FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA KOORDINATOR PENGGERAK JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT (JPKM) DESA DI KABUPATEN BANJARNEGARA.

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KINERJA KOORDINATOR PENGGERAK JAMINAN

PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT

(JPKM) DESA DI KABUPATEN BANJARNEGARA

 

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh

Maknawan Canggih Kusuma NIM 6450405147

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

ABSTRAK

Maknawan Canggih Kusuma, 2010, "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Koordinator Penggerak Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) Desa di Kabupaten Banjarnegara", Skripsi, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: I. Dra. E.R Rustiana, M.Si., II. Drs. Bambang B.R, M. Si.

Kata Kunci: JPKM, Kinerja, Koordinator

Penilaian kinerja merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi kinerja dari anggota organisasi yang nantinya dapat mendukung tumbuh dan berkembangnya organisasi secara keseluruhan. Salah satunya adalah penilaian kinerja koordinator penggerak JPKM desa berkenaan tugasnya dalam merekrut peserta JPKM. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja koordinator penggerak JPKM Desa.

Jenis penelitian ini adalah survey explanatory. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Desain penelitian ini dipilih kelompok koordinator penggerak JPKM Desa di Kabupaten Banjarnegara, Jumlah sampel sebanyak 73 orang yang ditentukan dengan metode Proporsional area random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

Hasil penelitian menunjukan bahwa 57,5% responden memiliki kemampuan buruk; 82,2% responden memiliki persepsi yang baik; 58,9% responden memiliki motivasi sedang; 79,5% responden menganggap kepemimpinan atasan cukup; 86,3% responden menganggap imbalan yang diberikan sudah memuaskan dan 69,9% responden memiliki kinerja yang cukup. Berdasarkan uji statistik Rank Spearman hanya satu variabel dengan tingkat signifikansi <0,05 yaitu kemampuan (0,000<0,05) yan artinya ada hubungan yang signifikansi antara kemampuan dengan kinerja koordinator. Variabel lain memiliki tingkat signifikansi >0,05 yaitu persepsi koordinator (0,168>0,05), motivasi koordinator (0,619>0,05), kepemimpinan atasan (0,225>0,05), imbalan yang diberikan (0,252>0,05).

Simpulan dari penelitian ini yaitu, ada pengaruh kemampuan koordinator JPKM dengan kinerja koordinator JPKM di Kabupaten Banjarnegara tahun 2010. Saran yang diberikan oleh peneliti bagi koordinator penggerak JPKM agar bisa meningkatkan kemampuan diri dengan banyak mengikuti pelatihan dan untuk lebih sering berkoordinasi dengan kader. Pemerintah sebaiknya sering mengadakan pelatihan dan untuk lebih sering melakukan monitoring. Sedangkan bagi peneliti lain, saran yang diberikan oleh peneliti adalah agar melakukan penelitian yang lebih mendalam dengan melakukan pengukuran dengan teknik pendekatan yang berbeda dan waktu pengamatan penelitian yang lebih lama.


(3)

iii

ABSTRACT

Advanced Maknawan Kusuma, 2010, "Factors Associated with Driving Performance Assurance Coordinator Health Maintenance Organizations (JPKM) village in Banjarnegara District", Thesis, Department of Public Health Sciences, Faculty of Sport Sciences, State University of Semarang. Mentors: I. Dra. E.R Rustiana, M.Sc., II. Drs. Bambang B.R, M. Si.

Keywords: JPKM, Performance, Coordinator

Performance appraisal is one way to evaluate the performance of the member organizations will be able to support growth and development of the organization as a whole. One of them is the assessment of driving performance JPKM village coordinator duties in regard to recruiting participants JPKM. The purpose of this research is to determine the factors associated with driving performance JPKM Village coordinator.

Type of survey research is explanatory. The design used in this study is cross sectional. This research design selected group of movers JPKM Village coordinator in District Banjarnegara, Number 73 samples determined by the proportional area random sampling method. The data was collected using questionnaires.

The results showed that 57.5% of respondents have a poor ability; 82.2% of respondents have a good perception; 58.9% of respondents were motivated; 79.5% of respondents considered quite superior leadership; 86.3% of respondents consider the rewards given was satisfactory and 69.9% of respondents have a sufficient performance. Based on Spearman Rank statistical test only one variable with a significance level <0.05 is the ability (0.000 <0.05) yan means there is a significance relationship between the ability of the coordinator's performance. Other variables have a significance level> 0.05 is the perception of the coordinator (0.168> 0.05), motivated coordinator (0.619> 0.05), superior leadership (0.225> 0.05), rewards are given (0.252> 0.05) .

Conclusion of this research is, there ability to influence the performance coordinator coordinator JPKM JPKM in Banjarnegara District in 2010. Advice given by the researchers for driving JPKM coordinator in order to improve themselves with a lot of training and for more frequent coordination with the cadre. The government should conduct frequent training and for more frequent monitoring. As for other researchers, the advice given by the researchers is to conduct a more in-depth research by performing measurements with different techniques and approaches which research observation time is longer.


(4)

iv

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Koordinator Penggerak Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) Desa di Kabupaten Banjarnegara” telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang pada tanggal 18 Februari 2010 dan telah diperbaiki serta mendapat pengesahan dari Panitia Ujian dan para Penguji Skripsi.

Mengesahkan,

Panitia dan Penguji Nama dan Tanda Tangan Tanggal

Penandatanganan

Ketua Panitia Ujian Skripsi Drs. H. Harry Pramono, M.Si. NIP. 19591019.198503.1.001

Sekretaris Ujian Skripsi Irwan Budiono, S. KM., M.Kes. NIP. 19751217.200501.1.003

Penguji I dr. H. Mahalul Azam, M.Kes. NIP. 19751119.200112.1.001

Penguji II Dra. E.R Rustiana, M.Si NIP. 19470427.198503.2.001

Penguji III Drs. Bambang B.R, M.Si NIP. 19601217.198601.1.001


(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan (Thomas A. Edison, 2008).

Persembahan:

Skripsi ini Ananda persembahkan untuk: 1. Ayahanda dan Ibunda tercinta 2. UNNES


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Koordinator Penggerak Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) Desa di Kabupaten Banjarnegara” dapat terselesaikan dengan baik. Penyelesaian skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

Sehubungan dengan pelaksanaan penelitian sampai tersusunnya skripsi ini, dengan rasa rendah hati disampaikan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Bapak Drs. Said Junaidi, M. Kes., atas ijin penelitian.

2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Bapak dr. H. Mahalul Azam, M. Kes., atas persetujuan penelitian.

3. Pembimbing I, Ibu Dra. E.R Rustiana, M.Si., atas arahan, bimbingan, dan masukannya dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Pembimbing II, Bapak Drs. Bambang B.R, M.Si., atas arahan, bimbingan, dan masukannya dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Kepala Bidang Pemberdayaan, Kemitraan dan Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara, Imron Rosyadi, SH, atas ijin penelitian. 6. Kepala Seksi Pengembangan Promosi Kesehatan, Taat Nur Utomo, SKM.,


(7)

vii

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan IKM, atas ilmunya selama kuliah.

8. Ayahanda (Maksum) dan Ibunda (Sumiati) tercinta, atas perhatian, kasih sayang, motivasi dan doa, yang sungguh berarti bagi saya hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Saudara-saudaraku: Mas Aan, Mbak Risty, Dek Prisca dan Keponakanku Hemaz atas dorongan dan doanya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 10. Teman IKM Angkatan 2005, atas bantuan dan motivasinya dalam

penyelesaian skripsi ini.

11. Sahabat-sahabatku: Novan, Bang Roby, Bang Yoz, Bang Gun.

12. Semua pihak yang terlibat, atas bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan dalam laporan ini sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Semarang, Januari 2010


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACK ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penenlitian ... 6

1.4 Manfaat Hasil Penelitian ... 7

1.5 Keaslian Penelitian ... 8

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori ... 10

2.2 Kerangka Teori ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep ... 33

3.2 Hipotesis ... 33

3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 34

3.4 Variabel Penelitian ... 34

3.5 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ... 35

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

3.7 Sumber Data Penelitian ... 39


(9)

ix

3.9 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 42 BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Penenlitian ... 43 4.2 Analisis Univariat ... 48 4.3 Analisis Bivariat... 55 BABA V PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden ... 59 5.2 Hasil Uji Univariat ... 60 5.3 Hasil Uji Bivariat ... 64 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan ... 73 6.2 Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ... 8

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ... 42

Tabel 3.2 Jumlah Koordinator Penggerak JPKM Desa ... 44

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur ... 51

Tabel 4.2 Proporsi Koordinator Penggerak JPKM Desa ... 52

Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Usia pada Koordinator ... 53

Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan pada Koordinator ... 54

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan Koordinator ... 56

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Koordinator ... 57

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Koordinator ... 58

Tabel 4.8 Distribusi Berdasarkan Kepemimpinan yang Dilakukan ... 59

Tabel 4.9 Distribusi Responden Terhadap Imbalan ... 60

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Koordinator ... 61

Tabel 4.11 Hubungan Kemampuan Koordinatordengan kinerja ... 57

Tabel 4.12 Hubungan Persepsi Koordinator dengan Kinerja ... 58

Tabel 4.13 Hubungan Motivasi Koordinator dengan Kinerja ... 64

Tabel 4.14 Hubungan Kepemimpinan yang dilakukan dengan Kinerja ... 65


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2. 1 Hubungan Kerja antar pelaku JPKM ... 15

Gambar 2. 2 Diagram skematis teori prilaku dan kinerja ... 19

Gambar 2. 3 Kerangka Teori ... 39

Gambar 3.1 Krangka Konsep Penelitian ... 40

Gambar 4.1 Distribusi Usia Responden ... 54

Gambar 4.2 Distribusi Pekerjaan Responden ... 55

Gambar 4.3 Distribusi Kemampuan Responden ... 56

Gambar 4.4 Distribusi Persepsi Responden ... 57

Gambar 4.5 Distribusi Motivasi Responden ... 58

Gambar 4.6 Distribusi Kepemimpinan yang dilakukan pada Responden ... 60

Gambar 4.7 Distribusi Imbalan yang diberikan pada Responden ... 61


(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran ... Halaman

1. Kuesioner ... 79

2. Validitas dan Realibilitas... 83

3. Daftar KP JPKM di Kab. Banjarnegra ... 87

4. Jumlah Peserta JPKM Kab.Banjarnegara th 2009 ... 106

5. Tabulasi Data Hasil Penelitian... 107

6. Analisis Univariat ... 113

7. Analisis Bivariat ... 115

8. SK Pembimbing ... 120

9. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Ilmu Keolahragaan... 121

10. Surat Izin Penelitian dari BAPPEDA... 124

11. SK Penguji ... 125


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Visi Indonesia Sehat 2010 yang telah dirumuskan oleh Dep.Kes (2003) menyatakan bahwa, gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes RI,2003).

Salah satu program pemerintah di bidang pelayanan kesehatan adalah pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010. Salah satu strategi untuk mencapai tujuan tersebut yaitu melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Untuk itu pemerintah menegaskan JPKM harus dikembangkan di semua daerah. Badan Pelaksana (Bapel) JPKM dibentuk sebagai salah satu pelaksana jaminan pemeliharan kesehatan masyarakat di Indonesia.

Survey Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2006 menyebutkan bahwa secara umum cakupan JPK di Indonesia masih rendah, hanya sekitar 19% jauh dari pencapaian Indonesia Sehat (IS) 2010 (80%). Cakupan JPK menurut jenisnya didominasi oleh Askeskin yang mecakup 25,90%, Askes PNS 6,36%, Jamsostek 13,63%. Upaya JPK yang berasal dari masyarakat yaitu dana sehat masih sangat


(14)

rendah yaitu 0,40%. Askes dan Jamsostek masih banyak dimiliki oleh kelompok ekonomi tinggi, sebaliknya kepemilikan JPKM dan kartu sehat lebih banyak dimiliki oleh kelompok ekonomi lemah. Kepemilikan kartu sehat yang jumlahnya masih sangat terbatas ternyata 23% dimiliki oleh peserta rumah tangga kelompok mampu. Ini berarti masih terjadi adanya salah pendistribusian kartu sehat (Depkes RI,2006).

Pemahaman tentang asuransi kesehatan di Indonesia masih sangat beragam. Dahulu banyak yang menganggap bahwa JPKM adalah bukan asuransi kesehatan kemudian JPKM dianggap sebagai asuransi sosial karena dijual umumnya kepada masyarakat miskin di daerah-daerah. Asuransi kesehatan sosial (social health insurance) adalah suatu mekanisme pendanaan pelayanan kesehatan yang semakin banyak digunakan di seluruh dunia karena kehandalan sistem ini dalam menjamin kebutuhan kesehatan rakyat suatu negara. Namun di Indonesia pemahaman tentang asuransi kesehatan sosial masih sangat rendah karena sejak lama hanya mendapatkan informasi yang bias tentang asuransi kesehatan yang didominasi dari Amerika yang didominasi oleh asuransi kesehatan komersial. Literatur yang mengupas asuransi kesehatan sosial juga sangat terbatas. Pola pikir kebanyakan sudah diarahkan kepada segala sesuatu yang bersifat komersial, termasuk dalam pelayanan rumah sakit. Begitu ada kata sosial, seperti dalam asuransi sosial dan fungsi sosial rumah sakit maka hal itu hampir selalu difahami dengan pelayanan atau program untuk orang miskin. Sesungguhnya asuransi sosial bukanlah asuransi untuk orang miskin. Fungsi sosial bukanlah fungsi orang miskin. Ini merupakan kekeliruan besar yang sudah mendarah daging di Indonesia


(15)

yang menghambat pembangunan kesehatan yang berkeadilan sesuai amanat UUD 45. Bahkan konsep Undang-undang Kesehatan yang dikeluarkan tahun 1992 (UU nomor 23/1992) jelas-jelas memerintahkan Pemerintah dengan mendorong pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (PAMJAKI,2009).

JPKM dirumuskan sebagai upaya Indonesia untuk mengatasi ancaman terhadap pelayanan kesehatan akibat kenaikan biaya kesehatan yang juga mengacam penurunan mutunya. Setelah bertahun-tahun terhadap berbagai bentuk pemeliharaan kesehatan mancanegara, disadari bahwa pembayaran tunai langsung dari konsumen atau pembayaran melalui pihak ketiga terhadap tagihan pemberi pelayanan kesehatan telah mendorong kenaikan biaya kesehatan. Sistem JPKM dirumuskan keterlibatan masyarakat untuk membiayai kesehatan dengan iuran dimuka, keterlibatan pihak ketiga sebagai badan penyelenggara yang bertanggungjawab mengelola iuran secara efisien, keterlibatan sarana pelayanan kesehatan untuk melaksanakan layanan bermutu namun ekonomis dengan pembayaran Pra-upaya, dan keterlibatan pemerintah sebagai badan pembina yang mengarahkan hubungan saling menguntungkan antar para pelaku JPKM tersebut. Dengan demikian, JPKM yang dalam UU No.23/1992 dinyatakan sebagai suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna, berdasarkan asas usaha bersama dan kekeluargaan, yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin, serta dengan pembiayaan yang dilaksanakan secara pra-upaya, pada hakekatnya adalah sistem pemeliharaan kesehatan yang memadukan penataan subsistem pelayanan dengan subsistem pembiayaan kesehatan. Tujuannya adalah meningkatkan taraf kesehatan masyarakat dengan menjaga mutu pelayanan dan


(16)

mengendalikan biaya pelayanan sehingga tidak menghambat akses masyarakat (Depkes RI, 2002).

Undang-undang No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menyebutkan bahwa seluruh penduduk Indonesia di wajibkan untuk menjadi peserta JPK baik dalam bentuk Jamsostek, Kartu Sehat, Askes, dana sehat maupun JPKM. Berdasarkan data kepesertaan JPK tahun 2009 di wilayah Kabupaten Banjarnegara dari 917.630 jiwa, yang telah menjadi peserta Askes sebanyak 6,4%, Jamsostek 1,2%, dan JPK lainya sebanyak 1,07%. Ini berarti yang menjadi target peserta JPKM sebanyak 91,33%. Hasil pencapaian peserta JPKM di wilayah Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2009 hanya 4%, berarti masih terdapat sekitar 87,33% penduduk yang belum menjadi peserta JPKM (Dinkes Banjarnegara, 2009).

Program JPKM juga tidak lepas dari adanya peran aktif dari berbagai pihak, baik pemerintah kabupaten, swasta termasuk Badan Pembina (Bapim) dan Badan Pelaksana (Bapel) sebagai stakeholder, dan seuruh komponen termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada, serta adanya peran koordinator Pengerak JPKM baik di tingkat Kecamatan maupun Desa. Koordinator Penggerak JPKM Desa merupakan ujung tombak dalam perekrutan peserta JPKM. Hal ini dikarenakan koordinator penggerak JPKM Desa berperan sebagai mata rantai komunikasi antara dua atau lebih sistem sosial dimana koordinator penggerak JPKM Desa mempelopori perubahan pola pikir masyarakat yang menjadi kliennya dalam usaha perubahan.


(17)

Program JPKM di Banjarnegara mulai dikembangkan sejak tahun 2004 sejak turunya SK Bupati Nomor 277 tahun 2004 tentang Pelaksanaan JPKM di Kabupaten Banjarnegara. Pada tahun 2006 kepesertaan JPKM di Banjarnegara mencapai 931 KK, kemudian mengalami kenaikan pada tahun 2007 menjadi 1618 KK, pada tahun 2008 juga mengalami kenaikan menjadi sebanyak 2309 KK, dan pada tahun 2009 justru mengalami penurunan menjadi 1529 KK. Data tersebut menunjukan adanya ke tidak percayaan masyarakat Banjarnegara pada pelayanan JPKM, dan menunjukan bahwa kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa belum dapat dilihat secara optimal (Dinkes Banjarnegara, 2008).

Penilaian kinerja dapat digunakan untuk penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personal dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi (Mulyadi, 1999).

Program JPKM merupakan salah satu cara untuk mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2010, tetapi keberhasilan program JPKM tidak terlepas dari peran Koordinator Penggerak JPKM Desa .Oleh karena itu, penulis mengambil judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja Koordinator Penggerak Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) Desa di Kabupaten Banjarnegara”.


(18)

1.2

Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan peneliti bahas adalah :

1. Faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa dalam perekrutan peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) di Kab. Banjarnegara?

2. Bagaimana hubungan antara kemampuan kerja Koordinator Penggerak JPKM Desa dengan kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa?

3. Bagaimana hubungan antara persepsi Koordinator Penggerak JPKM Desa tantang JPKM dengan kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa?

4. Bagaimana hubungan antara motivasi Koordinator Penggerak JPKM Desa dengan kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa?.

5. Bagaimana hubungan antara kepemimpinan atasan dengan kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa.

6. Bagaimana hubungan antara imbalan yang diberikan dengan kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa?.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa dalam perekrutan peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) di Banjarnegara.

2. Mengetahui hubungan antara kemampuan kerja Koordinator Penggerak JPKM Desa dengan kinerja koordinaor Penggerak JPKM Desa.


(19)

3. Mengetahui hubungan antara persepsi Koordintaor Penggerak JPKM Desa tantang JPKM dengan kinerja koordinaor Penggerak JPKM Desa.

4. Mengetahui hubungan antara motivasi Koordinator Penggerak JPKM Desa dengan kinerja Koordinaor Penggerak JPKM Desa.

5. Mengetahui hubungan antara kepemimpinan atasan dengan kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa.

6. Megetahui hubungan antara imbalan yang diberikan dengan kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

1.4.1 Bagi jurusan ilmu kesehatan masyarakat FIK UNNES :

Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber pustaka bagi pengembangan jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, FIK UNNES.

1.4.2 Bagi penulis

Penelitian ini digunakan sebagai sarana belajar dan penerapan ilmu yang diperoleh selama di perkuliahan, serta sebagai media penambah pengalaman.

Memperoleh pengetahuan tentang promosi kesehatan yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja koordinator dalam perekrutan peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM).

1.4.3 Bagi Pemerintah

Sebagai sumbangan pemikiran bagi Pemerintah setempat dalam mewujudkan keberhasilan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) sehingga akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dengan upaya preventif, promotif, rehabilitatif dan kuratif.


(20)

1.5 Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian ini merupakan matrik yang memuat tentang judul penelitian, nama peneliti, tahun dan tempat penelitian, desain penelitian, variabel dan hasil penelitian (Tabel 1.1).

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No Judul/ Peneliti/ Lokasi

Penelitian

Th Desain Variable Hasil 1. Pengaruh Supervisi Kepala

Ruang Rawat Inap, Kemampuan, Motivasi dan Imbalan Tenaga Perawat Pelaksana Terhadap Kinerja Tenaga Perawat Peaksana di ruang Rawat Inap RSUD Sidorejo. (Siagian,2006) 2006 Cross sectional Kemampuan Motivasi Imbalan Ada hubungan Tidak ada hubungan Tidak ada Hubungan

2 Hubungan Antara Persepsi

Perawat Tentang Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Purbalingga. (Rini,2006) 2006 Cross sectional Persepsi Kepemimpin an Ada Hubungan Tidak ada Hubungan

3 Persepsi dan Pengaruh Sistem Pembagian Jasa Pelayanan Terhadap Kinerja Karyawan di Rumah Sakit Jiwa Madrani. (Nofinaldi,2006) 2006 Cross Sectional Persepsi SPJP Ada Hubungan Tidak ada Hubungan

4 Faktor-Faktor yang

Berhubungan Dengan Kinerja Perawat dalam Pemberian Pelayanan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Pekanbaru tahun 2008 (Syah,2008)

2008 survey explanat ory Motivasi Imbalan Persepsi Kepemimpin an Ada hubungan Ada hubungan Ada hubungan Tidak ada Hubungan 5 Pengaruh Kepemimpinan

Terhadap Kinerja Pegawai Negri Sipil (Studi Tentang Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai

di Bappeda Kab.Purbalingga) (Supriyanto,2007) 2007 Cross Sectional Kepemimpin an Kinerja Ada Hubungan


(21)

Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian -penelitian yang sebelumnya adalah :

1. Penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja koordinator penggerak Jaminan Pemeliharaan Kesehatn Masyarakat (JPKM) belum pernah dilakukan.

2. Penelitian ini menggunakan desain penelitian survey explanatory. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.1 Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Banjarnegara. 1.6.2 Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan mulai Oktober sampai dengan Desember 2009

1.6.3 Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi yang akan diteliti adalah Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja Koordinator Penggerak Desa Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) di Kabupaten Banjarnegara.


(22)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1

Jaminan Pemeliharaan Kesehatn Masyarakat (JPKM)

2.1.1. Pengertian JPKM

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) adalah suatu konsep atau metode penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna (preventif, promotif, rehabilitatif dan kuratif) berdasarkan azas usaha bersama dan kekeluargaan yang berkesinambungan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara praupaya (Dinkes Banjarnegara, 2004).

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM/ Managed Health Care) dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1992 pasal 66, disebutkan sebagai "Cara Penyelenggaraan dan Pengelolaan" upaya pemeliharaan kesehatan yang pembiayaannya dilaksanakan secara pra-upaya. Pemeliharaan kesehatan, sebagaimana dimaksud pasal 10 UU No. 23/1992, merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), terpadu, berkesinambungan, dengan mutu yang terjamin dan bertujuan melindungi dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Cara penyelenggaraan dan pengelolaan upaya pemeliharaan kesehatan (JPKM) ini bertujuan mengefisienkan pemanfaatan (konsumsi) dan produksi (pelaksanaan) pelayanan kesehatan, juga pengalokasian sumberdaya kesehatan. Tujuan di atas hanya dapat dicapai dengan jalan memadukan fungsi pemeliharaan


(23)

kesehatan dengan fungsi pembiayaannya, karena dengan pengelolaan secara terpadu ini akan dapat ditingkatkan pemerataan pemeliharaan kesehatan yang paripurna, berkesinambungan dan bermutu, yang diselenggarakan secara berdayaguna dan berhasilguna (cost-effective).

JPKM sebagaimana dicantumkan dalam UU No. 23/1992 juga merupakan ketetapan tentang Strategi Penyelenggaraan dan Pemerataan Pemeliharaan Kesehatan Paripurna dan Pembiayaannya, yang bertujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui upaya pemeliharaan kesehatan yang bermutu, paripurna, berkesinambungan serta terjangkau oleh masyarakat dan sekaligus juga merupakan strategi untuk mendorong, membina, mengatur dan mengawasi peranserta swasta dan dunia usaha dalam pembangunan kesehatan (Widodo Sutopo,2003).

2.1.2 Hakekat JPKM

JPKM di dalam pasal 66, UU No. 23/1992, ditetapkan sebagai dasar/landasan (cara pengelolaan) setiap penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang pembiayaannya dilaksanakan secara pra-upaya (pre-paid health care). Hakekat JPKM adalah cara pengelolaan yang mampu menjamin pemeliharaan kesehatan paripurna, berkesinambungan dan bermutu, yang diselenggarakan secara berdayaguna dan berhasilguna. Ketetapan yang telah dibuat untuk menjadikan JPKM sebagai landasan setiap penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang pembiayaannya dilaksanakan secara pra-upaya merupakan satu keputusan yang diambil berdasarkan satu kajian jauh ke depan dan merupakan antisipasi yang tepat untuk menghadapi dan dapat mengendalikan meningkatnya


(24)

biaya pemeliharaan kesehatan yang disebabkan karena makin meningkatnya usia harapan hidup serta meningkatnya jenis dan jumlah penyakit menahun yang selain memerlukan berbagai pelayanan kesehatan dengan frekuensi, intesitas, dan kecanggihan yang meningkat juga biaya yang tinggi (Widodo Sutopo,2003).

JPKM dirumuskan setelah telaah bertahun-tahun terhadap sistem pemeliharaan kesehatan di manca negara. JPKM merupakan penyempurnaan terkini setelah sistem pemeliharaan kesehatan dengan pembayaran tunai, asuransi ganti rugi, asuransi dengan tagihan provider mengalami kegagalan dalam mengendalikan biaya kesehatan. Kelebihan JPKM terhadap sistem asuransi kesehatan tradisional adalah pembayaran pra upaya kepada PPK yang memungkinkan pengendalian biaya oleh PPK dan memungkinkan Bapel berbagi resiko biaya dengan PPK.

2.1.3 Manfaat JPKM

JPKM dirancang untuk memberi manfaat kepada semua pihak yang terkait dengan pemeliharaan kesehatan, baik masyarakat konsumen jasa kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan (PPK) dijenjang pelayanan tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga, para badan penyelenggara (Bapel), pemerintah serta dunia usaha, dapat diuraikan manfaat yang diperoleh masing-masing pihak tersebut dengan terselenggaranya JPKM sebagai berikut (http://www.jpkmonline.net, 2001).

2.1.3.1Manfaat bagi Masyarakat

1. Masyarakat terlindung / terjamin dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya.


(25)

2. Masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan paripurna (preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif).

3. Masyarakat memperoleh biaya yang ringan untuk kesehatan karena asas usaha bersama dan kekeluargaan dalam JPKM memungkinkan subsidi silang yang mana yang sehat membantu yang sakit dan yang muda membantu yang tua

4. Terjaminnya pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

5. Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat utamanya melalui upaya preventif, promotif agar seseorang tidak jatuh sakit.

2.1.3.2Manfaat bagi Dunia Usaha

1. Pemeliharaan kesehatan karyawan dapat terlaksana secara lebih efisien / efektif

2. Biaya pelayanan kesehatan dapat direncanakan secara tepat.

3. Pembiayaan untuk pelayanan kesehatan lebih efisien dibandingkan dengan sistem klaim, ganti rugi, atau fee for services.

4. Terjaminnya kesehatan karyawan yang mendorong peningkatan produktifitas. 5. Merupakan komoditi baru yang menjajikan bagi dunia usaha bila menjadi

Bapel, karena akan memperoleh laba finansial maupun laba sosial. 2.1.3.3Manfaat bagi PPK

1. PPK dapat merencakan pelayanan kesehatan yang lebih efisien dan efektif bagi peserta karena ditunjang sistem pembayaran kapitasi.

2. PPK akan memperoleh balas jasa yang makin besar dengan makin terpeliharanya kesehatan konsumen.


(26)

3. PPK dapat lebih meningkatkan profesionalisme, kepuasan kerja, dan mengembangkan mutu pelayanan.

4. Sarana pelayanan tingkat pertama, kedua, dan ketiga yang selama ini menerapkan tarif subsidi / murah akandapat menerapkan tarif riil yang wajar untuk menjamin kesinambungan dan mutu pelayanannnya.

2.1.3.4Manfaat bagi Pemerintah / Pemda

1. Pemda memperoleh masyarakat yang sehat dan produktif dengan biaya yang berasal dari masyarakat sendiri.

2. Pengeluaran pemda untuk membiayai bidang kesehatan dapat lebih efisien. 3. Subsidi pemerintah dapat dialokasikan kepada yang lebih memerlukan

utamanya bagi masyarakat miskin.

4. Kapitasi dalam JPKM memakai perhitung unit cost riil / non subsidi, maka pemda dapat menyesuaikan tarif bagi masyarakat mampu.

2.1.4 Tujuan JPKM

2.1.4.1 Tujuan Umum

Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya dan dengan cara gotong royong antar peserta JPKM dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan (Dinkes Banjarnegara,2004).

2.1.4.2Tujuan Khusus

1. Penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang komperhensif dengan mengutamakan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, dalam bentuk paket yankes bagi peserta JPKM.


(27)

2. Meningkatkan mutu yankes pada PPK (Pemberi Pelayanan Kesehatan) yang menjadi jaringan pelayanan kesehatan dalam program JPKM.

3. Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan pelayanan kesehatan. 4. Pembudayaan perilaku hidup.

2.1.5 Tata Hubungan Kerja Antara Pelaku JPKM

Gambar 2.1: Hubungan Kerja antar pelaku JPKM (Departemen Kesehatan RI tahun 2004)

Jaminan kesehatan prabayar yang berdasarkan JPKM dapat digambarkan sebagai suatu tatanan dengan sedikitnya empat pelaku. Para pelaku tersebut meliputi :

Peseta yang mendaftarkan diri dalam satuan keluarga, kelompok atau unit organisasi, dengan membayar kepada bapel sejumlah iuran tertentu secara teratur untuk membiayai pemeliharaan kesehatannya. Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK), yang merupakan bagian dari jaringan pelayanan kesehatan terorganisir untuk memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan berjenjang secara efektif dan efisien. Badan Penyelenggara JPKM (Bapel JPKM) sebagai badan hukum yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan JPKM dengan secara profesional

BAPIM

BAPEL

PPK PESERTA

prabayar

Pelayanan kesehatan


(28)

menerapkan trias manajemen, meliputi manajemen kepesertaan, keuangan dan pemeliharaan kesehatan. Pemerintah sebagai badan pembina yang melalsanakan, fungsi untuk mengembangkan, membina dan mendorong penyelenggaraan JPKM.

Pelaku-pelaku tersebut terjadi hubungan yang saling menguntungkan dan berlaku penerapan jurus-jurus kendali biaya, kendali mutu pelayanan dan pemenuhan kebutuhan medis para peserta, dalam bentuk pelayanan kesehatan paripurna dan berjenjang.

2.2

Kinerja

Kinerja (performance) adalah penampilan hasil karya anggota baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja juga dapat merupakan penampilan individu atau kelomok kerja. Penampilan hasil kerja tidak terbatas pada seseorang yang mengaku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran anggota di dalam organisasi (Ilyas, 2001).

Kinerja merupakan suatu yang lazim digunakan untuk memantau produktifitas kerja sumber daya manusia baik yang berorientasi produksi barang, jasa maupun pelayanan. Demikian halnya perwujudan kinerja yang membanggakan juga sebagai imbalan intrinsik. Hal ini akan berlanjut terus dalam bentuk kinerja berikutnya, dan seterusnya. Agar dicapai kinerja yang profesional maka perlu dikembangkan hal-hal seperti : kesukarelaan, pengembangan diri pribadi, pengembangan kerjasama saling menguntungkan, serta partisipasi seutuhnya (Hadipranata, 1996:34).


(29)

  Adapun kinerja menurut Mulyadi (1999) adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personal dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi.

Penilaaian kinerja dapat digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semstinya dan untuk merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan, melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta pemberian penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.

  Illyas (1999) berpendapat bahwa tenaga profesional adalah sumber daya terbaik suatu organisasi sehingga evaluasi kinerja mereka menjadi salah satu variabel yang penting bagi efektifitas organisasi. Sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga kerja profesional yang menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif. Menurut teori Gibson yang dikutip oleh Illyas (1999), ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu:

2.2.1 Variabel individu

Kemampuan dan keterampialan merupakan variable individu yang dapat mempengaruhi kinerja. Kemampuan merupakan potensi atau kecakapan seseorang untuk menyelesaikan suatu pekerjaan sekaligus sebagai hasil dari pengetahuan.


(30)

Ketrampilan dipengaruhi oleh tingakat pendidikan, latihan dan pengembangan dalam hubunganya dengan tugas yang dimiliki.

Kemempuan fisik macamnya adalah kesehatn karyawan, faktor usia, jenis kelamin dan pengalaman kerja. Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang lagsung berhubungan dengan pelaksanaan tugas, tetapi juga sebagai landasan untuk mengembangkan diri dalam proses kelancaran tugas. Semakin tinggi pendidikan seseorang (dalam hal ini koordinator penggerak JPKM) maka semakin tinggi pula prestasi yang dimiliki yang tentunya akan semakin tinggi pula kinerjanya.

2.2.2 Variabel Organisasi

Sumber daya manusia, kepemimpinan dan kompensasi (reward upah/imbalan) termasuk dalam variabel organisasi. Manusia adalah sumber daya yang berharga, karena melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan akan memudahkan organisasi mencapai tujuan yang diharapkan. Kepemimpinan merupakan aspek yang paling penting karena suatu organisasi akan menjadi kurang efisien tanpa adanya pemimpin. Bawahan memandang seseorang pemimpin efektif atau tidak efektif dari sudut kepuasan yang mereka peroleh selama bekerja. Salah satunya adalah reward yang diterima.

2.2.3 Variabel Psikologis

Pemupukan motivasi dan minat kerja bawahan yang berorientasi pada peningkatan prestasi atau hasil kerja membutuhkan waktu yang lama dan memerlukan teknik tertentu. Teknik ini antara lain adalah dengan menciptakan


(31)

iklim kerja dan lingkungan kerja yang menyenangkan serta adanya komunikasi dan hubungan kerja yang kondusif.

Sikap merupakan salah satu faktor penentu perilaku bawahan dalam bekerja. Hal ini dikarenakan sikap berhubungan erat dengan persepsi dan motivasi. Sikap yang dimiliki oleh seorang pekerja dapat menunjukan apakah pekerja tersebut termotivasi dalam bekerja yang nantinya digunakan untuk meningkatkan kinerjanya.

Diagram skematis teori prilaku dan kinerja

Gambar 2.2 : Diagram skematis teori prilaku dan kinerja (Gibson, 1986)

2.3

Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kinerja

Koordinator Penggerak JPKM Desa

2.3.1 Kemampuan Koordinator Penggerak JPKM Desa

Menurut Chaplin (1997), kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu

Variabel Individu - Kemampuan dan

ketrampilan : mental &fisik - Latar Belakang:

Keluarga, Tingkat sosial, dan

Pengalaman - Demografis:

Umur, Etnis, dan Jenis Kelamin

Variabel Individu (apa yang dikerjakan)

KINERJA

Psikologis - Persepsi - Sikap

- Kepribadian - Belajar - Motivasi Variabel Organisasai

- Sumber daya - Kepemimpinan - Imbalan

- Struktur


(32)

perbuatan. Kemampuan bisa merupakan suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan (Robbins, 2001).

Lebih lanjut Robbins (2001) menyatakan bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor yaitu kemampuan intelektual adalah merupakan kemampuan melakukan aktivitas secara mental dan kemampuan fisik adalah kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik.

Kemempuan perlu didukung oleh beberapa hal, unsur-unsur yang mendukung kemampuan antara lain:

2.3.1.1 Pengetahuan

Pengetahuan dapat digunakan untuk mendukung pelaksanaan pekerjaan yang diberikan pada bawahan. Pengetahuan Koordinator Penggerak akan pelaksanaan tugas maupun pengetahuan umum yang mempengaruhi pelaksanan tugas sangat menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan tugas dengan baik. Koordinator yang kurang memiliki pengetahuan yang cukup tantang bidang kerjanya akan bekerja secara tersendat-sendat (Ranupandjodjo, 1990).

2.3.2 Ketrampilan

Ketrampilan merupakan kemampuan untuk mengoprasikan pekerjan secara mudah dan cermat. Ketrampilan karyawan (koordinator penggerak) merupakan salah satu faktor utama dalam usaha mencapai sukses bagi tujuan organisasi. Bagi karyawan baru atau karyawan yang menghadapai pekerjaan baru, diperlukan adanya tambahan ketrampilan guna menunjang pelaksanan tugas dengan baik. Manulang (2001), membedakan ktrampilan menjadi tiga yaitu:


(33)

2.3.2.1 Ketrampilan Teknis

Pengetahuan dan penguasaan kegiatan yang bersangkutan dengan cara, proses dan prosedur yang menyangkut pekerjaan dengan alat-alat.

2.3.2.2 Ketrampilan Manusiawi

Kemampuan untuk bekerja dengan kelompok, menciptakan suasana dimana orang merasa aman dan bebas, maka mereka menyatakan pendapat.

2.3.2.3 Ketrampilan Konseptual

Kemampuan untuk melihat gambaran kasar, mengenai dan menyadari adanya unsur yang penting dalam situasi serta memahami hubungan dantaranya unsur-unsur tersebut.

2.3.3 Pengalaman Kerja

Pengalaman masa lampau mengenai pekerjaan-pekerjaan yang sama atau hampir sama merupakan titik tolak dalam mengerjakan pekerjaan berikutnya. Hal ini menunjukan bahwa kinerja masa lampau, dengan kata lain banyaknya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dalam bidang tugasnya akan berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan kerja karyawan tersebut. Pengalaman kerja di sini dapat di lihat dari lamanya masa kerja, sejauh mana manfaat dari pengalaman kerja tersebut dapat mempengaruhi kelancaran tugasnya dan berhasil mengatasi masalah sehubungan dengan tugas pekerjaan (Siagian, 2000).

2.3.2 Persepsi Koordinator Penggerak JPKM Desa terhadap Program JPKM Persepsi, menurut Rakhmat Jalaludin (1998), adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan


(34)

informasi dan menafslrkan pesan. Senada dengan hal tersebut Atkinson dan Hilgard (1991) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Gibson(1994) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu.

Persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri (Gibson, 1986). Pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan "interpretation", begitu juga berinteraksi dengan "closure". Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh.

Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan), yang mencakup penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan (Gibson, 1986). Selaras dengan pernyataan tersebut Krech, dkk. (dalam Sri Tjahjorini Sugiharto 2001) mengemukakan bahwa persepsi seseorang ditentukan oleh dua faktor utama, yakni pengalaman masa lalu dan faktor pribadi.


(35)

3.2.3.1 Proses Terbentuknya Persepsi

Manusia secara umum menerima informasi dari lingkungan lewat proses yang sama, oleh karena itu dalam memahami persepsi harus ada proses dimana ada informasi yang diperoleh lewat memori organisme yang hidup. Fakta ini memudahkan peningkatan persepsi individu, adanya stimulus yang mempengaruhi individu yang mencetus suatu pengalaman dari organisme, sehingga timbul berpikir yang dalam proses perceptual merupakan proses yang paling tinggi.

Menurut Mulyana (2005), persepsi sosial adalah proses menangkap arti obyek-obyek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Manusia bersifat emosional, sehingga penilaian terhadap mereka mengandung resiko. Setiap orang memiliki gambaran yang berbeda mengenai realitas di sekelilingnya.

3.2.3.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi persepsi

Menurut Wilson (dalam Sri Tjahjorini Sugiharto, 2001), mengemukakan ada faktor dari luar dan dari dalam yang mempengaruhi persepsi diantaranya sebagai berikut :

3.2.3.2.1 Faktor eksternal atau dari luar :

1. Concreteness yaitu wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit dipersepsikan dibandingkan dengan yang obyektif.

2. Novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik untuk di persepsikan dibanding dengan hal-hal yang baru.

3. Velocity atau percepatan misalnya gerak yang cepat untuk menstimulasi munculnya persepsi lebih efektif di bandingkan dengan gerakan yang lambat.


(36)

4. Conditioned stimuli, stimuli yang di kondisikan seperti bel pintu, deringan telepon dan lain-lain.

3.2.3.2.2. Faktor internal atau dari dalam :

1. Motivation, misalnya merasa lelah menstimulasi untuk berespon untuk istirahat. 2. Interest, hal-hal yang menarik lebih di perhatikan dari pada yang tidak menarik 3. Need, kebutuhan akan hal tertentu akan menjadi pusat perhatian

4. Assumptions, juga mempengaruhi persepsi sesuai dengan pengalaman melihat, merasakan dan lain-lain.

Menurut Krech dan Crutchfield (dalam Sri Tjahjorini Sugiharto 2001), menyebutkan persepsi ditentukan oleh faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor-faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, kesiapan mental, suasana emosi dan latar belakang budaya, atau sering disebut faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli tersebut.

Penelitian mengenai persepsi masyarakat tentang pengertian JPKM diperoleh hasil bahwa ternyata persepsi responden tentang hal tersebut cukup variatif. Sejumlah responden berpendapat bahwa JPKM adalah JPSBK dalam pengertian program bantuan sosial kesehatan yang dananya disediakan oleh pemerintah, ynag dikelola oleh suatu badan yang disebut Bapel yang PPK-nya adalah Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Pemerintah. Inilah juga yang menyebabkan JPKM makin sulit untuk dikembangkan , karena masyarakat beranggapan bahwa pelayanan kesehatan yang disediakan oleh JPKM merupakan hak dan bebas bea atau gratis (Ilyas, 2003).


(37)

2.3.3 Motivasi Koordinator Penggerak JPKM Desa

Motivasi adalah perpaduan antara keinginan dan energi untuk mencapai tujuan tertentu. Memengaruhi motivasi seseorang berarti membuat orang tersebut melakukan apa yang kita inginkan. Karena fungsi utama dari kepemimpinan adalah untuk memimpin, maka kemampuan untuk memengaruhi orang adalah hal yang penting.

Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individu. Berikut ini adalah tiga teori spesifik yang merupakan penjelasan yang paling baik untuk motivasi karyawan yang dikutip oleh Robbins (2003) :

1. Teori Hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow

Terdiri dari kebutuhan fisiologis, keamanan,sosial,penghargaan dan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial merupakan kebutuhan tingkat rendah (faktor eksternal) dan kebutuhan penghargaan, aktualisasi diri merupakan kebutuhan tingkat tinggi(faktor internal). Teori ini mengasumsikan bahwa orang berupaya memenuhi kebutuhan yang lebih pokok (psikologi) sebelum memenuhi kebutuhan yang tertinggi (aktualisasi diri).

2. Teori Dua Faktor

Dua faktor itu dinamakan faktor yang membuat orang merasa tidak puas dan faktor yang membuat orang merasa puas (Dissatisfier–Satisfier) atau faktor yang membuat orang merasa sehat dan faktor yang memotivasi orang (Hygiene–Motivators), atau faktor ekstrinsik dan intrinsik (Extrinsic–Intrinsic).


(38)

3. Teori kebutuhan McClelland

Mc Clelland memberikan tiga tingkatan kebutuhan tentang motivasi sebagai berikut : Kebutuhan akan prestasi (Need for Achievement ), afiliasi (Need for Affiliation). kekuasaan (Need for Power).

2.3.4 Kepemimpinan Koordinator Penggerak JPKM Desa

Kepemimpinan (leadership) telah didefinisikan dengan berbagai cara yang berbeda oleh berbagai bidang yang berbeda pula (Handoko, 1994).

Sebagian besar definisi kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan berkaitan dengan proses yang disengaja dari seseorang untuk menekankan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain untuk membimbing, membuat struktur, dan memfasilitasi aktifitas dalam hubungan berorganisasi atau kelompok. Beberapa definisi lain tentang teori kepemimpinan hanya memperlihatkan sedikit kesamaan. Definisi berbeda dalam berbagai hal termasuk siapa yang bisa mengamankan pengaruhnya, maksud tujuan dari pengaruh itu, cara menanamkan pengaruh dan hasil pengaruhnya. Perbedaan terletak pada pandangan ilmiah dan besarnya ketidak setujuan mengenai identifikasi pemimpin dan proses kepemimpinan. Peneliti mempunyai perbedaan konsep mengenai kepemimpinan, serta memilih fenomenal yang berbeda untuk diteliti dan diinterprestasikan. Ketika kepemimipinan didefinisikan secara sempit, hal ini berarti prespektif definisi dipersempit sehingga hanya mencakup proses yang akan dipelajari. Hal tersebut menyebabkan ketidak sesuaian asumsi awal tentang efektifitas kepemimpinan.


(39)

1. Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan penatan berupa kemampuan mempengaruhi prilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bakerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Sutarto dalam Handoko, 1994).

2. Kepemimpinan adalah sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok orang yang saling berhubungan tugasnya (Stoner dalam Handoko, 1994).

3. Tannenbaum mengatakan kepemimpinan adalah sebagai saling pengaruh antar pribadi, dilatih dalam situasi dan diarahkan melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan atau tujuan khusus (Sutarto dalam Handoko, 1994).

Para ahli mengemukakan bahwa peranan yang perlu ditampilkan pemimpin adalah: mencetuskan ide atau sebagai seorang kepala, memberi informasi, sebagai seorang perencana, memberi sugesti, mengaktifkan anggota, mengawasi kegiatan, memberi semangat untuk mencapai tujuan, sebagai katalisator, mewakili kelompok, member tanggung jawab, menciptakan rasa aman dan sebagai ahli dalam bidang yang dipimpinnya. Sebagai pemimpin kelompok, seseorang harus berperan mendorong anggota beraktivitas sambil memberi sugesti dan semangat agar tujuan dapat tercapai.

Menurut Covey dalam (Kris Yuliani, 2002: 6) ada tiga peranan pemimpin dalam kelompok/organisasi antara lain:

1. Pathfinding (pencarian alur), mengandung sistem nilai dan visi dengan kebutuhan pelanggan melalui suatu perencanaan strategis yang disebut the strategic pathway (jalur strategi).


(40)

2. Aligning (penyelarasan), upaya memastikan bahwa struktur, sistem dan operasional organisasi memberi dukungan pada pencapaian visi dan misi dalam memenuhi kebutuhan pelanggan dan pemegang saham lain yang terlibat.

3. Empowerment (pemberdayaan), suatu semangat yang digerakkan dalam diri orang-orang yang mengungkapkan bakat, kecerdikan dan kreativitas laten, untuk mampu mengerjakan apapun dan konsisten dengan prinsip-prinsip yang disepakati untuk mencapai nilai, visi dan misi bersama dalam melayani kebutuhan pelanggan dan pemegang saham lain yang terlibat.

Peranan pemimpin kelompok yang sangat perlu dilaksanakan oleh seorang pemimpin kelompok yaitu: Membantu kelompok dalam mencapai tujuannya, Memungkinkan para anggota memenuhi kebutuhan, Mewujudkan nilai kelompok, Merupakan pilihan para anggota kelompok untuk mewakili pendapat mereka dalam interaksi dengan pemimpin kelompok lain, Merupakan seorang fasilitator yang dapat menyelesaikan konflik kelompok (Sulaksana 2002).

Menurut Sondang (1999), lima fungsi kepemimpinan yang dibahas secara singkat adalah sebagai berikut: pimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan, wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di luar organisasi, pimpinan selaku komunikator yang efektif, mediator yang handal, khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama dalam menangani situasi konflik, pimpinan selaku integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral.


(41)

2.3.5 Imbalan yang diberikan

Imbalan adalah sesuatu yang meningkatkan frekuensi kegiatan seorang pegawai. Sesuatu dinamakan imbalan atau bukan, tergantung pada keseluruhan pengaruh terhadap perilaku pegawai. Jika kinerja seorang pegawai diikuti oleh sesuatu dan kinerja lebih sering terjadi di saat kemudian setelah sesuatu, maka sesuatu tersebut disebut imbalan (Prawirosentono, 1999).

Imbalan dapat dikategorikan dalam dua hal yaitu intrinsik dan ekstrinsik. 2.3.5.1 Imbalan Intrinsik

Imbalan intrinsik (Simamora, 1997) adalah imbalan yang dinilai di dalam dan dari diri pegawai, yang melekat pada aktivitas itu sendiri. Pemberian imbalan ini tidak tergantung pada kehadiran atau tindakan orang lain. Tipe imbalan intrinsik adalah seperti perasaan yang berbeda yang dialami oleh pegawai sebagai akibat kinerja mereka pada pekerjaan. Contoh imbalan intrinsik ini adalah perasaan individu akan kemampuan pribadi (personal competence) sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan dengan baik, perasaan pencapaian pribadi, tanggungjawab dan otonomi pribadi dan perasaan pertumbuhan dan pengembangan pribadi.

Imbalan intrinsik memiliki potensi untuk memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku individu dalam organisasi. Alat utama yang dapat digunakan agar individu dapat mendapatkan imbalan intrinsik dari pekerjaan mereka terletak dalam cara-cara organisasi merancang pekerjaan pegawai-pegawainya.


(42)

2.5.2 Imbalan Ekstrinsik

Imbalan ekstrinsik tidak mengikuti secara alamiah atau secara inheren kinerja sebuah aktivitas, namun diberikan kepada pegawai oleh pihak-pihak dari luar. Imbalan-imbalan ini sering digunakan oleh organisasi dalam usaha untuk mempengaruhi perilaku dan kinerja pegawai. Termasuk dalam imbalan ekstrinsik adalah pengakuan dan pujian dari atasan, promosi, tunjangan-tunjangan finansial serta imbalan sosial seperti kesempatan untuk berteman dan menjumpai banyak orang baru.

Imbalan ekstrinsik dihasilkan oleh sumber-sumber dari luar, maka agar pegawai mendapat pujian, promosi dan imbalan sosial tergantung pada persepsi dan pertimbangan individu oleh atasannya. Perolehan imbalan finansial tergantung pada kebijakan-kebijakan gaji dan keuangan dari organisasi.

Menurut Handoko (2000), tujuan pemberian imbalan atau kompensasi adalah untuk :

1. Memperoleh personalia yang kualified

Kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi untuk menarik para pelamar, karena perusahaan-perusahaan bersaing dalam pasar tenaga kerja, tingkat pengupahan harus sesuai dengan kondisi suplai dan permintaan tenaga kerja. Kadang-kadang tingkat gaji yang relatif tinggi diperlukan untuk menarik para pelamar cakap yang sudah bekerja diberbagai perusahaan lain.


(43)

2. Mempertahankan para karyawan yang ada

Bila tingkat kompensasi tidak kompentitip, niscaya banyak karyawan yang baik akan keluar. Untuk mencegah perputaran karyawan, pengupahan harus dijaga agar tetap kompetitip dengan perusahaan-perusahaan lain.

3. Menjamin keadilan

Administrasi pengupahan dan penggajian berusaha untuk memenuhi prinsip keadilan. Keadilan atau konsisten internal dan eksternal sangat penting diperhatikan dalam penentuan tingkat kompensasi. Menghargai perilaku yang diinginkan.

Kompensasi hendaknya mendorong perilaku-perilaku yang diinginkan. Prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung jawab baru dan perilaku-perilaku lain dapat dihargai melalui rencana kompensasi yang efektif. 5. Mengendalikan biaya-biaya

Suatu program kompensasi yang rasional membantu organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan sumber daya manusianya pada tingkat biaya yang layak. Tanpa struktur pengupahan dan penggajian sistematika organisasi dapat membayar kurang (underpay) atau lebih (overpay) kepada para karyawannya.

6. Memenuhi peraturan-peraturan legal

Seperti aspek-aspek manajemen personalia lainnya, administrasi kompensasi menghadapi batasan-batasan legal. Program Kompensasi yang baik memperhatikan kendala-kendala tersebut dan memenuhi semua peraturan pemerintah yang mengatur kompensasi karyawan.


(44)

2.4

Kerangka Teori

Berdasarkan uraian dalam landasan teori, maka disusun kerangka teori mengenai Kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa, yang terdiri dari faktor Intrinsik, dan faktor ekstrinsik (Gambar 2.3).

Partisipasi Koordinator Penggerak

JPKM Desa

Kinerja Koordinator Penggerak

JPKM Desa

Faktor Intrinsik • Pendidikan • Pekerjaaan • Sosial Ekonomi • Pengetahuan • Sikap

• Kemampuan dan Ketrampilan

Faktor Ekstrinsik • Insentif/Imbalan • Dukungan dari

aparat • Pembinaan • Kekuasaan Sosial • Persepsi

• Motivasi • Kepemimpinan


(45)

33

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Kerangka Konsep

Menurut (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:43) kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaidah antara konsep satu terhadap konsep yang lainya dari masalah yang diteliti.

Variabel Bebas

Variabel Bebas      Variabel Terikat 

Gambar 3.1: Krangka Konsep Penelitian

3.2

Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga sementara yang kebenaranya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Soekidjo Notoatmodjo,2003:72). Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

3.2.1 Ada hubungan antara kemempuan koordinator penggerak JPKM Desa dengan kinerja koordinator penggerak JPKM Desa.

¾ Kemampuan Koordinator Penggerak JPKM Desa

¾ Persepsi Koordinator Penggerak JPKM Desa tentang JPKM

¾ Motivasi Koordinator Penggerak JPKM Desa

¾ Kepemimpinan atasan ¾ Imbalan yang diberikan

Kinerja Koordinator Penggerak


(46)

3.2.2 Ada hubungan antara persepsi koordinator penggerak JPKM Desa tentang JPKM dengan kinerja koordinator penggerak JPKM Desa.

3.2.3 Ada hubungan antara motivasi koordinator penggerak JPKM Desa dengan kinerja koordinator penggerak JPKM Desa.

3.2.4 Ada hubungan antara kepemimpinan atasan dengan kinerja koordinator penggerak JPKM Desa.

3.2.5 Ada hubungan antara imbalan yang diberikan dengan kinerja koordinator penggerak JPKM Desa.

3.3

Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode (survey explanatory) yaitu suatu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok dengan maksud menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa.

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode survey dengan desain studi cross sectional dimana variable-variabel penelitian diobservasi sekaligus pada waktu yang sama (Notoatmodjo,2002).

3.4

Variabel Penelitian

Dalam suatu penelitian terdapat beberapa variabel yang harus ditetapkan dengan jelas sebelum pengumpulan data. Variabel merupakan objek atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 1997). Variabel penelitian ini adalah sebagai berikut :


(47)

3.4.1. Variabel Bebas (Independent)

3.4.1.1 Kemampuan Koordinator Penggerak JPKM Desa

3.4.1.2 Persepsi Koordinator Penggerak JPKM Desa tentang JPKM 3.4.1.3 Motivasi Koordinator Penggerak JPKM Desa

3.4.1.4 Kepemimpinan atasan 3.4.1.5 Imbalan yang diberikan 3.4.2 Variabel Terikat (Dependent)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Kinerja koordinator pengerak JPKM Desa.

3.5

Definisi Operasional dan Skala Pengukuran

Devinisi operasional adalah sekala pengukuran variabel kepada suatu variabel atau kontrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur kontak atau variabel tersebut (Moh.Nazir,2006).

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara

Pengukuran Kriteria/skor Skala 1 Kemampuan

Koordinator Penggerak JPKM Desa

Kapasitas yang dimiliki oleh koordinator untuk mengerjakan tugas yang diberikan meliputi ketrampilan yang dimiliki , lama kerja, pendidikan, dan kesanggupan.

Kuesioner Baik; 16-20 Cukup; 10-15 Buruk; 5-9 (Saifudin Azwar, 2008)


(48)

No Variabel Definisi Cara

Pengukuran Kriteria/skor Skala 2 Persepsi

Koordinator Pengerak JPKM Desa tentang JPKM Pandangan koordinator mengenai program JPKM meliputi pengertian, manfaat, tujuan dan kepesertaan JPKM. Kuesioner Baik; 19-24 Cukup; 12-18 Buruk; 6-11 (Saifudin A, 2008) Ordinal

3 Motivasi Koordinator Penggerak JPKM Desa Pandangan Koordinator Penggerak JPKM Desa mengenai dorongan yang berasal dari dalam dan luar yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerjanya yang meliputi beban kerja, kepercayaan dan dukungan yang diberikan, posisi koordinator dalam perekrutan peserta serta kesulitan yang dialami dalam menjalankan tugas.

Kuesioner Tinggi; 16-20 Sedang; 10-15 Rendah; 5-9 Ordinal

4 Kepemimpinan atasan Penilaian Koordinator Penggerak JPKM Desa dalam kemampuan yang dimiliki oleh kepala puskesmas, camat, kepala desa, dan Bapel JPKM dalam melakukan pengarahan, komunikasi, koordinasi, pengawasan (monitoring), dan evaluasi. Kuesioner Baik; 16-20 Cukup; 10-15 Buruk; 5-9 Ordinal


(49)

No Variabel Definisi Cara

Pengukuran Kriteria/skor Skala 5 Imbalan yang

diberikan Penilaian Koordinator Penggerak JPKM Desa mengenai penghargaan yang diberikan kepada koordinator baik dalam betuk psikis maupun fisik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja koordinator.

Kuesioner Memuaskan; 19-24 Cukup memuaskan; 12-18 Tidak memuaskan; 6-11 ordinal

6 Kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa Kemampuan Koordinator Pengerak JPKM Desa dalam merekrut peserta, meliputi kemampuan berkomunikasi, berkoordinasi, bersosialisasi dan berinisiatif serta jumlah peserta yang berhasil direkrut. Kuesioner Baik; 28-36 Cukup; 18- 27 Buruk; 9-17 ordinal

3.6

Populasi dan Sampel Penelitian

3.5.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2002:55).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah Koordinator Penggerak JPKM Desa Kabupaten Banjarnegara yaitu 275 orang.


(50)

3.5.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006:131). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Proporsional area random sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan wilayah masing-masing bagian terambil sampelnya secara acak. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam tehnik proporsional area random sampling adalah sebagai berikut :

(a) Menentukan populasi setiap Koordinator Penggerak JPKM Desa pada tiap Kecamatan.

(b) Menentukan Jumlah sampel keseluruhan atau yang dikehendaki dengan cara menjumlahkan sampel-sampel masing-masing Kecamtan.

(c) Mengambil dari setiap Kecamatan yang telah ditentukan sampelnya secara acak.

Penentuan sampel dihitung dengan rumus (Supranto, 2007):

2

1 Ne N n

+ =

n = 275

1+ (275) (0,01) n = 275

3,75 n = 73

Dengan demikian, pengambilan sampel sebanyak 73 Koordinator Penggerak JPKM Desa sudah dianggap representatif. Adapun Perincian jumlah sampel yang diambil dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :


(51)

Tabel 3.2

Jumlah Koordinator Penggerak JPKM Desa di Kab. Banjarnegara Wilayah/Kecamatan Populasi % Sampel Pembulatan Susukan Purworejo Klampok Mandiraja Purwanegara Bawang Banjarnegara Pagedongan Sigaluh Madukara Banjarmangu Wanadadi Rakit Karangkobar Pejawaran Pagentan Wanayasa Batur Punggelan Kalibening Pandanarum 15 8 14 13 17 13 9 15 20 17 11 11 13 17 16 17 8 17 16 8 5,45 2,91 5,09 4,73 6,18 4,73 3,27 5,45 7,27 6,18 4,00 4,00 4,73 6,18 5,82 6,18 2,91 6,80 5,82 2,91 3,98 2,12 3,71 3,45 4,51 3,45 2,38 3,98 5,31 4,51 2,92 2,92 3,45 4,51 4,25 4,51 2,12 4,51 4,25 2,12 4 2 4 3 5 3 2 4 5 5 3 3 3 5 4 5 2 5 4 2

Jumlah 275 100 73 73

3.7

Sumber Data Penelitian

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah :

3.6.1 Data Primer

Menurut Arikunto (2006 :193 ) metode kuisioner merupakan suatu daftar pertanyaan tertulis atau angket yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui.


(52)

Metode ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa di Kabupaten Banjarnegara.

3.6.2 Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dengan metode dokumentasi dari data yang sudah tersedia di Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara.

Metode dokumentasi merupakan suatu cara untuk memperoleh data atau informasi mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan penelitian dengan jalan melihat kembali laporan-laporan tertulis baik berupa angka maupun keterangan (tulisan atau papan, tempat dan orang) (Arikunto 1998:131) . Pada penelitian ini metode dokumentasi yang dipakai untuk mengetahui data jumlah Koordinator Penggerak JPKM Desa, selain data-data laporan tertulis, untuk kepentingan penelitian ini juga digali berbagai data, informasi dan referensi dari berbagai sumber pustaka, media massa dan internet.

3.8

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan data (Soekidjo Notoatmodjo,2002:48). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

3.7.1. Lembar Kuisioner

Lembar kuisioner dalam penelitian ini digunakan sebagai pengumpul data hasil jawaban dari Koordinator Penggerak JPKM Desa untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa.


(53)

3.7.2. Dokumentasi

Dokunentasi dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang tertulis (Suharsimi Arikunto, 2002:153)

3.8

Validitas dan Reabilitas

3.8.1 Validitas

Validitas merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan dan kesahihan suatu instrumen (Suharsimi, 2006 : 170). Untuk menguji kesahihan dalam penelitian ini penulis menggunakan analisa butir dengan mengkoreliskan skor-skor yang ada dengan skor-skor total. Skor-skor pada butir dianggap sebagai nilai X dan Y, kemudian rumus yang digunakan :

rxy =

( )

2

( )

2

x y

xy

Keterangan : x = XX y = YY

X = skor rata-rata dari X Y = skor rata-rata dari Y

Berdasarkan hasil uji validitas diketahui semua butir soal valid, sehingga dapat digunakan untuk penelitian.

3.8.2 Reliabilitas

Dalam menghitung reliabilitas dalam penelitian menggunakan rumus Alpha., dengan menggunakan rumus :


(54)

) 1 )( ) 1 ( ( 2 2 11 t b k k r σσ

− −

= (Suharsimi, 2006 : 196)

Keterangan :

r11 : reliabilitas instrumen

k : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

2

σb : jumlah varians soal t

2

σ : varians total

Berdasarkan rumus diatas maka hasil perhitungan reliabilitas angket dapat diperoleh r11 sebesar 0.860. Hasil perhitungan rhitung sebesar 0.860 dengan n = 15 ternyata lebih besar dari rtabel sebesar 0.514 maka dapat disimpulkan bahwa angket penelitian reliabel dan dapat digunakan untuk penelitian.

3.9

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.8.1 Anilasis Univariat

Analiss ini dilakukan terhadap tiap variable dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variable (Soekidjo Notoatmodjo (2002:188). Adapun variabel yang dianalisis adalah karakteristik responden yang meliputi umur dan pekerjaan, beberapa faktor yang berhubungan dengan kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa seperti kemampuan Koordinator Penggerak JPKM Desa, persepsi Koordinator Penggerak JPKM Desa tentang JPKM, motivasi Koordinator Penggerak JPKM Desa, kepemimpinan yang dilakukan, dan imbalan yang diberikan serta kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa dalam perekrutan peserta JPKM.


(55)

3.8.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga memiliki hubungan atau berkolerasi dengan kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa yaitu kemampuan Koordinator Penggerak JPKM Desa, persepsi Koordinator Penggerak JPKM Desa, motivasi Koordinator Penggerak JPKM Desa, kepemimpinan yang dilakukan dan imbalan yang diberikan. Adapun analisis bivariat yang dilakukan menggunakan uji koefisien korelasi Rank Spearman. Uji koefisien korelasi Rank Spearman digunakan untuk mencari hubungan atau menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal dan sumber data antar variabel tidak harus sama.


(56)

43

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1

Gambaran Umum Kabupaten Banjarnegara

4.1.1 Keadaan Geografis

Kabupaten Banjarnegara merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang letaknya berada pada jarak 120 km ke arah Barat dari Ibu Kota propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Banjarnegara kurang lebih 1,069.71 km2 atau 106.970,997 Ha atau sekitar 3,29% dari Luas Wilayah Propinsi Jawa Tengah (3,25 Juta Ha). Banjarnegara terbagi dalam 20 Kecamatan dan 275 Desa.

Secara Astronomi terletak diantara 70.12’ – 70.31’ Lintang Selatan dan 1090.29’ – 1090.45’.50’’ Bujur Timur. Adapun batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang Sebelah Selatan : Kabupaten Kebumen

Sebelah Barat : Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Banyumas Sebelah Timur : Kabupaten Wonosobo

4.1.2 Keadaan Penduduk

Berdasaarkan data dari BPS Kab. Banjarnegara, jumlah penduduk di Kab. Banjarnegara tahun 2009 adalah 917.630 jiwa. Dengan perbandingan jumlah penduduk laki-laki adalah 460.841 jiwa dan perempuan adalah 441.331 jiwa dengan jumlah rumah tangga di wilayaw kerja Dinas Kabupaten Banjarnegara adalah 231.861 dengan kepadatan penduduk 1 jiwa/km2. berdasarkan data dari


(57)

BPS Banjarnegara tahun 2009, ratio jenis kelamin penduduk di Kab.Banjarnegara tahun 2009 sebesar 104.

Data rinci mengenai jumlah penduduk menurut jenis kelamin, kelompok umur Kab. Banjarnegara adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Kabupaten Banjarnegara Tahun 2009

Golongan

Umur (Tahun) Laki-laki Jumlah PendudukPerempuan Laki-laki dan Perempuan <1 1–4 5–9 10– 14 15–19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 > 75 9.367 30.446 37.711 43.312 33.371 30.116 29.945 29.471 28.264 27.167 23.683 21.366 18.949 16.107 13.045 8.497 5.506 9.328 28.861 37.047 41.284 33.462 30.834 31.338 30.306 28.875 27.859 23.653 20.412 19.123 16.452 13.087 9.578 5.668 18.695 59.307 74.758 84.416 66.833 60.950 61.238 59.777 57.139 55.026 47.340 41.778 38.072 32.559 26.132 18.075 11.174

Total 1,711,657 1,717,103 1,722,306

Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Banjarnegara, Tahun 2009

Dari data distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Banjarnegara tahun 2009, ada 85.197 jiwa yang tidak/belum pernah sekolah, 114.870 jiwa yang tidak/belum tamat SD/MI, 91.103 jiwa tamat SLTP/MTs, 54.204 jiwa tamat SLTA/MA, 9.244 jiwa tamat akademi/Diploma, dan tingkat pendidikan yang tamat PT sebanyak 5.977 jiwa. Penduduk Kabupaten Banjarnegara mayoritas memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar (SD/MI) yaitu 235.428 jiwa. 4.1.3 Peserta JPKM

Program JPKM di Banjarnegara mulai di kembangkan sejak tahun 2004 sejak turunya SK Bupati Nomor 277 tahun 2004 tentang Pelaksanaan JPKM di


(58)

Kabupaten Banjarnegara. Pada tahun 2006 kepesertaan JPKM di Banjarnegara mencapai 931 KK, kemudian mengalami kenaikan pada tahun 2007 menjadi 1618 KK, pada tahun 2008 juga mengalami kenaikan menjadi sebanyak 2309 KK, dan pada tahun 2009 justru mengalami penurunan menjadi 1529 KK. Data tersebut menunjukan adanya kepercayaan masyarakat Banjarnegara pada pelayanan JPKM, tetapi jumlah tersebut masih jauh dari harapan (Dinkes Banjarnegara, 2008).

4.1.4 Jumlah Koordinator Penggerak JPKM Desa

Koordinator dan kader merupakan ujung tombak dalam perekrutan peserta JPKM. Di Kabupaten Banjarnegara Koordinator JPKM kebanyakan merangkap juga sebagai pegawai kelurahan dan juga melaksanakan tugas-tugas lain baik yang bersifat terus-menerus maupun insidentil. Jumlah koordinator penggerak JPKM desa di Kabupaten Banjarnegara sebanyak 275 orang yang tersebar di 20 Kecamatan. Adapun proporsi Koordinator Penggerak JPKM Desa pada masing-masing kecamatan dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2 Proporsi Koordinator Penggerak JPKM Desa di Masing-masing Kecamatan di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2009

No Wilayah/Kecamatan Jumlah Koordinator (Orang) Presentase (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Susukan Purworejo Klampok Mandiraja Purwanegara Bawang Banjarnegara Pagedongan Sigaluh Madukara Banjarmangu 15 8 14 13 17 13 9 15 20 17 5,45 2,91 5,09 4,73 6,18 4,73 3,27 5,45 7,27 6,18


(59)

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Wanadadi Rakit Karangkobar Pejawaran Pagentan Wanayasa Batur Punggelan Kalibening Pandanarum 11 11 13 17 16 17 8 17 16 8 4,00 4,00 4,73 6,18 5,82 6,18 2,91 6,80 5,82 2,91

Jumlah 275 100

Sumber : Data Primer Terolah Tahun 2010 4.2 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah koordinator penggerak JPKM Desa di Kab Banjarnrgara. Karakteristik responden yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi usia dan pekerjaan. Distribusi responden menurut usia dan pekerjaan adalah sebagai berikut:

4.2.1 Usia Responden

Usia yang dimaksud dalam penelitian ini dikelompokan dalam 4 kategori yaitu ≤ 30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun dan ≥ 51 tahun. Distribusi responden menurut usia adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Usia pada Koordinator di Kab. Banjarnegara Tahun 2010

Usia (Th.) Frekuensi Prosentase (%)

(1) (2) (3)

≤ 30 2 2,7

31-40 24 32,9

41-50 43 58,9

≥ 51 4 5,5


(60)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar responden berusia antara 41 sampai 50 tahun (58,9 %), dengan usia rata-rata adalah 41 tahun. Usia termuda adalah 28 tahun dan usia tertua responden adalah 53 tahun. Distribusi Usia Responden Koordinator Penggerak JPKM Desa di Kabupaten Banjarnegara tahun 2010 digambarkan dengan diagram batang (Gambar 4.1)

Gambar 4.1 Distribusi Usia Responden 4.2.2 Pekerjaan Responden

Jenis pekerjaan dalam penelitian ini meliputi bekerja sebagai pegawai kelurahan dan bekerja di luar pegawai kelurahan. Distribusi responden menurut pekerjaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan pada Koordinator di Kab. Banjarnegara Tahun 2010

Status Gizi Frekuensi Prosentase (%)

(1) (2) (3)

Pegawai Kelurahan 69 95

Bukan Pegawai Kelurahan 4 5

Jumlah 73 100

Sumber : Data Primer Terolah Tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar responden (95 %) bekerja sebagai pegawai kelurahan, sedangkan sisanya sebanyak 5 % bekerja


(61)

bukan sebagai pegawai kelurahan seperti kader posyandu dan perangkat desa. Distribusi Pekerjaan Responden Koordinator Penggerak JPKM Desa di Kabupaten Banjarnegara tahun 2010 digambarkan dengan diagram batang (Gambar 4.2)

Gambar 4.2 Distribusi Pekerjaan Responden

4.3

Analisis Univariat

4.3.1 Kemampuan Koordinator Penggerak JPKM

Kemampuan koordinator penggerak JPKM yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi lama kerja, pendidikan terakhir, dan frekuensi mengikuti pelatihan yang dikelompokan dalam tiga kategori yaitu baik, cukup dan buruk. Hasil analisis univariat menunjukan bahwa terdapat sel yang kosong yaitu pada kategori baik sehingga variabel yang ada harus direduksi menjadi dua kategori yaitu cukup dan buruk. Distribusi frekuensi untuk fariabel kemampuan kader berdasarkan kategori dapat dilihat pada table di bawah ini.


(62)

Tabel 4.5 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kategori Terhadap Kemampuan Koordinator Pengerak JPKM di Kab. Banjarnegara Tahun 2010

Kemampuan Koordinator JPKM

Frekuensi Prosentase (%)

(1) (2) (3)

Cukup 31 42,5

Buruk 42 57,5

Jumlah 73 100

Sumber : Data Primer Terolah Tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden (57,5 %) memiliki kemampuan yang cukup, kemudian berkemampuan buruk (57,5). Kemampuan Koordinator Penggerak JPKM Desa di Kabupaten Banjarnegara tahun 2010 di gambarkan dengan diagram batang (Gambar 4.3).

Gambar 4.3 Distribusi Kemampuan Responden 4.3.2 Persepsi Koordinator Penggerak JPKM

Persepsi koordinator penggerak JPKM yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pandangan responden terhadap JPKM yaitu meliputi pengertian, tujuan, manfaat dan kepesertaan yang dikelompokan menjadi tiga kategori yaitu baik, cukup dan buruk. Hasil analisis univariat menunjukan bahwa terdapat sel yang kosong yaitu


(63)

pada kategori buruk sehingga variabel yang ada harus direduksi menjadi dua kategori yaitu baik dan cukup.

Tabel 4.6 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kategori Terhadap Persepsi Koordinator Pengerak JPKM di Kab. Banjarnegara Tahun 2010

Persepsi Koordinator Frekuensi Prosentase (%)

(1) (2) (3)

Baik 60 82,2

Cukup 13 17,8

Jumlah 73 100

Sumber : Data Primer Terolah Tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa hampr seluruh responden (82,2 %) memiliki persepsi yang baik mengenai adanya program JPKM dan (17,8 %) memiliki persepsi yang cukup mengenai adanya program JPKM. Persepsi Koordinator Penggerak JPKM Desa di Kabupaten Banjarnegara tahun 2010 tentang program JPKM di gambarkan dengan diagram batang (Gambar 4.4).

4.3.3 Motivasi Koordinator Penggerak JPKM Desa

Motivasi Koordinator Penggerak JPKM Desa yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup keikhlasan dalam bekerja, kepercayaan dan dukungan yang diberikan, serta kesulitan yang dihadapi selama bertugas yang kesemuanya dikelompokan


(64)

menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Distribusi frekuensi untuk variabel motivasi Koordinator Penggerak JPKM Desa dapat dilihat pada tabel. Tabel 4.7 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kategori Terhadap Motivasi Koordinator Pengerak JPKM di Kab. Banjarnegara Tahun 2010

Motivasi Koordinator Frekuensi Prosentase (%)

(1) (2) (3)

Tinggi 28 38,4

Sedang 43 58,9

Rendah 2 2,7

Jumlah 73 100

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (58,9%) memiliki motivasi yang sedang dalam menjalankan tugas, 38,4 % memiliki motivasi yang tinggi dalam menjalankan tugas, dan 2,7 % memiliki motivasi yang rendah dalam menjalankan tugas. Motivasi Koordinator Penggerak JPKM Desa di Kabupaten Banjarnegara tahun 2010 di gambarkan dengan diagram batang (Gambar 4.5).

Gambar 4.5 Distribusi Motivasi Responden 4.3.4 Kepemimpinan Atasan

Kepemimpinan atasan dalam penelitian ini meliputi pandangan responden berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki pemimin yang meliputi kemampuan


(65)

berkoordinasi, berkomunikasi, monitoring, evaluasi dan kesempatan untuk sharing yang dikelompokan menjadi tiga kategori yaitu baik, cukup, dan buruk. Distribusi frekuensi untuk variabel kepemimpinan yang dilakukan berdasarkan kategori dapat dilihat pada tabel.

Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kategori Terhadap Kepemimpinan Atasan pada Koordinator Pengerak JPKM di Kab. Banjarnegara Tahun 2010

Kepemimpinan yang Dialakukan

Frekuensi Prosentase (%)

(1) (2) (3)

Baik 2 2,7

Cukup 58 79,5

Buruk 13 17,8

Jumlah 20 100

Sumber : Data Primer Terolah Tahun 2010

Berdasarkan tabel 4.8 Sebagian besar responden (79,5%) menyatakan kepemimpinan yang dilakukan adalah cukup, 17,8% menyatakan bahwa kepemimpinan yang dilakukan adalah buruk, dan 2,7 % menyatakan kepemimpinan yang dilakukan adalah baik. Kepemimpinan atasan pada Koordinator Penggerak JPKM Desa di Kabupaten Banjarnegara tahun 2010 di gambarkan dengan diagram batang (Gambar 4.6).


(1)

Crosstabs

Kepemimpinan yang dilakukan * Kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa Crosstabulation Kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa

Total Buruk Cukup Baik

Kepemimpinan yang dilakukan

Buruk Count 3 8 2 13

Expected Count .7 9.1 3.2 13.0 % within

Kepemimpinan yang dilakukan

23.1% 61.5% 15.4% 100.0%

Cukup Count 0 42 16 58

Expected Count 3.2 40.5 14.3 58.0 % within

Kepemimpinan yang dilakukan

.0% 72.4% 27.6% 100.0%

Baik Count 1 1 0 2

Expected Count .1 1.4 .5 2.0

% within

Kepemimpinan yang dilakukan

50.0% 50.0% .0% 100.0%

Total Count 4 51 18 73

Expected Count 4.0 51.0 18.0 73.0 % within

Kepemimpinan yang dilakukan

5.5% 69.9% 24.7% 100.0%

Nonparametric Correlations

Correlations Kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa Kepemimpinan yang dilakukan Spearman's rho Kinerja Koordinator

Penggerak JPKM Desa

Correlation Coefficient 1.000 .135 Sig. (2-tailed) . .255

N 73 73

Kepemimpinan yang dilakukan

Correlation Coefficient .135 1.000 Sig. (2-tailed) .255 .


(2)

Crosstabs

Imbalan yang diberikan * Kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa Crosstabulation Kinerja Koordinator Penggerak JPKM

Desa

Total Buruk Cukup Baik

Imbalan yang diberikan

Buruk Count 1 4 0 5

Expected Count .3 3.5 1.2 5.0

% within Imbalan yang diberikan

20.0% 80.0% .0% 100.0%

Cukup Count 3 43 17 63

Expected Count 3.5 44.0 15.5 63.0 % within Imbalan yang

diberikan

4.8% 68.3% 27.0% 100.0%

Baik Count 0 4 1 5

Expected Count .3 3.5 1.2 5.0

% within Imbalan yang diberikan

.0% 80.0% 20.0% 100.0%

Total Count 4 51 18 73

Expected Count 4.0 51.0 18.0 73.0 % within Imbalan yang

diberikan

5.5% 69.9% 24.7% 100.0%

Nonparametric Correlations

Correlations Kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa Imbalan yang diberikan Spearman's rho Kinerja Koordinator

Penggerak JPKM Desa

Correlation Coefficient 1.000 .136 Sig. (2-tailed) . .252

N 73 73

Imbalan yang diberikan Correlation Coefficient .136 1.000 Sig. (2-tailed) .252 .


(3)

Frequency Table

Kemampuan Koordinator Penggerak JPKM Desa Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Buruk 31 42.5 42.5 42.5

Cukup 42 57.5 57.5 100.0

Total 73 100.0 100.0

Persepsi Koordinator Pengerak JPKM Desa tentang JPKM Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Cukup 13 17.8 17.8 17.8

Baik 60 82.2 82.2 100.0

Total 73 100.0 100.0

Motivasi Koordinator Penggerak JPKM Desa Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Buruk 2 2.7 2.7 2.7

Cukup 43 58.9 58.9 61.6

Baik 28 38.4 38.4 100.0

Total 73 100.0 100.0

Kepemimpinan yang dilakukan Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Buruk 13 17.8 17.8 17.8

Cukup 58 79.5 79.5 97.3

Baik 2 2.7 2.7 100.0

Total 73 100.0 100.0

Imbalan yang diberikan Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Buruk 5 6.8 6.8 6.8

Cukup 63 86.3 86.3 93.2

Baik 5 6.8 6.8 100.0


(4)

Kinerja Koordinator Penggerak JPKM Desa Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Buruk 4 5.5 5.5 5.5

Cukup 51 69.9 69.9 75.3

Baik 18 24.7 24.7 100.0


(5)

Dokumentasi

Dokumentasi 1

Pengisisan kuesioner

Dokumentasi 2

Pengisian Kuesioner


(6)

Dokumentasi 3

Pengisian Kuesioner

Dokumentasi 4

Pengsisian Kuesioner


Dokumen yang terkait

Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) Menuju Kepesertaan Semesta (Universal Coverage) Di Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah

0 32 8

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEIKUTSERTAAN MASYARAKAT DALAM JAMINAN KESEHATAN Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keikutsertaan Masyarakat Dalam Jaminan Kesehatan Nasional Di Desa Tegalsari Kabupaten Ponorogo.

0 6 15

SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEIKUTSERTAAN Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keikutsertaan Masyarakat Dalam Jaminan Kesehatan Nasional Di Desa Tegalsari Kabupaten Ponorogo.

0 2 14

PENDAHULUAN Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keikutsertaan Masyarakat Dalam Jaminan Kesehatan Nasional Di Desa Tegalsari Kabupaten Ponorogo.

1 9 8

DAFTAR PUSTAKA Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keikutsertaan Masyarakat Dalam Jaminan Kesehatan Nasional Di Desa Tegalsari Kabupaten Ponorogo.

0 8 4

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat ( Jpkm) : Strategi Aksesitas Pelayanan Kesehatan Di Masa Depan.

0 0 9

PERANAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT (JPKM) DALAM RANGKA MENINGKATKAN KESEHATAN MASYARAKAT (Studi Kasus Pada Masyarakat Di Desa Selaganggeng Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga).

0 0 94

(ABSTRAK) FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA KOORDINATOR PENGGERAK JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT (JPKM) DESA DI KABUPATEN BANJARNEGARA.

0 0 3

TAP.COM - FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU ... 9801 22014 1 SM

0 1 13

18376 ID analisis faktor faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan senam hamil di wilaya

0 0 9