Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor

(1)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA JAMUR TIRAM PUTIH (

Pleurotus Ostreatus

) DI KECAMATAN TAMANSARI

KABUPATEN BOGOR

Oleh :

ROMBER JUANTO SITANGGANG A 14105700

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(2)

RINGKASAN

ROMBER JUANTO SITANGGANG. Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (Dibawah bimbingan PARULIAN HUTAGAOL)

Jamur mempunyai keunggulan antara lain nilai gizinya yang tinggi (40 persen protein), rendah kalori dan lemak serta mempunyai khasiat untuk kesehatan manusia sebagai protein nabati yang tidak mengandung kolesterol, sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit darah tinggi, penyakit jantung, untuk mengurangi berat badan dan diabetes serta dapat menyembuhkan anemia dan sebagai obat anti tumor. Prospek pengembangan jamur di Indonesia cukup potensial baik untuk pasar domestik maupun pasar internasional.

Pengembangan penelitian jamur juga perlu ditingkatkan terutama bagi negara-negara berkembang yang masih melakukan sistim budidaya secara tradisional, seiring dengan semakin berkembangnya usaha jamur. Di Kecamatan Tamansari terdapat 7 orang petani jamur tiram putih, yang sebagian besar kemampuan dalam melakukan usahatani masih rendah, modal yang kecil sehingga sulit untuk mengembangkan usahanya, penguasaan teknologi yang terbatas, skala usaha yang relatif kecil sehingga produktivitasnya masih rendah, kualitas rendah dan produksi tidak kontiniu.

Efisien atau tidaknya saluran tataniaga, dipengaruhi oleh lembaga-lembaga tataniaga yang terkait di dalamnya. Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam memasarkan jamur tiram dari produsen ke konsumen akhir adalah petani (produsen), supplier dan pedagang pengecer. Dari permasalahan tersebut, maka dilakukan analisis pendapatan usahatani jamur tiram. Selain itu, perlu juga dilakukan analisis saluran tataniaga untuk mengetahui bagaimana bentuk saluran tataniaga jamur tiram yang ada di lokasi penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi usahatani jamur tiram putih dan menganalisis pendapatan usahatani jamur tiram putih berdasarkan skala usaha. Selain pendapatan, juga menganalisis pelaksanaan tataniaga jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung dengan petani, sedangkan data sekunder diperoleh dari BPS, Dinas Pertanian dan sumber lain yang relevan. Data yang diperoleh disusun dalam bentuk tabulasi. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program excel dan hasil keluarannya dianalisis secara deskriptif.

Analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan usahatani, R/C rasio,

Return to Family Labor dan Return to Total Capital. Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan usahatani jamur tiram putih yang dilakukan, R/C rasio digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani jamur tiram putih, dan Return to Family Labor serta Return to Total Capital digunakan untuk mengetahui imbalan terhadap tenaga kerja keluarga dan modal keseluruhan.

Berdasarkan proses produksi yang terjadi di lapangan, proses produksi usahatani jamur tiram putih di di Kecamatan Tamansari masih menggunakan


(3)

teknologi drum (tidak ada yang menggunakan teknologi autoklaf), dengan penggunaan log rata-rata 12.571 log.

Keuntungan (pendapatan) usahatani jamur tiram putih lebih ditentukan oleh jumlah log. Berdasarkan analisis pendapatan, maka diperoleh nilai imbangan dan biaya atau (R/C rasio) total sebesar 1,43, yang artinya untuk setiap rupiah biaya total yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,43. Sedangkan untuk R/C raso atas biaya tunai adalah sebesar 1,63, artinya untuk setiap rupiah biaya tunai yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,61. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa usahatani jamur tiram tersebut menguntungkan dan layak untuk dikembangkan

Berdasarkan pendekatan Return to Family Labor sebesar Rp 61.418, yang artinya lebih besar dibandingkan dengan upah yang berlaku (Rp 15.000 per HOK). Sedangkan berdasarkan pendekatan Return to Total Capital sebesar 36,91%, yang artinya lebih besar dari bunga bank berlaku (15 persen). Melalui kedua pendekatan tersebut, dapat dikatakan bahwa usahatani jamur tiram di Kecamatan Tamansari sangat menguntungkan.

Walaupun usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari menguntungkan, akan tetapi produksi belum dapat memenuhi permintaan pasar. Hal ini dikarenakan petani masih kekurangan modal untuk menambah produksi. Hal ini dikarenakan walaupun harga jamur tiram putih meningkat, tetapi harga faktor produksi pun meningkat.

Pada saluran tataniaga jamur tiram putih, terdapat tiga saluran tataniaga jamur tiram putih. Pada saluran 1 dan saluran 2 jamur yang dihasilkan petani dijual di sekitar wilayah Bogor , sedangkan pada saluran 3 jamur dijual ke luar wilayah Bogor. Dari ketiga saluran tersebut pola saluran 1 lebih efisien berdasarkan alokasi penjualan per hari sebesar 65,51 persen. Dimana pada saluran 3, petani menjual jamur kepada supplier, kemudian ke pedagang pengecer dan terakhir konsumen akhir.


(4)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA JAMUR TIRAM PUTIH (

Pleurotus Ostreatus

) DI KECAMATAN TAMANSARI

KABUPATEN BOGOR

Oleh :

ROMBER JUANTO SITANGGANG A 14105700

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

SSSSss

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(5)

Judul Skripsi : Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor

Nama : Romber Juanto Sitanggang

NRP : A14105700

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS NIP. 131 284 623

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENGATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG BERJUDUL ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA JAMUR TIRAM PUTIH (

Pleurotus Ostreatus

) DI KECAMATAN TAMANSARI

KABUPATEN BOGOR BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA

SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2008

ROMBER JUANTO SITANGGANG (A14105700)


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Limbong, Samosir Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 12 Juni 1982, merupakan anak ketiga dari sembilan bersaudara dari pasangan bapak J. Sitanggang dan ibu S. Limbong.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Limbong pada tahun 1994, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Limbong Sagala dan lulus pada tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Sianjur Mula-Mula Samosir dan lulus pada tahun 2000.

Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Diploma III Manajemen Bisnis Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Memasuki IPB dan lulus pada tahun 2003. Setelah lulus dari Program Diploma III IPB, penulis bekerja sebagai staf di salah satu perusahaan swasta PT Hendesan Multi Konsultan Jakarta selama periode Januari 2004 sampai Oktober 2005. Kemudian pada bulan Mei 2006, penulis melanjutkan pendidikan di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan kasih karunia-Nya yang begitu besar dan luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Skripsi ini menganalisis tentang pendapatan usahatani jamur tiram putih yang ada di Kecamatan Tamansari, serta menganalisis sistem tataniaganya. Melalui skripsi ini, penulis mencoba memberikan gambaran dalam mencari alternatif untuk mengambil keputusan dalam melakukan kegiatan usahatani jamur tiram putih melalui pendekatan teori usahatani dan tataniaga.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dalam penyajian materi maupun ide-ide pokok yang penulis sampaikan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan selanjutnya pada masa yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pembacanya.

Bogor, Juli 2008


(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulisan skipsi ini tidak dapat selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, arahan dan dorongan kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Bapa dan Oma tercinta dan bapatua saya selaku orangtua atas kasih sayang yang selalu tercurah, do’a dan dukungan secara moril maupun materil. Buat abangku (Pak Nency), kakakku (mama alek) dan juga adik-adikku yang selalu memberikan motivasi, semangat dan juga do’a. Juga buat Keluarga Besar Op. Jubel yang senantiasa memberikan dukungan yang sangat besar kepada studi saya.

3. Ibu Ir. Juaniar Atmakusuma, MS atas kesediaannya sebagai dosen evaluator pada saat kolokium.

4. Ibu Dr. Ir. Heny K. Daryanto, MEc atas kesediaannya sebagai dosen penguji utama.

5. Bapak Arif Karyadi Uswandi, SP atas kesediaannya sebagai dosen penguji Komisi Pendidikan.

6. Ebrinedy Haloho atas kesediaannya sebagai pembahas dalam seminar.

7. Ibu cucu komalasari, pak Nyilun, ibu endah hodyati, pak mu’min sholeh, pak narta, pak dayat, dan pak joko selaku responden. Terimakasih juga kepada pegawai pemerintahan Kecamatan Tamansari dan Kades yang telah


(10)

memberikan kesempatan dan informasi yang saya butuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Anata Novelin, Amd terkasih atas bantuan, motivasi, perhatian dan kasih sayangnya selama ini

9. Keluarga besar wisma borobudur (david, andri, majus, eric, vandam, ilham, julianto, yeyen, dan dwi), klub sembilan (budi, thomson), binharto selaku penyedia transportasi.

10. Keluarga besar staf dan mahasiswa ekstensi manajemen agribisnis mahasiwa IPB.

11. Semua pihak yang belum dapat disebutkan satu persatu, yang telah turut membantu saya dalam penyelesaian studi saya ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pihak yang membacanya dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan tuntunan dalam pelaksanaan penelitian selanjutnya.

Bogor, Juli 2008


(11)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA JAMUR TIRAM PUTIH (

Pleurotus Ostreatus

) DI KECAMATAN TAMANSARI

KABUPATEN BOGOR

Oleh :

ROMBER JUANTO SITANGGANG A 14105700

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(12)

RINGKASAN

ROMBER JUANTO SITANGGANG. Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (Dibawah bimbingan PARULIAN HUTAGAOL)

Jamur mempunyai keunggulan antara lain nilai gizinya yang tinggi (40 persen protein), rendah kalori dan lemak serta mempunyai khasiat untuk kesehatan manusia sebagai protein nabati yang tidak mengandung kolesterol, sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit darah tinggi, penyakit jantung, untuk mengurangi berat badan dan diabetes serta dapat menyembuhkan anemia dan sebagai obat anti tumor. Prospek pengembangan jamur di Indonesia cukup potensial baik untuk pasar domestik maupun pasar internasional.

Pengembangan penelitian jamur juga perlu ditingkatkan terutama bagi negara-negara berkembang yang masih melakukan sistim budidaya secara tradisional, seiring dengan semakin berkembangnya usaha jamur. Di Kecamatan Tamansari terdapat 7 orang petani jamur tiram putih, yang sebagian besar kemampuan dalam melakukan usahatani masih rendah, modal yang kecil sehingga sulit untuk mengembangkan usahanya, penguasaan teknologi yang terbatas, skala usaha yang relatif kecil sehingga produktivitasnya masih rendah, kualitas rendah dan produksi tidak kontiniu.

Efisien atau tidaknya saluran tataniaga, dipengaruhi oleh lembaga-lembaga tataniaga yang terkait di dalamnya. Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam memasarkan jamur tiram dari produsen ke konsumen akhir adalah petani (produsen), supplier dan pedagang pengecer. Dari permasalahan tersebut, maka dilakukan analisis pendapatan usahatani jamur tiram. Selain itu, perlu juga dilakukan analisis saluran tataniaga untuk mengetahui bagaimana bentuk saluran tataniaga jamur tiram yang ada di lokasi penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi usahatani jamur tiram putih dan menganalisis pendapatan usahatani jamur tiram putih berdasarkan skala usaha. Selain pendapatan, juga menganalisis pelaksanaan tataniaga jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung dengan petani, sedangkan data sekunder diperoleh dari BPS, Dinas Pertanian dan sumber lain yang relevan. Data yang diperoleh disusun dalam bentuk tabulasi. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program excel dan hasil keluarannya dianalisis secara deskriptif.

Analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan usahatani, R/C rasio,

Return to Family Labor dan Return to Total Capital. Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan usahatani jamur tiram putih yang dilakukan, R/C rasio digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani jamur tiram putih, dan Return to Family Labor serta Return to Total Capital digunakan untuk mengetahui imbalan terhadap tenaga kerja keluarga dan modal keseluruhan.

Berdasarkan proses produksi yang terjadi di lapangan, proses produksi usahatani jamur tiram putih di di Kecamatan Tamansari masih menggunakan


(13)

teknologi drum (tidak ada yang menggunakan teknologi autoklaf), dengan penggunaan log rata-rata 12.571 log.

Keuntungan (pendapatan) usahatani jamur tiram putih lebih ditentukan oleh jumlah log. Berdasarkan analisis pendapatan, maka diperoleh nilai imbangan dan biaya atau (R/C rasio) total sebesar 1,43, yang artinya untuk setiap rupiah biaya total yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,43. Sedangkan untuk R/C raso atas biaya tunai adalah sebesar 1,63, artinya untuk setiap rupiah biaya tunai yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,61. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa usahatani jamur tiram tersebut menguntungkan dan layak untuk dikembangkan

Berdasarkan pendekatan Return to Family Labor sebesar Rp 61.418, yang artinya lebih besar dibandingkan dengan upah yang berlaku (Rp 15.000 per HOK). Sedangkan berdasarkan pendekatan Return to Total Capital sebesar 36,91%, yang artinya lebih besar dari bunga bank berlaku (15 persen). Melalui kedua pendekatan tersebut, dapat dikatakan bahwa usahatani jamur tiram di Kecamatan Tamansari sangat menguntungkan.

Walaupun usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari menguntungkan, akan tetapi produksi belum dapat memenuhi permintaan pasar. Hal ini dikarenakan petani masih kekurangan modal untuk menambah produksi. Hal ini dikarenakan walaupun harga jamur tiram putih meningkat, tetapi harga faktor produksi pun meningkat.

Pada saluran tataniaga jamur tiram putih, terdapat tiga saluran tataniaga jamur tiram putih. Pada saluran 1 dan saluran 2 jamur yang dihasilkan petani dijual di sekitar wilayah Bogor , sedangkan pada saluran 3 jamur dijual ke luar wilayah Bogor. Dari ketiga saluran tersebut pola saluran 1 lebih efisien berdasarkan alokasi penjualan per hari sebesar 65,51 persen. Dimana pada saluran 3, petani menjual jamur kepada supplier, kemudian ke pedagang pengecer dan terakhir konsumen akhir.


(14)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA JAMUR TIRAM PUTIH (

Pleurotus Ostreatus

) DI KECAMATAN TAMANSARI

KABUPATEN BOGOR

Oleh :

ROMBER JUANTO SITANGGANG A 14105700

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

SSSSss

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(15)

Judul Skripsi : Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor

Nama : Romber Juanto Sitanggang

NRP : A14105700

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS NIP. 131 284 623

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENGATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG BERJUDUL ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA JAMUR TIRAM PUTIH (

Pleurotus Ostreatus

) DI KECAMATAN TAMANSARI

KABUPATEN BOGOR BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA

SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2008

ROMBER JUANTO SITANGGANG (A14105700)


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Limbong, Samosir Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 12 Juni 1982, merupakan anak ketiga dari sembilan bersaudara dari pasangan bapak J. Sitanggang dan ibu S. Limbong.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Limbong pada tahun 1994, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Limbong Sagala dan lulus pada tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Sianjur Mula-Mula Samosir dan lulus pada tahun 2000.

Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Diploma III Manajemen Bisnis Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Memasuki IPB dan lulus pada tahun 2003. Setelah lulus dari Program Diploma III IPB, penulis bekerja sebagai staf di salah satu perusahaan swasta PT Hendesan Multi Konsultan Jakarta selama periode Januari 2004 sampai Oktober 2005. Kemudian pada bulan Mei 2006, penulis melanjutkan pendidikan di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan kasih karunia-Nya yang begitu besar dan luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Skripsi ini menganalisis tentang pendapatan usahatani jamur tiram putih yang ada di Kecamatan Tamansari, serta menganalisis sistem tataniaganya. Melalui skripsi ini, penulis mencoba memberikan gambaran dalam mencari alternatif untuk mengambil keputusan dalam melakukan kegiatan usahatani jamur tiram putih melalui pendekatan teori usahatani dan tataniaga.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dalam penyajian materi maupun ide-ide pokok yang penulis sampaikan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan selanjutnya pada masa yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pembacanya.

Bogor, Juli 2008


(19)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulisan skipsi ini tidak dapat selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, arahan dan dorongan kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Bapa dan Oma tercinta dan bapatua saya selaku orangtua atas kasih sayang yang selalu tercurah, do’a dan dukungan secara moril maupun materil. Buat abangku (Pak Nency), kakakku (mama alek) dan juga adik-adikku yang selalu memberikan motivasi, semangat dan juga do’a. Juga buat Keluarga Besar Op. Jubel yang senantiasa memberikan dukungan yang sangat besar kepada studi saya.

3. Ibu Ir. Juaniar Atmakusuma, MS atas kesediaannya sebagai dosen evaluator pada saat kolokium.

4. Ibu Dr. Ir. Heny K. Daryanto, MEc atas kesediaannya sebagai dosen penguji utama.

5. Bapak Arif Karyadi Uswandi, SP atas kesediaannya sebagai dosen penguji Komisi Pendidikan.

6. Ebrinedy Haloho atas kesediaannya sebagai pembahas dalam seminar.

7. Ibu cucu komalasari, pak Nyilun, ibu endah hodyati, pak mu’min sholeh, pak narta, pak dayat, dan pak joko selaku responden. Terimakasih juga kepada pegawai pemerintahan Kecamatan Tamansari dan Kades yang telah


(20)

memberikan kesempatan dan informasi yang saya butuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Anata Novelin, Amd terkasih atas bantuan, motivasi, perhatian dan kasih sayangnya selama ini

9. Keluarga besar wisma borobudur (david, andri, majus, eric, vandam, ilham, julianto, yeyen, dan dwi), klub sembilan (budi, thomson), binharto selaku penyedia transportasi.

10. Keluarga besar staf dan mahasiswa ekstensi manajemen agribisnis mahasiwa IPB.

11. Semua pihak yang belum dapat disebutkan satu persatu, yang telah turut membantu saya dalam penyelesaian studi saya ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pihak yang membacanya dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan tuntunan dalam pelaksanaan penelitian selanjutnya.

Bogor, Juli 2008


(21)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Kegunaan Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1. Karakteristik Jamur tiram Putih ... 11

2.1.1. Sarana Produksi Usahatani Jamur Tiram ... 14

2.1.2. Budidaya Jamur Tiram... 19

2.1.3. Ukuran Pendapatan dan Keuntungan Usahatani ... 23

2.2. Konsep Tataniaga... 27

2.2.1. Lembaga dan Saluran Tataniaga ... 29

2.2.2. Fungsi – fungsi Tataniaga ... 30

2.2.3. Struktur Pasar ... 31

2.2.4. Keragaan Pasar... 32

2.2.5. Margin Tataniaga ... 32

2.2.6. Farmer’s Share ... 34

2.2.7. Rasio Keuntungan dan Biaya ... 35

2.2.8. Efisiensi Tataniaga ... 35

2.3. Tinjauan Empiris Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram... 37

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ... 40

3.1. Teori Usahatani ... 40

3.2. Kelembagaan Tataniaga ... 42

BAB IV METODE PENELITIAN ... 45

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 45

4.3. Pengambilan Responden ... 46

4.4. Metode Analisis Data... 46

4.4.1.Analisis Pendapatan Usahatani ... 47

4.4.2. Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga ... 48

4.4.3. Analisis Efisiensi Tataniaga... 49

4.4.3.1. Analisis Farmer’s Share... 49

4.4.3.2. Marjin Tataniaga ... 50


(22)

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 52 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelititan ... 52 5.1.1. Letak Geografis dan Pembagian Administrasi... 52 5.1.2. Keadaan Sosial Ekonomi ... 53 5.2. Karakteristik Petani Responden ... 54 5.2.1. Usia Petani ... 54 5.2.2. Tingkat Pendidikan Petani ... 54 5.2.3. Pengalaman Bertani ... 55 5.3. Keragaan Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari ... 56

5.3.1. Gambaran Umum Pelaksanaan Budidaya Jamur Tiram di

Kecamatan Tamansari ... 56 BAB VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI... 62

6.1. Proses Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih ... 62 6.2. Analisis Biaya Usahatani Jamur Tiram Putih ... 65 6.3. Penerimaan Usahatani Jamur Tiram ... 67 6.4. Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih ... 68 6.5. Analisis Imbalan Terhadap Tenaga Kerja Keluarga

dan Total Modal ... 70 BAB VII ANALISIS TATANIAGA JAMUR TIRAM ... 72 7.1. Pendekatan Tataniaga ... 72 7.1.1. Pendekatan Kelembagaan ... 73 7.1.2. Pendekatan Fungsi ... 74 7.2. Analisis Efisiensi Saluran Tataniaga Jamur Tiram Putih... 76 7.2.1. Saluran Tataniaga Jamur Tiram ... 76 7.2.2. Marjin Tataniaga ... 79 7.2.3. Farmer’s Share Petani Jamur Tiram... 81 7.3. Pendekatan SCP ... 82 7.3.1. Struktur Pasar (Market Structure)... 82 7.3.2. Perilaku Pasar (Market Conduct) ... 83 7.3.3. Keragaan Pasar (Market Performance)... 84 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 85 8.1. Kesimpulan ... 85 8.2. Saran... 86 DAFTAR PUSTAKA ... 87 LAMPIRAN... 89


(23)

DAFTAR TABEL

No Hal

Tabel 1 Nilai Gizi Beberapa Jenis Jamur Dibandingkan dengan Bahan

Makanan Lain dalam satuan Berat Segar...2 Tabel 2 Perbandingan Volume Ekspor dan Impor Jamur (1999-2005) ... 3 Tabel 3 Harga Beberapa Jamur Unggulan di Jakarta... 5 Tabel 4 Harga Jamur tiram segar di Bogor ... 6 Tabel 5 Produksi Jamur dalam Ton (2002-2005) ... 8 Tabel 6 Kebutuhan Bahan – bahan dalam Budidaya Jamur tiram ... 19 Tabel 7 Jenis – jenis Struktur Pasar Berdasarkan Jumlah Perusahaan dan

Sifat Produk... 32 Tabel 8 Pembagian Wilayah Kecamatan Tamansari Berdasarkan

Jumlah Desa, Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk... 53 Tabel 9 Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Tamansari

Tahun 2006 ... 53 Tabel 10 Sebaran Petani Responden Menurut Usia di Kecamatan

Tamansari Tahun 2008... 54 Tabel 11 Sebaran Petani Responden Menurut Tingkat Pendidikan

di Kecamatan Tamansari Tahun 2008... 55 Tabel 12 Sebaran Petani Responden Menurut Pengalaman Bertani

di Kecamatan Tamansari Tahun 2008... 55 Tabel 13 Penggunaan Input Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih

di Kecamatan Tamansari selama 1 Periode (3 bulan)... 64 Tabel 14 Analisis Biaya Rata-rata Usahatani Jamur Tiram Putih di

Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode... 66 Tabel 15 Penerimaan Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan

Tamansari Selama Satu Periode (3 bulan) ... 68

Tabel 16 Rata-rata Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Jamur Tiram


(24)

Tabel 17 Perhitungan Return to Family Labor Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Selama 1 Periode

(3 bulan)2008 ... 70 Tabel 18 Perhitungan Return to Total Capital Usahatani Jamur Tiram

Putih di Kecamatan Tamansari selama 1 Periode (3 bulan) ... 71 Tabel 19 Fungsi Tataniaga yang Dilakukan Masing – Masing Lembaga

Tataniaga Jamur Tiram ... 74 Tabel 20 Alokasi Penjualan Jamur Tiram pada Masing-Masing Saluran

Tataniaga Pada Periode Amatan Terakhir... 79 Tabel 21 Rasio Keuntungan dan Biaya Lembaga Tataniaga Jamur Tiram di

Kecamatan Tamansari ... 80 Tabel 22 Besarnya Farmer’s Share Pada Masing-Masing Saluran Tataniaga


(25)

DAFTAR GAMBAR

No Hal

Gambar 1 Gambar Jamur Tiram Siap Dipanen... 11 Gambar 2 Hubungan Antara Margin Tataniaga, Nilai Margin

Tataniaga serta Marketing Cost and Charge... 34 Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional... 44 Gambar 4 Saluran Tataniaga Jamur Tiram Putih di Kecamatan


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1. Penjabaran Tentang Biaya Variabel yang Dikeluarkan Oleh

Masing-masing Petani Responden... 89 2. Perbandingan biaya tunai dan tidak tunai pada masing-masing

petani responden selama satu periode ... 93 3. Rata-Rata Nilai Penyusutan Peralatan Usahatani Jamur Tiram di

Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode ... 96 4. Kuisioner Penelitian ... 95


(27)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanpa disadari, jamur atau cendawan turut memberikan andil besar dalam memenuhi aneka ragam menu makanan khas Indonesia seperti tempe, tape, oncom, tauco, roti, minuman fermentasi serta berbagai macam makanan lainnya. Dari sekian banyak jamur yang dapat dikonsumsi (edible mushroom) dan sudah dibudidayakan di Indonesia salah satunya adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus).

Keunggulan yang spesifik dari jamur bila dibandingkan dengan tanaman lain maupun hewan adalah kemampuan dalam mengubah celulose atau lignin menjadi polisakarida dan protein yang bebas kolesterol (Pasaribu, et.al. 2002). Menu makanan yang rendah garam, gula, lemak dan kolesterol semakin banyak dicari orang. Trend tersebut turut mendorong popularitas jamur sebagai menu sehat. Jamur tiram mempunyai khasiat untuk kesehatan manusia sebagai protein nabati yang tidak mengandung kolesterol, sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit darah tinggi, penyakit jantung, untuk mengurangi berat badan, obat diabetes, obat anemia dan sebagai obat anti tumor.

Aspek keuntungan lain bila dibandingkan antara bahan pangan dan makanan lain dengan beberapa jenis jamur yang dapat dikonsumsi adalah nilai gizinya. Protein nabati yang terdapat dalam jamur hampir sebanding atau relatif lebih tinggi dibandingkan protein sayuran berdaun, sayuran berumbi, dan memiliki kandungan lemak yang rendah dibandingkan daging sapi demikian juga kalorinya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.


(28)

Tabel 1 Nilai Gizi Beberapa Jenis Jamur Dibandingkan dengan Bahan Makanan Lain dalam Satuan Berat Segar

Jenis Makanan Protein(%) Lemak(%) Karbohidrat(%) Jamur tiram Jamur campignon Jamur Shitake Jamur Merang Kentang Buncis Kubis Seledri Bayam Daging sapi 40.0 4.8 13.4-17.5 1.8 2.0 2.4 1.5 1.3 2.2 21.0 - 0.2 4.9-8.9 0.3 0.1 0.2 0.1 0.2 0.3 5.5 - 3.5 9.5-70.7* 4-48* 20.9 7.7 4.2 3.7 1.7 0.5 Keterangan : *) Berdasarkan berat kering

(-) Tidak ada data Sumber : Pasaribu, et.al (2002)

Budaya untuk mengkonsumsi jamur pada masyarakat di waktu yang akan datang dapat menjadi dasar kebutuhan pasar domestik maupun pasar internasional dan mendorong kekuatan dengan memberikan kontribusi pada pertumbuhan bisnis. Usaha jamur merupakan ladang bisnis yang menjanjikan, karena manfaat jamur yang sangat banyak (sebagai makanan dan obat) sehingga banyak pemodal kecil dan besar yang tertarik untuk terjun ke usaha jamur.

Perbedaan harga antara pasar internasional dengan pasar domestik merupakan peluang bagi pengusaha memenuhi permintaan ekspor sekaligus masuk ke dalam kompetisi pasar internasional. Sebagai potensi pasar yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan pasar di masa mendatang adalah masih rendahnya volume ekspor sebagai mana tercermin pada Tabel 2.


(29)

Tabel 2 Perbandingan Volume Ekspor dan Impor Jamur (1999 – 2005)

Ekspor Impor

Tahun Bentuk Produk

Jamur Volume (kg) Persentase (%) Volume (kg) Persentase (%)

Jamur segar 2.070.702 - 656.623

-1999

Jamur olahan 22.958.627 - 835.132

-Jamur segar 3.096.307 49,53 492.489 (25,00)

2000

Jamur olahan 26.283.791 14,48 980.294 17,38

Jamur segar 3.743.308 80,77 403.490 (38,55)

2001

Jamur olahan 22.687.013 (1,18) 1.028.538 23,16

Jamur segar 4.185.662 102,14 479.412 (26,99)

2002

Jamur olahan 14.043.614 (38,83) 849.618 1,73

Jamur segar 1.633.399 (21,12) 490.157 (25,35)

2003

Jamur olahan 14.506.045 (36,82) 1.049.162 25,63

Jamur segar 3.489.922 68,54 778.191 18,51

2004

Jamur olahan 18.093.778 (21,19) 1.542.528 84,70

Jamur segar 3.505.870 69,31 923.989 40,72

2005

Jamur olahan 18.884.226 (17,75) 1.948.493 133,32

Sumber : Direktorat Tanaman Pangan Tahun, 2006

Berdasarkan Tabel 2 bahwa perkembangan ekspor jamur segar mengalami peningkatan yang cukup drastis selama tiga tahun yaitu (2000-2002) yang kemudian menurun kembali pada tahun 2003, akan tetapi tahun berikutnya terjadi kenaikan. Berdasarkan tabel di atas, volume ekspor dari tahun 2000 sampai 2005 memiliki trend positif (meningkat) sebesar 69,31 persen. Perkembangan impor terlihat fluktuatif, khususnya untuk jamur segar, tetapi untuk jamur olahan cenderung meningkat. Fenomena tersebut perlu diantisipasi melalui berbagai upaya penanganan yang lebih profesional, sehingga pada gilirannya ekspor akan cenderung meningkat dan impor akan semakin menurun.

Perkembangan industri jamur yang ditandai dengan semakin banyaknya petani dan pengusaha jamur di Indonesia, diharapkan dapat meningkatkan nilai ekspor jamur pada masa yang akan datang. Petani dan pengusaha jamur yang ada di Indonesia antara lain terdapat di Propinsi Jawa Barat, DIY, Jawa Tengah dan Jawa Timur.


(30)

Di Propinsi Jawa Barat petani dan pengusaha jamur antara lain PT. Inti Mekar Sejati di Cipanas, PT Jamur Raya di Bandung, PT Betafarm di Lembang, PT Cibodas Mandiri di Cianjur, memproduksi jamur shitake rata – rata produksi satu ton per hari. Perusahaan tersebut mengekspor 50 persen jamurnya ke Australia, Singapura, Inggris, Jerman, Perancis dan Belanda selebihnya dipasarkan di dalam negeri. Sentra jamur tiram terdapat di Kabupaten Bandung, di Lembang dan Cisarua ada 40 pekebun yang telah memproduksi 300 kg per hari seluruhnya masuk pasar tradisional di Bandung, di Bogor koperasi Supa Fajar Mas memproduksi 50 kg per hari, produknya selain masuk pasar Ramayana dan pasar Anyar juga masuk pasar swalayan seperti Hero, Mega M, Mawar. Khusus Jamur Merang terdapat di Karawang dan Subang (Redaksi Trubus, 2002). Berdasarkan

Berdasarkan data dari Redaksi Trubus (2002) bahwa peluang pasar domestik masih potensial. Contohnya untuk wilayah Bandung, Bogor dan Sukabumi, daya serap pasar sekitar tiga ton per hari dan baru terpenuhi sekitar 600 sampai 1000 kg per hari. Ditinjau dari populasi penduduk Indonesia yang demikian besar dan tersebar di beberapa propinsi disertai dengan berkembangnya industri pengolahan, pariwisata, terkait di dalamnya industri perhotelan, penginapan serta rumah makan, maka peluang tataniaga produk jamur di dalam negeri memberikan prospek yang cerah. Sebagai gambaran pada Tabel 3 dapat dilihat beberapa jamur unggulan di Indonesia.


(31)

Tabel 3 Harga Beberapa Jamur Unggulan di Jakarta (Indonesia)

Keterangan : (-) Tidak ada data Sumber : Pasaribu, et.al. (2002)

Berdasarkan Tabel 3 bahwa jamur shitake merupakan jamur yang paling mahal harganya bila dijual dalam bentuk segar. Apabila dijual dalam bentuk kering maka jamur tiram harganya paling mahal, sehingga prospeknya cukup baik. Jamur tiram putih yang dikenal juga dengan Shimeji White, selain memiliki keunggulan dari segi nilai gizinya dan nilai ekonominya yang cukup baik bila dibandingkan dengan jenis jamur kayu yang lainnya juga memiliki rasa yang enak dan khas, dari segi teknik budidayanya yang lebih mudah dan dapat diproduksi sepanjang tahun.

Harga komoditi jamur tiram pada tahun 2005 sangat bervariasi pada masing–masing tingkat kelembagaan yang terlibat dalam jalur distribusi jamur tiram. Pada tingkat produsen harga jamur tiram segar hanya Rp 5.500 per kilogram, sedangkan ditingkat konsumen akhir harga jamur tiram dapat mencapai Rp 10.500. Secara rinci hal ini disajikan pada Tabel 4. Dengan kondisi demikian maka bagian yang diterima petani (farmer share) 52,38 persen. Bahkan berdasarkan pengamatan awal di supermarket Giant Botani Square Bogor pada bulan Desember 2007, menunjukkan bahwa harga jamur tiram adalah Rp 4.500 per 200 gr. Dengan demikian harga jamur tiram di supermarket dapat mencapai Rp 22.500 per kilogram. Kondisi pasar jamur tiram memang agak berbeda dengan komoditas lainnya. Jika komoditas pertanian lainnya dapat disimpan lebih dari

Harga Jamur (Rp/kg) Jenis Jamur

Segar Kering Jamur merang

Jamur tiram Jamur kuping Jamur Shitake

6.000-9.000 6.000-8.000 7.000-8.000 23.000-35.000

- 250.000 21.00-35.000


(32)

satu hari, berbeda dengan jamur tiram karena komoditi ini setelah dipanen harus segera masuk pasar. Jika lebih dari dua hari, harga jamur tiram dapat turun setengah harga dan bahkan tidak laku. Sehingga panjangnya jalur distribusi jamur tiram, akan memperbesar kemungkinan resiko kerusakan pada jamur tiram. Tabel 4 Harga Jamur Tiram Segar di Bogor Tahun 2005, pada Saluran V

Kelembagaan Harga (Rp/kg) Marjin Tataniaga

Produsen Pengumpul Pedagang besar Pedagang menengah Pedagang pengecer 5.500 6.000 7.500 8.500 10.500 -500 1.500 1.000 2.000

Sumber : Nugraha, 2006 (diolah)

Jamur tiram lebih banyak dipasarkan dalam bentuk segar, dengan kandungan air jamur tiram berkisar 85–95 persen. Tingginya kandungan air tersebut menyebabkan laju respirasi jamur tiram meningkat dengan cepat setelah dipanen. Perubahan awal yang terjadi pada kondisi demikian yaitu kelayuan, warna menjadi coklat, tekstur lunak, aroma dan flavour berubah. Kerusakan tersebut terjadi disebabkan karena tidak tepatnya perlakuan pengangkutan jamur tiram. Jamur tiram yang akan didistribusikan pada umumnya dikirim bersamaan dengan sayuran menggunakan truk. Jamur tiram tersebut hanya dikemas dalam plastik, dan ditumpuk dengan sayuran lainnya. Akibat kondisi jamur tiram yang lunak, dapat menyebabkan rusaknya jamur tiram sebelum sampai ke tangan konsumen. Kesegaran jamur tiram akan berkurang dan pada akhirnya mengakibatkan tekstur jamur menjadi pucat dan berwarna kuning. Melihat kondisi demikian, maka fungsi sarana penunjang dalam proses distribusi menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.

Selain diduga mekanisme pendistribusian yang tidak sesuai, teknik budidaya jamur tiram pun akan menentukan kualitas jamur tiram tersebut. Pelaksanaan


(33)

budidaya yang tidak sesuai akan menyebabkan kualitas jamur tiram kurang bagus. Sebagai contoh, jika petani menyiram jamur tiram langsung mengenai tubuh buahnya (fruiting body), maka kadar air jamur tiram menjadi tinggi. Tidak sedikit petani yang mengalami kerugian akibat kegagalan dalam melaksanakan usahatani jamur tiram ini. Bahkan banyak petani yang kumbung (bangunan budidaya) produksinya tidak penuh dikarenakan modal yang sudah habis akibat sebelumnya gagal panen1). Budidaya jamur tiram memang berbeda dengan komoditas pertanian lainnya, karena jamur tiram memerlukan ruang khusus dengan suhu tertentu untuk pertumbuhannya.

Dari data sentra produksi yang ada bahwa baru perusahaan – perusahaan besar yang produk jamurnya bisa memenuhi permintaan pasar swalayan dan pasar internasional, sedangkan produk – produk jamur dari petani kecil baru bisa memenuhi pasar – pasar tradisional yang ada. Salah satu penyebabnya adalah kualitas produknya yang rendah.

Seiring dengan semakin berkembangnya usaha jamur, maka pengembangan penelitian jamur juga perlu ditingkatkan terutama bagi negara–negara berkembang yang masih melakukan sistem budidaya secara tradisional, termasuk berkepentingan dalam upaya peningkatan produksi, padahal ketersediaan bahan baku untuk substrat media tumbuh cukup melimpah khususnya di Sukabumi. Kemajuan akan tercapai apabila teknik budidaya jamur secara modern dan skala usaha yang lebih besar yang menghasilkan kapasitas produksi lebih besar.


(34)

1.2. Perumusan Masalah

Selain memiliki banyak keunggulan terutama karena kandungan gizinya yang tinggi, jamur tiram juga memiliki prospek bisnis yang sangat menguntungkan. Hal ini terbukti dengan kondisi perdagangan jamur tiram yang mengalami net ekspor sejak tahun 1999 hingga tahun 2005 (Tabel 2), ini menunjukkan bahwa peluang pasar untuk komoditi jamur tiram di luar negeri masih cukup tinggi. Walaupun demikian, untuk pasar lokal permintaan jamur tiram masih belum dapat terpenuhi setiap harinya.

Kekurangan pasokan ini diduga karena banyak petani yang mengalami kerugian akibat gagal panen, terutama petani di Kecamatan Tamansari. Seperti pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa produksi jamur tiram di Kabupaten Bogor menurun pada tahun 2005.

Tabel 5 Produksi Jamur dalam ton ( 2002 – 2005 ) Produksi Jamur Propinsi Jawa barat Kabupaten Bogor Kotamadya Bogor 2002 2003 2004 2005 - 9.306 9.500 12.932 - 31 38 26 - - 80 - Sumber : Dinas Tanaman Pangan Jawa Barat, 2006

Selain akibat kegagalan panen, teknik budidaya yang dilakukan oleh sebagian petani jamur tiram di wilayah ini berasal dari mencoba–coba, oleh karena itu banyak pelaksanaan budidaya jamur tiram yang tidak sesuai dengan prosedurnya. Petani jamur tiram di Kabupaten Bogor khususnya di Kecamatan Tamansari juga masih tergolong usahatani kecil. Mereka belum mampu bersaing dengan pengusaha–pengusaha besar, karena produk jamur tiram putih yang dihasilkan dari usahatani kecil produktivitasnya masih rendah, dan produksi tidak kontiniu. Oleh karena itu produk jamur tiram putih hanya mampu dipasarkan di


(35)

pasar–pasar tradisional saja dan belum bisa memenuhi permintaan dari pasar swalayan dan pasar internasional 2).

Walaupun harga jamur tiram putih naik, tetapi harga faktor produksi pun meningkat. Sehingga dengan adanya kenaikan harga-harga faktor produksi perlu dilihat apakah usahatani jamur tiram putih yang dikembangkan di daerah ini masih menguntungkan. Oleh karena itu, perlu dianalisa pendapatan usahataninya.

Selain itu diduga juga karena petani di wilayah ini kurang respon terhadap harga yang diterimanya (terlalu rendah), sedangkan harga ditingkat konsumen akhir cukup tinggi. Terkait dengan karakteristik jamur tiram yang tidak tahan lama, maka kondisi ini juga memungkinkan adanya masalah dalam penanganan pasca panen dan proses distribusi jamur tiram dari produsen hingga konsumen akhir. Jarak antara produsen ke konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga diantaranya pengumpul, pedagang besar, pedagang kecil, dan pengecer. Setiap lembaga tataniaga yang terlibat akan memperoleh nilai tambah dari marjin tataniaga. Besarnya marjin tataniaga ini tidak selalu mengindikasikan keuntungan yang tinggi, tergantung berapa besar biaya yang harus dikeluarkan lembaga tataniaga untuk melakukan fungsi tataniaga. Biaya yang dikeluarkan tersebut sangat erat kaitannya dengan biaya penanganan pasca panen jamur tiram. Sehingga semakin besar marjin tataniaga, maka akan semakin besar pula harga yang ditanggung konsumen untuk membeli jamur tiram.

Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah pelaksanaan usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari sudah efisien?


(36)

2. Bagaimana efisiensi sistem tataniaga jamur tiram di Kecamatan Tamansari?

1.3. Tujuan Penelitian

Atas dasar permasalahan tersebut di atas, maka penelitian bertujuan untuk: 1.Menganalisis pendapatan usahatani jamur tiram Kecamatan Tamansari

2.Menganalisis efisiensi pelaksanaan sistem tataniaga jamur tiram di Kecamatan Tamansari.

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini antara lain :

1. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi petani jamur tiram putih tentang usahatani jamur tiram putih yang efisien yang dapat memberikan keuntungan maksimum.

2. Sebagai masukan bagi pengambil kebijakan agar dapat menuangkan kebijakan yang tepat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

3. Memberikan tambahan informasi dan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.


(37)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Jamur Tiram Putih

Jamur merupakan tumbuhan yang mudah dijumpai dan banyak terdapat di alam bebas, misalnya di hutan atau kebun. Jamur dapat tumbuh dimana – mana terutama pada musim hujan. Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil, sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil. Oleh karena itu, jamur mengambil zat – zat makanan yang sudah jadi yang dihasilkan oleh organisme lain untuk kebutuhan hidupnya. Karena ketergantungannya terhadap organisme lain inilah maka jamur digolongkan sebagai tanaman heterotrofik. Selain itu jamur mempunyai tubuh buah berbentuk seperti payung. Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur kayu. Biasanya orang menyebut jamur tiram sebagai jamur kayu karena jamur ini banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk. Disebut jamur tiram atau

oyster mushroom karena bentuk tudungnya agak membulat, lonjong, dan

melengkung seperti cangkang tiram. Batang atau tangkai tanaman ini tidak tepat berada pada tengah tudung, tetapi agak ke pinggir (Cahyana et.al 1999).


(38)

Di alam, jamur tiram banyak ditemukan tumbuh pada pokok – pokok kayu yang sudah lapuk. Berdasarkan sifat tumbuh jamur tiram di alam tersebut maka dapat disimpulkan bahwa budidaya jamur tiram dapat dilakukan pada media buatan yang mempunyai kandungan hara menyerupai kayu yang sudah lapuk.

Media bagi pertumbuhan jamur tiram sebaiknya dibuat menyerupai kondisi tumbuh jamur tiram di alam. Nutrisi media sangat berperan dalam proses budidaya jamur tiram. Nutrisi bahan baku atau bahan yang ditambahkan harus sesuai dengan kebutuhan hidup jamur tiram. Bahan baku yang digunakan sebagai media dalam budidaya jamur tiram dapat berupa batang kayu yang sudah kering, jerami, serbuk kayu, campuran antara serbuk kayu dan jerami, atau bahkan alang– alang. Selain bahan baku tersebut, masih perlu ditambahkan beberapa bahan tambahan antara lain bekatul sebagai sumber karbohidrat, lemak, dan protein ; kapur sebagai sumber mineral dan pengatur pH media ; serta gips sebagai bahan penambah mineral dan sebagai bahan untuk mengokohkan media. Kadar air media diatur hingga 50 persen – 65 persen dengan menambahkan air bersih. Air perlu ditambahkan sebagai bahan pengencer agar miselia jamur dapat tumbuh dan menyerap makanan dari media/substrat dengan baik. Apabila pH terlalu rendah atau terlalu tinggi maka pertumbuhan jamur tiram akan terhambat. Keasaman atau pH media perlu diatur antara pH 6 – 7 dengan menggunakan kapur (Cahyana et.al

1999).

Disamping media tumbuh, faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur. Faktor lingkungan tersebut antara lain suhu, kelembaban ruangan, cahaya dan sirkulasi udara. Suhu pertumbuhan jamur tiram pada saat inkubasi lebih tinggi dibandingkan suhu pada saat pertumbuhan (pembentukan


(39)

tubuh buah jamur). Suhu inkubasi jamur berkisar antara 22–280 C dengan kelembaban 60 persen –80 persen, sedangkan suhu pada saat pembentukan tubuh buah (fruiting body) berkisar antara 16–220 C dengan kelembaban 80 persen -90 persen. Pengaturan suhu dan kelembaban tersebut di dalam ruangan dapat dilakukan dengan menyemprotkan air bersih ke dalam ruangan. Apabila suhu terlalu tinggi sedangkan kelembaban terlalu rendah maka primordia (bakal jamur) akan kering dan mati. Disamping suhu dan kelembaban, faktor cahaya dan sirkulasi udara perlu diperhatikan dalam budidaya jamur tiram. Sirkulasi udara harus cukup, tidak terlalu besar tetapi tidak pula terlalu kecil (Cahyana et. al

1999).

Jamur tiram memiliki berbagai nama, di Jepang jamur tiram dikenal dengan nama shimeji, sedangkan di Eropa dan Amerika dikenal denngan nama abalone mushroom atau oyster mushroom, dan di Indonesia populer dengan nama jamur tiram karena tudungnya yang menyerupai cangkang tiram. Di Indonesia jamur tiram sebagian besar dikonsumsi sebagai bahan makanan. Jamur tiram dapat diolah segar atau dapat diolah menjadi makanan kering seperti keripik (tiram chips) dan kerupuk.

Menurut Cahyana et. al (1999), jenis jamur tiram (Pleurotus sp.) yang mulai banyak dibudidayakan antara lain sebagai berikut.

a. Jamur tiram putih, dikenal pula dengan nama shimeji white (varietas florida). Jamur tiram putih tumbuh membentuk rumpun dalam satu media, warna tudungnya putih susu sampai putih kekuningan dengan garis tengah 3-14 cm. Setiap rumpun mempunyai percabangan yang cukup banyak. Daya simpannya


(40)

lebih lama dibandingkan dengan jamur tiram abu–abu, meskipun tudungnya lebih tipis dibandingkan dengan jamur tiram cokelat dan jamur tiram abu–abu. b. Jamur tiram abu–abu, dikenal pula dengan nama shimeji grey (varietas sajor caju). Jamur tiram abu–abu mempunyai rumpun paling banyak dibandingkan dengan jamur tiram coklat maupun jamur tiram putih. Warna tudungnya abu kecoklatan sampai kuning kehitaman dengan lebar 6–14 cm. Daya simpannya paling pendek.

c. Jamur tiram coklat, dikenal pula dengan nama jamur abalon (varietas cystidiosus), warna tudungnya keputihan atau sedikit keabu–abuan sampai abu–abu kecoklatan dengan lebar 5–12 cm. Jamur tiram coklat mempunyai rumpun yang paling sedikit dibandingkan dengan jamur tiram putih dan jamur tiram abu–abu, tetapi tudungnya lebih tebal dan daya simpannya lebih lama. d. Jamur tiram merah/pink, dikenal pula dengan nama shakura (varietas

flabellatus), tudunnya berwarna kemerahan.

2.1.1. Sarana Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih

Menurut Cahyana et.al (1999), sarana produksi yang diperlukan sebaiknya dipersiapkan dahulu sebelum melakukan kegiatan produksi. Sarana produksi itu antara lain bangunan, peralatan, dan bahan – bahan induk.

Bangunan Kumbung

Budidaya jamur secara komersial memerlukan beberapa bangunan yang diperlukan dalam kegiatan usahanya. Bangunan yang diperlukan terdiri dari ruang persiapan, ruang inokulasi, ruang inkubasi, ruang penanaman, dan ruang pembibitan.


(41)

a. Ruang persiapan

Ruang atau bangunan persiapan digunakan untuk persiapan pembuatan media tanam. Kegiatan yang dilakukan pada ruang persiapan antara lain kegiatan pengayakan, pencampuran, pewadahan, dan sterilisasi. Ruang persiapan dapat digunakan pula sebagai tempat untuk menyimpan bahan–bahan seperti bekatul dan kapur apabila skala produksi usaha itu tidak terlalu besar. Namun, bila skala produksi sudah besar maka bahan–bahan itu sebaiknya ditempatkan dalam ruang terpisah (gudang bahan).

b. Ruang inokulasi

Ruang inokulasi adalah ruang untuk menanam bibit pada media tanam. Ruang inokulasi harus mudah dibersihkan dan disterilkan untuk menghindari terjadinya kontaminasi oleh mikroba lain. Pada ruang inokulasi diusahakan tidak banyak terdapat ventilasi yang terbuka lebar. Ventilasi sebaiknya dipasangi filter atau saringan dari kawat kassa atau kassa plastik. Hal ini untuk menghindari serangga dan debu yang terlalu banyak yang dapat meningkatkan kontaminan (adanya mikroba lain). Pada perusahaan–perusahaan budidaya jamur skala besar, biasanya ruang inokulasi dilengkapi dengan alat pendingin udara (air conditioning). Sterilisasi ruang inokulasi dapat dilakukan dengan menyemprotkan larutan formalin 2 persen ke dalam ruangan.

c. Ruang inkubasi

Ruang inkubasi adalah ruang yang digunakan untuk menumbuhkan miselium jamur tiram putih pada media tanam yang sudah diinokulasi. Ruang inkubasi biasa disebut dengan ruang spawning. Ruang ini tidak boleh terlalu lembab, kondisi ruang sebaiknya diatur pada suhu 22–280 C dengan kelembaban 60


(42)

persen – 80 persen. Ruang ini dilengkapi dengan rak–rak inkubasi untuk mendapatkan media tanam yang sudah diinokulasi.

d. Ruang penanaman

Ruang penanaman atau sering disebut juga ruang growing digunakan untuk menumbuhkan jamur. Ruang ini dilengkapi pula dengan rak–rak penanaman dan alat penyemprot/ pengabut yang dipasang pada rak penanaman ataupun pengabut yang terpisah dari rak. Pengabut tersebut berfungsi untuk menyemprotkan air sehingga ruangan bisa diatur dalam kondisi yang optimal (suhu 16 – 220 C dengan kelembaban 80 persen – 90 persen).

e. Ruang pembibitan

Ruang pembibitan adalah ruang yang khusus digunakan untuk proses produksi bibit. Ruang ini diperlukan bila produksi sudah besar. Namun, bila bibit yang digunakan masih sedikit maka lebih efektif bibit dibeli dari produsen bibit sehingga ruang pembibitan tidak diperlukan lagi.

Peralatan

Budidaya jamur tiram secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan alat – alat yang mudah diperoleh seperti cangkul, sekop, botol atau kayu (untuk memadatkan media tanam), alat pensteril, lampu spiritus.

Untuk kapasitas produksi yang cukup besar diperlukan peralatan yang cukup besar seperti ayakan, mixer, filler, boiler, dan chamber sterilizer. Mixer

digunakan sebagai alat pencampur ; filler digunakan sebagai alat pengisi media ke dalam kantong plastik dengan jumlah tertentu; boiler digunakan sebagai sumber pemanas (uap); chamber sterilizer digunakan sebagai alat untuk sterilisasi dalam jumlah yang besar.


(43)

Bahan – Bahan

Bahan – bahan untuk budidaya jamur tiram yang perlu dipersiapkan terdiri dari bahan baku dan bahan pelengkap.

a. Bahan baku

Kayu atau serbuk kayu yang digunakan sebagai tempat tumbuh jamur mengandung karbohidrat, serat lignin, dan lain–lain. Dari kandungan kayu tersebut ada yang berguna dan membantu pertumbuhan jamur, tetapi ada pula yang menghambat. Kandungan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan jamur antara lain karbohidrat, lignin, dan serat, sedangkan faktor yang menghambat antara lain adanya getah dan zat ekstraktif (zat pengawet alami yang terdapat pada kayu). Oleh karena itu, kayu atau serbuk kayu yang digunakan untuk budidaya jamur sebaiknya berasal dari jenis kayu yang tidak banyak mengandung zat pengawet alami. Beberapa contoh kayu seperti itu antara lain kayu albasia, randu, dan meranti.

Serbuk kayu dapat diperoleh secara melimpah pada pabrik–pabrik penggergajian kayu. Serbuk kayu hasil penggergajian dapat digunakan sebagai bahan baku papan partikel dan dapat pula digunakan sebagai bahan bakar. Jenis serbuk kayu yang digunakan dapat berasal dari berbagai macam kayu, baik kayu keras maupun kayu lunak. Pemilihan serbuk kayu sebagai bahan baku media penanaman jamur perlu memperhatikan kebersihan dan kekeringan. Selain itu, serbuk kayu yang digunakan tidak busuk dan tidak ditumbuhi oleh jamur atau kapang lain. Serbuk kayu yang terbaik adalah serbuk yang berasal dari kayu keras dan tidak banyak mengandung minyak ataupun getah. Namun demikian, serbuk


(44)

kayu yang banyak mengandung minyak maupun getah dapat pula digunakan sebagai media dengan cara merendamnya lebih lama sebelum proses lebih lanjut.

Serbuk kayu yang terkena bahan bakar minyak tidak dapat digunakan sebagai media. Hal ini disebabkan minyak bersifat menghambat bahkan dapat mematikan pertumbuhan jamur tiram.

b. Bahan tambahan

Bahan – bahan lain yang digunakan dalam budidaya jamur kayu pada media plastik terdiri dari beberapa macam yaitu bekatul (dedak padi), kapur (CaCO3), gips (CaSO4). Dapat pula ditambahkan tepung tapioka atau tepung biji–bijian yang lain.

1) Bekatul

Bekatul ditambahkan untuk meningkatkan nutrisi media tanam sebagai sumber karbohidrat, sumber karbon (C), dan nitrogen. Bekatul yang digunakan dapat berasal dari berbagai jenis padi, misalnya padi jenis IR, pandan wangi, rojo lele, ataupun jenis lainnya. Bekatul sebaiknya dipilih yang masih baru, belum tengik, dan tidak rusak.

2) Kapur

Kapur merupakan bahan yang ditambahkan sebagai sumber kalsium (Ca). Disamping itu, kapur juga digunakan untuk mengatur pH media. Kapur yang digunakan adalah kapur pertanian yaitu kalsium karbonat (CaCO3). Unsur kalsium dan karbon digunakan untuk meningkatkan mineral yang dibutuhkan jamur bagi pertumbuhannya. Demikian juga dengan adanya unsur karbon.


(45)

3) Gips (CaSO4)

Gips digunakan sebagai sumber kalsium dan sebagai bahan untuk memperkokoh media. Dengan kondisi yang kokoh maka diharapkan media tidak mudah rusak.

4) Kantong plastik

Penggunaan kantong plastik bertujuan untuk mempermudah pengaturan kondisi (jumlah oksigen dan kelembaban media) dan penanganan media selama pertumbuhan. Kantong plastik yang digunakan adalah plastik yang kuat dan tahan panas sampai dengan suhu 1000 C. Jenis plastik biasanya dipilih dari jenis polipropilen (PP). Ukuran dan ketebalan plastik terdiri dari berbagai macam. Beberapa ukuran plastik yang biasa digunakan dalam budidaya jamur antara lain 20 x 30 cm, 17 x 35 cm, 14 x 25 cm dengan ketebalan 0,3 – 0,7 mm atau dapat juga lebih tebal.

2.1.2. Budidaya Jamur Tiram

Menurut Cahyana et. al (1999), langkah – langkah dalam melakukan budidaya jamur tiram dengan menggunakan serbuk kayu adalah sebagai berikut : 1. Persiapan

Serbuk kayu, bekatul, kapur dan gips disiapkan sesuai dengan kebutuhannya. Perbandingan kebutuhan bahan – bahan tersebut adalah seperti pada Tabel 6. Tabel 6 Kebutuhan Bahan – Bahan dalam Budidaya Jamur Tiram

Formulasi Serbuk Kayu

(kg) Tapioka (kg) Bekatul (kg) Kapur (kg) Gips (kg) TSP (kg) I II III IV 100 100 100 100 - - - 5 15 5 10 10 5 2.5 2.5 5 1 0.5 0.5 1 - 0.5 0.5 0.5 Sumber : Cahyana et. al (1999)


(46)

Pada Tabel 6 terdapat berbagai formulasi media untuk pertumbuhan jamur tiram. Hal tersebut berdasarkan pengalaman masing – masing pengusaha yang dilakukan di tempat yang berbeda yang lebih menguntungkan. Berdasarkan Tabel 6 dapat dipilih salah satu formulasi yang sesuai dengan kondisi tempat budidaya.

2. Pengayakan

Serbuk kayu yang diperoleh dari penggergajian mempunyai tingkat keseragaman yang kurang baik karena di dalamnya biasanya terdapat potongan–potongan yang cukup besar. Hal ini mengkibatkan tingkat pertumbuhan miselia kurang merata dan kurang baik. Untuk mengatasi hal tersebut maka serbuk gergaji kayu perlu diayak.

3. Perendaman

Perendaman serbuk gergaji perlu dilakukan untuk menghilangkan getah dan minyak yang terdapat pada serbuk kayu. Disamping itu perendaman juga berfungsi untuk melunakkan serbuk kayu agar mudah diuraikan oleh jamur. Perendaman dilakukan selama 6 – 12 jam, kemudian serbuk kayu ditiriskan. 4. Pengukusan

Pengukusan serbuk kayu yang telah direndam dilakukan pada suhu 80 – 900C selama 4 – 6 jam. Proses pengukusan ini bertujuan untuk mengurangi mikroba yang dapat menggangu pertumbuhan jamur tiram yang ditanam dan untuk melarutkan minyak/ getah yang terdapat pada kayu.

5. Pencampuran

Bahan – bahan tambahan yang telah ditimbang sesuai dengan kebutuhan selanjutnya dicampur dengan serbuk gergaji yang telah dikukus. Pencampuran


(47)

harus dilakukan secara merata. Dalam proses pencampuran diusahakan tidak terdapat gumpalan, terutama serbuk gergaji dan kapur, karena dapat mengakibatkan komposisi media yang diperoleh tidak merata.

6. Pengomposan

Proses pengomposan dimaksudkan untuk menguraikan senyawa – senyawa kompleks dalam bahan – bahan bantuan mikrobe sehingga diperoleh senyawa – senyawa yang lebih sederhana. Senyawa yang lebih sederhana akan lebih mudah dicerna oleh jamur sehingga memungkinkan pertumbuhan jamur akan lebih baik. Pengomposan dilakukan dengan cara membumbun campuran serbuk gergaji kemudian menutupnya secara rapat dengan menggunakan plastik selama 1 – 2 hari. Proses pengomposan yang baik ditandai dengan kenaikan suhu menjadi sekitar 500C. Kadar air campuran atau kompos harus diatur pada kondisi 50 persen – 65 persen dengan tingkat keasaman (pH) 6 – 7. Adonan yang baik adalah bila adonan itu dikepal membentuk gumpalan, tetapi mudah dihancurkan.

7. Pewadahan

Dilakukan dengan menggunakan plastik polipropiline (PP) karena plastik ini relatif tahan panas. Pewadahan dilakukan dengan cara memasukkan adonan ke dalam plastik kemudian dipadatkan dengan menggunakan botol atau alat yang lain. Media yang kurang padat akan menyebabkan hasil panen yang tidak optimal karena media cepat busuk sehingga produktifitas akan rendah.

8. Sterilisasi

Sterilisasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk menginaktifkan mikroba baik bakteri, kapang, maupun khamir yang dapat mengganggu pertumbuhan


(48)

jamur yang ditanam. Sterilisasi dilakukan pada suhu 800 – 900C selama 6- 8 jam.

9. Inokulasi (pemberian bibit)

Inokulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan taburan dan tusukan. Inokulasi secara taburan adalah dengan menaburkan bibit ke dalam media tanam secara langsung. Sementara itu inokulasi secara tusukan dilakukan dengan cara membuat lubang di bagian tengah media melalui cincin sedalam tiga per empat dari tinggi media. Selanjutnya dalam lubang tersebut diisi bibit yang telah dihancurkan.

10.Inkubasi

Inkubasi dilakukan dengan cara menyimpan media yang telah diisi dengan bibit pada kondisi tertentu agar miselia jamur tumbuh. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan miselia adalah antara 220–280C. Inkubasi dilakukan hingga seluruh media berwarna putih merata. Biasanya media akan tampak putih secara merata antara 40–60 hari sejak dilakukan inokulasi. Keberhasilan pertumbuhan miselia jamur dapat diketahui sejak 2 minggu setelah inkubasi. 11.Penumbuhan

Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh miselia jamur sudah siap untuk dilakukan penanaman (growing or farming). Penanaman dengan cara membuka plastik media tumbuh yang sudah penuh miselia tersebut. Satu sampai dua minggu setelah media dibuka biasanya akan tumbuh tubuh buah. Tubuh buah yang sudah tumbuh tersebut selanjutnya dibiarkan selama 2–3 hari atau sampai tercapainya pertumbuhan yang optimal. Kondisi yang


(49)

diperlukan untuk pertumbuhan tubuh buah adalah pada suhu 160 – 220C dengan kelembaban 80 – 90 persen.

12.Pemanenan

Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat yang optimal, yaitu cukup besar tetapi belum mekar penuh. Pemanenan biasanya dilakukan 5 hari setelah tumbuh calon jamur. Ukuran jamur sudah cukup besar dengan diameter rata–rata 5 – 10 cm. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mempertahankan kesegarannya dan untuk mempermudah tataniaganya. Jamur yang sudah dipanen tidak perlu dipotong hingga menjadi bagian per bagian tudung, tetapi hanya perlu dibersihkan kotoran yang menempel di bagian akarnya saja. Sehingga disamping kebersihannya lebih terjaga, daya simpan jamur pun akan lebih lama.

2.1.3. Ukuran Pendapatan dan Keuntungan Usahatani

Menurut soekartawi (1986), banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan keuntungan pendapatan dan keuntungan usahatani yaitu :

1. Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani.

2. Pendapatan kotor tunai didefenisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pendapatan kotor usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi.

3. Pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi, digunakan untuk bibit atau


(50)

makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan di gudang, dan menerima pembayaran dalam bentuk benda.

4. Pengeluaran total usahatani didefenisikan sebagai nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai.

5. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala keluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai.

6. Pengeluaran tidak tunai adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang. Contoh keluaran ini adalah nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit.

7. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat penggunaan faktor – faktor produksi.

8. Untuk mengukur atau menilai penampilan usahatani kecil adalah dengan penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini diperoleh dari hasil pengurangan antara pendapatan bersih dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman, biaya yang diperhitungkan, dan penyusutan.

9. Imbalan terhadap tenaga kerja keluarga (return to family labor) yaitu pendapatan bersih dikurangi bunga modal dan dibagi jumlah HOK.


(51)

10. Imbalan kepada seluruh modal (return to total capital) yaitu pendapatan bersih dikurangi dengan nilai kerja keluarga dan dibagi modal rata – rata petani dikali seratus persen.

Menurut Hernanto (1991), bentuk penerimaan tunai dapat menggambarkan tingkat kemajuan ekonomi usahatani dalam spesialisasi dan pembagian kerja. Besarnya pendapatan tunai atau proporsi penerimaan tunai dari total penerimaan yang masuk dapat digunakan untuk perbandingan keberhasilan petani satu terhadap yang lainnya.

Untuk keperluan analisis pendapatan usahatani diperlukan 4 unsur, yaitu rata–rata inventaris, penerimaan usahatani, pengeluaran usahatani, dan penerimaan dari berbagai sumber. Keadaan rata–rata inventaris adalah jumlah nilai inventaris awal ditambah nilai inventaris akhir dibagi dua. Untuk menilai aset benda pada usahatani dapat dilakukan dengan : harga pembelian, nilai penjualan setelah waktu tertentu, nilai penjualan pada saat pencatatan atau perhitungan, dan harga pembelian dikurangi dengan penyusutan.

Penerimaan usahatani yaitu penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi: jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan nilai penggunaan rumah, serta barang yang dikonsumsi. Pengeluaran usahatani adalah semua biaya operasional tanpa memperhitungkan bunga dari modal usahatani dan nilai kerja pengelolaan usahatani. Pengeluaran ini meliputi : pengeluaran tunai, penyusutan benda fisik, pengurangan benda inventaris, dan nilai tenaga kerja yang tidak dibayar.

Dengan memperhatikan pengertian yang telah disebutkan, maka diharapkan dapat dikembangkan analisis terhadap usahatani. Analisis tersebut adalah analisis


(52)

pendapatan dan analisis R/C rasio. Adapun tujuan dari kegiatan usahatani ini adalah untuk mencapai produksi pertanian yang pada akhirnya akan dinilai dengan uang. Nilai tersebut diperoleh setelah mengurangkan atau memperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan.

Untuk menganalisis pendapatan usahatani diperlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian dari jumlah produksi total dan harga satuan. Sedangkan biaya atau pengeluaran usahatani yang dimaksud adalah nilai penggunaan sarana produksi, upah, dan lain – lain yang dibebankan pada proses produksi.

Menurut Hernanto (1991) biaya produksi dalam usahatani dapat dibedakan atas :

A. Berdasarkan jumlah output yang dihasilkan, terdiri dari :

1. Biaya tetap, adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung kepada besar kecilnya produksi, misalnya : pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat – alat pertanian, dan bunga pinjaman.

2. Biaya variabel, adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi, misalnya : pengeluaran – pengeluaran untuk biaya sarana produksi seperti bibit dan tenaga kerja.

B. Berdasarkan biaya yang langsung dikeluarkan dan diperhitungkan terdiri dari: 1. Biaya tunai , adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai.

Biaya tetap misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya pengeluaran untuk bibit dan tenaga kerja luar keluarga.


(53)

Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki oleh petani.

2. Biaya tidak tunai adalah biaya penyusutan alat – alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap), dan tenaga kerja dalam keluarga (biaya variabel).

2.2. Konsep Tataniaga

Adanya kebutuhan dan keinginan manusia menimbulkan permintaan terhadap produk tertentu yang didukung oleh kemampuan membeli. Produk tersebut diciptakan untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan manusia, sehingga timbul proses pertukaran untuk memperoleh produk yang diinginkan atau dibutuhkan dengan menawarkan sesuatu sebagai gantinya (Kotler, 1997). Tataniaga merupakan suatu kegiatan manusia yang diarahkan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran, yaitu meliputi kegiatan untuk memindahkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen (Kotler, 1990).

Pengertian tataniaga dapat dilihat dengan pendekatan manajerial (aspek pasar) dan aspek ekonomi. Berdasarkan aspek manajerial, tataniaga merupakan analisis perencanaan organisasi, pelaksanaan dan pengendalian tataniaga untuk menentukan kedudukan pasar. Ditinjau dari aspek ekonomi, tataniaga merupakan distribusi fisik dan aktivitas ekonomi yang memberikan fasilitas-fasilitas untuk bergerak, mengalir, dan pertukaran komponen barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Selain itu, tataniaga merupakan kegiatan produksi karena meningkatkan, menciptakan nilai guna bentuk, waktu, tempat, dan kepemilikan. Tataniaga pertanian dapat diartikan sebagai semua bentuk kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang


(54)

hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke konsumen, termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang untuk mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasaan yang lebih tinggi kepada konsumen (Limbong, 1997).

Khols (1967) menggunakan beberapa pendekatan dalam menganalisis sistem tataniaga, yaitu :

1. Pendekatan Fungsi (the fungsional approach)

Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui fungsi tataniaga apa saja yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam tataniaga. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, transportasi, dan pengolahan) dan fungsi fasilitas (standarisasi, resiko, pembiayaan, dan informasi pasar).

2. Pendekatan Kelembagaan (the institutional approach)

Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui berbagai macam lembaga atau pelaku yang terlibat dalam tataniaga. Pelaku-pelaku itu adalah pedagang perantara (merchant middleman) yang terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang spekulatif, agen, manufaktur, dan organisasi lainnya yang terlibat.

3. Pendekatan Sistem (the bahavior system approach)

Merupakan pelengkap dari pendekatan fungsi kelembagaan, untuk mengetahui aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses tataniaga, seperti perilaku lembaga yang terlibat dalam tataniaga dan kombinasi dari fungsi tataniaga. Pendekatan ini terdiri dari the input-output system, the power system, dan the communication system.


(55)

2.2.1. Lembaga dan Saluran Tataniaga

Hanafiah dan Saefuddin (1983), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga tataniaga ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa. Tugas lembaga tataniaga adalah menjalankan fungsi-fungsi tataniaga serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga tataniaga berupa marjin tataniaga.

Saluran tataniaga adalah usaha yang dilakukan untuk menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen yang didalamnya terlibat beberapa lembaga tataniaga yang menjalankan fungsi-fungsi tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987). Menurut Kotler (1997) saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling bergantung serta terlibat dalam proses menjadikan produk atau jasa siap digunakan atau dikonsumsi.

Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987), yaitu :

1. Pertimbangan pasar, yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup pembeli potensial, konsentrasi pasar secara geografis, volume pesanan, dan kebiasaan pembeli.

2. Pertimbangan barang, yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar.


(56)

3. Pertimbangan internal perusahaan, yang meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran, dan pelayanan penjualan.

4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen, dan pertimbangan biaya.

2.2.2. Fungsi-Fungsi Tataniaga

Limbong dan Sitorus (1987), mendefenisikan fungsi tataniaga sebagai kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa. Fungsi-fungsi tataniaga dapat dikelompokkan atas tiga fungsi yaitu :

1. Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri dari dua fungsi yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan.

2. Fungsi fisik adalah semua tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk, dan waktu. Fungsi ini terdiri dari fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan, dan fungsi pengelolaan.

3. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar.

Menurut Mubyarto (1994), fungsi-fungsi tataniaga adalah mengusahakan agar pembeli atau konsumen memperoleh barang yang diinginkan pada tempat,


(57)

waktu, dan harga yang tepat. Fungsi-fungsi tataniaga dalam pelaksanaan aktifitasnya dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga ini yang akan terlibat dalam proses penyampaian barang dan jasa dari produsen sampai ke tangan konsumen.

2.2.3. Struktur Pasar

Struktur pasar (market structure) adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran seperti size atau

concentration, deskripsi dan diferensiasi produk, syarat-syarat entry dan sebagainya (Limbong, 1997). Pada struktur pasar dijelaskan bagaimana perilaku penjual dan pembeli yang terlibat (market conduct) dan selanjutnya akan menunjukkan keragaan yang terjadi dari struktur dan perilaku pasar (market performance) yang ada di dalam sistem tataniaga tersebut.

Analisis struktur pasar mendorong studi tentang faktor teknik, motivasi, institusi, dan organisasi yang mempengaruhi kebiasaan perusahaan dalam pasar. Struktur pasar dicirikan oleh : (1) jumlah dan ukuran pasar, (2) diferensiasi produk, (3) kebebasan keluar masuk pasar, dan (4) pengetahuan partisipan tentang biaya, harga, dan kondisi pasar (Dahl dan Hammond, 1977). Tabel 7 menyajikan karakteristik struktur pasar.


(58)

Tabel 7 Jenis-jenis Struktur Pasar Berdasarkan Jumlah Perusahaan dan Sifat Produk

Karakteristik Struktur Pasar

Jumlah Perusahaan

Sifat Produk Dari Sudut Penjual Dari Sudut Pembeli

Banyak Banyak Sedikit Sedikit Satu Homogen Diferensiasi Homogen Diferensiasi Unik Persaingan Murni Persaingan Monopolistik Oligopoli Murni Oligopoli diferensiasi Monopoli Persaingan Murni Persaingan Monopolistik Oligopsoni Murni Oligopsoni Diferensiasi Monopsoni

Sumber : Dahl dan Hammond, 1977 2.2.4. Keragaan Pasar

Keragaan pasar menunjukkan akibat dari keadaan struktur dan perilaku pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan harga, biaya, volume produksi, yang akhirnya memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem tataniaga (Dahl dan Hammond, 1977). Efisiensi tataniaga dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu efisiensi operasional (teknologi) dan efisiensi ekonomi (harga). Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi operasional pada proses tataniaga suatu produk yaitu analisis marjin tataniaga, farmer’s share

serta rasio keuntungan dan biaya.

2.2.5. Marjin Tataniaga

Marjin adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen sampai ke titik konsumen akhir. Kegiatan untuk memindahkan barang dari titik produsen ke titik konsumen membutuhkan pengeluaran baik fisik maupun materi. Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan komoditi dari produsen ke konsumen disebut sebagai biaya tataniaga.


(59)

Menurut Dahl dan Hammond (1977), mendefenisikan marjin tataniaga sebagai perbedaan harga ditingkat petani (Pf) dengan harga pedagang pengecer (Pr). Marjin tataniaga menjelaskan perbedaan harga dan tidak memuat pernyataan mengenai jumlah produk yang dipasarkan. Nilai marjin tataniaga (value of marketing marjin) merupakan perkalian antara marjin tataniaga dengan volume produk yang terjual (Pr-Pf) x Qrf yang mengandung pengertian marketing cost

dan marketing charge seperti yang terlihat pada Gambar 2. Pendekatan terhadap nilai marjin tataniaga dapat melalui return to factor (marketing cost) yaitu penjumlahan dari biaya tataniaga, yang merupakan balas jasa terhadap input yang digunakan seperti tenaga kerja, modal, investasi yang diberikan untuk lancarnya proses tataniaga dan input-input lainnya, serta dengan pendekatan return to institution (marketing charge), yaitu pendekatan melalui lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses penyaluran atau pengolahan komoditi yang dipasarkan (pedagang pengumpul, pengolah, grosir, agen, dan pengecer).

Setiap lembaga tataniaga melakukan fungsi-fungsi tataniaga. Fungsi yang dilakukan antar lembaga biasanya berbeda-beda. Hal ini menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan yang lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir berbeda. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat, akan semakin besar perbedaan harga antar produsen dengan harga di tingkat konsumen. Secara grafis marjin tataniaga dapat digambarkan sebagai berikut :


(60)

Gambar 2 Hubungan Antara Marjin Tataniaga, Nilai Marjin

Tataniaga serta Marketing Cost andCharge

Sumber : Dahl dan Hammond (1977) Keterangan :

A = Nilai marjin tataniaga ((Pr-Pf).Qr,f) B = Marketing cost andMarketing charge

C = Marjin tataniaga (Pr-Pf)

Pr = Harga di tingkat pedagang pengecer Pf = Harga di tingkat petani

Sr = Supply di tingkat pengecer (derived supply) Sf = Supply di tingkat petani (primary supply) Dr = Demand di tingkat pengecer (derived demand) Df = Demand di tingkat petani (primary demand)

Qr,f = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan tingkat pengecer

Besarnya marjin tataniaga pada suatu saluran tataniaga tertentu dapat dinyatakan sebagai jumlah dari marjin pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. Rendahnya biaya tataniaga suatu komoditi belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi.

2.2.6. Farmer’s Share

Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima

B A Pr Pf C Sr Sf Dr Df 0 Qr,f Harga


(61)

lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1987).

2.2.7. Rasio Keuntungan dan Biaya

Tingkat efisiensi tataniaga dapat juga diukur melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefenisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 1987).

2.2.8. Efisiensi Tataniaga

Memahami efisiensi tataniaga harus terlebih dahulu memahami tataniaga sebagai suatu aktivitas bisnis yang ditujukan untuk menyampaikan suatu produk kepada konsumen. Output dari aktivitas tataniaga adalah kepuasan konsumen terhadap suatu produk dan jasa, sedangkan inputnya adalah semua sumber daya usaha yang meliputi tenaga kerja, kapital, dan manajemen yang digunakan perusahaan dalam proses produksi. Sehingga efisiensi tataniaga dapat diartikan sebagai maksimisasi dari rasio input-output, atau efisiensi dapat diartikan sebagai suatu perubahan yang menyebabkan berkurangnya biaya input pada suatu pekerjaan tanpa mengurangi kepuasan konsumen dari keluaran suatu produk atau jasa (Kohls, 1967).

Tataniaga disebut efisien apabila tercipta keadaan dimana pihak-pihak yang terlibat baik produsen, lembaga-lembaga tataniaga maupun konsumen memperoleh kepuasan dengan aktivitas tataniaga tersebut (Limbong dan Sitorus,


(62)

1987). Menurut Mubyarto (1991) sistem tataniaga dikatakan efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan mampu mengadakan pembagian yang adil bagi seluruh harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir dalam kegiatan produksi. Indikator-indikator yang digunakan dalam menentukan efisiensi tataniaga adalah marjin tataniaga, harga tingkat konsumen, tersedianya fasilitas fisik tataniaga, dan intensitas persaingan pasar.

Marjin tataniaga besar tidak selamanya menunjukkan saluran tidak efisien, maka perlu mempertimbangkan aspek-aspek berikut :

1. Penggunaan teknologi baru dalam proses produksi dapat menekan biaya produksi, sehingga marjin tataniaga menjadi lebih besar.

2. Adanya kecenderungan konsumen untuk mengkonsumsi yang lebih siap dinikmati, walaupun harga lebih mahal.

3. Adanya spesialisasi produksi dari suatu daerah sehingga membentuk daerah-daerah sentral produksi, sehingga akan menaikkan daerah-daerah tataniaga.

4. Adanya tambahan biaya pengolahan dan penyimpanan untuk meningkatkan kegunaan bentuk.

5. Meningkatkan upah buruh dan tenaga kerja.

Kenaikan harga ditingkat konsumen sering digunakan sebagai ukuran ketidakefisienan proses tataniaga, harga tingkat konsumen sebenarnya merupakan fungsi dari pendapatan konsumen, musim, ketersediaan penawaran dibanding permintaan efektif, harga barang substitusi, dan harga barang komplementer. Sehingga dalam menyimpulkan bahwa harga komoditi dapat digunakan untuk


(1)

KUISIONER USAHATANI PETANI JAMUR TIRAM SEGAR

Kecamatan Tamansari Kab. Bogor

Hari/Tanggal :__________________

Waktu

:__________________

A. IDENTITAS DIRI

No Pertanyaan Jawaban

1 Nama 2 Alamat 3 No.Telepon 4 Umur

5 Jenis Kelamin (1)Pria (2)Wanita 6 Pendidikan (1) Tidak Sekolah (4) SMA/SMK

(2) SD (5) Diploma (3) SMP/MTS (6) Sarjana 7 Jumlah tanggungan

8 Jenis usaha yang dilakukan

(1) Budidaya jamur tiram segar (2) Pembuatan media jamur tiram (3) Pembuatan bibit jamur tiram 9 Lama menjalankan usaha

10 Alasan berusahatani jamur tiram

11 Keterlibatan anggota keluarga dalam usahatani jamur tiram

12 Jarak lokasi budidaya dengan rumah

13 Perkiraan ketinggian lokasi budidaya 14 Usaha sampingan 15 Pendapatan usaha

sampingan

Kuisioner ini digunakan sebagai sumber data primer dalam rangka penyusunan

skripsi (penelitian) yang berjudul

“Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram”

Oleh Romber Juanto (A14105700) Program Ekstensi Manajemen Agribisnis,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(2)

B. INVESTASI

No Pertanyaan Jawaban

16 Modal awal

17 Sumber kepemilikan modal (1) Pribadi (2) Pinjaman (3) Kerjasama (4) Lainnya

18 Sumber peminjaman (1) Bank (4) Pengumpul (2) Koperasi (5) Lainnya……… (3) Kelompok tani

19 Bunga peminjaman/lainnya 20 Luas lahan yang digunakan

untuk budidaya jamur tiram ………m2 21 Status kepemilikan lahan

yang digunakan untuk budidaya jamur tiram

(1) Pribadi (2) Sewa

(3) Lainnya………. 22 Besarnya biaya sewa

23 Jumlah kumbung produksi yang dimiliki

kumbung ………

PROFIL KUMBUNG PRODUKSI (BUDIDAYA)

Kumbung Tahun Pembuatan Umur Produktif Biaya Pembuatan Luas (m2)

Kapasitas (Log) Biaya Perbaikan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

BANGUNAN YANG DIMILIKI KUMBUNG PRODUKSI (BUDIDAYA)

No Ruang Tahun

Pembuatan Umur Produktif Biaya Pembuatan Biaya Perbaikan Luas (m2) 1 Pengolahan media

(pengadukan,pengo mposan,pembuatan log) 2 Pengukusan 3 Pembibitan 4 Pemutihan 5 Produksi 6 Gudang 7 8 9


(3)

PERALATAN PENUNJANG PRODUKSI JAMUR TIRAM

No Peralatan Tahun

Pembelian

Umur Produktif

Jumlah Harga Satuan(Rp)

Nilai (Rp) 1 Drum

2 Kompor semawar 3 Jirigen

4 Tabung minyak 5 Kompresor/Kompa 6 Selang tembaga 7 Sendok makan 8 Sprayer 9 Diesel air

10 Keranjang panen 11 Ember

12 Cutter 13 Gunting 14 Gerobak 15 Pisau 16 Sekop 17 Terpal 18 Cangkul

19 Saringan

20 Centong kayu 21 Nota bon 22 Stempel 23 Selang air 24 Plastik kukus 25 Alat ngukus 26 Sarung tangan 27 Masker 28 Sepatu boot 29 Alat pompa 30 Timbangan 31 Sapu lidi 32 Sapu lantai 33 Tampah 34 Cerangkak 35 Rotak

C. USAHATANI JAMUR TIRAM SEGAR

1.

Berapa baglog jamur tiram yang dibudidayakan untuk satu kali musim tanam?

………..baglog

2.

Berapa baglog jamur tiram yang terkontaminasi dari total baglog yang dibuat

untuk satu kali membuat adonan baglog jamur tiram?


(4)

3.

Jumlah jam kerja dalam satu hari………..HOK

4.

Komponen biaya yang dibutuhkan untuk membuat satu adonan baglog jamur

tiram :

KOMPONEN PENGELUARAN

No Uraian Jumlah Harga Satuan Nilai (Rp)

BIAYA VARIABEL

1 Bibit

2 Serbuk kayu/gergaji 3 Bekatul

4 Gipsum 5 Kapur

6 Serbuk jagung 7 TSP

8 Urea 9 SP 36 10 Kapas 11 Minyak tanah 12 Kantong plastik 13 Alkohol

14 Karet 15 Plastik wrap 16 Kertas 17 Stereofoam 18 Cincin bambu 19 Bambu 20 Spritus 21 Formalin 22 Stiker logo

23 Penurunan nilai inventaris 24

25 26 27

28 Biaya pengemasan 29 Biaya pengangkutan 30 Biaya retribusi 31 Biaya pemasaran 32

33


(5)

BIAYA TETAP

34 Upah TK tetap (luar keluarga)

35 Upah TK tetap (dalam keluarga)

36 Biaya transportasi 37 Listrik

38 Air 40 41 42 43

Total Biaya Tetap

KOMPONEN PENERIMAAN

No Uraian Jumlah Harga Satuan Nilai (Rp) 1 Jamur tiram

2 Jamur tiram yang dikonsumsi rumah tangga

3 Media tanam

4 Kompos bekas media tanam 5 Peningkatan nilai inventaris 6

7 8 9 10

D. PEMASARAN

Jamur Tiram Segar

No Tujuan Pemasaran Jumlah Harga Satuan Nilai (Rp) Frekuensi memasok 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12


(6)

MEDIA TANAM JAMUR TIRAM (LOG)

No Tujuan Pemasaran Jumlah Harga Satuan Nilai (Rp) Frekuensi memasok 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12