Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) Menuju Kepesertaan Semesta (Universal Coverage) Di Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah

H
HA
ASSIILL PPEEN
NEELLIITTIIA
AN
N

PENGEMBANGAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
MASYARAKAT (JPKM) MENUJU KEPESERTAAN SEMESTA
(UNIVERSAL COVERAGE) DI KABUPATEN PURBALINGGA
PROVINSI JAWA TENGAH
Budi Aji1 dan Eri Wahyuningsih2
1,2

Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah
ABSTRACT
JPKM became a health development priority for District of Purbalingga since their
development prone was not only focused in infrastructure development but also
increasing quality of human resource. Issue of universal coverage became main
objective as an effort to strengthening district health system, but similar with other

developing countries, prepaid system in Purbalingga also faced lack of budget and
problem of accessing to the health care provider. This study tried to design a
strategy by propose a road map how JPKM system in the future by analyze the
existing condition, premium resetting and optimizing the role of village clinic or
PKD as the nearest health care provider that people can easily to access. It is a
descriptive study design by analyzing using secondary data i.e. health service
utilization report, JPKM members report, district health account and district
health profile. The results showed that it was possible to develop JPKM became
universal coverage system if there is any law enforcement and based on premium
resetting, it indicated that there was a large different between the existing premium
with the real need of premium by calculating the last year health service
utilization.
Keywords: Health development, Universal coverage

PENDAHULUAN
Kabupaten Purbalingga Provinsi
Jawa Tengah yang sejak tahun 2001
melakukan suatu upaya pembenahan
mekanisme pembiayaan kesehatan berbasis
pre-paid payment dalam bentuk program

Jaminan
Pemeliharaan
Kesehatan
Masyarakat (JPKM) telah menjadikan
Kabupaten Purbalingga menjadi percontohan
nasional bidang kesehatan masyarakat
berdasarkan surat Menko Kesra No. B
179/MMENKO/KESRA/IX/2006 tertanggal
18 September 2006. Pada saat ini cakupan
peserta JPKM telah mencapai 72% dari total
penduduk di Kabupaten Purbalingga
sehingga
tidaklah salah jika keinginan
menuju kepesertaan semesta atau universal
coverage dengan mewajibkan seluruh

penduduk di Kabupaten Purbalingga menjadi
peserta JPKM menjadi salah satu obsesi dari
Pemerintah Daerah Purbalingga (Mukti dkk.,
2006).

Selain itu, pembangunan kesehatan
di Kabupaten Purbalingga pada saat ini juga
mencoba meningkatkan akses masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan dengan
mengembangkan Poliklinik Kesehatan Desa
(PKD) dengan konsep Desa Sehat Mandiri
(DSM) mencerminkan Sistem Kesehatan
Daerah (SKD) mengarah kepada efisiensi
dan keadilan dalam pelayanan kesehatan.
Untuk mencapai obsesi universal
coverage merupakan suatu keinginan yang
sangat rasional sebab jika dikaitkan dengan
prinsip asuransi the law of the large number
atau hukum bilangan besar akan menjadikan
JPKM memiliki risk pooling yang besar, hal

158
Universitas Sumatera Utara

ini akan menghasilkan skala ekonomi yang

besar terhadap pemerolehan premi yang
nantinya
berdampak
pada
semakin
banyaknya benefit pelayanan kesehatan yang
bisa ditawarkan. Perlu suatu kajian yang
menghasilkan
suatu
road
map
pengembangan yang memberikan suatu
strategi dan operasionalisasi kemana arah
pengembangan program JPKM di Kabupaten
Purbalingga dalam upaya menuju universal
coverage
dengan
mempertimbangkan
kekuatan dan potensi yang dimiliki sehingga
menghasilkan sistem yang lebih sempurna

menuju upaya peningkatan derajat status
kesehatan
masyarakat
di
Kabupaten
Purbalingga itu sendiri.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan menganalisis data sekunder
yang berasal dari laporan Badan Pelaksana
(Bapel) mengenai angka utilisasi pelayanan
kesehatan tahun 2001 sampai dengan 2006
untuk menganalisis kecukupan premi, data
kepesertaan JPKM tahun 2001 sampai





dengan 2006, Profil Kesehatan Kabupaten

Purbalingga Tahun 2005 serta Akuntasi
Kesehatan Kabupaten Purbalingga Tahun
2002 sampai dengan 2006. Kerangka berpikir
yang menjadi dasar dalam kajian ini dapat
dilihat pada Gambar 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi JPKM Saat Ini
Perjalanan program JPKM telah
berlangsung selama 6 tahun sejak tahun 2001
dengan skema yang tergolong ideal yaitu
terjadi risk pooling antara peserta miskin dan
yang tidak miskin. Kepesertaan JPKM di
Kabupaten Purbalingga mencapai 70%
Kepala
Keluarga
(KK)
dimana
kepesertaannya dibagi menjadi 3 strata;
Strata I adalah peserta keluarga miskin
(gakin) dimana premi 100% disubsidi oleh

Pemkab Purbalingga, Strata II adalah peserta
dimana preminya 50% disubsidi oleh
Pemkab dan Strata III yang merupakan
peserta dengan premi tanpa subsidi.

Aspirasi Stakeholder Utama
Persaingan
Regulasi
Proyeksi Lingkungan

Aspirasi
Manajemen

Portofolio Bisnis Y.A.D

ƒ Produk dan Jasa
ƒSegmen Pasar
ƒKompetensi yang dibutuhkan

ROAD MAP

PENGEMBANGAN
Sasaran

Strategi

Program

Analisis JPKM





Sumber Daya
Kompetensi
Portofolio Bisnis Saat
Gambar 1. Kerangka Berpikir

159


Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (158–165)
Budi Aji dan Eri Wahyuningsih
Universitas Sumatera Utara

Setelah pelaksanaan program JPKMM
oleh pemerintah pusat dengan menunjuk PT
Askes sebagai pelaksana kegiatan untuk
mengelola asuransi kesehatan untuk penduduk
miskin di seluruh Indonesia, hal tersebut juga
berdampak pada pelaksanaan JPKM di
Kabupaten Purbalingga tidak terkecuali.
Peserta gakin pada program JPKM yang
tadinya dikelola dan menjadi tanggung jawab
Pemkab Purbalingga setelah pelaksanaan
program JPKMM menjadi tanggungan
pemerintah pusat dan kepesertaannya di
bawah program JPKMM dengan skema
benefit pelayanan kesehatannya disesuaikan
dengan program yang baru tersebut.
Sehingga saat ini program JPKM di

Kabupaten Purbalingga terjadi kekurangan
jumlah pesertanya sebagai konsekuensi
adanya program JPKMM tersebut.
Proyeksi Lingkungan
Tersusunnya Undang-Undang (UU)
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) No.
40 Tahun 2004 merupakan suatu peluang
besar bagi bangsa Indonesia dalam upaya
penataan sistem pembiayaan kesehatan yang
lebih ideal. Dalam UU SJSN ditetapkan
bahwa akan dikembangankan asuransi
kesehatan sosial yang nantinya akan
mencakup seluruh penduduk di Indonesia.
Keinginan untuk mengembangkan
program JPKM di Kabupaten Purbalingga
menuju
universal
coverage
dengan
mewajibkan semua penduduk yang belum

mempunyai jaminan asuransi kesehatan
menjadi peserta JPKM merupakan sesuatu
yang sangat rasional dan suatu breakthrough
atau terobosan yang sangat jitu untuk dapat
melanggengkan program JPKM sekaligus
sebagai pelopor sistem jaminan kesehatan
bagi penduduk yang terutama berpekerja di
sektor informal. Sebab jika dilihat dari
kepesertaan JPKM di Kabupaten Purbalingga
pada tahun 2006 sebanyak 40.299 Kepala

Keluarga (KK) merupakan penduduk yang
bekerja di sektor informal, menunjukkan
bahwa selama ini Kabupaten Purbalingga
telah sukses mengelola asuransi kesehatan
bagi penduduk sektor informal. Dimana
pelaksanaan asuransi kesehatan bagi pekerja
sektor informal mempunyai keunikan dan
kekhususan dalam penanganan pengumpulan
premi dikarenakan karakteristik penghasilan
yang sangat berbeda antar masing-masing
peserta serta tingkat kesulitan yang tinggi
dalam collecting premi dan menjaga
keberlanjutan kepesertaan.
Arah Pengembangan
Pengembangan
JPKM
menuju
universal coverage memerlukan rancangan
yang mencakup 3 aspek yaitu aspek
operasional, aspek finansial dan aspek sumber
daya manusia, fasilitas dan infrastruktur.
Ketiga aspek tersebut akan menjadi portofolio
pengelolaan
JPKM
di
Kabupaten
Purbalingga yang mencerminkan produk dan
jasa yang dihasilkan, segmen pasar serta
kompetensi yang dibutuhkan oleh JPKM
untuk mencapai goal universal coverage.
a. Aspek operasional
JPKM di Kabupaten Purbalingga yang
telah berjalan selama 6 tahun,
kepesertaan hingga tahun 2006 yang
sebesar 40.299 KK masih perlu
ditingkatkan jumlahnya agar hukum
bilangan besar (the law of the large
number) dapat terpenuhi sehingga
mampu menciptakan subsidi silang yang
bermakna diantara para peserta. Sistem
managed care juga perlu diterapkan
karena sistem tersebut akan dapat
menyeimbangkan antara peningkatan
mutu dan pengendalian biaya pelayanan
kesehatan. Tahapan sebagai agenda
untuk pengembangan program JPKM ke
depan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Agenda untuk pengembangan program JPKM ke depan
Tahun
Tahapan
Agenda
2007-2009
I
Penetapan kebijakan, penguatan skema yang telah
dilaksanakan.
2010-2012
II
Pengembangan skema asuransi, kemantapan operasional
(badan penyelenggara dan mekanisme penyelenggaraan).
2013-2015
III
Transisi dan penyesuaian dengan penyelenggaraan asuransi
kesehatan sosial nasional.
2016-seterusnya
IV
Kemandirian sistem asuransi kesehatan sosial menuju sistem
yang lebih mantap.

Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (158–165)
160
Budi Aji dan Eri Wahyuningsih
Universitas Sumatera Utara

Pada tahap I perlu adanya payung
kebijakan yaitu adanya Perda yang
merujuk pada peraturan pemerintah (PP)
pusat mengenai asuransi kesehatan sosial
nasional, perda tersebut menjadi
landasan
hukum
penyelenggaraan
program JPKM wajib. Skema benefit
yang diberikan disesuaikan dengan
skema benefit yang telah ada untuk
memudahkan
operasionalisasi
dan
kaitannya dengan besaran iuran untuk
premi.
Pada Tahap II perlu mulai dikembangkan
skema benefit dan jaringan PPK yang
lebih luas akan tetapi memperhatikan
ability to pay (ATP) dan willingness to
pay (WTP) masyarakat untuk membayar
premi. Pengembangan skema benefit
lebih diarahkan untuk mencakup jenisjenis layanan yang bersifat catastrophic
seperti penyakit ginjal akut dan penyakitpenyakit kronis lainnya dikarena jenis
layanan ini sangat memberatkan si
penderita
dari
sisi
finansial.
Pengembangan jaringan PPK yang
dikontrak perlu dilaksanakan untuk
meningkatkan akses ke pelayanan
kesehatan seperti pengembangan konsep
dokter sehat dan kontrak dengan rumah
sakit swasta di Kabupaten Purbalingga
(public-private mix).
Pengembangan
mekanisme pembayaran ke PPK pun
perlu dilaksanakan seperti mekanisme
pembayaran dengan sistem paket, DRG
ataupun global budget.
Sistem
pembayaran tersebut akan meningkatkan
incentive bagi PPK sehingga PPK akan
meningkatkan kualitas pelayanan selain
itu sistem pembayaran tersebut sebagai
upaya cost containment inflasi biaya
pelayanan kesehatan.
Tahap III merupakan tahap penyesuaian
terhadap kebijakan nasional asuransi
kesehatan sosial. Ada 2 skenario yang
perlu dipersiapkan sebagai antisipasi
yaitu pertama, jika kebijakan asuransi
kesehatan sosial bisa mandiri di tiap-tiap
kabupaten maka program JPKM yang
sudah ada bisa tetap berjalan sesuai
dengan perkembangan di tahap II. Akan
tetapi dari sisi portabilitas, jaringan PPK
hingga top referal tingkat nasional dan
hukum bilangan besar, skenario ini
kurang
ideal
untuk
memberikan

161

pelayanan
kesehatan
yang
lebih
komprehensif.
Skenario yang kedua yaitu penyesuaian
untuk melebur menjadi satu pooling
asuransi kesehatan nasional. Kondisi ini
akan memenuhi 3 kriteria diatas, akan
tetapi bukan berarti bahwa fungsi di
tingkat kabupaten berhenti namun peran
daerah seperti halnya subsidi premi
untuk strata II, kegiatan safe guarding,
verifikasi kepesertaan kaitannya dengan
status
ekonomi
serta
pembuatan
kebijakan terhadap sistem pelayanan
kesehatan (healthcare delivery system)
daerah yang mendukung program
asuransi kesehatan nasional sangatlah
diperlukan.
Tahap IV sebagai tahap kemandirian dari
program yang ada baik skenario pertama
maupun kedua pada tahap III. Tahap ini
mencerminkan stabilitas sistem dan
pengembangan-pengembangan
yang
dapat meningkatkan kualitas pelayanan
bagi masyarakat.
b. Aspek finansial
Secara administratif ada 3 masalah
pokok dalam aspek pendanaan yang
perlu diperhatikan dalam perancangan
program JPKM menjadi sistem yang
bersifat
semesta
dan
terjaga
keberlanjutannya, yaitu sumber dana,
premi dan pengunaan dana. Aspek
finansial akan berkembang menyesuaikan
tahap-tahap perkembangan program
JPKM sebagai berikut:
Tahap I (2007-2009)
1) Sumber dana
Sumber dana untuk pelaksanaan program
JPKM pada tahap ini berasal dari premi
masyarakat
dan subsidi premi dari
APBD untuk peserta strata II. Karena
pada tahap ini skema benefits yang
diberikan adalah sama seperti skema
benefits pada program sebelumnya maka
besarnya premi masih sama.
2) Premi
Pada tahun 2006, besarnya premi yang
ditetapkan untuk setiap KK adalah
sebesar Rp. 80.000,00 dimana untuk
peserta strata II memperoleh subsidi dari
ABPD sebesar Rp. 40.000,00. Besaran
premi Rp. 80.000,00 masih menjadikan
suatu pertanyaan apakah sebenarnya

Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (158–165)
Budi Aji dan Eri Wahyuningsih
Universitas Sumatera Utara

besaran tersebut telah benar-benar
mencakup unit cost taip-tiap jenis
pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan medis.
Hasil dari kajian data sekunder utilisasi
pelayanan kesehatan pada tahun 2005
dari dari peserta JPKM sebanyak 40.299
KK dan kajian tarif Puskesmas
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten
Tabel 2. Perhitungan premi program JPKM
No
Jenis Pelayanan
Ket.
Rawat Jalan Tingkat Pertama
a. Insentif dokter umum
b. Tindakan dokter umum
c. Insentif dokter gigi
d. Tindakan dokter gigi
e. Obat-obatan
f. Persalinan
g. Pemeriksaan laboratorium
h. Kamar perawatan termasuk
obat
Sub total
2
Rawat Jalan Tingkat Lanjut
a. Pelayanan Dokter spesialis
b. Tindakan dokter spesialis
c. Penunjang diagnostik
- Rontgen
- Laboratorium
- USG
- EKG
d. Obat
e. Fisioterapi
f. Konsultasi gizi
Sub total
3
Rawat Inap
a. Mondok

Purbalingga No. 6 Tahun 2003 dan tarif
RSUD berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Purbalingga No. 7 Tahun
2000, diperoleh perhitungan besaran
premi yang hasilnya ternyata sangat
berbeda dengan besaran premi yang telah
ditetapkan pada tahun 2006. Perhitungan
secara rinci dari besaran premi tersebut
dapat dilihat pada Tabel 2.
Angka
Utilisasi (%)

Tarif/Biaya
satuan (Rp.)

Kapitasi/
Bulan

1

b. Operasi
c. Obat-obatan
d. Visite
e. Perawatan khusus (ICU)
f. Persalinan normal
g. Persalinan dengan penyakit
h. Penunjang diagnostik
- Rontgen
- Laboratorium
- Pemeriksaan khusus
j. Transfusi khusus
k. Fisioterapi
4
Gawat darurat
Sub total
Total

17,00
0,09
0,40
0,04
17,40
0,18
0,03
0,06

2.500,00
20.000,00
15.000,00
25.000,00
10.000,00
85.000,00
10.000,00
100.000,00

425,00
18,00
60,00
10,00
1.740,00
153,00
3,00
60,00
2.469,00

Maximum
30 hari

1,25
0,12

5.500,00
45.000,00

68,75
54,00

0,05
0,20
0,20
0,03
1,25
0,02
0,03

25.000,00
15.000,00
30.000,00
10.000,00
30.000,00
25.000,00
3.500,00

12,50
30,00
60,00
3,00
375,00
5,00
1,05
609,30

0,25

345.000,00

862,50

0,05
0,25
0,25
0,02
0,15
0,05

500.000,00
75.000,00
5.500,00
570.000,00
90.000,00
150.000,00

250,00
187,50
13,75
114,00
135,00
75,00

0,02
0,02
0,05
0,01
0,02
0,05

25.000,00
15.000,00
25.000,00
25.000,00
25.000,00
11.500,00

5,00
3,00
12,50
2,50
5,00
5,75
1.671,50
4.749,80

Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (158–165)
162
Budi Aji dan Eri Wahyuningsih
Universitas Sumatera Utara

Besaran premi per jiwa dalam 1 tahun
adalah Rp 4.749,80 x 12 bulan = Rp
56.997,60/jiwa/tahun. Untuk premi per
KK dalam 1 tahun jika asumsi rata-rata
dalam satu keluarga terdapat 4 anggota
keluarga maka besaran premi yang harus
ditarik adalah Rp 56.997,60 x 4 orang =
Rp 227.990,40/KK/tahun.
Jika dibandingkan dengan besaran premi
pada tahun 2006 terlihat bahwa
seharusnya besaran premi tidak lagi Rp
80.000,00/KK/tahun. Jauhnya premi
yang ditetapkan dengan kebutuhan premi
riil
menyebabkan
ketidakcukupan
pengembalian klain kepada PPK kecuali
jika adanya subsidi premi dari
pemerintah daerah. Selama ini sebagai
upaya subsidi yang dilakukan pemerintah
selain subsidi premi untuk peserta strata
II, layanan kesehatan juga disubsidi
melalui dana lain seperti sumbangan
rutin oleh pemerintah daerah untuk
mensubsidi
biaya
operasional
Puskesmas. Puskesmas juga menerima
subsidi dari pemerintah untuk membeli
obat-obatan dan perlengkapan medis, hal
itu juga berlaku juga pada RSUD.
Beberapa alternatif yang mungkin
dilakukan agar kekurangan dana
pelayanan kesehatan dapat tercukupi
pada tahap I ini adalah dengan pertama,
subsidi dari sisi penawaran (supply side)
berupa subsidi obat dengan kalkulasi
sebagai berikut:
- Pada program JPKM pada tahun
2006 jumlah total peserta adalah
40.299 KK atau 72% dari total
penduduk termasuk penduduk yang
belum menjadi peserta skema
asuransi kesehatan. Pada tahap I ini
sudah status kepesertaan sudah
diwajibkan sehingga total KK yang
akan menjadi peserta JPKM adalah
100/72 x 40.299 KK = 55.970 KK
- Total kebutuhan biaya pelayanan
kesehatan
dalam
satu
tahun
berdasarkan utilisasi adalah Rp
227.990,40 x 55.970 KK = Rp
12.760.622.690,00
- Dana
yang
diperoleh
dari
pengumpulan premi peserta dalam
satu tahun (ditambah subsidi premi
untuk peserta strata II sebesar Rp
40.000,00) adalah Rp 80.000,00
(disamakan dengan premi tahun

163

2006) x 55.970 KK = Rp
4.477.600.000,00
- Total biaya obat dalam satu tahun
berdasarkan
utilisasi
pelayanan
adalah Rp 2.302,50 x 12 bulan x
55.970
KK x 4 jiwa = Rp
6.185.804.400,00
- Seandainya
dilakukan
subsidi
terhadap obat maka masih terdapat
kekurangan biaya total pelayanan
kesehatan
sebesar
Rp
2.097.218.290,00.
Subsidi dari sisi penawaran berupa
subsidi
obat
masih
menyisakan
kekurangan penutupan biaya kesehatan
sebesar Rp 2.097.218.290,00. Alternatif
kedua untuk dapat menutup kebutuhan
biaya pelayanan kesehatan adalah dari
sisi penawaran (demand side) yaitu
dengan menaikkan premi sebesar Rp
37.470,00 sehingga premi yang sesuai
untuk tahap I ini adalah sebesar Rp
117.470,00. Besaran premi tersebut harus
memperhatikan juga ATP dan WTP
masyarakat
sehingga
dapat
menyusuaikan
tingkat
kemampuan
masyarakat untuk bergabung menjadi
peserta JPKM.
Dari perhitungan tersebut total subsidi
yang harus disediakan oleh pemda
Kabupaten Purbalingga adalah sebagai
berikut:
- Asumsi peserta strata II sejumlah
30.000 KK maka subsidi premi
(setengah dari total premi) dari
pemda sebesar Rp 58.735,00 x
30.000 KK = Rp 1.762.050.000,00.
- Subsidi
obat
sebesar
Rp
6.185.804.400,00
- Total subsidi yang diperlukan
sebesar Rp 7.947.854.400,00.
Selain 2 alternatif tersebut sebagai
upaya untuk menutupi kecukupan
biaya pelayanan kesehatan dari sisi
penawaran (demand side) adalah
dengan iur biaya (cost sharing).
Paling potensial untuk iur biaya
tersebut diberlakukan untuk jenis
pelayanan rawat jalan tingkat lanjut
spesialis dan rawat inap. Hal ini
selain untuk menutup kecukupan
biaya pelayanan kesehatan berfungsi
pula sebagai upaya cost containment
untuk mengurangi moral hazard dan
overutilization dari peserta JPKM.

Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (158–165)
Budi Aji dan Eri Wahyuningsih
Universitas Sumatera Utara

Mekanisme pengumpulan premi yang
telah dilaksanakan pada program
sebelumnya dilakukan dengan
mengandalkan peran kader kesehatan.
Pengumpulan
premi
program
merupakan salah satu kendala yang
perlu
mendapatkan
perhatian
dikarenakan ketidakseragaman besar
dan waktu pemerolehan penghasilan
peserta program JPKM yang mayoritas
adalah penduduk yang bekerja di sektor
informal.
Untuk
peningkatan
kemudahan proses pengumpulan premi
beberapa alternatif yang dapat
digunakan adalah:
- Pembayaran dilakukan di tiap-tiap
Poliklinik Kesehatan Desa (PKD)
atau di kantor kepala desa/kelurahan
jika desa/kelurahan tersebut tidak
memiliki PKD.
- Pembayaran dilakukan bersamaan
dengan pembayaran rekening PLN.
Mekanisme ini potensial dijadikan
sarana pembayaran premi JPKM
karena dimungkinkan setiap peserta
JPKM juga berlangganan listrik PLN.
- Pembayaran dilakukan bersamaan
dengan
pembayaran
pajak.
Mekanisme ini sangat ideal akan
tetapi relisasinya masih sulit
dikarenakan sistem perpajakan kita
yang belum baik.
3) Penggunaan dana
Pembayaran
kepada
PPK
menggunakan pendekatan prospektif yaitu
dengan sistem kapitasi. Hal ini akan
mendorong terjadinya insentif finansial
bagi PPK, sehingga dapat dicegah
penggunaan sarana pelayanan kesehatan
yang berlebihan (overutilization).
Tahap II (2010-2012)
1) Sumber dana
Tahap
kedua
adalah
tahap
pengembangan program JPKM semesta.
Sumber dana untuk pelaksanaan program
harus sudah berdasarkan pengumpulan
premi dari peserta dan semakin sedikit
subsidi yang diberikan oleh pemda.
2) Premi
Besaran premi pada tahap ini perlu
disesuaikan lagi terhadap kenaikan tarif
pelayanan
kesehatan
dan
juga
mempertimbangkan faktor inflasi. Inovasiinovasi penentuan besaran premi perlu
dikembangkan. Selama ini penetapan premi

berdasarkan
community
rating
dan
experience based pada utilisasi pelayanan
dan besarannya dihitung menggunakan
sistem kapitasi.
Teknik penetapan premi berdasarkan
tingkat penghasilan atau kekayaan perlu
diujicobakan dalam tahap ini. Akan
tetapi teknik ini membutuhkan ketepatan
dalam penilaian tingkat penghasilan atau
kekayaan seseorang. Teknik ini secara
nilai keadilan atau equity lebih progresif
dibanding
teknik
kapitasi
atau
community rating.
3) Penggunaan dana
Pengembangan mekanisme pembayaran
(payment system) kepada PPK seperti
Diagnostic Related Groups (DRGs),
sistem paket maupun sistem budget
(global budget) perlu diujicobakan.
Payment system tersebut lebih mampu
memprediksi kecukupan unit cost
masing-masing
pelayanan
kesehatan
dibanding sistem kapitasi. Dengan semakin
baiknya
mekanisme
reimbursement
tersebut akan meningkatan insentif bagi
PPK dan meningkatkan kepuasan PPK.
Tahap III (2013-2015)
Tahap ini merupakan tahap transisi
yaitu disesuaikan dengan kebijakan yang
berkembang khususnya kebijakan nasional
mengenai asuransi kesehatan sosial nasional.
Selagi grand design secara nasional belum
jelas bagaimana pengembangan asuransi
kesehatan sosial di Indonesia, 2 skenario
pada tahap ini yaitu tetap berbentuk JPKM
atau melebur menjadi bagian dari skema
nasional akan mempengaruhi sumber
pendanaan program, besaran premi dan
penggunaan dana. Jika skenario pertama
dijalankan maka dana untuk program JPKM
sama seperti program sebelumnya dengan
melakukan pengembangan-pengembangan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan, akan
tetapi jika skenario kedua yang berjalan,
maka sumber dana, besaran premi dan
penggunaan dana akan menyesuaikan dengan
kebijakan nasional.
Tahap IV (2016-seterusnya)
Desain premi, sumber dan pemanfaat
dana pada tahap ini lebih mencerminkan
kemandirian suatu program. Apapun grand
design yang akan terbentuk dalam tahap ini
haruslah bertujuan menciptakan performa

Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (158–165)
164
Budi Aji dan Eri Wahyuningsih
Universitas Sumatera Utara

sistem kesehatan yang memenuhi 2 kriteria
keberhasilan yaitu fairness financing dan
responsiveness pelayanan kesehatan terhadap
kebutuhan masyarakat.
c. Aspek sumber daya manusia, fasilitas
dan infrastruktur untuk pelaksanaan
program
Aspek
SDM,
fasilitas
dan
infrastruktur berkaitan dengan peran Bapel
JPKM selaku badan penyelenggara program.
Bapel haruslah semakin mandiri dan
profesional dalam menjalankan fungsinya
sehingga kegiatan administrasi operasional
semakin efektif dan efisien. Beberapa aspek
dari bapel yang perlu dikembangkan yaitu
struktur
organisasi
Bapel
haruslah
mencerminkan profesionalisme kerja dan
efisien namun kaya fungsi, Bapel haruslah
memiliki SDM yang berkompeten dalam
bidang perasuransian, pengembangan sistem
informasi, serta Bapel haruslah memposisikan
diri sebagai badan asuransi kesehatan yang
berfungsi untuk mengelola kepesertaan,
manajemen pelayanan kesehatan dan keuangan
penyelanggaraan program.
KESIMPULAN
Dari hasil kajian di atas dapat bahwa
upaya menuju program JPKM dengan
kepesertaan semesta (universal coverage)
merupakan upaya yang rasional dan akan
memberikan dampak yang baik bagi sistem
pembiayaan dan penataaan pelayanan
kesehatan di Kabupaten Purbalingga. Aspek
kebijakan sangat menentukan keberhasilan
program dikarenakan dengan peraturan yang
ada akan memberikan payung hukum bagi
operasional dan perkembangan JPKM
menuju universal coverage yang mana
kepesertaannya bersifat wajib. Selain itu
Aspek operasional, finansial, SDM, fasilitas
dan infrastruktur perlu dirancang sedimikan
rupa menjadi bagian yang saling mendukung
dalam upaya mensuskseskan program JPKM
semesta di Kabupaten Purbalingga.
DAFTAR PUSTAKA
Aji, B., 2005. Road map of PT ASKES for
preparing the implementation of social
security act. Laporan Magang, Asia
University, Taiwan.

165

Aji, B., 2006. Equitable financing, out-ofpocket payments and the effects of
mandatory health insurance in
Indonesia. Laporan Thesis, Asia
University, Taiwan.
Anonim, 2005. Kabupaten Purbalingga
dalam angka 2004. Bapedda dan BPS
Kabupaten Purbalingga.
Arifianto, A., Marianti, R., Budiyati, S., dan
Tan, E., 2005. Menyediakan layanan
efektif bagi kaum miskin di Indonesia:
laporan
mekanisme
pembiayaan
kesehatan (JPK-GAKIN) di Kabupaten
Purbalingga, Jawa Tengah: Sebuah
studi kasus. Lembaga Penelitian
SMERU, Jakarta.
Carrin, G., dan Hanvoravongchai, P., 2003.
Provider payments and patient charges
as policy tools for cost-containment:
How successful are they in highincome countries? BioMed Central
Ltd.
Habsyi, A. dkk., 2002. Kurikulum dan
kumpulan materi pelatihan Bapim
JPKM. Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Mukti, A.G., Chriswardani, S., Efriandi, S.,
dan Puspandari, D.A., 2006. Evaluasi
program
jaminan
pemeliharaan
kesehatan
masyarakat
miskin
(JPKMM) tahun 2005 (Studi di dua
kabupaten). Makalah pada seminar
nasional reformasi sektor kesehatan
dalam desentralisasi kesehatan di
Bandung tanggal 6-8 Juni 2006.
Mukti, A.G., dan Servais, G., 2004.
Pengembangan
sistem
jaminan
kesehatan bagi keluarga miskin di
Kabupaten Sumba Timur. Berita
Daerah
Volume
II/01/2004
Desentralisasi Kesehatan PMPK UGM,
Yogyakarta.
Soetadji, O.A., 2002. Peran PT ASKES
dalam mensukseskan sistem jaminan
sosial bidang kesehatan bagi keluarga
miskin.
PT
(Persero)
Asuransi
Kesehatan Indonesia, Jakarta.
Sulastomo, 2005. Sistem jaminan sosial
nasional, penyelenggaraan jaminan
kesehatan. Yayasan Penerbitan Ikatan
Dokter Indonesia, Jakarta.

Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (158–165)
Budi Aji dan Eri Wahyuningsih
Universitas Sumatera Utara