Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus Kemitraan UD Ragheed Pangestu dengan Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Ciawi Bogor)
i
ANALISIS PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP
PENDAPATAN USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH
(Kasus Kemitraan UD Ragheed Pangestu dengan Petani Jamur
Tiram Putih di Kecamatan Ciawi Bogor)
ELISA ROHDEARNI SIPAYUNG
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh
Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus Kemitraan
UD Ragheed Pangestu dengan Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Ciawi
Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Elisa Rohdearni Sipayung
NIM H34114060
*
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
i
ABSTRAK
ELISA ROHDEARNI SIPAYUNG. Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap
Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus Kemitraan UD Ragheed
Pangestu dengan Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Ciawi Bogor).
Dibimbing oleh HENY K. DARYANTO.
Pada umumnya kendala yang dihadapi petani jamur tiram putih adalah
kesulitan memperoleh bahan baku, keterbatasan modal, teknologi yang sederhana,
harga jual yang rendah serta kurangnya informasi pasar. Salah satu upaya petani
dalam mengatasi kendala tersebut adalah dengan mengikuti kemitraan. Ragheed
Pangestu merupakan perusahaan yang bergerak di komoditi jamur tiram putih dan
melakukan kemitraan dengan petani. Pentingnya melakukan penelitian ini adalah
karena masih adanya kecurangan yang dilakukan petani mitra dari perjanjian yang
telah disepakati sehingga perlu dilakukan analisis dalam kemitraan dan
membandingkan pendapatan petani mitra dan non mitra. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kemitraan sudah memberikan manfaat kepada petani mitra
akan tetapi belum dapat meningkatkan pendapatan petani mitra. Secara umum
pendapatan usahatani petani non mitra masih lebih besar daripada petani mitra.
Untuk kemitraan, perusahaan perlu mengevaluasi kemitraan yang dijalankan
selama ini agar lebih efisien dan menguntungkan kedua belah pihak.
Kata kunci: jamur tiram putih, kemitraan, pendapatan
ABSTRACT
ELISA ROHDEARNI SIPAYUNG. The Analysis of Partnership Influence to
White Oyster Mushrooms Income (In Case of UD Ragheed Pangestu Partnership
with White Oyster Mushrooms Farmers in Ciawi Bogor). Supervised by HENY K.
DARYANTO.
In general the difficulties which are faced by white oyster mushrooms
farmers are obtaining raw materials, limited capital, simple technology, low
selling prices and lack of market information. One of the farmers efforts to handle
that constraint is to joint a partnership. Ragheed Pangestu is a company that
moves in the business of white oyster mushrooms which do partnerships with
farmers. The importance of doing this research is because still existence of
cheating which is committed by partner farmer of the agreed agreement, so that it
needs to analyze the partnership that is run and compare the farmer income of
partners and non partners. The research showed that the partnership is already
providing benefits to partner farmers but has not been able to increase the income
of partner farmers. Generally the income of farming from non partner farmers
still greater than the partner farmers. For the partnership, companies need to
evaluate partnerships being run to make it more efficient and profitable to both of
sides.
Keywords: white oyster mushrooms, partnership, income
ii
ANALISIS PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP
PENDAPATAN USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH
(Kasus Kemitraan UD Ragheed Pangestu dengan Petani Jamur
Tiram Putih di Kecamatan Ciawi Bogor)
ELISA ROHDEARNI SIPAYUNG
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
iii
Judul skripsi
Nama
NIM
: Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani
Jamur Tiram Putih (Kasus Kemitraan UD Ragheed Pangestu
dengan Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Ciawi Bogor)
: Elisa Rohdearni Sipayung
: H34114060
Disetujui oleh
Dr Ir Heny K. Daryanto MEc
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
iv
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah yang penuh kasih, atas semua
berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis
Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus
Kemitraan UD Ragheed Pangestu dengan Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan
Ciawi Bogor) sebagai salah satu syarat kelulusan pada Program Alih Jenis
Agribisnis Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Heny K. Daryanto MEc,
selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dalam
memberikan bimbingan, arahan, saran, serta ilmu pengetahuannya selama
penyusunan skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih juga Bapak Aep selaku
General Manager Usaha Dagang Ragheed Pangestu yang telah banyak membantu
selama pengumpulan data.
Terimakasih juga kepada Ibu/Bapak dosen yang telah memberikan bekal
pengetahuan kepada penulis, seluruh petani mitra dan petani non mitra di
Kecamatan Ciawi Bogor, serta seluruh pihak yang telah membantu memberikan
berbagai informasi kepada penulis. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan
kepada ayah, ibu dan keluarga besar atas doa dan dorongan semangat yang
diberikan tak pernah putus, nasehat, serta kasih sayang yang diberikan kepada
penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman Jogi, Efi,
Dadang, Fitri, Debora, Keisty dan teman-teman Agribisnis Alih Jenis Dua yang
tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan sebagai bahan rujukan
untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
Bogor, Februari 2014
Elisa Rohdearni Sipayung
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Jamur Tiram Putih
Budidaya Jamur Tiram
Penelitian Terdahulu
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Data dan Metode Pengumpulan Data
Metode Pengambilan Responden
Metode Pengolahan Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambaran Umum Ragheed Pangestu
Gambaran Umum Petani Responden
Kemitraan Ragheed Pangestu
Analisis Kemitraan Ragheed Pangestu
Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
v
vi
vi
1
1
4
4
5
5
5
6
11
13
13
23
24
24
25
25
25
27
27
28
32
36
38
39
49
49
49
50
52
64
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Produksi sayuran di Indonesia tahun 2008 - 2012
Perbandingan kandungan gizi jamur tiram putih dengan makanan lain
Sentra produksi jamur tiram putih di daerah Jawa Barat
Jumlah, produksi dan produktivitas jamur tiram putih per kecamatan di
Kabupaten Bogor tahun 2012
5 Jenis dan sumber data
6 Kelompok usia petani responden
7 Jumlah tanggungan keluarga petani responden
1
2
2
3
25
33
33
vi
8 Tingkat pendidikan petani responden
33
9 Pengalaman bertani petani responden
34
10 Pekerjaan diluar usahatani petani responden
34
11 Alasan petani responden berusaha jamur tiram putih
35
12 Alasan petani mitra mengikuti kemitraan
35
13 Hak dan kewajiban pelaku kemitraan
37
14 Kriteria kemitraan Ragheed Pangestu
38
15 Biaya pembuatan baglog petani non mitra per 10 000 baglog
41
16 Struktur biaya produksi petani mitra dan non mitra per 10 000 baglog
46
17 Penerimaan petani mitra dan non mitra jamur tiram putih per 10 000 baglog 47
18 Perhitungan pendapatan petani mitra dan non mitra per 10 000 baglog
48
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Pola kemitraan inti-plasma
Pola kemitraan sub kontrak
Pola kemitraan dagang umum
Pola kemitraan keagenan
Pola kemitraan kerjasama operasional
Pola kemitraan waralaba
Kerangka pemikiran operasional
Struktur Organisasi UD. Ragheed Pangestu
15
16
17
17
18
19
24
29
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Analisis pendapatan usahatani jamur tiram putih petani mitra
Analisis pendapatan usahatani jamur tiram putih petani non mitra
Dokumentasi usahatani jamur tiram putih petani mitra dan non mitra
Kuisioner penelitian untuk petani
Kuisioner penelitian untuk perusahaan inti
53
54
55
56
62
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan
penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan
pangan, juga berperan sebagai sumber mata pencaharian bagi masyarakat
Indonesia dan memberikan sumbangan untuk pembangunan nasional dalam
bentuk PDB (Produk Domestik Bruto) sebesar 14.43 persen pada tahun 2013.1
Sektor pertanian terdiri dari beberapa subsektor yaitu subsektor perkebunan,
pangan, dan hortikultura. Hortikultura adalah subsektor pertanian yang terdiri dari
kelompok tanaman sayuran (vegetables), buah (fruits), tanaman berkhasiat obat
(medicinal plants), tanaman hias (ornamental plants) termasuk didalamnya
tanaman air, lumut dan jamur yang dapat berfungsi sebagai sayuran, tanaman obat
atau tanaman hias.2 Beberapa komoditas sayuran di Indonesia mengalami
peningkatan produksi seiring semakin meningkatnya permintaan masyarakat,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Produksi sayuran di Indonesia tahun 2008 - 2012
N
o
Komoditas
1
Bawang
merah
Kentang
2
3
4
5
2008
Jamur
Bawang
putih
Tomat
2009
Tahun (ton)
2010
853 615
965 164
1 071 543
43 047
12 339
1 176
304
38 465
15 419
1 048
934
1 060
805
61 376
12 295
725 973
853 061
891 616
Pertumbu
han 20082012 (%)
2011
2012
893 124
964 195
12.95
955 488
2.12
45 854
14 749
1 094
232
48 886
17 630
13.56
42.88
954 046
893 463
23.07
Sumber: Departemen Pertanian (2013b)
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa komoditas jamur mengalami
pertumbuhan sebesar 13.56 persen dari tahun 2008 ke tahun 2012 yang
menunjukkan bahwa komoditas jamur semakin meningkat permintaannya karena
masyarakat mulai menyadari bahwa jamur bukan sekedar makanan yang bergizi
tinggi tetapi juga mengandung khasiat obat. Apalagi jika dikaitkan dengan
kehidupan masyarakat yang mulai bergeser ke arah back to nature yang menuntut
adanya pangan yang aman dan bergizi membuat permintaan tanaman yang
menggunakan sedikit pestisida atau zat kimia semakin meningkat. Jenis jamur
yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jamur tiram putih. Jamur
tiram putih adalah jamur yang hidupnya pada kayu-kayu lapuk, serbuk gergaji,
1
Persentase produk domestik bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=11¬ab=5
27
Februari 2014
2
Pengertian hortikultura
http://dipertanhut.purworejokab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=76&Item
id=138 20 Juni 2013
2
limbah jerami atau limbah kapas. Perbandingan kandungan gizi pada jamur tiram
putih dengan beberapa bahan pangan lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perbandingan kandungan gizi jamur tiram putih dengan makanan lain
Bahan makanan
Protein (%)
Lemak (%
Karbohidrat (%)
Jamur merang
1.8
27.0
8.4
Jamur tiram putih
10 – 30.0
1 – 3.0
2 – 56.6
Jamur kuping
1.5
Daging sapi
0.3
1.6
0.5
Bayam
5.5
2.2
Kentang
0.1
1.3
2.4
Kubis
4.0
58.0
82.8
Seledri
0.5
1.7
20.9
Buncis
4.2
0.2
0.2
Sumber: Achmad et al. (2011)
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa jamur tiram putih memiliki kandungan gizi
yang lebih baik dibanding makanan lain maupun dengan jenis jamur kayu lainnya
karena mengandung protein yang tinggi dan rendah lemak sehingga sangat baik
untuk dikonsumsi manusia karena tidak mengandung kolesterol. Berdasarkan
informasi dari Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia (MAJI), produsen terbesar
untuk jamur tiram putih adalah wilayah Jawa Barat seperti Bandung, Bogor,
Sukabumi dan Karawang dan sebagian besar produksi jamur tiram tersebut
dipasarkan dalam bentuk segar ke kota–kota besar yang menjadi tujuan pasar
utama seperti Jakarta dan Bandung. Sentra produksi jamur tiram putih di Jawa
Barat dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Sentra produksi jamur tiram putih di daerah Jawa Barat
N
o
Kabupat
en / Kota
2008
Produksi Jamur (ton)
2009
2010
2011
1 Karawang 3 811 559
1 851 128
2 Bogor
638 969
26 167
3 Bandung
54 535
105 174
4 Bekasi
35 239
161 620
5 Ciamis
3 823
354
Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat (2013)
7 304 916
696 483
276 471
122 624
40 089
18 377 013
2 724 851
120 007
91 365
14 138
2012
Peningk
atan
produk
si (%)
17 653 613
3 098 349
295 688
109 250
32 804
363.16
384.90
442.20
210.03
758.07
Tabel 3 menunjukkan Bogor termasuk daerah penghasil jamur terbesar di
Jawa Barat dan terjadi peningkatan produksi dari tahun 2008 ke tahun 2011
sebesar 384.9 persen. Salah satu daerah di Bogor yang menjadi sentra produksi
jamur tiram putih adalah Kecamatan Ciawi yang berpotensi pertanian karena
letaknya yang tinggi sehingga udaranya dingin dan sejuk sehingga cocok untuk
budidaya jamur tiram putih. Untuk jumlah, produksi dan produktivitas jamur
tiram putih per kecamatan di Kabupaten Bogor pada tahun 2012 tertera pada
Tabel 4.
3
Tabel 4 Jumlah, produksi dan produktivitas jamur tiram putih per kecamatan di
Kabupaten Bogor tahun 2012
No
Kecamatan
Jumlah (log)
Produksi (kg)
Produktivitas
(kg/log)
1
Tamansari
201 100
57 500
0.28
2
Leuwiliang
30 000
14 000
0.46
3
Cibungbulang
16 000
4 800
0.30
4
Dramaga
510 000
253 000
0.49
5
Ciawi
375 000
190 000
0.50
6
Cisarua
385 000
203 000
0.53
7
Pamijahan
115 000
67 000
0.58
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2013)
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tahun 2012 produktivitas jamur tiram
putih di Kecamatan Ciawi adalah 0,5 kg/log dan merupakan wilayah yang
produktif memberikan sumbangan produksi jamur tiram putih di Kabupaten
Bogor. Usaha budidaya jamur tiram putih di Kecamatan Ciawi tidak terlepas dari
berbagai kendala yang dihadapi. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan,
usaha budidaya jamur tiram putih di Kecamatan Ciawi memiliki skala usaha yang
relatif kecil, permodalan yang terbatas, teknologi budidaya yang sederhana,
ketidakjelasan informasi pasar yaitu harga jual jamur, ketidakjelasan cuaca dan
iklim yang akan mempengaruhi produksi serta risiko harga. Petani membutuhkan
pasar atau tempat untuk menampung hasil panen setiap hari karena jamur
merupakan komoditi yang cepat rusak dan busuk serta tidak tahan lama bila lebih
dari sehari. Selain itu petani juga memiliki posisi tawar yang rendah untuk
menentukan harga walaupun pada saat ini permintaan akan jamur tiram sangat
tinggi. Harga jamur tiram putih segar di tingkat petani antara Rp6 000 – Rp9 000
per kilogram sedangkan harga di tingkat konsumen dapat mencapai Rp10 000 –
Rp12 000 per kilogram tergantung musim panen. Dengan berbagai kendala yang
dihadapi, petani harus dapat mengelola usahanya agar mendapatkan keuntungan
yang maksimal.
Salah satu alternatif petani untuk mengatasi kendala tersebut adalah
mengikuti lembaga kemitraan. Hal ini dikaitkan dengan adanya landasan
peraturan mengenai kemitraan di Indonesia yang diatur oleh Peraturan Pemerintah
Nomor 44 tahun 1997 yang menyebutkan bahwa kemitraan merupakan kerjasama
antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar dengan memperlihatkan
prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.3 Pada
kemitraan pihak perusahaan memfasilitasi petani kecil dengan teknik budidaya,
bahan baku yang kontinyu dan kepastian pemasaran hasil, sementara pihak petani
kecil melakukan proses produksi sesuai dengan petunjuk teknis dari pihak
perusahaan kemitraan. Di Kecamatan Ciawi ini terdapat salah satu perusahaan
jamur tiram putih yaitu Ragheed Pangestu yang melakukan kemitraan dengan
petani, memproduksi bibit dan baglog, melakukan budidaya jamur tiram putih dan
memasarkan jamur tiram putih segar baik dari perusahaan maupun petani mitra.
3
Peraturan pemerintah nomor 44 tahun 1997 tentang kemitraan presiden republik Indonesia
http://www.depkop.go.id 5 Januari 2014
4
Perumusan Masalah
Usaha budidaya jamur tiram putih di Kecamatan Ciawi memiliki skala
usaha yang relatif kecil, modal yang terbatas, teknologi budidaya yang sederhana,
ketidakjelasan harga jual jamur, ketidakjelasan cuaca dan iklim, risiko hasil panen
tidak habis terjual setiap harinya serta sulit memperoleh baglog yang berkualitas.
Oleh karena itu, beberapa petani memilih bergabung dengan salah satu
perusahaan kemitraan di Kecamatan Ciawi yaitu UD. Ragheed Pangestu yang
terletak di Desa Jambuluwuk yang telah berdiri selama 7 tahun. Saat ini, jumlah
petani jamur tiram putih yang bermitra dengan UD. Ragheed Pangestu sebanyak
13 petani yang tersebar di beberapa desa di Kecamatan Ciawi dengan rata-rata
memelihara minimal 10 000 baglog per petani. Dalam kemitraan UD. Ragheed
Pangestu berperan sebagai inti dan petani sebagai plasma atau mitra.
Petani jamur tiram putih di Kecamatan Ciawi dan sekitarnya tidak
semuanya melakukan kemitraan. Petani yang bermitra biasanya mengalami
kendala dalam permodalan, perolehan bahan baku dan pemasaran sedangkan
petani yang tidak bermitra sudah memiliki modal yang banyak dan mampu
memasarkan sendiri karena telah memiliki pasar sendiri. Tujuan dari kemitraan ini
adalah meningkatkan pendapatan dan skala usaha baik dari pihak perusahaan
maupun petani. Dalam kerjasama ini dibuat kesepakatan atau perjanjian antara
petani dan perusahaan, akan tetapi dalam pelaksanaannya terdapat kendala yang
dihadapi baik oleh petani maupun oleh perusahaan. Kendala tersebut adalah
perjanjian yang disepakati oleh petani mitra dan perusahaan tidak tertulis yang
menyebabkan adanya peluang petani mitra melanggar perjanjian dengan
melakukan penjualan hasil panen keluar perusahaan inti karena tidak ada jumlah
minimum setor dari perusahaan untuk jumlah setor per harinya. Tujuan petani
melakukan penjualan ke pihak lain adalah untuk mendapatkan harga yang lebih
tinggi dibanding harga yang diperoleh dari perusahaan. Dengan adanya
permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji
yaitu:
1. Bagaimana pelaksanaan kemitraan antara petani jamur tiram putih di
Kecamatan Ciawi Bogor dengan Ragheed Pangestu?
2. Bagaimana perbandingan pendapatan petani jamur tiram putih yang bermitra
dengan Ragheed Pangestu dan yang tidak bermitra?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Mengkaji pelaksanaan kemitraan yang dijalankan oleh Ragheed Pangestu
dengan petani mitra.
2. Menganalisis pendapatan usahatani pada petani mitra dengan Ragheed
Pangestu dan petani non mitra jamur tiram putih.
5
Manfaat Penelitian
1.
2.
3.
Kegunaaan dari penelitian ini, antara lain :
Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi perusahaan untuk mengambil
keputusan dan menyempurnakan pelaksanaan kemitraan yang telah
berlangsung sehingga akan ada hubungan kemitraan yang semakin kuat
diantara kedua belah pihak.
Sebagai tambahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
Sebagai wahana bagi peneliti untuk mengaplikasikan pengetahuan kemitraan
dan analisis usahatani secara langsung dalam kehidupan sehari-hari.
TINJAUAN PUSTAKA
Jamur Tiram Putih
Dalam Achmad et al. (2011) tentang budidaya jamur, dijelaskan jamur
merupakan jenis tumbuhan yang bersifat heterotrof, tidak mempunyai klorofil
sehingga tidak dapat menghasilkan makanannya sendiri dan mengambil zat-zat
makanan dengan menyerap hasil penguraian materi organik. Jamur termasuk
dalam kelompok fungi yang memiliki tubuh buah seperti payung yang terdiri dari
akar, batang, dan tudung, tubuhnya terdiri dari bagian tegak yang berfungsi
sebagai batang penyangga tudung serta tudung yang berbentuk mendatar atau
membulat.
Berdasarkan warna tubuh buahnya, menurut Achmad et al. (2011) jamur
tiram dibagi menjadi tiga jenis, yaitu jamur tiram putih, jamur tiram merah, dan
jamur tiram cokelat. Jamur tiram putih memiliki ciri warna tudungnya putih susu
sampai putih kekuningan dengan garis tengah 5-25 cm. Bila dibandingkan dengan
jenis jamur tiram yang lain, jamur tiram putih lebih popular daripada yang lain
dan budidayanya jauh lebih mudah sehingga sangat potensial untuk
dikomersialkan karena tingkat keuntungan yang dihasilkan relatif tinggi.
Diversifikasi produk jamur tiram putih dapat berbentuk segar, kering, kaleng atau
diolah menjadi keripik, jamur crispy, bakso, sate dan lainnya. Hal ini membuat
kebutuhan pasar jamur tiram putih menjadi luas dan permintaan akan jamur tiram
putih terus meningkat baik dalam bentuk segar maupun olahan. Kedudukan jamur
tiram putih dalam dunia fungi adalah sebagai berikut.
Kerajaan
:
Fungi
Filum
:
Basidiomycota
Kelas
:
Homobasidiomycetes
Ordo
:
Agaricales
Famili
:
Tricholomataceae
Genus
:
Pleurotus
Spesies
:
Pleurotus ostreatus
6
Budidaya Jamur Tiram
Sarana Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih
Chazali dan Pertiwi (2010), Achmad et al. (2011), Nurjayadi dan
Martawijaya (2011), dan Genders (2013) menjelaskan tentang budidaya jamur
tiram putih, dimana sebelum memulai tahap pelaksanaan budidaya dibutuhkan
persiapan sarana yaitu memilih lokasi lahan, tata ruang dan sarana pendukung
lainnya agar sesuai dengan syarat tumbuh.
1.
Lokasi Budidaya
Persiapan budidaya dimulai dengan pemilihan lahan, dimana lokasi budidaya
dan pembibitan yang dipilih harus sesuai dengan syarat tumbuh miselium jamur,
kebersihannya harus terjamin, jauh dari kandang ternak, pabrik atau pembakaran
sampah untuk mencegah dari hama dan penyakit pada jamur, lokasi budidaya dan
pembibitan harus berdekatan dengan sumber bahan baku agar mengurangi biaya
transportasi, tersedia fasilitas air bersih yang lancar dan bila diperlukan tersedia
fasilitas listrik. Lokasi juga sebaiknya dipilih berdekatan dengan daerah
pemasaran jamur agar ketika melakukan pemasaran kualitas jamur tetap terjaga
kesegarannya. Lokasi pembuangan baglog jamur juga harus diperhatikan agar
tidak menjadi masalah apabila tidak ditangani dengan baik. Untuk pembuatan
bibit, sebaiknya dilakukan dalam laboratorium untuk menghindari kontaminasi
dalam budidaya jamur. Untuk skala rumah tangga, lokasi budidaya dapat
dilakukan dalam dapur, kamar atau pekarangan rumah.
2.
Rumah Jamur/Kumbung
Rumah jamur merupakan bangunan yang biasa digunakan sebagai tempat
pertumbuhan jamur tiram dimulai dari proses pembuatan baglog, menumbuhkan
miselia hingga menumbuhkan tubuh buah jamur tiram. Rumah jamur ada dua
macam, yaitu rumah jamur untuk skala industri besar dan rumah jamur sederhana
yang biasa digunakan oleh petani berbentuk kumbung. Ukuran dan bentuk rumah
jamur/kumbung disesuaikan dengan kebutuhan baglog yang akan ditampung dan
jenis jamur yang akan dibudidayakan. Bahan yang diperlukan untuk membangun
kumbung antara lain tiang, kaso, bambu, atau kayu yang telah diawetkan.
Pembuatan kumbung dapat dilakukan secara semipermanen atau permanen
sesuai dengan kebutuhan dan skala budidaya yang dilakukan. Kumbung
semipermanen dibuat dari bahan yang sederhana seperti bambu dan kayu
sedangkan kumbung permanen dibuat dari beton. Pembuatan rumah
jamur/kumbung sebaiknya menghadap arah utara-selatan, untuk menghindari
sinar matahari langsung yang dapat mempengaruhi lingkungan di dalam
kumbung. Untuk lantai rumah jamur/kumbung sebaiknya disemen untuk
memudahkan merawat kebersihan kumbung. Untuk atap rumah jamur/kumbung
semipermanen dapat menggunakan rumbia yang dilapisi plastik dan untuk
bangunan permanen dapat menggunakan seng.
7
Kumbung juga sebaiknya dilengkapi dengan jendela untuk mengatur sirkulasi
udara dan pintu yang berfungsi untuk memasukkan dan mengeluarkan media
tanam dari kumbung. Pintu sebaiknya dibuat serapat mungkin agar lingkungan
tumbuh jamur di dalam kumbung tidak terpengaruh dengan lingkungan diluar
kumbung. Kumbung juga harus dilengkapi dengan selokan untuk menyalurkan
sisa air penyiraman jamur sehingga tidak tergenang di dalam kumbung. Di dalam
kumbung, sebaiknya dilengkapi dengan rak, pemanas ruangan, pendingin
ruangan, dan pelembap ruangan. Rak tersebut untuk menyimpan media tanam
bibit jamur yang telah diinokulasi dan tempat baglog jamur yang akan disusun.
Untuk rak, sebaiknya terbuat dari besi, aluminium atau galvanis. Penggunaan rak
dari kayu atau bambu akan menjadi tempat tumbuh sementara bagi kontaminan
yang akhirnya akan merusak media tanam bibit jamur. Rak dibuat petak dengan
jarak antarpetak sekitar 100 cm untuk memudahkan aktivitas dalam budidaya
seperti menaikkan media tanam, penyiraman jamur, panen ataupun pengeluaran
media tanam.
Pemanas ruangan berfungsi untuk proses pasteurisasi substrat di dalam
kumbung atau untuk menaikkan suhu ruangan kumbung saat suhu ruangan
kumbung turun. Pemanas ruangan sederhana dibuat dari drum yang diberi pipa
besi atau bambu yang dilubangi tengahnya dengan diameter 2-3 inci yang
dihubungkan ke dalam kumbung. Cara kerja pemanas ruangan adalah
mengalirkan uap panas yang dihasilkan dari drum berisi air yang direbus sampai
mendidih. Sedangkan pendingin ruangan berfungsi untuk mendinginkan ruangan
saat proses pembentukan tubuh buah jamur atau untuk menurunkan suhu ruangan
saat suhu ruangan naik, yang dapat mengganggu pertumbuhan miselium atau
jamur. Biasanya alat pendingin ruangan berupa blower atau AC.
Pelembap ruangan berfungsi untuk melembapkan udara ruangan saat
perkembangan miselium mengolonisasi substrat (fase vegetatif) atau saat
kelembapan udara ruangan rendah. Biasanya alat pelembap ruangan berupa
humidifier. Adapun cara sederhana dengan menyemprotkan air dari pompa siram
dengan posisi nozel air yang keluar berupa kabut. Sebelum menggunakan rumah
jamur/kumbung, biasanya disemprot desinfektan terlebih dahulu agar udara dalam
kumbung tidak tercemar polusi sehingga dapat menghindari jamur terkontaminasi
hama penyakit.
Biasanya rumah jamur/kumbung dilengkapi dengan ruangan pendukung,
seperti gudang bahan baku dan bahan bantu, ruangan penyiapan media, ruangan
inokulasi dan ruangan inkubasi. Gudang bahan baku sebagai tempat untuk
menyimpan bahan baku, baik untuk pembuatan bibit jamur maupun media tanam
untuk budidaya. Sedangkan gudang bahan bantu untuk menyimpan bahan bantu,
baik dalam proses pembuatan bibit maupun budidaya jamur. Ruangan penyiapan
media untuk pembibitan digunakan untuk menyiapkan media bibit jamur mulai
dari proses pembersihan bahan baku, pemasakan bahan baku, penirisan bahan
baku, pencampuran bahan baku dan bahan bantu, pengemasan media, hingga
proses sterilisasi media. Ruangan penyiapan media budidaya untuk menyiapkan
media tanam jamur, muai dari proses pembasahan bahan baku, pencampuran
bahan baku dan bahan bantu, pembalikan media tanam, pengemasan media tanam,
dan proses sterilisasi media.
Ruang inokulasi digunakan untuk proses transfer miselium dalam keadaan
steril. Ruang inokulasi perlu dijaga kebersihan dan higienitasnya, maka perlu
8
dilakukan sanitasi setiap hari agar ruangan benar-benar steril bebas dari
mikroorganisme yang akan mengontaminasi, baik media bibit maupun media
tanam jamur. Ruang inkubasi digunakan untuk membantu menumbuhkan
miselium jamur pada media tanam hasil proses inokulasi. Dalam proses budidaya,
ruang inkubasi di dalam kumbung untuk menyimpan media tanam yang telah
diinokulasi.
3.
Prasarana
Untuk pembuatan bibit danbudidaya perlu didukung sarana dan prasarana
yang mencukupi. Berikut bahan dan peralatan yang dibutuhkan.
1) Bahan
Bahan pendukung baik pembuatan bibit maupun budidaya jamur terdiri dari
bahan baku, bahan bantu dan bahan sanitasi. Untuk bahan bakunya adalah jerami,
limbah kapas, dan serbuk gergaji. Bahan baku yang diperlukan harus diperhatikan
ketersediaannya, kontinuitas, harganya dan tidak menyimpang dari standar yang
telah ditentukan agar kualitas bibit yang dihasilkan sesuai standar dan tidak gagal
dalam proses budidaya. Bahan bantu adalah bahan pelengkap yang diperlukan
dalam pembuatan bibit maupun budidaya jamur. Adapun bahan bantu yaitu
kalsium karbonat (CaCO3), gipsum (CaSO4), dan bekatul. Bahan pelengkap yaitu
kalsium karbonat (CaCO3), gipsum (CaSO4), bekatul, tanah casing, amonium
sulfat (ZA) dan urea. Bahan sanitasi diperlukan untuk menjaga lingkungan tetap
bersih dan steril dari mikroorganisme yang merugikan. Bahan sanitasi yang biasa
digunakan adalah formalin 2%, alkohol 70 % dan fungisida.
2) Perlengkapan dan peralatan
Perlengkapan yang diperlukan untuk pembuatan bibit adalah plastik tahan
panas, cincin paralon (neck), dan kapas sedangkan untuk peralatan adalah
autoklaf, alat-alat gelas, laminar air flow (LAF), pinset, skalpel/pisau, bunsen,
timbangan, incubator, thermometer dan higrometer. Kantong plastik sebagai
wadah media bibit jamur, cincin paralon untuk membentuk leher pada kantong
plastik agar dapat memudahkan memasukkan inokulum pada saat proses
inokulasi, kapas berfungsi untuk menyumbat lubang neck yang terdapat pada
media tanam jamur dengan tujuan agar tidak tumpah dan mencegah kontaminasi
masuk ke dalam media jamur dan sebagai saringan pertukaran udara yang terdapat
di dalam media tanam jamur dengan udara luar.
Autoklaf merupakan alat yang digunakan untuk mensterilkan peralatan isolasi
dan media tanam. Alat-alat gelas yang dibutuhkan yaitu cawan petri, labu
erlenmeyer, gelas ukur, botol, dan tabung reaksi. Cawan petri dan tabung reaksi
digunakan untuk proses pembuatan biakan murni, botol digunakan untuk proses
pembuatan bibit induk, labu erlenmeyer dan gelas ukur digunakan saat pembuatan
media tanam untuk biakan murni. Laminar air flow (LAF) digunakan sebagai
tempat isolasi tubuh jamur atau inokulasi saat pembuatan biakan kultur murni,
bibit induk, dan bibit semai. Pinset berfungsi untuk mengambil/menjepit potongan
jaringan tubuh buah jamur yang dimasukkan ke dalam cawan petri atau tabung
9
reaksi saat proses isolasi. Sebelum digunakan, pinset harus disterilkan terlebih
dahulu dengan cara dicelupkan ke dalam alkohol.
Skalpel/pisau berfungsi untuk memotong jaringan tubuh buah jamur saat
isolasi. Bunsen atau lampu spirtus digunakan untuk melakukan sterilisasi pada
alat-alat isolasi. Timbangan digunakan untuk menimbang bahan-bahan yang akan
digunakan untuk membuat media tanam agar media tanam konsisten. Inkubator
berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil isolasi tubuh buah jamur atau hasil
inokulasi bibit jamur hingga media tanam terkolonisasi miselium. Termometer
adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu media tanam dan higrometer
adalah alat untuk mengukur kelembapan udara ruangan.
Untuk peralatan budidaya adalah drum pasteurisasi, termometer, higrometer,
sprayer, pH meter, pisau petik, dan keranjang petik. Drum pasteurisasi adalah alat
yang digunakan dalam proses pasteurisasi media tanam jamur yang berfungsi
untuk mengeluarkan uap panas yang akan dialirkan ke dalam tempat media tanam
jamur yang akan dipasteurisasi. Sprayer digunakan untuk memerciki lingkungan
dalam kumbung agar kelembapannya tetap terjaga dan untuk menyiram jamur. pH
meter digunakan untuk mengukur derajat keasaman media tanam jamur. Pisau
petik untuk memotong tubuh buah jamur saat panen atau mengambil bonggol
jamur ketika ada yang tidak baik. Dan keranjang petik untuk tempat jamur yang
telah dipanen.
Budidaya Jamur Tiram Putih
Proses produksi merupakan tahapan penting dalam budidaya jamur tiram,
karena pada tahap ini siklus hidup jamur berlangsung. Tahapan kegiatan dalam
budidaya jamur tiram meliputi persiapan media tanam, pengemasan media tanam,
sterilisasi media tanam, inokulasi, inkubasi, pembentukan tubuh buah dan
pemanenan.
1. Persiapan Media Tanam
Persiapan media tanam meliputi formulasi substrat, pembasahan awal,
pengomposan dan pengemasan media. Formulasi substrat adalah bahan-bahan
untuk membuat media tanam terdiri dari kayu yang telah diayak (85-90%),
bekatul (10-15%) dan kalsium karbonat (1-2%) sehingga akan diperoleh media
tanam jamur berupa serbuk kayu. Pembasahan awal pada serbuk kayu dilakukan
sampai merata, dimana campuran bekatul dan kalsium karbonat ditambahkan
dalam serbuk kayu dan diaduk rata hingga diperoleh kadar airnya sekitar 60-70%.
Kemudian serbuk kayu dikomposkan selama 7-10 hari agar proses pengomposan
rata dan berubah warna menjadi cokelat atau kehitaman dan serbuk kayu siap
untuk digunakan.
2. Pengemasan Media Tanam
Serbuk kayu yang selesai proses pengomposannya dikemas dalam kantong
plastik dan dipadatkan sehingga menyerupai baglog (log kayu). Kemudian ujung
plastik dipasang ring kemudian ditutup dengan kapas dan dipasang dengan plastik
10
penutup baglog dengan tujuan agar air tidak masuk ke dalam baglog saat
sterilisasi.
3. Sterilisasi Media
Tujuan dari sterilisasi adalah membunuh mikroorganisme yang merugikan
dalam budidaya jamur tiram putih. Sterilisasi dilakukan pada suhu 95oC selama 90
menit. Baglog yang sudah disterilisasi kemudian didinginkan hingga suhunya
mencapai suhu ruangan 25oC agar menghindari serbuk kayu masih dalam keadaan
panas saat inokulasi yang dapat menghambat pertumbuhan bibit jamur tiram
putih.
4. Inokulasi
Setelah baglog dingin, maka dimasukkan atau inokulasi bibit jamur tiram
putih ke dalam media tanam. Proses inokulasi harus steril agar serbuk kayu tidak
terkontaminasi dari mikroorganisme yang merugikan. Cara inokulasi adalah
sebagai berikut:
a) Siapkan bibit semai jamur tiram dan baglog.
b) Jika menggumpal, lakukan penguraian bibit semai terlebih dahulu dengan cara
memukul-mukulkan botol ke sandal karet (digojok).
c) Semprot meja bersih dengan larutan alkohol 70 % sampai merata.
d) Setelah kering, nyalakan bunsen dalam meja bersih.
e) Benamkan skalpel dalam alkohol dan panaskan sampai membara, lalu
dinginkan.
f) Buka tutup botol yang berisi biakan bibit semai jamur tiram dan baglog.
g) Ambil media biakan dengan skalpel.
h) Masukkan media biakan dengan bibit semai ke dalam baglog, kemudian tutup
baglog dengan kapas. Baglog siap untuk diinkubasi.
5. Inkubasi
Setelah baglog selesai diinokulasi, maka tahap selanjutnya adalah inkubasi.
Tujuan dari inkubasi adalah membantu menumbuhkan miselium jamur tiram pada
kondisi yang sesuai. Baglog diletakkan pada ruangan khusus tanam dengan cara
baglog disusun di rak-rak yang sudah disterilkan terlebih dahulu dan dijaga suhu
dan kelembapannya. Suhu diatur berkisar 25-28oC dan kelembapan udara sekitar
80-90% dan cahaya ruangan diatur dengan cara menutup pintu dan ventilasi.
Lama proses inkubasi berkisar 4-5 minggu setelah inokulasi. Ciri dari inkubasi
adalah miselium jamur tiram yang berwarna putih menyelimuti seluruh baglog.
6. Perawatan saat Pembentukan Tubuh Buah
Setelah baglog dipenuhi oleh miselium maka pembentukan tubuh buah
jamur tiram dimulai. Dimana proses awalnya adalah memberikan tekanan (stres)
kepada baglog berupa perbedaan suhu, kelembapan dan pemberian oksigen.
Pemberian oksigen dilakukan dengan cara membuka baglog yang sudah dipenuhi
miselium. Cara membuka baglog dengan membuka kapas penutup atau menyobek
11
plastik media tanam dan dibiarkan selama 3-7 hari. Setelah itu akan mulai terlihat
calon jamur tiram (primordia) yang berbentuk jonjot-jonjot berwarna keputihan
dan beberapa hari kemudian akan bertumbuh sampai membentuk batang dan
tudung, kemudian jamur dapat dipanen. Penyiraman dalam ruangan harus
dilakukan minimal sekali dalam sehari dan diatur cahayanya dengan membuka
pintu atau mengatur ventilasi. Untuk petani skala kecil, biasanya membeli bibit
jamur daripada membuat bibit jamur sendiri karena biaya produksinya akan lebih
mahal dibandingkan dengan hanya membeli bibit jamur yang siap semai dan
untuk mengurangi risiko kegagalan pembuatan bibit jamur.
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai kemitraan sudah banyak dilakukan sebelumnya, akan
tetapi kajian mengenai pola kemitraan jamur tiram putih masih sangat jarang
dilakukan. Hasil analisis dari beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
tujuan dilakukannya kemitraan adalah agar kedua belah pihak mendapatkan
keuntungan dilihat dari hasil pendapatan walaupun jenis komoditi dan bentuk
usaha dari petani inti berbeda-beda. Selain itu, tujuan dilakukannya penelitian
kemitraan adalah membandingkan pendapatan petani yang melakukan mitra dan
petani yang tidak melakukan kemitraan. Berdasarkan penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Nugraha (2012) dengan judul Analisis Peran Kemitraan terhadap
Pendapatan Petani Jamur Tiram Putih, Studi Kasus: Kemitraan Rimba Jaya
Mushroom dan Petani Jamur Tiram Putih, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor
dihasilkan bahwa kedua belah pihak mendapatkan keuntungan yaitu dari pihak
perusahaan mendapatkan pasokan jamur tiram putih yang terpenuhi dan petani
mitra memperoleh jaminan pasar, baglog yang berkualitas dan bimbingan
pemeliharaan baglog.
Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian oleh Utomo (2012) dengan judul
Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Petani Wortel di Agro Farm
Desa Ciherang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dengan hasil penelitian bahwa
kedua belah pihak yaitu petani mitra dan Agro Farm sama-sama mendapatkan
keuntungan yaitu pihak perusahaan mendapatkan pasokan wortel yang terpenuhi
dan sesuai grade (standar) perusahaan dan perusahaan tidak harus mengelola
usahatani sendiri untuk memproduksi wortel, sehingga dapat menghemat dalam
penggunaan sumberdaya lahan, modal, dan sumberdaya manusia sedangkan untuk
pihak petani mitra memperoleh jaminan pasar, keuntungan dan kemudahan dalam
memperoleh benih maupun saprotan yang digunakan untuk budidaya wortel.
Penelitian oleh Najmudinrohman (2010) dengan judul Pengaruh Kemitraan
terhadap Pendapatan Usahatani Tebu di Kecamatan Trangkil, Pati, Jawa Tengah
dimana membahas kemitraan antara petani tebu mitra dan petani tebu non mitra
dengan pabrik gula. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kedua belah pihak
mendapatkan keuntungan dimana pabrik gula mendapatkan jaminan pasokan
bahan baku dan petani memperoleh kemudahan dalam mengakses pinjaman
berbunga lunak untuk perluasan lahan sehingga meningkatkan produksi tebu
petani yang akan berdampak pada perolehan pendapatan yang lebih tinggi.
Aryani (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh
Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah (Kasus Kemitraan PT
12
Garudafood dengan Petani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan Jangkar,
Kabupaten Situbondo, Jawa Timur) dimana diperoleh masih terdapat beberapa hal
yang tidak sesuai dengan perjanjian kemitraan. Seperti masih ada petani yang
menggunakan pupuk tidak sesuai dosis anjuran, menjual hasil produksi ke
perusahaan lain, dan waktu tanam yang tidak sesuai dengan perjanjian. Meskipun
demikian, pelaksanaan kemitraan tersebut memberikan manfaat kepada petani,
yaitu adanya jaminan pasar, kepastian harga, meningkatkan pendapatan dan
menambah pengetahuan mengenai budidaya kacang tanah.
Dilihat dari segi pendapatan usahatani, usahatani dikatakan menguntungkan
apabila nilai R/C lebih besar dari satu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Nugraha (2012), hasil analisis usahatani menunjukkan pendapatan petani mitra
dan petani non mitra sama-sama menguntungkan karena semua nilai R/C lebih
besar dari satu walaupun pendapatan petani mitra lebih besar dibandingkan
dengan petani non mitra. Hasil perhitungan dapat diketahui R/C atas biaya tunai
dan total petani mitra yaitu 1.38 dan 1.27 sedangkan untuk petani non mitra R/C
atas biaya tunai dan total sebesar 1.31 dan 1.24. Penelitian yang dilakukan oleh
Utomo (2012) tidak jauh berbeda bahwa analisis usahatani menunjukkan
pendapatan petani mitra lebih besar dibandingkan dengan petani non mitra, baik
untuk pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total dengan
hasil perhitungan dapat diketahui R/C atas biaya tunai dan total petani mitra yaitu
2.83 dan 2.26 sedangkan untuk petani non mitra R/C atas biaya tunai dan total
sebesar 2.26 dan 1.78.
Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Aryani (2009) dengan hasil
analisis usahatani menunjukkan R/C petani mitra lebih besar dibandingkan petani
non mitra, diketahui dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total petani
mitra yaitu 2.77 dan 1.47 sedangkan R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total
petani non mitra adalah 1.92 dan 0.96. Berbeda dengan hasil analisis usahatani
oleh penelitian Najmudinrohman (2010) menunjukkan R/C petani mitra lebih
besar dibandingkan petani non mitra. Produksi rata-rata petani mitra sebesar
780.55 kuintal per ha sedangkan petani non mitra 698.24 kuintal per ha. Dari hasil
penelitian, ukuran pendapatan diketahui menguntungkan dari besarnya produksi
petani.
Dari segi komoditi yang sama dengan topik yang berbeda yang dilakukan
oleh Sitanggang (2008) dan Sitepu (2010) dengan judul Analisis Usahatani dan
Tataniaga Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) di Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor, Jawa Barat dimana hasil penelitian dari Sitanggang (2008)
memiliki nilai R/C total sebesar 1.43 sedangkan untuk R/C atas biaya tunai adalah
sebesar 1.63. Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Sitepu (2010) dengan
lokasi yang sama dengan Sitanggang, diperoleh R/C total sebesar 1.57 dan R/C
untuk biaya tunai adalah sebesar 1.84. Maka dapat dikatakan usahatani jamur
tiram tersebut menguntungkan karena R/C lebih dari satu dan layak untuk
dikembangkan.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Maharany (2007) dengan
judul Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Studi Kasus: Desa
Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung menunjukkan nilai R/C atas
biaya tunai adalah 2.69 dan R/C atas biaya total adalah 2.20 sehingga disimpulkan
usahatani jamur tiram putih telah efisien sedangkan penelitian oleh Nasution
(2010) dengan judul Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus Komunitas
13
Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan,Kabupaten Bogor)
kepada enam petani dengan hasil penelitian nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1.63
sedangkan nilai R/C atas biaya total adalah 1.58.
Penelitian lain oleh Nasution (2010) dengan judul Analisis Usahatani Jamur
Tiram Putih (Kasus Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan
Pamijahan, Kabupaten Bogor) kepada enam petani dengan hasil penelitian nilai
R/C atas biaya tunai sebesar 1.63 sedangkan nilai R/C atas biaya total adalah 1.58.
Penelitian yang dilakukan oleh Andriyani (2009) dengan judul Analisis Finansial
Usahatani Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) (Studi Kasus: Kecamatan
Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) dengan hasil penelitian nilai
R/C atas biaya total sebesar 1.12 sedangkan untuk R/C atas biaya tunai adalah
sebesar 2.28.
Berdasarkan hasil analisis dari beberapa penelitian terdahulu dapat diketahui
bahwa tujuan dari kemitraan ini adalah saling menguntungkan kedua belah pihak
baik perusahaan inti dan petani mitra, dimana perusahaan memperoleh
keuntungan sedangkan petani mitra memperoleh jaminan pasar, jaminan harga
dan pendapatan. Selain itu dengan petani mengikuti kemitraan, pendapatan petani
lebih besar dibandingkan dengan petani yang tidak mengikuti kemitraan. Manfaat
menganalisis penelitian terdahulu adalah mengetahui pola kemitraan, manfaat dan
kendala kemitraan serta membandingkan pendapatan petani yang bermitra dan
tidak bermitra dengan menggunakan alat analisis berupa R/C rasio, dimana
usahatani dikatakan menguntungkan apabila nilai R/C lebih besar dari satu.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Pengertian Kemitraan
Kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha
menengah dan atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan
oleh usaha menengah dan atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan (Peraturan
Pemerintah tentang Kemitraan Nomor 44 tahun 1997).
Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan
prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah, 1999). Batasan
kemitraan usaha menurut Hafsah adalah hubungan bisnis usaha pertanian yang
melibatkan satu atau sekelompok orang yang berbadan hukum dengan satu atau
sekelompok orang/badan usaha dimana masing-masing pihak memperoleh
penghasilan dan usaha bisnis yang sama atau saling berkaitan dengan tujuan
menjamin terciptanya keseimbangan, keselarasan, dan keterpaduan yang dilandasi
rasa saling menguntungkan, saling memerlukan dan saling melaksanakan etika
bisnis.
14
Maksud dan Tujuan Kemitraan
Pada dasarnya maksud dan tujuan dari kemitraan adalah “Win-Win Solution
Partnership”. Kesadaran dan saling menguntungkan di sini tidak berarti para
partisipan dalam kemitraan tersebut harus memiliki kemampuan dan kekuatan
yang sama, tetapi yang lebih dipentingkan adalah adanya posisi tawar yang setara
berdasarkan peran masing-masing (Hafsah, 1999).
Menurut Hafsah, dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan kemitraan secara lebih konkret adalah :
1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat,
2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan,
3. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil,
4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional,
5. Memperluas kesempatan kerja, dan
6. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.
Pola Kemitraan
Menurut Keputusan Menteri Pertanian No. 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang
Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, pola kemitraan dibagi kedalam enam
kelompok yaitu inti plasma, subkontrak, dagang umum, keagenan, kerjasama
operasional agribisnis dan waralaba.
Pola Inti Plasma
Pola ini merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan
perusahaan mitra, yang di dalamnya perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan
kelompok mitra sebagai plasma. Dalam pola kemitraan inti plasma, perusahaan
mitra berperan dalam penyediaan sarana produksi, menampung hasil produksi,
membeli hasil produksi, memberikan bimbingan teknis dan pembinaan
manajemen kepada kelompok mitra, memberikan pelayanan kepada kelompok
mitra berupa permodalan/kredit, sarana produksi dan teknologi, mempunyai usaha
budidaya pertanian/memproduksi kebutuhan perusahaan serta menyediakan lahan.
Sedangkan kelompok mitra bertugas sebagai pengelola seluruh usaha bisnisnya
sampai dengan panen, menjual hasil produksi kepada perusahaan mitra dan
memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati
(Hafsah, 1999).
Adapun kelebihan dari pola inti plasma antara lain:
a) Kemitraan inti plasma memberikan manfaat timbal balik antara kedua belah
pihak yang bekerja sama dengan saling ketergantungan dan saling
menguntungkan
b) Terciptanya peningkatan usaha
c) Pola kemitraan inti plasma dapat mendorong perkembangan ekonomi
Kelemahan dari pola inti plasma antara lain:
a) Kelompok mitra belum memahami hak dan kewajibannya dengan baik sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati
15
b) Perusahaan mitra sebagai inti belum sepenuhnya menjalani komitmen dalam
memenuhi fungsi dan kewajiban sesuai apa yang diharapkan oleh pihak
plasma
Plasma
Plasma
Perusahaan Inti
Plasma
Plasma
Gambar 1 Pola kemitraan inti-plasma
Sumber: Departemen Pertanian (2013a)
Pola Subkontrak
Pola kemitraan subkontrak merupakan kemitraan antara kelompok mitra
dengan perusahaan mitra, dimana di dalamnya kelompok mitra memproduksi
komponen yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari
produksinya. Pola kemitraan subkontrak mensyaratkan bahwa kelompok mitra
harus: 1) memproduksi kebutuhan yang dibutuhkan oleh perusahaan mitra sebagai
komponen produksinya, 2) menyediakan tenaga kerja, dan 3) membuat kontrak
bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu. Sedangkan tugas
perusahaan mitra adalah: 1) menampung dan membeli komponen produksi yang
dihasilkan oleh kelompok mitra, 2) menyediakan bahan baku/modal kerja, dan 3)
melakukan kontrol kualitas produksi.
Menurut Hafsah (1999), keuntungan dari pola kemitraan sub kontrak adalah
dapat mendorong terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan dan menjamin
pemasaran produk kelompok mitra usaha. Sementara kelemahan pola kemitraan
sub kontrak antara lain:
a) Seringkali memberikan kecenderungan mengisolasi produsen kecil sebagai
sub kontrak pada satu bentuk hubungan monopoli dan monopsoni terutama
dalam penyedian bahan baku dan pemasaran.
b) Terjadi penekanan terhadap harga input yang tinggi dan harga output yang
rendah karena telah berkurangnya nilai-nilai kemitraan antar kedua belah
pihak.
c) Adanya gejala eksploitasi tenaga untuk mengejar target produksi.
Pola kemitraan subkontrak biasanya ditandai dengan adanya kontrak
bersama yang mencakup volume, harga, mutu dan waktu. Pola ini menunjukkan
bahwa kelompok mitra memproduksi komponen produksi yang dibutuhkan oleh
perusahaan mitra sehingga hasil produksi yang dihasilkan oleh kelompok mitra
sangat penting untuk keberlangsungan usaha mitra. Oleh karena itu, pihak
perusahaan mitra perlu melakukan pembinaan kepada kelompok mitra secara
intensif.
16
Kelompok
Mitra
Kelompok
Mitra
Perusahaan Mitra
Kelompok
Mitra
Kelompok
Mitra
Gambar 2 Pola kemitraan sub kontrak
Sumber: Departemen Pertanian (2013a)
Pola Dagang Umum
Pola dagang umum merupakan hubungan antara usaha kecil sebagai
kelompok mitra dengan usaha menengah atau usaha besar sebagai perusahaan
mitra dimana perusahaan mitra berfungsi memasarkan hasil produksi kelompok
mitranya atau kelompok mitra memasok kebutuhan perusahaan mitra. Pola
kemitraan ini memerlukan struktur permodalan yang kuat dari kedua belah pihak
yang bermitra, baik mitra usaha besar maupun usaha kecil membiayai sendiri dari
kegiatan usaha yang dijalankan masing-masing pihak yang bermitra. Hal ini
dikarenakan sifat dari pola kemitraan ini pada dasarnya adalah hubungan membeli
dan menjual terhadap produk yang dimitrakan. Contohnya beberapa petani atau
kelompok tani hortikultura bergabung dalam bentuk koperasi atau badan usaha
lainnya kemudian bermitra dengan toko swalayan atau mitra usaha lainnya.
Koperasi tani tersebut bertuga
ANALISIS PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP
PENDAPATAN USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH
(Kasus Kemitraan UD Ragheed Pangestu dengan Petani Jamur
Tiram Putih di Kecamatan Ciawi Bogor)
ELISA ROHDEARNI SIPAYUNG
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh
Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus Kemitraan
UD Ragheed Pangestu dengan Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Ciawi
Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Elisa Rohdearni Sipayung
NIM H34114060
*
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
i
ABSTRAK
ELISA ROHDEARNI SIPAYUNG. Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap
Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus Kemitraan UD Ragheed
Pangestu dengan Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Ciawi Bogor).
Dibimbing oleh HENY K. DARYANTO.
Pada umumnya kendala yang dihadapi petani jamur tiram putih adalah
kesulitan memperoleh bahan baku, keterbatasan modal, teknologi yang sederhana,
harga jual yang rendah serta kurangnya informasi pasar. Salah satu upaya petani
dalam mengatasi kendala tersebut adalah dengan mengikuti kemitraan. Ragheed
Pangestu merupakan perusahaan yang bergerak di komoditi jamur tiram putih dan
melakukan kemitraan dengan petani. Pentingnya melakukan penelitian ini adalah
karena masih adanya kecurangan yang dilakukan petani mitra dari perjanjian yang
telah disepakati sehingga perlu dilakukan analisis dalam kemitraan dan
membandingkan pendapatan petani mitra dan non mitra. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kemitraan sudah memberikan manfaat kepada petani mitra
akan tetapi belum dapat meningkatkan pendapatan petani mitra. Secara umum
pendapatan usahatani petani non mitra masih lebih besar daripada petani mitra.
Untuk kemitraan, perusahaan perlu mengevaluasi kemitraan yang dijalankan
selama ini agar lebih efisien dan menguntungkan kedua belah pihak.
Kata kunci: jamur tiram putih, kemitraan, pendapatan
ABSTRACT
ELISA ROHDEARNI SIPAYUNG. The Analysis of Partnership Influence to
White Oyster Mushrooms Income (In Case of UD Ragheed Pangestu Partnership
with White Oyster Mushrooms Farmers in Ciawi Bogor). Supervised by HENY K.
DARYANTO.
In general the difficulties which are faced by white oyster mushrooms
farmers are obtaining raw materials, limited capital, simple technology, low
selling prices and lack of market information. One of the farmers efforts to handle
that constraint is to joint a partnership. Ragheed Pangestu is a company that
moves in the business of white oyster mushrooms which do partnerships with
farmers. The importance of doing this research is because still existence of
cheating which is committed by partner farmer of the agreed agreement, so that it
needs to analyze the partnership that is run and compare the farmer income of
partners and non partners. The research showed that the partnership is already
providing benefits to partner farmers but has not been able to increase the income
of partner farmers. Generally the income of farming from non partner farmers
still greater than the partner farmers. For the partnership, companies need to
evaluate partnerships being run to make it more efficient and profitable to both of
sides.
Keywords: white oyster mushrooms, partnership, income
ii
ANALISIS PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP
PENDAPATAN USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH
(Kasus Kemitraan UD Ragheed Pangestu dengan Petani Jamur
Tiram Putih di Kecamatan Ciawi Bogor)
ELISA ROHDEARNI SIPAYUNG
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
iii
Judul skripsi
Nama
NIM
: Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani
Jamur Tiram Putih (Kasus Kemitraan UD Ragheed Pangestu
dengan Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Ciawi Bogor)
: Elisa Rohdearni Sipayung
: H34114060
Disetujui oleh
Dr Ir Heny K. Daryanto MEc
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
iv
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah yang penuh kasih, atas semua
berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis
Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus
Kemitraan UD Ragheed Pangestu dengan Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan
Ciawi Bogor) sebagai salah satu syarat kelulusan pada Program Alih Jenis
Agribisnis Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Heny K. Daryanto MEc,
selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dalam
memberikan bimbingan, arahan, saran, serta ilmu pengetahuannya selama
penyusunan skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih juga Bapak Aep selaku
General Manager Usaha Dagang Ragheed Pangestu yang telah banyak membantu
selama pengumpulan data.
Terimakasih juga kepada Ibu/Bapak dosen yang telah memberikan bekal
pengetahuan kepada penulis, seluruh petani mitra dan petani non mitra di
Kecamatan Ciawi Bogor, serta seluruh pihak yang telah membantu memberikan
berbagai informasi kepada penulis. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan
kepada ayah, ibu dan keluarga besar atas doa dan dorongan semangat yang
diberikan tak pernah putus, nasehat, serta kasih sayang yang diberikan kepada
penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman Jogi, Efi,
Dadang, Fitri, Debora, Keisty dan teman-teman Agribisnis Alih Jenis Dua yang
tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan sebagai bahan rujukan
untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
Bogor, Februari 2014
Elisa Rohdearni Sipayung
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Jamur Tiram Putih
Budidaya Jamur Tiram
Penelitian Terdahulu
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Data dan Metode Pengumpulan Data
Metode Pengambilan Responden
Metode Pengolahan Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambaran Umum Ragheed Pangestu
Gambaran Umum Petani Responden
Kemitraan Ragheed Pangestu
Analisis Kemitraan Ragheed Pangestu
Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
v
vi
vi
1
1
4
4
5
5
5
6
11
13
13
23
24
24
25
25
25
27
27
28
32
36
38
39
49
49
49
50
52
64
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Produksi sayuran di Indonesia tahun 2008 - 2012
Perbandingan kandungan gizi jamur tiram putih dengan makanan lain
Sentra produksi jamur tiram putih di daerah Jawa Barat
Jumlah, produksi dan produktivitas jamur tiram putih per kecamatan di
Kabupaten Bogor tahun 2012
5 Jenis dan sumber data
6 Kelompok usia petani responden
7 Jumlah tanggungan keluarga petani responden
1
2
2
3
25
33
33
vi
8 Tingkat pendidikan petani responden
33
9 Pengalaman bertani petani responden
34
10 Pekerjaan diluar usahatani petani responden
34
11 Alasan petani responden berusaha jamur tiram putih
35
12 Alasan petani mitra mengikuti kemitraan
35
13 Hak dan kewajiban pelaku kemitraan
37
14 Kriteria kemitraan Ragheed Pangestu
38
15 Biaya pembuatan baglog petani non mitra per 10 000 baglog
41
16 Struktur biaya produksi petani mitra dan non mitra per 10 000 baglog
46
17 Penerimaan petani mitra dan non mitra jamur tiram putih per 10 000 baglog 47
18 Perhitungan pendapatan petani mitra dan non mitra per 10 000 baglog
48
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Pola kemitraan inti-plasma
Pola kemitraan sub kontrak
Pola kemitraan dagang umum
Pola kemitraan keagenan
Pola kemitraan kerjasama operasional
Pola kemitraan waralaba
Kerangka pemikiran operasional
Struktur Organisasi UD. Ragheed Pangestu
15
16
17
17
18
19
24
29
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Analisis pendapatan usahatani jamur tiram putih petani mitra
Analisis pendapatan usahatani jamur tiram putih petani non mitra
Dokumentasi usahatani jamur tiram putih petani mitra dan non mitra
Kuisioner penelitian untuk petani
Kuisioner penelitian untuk perusahaan inti
53
54
55
56
62
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan
penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan
pangan, juga berperan sebagai sumber mata pencaharian bagi masyarakat
Indonesia dan memberikan sumbangan untuk pembangunan nasional dalam
bentuk PDB (Produk Domestik Bruto) sebesar 14.43 persen pada tahun 2013.1
Sektor pertanian terdiri dari beberapa subsektor yaitu subsektor perkebunan,
pangan, dan hortikultura. Hortikultura adalah subsektor pertanian yang terdiri dari
kelompok tanaman sayuran (vegetables), buah (fruits), tanaman berkhasiat obat
(medicinal plants), tanaman hias (ornamental plants) termasuk didalamnya
tanaman air, lumut dan jamur yang dapat berfungsi sebagai sayuran, tanaman obat
atau tanaman hias.2 Beberapa komoditas sayuran di Indonesia mengalami
peningkatan produksi seiring semakin meningkatnya permintaan masyarakat,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Produksi sayuran di Indonesia tahun 2008 - 2012
N
o
Komoditas
1
Bawang
merah
Kentang
2
3
4
5
2008
Jamur
Bawang
putih
Tomat
2009
Tahun (ton)
2010
853 615
965 164
1 071 543
43 047
12 339
1 176
304
38 465
15 419
1 048
934
1 060
805
61 376
12 295
725 973
853 061
891 616
Pertumbu
han 20082012 (%)
2011
2012
893 124
964 195
12.95
955 488
2.12
45 854
14 749
1 094
232
48 886
17 630
13.56
42.88
954 046
893 463
23.07
Sumber: Departemen Pertanian (2013b)
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa komoditas jamur mengalami
pertumbuhan sebesar 13.56 persen dari tahun 2008 ke tahun 2012 yang
menunjukkan bahwa komoditas jamur semakin meningkat permintaannya karena
masyarakat mulai menyadari bahwa jamur bukan sekedar makanan yang bergizi
tinggi tetapi juga mengandung khasiat obat. Apalagi jika dikaitkan dengan
kehidupan masyarakat yang mulai bergeser ke arah back to nature yang menuntut
adanya pangan yang aman dan bergizi membuat permintaan tanaman yang
menggunakan sedikit pestisida atau zat kimia semakin meningkat. Jenis jamur
yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jamur tiram putih. Jamur
tiram putih adalah jamur yang hidupnya pada kayu-kayu lapuk, serbuk gergaji,
1
Persentase produk domestik bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=11¬ab=5
27
Februari 2014
2
Pengertian hortikultura
http://dipertanhut.purworejokab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=76&Item
id=138 20 Juni 2013
2
limbah jerami atau limbah kapas. Perbandingan kandungan gizi pada jamur tiram
putih dengan beberapa bahan pangan lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perbandingan kandungan gizi jamur tiram putih dengan makanan lain
Bahan makanan
Protein (%)
Lemak (%
Karbohidrat (%)
Jamur merang
1.8
27.0
8.4
Jamur tiram putih
10 – 30.0
1 – 3.0
2 – 56.6
Jamur kuping
1.5
Daging sapi
0.3
1.6
0.5
Bayam
5.5
2.2
Kentang
0.1
1.3
2.4
Kubis
4.0
58.0
82.8
Seledri
0.5
1.7
20.9
Buncis
4.2
0.2
0.2
Sumber: Achmad et al. (2011)
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa jamur tiram putih memiliki kandungan gizi
yang lebih baik dibanding makanan lain maupun dengan jenis jamur kayu lainnya
karena mengandung protein yang tinggi dan rendah lemak sehingga sangat baik
untuk dikonsumsi manusia karena tidak mengandung kolesterol. Berdasarkan
informasi dari Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia (MAJI), produsen terbesar
untuk jamur tiram putih adalah wilayah Jawa Barat seperti Bandung, Bogor,
Sukabumi dan Karawang dan sebagian besar produksi jamur tiram tersebut
dipasarkan dalam bentuk segar ke kota–kota besar yang menjadi tujuan pasar
utama seperti Jakarta dan Bandung. Sentra produksi jamur tiram putih di Jawa
Barat dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Sentra produksi jamur tiram putih di daerah Jawa Barat
N
o
Kabupat
en / Kota
2008
Produksi Jamur (ton)
2009
2010
2011
1 Karawang 3 811 559
1 851 128
2 Bogor
638 969
26 167
3 Bandung
54 535
105 174
4 Bekasi
35 239
161 620
5 Ciamis
3 823
354
Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat (2013)
7 304 916
696 483
276 471
122 624
40 089
18 377 013
2 724 851
120 007
91 365
14 138
2012
Peningk
atan
produk
si (%)
17 653 613
3 098 349
295 688
109 250
32 804
363.16
384.90
442.20
210.03
758.07
Tabel 3 menunjukkan Bogor termasuk daerah penghasil jamur terbesar di
Jawa Barat dan terjadi peningkatan produksi dari tahun 2008 ke tahun 2011
sebesar 384.9 persen. Salah satu daerah di Bogor yang menjadi sentra produksi
jamur tiram putih adalah Kecamatan Ciawi yang berpotensi pertanian karena
letaknya yang tinggi sehingga udaranya dingin dan sejuk sehingga cocok untuk
budidaya jamur tiram putih. Untuk jumlah, produksi dan produktivitas jamur
tiram putih per kecamatan di Kabupaten Bogor pada tahun 2012 tertera pada
Tabel 4.
3
Tabel 4 Jumlah, produksi dan produktivitas jamur tiram putih per kecamatan di
Kabupaten Bogor tahun 2012
No
Kecamatan
Jumlah (log)
Produksi (kg)
Produktivitas
(kg/log)
1
Tamansari
201 100
57 500
0.28
2
Leuwiliang
30 000
14 000
0.46
3
Cibungbulang
16 000
4 800
0.30
4
Dramaga
510 000
253 000
0.49
5
Ciawi
375 000
190 000
0.50
6
Cisarua
385 000
203 000
0.53
7
Pamijahan
115 000
67 000
0.58
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2013)
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada tahun 2012 produktivitas jamur tiram
putih di Kecamatan Ciawi adalah 0,5 kg/log dan merupakan wilayah yang
produktif memberikan sumbangan produksi jamur tiram putih di Kabupaten
Bogor. Usaha budidaya jamur tiram putih di Kecamatan Ciawi tidak terlepas dari
berbagai kendala yang dihadapi. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan,
usaha budidaya jamur tiram putih di Kecamatan Ciawi memiliki skala usaha yang
relatif kecil, permodalan yang terbatas, teknologi budidaya yang sederhana,
ketidakjelasan informasi pasar yaitu harga jual jamur, ketidakjelasan cuaca dan
iklim yang akan mempengaruhi produksi serta risiko harga. Petani membutuhkan
pasar atau tempat untuk menampung hasil panen setiap hari karena jamur
merupakan komoditi yang cepat rusak dan busuk serta tidak tahan lama bila lebih
dari sehari. Selain itu petani juga memiliki posisi tawar yang rendah untuk
menentukan harga walaupun pada saat ini permintaan akan jamur tiram sangat
tinggi. Harga jamur tiram putih segar di tingkat petani antara Rp6 000 – Rp9 000
per kilogram sedangkan harga di tingkat konsumen dapat mencapai Rp10 000 –
Rp12 000 per kilogram tergantung musim panen. Dengan berbagai kendala yang
dihadapi, petani harus dapat mengelola usahanya agar mendapatkan keuntungan
yang maksimal.
Salah satu alternatif petani untuk mengatasi kendala tersebut adalah
mengikuti lembaga kemitraan. Hal ini dikaitkan dengan adanya landasan
peraturan mengenai kemitraan di Indonesia yang diatur oleh Peraturan Pemerintah
Nomor 44 tahun 1997 yang menyebutkan bahwa kemitraan merupakan kerjasama
antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar dengan memperlihatkan
prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.3 Pada
kemitraan pihak perusahaan memfasilitasi petani kecil dengan teknik budidaya,
bahan baku yang kontinyu dan kepastian pemasaran hasil, sementara pihak petani
kecil melakukan proses produksi sesuai dengan petunjuk teknis dari pihak
perusahaan kemitraan. Di Kecamatan Ciawi ini terdapat salah satu perusahaan
jamur tiram putih yaitu Ragheed Pangestu yang melakukan kemitraan dengan
petani, memproduksi bibit dan baglog, melakukan budidaya jamur tiram putih dan
memasarkan jamur tiram putih segar baik dari perusahaan maupun petani mitra.
3
Peraturan pemerintah nomor 44 tahun 1997 tentang kemitraan presiden republik Indonesia
http://www.depkop.go.id 5 Januari 2014
4
Perumusan Masalah
Usaha budidaya jamur tiram putih di Kecamatan Ciawi memiliki skala
usaha yang relatif kecil, modal yang terbatas, teknologi budidaya yang sederhana,
ketidakjelasan harga jual jamur, ketidakjelasan cuaca dan iklim, risiko hasil panen
tidak habis terjual setiap harinya serta sulit memperoleh baglog yang berkualitas.
Oleh karena itu, beberapa petani memilih bergabung dengan salah satu
perusahaan kemitraan di Kecamatan Ciawi yaitu UD. Ragheed Pangestu yang
terletak di Desa Jambuluwuk yang telah berdiri selama 7 tahun. Saat ini, jumlah
petani jamur tiram putih yang bermitra dengan UD. Ragheed Pangestu sebanyak
13 petani yang tersebar di beberapa desa di Kecamatan Ciawi dengan rata-rata
memelihara minimal 10 000 baglog per petani. Dalam kemitraan UD. Ragheed
Pangestu berperan sebagai inti dan petani sebagai plasma atau mitra.
Petani jamur tiram putih di Kecamatan Ciawi dan sekitarnya tidak
semuanya melakukan kemitraan. Petani yang bermitra biasanya mengalami
kendala dalam permodalan, perolehan bahan baku dan pemasaran sedangkan
petani yang tidak bermitra sudah memiliki modal yang banyak dan mampu
memasarkan sendiri karena telah memiliki pasar sendiri. Tujuan dari kemitraan ini
adalah meningkatkan pendapatan dan skala usaha baik dari pihak perusahaan
maupun petani. Dalam kerjasama ini dibuat kesepakatan atau perjanjian antara
petani dan perusahaan, akan tetapi dalam pelaksanaannya terdapat kendala yang
dihadapi baik oleh petani maupun oleh perusahaan. Kendala tersebut adalah
perjanjian yang disepakati oleh petani mitra dan perusahaan tidak tertulis yang
menyebabkan adanya peluang petani mitra melanggar perjanjian dengan
melakukan penjualan hasil panen keluar perusahaan inti karena tidak ada jumlah
minimum setor dari perusahaan untuk jumlah setor per harinya. Tujuan petani
melakukan penjualan ke pihak lain adalah untuk mendapatkan harga yang lebih
tinggi dibanding harga yang diperoleh dari perusahaan. Dengan adanya
permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji
yaitu:
1. Bagaimana pelaksanaan kemitraan antara petani jamur tiram putih di
Kecamatan Ciawi Bogor dengan Ragheed Pangestu?
2. Bagaimana perbandingan pendapatan petani jamur tiram putih yang bermitra
dengan Ragheed Pangestu dan yang tidak bermitra?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Mengkaji pelaksanaan kemitraan yang dijalankan oleh Ragheed Pangestu
dengan petani mitra.
2. Menganalisis pendapatan usahatani pada petani mitra dengan Ragheed
Pangestu dan petani non mitra jamur tiram putih.
5
Manfaat Penelitian
1.
2.
3.
Kegunaaan dari penelitian ini, antara lain :
Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi perusahaan untuk mengambil
keputusan dan menyempurnakan pelaksanaan kemitraan yang telah
berlangsung sehingga akan ada hubungan kemitraan yang semakin kuat
diantara kedua belah pihak.
Sebagai tambahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
Sebagai wahana bagi peneliti untuk mengaplikasikan pengetahuan kemitraan
dan analisis usahatani secara langsung dalam kehidupan sehari-hari.
TINJAUAN PUSTAKA
Jamur Tiram Putih
Dalam Achmad et al. (2011) tentang budidaya jamur, dijelaskan jamur
merupakan jenis tumbuhan yang bersifat heterotrof, tidak mempunyai klorofil
sehingga tidak dapat menghasilkan makanannya sendiri dan mengambil zat-zat
makanan dengan menyerap hasil penguraian materi organik. Jamur termasuk
dalam kelompok fungi yang memiliki tubuh buah seperti payung yang terdiri dari
akar, batang, dan tudung, tubuhnya terdiri dari bagian tegak yang berfungsi
sebagai batang penyangga tudung serta tudung yang berbentuk mendatar atau
membulat.
Berdasarkan warna tubuh buahnya, menurut Achmad et al. (2011) jamur
tiram dibagi menjadi tiga jenis, yaitu jamur tiram putih, jamur tiram merah, dan
jamur tiram cokelat. Jamur tiram putih memiliki ciri warna tudungnya putih susu
sampai putih kekuningan dengan garis tengah 5-25 cm. Bila dibandingkan dengan
jenis jamur tiram yang lain, jamur tiram putih lebih popular daripada yang lain
dan budidayanya jauh lebih mudah sehingga sangat potensial untuk
dikomersialkan karena tingkat keuntungan yang dihasilkan relatif tinggi.
Diversifikasi produk jamur tiram putih dapat berbentuk segar, kering, kaleng atau
diolah menjadi keripik, jamur crispy, bakso, sate dan lainnya. Hal ini membuat
kebutuhan pasar jamur tiram putih menjadi luas dan permintaan akan jamur tiram
putih terus meningkat baik dalam bentuk segar maupun olahan. Kedudukan jamur
tiram putih dalam dunia fungi adalah sebagai berikut.
Kerajaan
:
Fungi
Filum
:
Basidiomycota
Kelas
:
Homobasidiomycetes
Ordo
:
Agaricales
Famili
:
Tricholomataceae
Genus
:
Pleurotus
Spesies
:
Pleurotus ostreatus
6
Budidaya Jamur Tiram
Sarana Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih
Chazali dan Pertiwi (2010), Achmad et al. (2011), Nurjayadi dan
Martawijaya (2011), dan Genders (2013) menjelaskan tentang budidaya jamur
tiram putih, dimana sebelum memulai tahap pelaksanaan budidaya dibutuhkan
persiapan sarana yaitu memilih lokasi lahan, tata ruang dan sarana pendukung
lainnya agar sesuai dengan syarat tumbuh.
1.
Lokasi Budidaya
Persiapan budidaya dimulai dengan pemilihan lahan, dimana lokasi budidaya
dan pembibitan yang dipilih harus sesuai dengan syarat tumbuh miselium jamur,
kebersihannya harus terjamin, jauh dari kandang ternak, pabrik atau pembakaran
sampah untuk mencegah dari hama dan penyakit pada jamur, lokasi budidaya dan
pembibitan harus berdekatan dengan sumber bahan baku agar mengurangi biaya
transportasi, tersedia fasilitas air bersih yang lancar dan bila diperlukan tersedia
fasilitas listrik. Lokasi juga sebaiknya dipilih berdekatan dengan daerah
pemasaran jamur agar ketika melakukan pemasaran kualitas jamur tetap terjaga
kesegarannya. Lokasi pembuangan baglog jamur juga harus diperhatikan agar
tidak menjadi masalah apabila tidak ditangani dengan baik. Untuk pembuatan
bibit, sebaiknya dilakukan dalam laboratorium untuk menghindari kontaminasi
dalam budidaya jamur. Untuk skala rumah tangga, lokasi budidaya dapat
dilakukan dalam dapur, kamar atau pekarangan rumah.
2.
Rumah Jamur/Kumbung
Rumah jamur merupakan bangunan yang biasa digunakan sebagai tempat
pertumbuhan jamur tiram dimulai dari proses pembuatan baglog, menumbuhkan
miselia hingga menumbuhkan tubuh buah jamur tiram. Rumah jamur ada dua
macam, yaitu rumah jamur untuk skala industri besar dan rumah jamur sederhana
yang biasa digunakan oleh petani berbentuk kumbung. Ukuran dan bentuk rumah
jamur/kumbung disesuaikan dengan kebutuhan baglog yang akan ditampung dan
jenis jamur yang akan dibudidayakan. Bahan yang diperlukan untuk membangun
kumbung antara lain tiang, kaso, bambu, atau kayu yang telah diawetkan.
Pembuatan kumbung dapat dilakukan secara semipermanen atau permanen
sesuai dengan kebutuhan dan skala budidaya yang dilakukan. Kumbung
semipermanen dibuat dari bahan yang sederhana seperti bambu dan kayu
sedangkan kumbung permanen dibuat dari beton. Pembuatan rumah
jamur/kumbung sebaiknya menghadap arah utara-selatan, untuk menghindari
sinar matahari langsung yang dapat mempengaruhi lingkungan di dalam
kumbung. Untuk lantai rumah jamur/kumbung sebaiknya disemen untuk
memudahkan merawat kebersihan kumbung. Untuk atap rumah jamur/kumbung
semipermanen dapat menggunakan rumbia yang dilapisi plastik dan untuk
bangunan permanen dapat menggunakan seng.
7
Kumbung juga sebaiknya dilengkapi dengan jendela untuk mengatur sirkulasi
udara dan pintu yang berfungsi untuk memasukkan dan mengeluarkan media
tanam dari kumbung. Pintu sebaiknya dibuat serapat mungkin agar lingkungan
tumbuh jamur di dalam kumbung tidak terpengaruh dengan lingkungan diluar
kumbung. Kumbung juga harus dilengkapi dengan selokan untuk menyalurkan
sisa air penyiraman jamur sehingga tidak tergenang di dalam kumbung. Di dalam
kumbung, sebaiknya dilengkapi dengan rak, pemanas ruangan, pendingin
ruangan, dan pelembap ruangan. Rak tersebut untuk menyimpan media tanam
bibit jamur yang telah diinokulasi dan tempat baglog jamur yang akan disusun.
Untuk rak, sebaiknya terbuat dari besi, aluminium atau galvanis. Penggunaan rak
dari kayu atau bambu akan menjadi tempat tumbuh sementara bagi kontaminan
yang akhirnya akan merusak media tanam bibit jamur. Rak dibuat petak dengan
jarak antarpetak sekitar 100 cm untuk memudahkan aktivitas dalam budidaya
seperti menaikkan media tanam, penyiraman jamur, panen ataupun pengeluaran
media tanam.
Pemanas ruangan berfungsi untuk proses pasteurisasi substrat di dalam
kumbung atau untuk menaikkan suhu ruangan kumbung saat suhu ruangan
kumbung turun. Pemanas ruangan sederhana dibuat dari drum yang diberi pipa
besi atau bambu yang dilubangi tengahnya dengan diameter 2-3 inci yang
dihubungkan ke dalam kumbung. Cara kerja pemanas ruangan adalah
mengalirkan uap panas yang dihasilkan dari drum berisi air yang direbus sampai
mendidih. Sedangkan pendingin ruangan berfungsi untuk mendinginkan ruangan
saat proses pembentukan tubuh buah jamur atau untuk menurunkan suhu ruangan
saat suhu ruangan naik, yang dapat mengganggu pertumbuhan miselium atau
jamur. Biasanya alat pendingin ruangan berupa blower atau AC.
Pelembap ruangan berfungsi untuk melembapkan udara ruangan saat
perkembangan miselium mengolonisasi substrat (fase vegetatif) atau saat
kelembapan udara ruangan rendah. Biasanya alat pelembap ruangan berupa
humidifier. Adapun cara sederhana dengan menyemprotkan air dari pompa siram
dengan posisi nozel air yang keluar berupa kabut. Sebelum menggunakan rumah
jamur/kumbung, biasanya disemprot desinfektan terlebih dahulu agar udara dalam
kumbung tidak tercemar polusi sehingga dapat menghindari jamur terkontaminasi
hama penyakit.
Biasanya rumah jamur/kumbung dilengkapi dengan ruangan pendukung,
seperti gudang bahan baku dan bahan bantu, ruangan penyiapan media, ruangan
inokulasi dan ruangan inkubasi. Gudang bahan baku sebagai tempat untuk
menyimpan bahan baku, baik untuk pembuatan bibit jamur maupun media tanam
untuk budidaya. Sedangkan gudang bahan bantu untuk menyimpan bahan bantu,
baik dalam proses pembuatan bibit maupun budidaya jamur. Ruangan penyiapan
media untuk pembibitan digunakan untuk menyiapkan media bibit jamur mulai
dari proses pembersihan bahan baku, pemasakan bahan baku, penirisan bahan
baku, pencampuran bahan baku dan bahan bantu, pengemasan media, hingga
proses sterilisasi media. Ruangan penyiapan media budidaya untuk menyiapkan
media tanam jamur, muai dari proses pembasahan bahan baku, pencampuran
bahan baku dan bahan bantu, pembalikan media tanam, pengemasan media tanam,
dan proses sterilisasi media.
Ruang inokulasi digunakan untuk proses transfer miselium dalam keadaan
steril. Ruang inokulasi perlu dijaga kebersihan dan higienitasnya, maka perlu
8
dilakukan sanitasi setiap hari agar ruangan benar-benar steril bebas dari
mikroorganisme yang akan mengontaminasi, baik media bibit maupun media
tanam jamur. Ruang inkubasi digunakan untuk membantu menumbuhkan
miselium jamur pada media tanam hasil proses inokulasi. Dalam proses budidaya,
ruang inkubasi di dalam kumbung untuk menyimpan media tanam yang telah
diinokulasi.
3.
Prasarana
Untuk pembuatan bibit danbudidaya perlu didukung sarana dan prasarana
yang mencukupi. Berikut bahan dan peralatan yang dibutuhkan.
1) Bahan
Bahan pendukung baik pembuatan bibit maupun budidaya jamur terdiri dari
bahan baku, bahan bantu dan bahan sanitasi. Untuk bahan bakunya adalah jerami,
limbah kapas, dan serbuk gergaji. Bahan baku yang diperlukan harus diperhatikan
ketersediaannya, kontinuitas, harganya dan tidak menyimpang dari standar yang
telah ditentukan agar kualitas bibit yang dihasilkan sesuai standar dan tidak gagal
dalam proses budidaya. Bahan bantu adalah bahan pelengkap yang diperlukan
dalam pembuatan bibit maupun budidaya jamur. Adapun bahan bantu yaitu
kalsium karbonat (CaCO3), gipsum (CaSO4), dan bekatul. Bahan pelengkap yaitu
kalsium karbonat (CaCO3), gipsum (CaSO4), bekatul, tanah casing, amonium
sulfat (ZA) dan urea. Bahan sanitasi diperlukan untuk menjaga lingkungan tetap
bersih dan steril dari mikroorganisme yang merugikan. Bahan sanitasi yang biasa
digunakan adalah formalin 2%, alkohol 70 % dan fungisida.
2) Perlengkapan dan peralatan
Perlengkapan yang diperlukan untuk pembuatan bibit adalah plastik tahan
panas, cincin paralon (neck), dan kapas sedangkan untuk peralatan adalah
autoklaf, alat-alat gelas, laminar air flow (LAF), pinset, skalpel/pisau, bunsen,
timbangan, incubator, thermometer dan higrometer. Kantong plastik sebagai
wadah media bibit jamur, cincin paralon untuk membentuk leher pada kantong
plastik agar dapat memudahkan memasukkan inokulum pada saat proses
inokulasi, kapas berfungsi untuk menyumbat lubang neck yang terdapat pada
media tanam jamur dengan tujuan agar tidak tumpah dan mencegah kontaminasi
masuk ke dalam media jamur dan sebagai saringan pertukaran udara yang terdapat
di dalam media tanam jamur dengan udara luar.
Autoklaf merupakan alat yang digunakan untuk mensterilkan peralatan isolasi
dan media tanam. Alat-alat gelas yang dibutuhkan yaitu cawan petri, labu
erlenmeyer, gelas ukur, botol, dan tabung reaksi. Cawan petri dan tabung reaksi
digunakan untuk proses pembuatan biakan murni, botol digunakan untuk proses
pembuatan bibit induk, labu erlenmeyer dan gelas ukur digunakan saat pembuatan
media tanam untuk biakan murni. Laminar air flow (LAF) digunakan sebagai
tempat isolasi tubuh jamur atau inokulasi saat pembuatan biakan kultur murni,
bibit induk, dan bibit semai. Pinset berfungsi untuk mengambil/menjepit potongan
jaringan tubuh buah jamur yang dimasukkan ke dalam cawan petri atau tabung
9
reaksi saat proses isolasi. Sebelum digunakan, pinset harus disterilkan terlebih
dahulu dengan cara dicelupkan ke dalam alkohol.
Skalpel/pisau berfungsi untuk memotong jaringan tubuh buah jamur saat
isolasi. Bunsen atau lampu spirtus digunakan untuk melakukan sterilisasi pada
alat-alat isolasi. Timbangan digunakan untuk menimbang bahan-bahan yang akan
digunakan untuk membuat media tanam agar media tanam konsisten. Inkubator
berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil isolasi tubuh buah jamur atau hasil
inokulasi bibit jamur hingga media tanam terkolonisasi miselium. Termometer
adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu media tanam dan higrometer
adalah alat untuk mengukur kelembapan udara ruangan.
Untuk peralatan budidaya adalah drum pasteurisasi, termometer, higrometer,
sprayer, pH meter, pisau petik, dan keranjang petik. Drum pasteurisasi adalah alat
yang digunakan dalam proses pasteurisasi media tanam jamur yang berfungsi
untuk mengeluarkan uap panas yang akan dialirkan ke dalam tempat media tanam
jamur yang akan dipasteurisasi. Sprayer digunakan untuk memerciki lingkungan
dalam kumbung agar kelembapannya tetap terjaga dan untuk menyiram jamur. pH
meter digunakan untuk mengukur derajat keasaman media tanam jamur. Pisau
petik untuk memotong tubuh buah jamur saat panen atau mengambil bonggol
jamur ketika ada yang tidak baik. Dan keranjang petik untuk tempat jamur yang
telah dipanen.
Budidaya Jamur Tiram Putih
Proses produksi merupakan tahapan penting dalam budidaya jamur tiram,
karena pada tahap ini siklus hidup jamur berlangsung. Tahapan kegiatan dalam
budidaya jamur tiram meliputi persiapan media tanam, pengemasan media tanam,
sterilisasi media tanam, inokulasi, inkubasi, pembentukan tubuh buah dan
pemanenan.
1. Persiapan Media Tanam
Persiapan media tanam meliputi formulasi substrat, pembasahan awal,
pengomposan dan pengemasan media. Formulasi substrat adalah bahan-bahan
untuk membuat media tanam terdiri dari kayu yang telah diayak (85-90%),
bekatul (10-15%) dan kalsium karbonat (1-2%) sehingga akan diperoleh media
tanam jamur berupa serbuk kayu. Pembasahan awal pada serbuk kayu dilakukan
sampai merata, dimana campuran bekatul dan kalsium karbonat ditambahkan
dalam serbuk kayu dan diaduk rata hingga diperoleh kadar airnya sekitar 60-70%.
Kemudian serbuk kayu dikomposkan selama 7-10 hari agar proses pengomposan
rata dan berubah warna menjadi cokelat atau kehitaman dan serbuk kayu siap
untuk digunakan.
2. Pengemasan Media Tanam
Serbuk kayu yang selesai proses pengomposannya dikemas dalam kantong
plastik dan dipadatkan sehingga menyerupai baglog (log kayu). Kemudian ujung
plastik dipasang ring kemudian ditutup dengan kapas dan dipasang dengan plastik
10
penutup baglog dengan tujuan agar air tidak masuk ke dalam baglog saat
sterilisasi.
3. Sterilisasi Media
Tujuan dari sterilisasi adalah membunuh mikroorganisme yang merugikan
dalam budidaya jamur tiram putih. Sterilisasi dilakukan pada suhu 95oC selama 90
menit. Baglog yang sudah disterilisasi kemudian didinginkan hingga suhunya
mencapai suhu ruangan 25oC agar menghindari serbuk kayu masih dalam keadaan
panas saat inokulasi yang dapat menghambat pertumbuhan bibit jamur tiram
putih.
4. Inokulasi
Setelah baglog dingin, maka dimasukkan atau inokulasi bibit jamur tiram
putih ke dalam media tanam. Proses inokulasi harus steril agar serbuk kayu tidak
terkontaminasi dari mikroorganisme yang merugikan. Cara inokulasi adalah
sebagai berikut:
a) Siapkan bibit semai jamur tiram dan baglog.
b) Jika menggumpal, lakukan penguraian bibit semai terlebih dahulu dengan cara
memukul-mukulkan botol ke sandal karet (digojok).
c) Semprot meja bersih dengan larutan alkohol 70 % sampai merata.
d) Setelah kering, nyalakan bunsen dalam meja bersih.
e) Benamkan skalpel dalam alkohol dan panaskan sampai membara, lalu
dinginkan.
f) Buka tutup botol yang berisi biakan bibit semai jamur tiram dan baglog.
g) Ambil media biakan dengan skalpel.
h) Masukkan media biakan dengan bibit semai ke dalam baglog, kemudian tutup
baglog dengan kapas. Baglog siap untuk diinkubasi.
5. Inkubasi
Setelah baglog selesai diinokulasi, maka tahap selanjutnya adalah inkubasi.
Tujuan dari inkubasi adalah membantu menumbuhkan miselium jamur tiram pada
kondisi yang sesuai. Baglog diletakkan pada ruangan khusus tanam dengan cara
baglog disusun di rak-rak yang sudah disterilkan terlebih dahulu dan dijaga suhu
dan kelembapannya. Suhu diatur berkisar 25-28oC dan kelembapan udara sekitar
80-90% dan cahaya ruangan diatur dengan cara menutup pintu dan ventilasi.
Lama proses inkubasi berkisar 4-5 minggu setelah inokulasi. Ciri dari inkubasi
adalah miselium jamur tiram yang berwarna putih menyelimuti seluruh baglog.
6. Perawatan saat Pembentukan Tubuh Buah
Setelah baglog dipenuhi oleh miselium maka pembentukan tubuh buah
jamur tiram dimulai. Dimana proses awalnya adalah memberikan tekanan (stres)
kepada baglog berupa perbedaan suhu, kelembapan dan pemberian oksigen.
Pemberian oksigen dilakukan dengan cara membuka baglog yang sudah dipenuhi
miselium. Cara membuka baglog dengan membuka kapas penutup atau menyobek
11
plastik media tanam dan dibiarkan selama 3-7 hari. Setelah itu akan mulai terlihat
calon jamur tiram (primordia) yang berbentuk jonjot-jonjot berwarna keputihan
dan beberapa hari kemudian akan bertumbuh sampai membentuk batang dan
tudung, kemudian jamur dapat dipanen. Penyiraman dalam ruangan harus
dilakukan minimal sekali dalam sehari dan diatur cahayanya dengan membuka
pintu atau mengatur ventilasi. Untuk petani skala kecil, biasanya membeli bibit
jamur daripada membuat bibit jamur sendiri karena biaya produksinya akan lebih
mahal dibandingkan dengan hanya membeli bibit jamur yang siap semai dan
untuk mengurangi risiko kegagalan pembuatan bibit jamur.
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai kemitraan sudah banyak dilakukan sebelumnya, akan
tetapi kajian mengenai pola kemitraan jamur tiram putih masih sangat jarang
dilakukan. Hasil analisis dari beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
tujuan dilakukannya kemitraan adalah agar kedua belah pihak mendapatkan
keuntungan dilihat dari hasil pendapatan walaupun jenis komoditi dan bentuk
usaha dari petani inti berbeda-beda. Selain itu, tujuan dilakukannya penelitian
kemitraan adalah membandingkan pendapatan petani yang melakukan mitra dan
petani yang tidak melakukan kemitraan. Berdasarkan penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Nugraha (2012) dengan judul Analisis Peran Kemitraan terhadap
Pendapatan Petani Jamur Tiram Putih, Studi Kasus: Kemitraan Rimba Jaya
Mushroom dan Petani Jamur Tiram Putih, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor
dihasilkan bahwa kedua belah pihak mendapatkan keuntungan yaitu dari pihak
perusahaan mendapatkan pasokan jamur tiram putih yang terpenuhi dan petani
mitra memperoleh jaminan pasar, baglog yang berkualitas dan bimbingan
pemeliharaan baglog.
Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian oleh Utomo (2012) dengan judul
Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Petani Wortel di Agro Farm
Desa Ciherang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dengan hasil penelitian bahwa
kedua belah pihak yaitu petani mitra dan Agro Farm sama-sama mendapatkan
keuntungan yaitu pihak perusahaan mendapatkan pasokan wortel yang terpenuhi
dan sesuai grade (standar) perusahaan dan perusahaan tidak harus mengelola
usahatani sendiri untuk memproduksi wortel, sehingga dapat menghemat dalam
penggunaan sumberdaya lahan, modal, dan sumberdaya manusia sedangkan untuk
pihak petani mitra memperoleh jaminan pasar, keuntungan dan kemudahan dalam
memperoleh benih maupun saprotan yang digunakan untuk budidaya wortel.
Penelitian oleh Najmudinrohman (2010) dengan judul Pengaruh Kemitraan
terhadap Pendapatan Usahatani Tebu di Kecamatan Trangkil, Pati, Jawa Tengah
dimana membahas kemitraan antara petani tebu mitra dan petani tebu non mitra
dengan pabrik gula. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kedua belah pihak
mendapatkan keuntungan dimana pabrik gula mendapatkan jaminan pasokan
bahan baku dan petani memperoleh kemudahan dalam mengakses pinjaman
berbunga lunak untuk perluasan lahan sehingga meningkatkan produksi tebu
petani yang akan berdampak pada perolehan pendapatan yang lebih tinggi.
Aryani (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh
Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah (Kasus Kemitraan PT
12
Garudafood dengan Petani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan Jangkar,
Kabupaten Situbondo, Jawa Timur) dimana diperoleh masih terdapat beberapa hal
yang tidak sesuai dengan perjanjian kemitraan. Seperti masih ada petani yang
menggunakan pupuk tidak sesuai dosis anjuran, menjual hasil produksi ke
perusahaan lain, dan waktu tanam yang tidak sesuai dengan perjanjian. Meskipun
demikian, pelaksanaan kemitraan tersebut memberikan manfaat kepada petani,
yaitu adanya jaminan pasar, kepastian harga, meningkatkan pendapatan dan
menambah pengetahuan mengenai budidaya kacang tanah.
Dilihat dari segi pendapatan usahatani, usahatani dikatakan menguntungkan
apabila nilai R/C lebih besar dari satu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Nugraha (2012), hasil analisis usahatani menunjukkan pendapatan petani mitra
dan petani non mitra sama-sama menguntungkan karena semua nilai R/C lebih
besar dari satu walaupun pendapatan petani mitra lebih besar dibandingkan
dengan petani non mitra. Hasil perhitungan dapat diketahui R/C atas biaya tunai
dan total petani mitra yaitu 1.38 dan 1.27 sedangkan untuk petani non mitra R/C
atas biaya tunai dan total sebesar 1.31 dan 1.24. Penelitian yang dilakukan oleh
Utomo (2012) tidak jauh berbeda bahwa analisis usahatani menunjukkan
pendapatan petani mitra lebih besar dibandingkan dengan petani non mitra, baik
untuk pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total dengan
hasil perhitungan dapat diketahui R/C atas biaya tunai dan total petani mitra yaitu
2.83 dan 2.26 sedangkan untuk petani non mitra R/C atas biaya tunai dan total
sebesar 2.26 dan 1.78.
Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Aryani (2009) dengan hasil
analisis usahatani menunjukkan R/C petani mitra lebih besar dibandingkan petani
non mitra, diketahui dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total petani
mitra yaitu 2.77 dan 1.47 sedangkan R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total
petani non mitra adalah 1.92 dan 0.96. Berbeda dengan hasil analisis usahatani
oleh penelitian Najmudinrohman (2010) menunjukkan R/C petani mitra lebih
besar dibandingkan petani non mitra. Produksi rata-rata petani mitra sebesar
780.55 kuintal per ha sedangkan petani non mitra 698.24 kuintal per ha. Dari hasil
penelitian, ukuran pendapatan diketahui menguntungkan dari besarnya produksi
petani.
Dari segi komoditi yang sama dengan topik yang berbeda yang dilakukan
oleh Sitanggang (2008) dan Sitepu (2010) dengan judul Analisis Usahatani dan
Tataniaga Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) di Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor, Jawa Barat dimana hasil penelitian dari Sitanggang (2008)
memiliki nilai R/C total sebesar 1.43 sedangkan untuk R/C atas biaya tunai adalah
sebesar 1.63. Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Sitepu (2010) dengan
lokasi yang sama dengan Sitanggang, diperoleh R/C total sebesar 1.57 dan R/C
untuk biaya tunai adalah sebesar 1.84. Maka dapat dikatakan usahatani jamur
tiram tersebut menguntungkan karena R/C lebih dari satu dan layak untuk
dikembangkan.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Maharany (2007) dengan
judul Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Studi Kasus: Desa
Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung menunjukkan nilai R/C atas
biaya tunai adalah 2.69 dan R/C atas biaya total adalah 2.20 sehingga disimpulkan
usahatani jamur tiram putih telah efisien sedangkan penelitian oleh Nasution
(2010) dengan judul Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus Komunitas
13
Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan,Kabupaten Bogor)
kepada enam petani dengan hasil penelitian nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1.63
sedangkan nilai R/C atas biaya total adalah 1.58.
Penelitian lain oleh Nasution (2010) dengan judul Analisis Usahatani Jamur
Tiram Putih (Kasus Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan
Pamijahan, Kabupaten Bogor) kepada enam petani dengan hasil penelitian nilai
R/C atas biaya tunai sebesar 1.63 sedangkan nilai R/C atas biaya total adalah 1.58.
Penelitian yang dilakukan oleh Andriyani (2009) dengan judul Analisis Finansial
Usahatani Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) (Studi Kasus: Kecamatan
Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) dengan hasil penelitian nilai
R/C atas biaya total sebesar 1.12 sedangkan untuk R/C atas biaya tunai adalah
sebesar 2.28.
Berdasarkan hasil analisis dari beberapa penelitian terdahulu dapat diketahui
bahwa tujuan dari kemitraan ini adalah saling menguntungkan kedua belah pihak
baik perusahaan inti dan petani mitra, dimana perusahaan memperoleh
keuntungan sedangkan petani mitra memperoleh jaminan pasar, jaminan harga
dan pendapatan. Selain itu dengan petani mengikuti kemitraan, pendapatan petani
lebih besar dibandingkan dengan petani yang tidak mengikuti kemitraan. Manfaat
menganalisis penelitian terdahulu adalah mengetahui pola kemitraan, manfaat dan
kendala kemitraan serta membandingkan pendapatan petani yang bermitra dan
tidak bermitra dengan menggunakan alat analisis berupa R/C rasio, dimana
usahatani dikatakan menguntungkan apabila nilai R/C lebih besar dari satu.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Pengertian Kemitraan
Kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha
menengah dan atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan
oleh usaha menengah dan atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan (Peraturan
Pemerintah tentang Kemitraan Nomor 44 tahun 1997).
Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan
prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah, 1999). Batasan
kemitraan usaha menurut Hafsah adalah hubungan bisnis usaha pertanian yang
melibatkan satu atau sekelompok orang yang berbadan hukum dengan satu atau
sekelompok orang/badan usaha dimana masing-masing pihak memperoleh
penghasilan dan usaha bisnis yang sama atau saling berkaitan dengan tujuan
menjamin terciptanya keseimbangan, keselarasan, dan keterpaduan yang dilandasi
rasa saling menguntungkan, saling memerlukan dan saling melaksanakan etika
bisnis.
14
Maksud dan Tujuan Kemitraan
Pada dasarnya maksud dan tujuan dari kemitraan adalah “Win-Win Solution
Partnership”. Kesadaran dan saling menguntungkan di sini tidak berarti para
partisipan dalam kemitraan tersebut harus memiliki kemampuan dan kekuatan
yang sama, tetapi yang lebih dipentingkan adalah adanya posisi tawar yang setara
berdasarkan peran masing-masing (Hafsah, 1999).
Menurut Hafsah, dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan kemitraan secara lebih konkret adalah :
1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat,
2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan,
3. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil,
4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional,
5. Memperluas kesempatan kerja, dan
6. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.
Pola Kemitraan
Menurut Keputusan Menteri Pertanian No. 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang
Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, pola kemitraan dibagi kedalam enam
kelompok yaitu inti plasma, subkontrak, dagang umum, keagenan, kerjasama
operasional agribisnis dan waralaba.
Pola Inti Plasma
Pola ini merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan
perusahaan mitra, yang di dalamnya perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan
kelompok mitra sebagai plasma. Dalam pola kemitraan inti plasma, perusahaan
mitra berperan dalam penyediaan sarana produksi, menampung hasil produksi,
membeli hasil produksi, memberikan bimbingan teknis dan pembinaan
manajemen kepada kelompok mitra, memberikan pelayanan kepada kelompok
mitra berupa permodalan/kredit, sarana produksi dan teknologi, mempunyai usaha
budidaya pertanian/memproduksi kebutuhan perusahaan serta menyediakan lahan.
Sedangkan kelompok mitra bertugas sebagai pengelola seluruh usaha bisnisnya
sampai dengan panen, menjual hasil produksi kepada perusahaan mitra dan
memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati
(Hafsah, 1999).
Adapun kelebihan dari pola inti plasma antara lain:
a) Kemitraan inti plasma memberikan manfaat timbal balik antara kedua belah
pihak yang bekerja sama dengan saling ketergantungan dan saling
menguntungkan
b) Terciptanya peningkatan usaha
c) Pola kemitraan inti plasma dapat mendorong perkembangan ekonomi
Kelemahan dari pola inti plasma antara lain:
a) Kelompok mitra belum memahami hak dan kewajibannya dengan baik sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati
15
b) Perusahaan mitra sebagai inti belum sepenuhnya menjalani komitmen dalam
memenuhi fungsi dan kewajiban sesuai apa yang diharapkan oleh pihak
plasma
Plasma
Plasma
Perusahaan Inti
Plasma
Plasma
Gambar 1 Pola kemitraan inti-plasma
Sumber: Departemen Pertanian (2013a)
Pola Subkontrak
Pola kemitraan subkontrak merupakan kemitraan antara kelompok mitra
dengan perusahaan mitra, dimana di dalamnya kelompok mitra memproduksi
komponen yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari
produksinya. Pola kemitraan subkontrak mensyaratkan bahwa kelompok mitra
harus: 1) memproduksi kebutuhan yang dibutuhkan oleh perusahaan mitra sebagai
komponen produksinya, 2) menyediakan tenaga kerja, dan 3) membuat kontrak
bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu. Sedangkan tugas
perusahaan mitra adalah: 1) menampung dan membeli komponen produksi yang
dihasilkan oleh kelompok mitra, 2) menyediakan bahan baku/modal kerja, dan 3)
melakukan kontrol kualitas produksi.
Menurut Hafsah (1999), keuntungan dari pola kemitraan sub kontrak adalah
dapat mendorong terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan dan menjamin
pemasaran produk kelompok mitra usaha. Sementara kelemahan pola kemitraan
sub kontrak antara lain:
a) Seringkali memberikan kecenderungan mengisolasi produsen kecil sebagai
sub kontrak pada satu bentuk hubungan monopoli dan monopsoni terutama
dalam penyedian bahan baku dan pemasaran.
b) Terjadi penekanan terhadap harga input yang tinggi dan harga output yang
rendah karena telah berkurangnya nilai-nilai kemitraan antar kedua belah
pihak.
c) Adanya gejala eksploitasi tenaga untuk mengejar target produksi.
Pola kemitraan subkontrak biasanya ditandai dengan adanya kontrak
bersama yang mencakup volume, harga, mutu dan waktu. Pola ini menunjukkan
bahwa kelompok mitra memproduksi komponen produksi yang dibutuhkan oleh
perusahaan mitra sehingga hasil produksi yang dihasilkan oleh kelompok mitra
sangat penting untuk keberlangsungan usaha mitra. Oleh karena itu, pihak
perusahaan mitra perlu melakukan pembinaan kepada kelompok mitra secara
intensif.
16
Kelompok
Mitra
Kelompok
Mitra
Perusahaan Mitra
Kelompok
Mitra
Kelompok
Mitra
Gambar 2 Pola kemitraan sub kontrak
Sumber: Departemen Pertanian (2013a)
Pola Dagang Umum
Pola dagang umum merupakan hubungan antara usaha kecil sebagai
kelompok mitra dengan usaha menengah atau usaha besar sebagai perusahaan
mitra dimana perusahaan mitra berfungsi memasarkan hasil produksi kelompok
mitranya atau kelompok mitra memasok kebutuhan perusahaan mitra. Pola
kemitraan ini memerlukan struktur permodalan yang kuat dari kedua belah pihak
yang bermitra, baik mitra usaha besar maupun usaha kecil membiayai sendiri dari
kegiatan usaha yang dijalankan masing-masing pihak yang bermitra. Hal ini
dikarenakan sifat dari pola kemitraan ini pada dasarnya adalah hubungan membeli
dan menjual terhadap produk yang dimitrakan. Contohnya beberapa petani atau
kelompok tani hortikultura bergabung dalam bentuk koperasi atau badan usaha
lainnya kemudian bermitra dengan toko swalayan atau mitra usaha lainnya.
Koperasi tani tersebut bertuga