Kajian Pemanfaatan Rotan Di Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan

(1)

KAJIAN PEMANFAATAN ROTAN DI KECAMATAN DOLOKSANGGUL, KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

Esra Ariance Tambunan 051201048

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KAJIAN PEMANFAATAN ROTAN DI KECAMATAN DOLOKSANGGUL, KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

SKRIPSI

Oleh :

Esra Ariance Tambunan 051201048

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

KAJIAN PEMANFAATAN ROTAN DI KECAMATAN DOLOKSANGGUL, KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

SKRIPSI

Oleh :

Esra Ariance Tambunan 051201048 / Manajemen Hutan

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(4)

Judul Skripsi : Kajian Pemanfaatan Rotan di Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan

Nama : Esra Ariance Tambunan NIM : 051201048

Departemen : Kehutanan

P.Studi : Manajemen Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Agus Purwoko, S.Hut., M.Si Kansih Sri Hartini, S.Hut., M.P

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar M.S. Ketua Departemen Kehutanan


(5)

ABSTRAK

ESRA ARIANCE TAMBUNAN: Kajian Pemanfaatan Rotan di Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan. Dibimbing oleh AGUS PURWOKO dan KANSIH SRI HARTINI

Rotan memiliki banyak kegunaan, dikonsumsi banyak orang, dan potensi rotan terbesar terdapat di Indonesia. Masyarakat Kecamatan Doloksanggul memanfaatkan rotan sebagai salah satu sumber mata pencaharian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pemanfaatan rotan yang dilakukan masyarakat Kecamatan Doloksanggul meliputi pola pengambilan rotan, penggunaan rotan, dan teknologi pengolahan; mengetahui pendapatan masyarakat dari pemanfaatan rotan di Kecamatan Doloksanggul; dan menentukan faktor sosial ekonomi dan teknis yang berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat yang memanfaatkan rotan di Kecamatan Doloksanggul. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling.

Pola pengambilan rotan umumnya dilakukan secara individu dengan lama pengambilan satu hari, penggunaan rotan dibuat untuk dijadikan keranjang diperuntukkan untuk dijual, dan teknologi pengolahan hanya pada industri pembuatan kursi. Pendapatan rata-rata masyarakat dari pemanfaatan rotan adalah sebesar Rp. 579.967 setiap bulannya. Faktor sosial ekonomi dan teknis yang berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat adalah frekuensi pengambilan Kata Kunci: Pemanfaatan Rotan, Kecamatan Doloksanggul


(6)

ABSTRACT

ESRA ARIANCE TAMBUNAN: A Study of Utilization of Rattan in Doloksanggul District Humbang Hasundutan. Supervised by AGUS PURWOKO and KANSIH SRI HARTINI

Rattan has many uses and consumed by a lot of people. Indonesia is the biggest potential of rattan in the world. The people Doloksanggul use rattan as a source of livelihood. The purpose of this study was to determine the form that made use of rattan by the people of Doloksanggul District include making pattern of rattan, cane use, and processing technologies; to know the people income from rattan utilization in Doloksanggul District; and to determine the socio-economic and technical factors that influence the income of the people who use rattan in Doloksanggu l District. Sampling was done by purposive sampling.

Pattern-making rattan is generally done individually by taking one day old, made use of wicker baskets made to cater for sale, and processing technology at the chair-making industry. The median income for communities from the exploitation of rattan is Rp. 579 967 every month. Socio-economic and technical factors that influence the income of the people is the frequency of intake. Keywords: Utilization of Rattan, Sub Doloksanggul


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 02 Mei 1987 dari ayah Maraden Tambunan dan ibu Ratnawati Manurung. Penulis merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Pematang Siantar dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi salah satu sebagai anggota organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Wanasokan Hasilindo Alas Kusuma Group Kalimantan Barat dari tanggal 13 Juni sampai 08 Agustus 2009.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Penelitian ini mengkaji pemanfaatan rotan di Kecamatan Doloksanggul.

Penulis berterimakasih kepada bapak Agus Purwoko S.Hut., M.Si dan ibu Kansih Sri Hartini S.Hut., M.P. sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberi masukan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga berterimakasih kepada orangtua saya yang telah memberi dukungan moril dan material.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berterimakasih kepada seluruh pihak yang turut membantu dalam penelitian hingga penulisan penelitian ini selesai. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang memerlukannya.

Medan, Juni 2010


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ... i

ABSTRACT ... ... ii

RIWAYAT HIDUP ... ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... ... 1

Perumusan Masalah ... ... 3

Tujuan Penelitian ... ... 3

Manfaat Penelitian ... ... 4

Hipotesis Penelitian ... ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Rotan ... ... 5

Taksonomi Rotan ... ... 6

Tempat Tumbuh dan Penyebaran Rotan ... ... 7

Kegunaan Rotan ... ... 8

Pemanenan Rotan ... ... 10

Distribusi dan Pemasaran Rotan ... ... 11

Kebijakan Pemerintah Mengenai Pengangkutan Rotan ... ... 13

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... ... 15

Alat dan Bahan ... ... 15

Populasi dan Sampel ... ... 15

Metode Pengumpulan Data ... ... 15

Analisis Data ... ... 16

Uji Hipotesis ... ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... ... 20

Bentuk Pemanfaatan Rotan ... ... 21

Pola pengambilan rotan ... ... 21

Penggunaan rotan ... ... 25

Teknologi pengolahan ... ... 30

Pendapatan masyarakat ... ... 32

Faktor Sosial Ekonomi dan Teknis dari Pemanfaatan Rotan ... ... 34

Umur ... ... 34

Pengalaman ... ... 36

Pendidikan ... ... 37


(10)

Frekuensi pengambilan... ... 40

Banyak jenis rotan yang diambil... ... 41

Teknologi pengolahan ... ... 42

Pelatihan ... ... 42

Model penduga pendapatan ... ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... ... 49

Saran ... ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... ... 50


(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Lama pengambilan rotan ... 22

2. Perlakuan terhadap rotan ... 26

3. Komposisi pengambil dan pengolah rotan ... 30

4. Pendapatan masyarakat ... 34

5. Komposisi pendapatan menurut kelompok umur ... 35

6. Komposisi pendapatan berdasarkan pengalaman ... 36

7. Komposisi pendapatan berdasarkan pendidikan ... 38

8. Kompisisi pendapatan menurut jarak pengambilan ... 39

9. Kompisisi pendapatan berdasarkan frekuensi pengambilan rotan ... 40

10.Komposisi pendapatan berdasarkan banyak jenis rotan yang diambil ... 41

11.Komposisi pendapatan berdasarkan teknologi pengolahan ... 42

12.Komposisi pendapatan berdasarkan pelatihan ... 43


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Peta Kabupaten Humbang Hasundutan ... 55

2. Data pendapatan masyarakat petani rotan ... 56

3. Out put SPSS Metode Enter... 59

4. Out put SPSS Metode Stepwise ... 61

5. Dokumentasi penelitian ... 62


(13)

ABSTRAK

ESRA ARIANCE TAMBUNAN: Kajian Pemanfaatan Rotan di Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan. Dibimbing oleh AGUS PURWOKO dan KANSIH SRI HARTINI

Rotan memiliki banyak kegunaan, dikonsumsi banyak orang, dan potensi rotan terbesar terdapat di Indonesia. Masyarakat Kecamatan Doloksanggul memanfaatkan rotan sebagai salah satu sumber mata pencaharian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pemanfaatan rotan yang dilakukan masyarakat Kecamatan Doloksanggul meliputi pola pengambilan rotan, penggunaan rotan, dan teknologi pengolahan; mengetahui pendapatan masyarakat dari pemanfaatan rotan di Kecamatan Doloksanggul; dan menentukan faktor sosial ekonomi dan teknis yang berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat yang memanfaatkan rotan di Kecamatan Doloksanggul. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling.

Pola pengambilan rotan umumnya dilakukan secara individu dengan lama pengambilan satu hari, penggunaan rotan dibuat untuk dijadikan keranjang diperuntukkan untuk dijual, dan teknologi pengolahan hanya pada industri pembuatan kursi. Pendapatan rata-rata masyarakat dari pemanfaatan rotan adalah sebesar Rp. 579.967 setiap bulannya. Faktor sosial ekonomi dan teknis yang berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat adalah frekuensi pengambilan Kata Kunci: Pemanfaatan Rotan, Kecamatan Doloksanggul


(14)

ABSTRACT

ESRA ARIANCE TAMBUNAN: A Study of Utilization of Rattan in Doloksanggul District Humbang Hasundutan. Supervised by AGUS PURWOKO and KANSIH SRI HARTINI

Rattan has many uses and consumed by a lot of people. Indonesia is the biggest potential of rattan in the world. The people Doloksanggul use rattan as a source of livelihood. The purpose of this study was to determine the form that made use of rattan by the people of Doloksanggul District include making pattern of rattan, cane use, and processing technologies; to know the people income from rattan utilization in Doloksanggul District; and to determine the socio-economic and technical factors that influence the income of the people who use rattan in Doloksanggu l District. Sampling was done by purposive sampling.

Pattern-making rattan is generally done individually by taking one day old, made use of wicker baskets made to cater for sale, and processing technology at the chair-making industry. The median income for communities from the exploitation of rattan is Rp. 579 967 every month. Socio-economic and technical factors that influence the income of the people is the frequency of intake. Keywords: Utilization of Rattan, Sub Doloksanggul


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rotan merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang penting di kawasan tropis Asia. Rotan adalah salah satu varietas palmae yang tumbuh alami di iklim tropis. Ada sekitar 600 spesies rotan di dunia (10 % diantaranya sudah diperdagangkan), dan setengah dari populasi itu bisa ditemukan di Indonesia. Indonesia adalah negara penghasil rotan terbesar di dunia (Lapis et al., 2004).

Rotan tidak hanya dimanfaatkan sebagai bahan baku industri furniture tetapi juga sebagai makanan dan obat. Banyak jenis rotan yang menghasilkan pucuk rotan atau hati rotan yang dapat dimakan seperti Calamus hookerianus, Calamus metzianus, dan Calamus thwaitesii (Renuka, 2007). Di Leyte Filipina,

rotan digunakan untuk mengikat tiang rumah dan nipah (Richman, 2002). Rotan merupakan salah satu hasil hutan yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan komoditi, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun sebagai bahan ekspor (Tellu, 2002).

Secara umum tujuh ratus juta orang di dunia memanfaatkan rotan (FAO, 2002). Rotan sebagai salah satu komoditi yang mulai dapat diandalkan untuk penerimaan negara telah dipandang sebagai komoditi perdagangan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang cukup penting bagi Indonesia (Erwinsyah, 1999). Hasil hutan bukan kayu umumnya dikelola oleh masyarakat yang bermukim di sekitar hutan. Oleh karena itu, selain menjadi sumber devisa negara, HHBK seperti rotan, daging binatang, madu, damar, gaharu, getah, berbagai macam minyak tumbuhan,


(16)

bahan obat-obatan, dan lain sebagainya merupakan sumber penghidupan bagi jutaan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan (Ngakan et al., 2006).

Indonesia menghasilkan lebih dari 75% pasokan rotan dunia. Rotan menghasilkan devisa lebih banyak dibandingkan hasil hutan lainnya kecuali kayu gelondongan (Mackinnon, 2000). Volume ekspor rotan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2008 adalah 660,95 ton atau setara dengan US $ 1.840.000,- (Dinas Perindustrian dan Perdagangan, 2008). Terhitung sejak tahun 1992 volume

rata-rata perdagangan rotan Indonesia adalah 87.770 ton per tahun atau setara US $ 292.000.000,- (Dephut Prov. Sumatera Utara, 2008).

Bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia, produk rotan sudah banyak dikenal terutama pada masyarakat bawah dan menengah. Selain kegiatan pengolahan rotan, maka perdagangan rotan juga telah banyak dilakukan. Terjalinnya hubungan dagang dengan pihak luar negeri memacu kepada bertambahnya peran hasil rotan untuk meningkatkan kontribusi penerimaan negara yang layak untuk diperhitungkan (Erwinsyah, 1999).

Tanaman rotan di Indonesia terkonsentrasi di tiga provinsi di wilayah Kalimantan, dari urutan terbesar berturut-turut adalah di Kalimantan Tengah (75,45%), Kalimantan Timur (13,69%) dan Kalimantan Selatan (7,46%) (Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan, 2004). Ada beberapa kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang mempunyai potensi sebagai penghasil rotan. Dari literatur yang ada, taksiran potensi produksi rotan yang dihasilkan di Provinsi Sumatera Utara mencapai 672.620 ton per tahun. Luas kawasan yang ditumbuhi rotan diperkirakan seluas 482.000 hektar (Dephut Prov. Sumatera Utara, 2008). Masyarakat kecamatan Doloksanggul memanfaatkan rotan yang ada di hutan


(17)

Humbang Hasundutan dan sekitarnya menjadi salah sumber mata pencaharian. Oleh karena itu, perlu dikaji pemanfaatan rotan oleh masyarakat di daerah ini.

Perumusan Masalah

Pemanfaatan rotan menjadi menjadi salah satu sumber pendapatan bagi sebagian masyarakat Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan. Dalam pemanfaatan rotan tersebut, perlu dikaji bagaimana masyarakat memanfaatkan rotan, peranan rotan bagi pandapatan masyarakat pengambil rotan serta faktor sosial ekonomi dan teknis yang berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat yang mengambil dan mengolah rotan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui bentuk pemanfaatan rotan yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Doloksanggul meliputi pola pengambilan rotan, penggunaan rotan, dan teknologi pengolahan.

2. Mengetahui pendapatan masyarakat dari pemanfaatan rotan di Kecamatan Doloksanggul.

3. Menentukan faktor sosial ekonomi dan teknis yang berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat yang memanfaatkan rotan di Kecamatan Doloksanggul.


(18)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai bahan referensi tentang kajian pemanfaatan rotan di Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan dan bahan masukan bagi pemerintah Kecamatan Doloksanggul dalam meningkatkan kesejahteraan petani rotan melalui pengelolaan komoditas rotan menjadi produk rotan.

Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian ini adalah pengalaman, pendidikan, jarak pengambilan, pelatihan, frekuensi pengambilan, jenis rotan yang dikumpulkan dan teknologi pengolahan berpengaruh nyata terhadap besar kecilnya pendapatan masyarakat dari pengolahan rotan.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Rotan

Rotan merupakan palem berduri yang memanjat dan hasil hutan bukan kayu yang terpenting di Indonesia (MacKinnon et al., 2000). Rotan dapat berbatang tunggal (soliter) atau berumpun. Rotan yang tumbuh soliter hanya dipanen sekali dan tidak beregenerasi dari tunggul yang terpotong, sedangkan rotan yang tumbuh berumpun dapat dipanen terus-menerus. Rumpun terbentuk oleh berkembangnya tunas-tunas yang dihasilkan dari kuncup ketiak pada bagian bawah batang. Kuncup-kuncup tersebut berkembang sebagai rimpang pendek yang kemudian tumbuh menjadi batang di atas permukaan tanah (Dransfield dan Manokaran, 1996).

Akar tanaman rotan mempunyai sistem perakaran serabut, berwarna keputih-putihan atau kekuning-kuningan atau kehitam-hitaman. Batang tanaman rotan berbentuk memanjang dan bulat seperti silinder tetapi ada juga yang berbentuk segitiga. Batang tanaman rotan terbagi menjadi ruas-ruas yang setiap ruas dibatasi oleh buku-buku. Pelepah dan tangkai daun melekat pada buku-buku tersebut. Tanaman rotan berdaun majemuk dan pelepah daun yang duduk pada buku dan menutupi permukaan ruas batang. Daun rotan ditumbuhi duri, umumnya tumbuh menghadap ke dalam berfungsi sebagai penguat mengaitkan batang pada tumbuhan inang. Rotan termasuk tumbuhan berbunga majemuk. Bunga rotan terbungkus seludang. Biasanya, bunga jantan dan bunga betina berumah satu tetapi ada pula yang berumah dua. Karena itu, proses penyerbukan bunga dapat terjadi dengan bantuan angin atau serangga penyerbuk. Buah rotan terdiri atas


(20)

kulit luar berupa sisik yang berbentuk trapesium dan tersusun secara vertikal dari toksis buah. Bentuk permukaan buah rotan halus atau kasar berbulu, sedangkan bentuk buah rotan umumnya bulat, lonjong atau bulat telur (Januminro, 2000).

Rotan yang dibudidayakan dan memiliki prospek pengembangan adalah palasan (Calamus merrillii Beccari), rotan batang (Calamus zollingeri), rotan batu (Calamus subinermis), rotan buku hitam (Calamus palustris Griffth), rotan gunung (Calamus exilis Griffth), rotan irit (Calamus trachycoleus), rotan kesup (Calamus ornatus), rotan lilin (Calamus javensis), rotan manau (Calamus manan), rotan manau tikus (Calamus tumidus), rotan semambu (Calamus scipionum), rotan taman (Calamus optimus), rotan tumalim (Calamus mindorensis), rotan tut (Calamus pogonacanthus), dan rotan udang (Korthalsia echinometra) (Yayasan Prosea, 1994). Beberapa jenis rotan komersial yang paling banyak dimanfaatkan masyarakat Sumatera Utara adalah rotan irit (Calamus trachycoleus), rotan sega (Calamus carsius), rotan tohiti (Calamus inops), rotan batang (Daemonorops robustus), rotan semambu (Calamus scipionum), rotan seel (Daemonorops

melnochaetes), rotan pelah (Daemonorops rubra), rotan manau (Calamus manan),

dan rotan cacing (Calamus javensis) (Dephut Prov. Sumatera Utara, 2008).

Taksonomi Rotan

Tellu (2005) menyatakan bahwa pengelompokan jenis-jenis rotan umumnya didasarkan atas persamaan ciri-ciri karakteristik morfologi organ tanaman, yaitu: akar, batang, daun, bunga, buah dan alat-alat tambahan. Dalam ilmu taksonomi tumbuhan, rotan diklasifikasikan sebagai berikut:


(21)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Arecales

Famili : Palmae (Arecaceae) Sub Famili : Calamoideae Genus : Calamus

Spesies : Calamus caesius (rotan sega) merupakan salah satu contoh spesies genus Calamus

Selain genus Calamus, genus lainnya yang termasuk ke dalam Sub Famili Calamoideae adalah Daemonorops dan Korthalsia. Salah satu spesies dari genus Daemonorops adalah Daemonorops robusta Warb (rotan bulu rusa), sedangkan salah satu genus Korthalsia adalah Korthalsia schaphigera (Plantamor, 2008).

Tempat Tumbuh dan Penyebaran Rotan

Rotan merupakan tumbuhan khas tropika, terutama tumbuh di kawasan hutan tropika basah yang heterogen. Tempat tumbuh rotan pada umumnya di daerah tanah berawa, tanah kering, hingga tanah pegunungan. Tingkat ketinggian tempat untuk tanaman rotan dapat mencapai 2900m di atas permukaan laut. Semakin tinggi tempat tumbuh semakin jarang dijumpai jenis rotan. Rotan juga semakin sedikit di daerah yang berbatu kapur. Tanaman rotan menghendaki daerah yang bercurah hujan antara 2000mm-4000mm per tahun menurut tipe iklim Schmidt dan Ferguson, atau daerah yang beriklim basah dengan suhu udara


(22)

berkisar 240C-300C. Tanaman rotan yang tumbuh dan merambat pada suatu pohon akan memiliki tingkat pertumbuhan batang lebih panjang dan jumlah batang dalam satu rumpun lebih banyak jika dibandingkan dengan rotan yang menerima sedikit cahaya matahari akibat tertutup oleh cabang, ranting dan daun pohon. Berdasarkan ekologi hidupnya, tanaman rotan memiliki daerah penyebaran di Asia Selatan, Asia Tenggara, kawasan Afrika Latin, dan Afrika. Sementara pusat penyebaran rotan terbesar berada di kawasan hutan Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Papua Nugini. Di Indonesia rotan tumbuh hampir di semua pulau, yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian dan Nusa Tenggara (Januminro, 2000).

Kegunaan Rotan

Batang polos rotan dimanfaatkan secara komersial untuk mebel dan anyaman rotan karena kekuatan, kelenturan dan keseragamannya. Diperkirakan 20% spesies rotan digunakan secara komersial baik dalam bentuk utuh maupun dalam belahan. Kulit dan teras rotan dimanfaatkan untuk tikar dan keranjang. Di daerah pedesaan banyak spesies rotan telah digunakan untuk berbagai tujuan seperti tali-temali, konstruksi, keranjang, atap dan tikar (Dransfield dan Manokaran, 1996).

Batang rotan yang sudah tua banyak dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga. Batang yang muda digunakan untuk sayuran, akar dan buahnya untuk bahan obat tradisional. Getah rotan dapat digunakan untuk bahan baku pewarnaan pada industri keramik dan farmasi. Manfaat tidak langsung dari rotan adalah kontribusinya meningkatkan pendapatan masyarakat


(23)

sekitar hutan, peranannya dalam membentuk budaya, ekonomi, dan sosial masyarakat. Batang rotan dapat dibuat bermacam-macam bentuk perabot rumah tangga atau hiasan-hiasan lainnya. Misalnya mebel, kursi, rak, penyekat ruangan, keranjang, tempat tidur, lemari, lampit, sofa, baki, pot bunga, dan sebagainya. Selain itu, batang rotan juga dapat digunakan untuk pembuatan barang-barang anyaman untuk dekorasi, tas tangan, kipas, bola takraw, karpet, dan sebagainya (Januminro, 2000).

Di bidang konstruksi, batang rotan banyak dipakai untuk mengisi batang sepeda, alat sandaran kapal, penahan pasir di daerah gurun pasir, bahkan dapat digunakan untuk pengganti konstruksi tulangan beton. Batang rotan yang muda (umbut) dapat dikonsumsi sebagai sayuran. Daerah-daerah yang banyak mengkonsumsi umbut rotan adalah Aceh, Jambi, Sulawesi, Kalimantan dan Jawa Barat. Dalam pengobatan tradisional, akar jenis rotan selian (Calamus ornatus Bl) telah lama dimanfaatkan sebagai obat untuk mengurangi rasa sakit ibu yang melahirkan. Daging buah rotan jenis Daemonorop dan Calamus selain enak dikonsumsi dapat dijadikan sebagai bumbu masak juga dapat dipakai untuk mencegah diare. Getah rotan yang didapat dari pengolahan buah jernang merupakan bahan baku industri pewarna, industri farmasi, serbuk pembuatan pasta gigi, ekstrak tannin, dan sebagainya (Januminro, 2000).

Rotan mempunyai keterkaitan yang rumit dengan binatang-binatang di dalam hutan seperti tumbuh-tumbuhan lainnya dalam hutan basah tropis. Banyak rotan yang memberi tempat kehidupan bagi semut dalam helaian daun, duri, dan batangnya mungkin hal ini merupakan suatu perlindungan terhadap pemangsaan. Dalam hubungan timbal balik antara semut dan rotan, semut memelihara


(24)

kutu-kutu bertepung yang menghasilkan embun madu. Bunga rotan berbau harum dan penyerbukannya bergantung pada serangga termasuk semut, kumbang, trips, lebah, tabuhan dan lalat. Burung, kera, monyet dan luang diperkirakan merupakan pemencar biji rotan yang penting (Mackinon et al., 2000). Buah rotan biasanya dikonsumsi dalam pembuatan rujak. Selain itu, buah rotan juga dikonsumsi oleh wanita yang sedang mengandung. Rasa buah rotan yang asam menurut masyarakat dapat mengurangi rasa mual bagi wanita hamil yang sedang mengidam (Affandi dan Patana, 2004).

Pemanenan Rotan

Hal yang sangat penting sebelum pemanfaatan hasil rotan adalah proses cara pemungutan dan pasca panen. Rotan merupakan tumbuhan merambat di pohon-pohon penopang (turus) dengan bantuan duri-duri (cirus) pengait yang terdapat pada ujung tangkai daun pada pelepah daun. Rambatan rotan tidak saja hanya pada pohon penopangnya, akan tetapi juga pada pohon-pohon sekitarnya dan kadang-kadang saling berjalinan dengan cabang/ranting pohon. Keadaan tersebut kadang-kadang mengakibatkan para penebang rotan akan mengalami kesulitan untuk menarik rotan secara keseluruhan dimana sebagian rotan ada yang tertinggal di atas pohon (Dephut Prov. Sumatera Utara, 2008).

Tanaman rotan umumnya tumbuh berumpun dan mengelompok, maka umur dan tingkat ketuaan rotan yang siap dipanen berbeda. Oleh karena itu, pemungutan rotan dilakukan secara tebang pilih. Tanda-tanda bahwa rotan siap dipanen adalah daun dan durinya sudah patah; warna durinya berubah menjadi hitam atau kuning kehitam-hitaman; dan sebagian batangnya sudah tidak dibalut


(25)

oleh pelepah daun dan telah berwarna hijau (Januminro, 2000). Rotan dipanen terutama dari tumbuhan liar. Kelompok berjumlah 3-5 petani menerobos sampai cukup jauh ke dalam hutan untuk mengumpulkan rotan. Pengumpulan rotan yang memanjat tinggi sangat melelahkan, tidak menyenangkan, dan kadang berbahaya karena jatuhnya dahan yang mati dalam proses penarikan rotan. Itu juga suatu pemborosan karena bagian-bagian ujung atas dari batang yang dipotong dapat tertinggal jika bagian ini masih membelit tajuk hutan setelah si pengumpul memanjat pohon di dekatnya untuk mencoba melepaskan belitan itu.

Batang yang dewasa yang dipotong di atas tanah, biasanya dipilin di sekeliling batang pohon ketika rotan itu ditarik ke bawah, untuk menyingkirkan pelepah daun yang berduri. Beberapa meter yang paling atas dari batang itu masih muda sehingga dibuang. Batang dipotong-potong menjadi 2-3 m untuk rotan diameter-besar, dan 5-7 m untuk rotan berdiameter kecil. Kemudian potongan ini diberkas dan diangkut keluar dari hutan untuk dibawa ke tempat pemrosesan. Memanen rotan-rotan yang ramping lebih mudah dan kurang melelahkan (Dransfield dan Manokaran, 1996). Affandi dan Pindi menyatakan bahwa buah rotan biasanya diambil dua minggu sekali. Setiap pengambilan berkisar antara 10-20 kg.

Distribusi dan Pemasaran Rotan

Pada umumnya rantai penjualan dan perdagangan rotan dari petani rotan kepada pengumpul rotan lokal ke pengumpul besar selanjutnya ke industri rotan di luar daerah. Petani rotan pada umumnya melakukan pemungutan dan pemanenan rotan dari hutan-hutan sekitar tempat tinggal (yang sudah diklaim menjadi milik


(26)

sebagai bekas perladangan turun temurun) dan kebun-kebun rotan yang ditanam sendiri selanjutnya dilakukan penjualan bebas kepada pedagang pengumpul atau diolah lebih dulu melalui proses peruntihan, pemilahan, pengawetan dan pemutihan (diblerang/sega) dengan tingkat rendeman mencapai 70 - 80%. Harga jual rotan diolah terlebih dahulu memiliki nilai jual yang tinggi dari pada rotan basah yang dijual langsung setelah panen oleh petani rotan (Rawing, 2006).

Pola distribusi pemasaran rotan ada dua yaitu dari petani ke pedagang pengumpul pertama ke pedagang pengumpul kedua kemudian ke konsumen dan pola distribusi dari petani ke pedagang pengumpul pertama langsung kepada konsumen. Selisih harga yang ditetapkan pedagang pengumpul kedua pada pola pertama berkisar Rp.3000 sampai Rp.5000. Sistem penjualan dari petani ke pedagang pertama kemudian ke konsumen umumnya dalam skala besar untuk mengurangi biaya. Umumnya pengrajin memproduksi kerajinan berdasarkan pesanan, dimana system ini memiliki kelemahan yaitu pengrajin tidak mempunyai akses informasi penjualan komoditas yang memiliki pasar. Hal ini memaksa pedagang besar memesan kepada pengrajin dan kompensasi memberi kemudahan penyediaan bahan baku (Tetuko, 2007).

Pemasaran rotan selama ini tidak pernah mengalami kesulitan karena kebutuhan rotan, baik dalam negeri maupun luar negeri (pasar ekspor) cukup besar. Selain Indonesia, negara lain yang menjadi sumber produsen rotan dunia adalah Filipina, Thailand, Malaysia, dan Mexico. Hongkong dan Singapura telah lama mengimpor rotan mentah dari Indonesia. Kemudian kedua negara tersebut mengekspor hasil olahan rotan ke berbagai negara dengan keuntungan berlipat. Akibat belum berkembangnya industri pengolahan rotan mentah menjadi barang


(27)

jadi di Indonesia menyebabkan terbatasnya kemampuan untuk dapat menguasai kegiatan perdagangan rotan jadi. Indonesia selalu dibayangi oleh Hongkong dan Singapura (Januminro, 2000).

Kebijakan Pemerintah Mengenai Pengangkutan Rotan

Potensi dan kegunaan rotan yang cukup besar mengundang munculnya industri yang mengolah rotan. Banyaknya industri yang memanfaatkan rotan tentu meningkatkan pengambilan rotan sebagai bahan baku industri. Suryopamungkas (2006) menyatakan bahwa rotan dieksploitasi secara terus-menerus oleh masyarakat tanpa diikuti proses pembudidayaan yang seimbang. Untuk mengatasi pengambilan rotan yang berlebihan maka pemerintah mengeluarkan peraturan tentang pengambilan dan pengangkutan rotan. Pengambilan rotan diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 50 ayat (3) huruf h, bahwa setiap orang dilarang mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan. Surat keterangan sahnya hasil hutan adalah dokumen-dokumen yang merupakan bukti legalitas hasil hutan pada setiap segmen kegiatan dalam penatausahaan hasil hutan. Jika ketentuan ini dilanggar maka diancam dengan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000 (Pasal 78 ayat (7) UU No. 41 tahun 1999).

Pengangkutan rotan diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.8/Menhut-II/2009 memaparkan tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006 tentang penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan negara yaitu Pasal 13 ayat (12) setiap pengangkutan HHBK


(28)

rotan asalan dan produk olahan HHBK rotan setengah jadi, menggunakan FA-HHBK, (13) setiap pengangkutan produk olahan HHBK rotan dalam bentuk barang jadi (furniture, kerajinan tangan, aneka keranjang, lampit, saborina, dan barang jadi lainnya berbahan rotan), menggunakan Nota milik perusahaan, dan ayat (14) setiap pengangkutan HHBK mentah bukan rotan menggunakan FA-HHBK, dan pengangkutan produk olahan HHBK bukan rotan menggunakan Nota milik perusahaan.


(29)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara yang dimulai bulan Januari sampai dengan Februari 2010.

Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan adalah kamera digital, perangkat komputer, dan software SPSS (Statistical Package For Social Science) 16.0. Bahan yang digunakan adalah lembar panduan wawancara.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Kecamatan Doloksanggul. Unit sampel adalah masyarakat yang memanfaatkan rotan. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling lebih mengutamakan pada tujuan daripada sifat populasi (Bungin, 2005). Unit sampel diambil dari tiga desa yaitu desa Simangaronsang, Pariksinomba dan Silaga-laga sesuai dengan jumlah penduduk yang memanfaatkan rotan di masing-masing desa yang seluruhnya berjumlah 30 orang.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan


(30)

masyarakat yang mengambil rotan sekaligus memanfaatkannya (mengolah rotan menjadi barang setengah jadi atau barang jadi) dan alat yang digunakan adalah pedoman wawancara dimana, pedoman wawancara semistruktur (Arikunto, 2006). Data primer yang dibutuhkan meliputi data umum rumah tangga meliputi nama, jenis kelamin, umur, jumlah anggota keluarga, pendidikan, mata pencaharian dan pendapatan rumah tangga. Data sekunder yang dibutuhkan adalah data umum lokasi penelitian dan data pendukung lainnya diperoleh melalui studi pustaka.

Analisis Data

Data yang diperoleh baik data yang bersifat kuantitatif maupun data yang bersifat kualitatif ditabulasikan. Tabulasi adalah proses pembuatan tabel induk yang memuat susunan data penelitian berdasarkan klasifikasi yang sistematis, sehingga lebih mudah untuk dianalisis lebih lanjut (Azwar, 2004). Data kuantitatif ditabulasikan dalam bentuk angka-angka dan data kualitatif dinyatakan dalam simbol atau kalimat. Agar hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan, analisis data dikelompokkan pada masing-mgasing tujuan yaitu:

a. Bentuk pemanfaatan rotan oleh masyarakat

Bentuk pemanfaatan rotan oleh masyarakat di Kecamatan Doloksanggul meliputi teknologi pamanfaatan, pola pengambilan rotan, dan penggunaan rotan dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis. Teknologi pemanfaatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah alat yang digunakan membuat produk rotan.


(31)

b. Pendapatan masyarakat dari pemanfaatan rotan

Untuk menghitung besarnya pendapatan masyarakat pada saat penelitian, dihitung dengan menggunakan rumus :

I = TR – TC Keterangan :

I = Pendapatan TR = Total penerimaan TC = Total biaya

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan masyarakat

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan masyarakat dari pemanfaatan rotan digunakan analisis regresi linear berganda. Data yang diperoleh akan diolah dengan software SPSS 16. Model umum regresi linear berganda yang digunakan adalah (Algifari, 2000)

Y = a + b1X1 + b2X2 + ... + bnXn

Dimana :

Y : Variabel tak bebas yang dalam hal ini adalah pendapatan petani dari pemanfaatan rotan (Rp / bulan)

a : Konstanta

X1,X2,...Xn : Variabel bebas yang terdiri dari faktor-faktor yang

mempengaruhi pendapatan petani dari pemanfaatan rotan yaitu :


(32)

X2 = Pengalaman (tahun)

X3 = Pendidikan

X4 = Jarak pengambilan (Km)

X5 = Frekuensi pengambilan / bulan

X6 = Banyak jenis rotan yang diambil

X7 = Teknologi pengolahan

X8 = Pelatihan

b1, b2 ..bn : Koefisien untuk setiap variabel

Pengalaman petani rotan, didasarkan lamanya mengambil dan mengolah rotan. Jarak pengambilan diukur dari rumah ke hutan. Frekuensi pengambilan diukur berapa kali mengambil rotan dalam sebulan. Semua faktor yang dijadikan sebagai variabel X dibuat dalam bentuk angka sehingga data yang tidak berbentuk angka seperti pendidikan dan tekonologi pengolahan dibuat dalam bentuk skoring. Data ini hanya merupakan simbol dari data yang sebenarnya. Data yang dibuat dalam bentuk skoring adalah

1. Pendidikan, diberi skor 1 bila lulus SD, skor 2 bila lulus SMP/SLTP, skor 3 bila lulus SMA.

2. Banyak jenis rotan yang diambil bila satu jenis diberi skor 0 dan bila banyak jenis rotan yang diambil lebih dari satu diberi skor 1

3. Teknologi pengolahan dibuat dalam variabel Dummy, skor 0 diberi bila tidak ada teknologi, skor 1 bila ada teknologi. Teknologi yang dimaksud adalah adanya penggunaan mesin dan penggorengan rotan dengan solar.


(33)

Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan melalui model regresi linier berganda dengan tingkat signifikansi 5%. Seluruh pengolahan data dilakukan dengan komputer dan paket program SPSS 12.0 for windows.

H0 : variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan

H1 : variabel bebas berpengaruh nyata terhadap pendapatan

1. Uji t, digunakan untuk menguji tingkat signifikansi koefisien regresi secara parsial, dimana:

Jika t hit > t tabel, maka H0 ditolak

Jika t hit < t tabel, maka H0 diterima

2. Uji F, digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas mempunyai pengaruh yang sama terhadap variabel tak bebas secara simultan, dimana:

Jika F hit > F tabel, maka H0 ditolak


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Kecamatan Doloksanggul

Kecamatan Doloksanggul secara astronomis berada pada posisi 2009’ – 2025’LU dan 980 35’–98049’ BT, beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata 2.309 mm per tahun dan berada pada ketinggian 1.000 – 1.500 meter di atas permukaan laut. Secara geografis, Kecamatan Doloksanggul memiliki batas wilayah:

sebelah Utara : Kecamatan Pollung sebelah Selatan : Kecamatan Parmonangan sebelah Barat : Kecamatan Onanganjang sebelah Timur : Kecamatan Lintongnihuta.

Luas wilayah Kecamatan Doloksanggul adalah 20.929,53 Ha.

Hasil sensus tahun 2008, penduduk Kecamatan Doloksanggul adalah 37.581 jiwa dengan rasio jenis kelamin penduduk kecamatan Doloksanggul pada tahun 2008 adalah 100,46 dengan jumlah laki-laki 18.834 jiwa dan perempuan 18.747 jiwa. Pada umumnya, penduduk kecamatan Doloksanggul adalah etnik Batak Toba, taat beragama, ramah, dan memiliki sifat toleransi yang tinggi. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat menjalankan adat “Dalihan na Tolu”. Umumnya mata pencaharian masyarakat adalah dari bertani baik palawija, padi, kebun rakyat kemenyan dan kopi serta beternak. Penelitian ini dilaksanakan di tiga desa yaitu desa Silagalaga yang memiliki luas 700 Ha, desa Pariksinomba dengan luas 1.600 Ha, dan desa Simangaronsang dengan luas 800 Ha (BPS, 2009).


(35)

Bentuk Pemanfaatan Rotan Pola pengambilan rotan

Jenis rotan yang diambil masyarakat adalah rotan sulfi (Calamus dipenhaorstil), rotan cacing (Calamus adspersus BL.), dan rotan pakkat

(Daemonorops Sp.). Masyarakat sering menyebut rotan cacing dengan ”hotang namosit”. Rotan sulfi dan rotan cacing yang diambil masyarakat berasal dari hutan yang ada di Hutagalung kecamatan Pollung sedangkan rotan pakkat diambil dari hutan yang ada di daerah Pakkat kabupaten Humbang Hasundutan. Masyarakat yang mengambil rotan di daerah Pakkat hanya mengambil rotan jenis Pakkat dikarenakan potensi rotan ini lebih banyak daripada rotan jenis lainnya.

Ciri-ciri rotan yang diambil masyarakat adalah rotan berwarna kuning dan hijau dengan panjang minimal tiga meter. Rotan yang berkualitas baik adalah rotan berwarna hijau sedangkan rotan berwarna kuning adalah rotan yang masih muda atau tidak memanjat. Menurut Januminro, tanda-tanda rotan sudah siap panen adalah daun dan durinya sudah patah, warna durinya sudah berubah menjadi hitam atau kuning kehitam-hitaman serta sebagian batangnya sudah tidak dibalut oleh pelepah daun dan telah berwarna hijau. Masyarakat mengetahui bahwa rotan yang baik dipanen adalah rotan yang berwarna hijau. Akan tetapi rotan yang berukuran tiga meter atau berwarna kuning sudah diambil masyarakat. Dari hasil wawancara, ada masyarakat yang menyatakan bahwa rotan di bawah tiga meter juga sudah dipanen karena rotan yang semakin sulit didapat.

Pengambilan rotan biasanya dilakukan pada hari Sabtu dan Senin. Namun, ada juga masyarakat yang mengambil rotan dengan menginap di hutan selama dua


(36)

hari atau satu minggu. Tabel 1 menunjukkan lama pengambilan rotan yang dilakukan masyarakat.

Tabel 1. Lama pengambilan rotan

Lama mengambil rotan

Rata-rata pendapatan per bulan (Rp)

Jumlah %

1 Minggu 2 Hari Pulang Hari

Beli bahan

310.250 277.400 646.700 550.000

4 orang 5 orang 20 orang

1 orang

13,3 16,7 66,7 3,3

Banyak masyarakat yang mengambil rotan pulang pada hari itu juga dikarenakan rotan semakin sulit didapat sehingga bila lokasi pertama yang dituju rotannya sudah habis, hari berikutnya masyarakat akan langsung menuju lokasi lain. Rotan semakin sulit didapat dikarenakan hutan sudah mulai habis atau perubahan hutan alam menjadi hutan tanaman industri sehingga masyarakat juga sudah mulai mengalihkan sumber mata pencahariannya ke sektor pertanian seperti bertanam kopi dan tanaman palawija. Bahan baku rotan yang diambil masyarakat sangat bergantung dari hutan alam. Bila hutan alam berubah fungsi atau habis maka masyarakat yang sumber mata pencahariannya dari mengambil dan mengolah rotan akan hilang. Kondisi saat ini, hutan tempat tumbuh rotan tersebut sudah mulai dialihkan menjadi hutan tanaman yang homogen.

Bila masyarakat dapat mengambil 10 Kg rotan sulfi, rotan cacing yang dapat diambil hanya 3 Kg setiap kali pengambilan. Hal ini berarti potensi rotan sulfi lebih besar dari potensi rotan cacing di hutan Hutagalung. Walaupun harga rotan cacing lebih mahal daripada rotan sulfi dan rotan pakkat, namun masyarakat lebih senang mengambil rotan sulfi dan rotan pakkat. Hal ini dikarenakan rotan


(37)

Hidayat et.al (2005), rotan cacing biasanya terdapat dalam ekosistem yang tergenang air, berumpun dan memiliki diameter yang kecil sehingga pengambilannya sulit. Rotan cacing dapat dibuat untuk segala jenis kerajinan sedangkan rotan batu hanya untuk keranjang ubi, keranjang kopi dan keranjang kain. Bila rotan cacing dibuat keranjang, hasilnya akan lebih bagus. Ketiga jenis rotan yang diambil masyarakat tumbuh secara berumpun yang bila ditebang akan bertunas lagi.

Hasil pengamatan dilapangan terdapat dua persepsi masyarakat mengenai potensi rotan di masa yang akan datang. Sebagian kecil masyarakat menyatakan potensi rotan tidak akan habis karena rotan yang ditebang menghasilkan tunas yang lebih banyak. Sebagian lagi, masyarakat menyatakan bahwa potensi rotan akan habis dikarenakan hutan tempat tumbuh rotan sudah habis. Luas hutan yang semakin habis menyebabkan keberadaan hewan juga terancam, dimana hewan seperti burung, kera, monyet dan luang merupakan pemencar biji rotan. Hal lain yang membuat potensi rotan berkurang dikarenakan rotan yang belum masak tebang masyarakat tetap mengambilnya. Ketidaktahuan masyarakat mengenai teknik pemungutan rotan secara lestari yang dapat memberi kesempatan untuk terjadinya regenerasi secara alami dan rendahnya kesadaran untuk melakukan penanaman dapat juga menjadi penyebab menurunnya potensi rotan.

Potensi rotan juga habis dikarenakan tidak seimbangnya pertumbuhan rotan dengan pemanenan rotan. Kurangnya potensi rotan dikarenakan masyarakat tidak pernah menanam rotan. Pemerintah juga tidak pernah melakukan upaya budidaya di daerah ini. Syarat tumbuh rotan yang sangat ketat membuat budidaya


(38)

rotan sangat sulit dikembangkan. Syarat tumbuh antara lain harus ada pohon-pohon besar sebagai media untuk merambat. Budidaya rotan sudah pernah dilakukan di Kabupaten Tapanuli Selatan oleh masyarakat di ladang-ladang mereka namun, tidak memberi hasil yang memuaskan. Selain itu PTPN juga sudah banyak mengupayakan budidaya rotan dengan mengkombinasikan tanaman karet (Hevea brasiliensis). Pada awalnya budidaya rotan berjalan baik tetapi setelah rotan berumur lima tahun, aktivitas rotan sudah mempengaruhi tanaman utama bahkan cenderung menjadi parasit (Dephut Prov. Sumatera Utara, 2008).

Rotan yang dapat tumbuh di daerah Doloksanggul, Humbang Hasundutan menjadikan program budidaya rotan dapat dilakukan di daerah ini. Lahan masyarakat dapat ditanami kemenyan atau pohon lainnya sebagai media rotan untuk merambat dengan tanaman utama adalah rotan. Masyarakat Humbang Hasundutan dalam mengelola kemenyan dalam bentuk hutan rakyat, sehingga pengelolaan hutan rakyat harus lebih ditingkatkan. Agar produksi rotan dari hasil budidaya rotan melalui hutan rakyat dapat dilakukan dengan mengatur jarak tanam sehingga cahaya yang masuk dapat membuat pertumbuhan rotan lebih baik. Dimana, rotan yang menerima banyak cahaya memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih panjang dan rumpun yang lebih banyak hal ini sesuai dengan Januminro (2000).

Progaram budidaya rotan dalam bentuk hutan rakyat membantu masyarakat mengambil rotan dalam jarak yang lebih dekat. Selain itu, masyarakat tidak mengambil rotan secara illegal karena volume rotan yang dihasilkan dalam bentuk hutan rakyat lebih besar dan dengan adanya kelompok tani, membuat perizinan lebih mudah dan biaya yang lebih rendah. Karena tanaman rotan yang


(39)

tumbuh secara berumpun dan mengelompok, maka umur dan tingkat ketuaan rotan yang siap dipanen berbeda. Sehingga pemungutan rotan dilakukan secara tebang pilih dan hal ini akan terlaksan dengan baik bila masyarakat yang mengelolah rotan melalui hutan rakyat. Adanya pengelolaan tanaman rotan, masyarakat tidak perlu mengambil rotan yang masih muda sehingga kualitas rotan lebih baik yang akan berdampak terhadap kekuatan rotan.

Pengambilan rotan di daerah ini masih dilakukan secara sederhana dan dengan alat yang sederhana pula. Alat yang dibutuhkan mengambil rotan di hutan adalah parang, pisau, sepatu, dan sarung tangan, namun tidak sedikit masyarakat hanya membawa parang dan pisau. Sulitnya mengambil rotan di hutan alam membuat pemanenan rotan tidak dilakukan secara lestari, dan lagi menggunakan alat yang sederhana. Rotan yang melilit batang pohon, membuat ujung batang harus ditebang. Budidaya rotan melalui hutan rakyat membuat masyarakat lebih mudah mengambil rotan karena jarak tanam yang sudah diatur, sehingga batang rotan tidak melilit batang pohon yang di dekatnya. Adapun kendala yang dihadapi masyarakat dalam mengambil rotan adalah masyarakat tidak memiliki izin pengambilan.

Penggunaan rotan

Bagian rotan yang digunakan masyarakat adalah batang rotan yaitu kulit rotan sedangkan hati rotan tidak dimanfaatkan masyarakat. Rotan sulfi dibagi masyarakat menjadi tiga atau empat bagian dan hatinya dibuang. Bagian rotan lainnya yang dimanfaatkan masyarakat adalah pucuk rotan. Pucuk rotan dimanfaatkan masyarakat sebagai sayur saat berada di hutan dan intensitas


(40)

pemanfaatan pucuk rotan sangat kecil. Pucuk rotan biasanya dipanggang dan rasa sayur pucuk rotan adalah pahit. Saat ini, pucuk rotan banyak dimanfaatkan masyarakat saat bulan puasa. Buah rotan yang mirip dengan buah salak biasa dimakan masyarakat saat berada di hutan. Intensitas pemanfaatan buah rotan di daerah ini juga sangat kecil dibandingkan dengan pemanfaatan buah dan pucuk rotan oleh masyarakat Tapanuli Selatan.

Sebelum masyarakat menganyam rotan menjadi suatu produk, umumnya rotan dijemur selama satu hari tetapi ada juga yang memberi perlakuan yang lain. Teknik pengolahan dilakukan agar rotan awet adalah perendaman dan menjemur rotan. Agar rotan lebih halus dan rata hanya dikikis dengan pisau biasa. Perlakuan yang diberi tidak ada untuk menanggulangi hama. Hama yang ditemukan pada rotan adalah kutu yang memakan rotan di bagian hati rotan. Pengolahan rotan mejadi suatu produk diberi perlakuan menurut pengetahuan masing-masing petani yang disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Perlakuan terhadap rotan

No. Perlakuan Jumlah

responden Persentase (%) Tujuan 1 2 3 4 5 6

Dijemur 1 hari Dipanggang

Direndam dan jemur Digoreng Dikikis Tanpa perlakuan 23 1 1 2 1 2 76,67 3,33 3,33 6,67 3,33 6,67

Ringan, kuat, awet dan mudah dianyam Ringan dan awet Lentur dan kuat

Awet Halus dan rata

-

Total 30 100

Produk rotan yang dihasilkan masyarakat Kecamatan Doloksanggul diperuntukkan untuk dijual seperti keranjang, bakul, parsel, kandang ayam (sunuk) dan kursi. Akan tetapi, produk rotan yang rutin diproduksi masyarakat adalah keranjang dan bakul. Keranjang yang umum dihasilkan masyarakat ada


(41)

berbagai jenis yaitu keranjang ubi, keranjang kopi, dan keranjang kain. Keranjang dibuat dari kulit rotan yang sudah dibagi menjadi tiga atau empat bagian dan dianyam menjadi keranjang. Kulit rotan yang dibagi tiga akan menghasilkan keranjang yang lebih kuat. Berbagai perlakuan terhadap rotan tidak berpengaruh terhadap harga produk rotan kecuali bila rotan digoreng dengan minyak solar untuk pembuatan kursi. Perlakuan tidak berpengaruh dikarenakan perlakuan yang diberikan hanya agar rotan kering sehingga mudah dianyam.

Keranjang ubi membutuhkan bahan baku rotan sulfi sekitar 1,5 Kg dan rotan cacing 0,5 Kg untuk setiap keranjang. Keranjang ini biasanya dijual mulai dari harga Rp.4.500 sampai dengan Rp.8.000 per keranjang. Adapun keranjang kopi terbuat dari rotan sulfi yang kulitnya dibagi tiga atau empat bagian dan ujung keranjang menggunakan rotan cacing sebagai pengikat keranjang. Keranjang kopi menghabiskan bahan baku rotan sulfi kurang lebih 2 Kg dan rotan cacing 1 Kg untuk setiap keranjang. Keranjang kopi biasanya dijual mulai harga Rp.10.000 sampai dengan Rp.20.000 per keranjang. Harga keranjang kopi lebih mahal dibandingkan keranjang ubi dikarenakan keranjang kopi dibuat lebih padat agar tahan lama sehingga membutuhkan banyak bahan baku rotan. Banyaknya rotan yang dihabiskan membuat keranjang lebih kuat.

Produk keranjang yang dihasilkan masyarakat belum menurut ukuran standar. Hal ini membuat keranjang kopi dan keranjang ubi membutuhkan jumlah bahan baku yang sama tetapi dengan harga yang berbeda. Keranjang kopi membutuhkan jumlah bahan baku yang berbeda (Lampiran 3) dikarenakan ukuran keranjang kopi yang berbeda sehingga harga keranjang juga berbeda.


(42)

Proses pembuatan keranjang ubi dan keranjang kopi relatif sama, yang membedakan adalah kerapatan anyaman. Rotan yang diambil masyarakat dari hutan dipotong-potong dengan panjang satu meter dan dijemur di bawah sinar matahari selama satu hari. Selanjutnya rotan dibagi tiga atau empat tergantung jenis keranjang yang akan dibuat. Rotan yang sudah diarik selanjutnya dianyam menjadi keranjang ubi atau keranjang kopi. Alat yang digunakan dalam pembuatan keranjang dibuat masyarakat secara manual yaitu pisau, pengungkit dari kayu dan pemukul. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa keranjang yang lebih banyak diproduksi masyarakat adalah keranjang kopi. Prestasi kerja pembuatan keranjang ubi atau keranjang kopi rata-rata 20 keranjang setiap minggunya.

Seluruh bahan baku pembentuk keranjang kain menggunakan rotan sulfi sebanyak 70 Kg untuk setiap pasang keranjang. Keranjang kain dijual dengan harga per pasangnya Rp.400.000. Keranjang kain hanya dibuat oleh dua orang petani rotan yang berada di desa Simangaronsang dan desa Silagalaga. Prestasi kerja pembuatan keranjang kain adalah dua pasang setiap minggunya. Harga keranjang kain lebih mahal dibandingkan keranjang ubi dan keranjang kopi dikarenakan bahan baku yang dihabiskan juga sangat banyak dan produsennya sedikit. Harga keranjang tergantung kekuatan dan kerapian keranjang. Keranjang kopi dan keranjang kain memiliki harga jual yang lebih besar dibanding dengan keranjang ubi dikarenakan keranjang kopi dan keranjang kain menghabiskan bahan baku rotan yang lebih banyak. Keranjang kain dibuat dengan bantuan alat berupa cetakan, pisau kecil, parang, meteran, pengungkit, penjepit, pemukul, sarung tangan dan martil. Bahan yang digunakan selain rotan adalah paku.


(43)

Cetakan badan keranjang kain adalah 55 Cm X 75 Cm X 60 Cm dan ukuran cetakan penutupnya adalah 60 Cm X 80 Cm X 60 Cm.

Produk rotan berupa bakul dibuat untuk tempat mengambil kemenyan di hutan dan sebagai bakul padi. Bakul ini seluruhnya menggunakan rotan pakkat. Bahan baku pakkat yang dibutuhkan untuk pembuatan satu bakul padi 4 Kg rotan Pakkat dan satu bakul kemenyan membutuhkan 3 Kg rotan Pakkat. Adapun banyaknya bakul yang dapat diproduksi masyarakat setiap minggunya adalah lima buah bakul kemenyan dan 3 buah bakul padi. Harga jual bakul kemenyan yang ada di pasar adalah Rp. 20.000 dan bakul padi (ampang) seharga Rp. 25.000 per bakul.

Pembuatan keranjang dan bakul dilakukan masyarakat pada hari Selasa sampai hari Kamis. Produk olahan rotan biasanya dijual pada hari Jumat ke Doloksanggul langsung ke pedagang dan sebagian masyarakat kadang menjual sendiri produk olahan rotan di pasar. Produk rotan yang dijual menurut orderan adalah parcel, kursi dan keranjang kain. Pola distribusi rotan yang ada di daerah adalah dari pengambil yang sekaligus pengolah rotan ke pedagang pengumpul pertama dan pola distribusi dari pengambil yang sekaligus pengolah rotan langsung ke konsumen. Masyarakat yang mengambil rotan seluruhnya mengolah rotan menjadi produk rotan, tidak ada masyarakat yang menjual rotan mentah. Namun, terdapat salah satu masyarakat yang tidak lagi mengambil rotan ke hutan tetapi membeli bahan baku rotan dari pengumpul rotan di Hutagalung.

Produksi rotan yang lain adalah kursi rotan., tempat buah, kandang ayam, dan parsel hanya diproduksi bila ada pesanan. Masyarakat juga memanfaatkan rotan untuk keperluan sehari-hari selain barang yang diproduksi untuk dijual


(44)

seperti sangkar burung, vas bunga, keranjang ikan. Rotan cacing juga dimanfaatkan sebagai jemuran kain. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.8/Menhut-II/2009 memaparkan tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006 tentang penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan negara yaitu Pasal 13 ayat (13) setiap pengangkutan produk olahan HHBK rotan dalam bentuk barang jadi (furniture, kerajinan tangan, aneka keranjang, lampit, saborina, dan barang jadi lainnya berbahan rotan), menggunakan Nota milik perusahaan membuat pemasaran produk rotan dari Kecamatan Doloksanggul hanya bersifat lokal.

Masyarakat yang lebih banyak memanfaatkan rotan sebagai salah satu sumber mata pencahariannya adalah desa Simangaronsang. Penduduk desa Simangaronsang lebih banyak memanfaatkan rotan sebagai salah satu sumber pendapatan dikarenakan desa ini lebih dekat ke hutan di Hutagalung. Berikut disajikan komposisi masyarakat pengambil dan pengolah rotan di Kecamatan Doloksanggul.

Tabel 3. Komposisi pengambil dan pengolah rotan

Desa Jumlah penduduk laki-laki Jumlah pengambil dan

pengolah rotan

Simangaronsang 359 orang 23 orang

Silagalaga 529 orang 1 orang

Pariksinomba 724 orang 6 orang

Sumber : Data Primer, 2010

Teknologi pengolahan

Penerapan teknologi pengolahan rotan hanya terdapat di desa Pariksinomba yaitu industri pembuatan kursi. Teknologi yang dimaksud di sini


(45)

adalah adanya penggunaan mesin dan perlakuan terhadap rotan selain dijemur di bawah sinar matahari. Berdirinya industri ini merupakan berkat sumbangan dari pemerintah sebagai upaya peningkatan pendapatan masyarakat dari pembuatan produk rotan. Industri ini dibuat dalam bentuk koperasi yang dikelola oleh masyarakat desa Pariksinomba. Masyarakat bisa menerapkan teknologi pada pengolahan rotan dikarenakan masyarakat menerima bantuan dari pemerintah berupa mesin dan pelatihan. Mesin yang diperoleh adalah mesin amplas, mesin pengupas, mesin pengirat, mesin penipis, mesin pembengkok, generator set (genset), stempress, dan hekter. Mesin ini sudah diterima sudah satu tahun yang lalu.

Industri ini hanya ada di desa Pariksinomba dengan produk utama kursi rotan. Kursi yang diproduksi pernah dijadikan sebagai salah satu bahan pameran Kabupaten Humbang Hasundutan. Pengambilan sampel hanya dilakukan pada satu orang anggota koperasi dikarenakan kegiatan produksi ini tidak berjalan lancar sehingga responden yang diwawancarai adalah masyarakat yang lokasi pabrik berada dekat dengan rumah masyarakat.

Selain itu, kursi yang diproduksi juga sudah diperdagangkan tetapi hanya untuk pasar lokal atau hanya di Doloksanggul. Produksi rotan biasanya dilakukan menurut pesanan. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kursi adalah rotan cacing sebanyak 125 Kg, rotan malno atau manau (Calamus manan Miq.) sebanyak 4 batang, paku, H2O, air kaca dan vernis. Rotan manau yang

digunakan pada pembuatan kursi ini diperoleh dengan membeli dari daerah lain. Rotan manau digunakan sebagai kerangka meubel, rotan cacing digunakan


(46)

sebagai bahan anyaman dan bahan pengikat. Rotan batu hanya digunakan sebagai bahan anyaman.

Proses pembuatan kursi dimulai dengan menggoreng rotan menggunakan minyak solar. Minyak solar sebanyak satu drum dapat menggoreng satu ton rotan. Penggorengan dimaksud agar lapisan lilin pada permukaan kulit rotan lebih mudah dihilangkan, pengeringan lebih cepat, terhindar dari serangan hama dalam batas waktu tertentu, serta membuat rotan lebih awet. Selanjutnya rotan diarik menggunakan mesin pengarik kemudian rotan dianyam membentuk kursi dan finishing. Harga jual satu set kursi yang dibuat masyarakat adalah Rp.1.400.000.

Adapun prestasi kerja masyarakat membuat satu buah kursi adalah tiga hari dan untuk menyelesaikan satu set kursi dibutuhkan waktu satu minggu.

Banyaknya kegunaan rotan salah satu faktor yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan adanya pelatihan harusnya masyarakat yang mengambil dan mengolah rotan di Kecamatan Doloksanggul mampu membuat berbagai produk rotan yang lebih beragam dan bernilai seni sehingga nilai jual produk rotan meningkat seperti baki, pot bunga, penyekat ruangan, rak, lemari, tempat tidur, barang anyaman dan yang lainnya. Buah rotan dapat diolah agar memiliki pasar, dimana buah rotan mempunyai khasiat mengurangi rasa mual bagi wanita hamil yang sedang mengidam hal ini sesuai dengan Affandi dan Patana (2004).

Pendapatan Masyarakat

Pendapatan yang dimaksud adalah jumlah keseluruhan pendapatan dari pemanfaatan rotan setelah dikurang biaya produksi. Dari hasil tabulasi data


(47)

(Lampiran 2), pendapatan rata-rata masyarakat dari pemanfaatan rotan adalah Rp.579.967 setiap bulannya. Pendapatan terkecil masyarakat setiap bulannya dari rotan bila rutin merotan adalah Rp.104.000 per bulan dan pendapatan terbesar adalah Rp.2.620.000 per bulan. Ada juga pendapatan seorang reponden dari pemanfaatan rotan sebesar Rp. 8.000 per bulannya, dikarenakan orang tersebut hanya mengambil rotan dua kali dalam setahun. Pendapatan rata-rata masyarakat yang mengambil dan mengolah rotan tergolong sangat rendah. Pendapatan yang rendah dari pemanfaatan rotan dikarenakan pengolahan keranjang dilakukan secara manual, tanpa perlakuan dan mesin. Dari hasil wawancara kepada seluruh responden, pendapatan dari mengambil dan mengolah rotan menjadi suatu produk rotan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga. Oleh sebab itu, untuk menambah pendapatan masyarakat harus mencari sumber pendapatan yang lain seperti bertani kopi, padi dan palawija.

Adanya bantuan teknologi diduga akan menambah nilai jual produk rotan dari keawetan dan kerapiannya. Masyarakat mengaku kesulitan dalam memperoleh bahan baku karena tidak memiliki izin. Masyarakat juga sadar bahwa mereka illegal, namun kebutuhan hidup membuat masyarakat terus bekerja mengambil rotan. Pada penjualan kursi kendala yang dihadapi selain bahan baku yang kurang adalah pasar yang kurang mampu bersaing karena kursi yang dihasilkan kurang berkualitas dibandingkan dengan yang diproduksi dari luar kota. Tentu saja karena teknologi yang diterapkan masih rendah. Meskipun masyarakat mengambil rotan, bahan baku untuk industri kursi tidak dapat terpenuhi. Tersedianya bahan baku yang cukup mendukung produksi yang lancar.


(48)

Pendapatan petani dikelompokkan menjadi lima kelas yang disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Pendapatan masyarakat

Faktor Sosial Ekonomi dan Teknis dari Pemanfaatan Rotan Umur

Dari hasil tabulasi kuisioner masyarakat berpenghasilan paling besar dari pemanfaatan rotan lebih banyak berada di tingkat umur 42-52 tahun. Pendapatan terbesar dari seluruh responden berada pada tingkat umur 20-30 tahun yaitu 20 tahun dengan pendapatan sebesar Rp. 2.620.000 per bulan. Responden yang paling tua berumur 70 tahun memperoleh pendapatan dari pemanfaatan rotan sebesar Rp.800.000 setiap bulannya. Umumnya pekerjaan mengambil dan mengolah rotan ini sudah dilakukan secara turun-temurun. Masyarakat yang mengambil dan mengolah rotan pada kelas umur 20-30 tahun dan 31-41 tahun lebih sedikit dibandingkan masyarakat yang berusia 42-52 tahun dikarenakan mereka sudah beralih ke sektor pertanian. Jumlah masyarakat yang berusia di atas 53 tahun lebih sedikit karena tenaga mereka sudah berkurang dan beralih ke sektor pertanian. Akan tetapi masyarakat pada tingkat usia di atas 53 tahun tetap mengambil dan mengolah rotan dikarenakan sudah pekerjaan mereka sejak dari dulu dan paham masyarakat daripada menjadi budak orang lain lebih baik merotan walaupun sakit dan masih sanggup. Rata-rata petani rotan berada pada usia 44

No. Pendapatan per bulan (Rp) Jumlah (%)

1 2 3 4 5 < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 1 19 4 2 4 3,3 63,3 13,4 6,6 13,4


(49)

tahun dimana usia ini merupakan masyarakat yang produktif ditinjau dari segi umur (Lampiran 2).

Seluruh responden pada penelitian ini adalah laki-laki. Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa masyarakat pengambil dan pengolah rotan paling banyak berada pada kelas umur 42-52 tahun. Pengambil dan pengolah rotan yang paling muda berusia 20 tahun dan yang paling tua berusia 70 tahun. Pendapatan petani rotan menurut umur disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi pendapatan menurut kelompok umur

Umur (tahun) Pendapatan per bulan (Rp) Jumlah %

20-30 < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 - 3 - 2 1 - 10 - 6,7 3,3

Sub total 6 20

31-41 < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 1 4 - - 1 3,3 13,3 - 3,3

Sub total 6 19,9

42-52 < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 - 9 2 - 2 - 30 6,7 - 6,7

Sub total 13 43,4

53-63 < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 - 2 - - - - 6,7 - - -

Sub total 2 6,7

>63 < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 - 1 2 - - - 3,3 6,7 - -

Sub total 3 10


(50)

Pengalaman

Pengalaman yang dimaksud adalah lama petani mengambil dan mengolah rotan menjadi suatu produk olahan. Kualitas keranjang yang dihasilkan pengolah rotan yang sudah berpengalaman dengan yang belum berpengalaman adalah relatif sama. Masyarakat yang memiliki sedikit pengalaman adalah masyarakat yang baru bekerja sebagai pengambil dan pengolah rotan dikarenakan sulitnya mencari pekerjaan. Berikut disajikan komposisi pendapatan masyarakat berdasarkan pengalaman.

Tabel 6. Komposisi pendapatan berdasarkan pengalaman

Lama mengambil dan mengolah rotan (tahun)

Pendapatan per bulan (Rp) Jumlah %

1-10 < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 1 9 - 2 2 3,3 30 - 6,7 6,7

Sub total 14 46,7

11-20 < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 - 3 1 - - - 10 3,3 - -

Sub total 4 13,3

21-30 < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 - 5 2 - - - 16,7 6,7 - -

Sub total 7 23,4

31-40 < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 - 3 - - - - 10 - - -

Sub total 3 10

41-50 < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 - 1 1 - - - 3,3 3,3 - -

Sub total 2 6,6


(51)

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa kebanyakan masyarakat memiliki pengalaman memanfaatkan rotan pada kelompok pertama yaitu 1-10 tahun. Petani yang pengalamannya sangat lama 41-50 tahun tidak menjadikan pendapatan mereka lebih besar. Petani rotan ada yang baru merotan yaitu satu tahun tetapi ada juga petani rotan yang sudah sangat lama memanfaatkan rotan yaitu selama 50 tahun. Rata-rata masyarakat pengalaman mengambil rotan sudah 18 tahun. Terdapat masyarakat yang mulai mengambil rotan dan mengolah rotan masih satu tahun dengan tingkat penghasilan Rp 152.000 setiap bulannya. Mencari rotan tidak membutuhkan skill yang lebih hanya fisik yang kuat dan kemauan bekerja di alam bebas.

Pendidikan

Tingkat pendidikan biasanya menjadi faktor yang menentukan kemampuan seseorang untuk menatap dan merencanakan masa depannya (Ngakan, 2006). Penelitian ini menggunakan metode wawancara dipandu dengan pertanyaan yang sudah disiapkan. Seluruh responden dalam penelitian ini sudah pernah mengecap pendidikan formal. Pendidikan yang terendah adalah SD dan pendidikan tertinggi adalah SLTA. Oleh karena itu penulis tidak mengalami kesulitan dalam melakukan wawancara akan tetapi untuk menguji konsistensi jawaban mereka, peneliti menanyakan tujuan pertanyaan yang sama dengan model pertanyaan yang berbeda. Hasilnya masyarakat tidak menjawab pertanyaan terakhir karena sudah ditanyakan di awal wawancara. Adapun komposisi pendapatan masyarakat berdasarkan pendidikan disajikan dalam Tabel 7.


(52)

Tabel 7. Komposisi pendapatan berdasarkan pendidikan

Pendidikan Pendapatan per bulan

(Rp)

Jumlah %

SD < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 - 7 1 - 1 - 23,4 3,3 - 3,3

Sub total 9 30

SLTP < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 - 8 3 2 2 - 26,6 10 6,7 6,7

Sub total 15 50

SMU < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 1 4 - - 1 3,3 13,4 - - 3,3

Sub total 6 20

Total 30 100

Berdasarkan Tabel 7 diperoleh bahwa umumnya petani rotan adalah lulusan SLTP dan tidak ada responden dari lulusan ini yang pendapatannya di bawah Rp.100.000 per bulan. Di setiap tingkat pendidikan, terdapat masyarakat memperoleh pendapatan di atas Rp. 1.000.000 per bulan. Hal ini menunjukkan semakin tingginya tingkat pendidikan tidak menjadikan pendapatan masyarakat dari pemanfaatan rotan menjadi lebih besar dibandingkan pendidikan yang rendah sehingga pendidikan tidak mempengaruhi besar kecilnya pendapatan petani dari pemanfaatan rotan. Walaupun telah mengecap pendidikan di SLTA, masyarakat tetap berprofesi mengambil rotan dikarenakan pekerjaan ini sudah turun-temurun dan sulitnya memperoleh pekerjaan yang lebih baik.


(53)

Jarak pengambilan

Lokasi hutan tempat masyarakat mengambil rotan biasanya adalah hutan yang berada di Hutagalung, maka jarak yang ditempuh ke daerah ini relatif sama. Jarak yang paling dekat mengambil rotan adalah 30 Km dan paling jauh 68 Km. Masyarakat yang mengambil rotan menempuh jarak di atas 60 Km dikarenakan masyarakat mengambil rotan daerah Pakkat. Untuk menuju hutan biasanya masyarakat menggunakan angkutan umum kemudian berjalan kaki kurang lebih 6 Km. Pulang mengambil rotan biasanya masyarakat juga menggunakan jasa angkutan umum atau terkadang menumpang truk milik PT.Toba Pulp Lestari. Rata-rata jarak yang ditempuh masyarakat adalah 48 Km. Pendapatan masyarakat bila dikelompokkan menurut jarak pengambilan disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Kompisisi pendapatan menurut jarak pengambilan

Jarak (Km) Pendapatan per bulan (Rp) Jumlah %

30-40 < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 1 1 2 - 1 3,3 3,3 6,7 - 3,3

Sub total 5 16,6

41-50 < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 - 17 1 2 2 - 56,8 3,3 6,7 6,7

Sub total 22 73,5

51-60 < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 - 1 - - 1 - 3,3 - - 3,3

Sub total 2 6,6

61-70 < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 - - 1 - - - - 3,3 - -

Sub total 1 3,3


(54)

Frekuensi pengambilan

Rata-rata masyarakat akan mengambil rotan sampai 4 kali dalam satu bulan. Masyarakat yang memiliki frekuensi pengambilan rotan yang paling banyak adalah 12 kali dalam satu bulan. Ada juga masyarakat yang mengambil rotan sekali dalam setengah tahun. Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa masyarakat yang mengambil rotan 0-4 kali dalam sebulan dengan 10-14 kali dalam sebulan memiliki pendapatan di atas Rp.1.400.000 setiap bulannya. Tabel 9 menunjukkan frekuensi pengambilan rotan dalam satu bulan.

Tabel 9. Kompisisi pendapatan berdasarkan frekuensi pengambilan rotan

Frekuensi pengambilan dalam

satu bulan (kali)

Pendapatan per bulan (Rp) Jumlah %

0-4 < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 1 12 3 - 2 3,3 40 10 - 6,7

Sub total 18 60

5-9 < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 - 7 1 1 - - 23,4 3,3 3,3 -

Sub total 9 30

10-14 < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 - - - 1 2 - - - 3,3 6,7

Sub total 3 10

Total 30 100

Umumnya masyarakat pergi ke hutan secara berkelompok namun ada juga yang pergi secara individual. Masyarakat lebih lebih banyak pulang hari mengambil rotan. Tidak ada ketakutan masyarakat pergi ke hutan sendiri karena di hutan akan bertemu dengan pengambil rotan yang lain. Jadwal masuk hutan


(55)

masyarakat biasanya adalah hari Senin dan Sabtu akan tetapi ada juga masyarakat yang mengambil rotan bila persediaan bahan baku rotan sudah habis.

Banyak jenis rotan yang diambil

Rata-rata masyarakat mengambil rotani lebih dari satu jenis biasanya rotan yang diambil adalah rotan cacing dan rotan sulfi. Masyarakat yang mengambil rotan hanya satu jenis, rotan yang diambil adalah rotan pakkat. Komposisi pendapatan masyarakat berdasarkan banyaknya jenis rotan yang diambil ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Komposisi pendapatan berdasarkan banyak jenis rotan yang diambil

Banyak jenis rotan yang diambil

Pendapatan per bulan (Rp) Jumlah %

Hanya satu jenis < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 - 2 2 - - - 6,7 6,7 - -

Sub total 4 13,4

Lebih dari satu jenis < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 1 17 2 2 4 3,3 56,6 6,7 6,7 13,3

Sub total 26 86,6

Total 30 100

Rotan yang diambil lebih dari satu jenis adalah rotan sulfi dan rotan cacing. Walaupun masyarakat mengambil rotan lebih dari satu jenis tetapi potensi rotan cacing tidak banyak. lebih Pendapatan petani yang hanya mengambil satu jenis rotan tidak membuat pendapatan menjadi lebih kecil atau di bawah Rp.100.000 tetapi tidak pula membuat penghasilannya besar. Walaupun hanya satu jenis rotan yang diambil, potensi rotan ini lebih banyak sehingga pendapatan


(56)

meningkat. Berbeda dengan yang mengambil dua jenis rotan tetapi potensi kedua rotan tersebut sedikit akan menurunkan jumlah pendapatan.

Teknologi pengolahan

Teknologi pengolahan yang dimaksud adalah pengolahan rotan menjadi produk menggunakan mesin dan ada perlakuan selain menjemur dan memanggang di atas api. Hampir seluruh masyarakat membuat produk dari rotan tanpa sentuhan teknologi. Masyarakat yang menerapkan teknologi hanya satu orang yaitu untuk pembuatan kursi. Masyarakat lainnya hanya menjemur di bawah sinar matahari atau memanggang di atas api. Masyarakat yang menerapkan teknologi dengan yang tidak menerapkan teknologi sama-sama memiliki pendapatan di tingkat pendapatan yang paling besar. Komposisi pendapatan masyarakat berdasarkan teknologi pengolahan disajikan dalam Tabel 11.

Tabel 11. Komposisi pendapatan berdasarkan teknologi pengolahan

Teknologi Pendapatan per bulan (Rp) Jumlah %

Menggunakan teknologi

≥ 1.400.000 1 3,3

Sub total 1 3,3

Tanpa teknologi < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000

1 19

4 2 3

3,3 63,4 13,3 6,7 10

Sub total 29 96,7

Total 30 100

Pelatihan

Pelatihan yang diikuti sebagian petani rotan berasal dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Humbang Hasundutan dan pelatihan di Medan berasal dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara. Petani yang


(57)

pernah mengikuti pelatihan hanya 5 orang dengan bentuk dan waktu pelatihan yang berbeda. Masyarakat yang pernah mengikuti pelatihan tidak ada yang memperoleh pendapatan di bawah Rp.100.000. Tentu saja pelatihan telah memberi dampak positif membuat masyarakat lebih kreatif sehingga pendapatan meningkat. Namun, pernah tidaknya masyarakat mengikut i pelatihan tidak mempengaruhi besar kecilnya pendapatan masyarakat. Masyarakat yang paling banyak mengikuti pelatihan sebanyak lima kali merupakan responden dengan pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan masyarakat lainnya yang pernah mengikuti pelatihan juga (Lampiran 3). Bantuan yang diterima masyarakat adalah dalam bentuk modal, pelatihan dan alat. Sebelum pemekaran, satu orang responden mendapat pelatihan keterampilan teknis dan desain anyaman rotan kerjasama antar daerah dari Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara. Komposisi pendapatan masyarakat dari pemanfaatan rotan disajikan dalam Tabel 12.

Tabel 12. Komposisi pendapatan berdasarkan pelatihan

Mengikuti pelatihan Pendapatan per bulan (Rp) Jumlah %

Pernah < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 - 1 3 - 1 - 3,3 10 - 3,3

Sub total 5 16,6

Tidak pernah < 100.000

100.000 – <500.000 500.000 – <900.000 900.000 – <1.400.000

≥ 1.400.000 1 18 1 2 3 3,3 60 3,3 6,8 10

Sub total 25 83,4


(58)

Model Penduga Pendapatan

Metode enter adalah suatu metode dalam pembentukan taksiran model regresi dimana semua variabel bebas dilibatkan dalam pembentukan persamaan regresinya. Model penduga pendapatan masyarakat dari pengambilan dan pengolahan rotan yang diperoleh dengan metode enter adalah

Y = 667642,231 – 2074,143X1 – 5027,739X2 + 64265,826X3 - 7462,574

X4 + 93433,605X5 – 282548,659X6 + 575022,176 X7 + 63180,416X8

Untuk mengetahui apakah suatu persamaan regresi yang dihasilkan baik untuk mengestimasi nilai variabel dependen maka dilakukan uji koefisien regresi (uji parsial), pengukuran persentase pengaruh semua variabel independen secara simultan terhadap nilai variabel dependen, dan pengujian pengaruh semua variabel independen di dalam model terhadap nilai variabel dependen (uji simultan).

Model regresi tersebut sudah benar atau tidak dapat diketahui dengan melakukan pengujian hubungan linearitas antara variabel bebas dengan variabel tak bebas. Pengujian hubungan linearitas dilihat dari angka signifikansi Anova (Lampiran 4c). Pengujian dilakukan dengan menggunakan angka signifikansi atau Sig dengan ketentuan jika angka signifikansi penelitian < 0,05; H0 ditolak dan H1

diterima dan jika angka signifikansi penelitian > 0,05; H0 diterima dan H1 ditolak.

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka signifikansi sebesar 0,207 dimana angka ini lebih besar dari 0,05 sehingga model regresi ini belum benar. Untuk itu, agar diperoleh model yang terbaik digunakan metode stepwise. Model penduga pendapatan masyarakat dari pemanfaatan rotan yang diperoleh adalah (Lampiran 4d):


(59)

Y = 59174,456 + 92976,472X5 (Frekuensi pengambilan)

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka signifikansi sebesar 0,005, dimana angka ini lebih kecil dari 0,05. Artinya, terdapat hubungan linier antara frekuensi pengambilan dengan pendapatan. Karena terdapat hubungan linier antara frekuensi pengambilan dengan pendapatan maka variabel frekuensi pengambilan mempengaruhi pendapatan. Frekuensi pengambilan berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan ditunjukkan oleh tingkat signifikansi sebesar 0,005 dan nilai ini di bawah 0,05.

Uji t dan uji F tidak berlaku lagi jika terjadi autokorelasi di dalam model untuk itu, dapat dilihat dari nilai DurbinWatson (DW). Jika angka DW di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif, angka DW antara --2 dan +-2 berarti tidak terjadi autokorelasi, dan jika DW berada di atas +2 maka ada autokorelasi negatif. Hasil analisis regresi dengan SPSS 16 memperoleh nilai DW sebesar 1,650 dimana nilai ini berada di antara -2 dan +2, yang berarti tidak terjadi autokorelasi.

Uji koefisien regresi secara parsial (uji t) menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel tak bebas. Dari hasil analisis regresi diperoleh thitung sebesar 3,061 dan

ttabel (22; 0,05) sebesar 1,717 maka H0 ditolak, jadi koefisien regresi signifikan. Dari

analisis regresi diperoleh Fhitung sebesar 9,370 dengan signifikansi 0,005 yang

lebih kecil dari 0,05 dan Ftabel (7; 22; 0,05) sebesar 2,46. F hitung yang lebih besar dari

F tabel maka H0 yang menyatakan bahwa variabel bebas tidak berpengaruh

terhadap pendapatan ditolak. Variabel yang berpengaruh terhadap pendapatan adalah frekuensi pengambilan. Dapat disimpulkan bahwa variasi perubahan nilai variabel tak bebas (pendapatan) dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Artinya,


(60)

frekuensi pengambilan rotan di dalam model secara signifikan berpengaruh terhadap pendapatan. Umur, pengalaman, pendidikan, jarak pengambilan, banyak jenis rotan yang diambil, teknologi pengolahan dan pelatihan tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan masyarakat (Lampiran 5d).

Model yang digunakan dengan metode enter menghasilkan taraf signifikansi 0,207 dan melebihi taraf signifikansi yang sudah ditetapkan sebelumnya dan bila dengan metode stepwise menghasilkan taraf signifikansi 0,005 dimana nilai signifikansi ini lebih kecil dari taraf signifikansi yang sudah ditetapkan. Hal ini dikarenakan pada prinsipnya metode Enter akan memasukkan semua variabel prediktor independen secara simultan ke dalam model regresi. Jika ada satu variabel yang signifikan secara parsial (berdasarkan uji t) maka belum tentu uji F-nya akan signifikan juga karena model dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang mungkin tidak signifikan. Dalam penelitian ini terdapat variabel dummy yaitu teknologi pengolahan dan banyak jenis rotan yang diambil.Variabel dummy dalam medel regresi mewakili nilai kualitatif. Nilai variabel kualitatif ini menggunakan bilangan Binner yaitu 0 dan 1. Perubahan nilai suatu variabel tidak selalu dipengaruhi oleh variabel kuantitatif tetapi dapat juga dipengaruhi variabel kualitatif (dummy). Sementara metode stepwise secara otomatis akan memilih variabel-variabel yang membuat model menjadi signifikan.

Semakin seringnya masyarakat mengambil rotan tentu saja disesuaikan dengan permintaan pasar yang akan berpengaruh terhadap pendapatan. Masyarakat yang pengambil dan pengolah rotan yang berusia muda tentu saja memiliki energi yang lebih besar bila dibandingkan dengan yang tua, akan tetapi bila tidak ulet tentu saja pendapatan masyarakat yang berusia lebih tua dapat


(61)

menjadi lebih besar. Dari hasil penelitian (Lampiran 3) diketahui bahwa masyarakat yang tua dan muda tidak menunjukkan pendapatan yang berbeda secara signifikan. Masyarakat yang sudah lama bekerja mengambil dan mengolah rotan dengan yang tidak berpengalaman tetap saja terdapat masyarakat yang berpenghasilan rendah juga berpenghasilan yang besar karena jumlah produk yang dihasilkan oleh yang berpengalaman tidak lebih banyak atau lebih berkualitas.

Pendidikan tidak berpengaruh karena pengambilan rotan dan pengolahan rotan lebih mengandalkan tenaga. Jarak pengambilan yang relatif sama karena kawasan pengambilan rotan yang sama tidak membuat pendapatan masyarakat meningkat. Banyak jenis rotan yang diambil bila lebih dari satu jenis tidak membuat pendapatan masyarakat meningkat, karena walaupun dua jenis rotan yang diambil (rotan sulfi dan rotan cacing) potensi rotan cacing yang diperoleh hanya sedikit sedangkan yang mengambil rotan hanya satu jenis, potensinya lebih banyak. Masyarakat yang menerapkan teknologi pada pengolahan rotan tidak mampu meningkatkan pendapatan secara signifikan (Lampiran 4d) karena produksi tidak berjalan lancar. Masyarakat yang pernah mengikuti pelatihan dengan yang tidak mengikuti pelatihan terdapat masyarakat yang berpenghasilan rendah namun ada juga yang berpenghasilan besar. Masyarakat yang lebih sering ke hutan mengambil rotan memperoleh bahan baku yang lebih banyak sehingga jumlah produk yang dihasilkan juga lebih banyak sehingga pendapatan meningkat.

Persamaan yang diperoleh dari hasil analisis regresi berganda yang diolah dengan Software SPSS 16.00 menghasilkan koefisien determinasi (R2) sebesar 25,1% (Lampiran 5b). Koefisien determinasi menunjukkan tingkat keakuratan


(62)

modelnya, semakin besar nilai R2semakin baik model regresi yang diperoleh. Jadi besarnya pendapatan masyarakat karena frekuensi pengambilan hanya mampu dijelaskan sebesar 25,1%. Untuk sisanya 74,9% dijelaskan oleh faktor-faktor yang lain. Nilai koefisien determinasi yang diperoleh menunjukkan variabel frekuensi pengambilan tidak begitu kuat mempengaruhi pendapatan. Koefisien frekuensi pengambilan sebesar 92.976,472 menyatakan bila masyarakat meningkatkan intensitas pengambilan rotan, maka pendapatan masyarakat akan bertambah sebesar Rp.92.976,472.


(1)

6. Hutan tempat masyarakat mengambil rotan


(2)

b. Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .606a .368 .127 569766.297 1.852

a. Predictors: (Constant), Pelatihan, Frekuensi pengambilan, Pendidikan, Banyak jenis rotan, Jarak pengambilan, Umur, Teknologi pengolahan, Pengalaman

b. Dependent Variable: Pendapatan c. ANOVAb

Model

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 3.965E12 8 4.956E11 1.527 .207a

Residual 6.817E12 21 3.246E11

Total 1.078E13 29

a. Predictors: (Constant), Pelatihan, Frekuensi pengambilan, Pendidikan, Banyak jenis rotan, Jarak pengambilan, Umur, Teknologi pengolahan, Pengalaman

b. Dependent Variable: Pendapatan

Lampiran 4. Output SPSS Metode Enter

a. Variables Entered/Removedb Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1 Pelatihan, Frekuensi pengambilan, Pendidikan, Banyak jenis rotan, Jarak pengambilan, Umur, Teknologi pengolahan, Pengalamana

. Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Pendapatan


(3)

d. Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta

Tole ranc

e VIF 1 (Constant) 667642.23

1 1.617E6 .413 .684

Umur -2074.143 21439.894 -.044 -.097 .924 .145 6.879 Pengalaman -5027.739 20116.402 -.115 -.250 .805 .143 6.978 Pendidikan 64265.826 189690.744 .075 .339 .738 .614 1.629 Jarak

pengambilan -7462.574 19958.126 -.078 -.374 .712 .685 1.461 Frekuensi

pengambilan 93433.605 42903.043 .503 2.178 .041 .564 1.773 Banyak jenis

rotan

-282548.65 9

415819.999 -.160 -.679 .504 .542 1.846 Teknologi

pengolahan

575022.17

6 855437.686 .172 .672 .509 .459 2.179 Pelatihan 63180.416 126448.794 .127 .500 .623 .467 2.141 a. Dependent Variable:


(4)

Lampiran 5. Output SPSS metode Stepwise

a. Variables Entered/Removeda Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1

Frekuensi

pengambilan .

Stepwise (Criteria: enter <= .050, Probability-of-F-to-remove >= .100).

a. Dependent Variable: Pendapatan b. Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 .501a .251 .224 537147.361 1.650

a. Predictors: (Constant), Frekuensi pengambilan b. Dependent Variable: Pendapatan

c. ANOVAb Model

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 2.704E12 1 2.704E12 9.370 .005a

Residual 8.079E12 28 2.885E11

Total 1.078E13 29

a. Predictors: (Constant), Frekuensi pengambilan b. Dependent Variable: Pendapatan

d.Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 59174.456 196372.533 .301 .765 Frekuensi

pengambilan 92976.472 30373.324 .501 3.061 .005 1.000 1.000 a. Dependent Variable:


(5)

Lampiran 6. Panduan Wawancara Penelitian

A. Karakteristik responden

1. Nama :

2. Jenis kelamin :

3. Umur :

4. Suku bangsa :

5. Agama :

6. Jumlah anggota keluarga :

7. Alamat :

8. Pekerjaan utama :

9. Pekerjaan sampingan :

10. Pendidikan :

11. Apakah saudara merupakan penduduk asli ini ? Jika ya, sudah berapa lama tinggal di desa ini? Jika tidak, darimana asal saudara?

B. Bentuk Pemanfaatan Rotan

1. Berapa lama waktu persiapan pengambilan rotan? 2. Rotan yang bagaimana yang sudah dapat diambil?

3. Bagaimana sistem pengambilan rotan apakah berkolompok atau per orang? 4. Bila berkelompok, berapa orang jumlahnya dan posisinya?

5. Adakah perlakuan terhadap rotan sebelum dijual? 6. Bila ya, perlakuan apa?

7. Untuk apakah dibuat perlakuan tersebut? 8. Warna rotan yang bagaimanakah yang baik?

9. Hama apa yang biasa menyerang rotan yang sudah dipanen? 10. Apakah saudara menanam rotan di kebun misalnya?

11. Manfaat rotan untuk apa saja?

12. Sudah berapa lama saudara menggunakan rotan untuk keperluan sendiri? 13. Apakah saudara menggunakan rotan dalam kehidupan sehari-hari? 14. Bagaimana persepsi saudara tentang potensi rotan, apakah akan habis?

Jika ya, alasan: Jika tidak, alasan:


(6)

C. Sosial Ekonomi Masyarakat

1. Berapa biaya yang dibutuhkan dalam pengambilan rotan? 2. Berapa frekuensi mengambil rotan dalam sebulan? 3. Berapa lama di dalam hutan mengambil rotan?

4. Berapa jumlah rotan yang diambil setiap mengumpul rotan? 5. Jenis rotan apa saja yang diambil?

6. Dari mana saja rotan diambil?

7. Apakah saudara mengetahui status hutan tempat saudara mengambil rotan? 8. Ke mana rotan yang dipungut dipasarkan?

9. Apa saja produk rotan yang saudara buat?

10. Berapa harga masing-masing produk rotan dijual?

11. Berapa banyak yang bisa saudara hasilkan dalam seminggu? 12. Berapa biaya untuk membuat satu unit masing-masing produk? 13. Apakah saudara menjualnya atau untuk keperluan sendiri? 14. Bagaimana sistem pemasaran rotan?

15. Sebelum dijual apakah saudara mengumpulkan rotan?

16. Apa saja alat yang saudara gunakan dalam mengambil rotan?

17. Apa saja alat yang saudara gunakan mengolah rotan mnjadi suatu produk?

D. Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat Yang Mempengaruhi Pendapatan Masyarakat Dari Pemanfaatan Rotan

1. Berapa jarak jelajah untuk mendapatkan rotan? 2. Sudah berapa lama saudara memungut rotan?

3. Sudah berapa lama saudara mengolah rotan menjadi suatu produk?

4. Pernahkah saudara menerima bantuan berupa alat, pelatihan, atau penanaman rotan?