Perhitungan Struktur Beton Prategang

c. Tegangan serat tarik terluar dalam daerah tarik yang pada awalnya mengalami tekan 1 2 ′ d. Tegangan serat tarik terluar dalam daerah tarik yang pada awalnya mengalami tekan dari komponen-komponen struktur kecuali pada sistem pelatdua-arah, dimana analisis yang didasarkan pada penampang retak transformasi dan hubungan momen-lendutan bilinier menunjukkan bahwa lendutan seketika dan lendutan jangka panjang memenuhi persyaratan, dan dimana persyaratan selimut beton memenuhi ′ Tegangan tarik pada tendon prategang tidak boleh melampaui nilai berikut: a. Akibat gaya pengangkuran tendon 0,94 fpy, tetapi tidak lebih besar dari nilai terkecil dari 0,80 fpu dan nilai maksimum yang direkomendasikan oleh pabrik pembuat tendon prategang atau perangkat angkur. b. Sesaat setelah penyaluran gaya prategang 0,82 fpy, tetapi tidak lebih besar dari 0,74 fpu. c. Tendon pasca tarik, pada daerah angkur dan sambungan, segera setelah penyaluran gaya0,70 fpu. 3. Kehilangan Prategang Besarnya gaya prategang sebenarnya yang ada dalam suatu balok beton prategang tidak dapat diukur dengan mudah. Gaya total pada tendon pada saat penarikan dapat ditentukan dengan pressure gage pada dongkrak. Bermacam-macam kehilangan gaya prategang akan menurunkan gaya prategang menjadi harga yang lebih rendah, sehingga beban yang dipikul balok prategang menjadi lebih rendah pula. Selisih antara gaya prategang akhir dengan gaya prategang awal dinamakan “kehilangan prategang”. Gaya prategang awal yang diberikan ke elemen beton akan mengalami proses reduksi yang progresif selama kurun waktu tertentu. Dengan demikian, tahapan gaya prategang perlu ditentukan pada setiap tahap pembebanan, dari tahap transfer gaya prategang ke beton, sampai berbagai tahap prategang yang terjadi pada kondisi beban kerja, hingga mencapai ultimit. Berikut jenis-jenis kehilangan prategang yang perlu diperhitungkan : a. Perpendekan elastis beton Ketika gaya prategang disalurkan ke beton, maka beton akan menerima tekanan dan memendek sehingga terjadi pengenduran pada beton. Beton memendek pada saat gaya prategang bekerja padanya. Karena tendon yang melekat pada beton di sekitarnya secara simultan juga memendek, maka tendon tersebut akan kehilangan sebagian dari gaya prategang yang dipikulnya. Regangan tekan pada beton akibat prategang harus sama dengan pengurangan regangan pada baja, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut : � = ∆� � = ∆ � � ∆ � = � = n Dengan : f c = tegangan pada beton setelah penyaluran tegangan dari tendon berlangsung. ∆ � merupakan tegangan tendon awal f si dikurangi dengan tegangan tendon setelah penyaluran f s , dapat dilihat pada rumus berikut : ∆ � = f si – f s = n Apabila P o adalah gaya awal tendon dan P f adalah gaya sesudahnya maka : P o – P f = n � � A ps P o = n � � A ps + P f P o = P f � � � + 1 = � � � � + � P o = � � + � = � � + � � diperkirakan sama dengan � � Sehingga: ∆ � = n = � � Untuk beban eksentris,f c = - � � ± � . .� � ± . � � Dengan : M = momen akibat berat sendiri Berhubung yang dihitung adalah tegangan pada pusat tendon maka nilai y = e. b. Rangkak dalam beton Rangkak merupakan deformasi yang terjadi pada beton dalam keadaan tertekan akibat beban mati permanen. Deformasi atau regangan yang berasal dari perilaku yang bergantung pada waktu ini merupakan fungsi dari besarnya beban yang bekerja, lamanya, serta sifat beton yang meliputi proporsi campurannya, kondisi perawatannya, umur elemen pada saat dibebani pertama kali, dan kondisi lingkungan.Kehilangan tegangan pada tendon akibat rangkak pada beton sebesar ∆ � = C t n f c Dengan : C t = 2 untuk struktur pre tension C t = 1,6 untuk struktur post tension f c = tegangan pada beton yang melekat pada titik berat tendon akibat gaya prategang awal. c. Susut dalam beton Susut merupakan perubahan volume pada beton. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya susut dalam beton meliputi proporsi campuran, tipe agregat, tipe semen, waktu perawatan, waktu antara akhir perawatan eksternal dan pemberian prategang, ukuran komponen struktur dan kondisi lingkungan. Kehilangan tegangan pada tendon dapat dihitung menggunakan rumus berikut : � �ℎ = 8,2.10 -6 1- 0,06 � 100-RH Dengan : � �ℎ = regangan susut dalam beton V = volume beton dalam inch S = luas permukaan beton RH = kelembaban relatif udara ∆f s = K sh ε sh E s K sh = factor susut yang tergantung waktu � �ℎ = 1 untuk prategang pretension Tabel 2.4 Nilai � �ℎ untuk komponen struktur post tension Selisih waktu antara pengecoran dengan prategangan hari 1 3 5 7 10 20 30 60 � �ℎ 0,92 0,85 0,80 0,77 0,73 0,64 0,58 0,45 d. Relaksasi dari tegangan baja Relaksasi diartikan sebagai kehilangan dari tegangan tendon secara perlahan seiring dengan waktu dan besarnya gaya prategang yang diberikan dibawah regangan yang hampir konstan. Tendon mengalami kehilangan pada gaya prategang sebagai akibat dari perpanjangan konstan terhadap waktu. Besarnya kehilangan tegangan pada baja akibat relaksasi baja prategang dapat dihitung dengan rumus: ∆f re = [K re – J∆f SH +∆f CR + ∆f ES ]C Dengan : ∆f re = kehilangan tegangan akibat relaksasi baja prategang K re = Koefisien relaksasi J = Faktor waktu C = Faktor relaksasi yang besarnya tergantung pada jenis tendon ∆f SH = Kehilangan tegangan akibat susut ∆f C = Kehilangan tegangan akibat rangkak ∆f E = Kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis beton Tabel 2.5 Nilai Kre dan J Nawy, 2001 Jenis tendon KRE J Kawat atau stress-relieved strand mutu 270 20.000 0,15 Kawat atau stress-relieved strand mutu 250 18.500 0,14 Kawat stress-relieved mutu 240 atau 235 17.600 0,13 Strand relaksasi rendah mutu 270 5000 0,04 Kawat relaksasi rendah mutu 250 4630 0,037 Kawat relaksasi rendah mutu 240 atau 235 4400 0,035 Batang stress-relieved mutu 145 atau 160 6000 0,05 Tabel 2.6 Nilai C Nawy, 2001 fsifpu Kawat atau strand stress-relieved Kawat atau strand relaksasi rendah atau batang stress relieved 0,8 1,28 0,79 1,22 0,78 1,16 0,77 1,11 0,76 1,05 0,75 1,45 1 0,74 1,36 0,95 0,73 1,27 0,9 0,72 1,18 0,85 0,71 1,09 0,8 0,7 1 0,75 0,69 0,94 0,7 0,68 0,89 0,66 0,67 0,83 0,61 0,66 0,78 0,57 0,65 0,73 0,53 0,64 0,68 0,49 Tabel 2.6 Nilai C Nawy, 2001 lanjutan 0,63 0,63 0,45 0,62 0,58 0,41 0,61 0,53 0,37 0,6 0,49 0,33 e. Gesekan Post tension Kehilangan ini terjadi akibat gesekan antara tendon dengan bahan sekitarnya selubung tendon. Kehilangan ini langsung dapat diatasi dari penarikan tendon pada jack. Kehilangan prategang terjadi pada komponen struktur pascatarik post tension yang dipengaruhi oleh besarnya sudut kelengkungan tendon. Kehilangan prategang akibat gesekan dapat dihitung dengan rumus berikut : P s = P o −��+� Dengan : K = koefisien wobble P o = Prategang awal � = koefisien kelengkungan α = sudut kelengkungan tendon Tabel 2.7 Koefisien wobbledan kelengkungan Nawy,2001 Jenis Tendon Koefisien wobble, K perfoot Koefisien kelengkungan, μ Tendon di selubung metal fleksibel Tendon kawat 0,0010-0,0015 0,15-0,25 Strand 7 kawat 0,0005-0,0020 0,15-0,25 Batang mutu tinggi 0,0001-0,0006 0,08-0,3 Tendo di saluran metal yang rigid Strand 7 kawat 0,0002 0,15-0,25 Tendon yang dilapisi mastic Tendon kawat dan Strand 7 kawat 0,0010-0,0020 0,05-0,15 Tendon yang dilumasi dahulu Tendon kawat dan Strand 7 kawat 0,0003-0,0020 0,05-0,15 f. Slip angkur Kehilangan akibat slip angkur terjadi pada struktur pascatarik yang diakibatkan adanya blok-blok pada angkur pada saat gaya pendongkrak ditransfer ke angkur. Sehingga tendon dapat tergelincir sedikit. Besarnya slip sekitar 2,5 mm. Kehilangan prategang akibat slip angkur dapat dihitung dengan rumus berikut : � � = ∆� ∆ � = � � E s ∆ � = ∆� E s Dengan : Δl = Slip rata-rata 2,5 mm L = Panjang tendon m Es = Modulus elastisitas tendon MPa 4. Tata Letak Tendon Prategang Tegangan tarik pada serat beton yang terluar dari garis netral akibat beban layan tidak boleh melampaui nilai maksimum yang diizinkan oleh peraturan yang ada seperti pada SNI 03-2847-2002.Oleh karena itu perlu ditentukan daerah batas pada penampang beton dimana pada daerah tersebut gaya prategang dapat diterapkan pada penampang tanpa menyebabkan terjadi tegangan tarik pada serat beton. Tegangan pada serat beton paling atas : f ca = - � � + �. .� � Dengan : f ca = tegangan pada serat atas e = eksentrisitas tendon prategang A c = luas penampang beton I = momen inersia penampang beton P = gaya prategang r = � � , r = jari-jari inersia I = r 2 .A c f ca = - � � + �. .� � = - � � + �. .� 2 � = � � −1 + . � 2 Agar tidak terjadi tegangan tarik pada serat atas maka f ca = 0 −1 + . � 2 = 0 r 2 = e. y a e = 2 � Jadi agar tidak terjadi tegangan tarik pada serat atas maka batas bawah tendon prategang sebesar : k b = 2 � Tegangan pada serat beton paling bawah f cb = - � � - �. .� � = - � � - �. .� 2 � = � � −1 − . � 2 Tegangan pada serat beton paling bawah = 0 −1 − . � 2 = 0 -e = 2 � tanda negatip berarti e diatas garis netral Jadi agar tidak terjadi tegangan tarik pada serat bawah maka batas atas tendon prategang sebesar : k a = 2 � Apabila M D adalah momen akibat beban mati dan M T adalah momen akibat beban mati dan beban hidup dan Po merupakan besar gaya prategang awal dan Peff merupakan besar gaya prategang efektif, maka : a min = � , terjadi pada saat transfer Gambar 2.18 Daerah batas tendon pada saat transfer e b = a min + k b a max = � , terjadi pada saat beban layan service load Gambar 2.19 Daerah batas tendon pada saat beban layan e b = a max - k a

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, karena hasil penelitian yang dilakukan berupa angka atau bilangan yaitu merupakan hasil analisis perilaku struktur suatu girder beton prategang. Peneliti menggunakan pendekatan tersebut dikarenakan akan melakukan perbandingan terhadap hasil penelitian, sehingga dengan angka atau bilangan lebih mudah.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dilakukannya penelitian. Dalam hal ini, penelitian dilakukan di daerah Bandar Lampung.

C. Data Penelitian

Data penelitian menjelaskan mengenai objek yang akan diteliti. Objek dari penelitian ini yaitu PCI girder dan box girder. Untuk data PCI girder yang digunakan diambil dari proyek fly over Jl. Gajah Mada – Jl. Hi. Juanda, Bandar Lampung. Sedangkan untuk data box girder yang digunakan diambil dari proyek fly over Sudirman, Banten. Gambar 3.1 Data PCI girder Tabel 3.1 Tata letak tendon PCI girder No. Tendon No PC Strand Dia. 12,7 mm Camble Coor Profil mm Anchor Angle Distance From Beam Edge mm Edge Middle 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 15300 1 12 X 1400 200 8,71 1125 868 652 479 347 257 209 200 2 12 Y 1100 100 7,27 871 656 477 332 222 147 107 100 X -150 -41 -82 -123 -150 3 12 Y 800 100 -36,66 724 561 424 310 221 156 116 103 X 150 41 82 123 150 4 12 X 250 100 -14,04 234 199 169 145 126 112 103 101 Total 48 Gambar 3.2 Data box girder T7 T8 POTONGAN ~ 4 SKALA 1 : 50 6.30 0.35 1.69 1.25 2.05 5.35 0.20 1.40 0.20 0.20 0.20 0.30 0.20 0.30 1.80 0.25 0.50 0.25 0.25 0.20 0.15 CL BOX GIRDER 17.00 2.0 2.0 W2 W1 T6 POTONGAN ~ 5 SKALA 1 : 50 6.30 0.35 1.69 1.25 2.05 5.35 0.25 0.25 0.25 0.70 1.06 W2 W1 W2 W1 T1 T2 T3 T5 T4 T6 W1 W2 0.44 T6 0.25 B6 0.25 0.25 B4 B3 0.20 B4 B3 B6 B6 B8 0.20 0.05 B6 B8 T8 T8 45,00 45,00 B1 B2 B3 B4 B5 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B7 B8 B9 B10 B11 11 25 325 589 2050 13 36 15 50 17 00 325 15 300 18,00 27,00 27,00 18,00 15 300 11 25 325 150 1500 2500 1500 1500 1500 5000 1500 2500 1500 1500 1500 5000 T6 T5 T4 T3 T2+T8 T1+T7 700 10 60 1 2 3 4 5 SKEMATIK TENDON CL BOX GIRDER 0.50 0.25 3.50 3.50 1.00 3.50 3.50 17.00 2.0 2.0 W1 W2 POTONGAN ~ 1 SKALA 1 : 50 6.30 0.35 1.69 1.25 2.05 5.35 W1 W2 1.12 0.32 0.25 0.47 0.50 CL BOX GIRDER 2.0 2.0 B1 B2 W1 W2 POTONGAN ~ 2 SKALA 1 : 50 6.30 0.35 1.69 1.25 2.05 5.35 0.72 0.56 0.79 0.25 B5 0.25 0.25 0.25 B1 B2 B5 0.15 0.40 0.25 0.30 0.31 CL BOX GIRDER 17.00 2.0 2.0 B1 B2 B3 B4 B5 B7 W2 W1 0.50 POTONGAN ~ 3 SKALA 1 : 50 6.30 0.35 1.69 1.25 2.05 5.35 B1 B2 B3 B4 B5 B7 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.15 0.15 W2 W1 0.25 0.25 0.25 0.50 CL BOX GIRDER 17.00 2.0 2.0 0.50 W2 W1 T1 T2 T3 T5 T4 T6 T7 T8 SKALA 1 : 200