Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih Dd. Mushroom Di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat

i

ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA
DD. MUSHROOM DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN
BOGOR PROVINSI JAWA BARAT

DODO PUTERA ANDESSA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Risiko
Produksi Jamur Tiram Putih pada DD Mushroom di Kecamatan Ciawi Kabupaten
Bogor Provinsi Jawa Barat” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan

belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua
sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014
Dodo Putera Andessa
NIM H34104124

iii

ABSTRAK
DODO PUTERA ANDESSA. Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih DD.
Mushroom di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Dibawah
bimbingan ANNA FARIYANTI.
Usaha budidaya jamur tiram putih pada DD.Mushroom memiliki tingkat
keberhasilan yang berbeda-beda dalam proses produksinya. Hasil produksi yang
bermacam-macam dapat mempengaruhi jumlah produktivitas sehingga

menyebabkan terjadinya fluktuasi. Fluktuasi produktivitas tersebut merupakan
salah satu indikasi adanya risiko produksi. Adanya risiko di DD Mushroom
kemudian diidentifikasi sumber-sumber risikonya. Sumber risiko kemudian
dianalisis seberapa besar probabilitas dan dampaknya dengan metode analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif yaitu metode z-score dan var. Hasil analisis
selanjutnya dilakukan strategi penanganan untuk mengatasi risiko pada budidaya
jamur tiram putih. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui sumber risiko produksi
yang terdapat diperusahaan yaitu sumberdaya manusia, hama dan penyakit, serta
perubahan cuaca.

Kata kunci: Metode z-score , Risiko produksi, Value at risk

ABSTRACT
DODO PUTERA ANDESSA. Production Risk Analysis of White Oyster
Mushroom on DD.Mushroom Ciawi District Bogor Regency Wesy Java.
Supervised by ANNA FARIYANTI.
Oyster mushroom cultivation in DD Mushroom has a variety success rate
in their production processes. The result of diverse production affects the amount
of productivity that causes the fluctuations. Fluctuations in productivity is one
indication of the production risk. There is a risk on DD Mushroom then identified

each source of risk. Sources of risk then analyzed probability and impact to the
method of qualitative analysis and quantitative analysis of the z-score method and
var. Results of the analysis is performed to handle the risk management strategies
on oyster mushroom cultivation. Based on the results of the research, it is known,
there is a source of risk that the company is human error, pests and disease, and
weather.
Keywords : production risk, value at risk, z-score method

iv

ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA
DD. MUSHROOM DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN
BOGOR PROVINSI JAWA BARAT

DODO PUTERA ANDESSA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

v

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada DD Mushroom
di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat
: Dodo Putera Andessa
: H34104124

Disetujui,


Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah
risiko produksi, dengan judul Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada
DD Mushroom di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat.
Penelitian ini bertujuan menganalisis sumber risiko produksi jamur tiram putih,

kemungkinan terjadinya risiko, dan dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya
risiko pada DD Mushroom.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr.Ir
Anna Fariyanti, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi, terima kasih atas
bimbingan, masukan, dan arahannya selama kegiatan studi dan penyusunan
skripsi. Kemudian kepada Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen evaluator pada
kolokium proposal penulis yang telah memberikan saran dan masukan dalam
menyempurnakan skripsi ini. Kemudian kepada Dr.Ir.Suharno, MAdev selaku
dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta
memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini serta kepada Arif Karyadi
Uswandi, SP yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen serta
staf Departemen Agribisnis.
Terima kasih kepada Bapak Dida beserta istri atas ilmu dan pengetahuan
yang diberikan mengenai jamur tiram putih. Selain itu, terima kasih juga
ditujukan kepada pihak-pihak yang telah banyak memberi motivasi, saran, dan
nasehat yang sangat membantu penulis. Kepada teman-teman Agribisnis Alih
Jenis 1 saya ucapkan terima kasih atas semua kebersamaan selama kuliah dan
bantuannya selama ini. Penulis ucapkan terima kasih pula kepada Adilla
Anggiadinta, SE yang telah menjadi pendamping setia dan selalu mendukung,
mencurahkan perhatian serta mendoakan penulis baik secara langsung dan tidak

langsung. Tidak lupa saya ucapkan juga kepada Varian Khasira yang telah
menjadi pembahas pada seminar penulis dan memberikan masukan-masukan
terhadap penyelesaian skripsi. Terakhir ucapan terima kasih yang tidak terlupakan
kepada ibunda dan ayahanda tercinta yaitu Bapak Idroos Mochtar dan Ibu Irawati
yang telah memberikan semangat, dukungan, dan doa kepada penulis. Besar
harapan penulis, skripsi ini dapat bermanfaat bagi DD Mushroom dan semua
pihak yang berkepentingan.

Bogor, September 2014
Dodo Putera Andessa

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Jamur
Penelitian Terdahulu
Sumber-umber Risiko Agribisnis
Strategi Pengelolaan Risiko
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Risiko
Jenis dan Sumber Risiko
Analisis Risiko
Manajemen Risiko
Teknik Pemetaan
Penanganan Risiko
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data

Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko
Analisis Dampak Risiko
Pemetaan Risiko
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Sejarah Perusahaan DD. Mushroom
Lokasi DD. Mushroom
Kegiatan Produksi DD. Mushroom
Proses Produksi DD. Mushroom
Struktur Organisasi DD. Mushroom
Sumberdaya Manusia
ANALISIS RISIKO PRODUKSI
Identifikasi Sumber Risiko Produksi
Analisis Probabilitas Sumber Risiko Produksi
Analisis Dampak Sumber Risiko Produksi
Pemetaan Risiko
Strategi Penanganan Risiko

iii

iv
iv
1
1
4
5
6
6
6
7
7
9
10
10
10
10
11
13
14
16

17
18
18
18
18
19
19
20
21
21
22
22
22
23
23
25
26
26
26
28
30
32
33

viii

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

34
34
34
36
38
40

ix

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Komoditas Hortikultura
Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2007-2009 (Milyar Rp)
Produksi Tanaman Sayuran Menurut Jenis Tanaman di Indonesia
Tahun 2007-2011
Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Jamur Tahun 2007-2011
Perbandingan Kandungan Gizi Jamur (dalam %)
Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih
di Pulau Jawa Tahun 2010
Jenis, Sumber Data dan Metode Analisis yang Digunakan Dalam
Penelitian
Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kegagalan Penyakit
Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kegagalan Perubahan Suhu
Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kegagalan Sumberdaya
Manusia
Analisis Dampak Sumber Risiko Kegagalan Penyakit
Analisis Dampak Sumber Risiko Kegagalan Perubahan Suhu
Analisis Dampak Sumber Risiko Kegagalan Sumberdaya Manusia
Hasil Perhitungan Probabilitas dan Dampak Sumber Risiko Produksi
Status Risiko dari Sumber Risiko Produksi

1
2
2
3
3
19
28
29
29
30
31
31
32
32

DAFTAR GAMBAR
1 Produktivitas Jamur Tiram Putih DD. Mushroom
2 Hubungan Antara VaRian Return dengan Expected Return dan
Utilitas dengan Marginal Utility
3 Hubungan Risiko dengan Return
4 Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan
5 Peta Risiko
6 Preventif Risiko
7 Mitigasi Risiko
8 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Risiko Produksi Jamur
Tiram Putih
9 Peta Risiko
10 Struktur Organisasi DD. Mushroom
11 Hasil Pemetaan Sumber Risiko Produksi

5
12
13
14
15
16
17
17
22
25
33

DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambar Jamur Tiram Putih

38

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan
penting bagi perekonomian Indonesia. Sektor ini juga menjadi sumber mata
pencarian utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Sektor pertanian yang
perlu untuk diperhatikan serta dikembangkan adalah pada sub sektor hortikultura
yang terdiri dari sayur - sayuran, buah - buahan, tanaman bunga, tanaman hias dan
tanaman obat (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008). Komoditas sayuran
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia dimana
komoditas sayuran merupakan bagian dari sektor pertanian. Kontribusi untuk
komoditas hortikultura bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia dapat dilihat
pada Tabel 1 berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB).
Tabel 1 Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Komoditas Hortikultura
Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2007-2009 (Milyar Rp)
Tahun
No
Komoditas
2007
2008
2009
1
Sayuran
25.587
28.205
30.506
2
Buah-buahan
42.362
47.060
48.437
3
Tanaman Hias
4.741
5.085
5.494
4
Obat-obatan
4.105
3.853
3.897
Total
76.795
84.202
88.334
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2012)

Pada Tabel 1 dapat dilihat perkembangan PDB komoditas hortikultura
Indonesia yang menunjukkan perkembangan positif pada beberapa komoditi
terutama pada komoditas sayuran. Komoditas sayuran pada tahun 2007 sebesar
25.587 milyar rupiah mengalami peningkatan sebesar 10,23 persen. Kemudian,
pada tahun 2008 sebesar 28.205 milyar rupiah terjadi peningkatan sebesar 8,15
persen menjadi 30.506 milyar rupiah. Sayuran merupakan salah satu komoditas
yang memberikan nilai tambah bagi pembangunan nasional. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa kegiatan usaha pada komoditas sayuran merupakan salah
satu usaha subsektor hortikultura yang dapat memajukan pembangunan ekonomi
Indonesia.
Komoditas holtikultura yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan
adalah sayuran. Hal tersebut dikarenakan kecenderungan minat masyarakat
terhadap sayuran meningkat, dimana pola hidup sehat yang saat ini telah menjadi
gaya hidup bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Perkembangan tersebut
berpengaruh terhadap usaha bisnis jamur yang merupakan salah satu bagian dari
komoditas sayuran. Seiring dengan perkembangan komoditas sayuran, produksi
tanaman jamur pun mengalami perkembangan dalam beberapa tahun terakhir.
Data perkembangan produksi sayuran di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

2

Tabel 2

Produksi Tanaman Sayuran Menurut Jenis Tanaman di Indonesia Tahun
2007-2011
Produksi (Ton)
Jenis Tanaman
2007
2008
2009
2010
2011*
Bayam
155.863 163.817
173.750
153.334
159.560
Bunga kol
124.252 109.479
96.038
101.205
113.031
Buncis
266.790 266.551
290.993
336.494
337.041
Jamur
48.246
43.047
38.465
61.376
45.851
Kacang panjang 488.499 455.542
483.793
489.449
456.254

Keterangan : * = angka sementara
Sumber : Departemen Pertanian (2012)

Tabel 2 menunjukkan perkembangan produksi dari sebagian besar
tanaman sayuran di Indonesia. Sebagian besar tanaman sayuran pada tabel
tersebut mengalami penurunan serta peningkatan produksi pada seluruh jenis
tanaman. Perkembangan produksi jamur sendiri pada beberapa tahun terakhir
sempat mengalami fluktuasi. Pada tahun 2009 produksi jamur sebesar 38.465 ton
mengalami peningkatan sebesar 37 persen sehingga produksi tahun 2010 menjadi
61.376 ton. Produksi jamur pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 25,29
persen sehingga produksi tahun 2011 menjadi 45.851 ton.
Penurunan produksi dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya
kesalahan dalam proses budidaya, perubahan cuaca dan iklim, hama dan penyakit
serta kurangnya pengetahuan dan keterampilan karyawan. Peningkatan produksi
dikarenakan bertambahnya jumlah pelaku usaha budidaya jamur.
Tabel 3 Luas lahan, Produksi dan Produktivitas Jamur Tahun 2007-2011
Tahun
Indikator
2007
2008
2009
2010
2011*
Luas tanam (Ha)
3773,87 636,90
700
684
497
Produksi (Ton)
48.246
43.047
38.465
61.376
45.851
Produktivitas
12,78
67,58
54,95
89,73
92,2
(Ton/Ha)
Keterangan : * = angka sementara
Sumber
: Departemen Pertanian (2012)

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa produktivitas jamur mengalami
peningkatan dari tahun 2007 ke tahun 2008, kemudian mengalami penurunan dari
tahun 2008 ke tahun 2009, namun mengalami peningkatan kembali peningkatan
pada tahun 2010 dan 2011.
Jamur sebagai salah satu komoditi sayuran yang mulai dikenal oleh
masyarakat merupakan bahan makanan nabati yang memiliki nilai gizi tinggi dan
khasiat obat. Hal ini sudah dikenal di daratan Cina sejak 300 tahun yang lalu dan
meluas ke beberapa negara lain di benua Asia, Eropa dan bahkan Amerika.
Menurut penelitian ada sekitar 600 jenis jamur yang dapat di konsumsi.
Berdasarkan 600 jenis tersebut, lebih dari 200 jenis telah di konsumsi manusia
dan 100 jenis diantaranya telah dicoba dibudidayakan. Berdasarkan jenis
tumbuhnya, jamur digolongkan menjadi jamur dengan media jerami, media
serbuk kayu dan media campuran (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011).

3

Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat. Jamur tiram putih dalam bahasa latin yang disebut
Pleurotus ostreatus ini merupakan jamur yang dibudidayakan dengan
menggunakan substrat serbuk kayu dan diinkubasi ke dalam kumbung. Jamur
tiram putih sendiri memiliki beberapa keunggulan salah satunya yaitu dapat
dibudidayakan dengan mudah dan juga dapat dilakukan sepanjang tahun. Masa
produksi jamur tiram relatif lebih cepat sehingga periode dan waktu panen lebih
singkat dan dapat berlanjut sepanjang tahun. Jamur tiram putih memiliki
kandungan gizi yaitu protein dan lemak yang tinggi dibandingkan jamur merang
dan jamur kuping. Kandungan karbohidrat jamur tiram putih lebih tinggi
dibanding jamur merang dan jamur kuping. Perbandingan kandungan gizi jamur
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Perbandingan Kandungan Gizi Jamur (dalam %)
Jenis Jamur
Protein
Lemak
Jamur merang
1,8
0,3
Jamur tiram putih
27
1,6
Jamur kuping
8,4
0,5

Karbohidrat
4,6
58
82,8

Sumber : Herbowo (2011)

Jamur tiram putih merupakan tanaman pertanian yang sangat berkaitan
dengan faktor alam dalam memperoleh hasil produksi. Faktor alam merupakan
faktor yang sulit diprediksi, mudah berubah dan tidak dapat dikendalikan. Faktor
alam merupakan suatu ketidakpastian yang dapat menyebabkan terjadinya risiko
dalam suatu usaha pertanian. Risiko tersebut dapat terjadi pada kegiatan usaha
jamur tiram putih. Budidaya jamur tiram putih milik Bapak Dida perlu
memperhatikan adanya indikasi risiko untuk kelangsungan usaha yang dapat
berdampak kepada perolehan pendapatan usaha.
Dalam usaha pertanian, dapat terjadi berbagai macam risiko. Risiko yang
umum dan sering muncul antara lain risiko harga dan risiko produksi. Identifikasi
merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mengetahui risiko pada usaha
yang dianggap berisiko. Indikasi suatu risiko dapat dilihat dari fluktuasi harga dan
hasil produksi yang diperoleh pada suatu usaha dalam periode tertentu.
Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki luas panen jamur tiram
putih terbesar kedua setelah Jawa Timur namun memiliki produktivitas terendah.
Luas panen, produksi dan produktivitas jamur tiram putih di Pulau Jawa pada
tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5
No
1.
2.
3.
4.
5.

Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di Pulau
Jawa Tahun 2010
Produktivitas
Provinsi
Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
(Ton/Ha)
Jawa Barat
324,67
19.623,16
60,4
Jawa Tengah
15,21
1.189,38
78,2
DI. Yogyakarta
7,46
804,96
107,9
Jawa Timur
330,84
39.472,91
119,3
Banten
1,50
116,70
77,8

Sumber : Departemen Pertanian (2012)

4

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2012), daerah sentra jamur
tiram putih di Jawa Barat yaitu Subang, Purwakarta, Cianjur, Cirebon, Bandung,
Garut, Ciamis, Tasikmalaya, Bogor dan Sumedang. Daerah sentra penghasil jamur
tiram putih terdapat di Kabupaten Bogor. Di Kabupaten Bogor terdapat beberapa
pelaku usaha budidaya jamur tiram putih. DD Mushroom merupakan salah satu
pelaku usaha di bidang budidaya jamur tiram putih dengan jumlah baglog 120.000
kg. Namun, DD Mushroom pun mengalami produksi terendah mencapai 60.000
kg. Kondisi tersebut dapat mengindikasikan ada risiko produksi dalam usaha
jamur tiram putih, maka penting untuk dikaji adanya risiko produksi pada
budidaya jamur tiram putih.
Perumusan Masalah
Usaha jamur tiram putih DD Mushroom merupakan salah satu usaha yang
bergerak di bidang budidaya jamur tiram putih pada tahun 2009. Jamur tiram
putih merupakan jenis sayuran yang mulai banyak dibudidayakan saat ini. Jamur
tiram putih memiliki media tanam yang disebut baglog yang terbuat dari serbuk
gergaji yang dicampur dengan beberapa bahan lainnya. Media tanam tersebut
diolah agar memperoleh bibit yang baik.
Usaha budidaya jamur tiram putih ini memiliki tingkat keberhasilan yang
berbeda-beda dari tiap hasil produksinya. Indikasi risiko dapat dilihat dari
fluktuasi dari hasil produksi yang diperoleh pada suatu periode tertentu yang
dibandingkan dengan periode sebelumnya atau sesudahnya. Hal tersebut dapat
mempengaruhi jumlah produktivitas sehingga menyebabkan adanya fluktuasi.
Diduga penyebab terjadinya risiko produksi yang dihadapi perusahaan DD.
Mushroom dalam membudidayakan jamur tiram ini beragam. Oleh karena itu,
risiko produksi perlu diperhitungkan karena pada umumnya risiko akan
berdampak pada kerugian yang akan ditanggung oleh pemilik usaha.
Pada bulan Januari 2012 sampai dengan Desember 2013, usaha budidaya
jamur tiram putih DD Mushroom mengalami enam kali siklus produksi dan hasil
produksi tersebut menghasilkan produktivitas yang bervariasi setiap siklusnya.
Pada siklus pertama yaitu bulan Januari sampai April 2012 mampu menghasilkan
sebanyak 103.429 kg, siklus kedua yaitu Mei sampai Agustus 2012 mampu
menghasilkan 96.801 kg, siklus ketiga yaitu September sampai Desember 2012
mampu menghasilkan sebanyak 102.665 kg, siklus keempat yaitu Januari – April
2013 mampu menghasilkan sebanyak 82.771 kg, siklus kelima yaitu Mei samapi
Agustus 2013 mampu menghasilkan 95.788 kg, dan siklus keenam mampu
menghasilkan sebanyak 104.772 kg.
Usaha jamur tiram putih DD Mushroom memperoleh produktivitas
tertinggi untuk tanaman jamur tiram putih yang dibudidayakan yaitu sebesar 0,9
kg per baglog, sedangkan produktivitas terendah yaitu 0,7 kg per baglog. Hal
tersebut didapatkan selama 6 siklus produksi. Penurunan produktivitas disebabkan
adanya serangan hama dan penyakit dan kondisi cuaca dan iklim yang sulit
diprediksi. Selain itu, sumberdaya manusia pun dapat menjadi sumber risiko
produksi jamur tiram putih.
Fluktuasi produktivitas diakibatkan oleh beberapa masalah yang timbul
selama siklus produksi. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik usaha,

5

penurunan produktivitas disebabkan adanya serangan penyakit dan kondisi cuaca.
Perubahan kondisi cuaca dari musim hujan ke musim kemarau ataupun sebaliknya
akan mengakibatkan penurunan produktivitas. Ketika musim kemarau tubuh buah
jamur tiram putih akan tumbuh dengan kerdil. Ketika musim penghujan baglog
menjadi mudah terserang penyakit karena kondisi suhu yang rendah. Hal tersebut
terjadi karena jamur tiram putih merupakan tumbuhan yang sangat dipengaruhi
oleh kondisi cuaca dan suhu. Fluktuasi produktivitas jamur tiram putih dapat
dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Produktivitas Jamur Tiram Putih DD Mushroom
Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa hasil produksi jamur tiram putih
mengalami kondisi yang tidak stabil setiap periodenya, hal tersebut menunjukkan
adanya risiko pada perusahaan DD Mushroom. Kondisi tersebut menyebabkan
kerugian dalam usaha ini dan berdampak terhadap pendapatan perusahaan.
Kerugian akibat risiko produksi tersebut menyebabkan jumlah produksi
yang rendah dan kualitas hasil panen yang menurun. Berdasarkan perumusan
diatas, disimpulkan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1.
2.
3.

Apa saja sumber-sumber risiko produksi jamur tiram putih pada DD
Mushroom?
Berapa besar probabilitas dan dampak dari sumber-sumber risiko produksi
jamur tiram putih terhadap penerimaan DD Mushroom?
Bagaimana alternatif strategi yang diterapkan dalam mengatasi risiko
produksi jamur tiram putih yang dihadapi oleh DD Mushroom?
Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas,
maka penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi jamur tiram putih pada
DD Mushroom.
2.
Menganalisis probabilitas dan dampak sumber-sumber risiko produksi
jamur tiram putih terhadap penerimaan DD Mushroom.

6

3.

1.

2.

3.

Menganalisis alternatif strategi yang diterapkan untuk mengatasi risiko
produksi yang dihadapi oleh usaha budidaya jamur tiram putih pada DD
Mushroom.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat, diantaranya :
Sebagai bahan masukan dalam mengelola usaha budidaya jamur tiram
putih agar lebih waspada dalam menghadapi risiko dan mengurangi
kerugian yang ada.
Sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya, sehingga penelitian
selanjutnya dapat menganalisis lebih baik lagi khususnya penulisan ilmiah
tentang risiko produksi jamur tiram putih.
Menambah wawasan dan pengalaman peneliti.

TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Jamur
Jamur digolongkan ke dalam tumbuhan yang berspora, memiliki inti
plasma, tetapi tidak berklorofil (tidak memiliki zat hujan hijau daun)sehingga
kebutuhan karbohidrat harus dipenuhi dari luar. Tubuhnya tersusun dari sel-sel
berupa benang (hifa) yang akan menyusun tubuh buah yang disebut miselium.Hifa
akan tumbuh bercabang-cabang, sedangkan miselium akan berbentuk bulatan.
Struktur berbentuk bulatan tersebut menjadi awal mula tubuh buah pada jamur.
Menurut Chazali dan Putri (2009), jamur sudah dikonsumsi dan
dibudidayakan sejak 3000 tahun yang lalu, biasanya digunakan sebagai campuran
makanan ataupun obat-obatan herbal. Jamur dahulu kala menjadi salah satu
makanan mewah yang disantap oleh para raja-raja. Umumnya jamur konsumsi
memiliki rasa yang lezat dan mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi kesehatan
tubuh, contoh jamur konsumsi antara lain jamur tiram, jamur kuping, jamur
shiitake, jamur champignon, dan jamur merang.
Jamur tiram putih dalam bahasa latin disebut Pleurotus ostreatus. Jamur
tiram putih termasuk ke dalam jamur kayu, karena tumbuh pada substrat kayu
yang telah lapuk maupun pada potongan pohon yang telah mati. Jamur tiram ini
memiliki tekstur daging yang lembut dan lezat rasanya, sehingga sangat digemari.
Ditambah lagi, jamur tiram memilik kandungan gizi yang tinggi dan banyak
mengandung berbagai macam asam amino essensial, protein, lemak, mineral dan
vitamin. Jamur ini dapat tumbuh dengan baik di ketinggian hingga 600 m di atas
permukaan laut (dpl) dengan kisaran suhu 15-30 oC dan kelembaban 80-90
persen. Pertumbuhan jamur tiram putih tidak membutuhkan intensitas cahaya
yang tinggi dan berkembang baik pada media tanam yang asam, yakni pada PH
5,5-7. Jamur ini tumbuh terutama pada waktu musim hujan (Redaksi Agromedia,
2002).
Jamur tiram putih memiliki beberapa kelebihan apabila dibandingkan dengan
jamur tiram lainnya, diantaranya:
1. Jamur tiram putih tumbuh membentuk rumpun dalam satu stadia dan setiap
rumpun mempunyai percabangan yang cukup banyak apabila dibandingkan
dengan jamur tiram cokelat.

7

2. Jamur tiram putih memiliki daya simpan lebih lama apabila dibandingkan
dengan jamur tiram abu-abu.
3. Jamur tiram putih memiliki kandungan protein yang lebih besar apabila
dibandingkan dengan jamur tiram cokelat yaitu sebesar 2,7 %.
4. Jamur tiram putih memiliki tudung yang lebih tebal apabila dibandingkan
dengan jamur tiram abu-abu.
Penelitian Terdahulu
Sumber-Sumber Risiko Agribisnis
Risiko merupakan kemungkinan kejadian yang akan menimbulkan
dampak kerugian. Dalam menjalankan suatu bisnis, setiap keputusan selalu
mengandung risiko. Oleh sebab itu kejelian menanggapi dan meminimalisir risiko
merupakan sesuatu yang harus dilakukan setiap perusahaan. Terutama agribisnis
yang merupakan usaha dengan makhluk hidup sebagai objek usaha yang sangat
membutuhkan penanganan risiko yang efektif. Sumber-sumber risiko pada usaha
produksi pertanian sebagian besar berasal dari faktor-faktor teknis seperti
perubahan suhu, hama dan penyakit, penggunaan input serta kesalahan teknis dari
tenaga kerja.
Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis risiko pada komoditi
hortikultura seperti Purwanti (2011), Situmeang (2011), Parengkuan (2011),
Ginting (2009), Tarigan (2009), dan Widsya (2009) yang masing-masing peneliti
menemukan sumber risiko pada produksi sayuran hidroponik, cabai merah
keriting, sayuran organik, jamur putih, jamur tiram, dan Anggrek Phalaenopsis.
Risiko produksi pada umumnya meliputi teknik budidaya, human error, serangan
hama dan penyakit tanaman, gangguan teknologi irigasi (hidroponik) dan
cuaca/iklim yang tidak pasti.
Wisdya (2009) yang menemukan bahwa faktor-faktor penyebab risiko
produksi pada produksi anggrek Phalaeonopsis antara lain reject yang terdiri dari
kontaminasi dalam pembibitan dengan teknik kultur jaringan, serangan hama
penyakit, virus, mutan, stagnan, dan kerusakan mekanis pada tanaman yang sulit
diprediksi. Peluang untuk kondisi tertinggi, normal dan terendah diukur dari
proporsi frekuensi atau berapa kali perusahaan mencapai persentase keberhasilan
produksi dan pendapatan tertinggi, normal dan terendah selama periode siklus
berlangsung. Faktor-faktor penyebab munculnya persentase keberhasilan produksi
kondisi tertinggi dan terendah antara lain curah hujan, serangan hama dan
penyakit dan kerusakan mekanis.
Parengkuan (2011) menjelaskan bahwa sumber risiko pada jamur tiram
putih adalah kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi log, perubahan
suhu udara. Berdasarkan status risiko diperoleh hasil bahwa kesalahan pada saat
proses sterilisasi yang paling berisiko dan kemudian secara berurutan diikuti oleh
akibat gangguan hama, perubahan suhu udara, dan penyakit.
Ginting (2009) menjelaskan bahwa sumber risiko usaha jamur tiram putih
pada Cempaka Baru yaitu kondisi cuaca dan iklim yang sulit diprediksi serta
serangan hama dan penyakit tanaman yang sulit dikendalikan. Selain itu, tingkat
keterampilan yang dimiliki tenaga kerja pada usaha ini masih belum memadai

8

dalam melaksanakan kegiatan proses produksi, khususnya pada saat penyuntikan
bibit jamur tiram putih ke dalam substrat (media tanam).
Hasil penilaian risiko dengan menggunakan ukuran coefficient variation
(Purwanti 2011) adalah 0,28 yang artinya untuk setiap satu kilogram hasil yang
diperoleh akan mengalami risiko sebesar 0,28 kg. Perhitungan expected return
sebesar 4,67 yang artinya perolehan hasil sebanyak 4,07 kg/m2.
Situmeang (2011) memperoleh perhitungan coefficient variation besaran
risiko yang dihadapi oleh petani Pondok Menteng dalam usahatani cabai merah
keriting yaitu 0,5. Artinya untuk setiap satu kilogram cabai merah keriting yang
dihasilkan akan mengalami risiko sebesar 0,5 kg pada saat terjadi risiko produksi.
Oleh karena itu dalam manajemen risiko, setelah mengidentifikasi sumber risiko
dan melakukan pengukuran risiko maka dilakukan penanganan terhadap risiko.
Strategi pengelolaan risiko tanaman cabai merah keriting yang dilakukan meliputi
dua hal yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif yaitu
dengan melakukan perawatan secara rutin dan terencana mulai dari penyemaian
sampai panen. Sedangkan strategi mitigasi yakni diversifikasi tidak begitu
menguntungkan karena dari hasil perhitungan portofolio besaran risiko yang
dihasilkan sama yaitu sebesar 0,5.
Hasil analisis probabilitas dan dampak risiko jamur putih (Parengkuan
2011) diperoleh hasil bahwa probabilitas dan dampak risiko terbesar ada pada
sumber risiko kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi log dengan nilai
sebesar 45,2 persen, sedangkan perubahan suhu udara merupakan merupakan
sumber risiko yang memberikan dampak terbesar dengan nilai Rp 17.053.516
Berdasarkan status risiko diperoleh hasil bahwa kesalahan pada saat proses
sterilisasi yang paling berisiko dan kemudian secara berurutan diikuti oleh akibat
gangguan hama, perubahan suhu udara, dan penyakit.
Penilaian risiko pada jamur tiram (Ginting 2009) diperoleh nilai coefficient
variation sebesar 0,32. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang
diperoleh Cempaka Baru, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar
0,32 satuan. Nilai expected return sebesar 0,25. Artinya, usaha Cempaka Baru
dapat mengharapkan perolehan hasil sebanyak 0,25 kg per baglog untuk setiap
kondisi dalam proses budidaya yang telah diakomodasi oleh perusahaan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kegiatan budidaya jamur tiram putih memberi
harapan perolehan hasil produksi sebesar 0,25 kg untuk setiap baglog jamur tiram
putih.
Analisis spesialisasi risiko (Tarigan 2009) produksi berdasarkan
produktivitas pada brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting diperoleh risiko
yang paling tinggi dari keempat komoditas adalah bayam hijau yaitu 0,225 yang
artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar
0,225. Sedangkan yang paling rendah adalah cabai keriting yakni 0,048 yang
artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar
0,048. Hal ini dikarena bayam hijau sangat rentan terhadap penyakit terutama
pada musim penghujan. Berdasarkan pendapatan bersih diperoleh risiko yang
paling tinggi dari keempat komoditas adalah cabai keriting yaitu 0.80 yang artinya
setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0.80.
Sedangkan yang paling rendah adalah brokoli yakni 0.16 yang artinya setiap satu
rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0.16. Hal ini
dikarena penerimaan yang diterima lebih kecil sedangkan biaya yang dikeluarkan

9

tinggi. Analisis risiko produksi yang dilakukan pada kegiatan portofolio
menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko.
Analisis spesialisasi risiko produksi berdasarkan produktivitas (Widsya
2009) pada tanaman anggrek menggunakan bibit teknik seedling dan mericlone
diperoleh risiko yang paling tinggi adalah tanaman anggrek teknik seedling yaitu
sebesar 0,078 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang
dihadapi akan sebesar 0,078.
Dari beberapa penelitian terdahulu, penulis memperoleh variabel yang
menjadi sumber risiko produksi pada komoditas agribisnis khususnya pada
produk-produk hortikultura meliputi faktor cuaca, hama dan penyakit tanaman,
teknologi budidaya, dan human error. Variabel sumber risiko tersebut diduga
menjadi sumber risiko pada budidaya jamur tiram putih.
Pengukuran risiko dilakukan untuk mengukur/mengetahui pengaruh
sumber-sumber risiko terhadap suatu kegiatan bisnis melalui penggunaan suatu
alat analisis tertentu. Salah satu alat analisis yang digunakan dalam pengukuran
risiko adalah koefisien variasi (coefficient variation), ragam (variance), dan
simpangan baku (standard deviation). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama
lain, jika nilai ketiga indikator tersebut semakin kecil maka risiko yang dihadapi
kecil.
Strategi Pengelolaan Risiko
Strategi pengelolaan risiko perlu dilakukan untuk menekan dampak yang
ditimbulkan risiko. Strategi pengelolaan risiko dalam pertanian (Kaan 2002)
antara lain 1) mengurangi risiko dalam operasi, misalnya diversifikasi produk, 2)
transfer atau pengalihan risiko di luar operasi, misalnya kontrak produksi dan 3)
membangun kemampuan operasi untuk bertahan dari adanya risiko, misalnya
memelihara aset lancar.
Menurut Wisdya (2009) strategi penanganan risiko produksi anggrek
Phalaeonopsis pada PT. EGF dapat dilakukan dengan pengembangan
diversifikasi pada lahan yang ada. Alternatif untuk menangani risiko produksi
dapat dilakukan dengan diversifikasi (portofolio) pada lahan yang berbeda dan
secara tumpang sari tetapi dalam waktu yang sama. Adanya diversifikasi akan
dapat diminimisasi tetapi tidak dapat dihilangkan seluruhnya atau menjadi nol.
Alternatif lain untuk meminimalkan risiko produksi adalah kerjasama penyediaan
bibit dengan konsumen dan usaha pembungaan berupa rangkaian bunga dalam
pot (untuk menampung hasil produk yang reject).
Ketiga alat analisis ini digunakan oleh Purwanti (2011), Cher (2011),
Situmeang (2011), Tarigan (2009), Wisdya (2009) dan Ginting (2009) dalam
penelitiannya. Berbeda dengan Pinto (2011), Dewiaji (2011) dan Parengkuan
(2011) menggunakan perhitungan rata-rata kejadian berisiko, standard deviation,
z-score, probabilitas dan Var. Setelah dilakukan perhitungan Var, selanjutnya
dilakukan pemetaan terhadap sumber-sumber risiko yang akhirnya muncul
strategi penanganan terhadap risiko yang dihadapi. Silaban (2011), Wisdya
(2009), Tarigan (2009) menggunakan perhitungan tambahan terhadap nilai
coefficient variation, variance dan standard deviation untuk spesialisasi dan
diversifikasi.

10

Beberapa penelitian terdahulu yang telah dijelaskan diatas merupakan
referensi bagi peneliti dalam melakukan penelitian ini, khususnya penelitian yang
Parengkuan (2011), karena penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan
metode analisis risiko yang sama.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Risiko
Risiko menunjukkan situasi, dimana terdapat lebih dari satu kemungkinan
dari suatu keputusan dan peluang dari kemungkinan-kemungkinan tersebut
diketahui atau dapat diestimasi. Risiko mengharuskan manajer sebagai pengambil
keputusan untuk mengetahui segala kemungkinan hasil dari suatu keputusan dan
juga peluang dari kemungkinan-kemungkinan tersebut. Risiko berhubungan
dengan ketidakpastian, hal ini sesuai dengan pendapat Kountur (2008), yaitu
ketidakpastian itu sendiri terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi
menyangkut apa yang akan terjadi. Selanjutnya dijelaskan ketidakpastian yang
dihadapi perusahaan dapat berdampak merugikan atau menguntungkan.
Robison dan Barry (1987), risiko menunjukkan peluang terhadap suatu
kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagai pembuat keputusan
dalam bisnis. Secara umum peluang suatu kejadian dalam kegiatan bisnis dapat
ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan data historis atau pengalaman
selama mengelola kegiatan usahanya. Risiko pada umumnya berdampak negatif
terhadap pelaku bisnis. Sedangkan menurut Harwood et al (1999), risiko
menunjukkan kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian bagi pelaku
bisnis yang mengalaminya.
Basyib (2007) mendefinisikan risiko itu sendiri sebagai peluang terjadinya
hasil yang tidak diinginkan, sehingga risiko hanya terkait dengan situasi yang
memungkinkan munculnya hasil yang negatif serta berkaitan dengan kemampuan
memperkirakan terjadinya hasil negatif tersebut. Kejadian risiko merupakan
kejadian yang memunculkan kerugian atau peluang terjadinya hasil yang tidak
diinginkan. Sementara itu kerugian oleh risiko memiliki arti kerugian yang
diakibatkan kejadian risiko, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kerugian itu sendiri dapat berupa kerugian finansial maupun kerugian nonfinansial.
Jenis dan Sumber Risiko
Menurut Harwood et al (1999), terdapat beberapa sumber risiko yang
dapatdihadapi oleh petani, yaitu :
1.
Risiko produksi
Sumber risiko yang berasal dari kegiatan produksi diantaranya adalah
gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang yang ditimbulkan
oleh serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim dan cuaca, kesalahan
sumberdaya manusia, dan masih banyak lagi.

11

2.

Risiko Pasar atau Harga
Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang tidak dapat
dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah,
ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan, dan
lain-lain. Sementara itu risiko yang ditimbulkan oleh harga antara lain
harga dapat naik akibat dari inflasi.
3.
Risiko Kebijakan
Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan antara lain adanya
kebijakan-kebijakan tertentu yang keluar dari dalam hal ini sebagai
pemegang kekuasaan pemerintah yang dapat menghambat kemajuan suatu
usaha. Dalam artian kebijakan tersebut membatasi gerak dari usaha
tersebut. Contohnya adalah kebijakan tarif ekspor.
4.
Risiko Finansial
Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain adalah adanya
piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha
terhambat, perputaran barang rendah, laba yang menurun akibat dari krisis
ekonomi dan sebagainya.
Kountur (2006) mengelompokkan jenis risiko berdasarkan sundut
pandang. Risiko berdasarkan sudut pandangnya dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu risiko berdasarkan akibat yang ditimbulkan dan berdasarkan penyebab
timbulnya risiko tersebut.
Risiko yang dilihat dari akibat yang ditimbulkan dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok besar, yaitu :
1.
Risiko spekulatif adalah jenis risiko yang berakibat merugikan atau
sebaliknya memberikan keuntungan.
2.
Risiko murni adalah jenis risiko yang akibatnya tidak memungkinkan
untuk memperoleh keuntungan dan yang ada hanyalah kerugian.
Pengelompokan risiko berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu :
1.
Risiko Keuangan merupakan jenis risiko yang disebabkan oleh faktorfaktor keuangan seperti perubahan harga, perubahan mata uang, dan
perubahan tingkat suku bunga.
2.
Risiko Operasional merupakan jenis risiko yang disebabkan oleh faktorfaktor operasional seperti faktor manusia, teknologi dan alam.
Analisis Risiko
Analisis risiko berhubungan dengan teori pengambilan keputusan
(decision theory). Individu diasumsikan untuk bertindak rasional dalam
mengambil keputusan bisnis. Alat analisis yang umumnya digunakan dalam
menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko
yaitu expected utility model. Analisis mengenai pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan risiko dapat menggunakan expected utility model. Model ini
digunakan karena adanya kelemahan yang terdapat pada expected return model,
yaitu bahwa yang ingin dicapai oleh seseorang bukan nilai (return) melainkan
kepuasan (utility).
Hubungan fungsi kepuasan dengan pendapatan dan expected return dengan
varian return menggambarkan bagaimana perilaku seorang pelaku bisnis dalam

12

mengambil keputusan terhadap risiko yang dihadapi. Hubungan tersebut dapat
dilihat pada Gambar 2.
Utility (U)

Utility (U)

U(y)1

Utility (U)
U(y)2

Y
Expected Return

U(y)3

Y
Expected Return

Y
Expected Return

U1
U2

VaRian Return
Gambar 2

VaRian Return

U3

VaRian Return

Hubungan Antara varian Return dengan Expected Return dan
Utilitas dengan Marginal Utility.

Sumber : Debertin 1986

Berdasarkan pada Gambar 2, perilaku seseorang pelaku bisnis dalam
menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu sebagai
berikut:
1.
Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (risk averter) menunjukkan
jika U1 diasumsikan kurva isouliti pembuat keputusan maka adanya varian
return yang merupakan ukuran tingkat risiko akan diimbangi dengan
kenaikan retur yang diharapkan. Pada kurva U(y)1 menunjukkan kepuasan
marginal utiliti yang semakin menurun dari pendapatan. Meskipun
tambahan pendapatan selalu meningkatkan kepuasan, namun demikian
kenaikan kepuasan yang dihasilkan karena kenaikan pendapatan yang
mendekati titik original akan lebih besar dari kenaikan kepuasan karena
kenaikan pendapatan berikutnya.
2.
Pembuat kuputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral) menunjukkan
jika U2 diasumsikan kurva isoulatiliti pembuat keputusan maka adanya
kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko tidak akan
diimbangi dengan menaikkan returnyang diharapkan. Pada kurva U(y)2
menunjukkan kepuasan marginal utiliti yang tetap terhadap penigkatan
pendapatan.
3.
Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker) menunjukkan
jika U3 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya
kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko akan
diimbangi oleh pembuat keputusan dengan kesediaannya menerima return

13

yang diharapkan lebih rendah. Sedangkan pada kurva U(y)3 menunjukkan
kepuasan marginal utiliti yang semakin meningkat dari pendapatan.
Fluktuasi harga dan hasil produksi akan menyebabkan fluktuasi
pendapatan. Ukuran yang dapat digunakan untuk melihat besarnya risiko yang
dihadapi suatu usaha adalah dengan mengetahui terlebih dahulu besar ragamnya
(variance) atau simpangan baku (standard deviation) dari pendapatan bersih per
periode atau return. Dimana jika risiko tinggi maka return juga akan meningkat
ataupun sebaliknya. Hubungan risiko dan return dapat dilihat pada Gambar 3.
Retu
rn

Expected
Return

Risiko
Gambar 3 Hubungan Risiko dengan Return
Sumber : Hanafi 2006

Beberapa ukuran risiko yang dapat digunakan adalah nilai variance,
standard deviation, dan coefficient variation. Nilai variance diperoleh dari hasil
pendugaan fungsi produksi. Standard deviation diperoleh dari akar kuadrat nilai
variance sedangkan coefficient variation diperoleh dari rasio antara standard
deviation dengan expected return (Hanafi 2006).
Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis
serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk
efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Karena itu perlu terlebih dahulu
memahami tentang konsep-konsep yang dapat memberi makna, cakupan yang
luas dalam rangka memahami proses manajemen tersebut. Hal ini sesuai dengan
defenisi yang ditetapkan oleh (Darmawi 2005).
Cara-cara yang digunakan manajemen untuk menangani berbagai
permasalahan yang disebabkan oleh adanya risiko merupakan defenisi manajemen
risiko menurut (Kountur 2008). Keberhasilan perusahaan ditentukan oleh
kemampuan manajemen menggunakan berbagai sumberdaya yang ada untuk
mencapai tujuan perusahaan. Dengan adanya penanganan risiko yang baik, segala
kemungkinan kerugian yang dapat menimpa perusahaan dapat diminimalkan
sehingga biaya menjadi lebih kecil dan pada akhirnya perusahaan mendapatkan
keuntungan yang lebih besar. Selanjutnya Kountur mengatakan dalam menangani
risiko yang ada dalam perusahaan diperlukan suatu proses yang dikenal dengan
istilah proses pengelolaan risiko. Proses manajemen atau pengelolaan risiko dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang dihadapi
perusahaan, kemudian mengukur risiko-risiko yang telah teridentifikasi untuk

14

mengetahui seberapa besar kemungkunan terjadinya risiko dan seberapa besar
konsekuensi dari risiko tersebut. Tahap berikutnya yaitu dengan menanganirisikorisiko tersebut yang selanjutnya dilakukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana
manajemen risiko telah diterapkan. Proses pengelolaan risiko perusahaan dapat
dilihat pada Gambar 4.
Identifikasi Risiko
Pengukuran Risiko
Penanganan Risiko
Evaluasi

Gambar 4 Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan
Sumber : Kountur 2008

Ada empat cara menangani risiko menurut (Kountur 2008), yaitu dengan
cara menerima atau menghadapi risiko, menghindari risiko, mengendalikan risiko
dan mengalihkan risiko. Mengendalikan risiko yaitu mengelola risiko dengan
meminimalkan risiko melalui pencegahan, sedangkan mengalihkan risiko dapat
dilakukan dengan mengalihkan kepada pihak lain seperti asuransi, hedging,
leasing, outsourcing dan kontrak.
Melalui asuransi, asset perusahaan yang memiliki dampak risikoyang
besar dapat terhindar dari kerugian apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan
oleh perusahaan sehingga kerugian tersebut ditanggung oleh pihak asuransi sesuai
dengan kontrak perjanjian yang telah disepakati oleh kedua pihak. Sedangkan
leasing merupakan cara dimana asset digunakan oleh perusahaan namun
kepemilikannya merupakan milik pihak lain sehingga bila terjadi sesuatu pada
asset tersebut maka pemiliknya yang akan menanggung kerugian atas asset
tersebut. Outsourcing merupakan suatu cara dimana pekerjaan diberikan kepada
pihak lain untuk mengerjakannya sehingga bila terjadi kerugian maka pihak
tersebut yang menanggung kerugiannya. Pengertian hedging menurut kamus yaitu
menutup transaksi jual beli komoditas, sekuritas atau valuta yang sejenis untuk
menghindari kemungkinan kerugian karena perubahan harga sedangkan hedging
menurut pasar komoditas adalah proteksi dari risiko kerugian akibat fluktuasi
harga. Alternatif penanganan risiko pada produk pertanian dilakukan dengan
berbagai cara yaitu dengan diversifikasi usaha, integrasi vertikal, kontrak
produksi, kontrak pemasaran, perlindungan nilai dan asuransi.
Teknik Pemetaan
Pemetaan risiko terkait dengan dua dimensi yaitu probabilitas terjadinya
risiko dan dampaknya bilarisiko tersebut terjadi.Probabilitas yang merupakan
dimensi pertama menyatakan tingkat kemungkinan suatu risiko terjadi. Semakin

15

tinggi tingkat kemungkinan risiko terjadi, semakin perlu mendapat perhatian.
Sebaliknya, semakin rendah kemungkinan risiko terjadi, semakin rendah pula
kepentingan manajemen untuk memberi perhatian kepada risiko yang
bersangkutan. Umumnya probabilitas dibagi menjadi tiga kategori yaitu tinggi,
sedang dan rendah.
Dimensi kedua yaitu dampak, merupakan tingkat kegawatan atau biaya
yang terjadi jika risiko yang bersangkutan benar-benar menjadi kenyataan.
Semakin tinggi dampak suatu risiko, maka semakin perlu mendapat perhatian
khusus. Sebaliknya, semakin rendah dampak yang terjadi dari suatu risiko maka
semakin rendah pula kepentingan manajemen untuk mengalokasikan sumber daya
untuk menangani risiko yang bersangkutan. Umumnya dimensi dampak dibagi
menjadi tiga tingkat yaitu tinggi, sedang dan rendah. Pembagian matriks pada
pemetaan risiko dapat dilihat pada Gambar 5 .
Probabilitas (%)
Tinggi
Kuadran 1

Kuadran 2

Kuadran 3

Kuadran 4

Sedang

Rendah
Rendah

Sedang

Tinggi

Dampak (Rp)

Gambar 5 Peta Risiko
Sumber : Kountur 2008

Berdasarkan pada Gambar 5, ada empat kuadran utama pada peta risiko.
Kuadran I merupakan area dengan tingkat probabilitas kejadian yang tinggi,
namun dengan dampak yang rendah. Risiko yang secara rutin terjadi ini tidak
terlalu mengganggu pencapaian tujuan dan target perusahaan. Kadang-kadang
terasa mengganggu bila risiko yang bersangkutan muncul sebagai kenyataan.
Biasanya, perusahaan mampu dengan cepat mengatasi dampak yang muncul.
Kuadran II merupakan area dengan tingkat probabilitas sedang sampai
tinggi dan tingkat dampak sedang sampai tinggi. Pada kuadran II merupakan
kategori risiko yang masuk ke dalam prioritas utama. Bila risiko-risiko pada
kuadran II terjadi akan menyebabkan terancamnya pencapaian tujuan perusahaan.
Kuadran III merupakan risiko dengan tingkat probabilitas kejadian yang
rendah dan mengandung dampak yang rendah pula. Risiko-risiko yang muncul
pada kuadran III cenderung diabaikan sehingga perusahaan tidak perlu
mengalokasikan sumberdayanya untuk menangani risiko tersebut. Walaupun
demikian, manajemen tetap perlu untuk memonitor risiko yang masuk dalam
kuadran III karena suatu risiko bersifat dinamis. Risiko yang saat ini masuk dalam

16

kuadran III dapat pindah ke kuadran lain bila ada perubahan ekternal maupun
internal yang signifikan.
Kuadran IV merupakan area dengan tingkat probabilitas kejadian antara
rendah sampai sedang, namun dengan dampak yang tinggi. Artinya, risiko-risiko
dalam kuadran IV cukup jarang terjadi tetapi apabila sampai terjadi maka akan
mengakibatkan tidak tercapainya tujuan dan target perusahaan.
Penanganan Risiko
Berdasarkan hasil pemetaan risiko, maka selanjutnya dapat ditetapkan
strategi penanganan risiko yang sesuai. Terdapat dua strategi yang dapat
dilakukan untuk menangani risiko, yaitu:
1. Penghindaran Risiko (Preventif)
Strategi preventif dilakukan untuk risiko yang tergolong dalam
probabilitas risiko yang besar. Strategi preventif akan menangani risiko yang
berada pada kuadran 1 dan 2. Penanganan risiko dengan menggunakan strategi
preventif, maka risiko yang ada pada kuadran 1 akan bergeser menuju kuadran 3
dan risiko yang berada pada kuadran 2 akan bergeser menuju kuadran 4 (Kountur
2006). Penanganan risiko strategi preventif dapat dilihat pada Gambar 6.
Probabilitas(%)
Besar

Kuadran 1

Kuadran 2

Kecil

Kuadran 3

Kuadran 4

Kecil

Besar

Dampak (Rp)

Gambar 6 Preventif Risiko
Sumber : (Kountur 2006)

2.

Mitigasi Risiko
Strategi mitigasi digunakan untuk meminimalkan dampak risiko yang
terjadi. Risiko yang berada pada kuadran dengan dampak yang besar diusahakan
dengan menggunakan strategi mitigasi dapat bergeser ke kuadran yang memiliki
dampak risiko yang kecil. Strategi mitigasi akan menangani risiko sedemikian
rupa sehingga risiko yang berada pada kuadran 2 bergeser ke kuadran 1 dan risiko
yang berada pada kuadran 4 bergeser ke kuadran 3. Strategi mitigasi dapat
dilakukan dengan metode diversifikasi, penggabungan, dan pengalihan risiko
(Kountur 2006). Mitigasi risiko dapat dilihat pada Gambar 7.

17

Probabilitas (%)
Besar
Kuadran 1

Kuadran 2

Kuadran 3

Kuadran 4

Kecil
Kecil
Gambar 7 Mitigasi Risiko

Besar

Dampak (Rp)

Sumber : (Kountur 2006)

Kerangka Pemikiran Operasional
Jamur tiram putih merupakan salah satu komoditas pertanian yang
potensial untuk dikembangkan, khususnya bagi DD. Mushroom karena memiliki
nilai ekonomis dan tinggi. Namun dalam pelaksanaan proses produksinya
menghadapi risiko, salah satunya adalah risiko produksi. Untuk mengetahui
tingkat risiko produksi yang dihadapi oleh perusahaan, maka dilakukan analisis
risiko dengan mengkaji faktor penyebab atau sumber risiko produksi. Untuk
meminimalkan risiko produksi yang ada, maka dilakukan analisis risiko produksi
dengan menggunakan analisis deskriptif y