Aspek operasional Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) Menuju Kepesertaan Semesta (Universal Coverage) Di Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah

Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat 158–165 Budi Aji dan Eri Wahyuningsih 160 Setelah pelaksanaan program JPKMM oleh pemerintah pusat dengan menunjuk PT Askes sebagai pelaksana kegiatan untuk mengelola asuransi kesehatan untuk penduduk miskin di seluruh Indonesia, hal tersebut juga berdampak pada pelaksanaan JPKM di Kabupaten Purbalingga tidak terkecuali. Peserta gakin pada program JPKM yang tadinya dikelola dan menjadi tanggung jawab Pemkab Purbalingga setelah pelaksanaan program JPKMM menjadi tanggungan pemerintah pusat dan kepesertaannya di bawah program JPKMM dengan skema benefit pelayanan kesehatannya disesuaikan dengan program yang baru tersebut. Sehingga saat ini program JPKM di Kabupaten Purbalingga terjadi kekurangan jumlah pesertanya sebagai konsekuensi adanya program JPKMM tersebut. Proyeksi Lingkungan Tersusunnya Undang-Undang UU Sistem Jaminan Sosial Nasional SJSN No. 40 Tahun 2004 merupakan suatu peluang besar bagi bangsa Indonesia dalam upaya penataan sistem pembiayaan kesehatan yang lebih ideal. Dalam UU SJSN ditetapkan bahwa akan dikembangankan asuransi kesehatan sosial yang nantinya akan mencakup seluruh penduduk di Indonesia. Keinginan untuk mengembangkan program JPKM di Kabupaten Purbalingga menuju universal coverage dengan mewajibkan semua penduduk yang belum mempunyai jaminan asuransi kesehatan menjadi peserta JPKM merupakan sesuatu yang sangat rasional dan suatu breakthrough atau terobosan yang sangat jitu untuk dapat melanggengkan program JPKM sekaligus sebagai pelopor sistem jaminan kesehatan bagi penduduk yang terutama berpekerja di sektor informal. Sebab jika dilihat dari kepesertaan JPKM di Kabupaten Purbalingga pada tahun 2006 sebanyak 40.299 Kepala Keluarga KK merupakan penduduk yang bekerja di sektor informal, menunjukkan bahwa selama ini Kabupaten Purbalingga telah sukses mengelola asuransi kesehatan bagi penduduk sektor informal. Dimana pelaksanaan asuransi kesehatan bagi pekerja sektor informal mempunyai keunikan dan kekhususan dalam penanganan pengumpulan premi dikarenakan karakteristik penghasilan yang sangat berbeda antar masing-masing peserta serta tingkat kesulitan yang tinggi dalam collecting premi dan menjaga keberlanjutan kepesertaan. Arah Pengembangan Pengembangan JPKM menuju universal coverage memerlukan rancangan yang mencakup 3 aspek yaitu aspek operasional, aspek finansial dan aspek sumber daya manusia, fasilitas dan infrastruktur. Ketiga aspek tersebut akan menjadi portofolio pengelolaan JPKM di Kabupaten Purbalingga yang mencerminkan produk dan jasa yang dihasilkan, segmen pasar serta kompetensi yang dibutuhkan oleh JPKM untuk mencapai goal universal coverage.

a. Aspek operasional

JPKM di Kabupaten Purbalingga yang telah berjalan selama 6 tahun, kepesertaan hingga tahun 2006 yang sebesar 40.299 KK masih perlu ditingkatkan jumlahnya agar hukum bilangan besar the law of the large number dapat terpenuhi sehingga mampu menciptakan subsidi silang yang bermakna diantara para peserta. Sistem managed care juga perlu diterapkan karena sistem tersebut akan dapat menyeimbangkan antara peningkatan mutu dan pengendalian biaya pelayanan kesehatan. Tahapan sebagai agenda untuk pengembangan program JPKM ke depan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Agenda untuk pengembangan program JPKM ke depan Tahun Tahapan Agenda 2007-2009 I Penetapan kebijakan, penguatan skema yang telah dilaksanakan. 2010-2012 II Pengembangan skema asuransi, kemantapan operasional badan penyelenggara dan mekanisme penyelenggaraan. 2013-2015 III Transisi dan penyesuaian dengan penyelenggaraan asuransi kesehatan sosial nasional. 2016-seterusnya IV Kemandirian sistem asuransi kesehatan sosial menuju sistem yang lebih mantap. Universitas Sumatera Utara Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat 158–165 Budi Aji dan Eri Wahyuningsih 161 Pada tahap I perlu adanya payung kebijakan yaitu adanya Perda yang merujuk pada peraturan pemerintah PP pusat mengenai asuransi kesehatan sosial nasional, perda tersebut menjadi landasan hukum penyelenggaraan program JPKM wajib. Skema benefit yang diberikan disesuaikan dengan skema benefit yang telah ada untuk memudahkan operasionalisasi dan kaitannya dengan besaran iuran untuk premi. Pada Tahap II perlu mulai dikembangkan skema benefit dan jaringan PPK yang lebih luas akan tetapi memperhatikan ability to pay ATP dan willingness to pay WTP masyarakat untuk membayar premi. Pengembangan skema benefit lebih diarahkan untuk mencakup jenis- jenis layanan yang bersifat catastrophic seperti penyakit ginjal akut dan penyakit- penyakit kronis lainnya dikarena jenis layanan ini sangat memberatkan si penderita dari sisi finansial. Pengembangan jaringan PPK yang dikontrak perlu dilaksanakan untuk meningkatkan akses ke pelayanan kesehatan seperti pengembangan konsep dokter sehat dan kontrak dengan rumah sakit swasta di Kabupaten Purbalingga public-private mix. Pengembangan mekanisme pembayaran ke PPK pun perlu dilaksanakan seperti mekanisme pembayaran dengan sistem paket, DRG ataupun global budget. Sistem pembayaran tersebut akan meningkatkan incentive bagi PPK sehingga PPK akan meningkatkan kualitas pelayanan selain itu sistem pembayaran tersebut sebagai upaya cost containment inflasi biaya pelayanan kesehatan. Tahap III merupakan tahap penyesuaian terhadap kebijakan nasional asuransi kesehatan sosial. Ada 2 skenario yang perlu dipersiapkan sebagai antisipasi yaitu pertama, jika kebijakan asuransi kesehatan sosial bisa mandiri di tiap-tiap kabupaten maka program JPKM yang sudah ada bisa tetap berjalan sesuai dengan perkembangan di tahap II. Akan tetapi dari sisi portabilitas, jaringan PPK hingga top referal tingkat nasional dan hukum bilangan besar, skenario ini kurang ideal untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih komprehensif. Skenario yang kedua yaitu penyesuaian untuk melebur menjadi satu pooling asuransi kesehatan nasional. Kondisi ini akan memenuhi 3 kriteria diatas, akan tetapi bukan berarti bahwa fungsi di tingkat kabupaten berhenti namun peran daerah seperti halnya subsidi premi untuk strata II, kegiatan safe guarding, verifikasi kepesertaan kaitannya dengan status ekonomi serta pembuatan kebijakan terhadap sistem pelayanan kesehatan healthcare delivery system daerah yang mendukung program asuransi kesehatan nasional sangatlah diperlukan. Tahap IV sebagai tahap kemandirian dari program yang ada baik skenario pertama maupun kedua pada tahap III. Tahap ini mencerminkan stabilitas sistem dan pengembangan-pengembangan yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat.

b. Aspek finansial