23
suhu mendinginkan. Suhu yang digunakan adalah 15°C T
1
, 18°C T
2
, dan 21°C T
3
. Lapisan atas yang terbentuk tampak agak mengental dan lapisan bawah berupa cairan ekstrak yang merupakan produk ekspor di beberapa
perusahaan. Lapisan atas hasil fraksinasipemisahan ini diambil dengan pipet tetes dan dipisahkan dalam botol-botol kecil berukuran 10 ml. Lapisan ini merupakan
lemak kakao hasil samping yang akan dianalisis untuk diketahui karakteristiknya.
24
Gambar 4. Prosedur Pembuatan Lemak Kakao Hasil Samping Ekstraksi Non Alkalized Cocoa Powder Lucy, 2012 yang telah dimodifikasi
Ekstraksi 70°C , 2 jam
disaring
Fraksinasi 15°C T
1
, 18°C T
2
, 21°C T
3
300 ml S1 400 ml S2
500 ml S3
Etanol 96
Pure Cacao extract
By product Lemak kakao 100 gram Non alkalized cocoa powder
Pemisahan bagian atas rendemen
Pengamatan analisis komposisi asam lemak, kadar lemak, uji organoleptik aroma
Maserasi perendaman 16 jam, suhu ruang
Ampas padat Filtrat cair
Ekstraksi I T = 70°C , 1 jam 150 ml S1
200 ml S2 250 ml S3
Etanol 96
disaring Ampas padat
Filtrat cair
dicampurkan Ekstraksi 2 T = 70°C , 1 jam
disaring Ampas padat
Filtrat cair Total Filtrat
Evaporasi
25
3.4.2. Karakterisasi Lemak Kakao
Pengamatan yang dilakukan terhadap lemak kakao hasil samping pengolahan
ekstraksi non alkalized cacao powder ini meliputi analisis komposisi asam lemak kakao, analisis kadar lemak, dan uji organoleptik aroma
a Analisis Komposisi Asam Lemak
Analisis asam lemak dilakukan dengan metode AOAC No. 996.06 tahun
2005. Metode analisis yang digunakan memiliki prinsip mengubah asam lemak menjadi turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh
alat kromatografi. Gas Chromatography GC memiliki prinsip kerja pemisahan antara gas dan lapisan tipis cairan berdasarkan perbedaan jenis
bahan. Jenis alat kromatografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Shimadzu CG 9A. Hasil analisis akan terekam dalam suatu lembaran yang
terhubung dengan rekorder dan ditunjukkan melalui beberapa puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter masing-masing asam lemak.
Sebelum melakukan injeksi metil ester, terlebih dahulu lemak dilakukan metilasi sehingga terbentuk metil ester dari masing-masing asam lemak yang
didapat.
26
i Metilasi asam lemak
Gambar 5. Prosedur hidrolisis dan metilasi asam lemak Sumber : Laboratorium Instrumen FTP UGM 2013
ii Analisis asam lemak dengan Kromatografi Gas
Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester
pada kromatografi gas Shimadzu CG 9A dengan kondisi sebagai berikut: gas yang digunakan sebagai fase bergerak adalah gas nitrogen dengan
aliran bertekanan 3 kgcm
2
, kolom yang digunakan adalah kolom kapiler capillary column CP-SIR 88 sepanjang 50 m dengan diameter dalam
Sampel ditimbang
Dimasukkan ke dalam tabung bertutup teflon
Pemanasan pada suhu 80
o
C selama 20 menit
Pemanasan pada suhu 80
o
C selama 20 menit Diangkat dan dibiarkan dingin
Pendinginan Lapisan Heksana dipisahkan dan dimasukkan ke
dalam tabung yang berisi Na
2
SO
4
anhidrat
Didiamkan selama 15 menit 1 mL NaOH
0,5 N
±2
mL BF
3
2mL NaCl jenuh
1 mL Heksan
Larutan sampel dipisahkan dengan vial dan siap diinjeksikan
27
1,22 mm, dengan teb al lapisan film 0,25 μm. Jenis detector FID. Suhu
operasi sebesar 120°C - 200°C dengan suhu dinaikkan 8°C per menit, suhu injektor 210°C, dan suhu detektor 230°C.
Gambar 6. Prosedur analisis asam lemak dengan Kromatografi Gas Sumber : Laboratorium Instrumen FTP UGM 2013
iii Perhitungan jumlah asam lemak
Prinsip analisis komposisi asam lemak dengan kromatografi gas adalah dengan mengubah komponen asam lemak pada lemakminyak menjadi
senyawa volatil metil ester lemak yang akan dideteksi oleh detektor ionisasi nyala api dalam bentuk respon berupa peak kromatogram. Jenis
dan jumlah asam lemak yang ada pada contoh dapat diidentifikasi dengan membandingkan peak kromatogram contoh dengan peak kromoatogram
asam lemak standar yang telah diketahui jenis dan konsentrasinya, kemudian diketahui komposisi asam lemaknya dalam total asam lemak
yang ada. Pengujian asam lemak ini menggunakan metode eksternal standar.
Kromatografi gas dikondisikan terlebih dahulu sesuai standar dan jenis sampel
Pelarut sebanyak 2 µL diinjeksikan ke dalam kolom
Setelah pena kembali ke garis nol, larutan standar asam lemak diinjeksikan sebanyak 5 µL
Puncak pelarut akan terlihat dalam waktu ± 1 menit
Bila semua puncak standar sudah keluar, waktu retensi dan luas puncak dari masing-masing komponen dapat dilihat
28
Konsentrasi tiap komponen asam lemak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Konsentrasi Asam Lemak = × 100
b Analisis Kadar Lemak
Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode SNI 3748 tahun 2009. Sampel ditimbang 3 g lalu dimasukkan ke thimble. Labu lemak yang telah bersih
dimasukkan ke dalam oven, lalu ditambahkan batu didih dan ditimbang sebagai bobot kosong. Thimble dimasukkan ke dalam soklet, kemudian labu
lemak dihubungkan dengan soklet dan ditambahkan pelarut heksan 150 ml melewati soklet. Labu lemak dan soklet dihubungkan dengan penangas dan
diekstrak selama 6 jam. Setelah ekstraksi selesai, labu lemak dievaporasi untuk menghilangkan pelarut. Selanjutnya labu lemak dimasukkan ke dalam
oven 1 suhu 105
o
C selama 1 jam. Setelah dingin ditimbang sebagai bobot akhir bobot labu dan lem
ak.
Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan
rumus : c - b
Kadar lemak = x 100
a Keterangan:
a = bobot contoh b = bobot labu lemak dan labu didih
c = bobot labu lemak, batu didih dan lemak
29
c Uji Organoleptik aroma
Uji organoleptik aroma dilakukan oleh 20 panelis. Penilaian organoleptik dilakukan dengan uji skoring. Penilaian skoring dilakukan untuk karakterisasi
sampel berdasarkan sifat fisiknya yaitu aroma. Skala yang digunakan adalah skala 1 hingga 4 untuk aroma.
Gambar 7. Format kuisioner uji organoleptik aroma Kuesioner Uji Sensor
Nama : Tanggal :
Sampel : Lemak kakao
Dihadapan anda terdapat 9 buah sampel lemak kakao dari ekstraksi coklat bubuk dengan etanol. Anda diminta untuk mengamati aroma sampel sesuai dengan parameter yang tersedia. Beri
nomor pada table kode sampel sesuai dengan aromanya.
Kode Sampel 517
632 283
178 236
671 377
496 725
1 = sedikit khas coklat, banyak aroma etanol 2 = sedikit khas coklat, sedikit aroma etanol
3 = khas coklat, sedikit aroma etanol 4 = khas coklat
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa : 1. Faktor jumlah pelarut etanol dan suhu fraksinasi masing-masing berpengaruh
nyata terhadap aroma lemak yang dihasilkan. Hasil terbaik diperoleh pada perlakuan penambahan jumlah etanol 750 ml S3 dengan skor aroma 2,504
mendekati aroma khas coklat sedikit aroma etanol dan dengan skor aroma 2,494 mendekati aroma khas coklat sedikit aroma etanol.
2. Kombinasi jumlah pelarut etanol dan suhu fraksinasi berpengaruh nyata pada rendemen fraksi lemak kakao, kadar lemak, dan komposisi asam lemak yang
dihasilkan. Hasil terbaik diperoleh dari perlakuan penambahan jumlah pelarut etanol sebanyak 750 ml dan suhu fraksinasi 15
o
C S3T1 dengan rendemen lemak 35,0382, kadar lemak 86,742, skor aroma 2,504 mendekati aroma
khas coklat sedikit aroma etanol pada perlakuan penambahan jumlah etanol 750 ml S3, skor aroma 2,412 mendekati aroma khas coklat sedikit aroma
etanol pada perlakuan suhu fraksinasi 15
o
C T1, dan komposisi asam lemak tak jenuh sebesar 49,71 dalam total asam lemak.
51
5.2. Saran
Perlu dilakukan perbaikan prosedur dengan dalam penggunaan alat, antara lain
penggunaan rotary evaporator untuk memaksimalkan hasil evaporasi dan vacuum atau penyedot untuk menarik dan memisahkan fraksi lemak yang terbentuk
setelah proses fraksinasi. Selain itu perlu juga dilakukan analisis kualitas produk utama yang berupa ekstrak kakao murni yang diduga banyak mengandung
theobromine dan komponen polar lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Djatmiko, B. A.P. Widjaja. 1985. Teknologi Lemak dan Minyak I. Agro Industri Press. Fateta-IPB. Hlm 92.
Elisabeth, D.A. 2002. Keragaman mutu biji kakao kering dan produk setengah jadi cokelat pada berbagai tingkatan fermentasi. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian BPTP. Bali. Hlm 36-45.
Faridah, A., Kasmita, S.P., Yulastri, A., Yusuf, L. 2008. Patiseri jilid 3 dalam Nur, Z. 2012. Studi Pembuatan Permen Cokelat Chocolate Candy
Berbasis Gula Berkalori Rendah. Unhas. Makasar. Hlm 4-24.
Hamilton, R.I. 1995. Development in Oil and Fats dalam Hernawati. 2008. Kajian Proses Fraksinasi Minyak Sawit Kasar dengan Pelarut Organik dalam
Upaya Pembuatan Konsentrat Karatenoid. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 126 hlm.
Haryadi, M. dan Supriyanto. 2001. Pengolahan Kakao Menjadi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta. Hlm 56-70.
Hernawati. 2008. Kajian Proses Fraksinasi Minyak Sawit Kasar dengan Pelarut Organik dalam Upaya Pembuatan Konsentrat Karatenoid. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 126 hlm.
Indarti, E. 2007. Efek pemanasan terhadap rendemen lemak pada proses pengepresan biji kakao. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. Vol:6
2. Hlm 50-54.
Kealey, K.S., Rodney M., Leo J Firk., John F., Margaret, dan Giovani. 2004. Cocoa extract prepared from cocoa solids having high cocoa polyphenol
content. United States Patent. Hlm 1-7.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Lemak dan Minyak Pangan. UI-Press. Jakarta. 311 hlm.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta. Hlm 274- 277.
Lucy, K. 2012. Ekstraksi Non Alkalized Cocoa Powder. PT.Lakta Aroma. Cibitung. Jawa Barat. Wawancara lisan pada Agustus 2012 – Februari
2013.
Minifie dan Bernard W. 1999. Chocolate, Cocoa, and Confectionery : Science and Technology Third Edition dalam Nur, Z. 2012. Studi Pembuatan
Permen Cokelat Chocolate Candy Berbasis Gula Berkalori Rendah. Unhas. Makasar. Hlm 4-24.
Moran, D. P. J. and K.K. Rajah. 1994. Fats in Food Products dalam Hernawati. 2008. Kajian Proses Fraksinasi Minyak Sawit Kasar dengan Pelarut
Organik dalam Upaya Pembuatan Konsentrat Karatenoid. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 126 hlm.
Mulato, S., Widyotomo, S., Misnawi, dan Suharyanto, E. 2005. Pengolahan produk primer dan sekunder kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia. Jember dalam Indarti, E. 2007. Efek pemanasan terhadap rendemen lemak pada proses pengepresan biji kakao. Jurnal Rekayasa
Kimia dan Lingkungan. Vol:6 2. Hlm 50-54.
Mulato, S., Widyotomo, S., dan Handaka., 2002. Desain teknologi pengolahan pasta, lemak, dan bubuk cokelat untuk kelompok tani dalam Nur, Z. 2012.
Studi Pembuatan Permen Cokelat Chocolate Candy Berbasis Gula Berkalori Rendah. Unhas. Makasar. Hlm 4-24.
Nur, Z. 2012. Studi Pembuatan Permen Cokelat Chocolate Candy Berbasis Gula Berkalori Rendah. Unhas. Makasar. Hlm 4-24.
O’Brien, Richard.D., 2003. Fats and Oils Formulating and Processing for Application dalam Nur, Z. 2012. Studi Pembuatan Permen Cokelat
Chocolate Candy Berbasis Gula Berkalori Rendah. Unhas. Makasar. Hlm 4-24.
Prasetyo, S dan Irene, W. 2004. Pengaruh jenis pelarut dan ukuran biji kakao terhadap ekstraksi lemak biji kakao Theobroma cacao secara batch.
Unpar. Bandung. Hlm 4-5
Prawoto, A. dan Sulistyowati. 2001. Sifat-sifat fisiko Kkmia lemak kakao dan faktor-faktor yang berpengaruh. Pusat Penelitian Perkebunan. Jember.
Hlm 39-46.
Rohan, T. A. 1963. Processing of raw, cacao for the market dalam Prawoto, A. dan Sulistyowati. 2001. Sifat-sifat fisiko Kkmia lemak kakao dan faktor-
faktor yang berpengaruh. Pusat Penelitian Perkebunan. Jember. Hlm 39- 46.
Setyawardhani, D.A. 2009. Acid pre treatment terhadap minyak biji karet untuk pembuatan biodiesel. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
Indonesia. Bandung. Hlm 4.