuh pada media PCA lebih banyak dibandingkan pada
MRSA baik pada fermentasi spontan maupun pada fermentasi terkendali. Bakteri
pada PCA lebih banyak dibandingkan pada MRSA, dikarenakan kandungan nutrisi
pada media PCA mampu dimanfaatkan oleh semua jenis bakteri, sehingga media
ini cocok untuk mengetahui total bakteri mesofilik seperti bakteri gram positif
(bakteri asam laktat) maupun bakteri gram negatif (seperti bakteri patogen).
Dengan demikian bakteri yang mampu tumbuh pada media PCA lebih banyak.
Media MRSA menumbuhkan bakteri yang lebih sedikit karena media MRSA
bersifat lebih spesifik. Media ini hanya mampu menumbuhkan bakteri asam laktat,
sehingga menghambat pertumbuhan bakteri lainnya (Iqbal 2007).
Waktu fermentasi berpengaruh terhadap aktivitas bakteri, karena semakin
lama fermentasi, maka bakteri semakin aktif artinya berkembang biak, semakin
banyak jumlahnya, sehingga mempunyai kemampuan untuk memecah substrat
semakin besar. Dengan demikian jumlah koloni bakteri yang tumbuh semakin
banyak jika waktu fermentasinya lama (Waluyo 2004). Fermentasi dilakukan pada
waktu fermentasi 0 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Pada waktu fermentasi 0 jam
rata-rata koloni bakteri yang tumbuh lebih sedikit dibandingkan pada waktu
fermentasi 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Hal tersebut dikarenakan bakteri semakin
berkembangbiak dan menjadi aktif, sehingga mampu memecah substrat lebih
banyak. Oleh karena itu jumlah bakteri yang tumbuh semakin banyak. Pertumbuhan
bakteri yang terjadi semakin cepat pada waktu fermentasi yang lama, dengan
demikian menunjukkan aktivitas bakteri semakin tinggi pada waktu fermentasi
yang lebih lama. Pada waktu fermentasi 24 jam dihasilkan bakteri yang lebih
banyak yaitu sekitar 2.63 108 CFU/mL (Rizzani 2008).
Pada waktu fermentasi 0 jam, pH yang dihasilkan lebih basa, yaitu rata-rata
sekitar 5.92. Pada waktu fermentasi 6 jam dan 24 jam terjadi penurunan pH, ratarata pH berkisar pada 5.5. pH terasam terjadi pada waktu fermentasi 24 jam yaitu
sekitar 5.0-5.2. Terjadinya penurunan pH sehingga pada waktu fermentasi 24 jam
mencapai pH terasam dikarenakan adanya akumulasi asam laktat. Semakin
rendahnya pH maka mempunyai fungsi sebagai antibakteri yang lebih tinggi. Zat
antibakteri diperoleh setelah terjadinya proses fermentasi. Zat antibakteri berfungsi
untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Salah satunya ialah E. coli
merupakan bakteri patogen yang tidak dapat tumbuh pada pH 5, dikarenakan pH
optimum E.coli sekitar 6-7 (Surono 2004).
Fermentasi terkendali dan kontrol berbeda dikarenakan jumlah koloni bakteri
yang tumbuh dari fermentasi terkendali lebih banyak dibandingkan pada fermentasi
kontrol. Hal tersebut dikarenakan adanya penambahan inokulum bakteri pada
fermentasi terkendali [106] dan [104], sehingga jumlah bakteri yang tumbuh lebih
banyak. Fermentasi kontrol dilakukan secara spontan, tanpa adanya penambahan
inokulum bakteri. Bakteri yang tumbuh pada fermentasi kontrol merupakan bakteri

17

alami hasil dari proses fermentasi, sehingga hasilnya lebih sedikit karena tidak ada
penambahan inokulum bakteri (Surono 2004).
Selain menganalisis hasil fermentasi dengan melihat pengaruh faktor-faktor
fermentasi, penelitian ini juga dilakukan analisis data menggunakan SPSS versi
20.0 dengan uji statistik Analysis of Variance (Sugiyono 2003). Interaksi antara
lama fermentasi dan jumlah koloni bakteri yang tumbuh berpengaruh nyata
(p