Pakpak Shakai No Merbayo Kekkon Shiki No Dankai

(1)

PAKPAK SHAKAI NO MERBAYO KEKKON

SHIKI NO DANKAI

KERTAS KARYA

Dikerjakan

O L E H

SARIFAH HELWINDA PASARIBU

NIM : 062203073

Dosen Pembimbing Dosen Pembaca

Drs. Amin Sihombing. Drs. Nandi S

NIP.131 945 676 NIP.131 763 366

Kertas karya ini diajukan kepada Panitia Ujian

Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas Sastra USU Medan Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III

Dalam Bidang Studi Bahasa Jepang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG

MEDAN 2009


(2)

PAKPAK SHAKAI NO MERBAYO KEKKON

SHIKI NO DANKAI

KERTAS KARYA

Dikerjakan

O L E H

SARIFAH HELWINDA PASARIBU

NIM : 062203073

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG

MEDAN 2009


(3)

Disetujui Oleh :

Program Diploma Sastra dan Budaya Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi D3 Bahasa Jepang Ketua,

Adriana Hasibuan,S.S., M,Hum. NIP. 131 662 152


(4)

PENGESAHAN

Diterima Oleh :

Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya

Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Diploma III Bidang Studi Bahasa Jepang.

Pada :

Tanggal :

Hari :

Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D. NIP. 132 098 531

Panitia :

No Nama Tanda Tangan

1. Adriana Hasibuan,S.S.,M.Hum. (...) 2. Drs. Amin Sihombing. (...) 3. Drs. Nandi S. (...)


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘alamin. Tiada kata yang layak Penulis ucapkan selain segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberi anugerah dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi dan kertas karya ini untuk melengkapi syarat mencapai gelar Ahli Madya pada Universitas Sumatera Utara. Adapun judul kertas karya ini ” PAKPAK SHAKAI NO MERBAYO

KEKKON SHIKIN NO DANKAI”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa kertas karya ini tidak akan lepas dari kekurangan dan kelemahan, baik dari segi penyajian kalimat, penguraian materi dan pembahasan masalah. Karenanya penulis dengan tulus hati mengharapkan segala saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan kertas karya ini.

Dalam kertas karya ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak yang cukup bernilai harganya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Adriana hasibuan, S.S., M.Hum, selaku Ketua Jurusan Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Amin Sihombing, selaku Dosen Pembimbing yang dengan ikhlas meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sampai kertas karya ini dapat diselesaikan.


(6)

5. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

6. Teristimewa kepada ayahanda dan ibunda tercinta yang selama ini memberikan dukungan baik moral maupun materil sampai studi saya ini selesai.

7. Buat saudara saya abang, kakak serta adik-adik saya yang selalu memberikan dukungan kepada saya.

8. Buat Yahya terima kasih atas dukungannya selama ini. 9. Buat k’Leli terima kasih atas bantuannya.

10.Buat Agnes, Alya, Lily, Juli, Syafna serta semua teman-teman jurusan Bahasa Jepang yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu terima kasih atas bantuannya.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih untuk semua bantuan dan dukungannya selama ini. Mudah-mudahan kertas karya ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2009

Penulis,

SARIFAH HELWINDA PASARIBU


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judul... 1

1.2. Tujuan Penulisan... 1

1.3. Batasan Masalah ... 2

1.4. Metode Penulisan ... 2

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT PAKPAK 2.1. Letak Geografis... 3

2.2. Penduduk... 3

2.3. Mata Pencaharian ... 4

2.4. Agama dan Kepercayaan ... 4

BAB III TAHAPAN UPACARA MERBAYO PERKAWINAN MASYARAKAT PAKPAK 3.1. Mangririt, Mangindangi (meminang)... 5

3.2. Mersiberen tanda burju (tukar cincin)... 6

3.3. Menglolo atau mengkata utang (menentukan mas kawin)... 6

3.4. Muat nakan peradupen (berunding) ... 8

3.5. Tangis berru pangiren (tangisan calon pengantin perempuan) ... 9

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan ... 12

4.2. Saran... 12


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Alasan Pemilihan Judul

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari bermacam-macam suku, seni, budaya, adat istiadat, upacara perkawinan dan bahasa daerah yang berbeda.Suku Pakpak adalah salah satu suku yang terdapat di Indonesia. Sama seperti suku lainnya Pakpak juga memiliki upacara perkawinan tersendiri dan berbeda dengan upacara perkawinann suku lainnya.

Pakpak mempunyai beberapa macam bentuk upacara perkawinan yaitu

merbayo atau sitari-tari, sohom-sohom,menama, mengrampas, mencukung,

mengeke, mengalih. Penulis tertarik untuk membahas upacara perkawinan

merbayo atau sitari-tari dalam kertas karya ini dengan judul “ TAHAPAN

UPACARA MERBAYO PERKAWINAN MASYARAKAT PAKPAK”.

Karena merbayo merupakan perkawinan yang ideal bagi masyarakat Pakpak.

1.2.Tujuan Penulisan

1. Untuk memperkenalkan tentang upacara perkawinan merbayo kepada masyarakat dan rekan-rekan mahasiswa dan untuk mengangkat nilai kebudayaan Pakpak.

2. untuk menambah wawasan Penulis sendiri tentang upacara perkawinan


(9)

3. untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dari Program Diploma III jurusan Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

1.3.Batasan Masalah

Dalam kertas karya ini penulis hanya membahas tentang gambaran umum masyarakat Pakpak dan mengenai tahapan-tahapan upacara merbayo perkawinan masyarakat Pakpak.

1.4.Metode Penulisan

Untuk penulisan kertas karya ini Penulis menggunakan metode kepustakaan. Yaitu metode mengumpulkan data atau informasi dengan membaca dan mencari bahan-bahan referensi yang berhubungan dengan tema kertas karya ini.

Data-data tersebut dianalisa dan diringkas ke setiap Bab dan sub Bab karya tulis ini.


(10)

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT PAKPAK

2.1. Letak Geografis

Kabupaten Pakpak Dairi adalah daerah yang terdapat di kabupaten Dairi, provinsi Sumatera Utara.Berada pada garis 20-30 LU dan 900-980 BT. Disebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Dairi, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir dan Dairi, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh dan Tapanuli Tengah.

Kabupaten Pakpak berada pada ketinggian 300-1500m diatas permukaan laut. Wilayah Pakpak tersebar di 8 kecamatan yaitu kecamatan Salak, kecamatan Kerajaan, kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, kecamatan Sitellu Urang Julu, kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut, kecamatan Siempat rube dan kecamatan Pagindar dengan luas lebih kurang 1.223.130 km persegi. Kabupaten Pakpak didominasi pegunungan, memiliki panorama alam yang indah dan cocok dikembangkan untuk pariwisata.

2.2. Penduduk

Penduduk di wilayah Pakpak hampir 90% beretnis Pakpak. Secara historis kabupaten Dairi merupakan wilayah dominan suku Pakpak. Namun jika dilihat dari segi perbandingan jumlah penduduk, maka Dairi lebih cenderung didominasi oleh suku pendatang seperti Batak Toba, Simalungun, Karo dan lain-lain.


(11)

Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2002 jumlah penduduk Pakpak 1.154.968 jiwa.

2.3. Mata Pencaharian

Daerah yang berjarak 110 km disebelah barat daya kota Medan ini sebagian besar penduduknya bercocok tanam. Pada daerah subur dan tinggi banyak yang menanam kopi dan sayur mayur. Adapun mata pencaharian penduduk lain adalah wiraswasta, karyawan pemerintah daerah dan swasta.

2.4. Agama dan Kepercayaan

Masyarakat Pakpak memeluk agama Kristen, Katolik dan Islam. Tetapi dapat dikatakan bahwa suku Pakpak pada umumnya menganut agama Kristen.

Walaupun pada umumnya Pakpak menganut agama kristen, namun kepercayaan roh-roh masih berlaku. Masyarakat pakpak masih percaya dengan arwah leluhur dan makhluk-makhluk halus. Mereka percaya makhluk-makhluk halus dapat memberi kebahagian dan keselamatan.


(12)

BAB III

TAHAPAN UPACARA MERBAYO PERKAWINAN MASYARAKAT PAKPAK

Upacara adat perkawinan yang ideal bagi masyarakat Pakpak adalah

merbayo. Pada jaman dulu bentuk perkawinan seperti ini harus diiringi dengan

musik tradisional.

3.1. Mengririt, Mengindangi (meminang)

Mengririt (meminang) berasal dari kata ririt, artinya seorang pemuda dan

kerabatnya terlebih dahulu meneliti seorang gadis yang akan dinikahi.

Mengindangi berasal dari kata indang yang artinya melihat secara langsung

bagaimana watak dan kepribadian sigadis. Untuk mengetahui sifat tersebut, waktu dulu lama mengririt cukup lama yaitu 1-5 tahun.

Perkenalan mereka biasanya dengan cara menggunakan alat atau benda yang memiliki arti simbolis. Misalnya: laki-laki meletakkan sisir dimana gadis yang diinginkan tersebut biasa melintas. Atau memberikan sesuatu benda melalui seorang janda. Hal-hal seperti inilah yang sering dilakukan selama proses

mengririt.

Dalam konteks saat ini mengririt bisa diidentikkan sebagai pacaran. Arena mengririt adalah :

1. pada saat ada upacara-upacara 2. pada saat menanam padi ( sawah )


(13)

biasanya pemilik ladang akan mengundang para muda-mudi untuk turut serta, baik untuk menyediakan lauk pauk maupun pengerjaan menanam padi.

3. Pasar, pada hari pekan setiap sekali seminggu di kota kecamatan atau di desa-desa tertentu

4. di rumah seorang janda

3.2. Marsiberen tanda burju (tukar cincin)

Dalam tahap ini peranan pihak ketiga tetap penting. Pada saat tukar cincin dilakukan pertukaran barang berupa cincin atau kain dan lain-lain. Disaksikan masing-masing pihak gadis dan pihak laki-laki. Biasanya saksi dari pihak si gadis adalah bibinya sedangkan saksi dari pihak laki-laki adalah yang satu marga.Kadang-kadang tukar cincin diakhiri dengan membuat ikrar yang disebut

merbulaban. Selesai tukar cincin maka baik saksi laki-laki maupun saksi

perempuan langsung memberitahukan kesepakatan tersebut kepada kedua orang tua masing-masing.

3.3. Menglolo atau mengkata utang (menentukan mas kawin)

Tahap selanjutnya adalah menglolo atau mengkata utang (menentukan mas kawin). Perwakilan yang datang untuk mengkata utang disebut penglolo (pengkata utang). Sebelum pengkata utang datang ke rumah calon pengantin perempuan terlebih dahulu orang tua calon pengantin perempuan mengundang keluarga dekat. Untuk menyampaikan akan datangnya perwakilan pengkata utang


(14)

dari calon pengantin laki-laki. Informasi ini diperoleh berdasarkan laporan dari bibi gadis. Mereka yang diundang terdiri dari berru mbelen (kerabat penerima gadis), sinina (kelompok semarga dan saudara sepupu) dan para pengkaing (yang berhak menerima mas kawin ), untuk menjelaskan kepada para kerabat apa-apa yang perlu diminta sebagai mas kawin.

Saat itu juga dipilih seorang juru bicara (persinabul) dari pihak perempuan. Sebagai tanda keseriusan kepadanya diberikan beras dan seekor ayam. Orang yang dipilih biasanya adalah dari kerabat semarga yang paham adat. Inilah yang disebut dengan persinabul.

Ada 2 hal yang dilakukan seorang persinabul yaitu

1. menanyakan kepada orang tua calon pengantin laki-laki, benda-benda apa saja yang akan diberikan sebagai mas kawin.

2. mencari informasi mengenai si gadis dalam masyarakat.

Kelompok yang akan berangkat kerumah keluarga perempuan adalah

penglolo (pengkata utang) dari pihak laki-laki. Ditambah anggota kerabat yang

bertanggung jawab membayar mas kawin kepada keluarga si gadis. Kedatangan rombongan kerabat pemuda telah diberitahukan sebelumnya, sehingga keluarga si gadis telah mempersiapkan makanan dengan lauk ayam untuk dimakan bersama.

Sebelum makan, maka ayam yang telah disiapkan tersebut diserahkan kepada pihak juru bicara dari pihak laki-laki. Selesai makan, juru bicara dari pihak gadis memulai pembicaraan sambil menanyakan tujuan atas kedatangan utusan kerabat laki-laki.


(15)

Pembicaraan dilanjutkan secara lebih rinci tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Ada beberapa hal yang dibicarakan dan diputuskan antara kedua belah pihak (pihak laki-laki dan perempuan). Antara lain mengenai mas kawin, hari pelaksaan dan masalah teknis lainnya. Sebagai akhir pembicaraan maka semua telah diputuskan diikat dengan suatu simbol yang disebut

pengkelcing. Pengkelcing merupakan pemberian uang secara langsung dari juru

bicara pihak calon pengantin laki-laki kepada juru bicara bicar pihak calon pengantin perempuan.

Dilanjutkan dengan pembayaran pago-pago (uang saksi) sebagai tanda kesepakatan. Namun sebelum uang saksi dibagikan, juru bicara dari pihak laki-laki menyerahkan sebagian mas kawin (panjar) kepada juru bicara pihak perempuan. Mas kawin diletakkan diatas piring dan disertai sehelai kain sarung. Kemudian diserahkan kepada orang tua sigadis. Pada waktu pihak laki-laki pulang, maka keluarga calon pengantin perempuan mempersiapkan seekor ayam hidup, beras dan tikar untuk dibawa kerumah keluarga laki-laki. Ayam hidup ini mengisyaratkan bahwa utusan pihak laki-laki telah berhasil meminang calon menantunya.

3.4. Muat nakan peradupen (berunding)

Menjelang hari pelaksanaan upacara kedua belah pihak disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Mempersiapkan semua yang berhubungan dengan upacara. Pihak laki-laki misalnya mengundang kerabat terutama berru (kerabat penerima gadis) dan sinina (kelompok semarga dan saudara sepupu) untuk makan


(16)

bersama. Mengadakan perundingan khusus yang menyangkut dana dan pihak yang harus bertanggung jawab kepada keluarga sigadis.

Kegiatan ini dipimpin juru bicara yang ditunjuk oleh pelaksana utama pesta. Setelah acara makan bersama juru bicara akan memimpin dengan memberitahukan tujuan undangan tersebut. Untuk itu dituntut hak dan kewajiban dari kerabat calon pengantin laki-laki yang diundang, supaya sama-sama menanggulanginya. Kesediaan undangan lainnya untuk membantu secara material dan menyumbang tenaga, serta masalah teknis lainnya.

3.5. Tangis berru pangiren (tangisan calon pengantin perempuan)

Sehari setelah utusan pihak laki-laki pulang, maka ibu calon pengantin perempuan memberikan makanan kepada calon pengantin (anak gadisnya) secara khusus dengan memotong seekor ayam. Pada waktu menyerahkan makanan tersebut ibu sigadis berkata: “inilah putriku kuberikan makanan ini sebagai bukti bahwa kami telah menerima mas kawinmu dari orang yang mencintaimu, untuk itu makanlah”. Adakalanya pada waktu si ibu menyampaikan tujuan pemberian makanan tersebut, si gadis langsung menangis dan mengatakan : “ telah bosan ibuku memberi makan putrinya atau lebih berharga uang orang lain daripada putrinya”.

Makanan tersebut sering juga disebut nakan pengendo tangis (makanan untuk dapat menangis). Setelah pamit kepada orang tuanya, calon pengantin perempuan didampingi seorang wanita yang disebut rading berru (pendamping pengantin wanita). Tujuannya untuk mengunjungi sekaligus pamitan kepada


(17)

semua kerabat dekat lainnya. Kerabat yang dikunjungi wajib memberi makan dan memberi hadiah seperti emas atau perak dan pakaian serta memberi nasehat.

Setelah tiba hari perkawinan, kerabat laki-laki berangkat kerumah pengantin perempuan. Sampai dihalaman, pihak pengantin perempuan berdiri di depan pintu. Keluarga pengantin perempuan berdiri paling depan sambil menjunjung piring berisi beras. Di depan pintu rumah telah diletakkan bara api yang harus di langkahi rombongan. Makna api tersebut adalah untuk menghangatkan jiwa para kerabat pengantin laki-laki.

Juru bicara dari pihak pengantin perempuan memandu acara dihalaman menjelang memasuki rumah orang tua pengantin perempuan. Setelah rombongan memasuki rumah, maka pihak pengantin perempuan dan pihak berru mbelen menyiramkan beras. Selanjutnya pihak kerabat pengantin laki-laki menyerahkan oleh-oleh. Yaitu makanan yang lauknya terdiri dari ayam yang telah dipotong-potong sesuai ketentuan. Lauk tersebut dibungkus dengan daun. Dari bentuk dan potongan ayam tersebut dapat diketahui berapa malam nantinya pengantin tinggal dirumah orang tua perempuan setelah selesai pesta.

Pihak pengantin perempuan kemudian menyerahkan makanan berupa

pinahpah (padi yang dipipihkan), nditak (tepung beras), pisang dan tebu. Acara

ini disebut merdohom, biasanya ditanyakan juga berapa makanan yang telah disediakan. Setelah acara merdohom dilanjutkan adat kawin.

Kemudian ibu pengantin perempuan memberikan pengantin makan. Kemudian penyelesaian utang adat. Pertama yang dilakukan adalah membentangkan tikar oleh ibu pengantin perempuan untuk diduduki juru bicara


(18)

pihak pengantin laki-laki. Maksudnya agar saat pembayaran utang adat, juru bicara dapat berlaku adil.Biasanya sebelum menerima mas kawin, ibu pengantin perempuan mengajukan permintaan khusus berupa emas. Besarnya tergantung kepada kemampuan pihak orang tua laki-laki.

Pada saat menerima mas kawin ibu pengantin perempuan berdiri sambil menyiramkan beras dari piring keatas kepala pengantin dan seluruh keluarga laki-laki. Saat penerimaan mas kawin tersebut orang tua pengantin perempuan berdiri bersama-sama dengan semua keluarga dekat sambil menyampaikan kata-kata melalui pantun.

Selesai pesta, malam harinya pengantin perempuan diantar oleh bibi pengantin laki-laki dan beberapa orang teman pengantin perempuan ketempat pelaminannya. Sedangkan pengantin laki-laki biasanya selesai pesta berada dirumah orang lain. Kemudian beberapa orang pemudi pergi memanggil pengantin laki-laki, seolah-olah ada sesuatu yang penting dan diajak masuk kekamar pengantin perempuan. Setelah suasananya akrab, tiba-tiba mereka meninggalkan pengantin berdua di kamar dan menguncinya dari luar. Apabila tahap ini selesai maka pekawinan kedua pengantin telah dianggap sah oleh adat.


(19)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

1. Dalam pelaksanaan perkawinan masyarakat Pakpak, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Yaitu : mengririt (meminang),

marsiberen tanda burju (tukar cincin), menglolo atau mengkata utang

(menentukan mas kawin), muat nakan peradupen (berunding), dan

tangis berru pangiren (tangisan calon pengantin perempuan).

2. Perkawinan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan dalam pelaksanaan upacara adat memegang peranan yang sangat penting juga bagi masyarakat Pakpak.

3. Kegiatan yang unik dalam perkawinan ini adalah mengririt yaitu diutusnya salah seorang kerabat dari pihak laki-laki untuk memata-matai calon pengantin perempuan.

4. Memilih juru bicara (persinabul) dalam kegiatan sebelum perkawinan adalah kegiatan yang sangat penting.

4.2. Saran

1. penulis menyarankan upacara perkawinan masyarakat Pakpak tetap dipertahankan dan terus dilaksanakan dalam kehidupan sosial masyarakat Pakpak agar tidak hilang ciri khas masyarakat Pakpak.


(20)

2. penulis juga menyarankan kepada generasi muda Pakpak agar mengetahui dan mencintai adat perkawinan masyarakat Pakpak, sekaligus mempertahankan aadat perkawinan dalam masyarakat Pakpak


(21)

DAFTAR PUSTAKA

1. Berutu, Tandak dan Lister Berutu. 2002. Adat dan tata cara perkawinan

masyarakat Pakpak. Medan : Monora

2. Berutu, Lister dan Nurbani Padang. 1998. Tradisi dan perubahan konteks

masyarakat Pakpak. Medan : Monora

3. Berutu, Tandak. 1998. Upacara dalam masyarakat Pakpak. Medan : MonoraS


(1)

bersama. Mengadakan perundingan khusus yang menyangkut dana dan pihak yang harus bertanggung jawab kepada keluarga sigadis.

Kegiatan ini dipimpin juru bicara yang ditunjuk oleh pelaksana utama pesta. Setelah acara makan bersama juru bicara akan memimpin dengan memberitahukan tujuan undangan tersebut. Untuk itu dituntut hak dan kewajiban dari kerabat calon pengantin laki-laki yang diundang, supaya sama-sama menanggulanginya. Kesediaan undangan lainnya untuk membantu secara material dan menyumbang tenaga, serta masalah teknis lainnya.

3.5. Tangis berru pangiren (tangisan calon pengantin perempuan)

Sehari setelah utusan pihak laki-laki pulang, maka ibu calon pengantin perempuan memberikan makanan kepada calon pengantin (anak gadisnya) secara khusus dengan memotong seekor ayam. Pada waktu menyerahkan makanan tersebut ibu sigadis berkata: “inilah putriku kuberikan makanan ini sebagai bukti bahwa kami telah menerima mas kawinmu dari orang yang mencintaimu, untuk itu makanlah”. Adakalanya pada waktu si ibu menyampaikan tujuan pemberian makanan tersebut, si gadis langsung menangis dan mengatakan : “ telah bosan ibuku memberi makan putrinya atau lebih berharga uang orang lain daripada putrinya”.

Makanan tersebut sering juga disebut nakan pengendo tangis (makanan untuk dapat menangis). Setelah pamit kepada orang tuanya, calon pengantin perempuan didampingi seorang wanita yang disebut rading berru (pendamping pengantin wanita). Tujuannya untuk mengunjungi sekaligus pamitan kepada


(2)

semua kerabat dekat lainnya. Kerabat yang dikunjungi wajib memberi makan dan memberi hadiah seperti emas atau perak dan pakaian serta memberi nasehat.

Setelah tiba hari perkawinan, kerabat laki-laki berangkat kerumah pengantin perempuan. Sampai dihalaman, pihak pengantin perempuan berdiri di depan pintu. Keluarga pengantin perempuan berdiri paling depan sambil menjunjung piring berisi beras. Di depan pintu rumah telah diletakkan bara api yang harus di langkahi rombongan. Makna api tersebut adalah untuk menghangatkan jiwa para kerabat pengantin laki-laki.

Juru bicara dari pihak pengantin perempuan memandu acara dihalaman menjelang memasuki rumah orang tua pengantin perempuan. Setelah rombongan memasuki rumah, maka pihak pengantin perempuan dan pihak berru mbelen menyiramkan beras. Selanjutnya pihak kerabat pengantin laki-laki menyerahkan oleh-oleh. Yaitu makanan yang lauknya terdiri dari ayam yang telah dipotong-potong sesuai ketentuan. Lauk tersebut dibungkus dengan daun. Dari bentuk dan potongan ayam tersebut dapat diketahui berapa malam nantinya pengantin tinggal dirumah orang tua perempuan setelah selesai pesta.

Pihak pengantin perempuan kemudian menyerahkan makanan berupa

pinahpah (padi yang dipipihkan), nditak (tepung beras), pisang dan tebu. Acara

ini disebut merdohom, biasanya ditanyakan juga berapa makanan yang telah disediakan. Setelah acara merdohom dilanjutkan adat kawin.

Kemudian ibu pengantin perempuan memberikan pengantin makan. Kemudian penyelesaian utang adat. Pertama yang dilakukan adalah membentangkan tikar oleh ibu pengantin perempuan untuk diduduki juru bicara


(3)

pihak pengantin laki-laki. Maksudnya agar saat pembayaran utang adat, juru bicara dapat berlaku adil.Biasanya sebelum menerima mas kawin, ibu pengantin perempuan mengajukan permintaan khusus berupa emas. Besarnya tergantung kepada kemampuan pihak orang tua laki-laki.

Pada saat menerima mas kawin ibu pengantin perempuan berdiri sambil menyiramkan beras dari piring keatas kepala pengantin dan seluruh keluarga laki-laki. Saat penerimaan mas kawin tersebut orang tua pengantin perempuan berdiri bersama-sama dengan semua keluarga dekat sambil menyampaikan kata-kata melalui pantun.

Selesai pesta, malam harinya pengantin perempuan diantar oleh bibi pengantin laki-laki dan beberapa orang teman pengantin perempuan ketempat pelaminannya. Sedangkan pengantin laki-laki biasanya selesai pesta berada dirumah orang lain. Kemudian beberapa orang pemudi pergi memanggil pengantin laki-laki, seolah-olah ada sesuatu yang penting dan diajak masuk kekamar pengantin perempuan. Setelah suasananya akrab, tiba-tiba mereka meninggalkan pengantin berdua di kamar dan menguncinya dari luar. Apabila tahap ini selesai maka pekawinan kedua pengantin telah dianggap sah oleh adat.


(4)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

1. Dalam pelaksanaan perkawinan masyarakat Pakpak, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Yaitu : mengririt (meminang),

marsiberen tanda burju (tukar cincin), menglolo atau mengkata utang

(menentukan mas kawin), muat nakan peradupen (berunding), dan

tangis berru pangiren (tangisan calon pengantin perempuan).

2. Perkawinan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan dalam pelaksanaan upacara adat memegang peranan yang sangat penting juga bagi masyarakat Pakpak.

3. Kegiatan yang unik dalam perkawinan ini adalah mengririt yaitu diutusnya salah seorang kerabat dari pihak laki-laki untuk memata-matai calon pengantin perempuan.

4. Memilih juru bicara (persinabul) dalam kegiatan sebelum perkawinan adalah kegiatan yang sangat penting.

4.2. Saran

1. penulis menyarankan upacara perkawinan masyarakat Pakpak tetap dipertahankan dan terus dilaksanakan dalam kehidupan sosial masyarakat Pakpak agar tidak hilang ciri khas masyarakat Pakpak.


(5)

2. penulis juga menyarankan kepada generasi muda Pakpak agar mengetahui dan mencintai adat perkawinan masyarakat Pakpak, sekaligus mempertahankan aadat perkawinan dalam masyarakat Pakpak


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Berutu, Tandak dan Lister Berutu. 2002. Adat dan tata cara perkawinan

masyarakat Pakpak. Medan : Monora

2. Berutu, Lister dan Nurbani Padang. 1998. Tradisi dan perubahan konteks

masyarakat Pakpak. Medan : Monora

3. Berutu, Tandak. 1998. Upacara dalam masyarakat Pakpak. Medan : MonoraS