Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan

(1)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

KETAHANAN BIBIT Eucalyptus sp. TERHADAP CEKAMAN

KEKERINGAN

SKRIPSI

Disusun Oleh :

Saleh Mardin Gulo

031202007/Budidaya Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan

Nama : Saleh Mardin Gulo

NIM : 031202007

Program Studi : Budidaya Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Deni Elfiati, SP, MP Dr. Delvian, SP. MP NIP. 196812142002122001 NIP. 196907232002121001

Mengetahui,

Sekretaris Departemen Kehutanan

Dr. Delvian, SP. MP NIP. 196907232002121001


(3)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. ABSTRAK

SALEH MARDIN GULO : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp Terhadap Cekaman Kekeringan. Dibimbing oleh DENI ELFIATI dan DELVIAN.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui ketahanan bibit hasil persilangan antara Eucalyptus grandis dengan Eucalyptus urophylla terhadap cekaman kekeringan. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial 2 faktor yaitu jenis klon dan perlakuan penyiraman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis klon yang lebih tahan terhadap cekaman kekeringan adalah jenis klon IND-61 (A2) karena jenis klon tersebut memiliki rata-rata tertinggi pada parameter jumlah daun dan rasio tajuk akar dan memiliki rata-rata bobot kering akar paling rendah. Ketiga jenis klon dapat bertahan hidup hingga pada tingkat penyiraman paling rendah yaitu pada tingkat penyiraman 30% (B4) dari penyiraman berdasarkan kapasitas lapang. Kata Kunci : Eucalyptus sp, cekaman kekeringan


(4)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugrahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi penelitian ini.

Skripsi penelitian ini berjudu l “Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan” yang diajukan untuk melengkapi salah satu syarat menyelesaikan perkuliahan pada program Strata-1 Program Studi Budidaya Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian di Universita Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Ibu Dr. Deni Elfiati, SP. MP selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Bapak Dr. Delvian, SP. MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun Skripsi penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian Skripsi penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan dalam pembuatan Skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan Skripsi penelitian ini.

Medan, Desember 2009


(5)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA... 4

Taksonomi bakstar Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla ... 4

Penyebaran dan Habitat Eucalyptus ... 6

Persyaratan Tempat Tumbuh ... 6

Cekaman Kekeringan ... 7

Kapasitas lapangan ... 11

BAHAN DAN METODE ... 13

Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Metode Penelitian ... 13

Pelaksanaan Penelitian ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Hasil ... 20

Pembahasan... 34

KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

Kesimpalan ... 38

Saran ... 38 DAFTAR PUSTAKA


(6)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Hasil Uji Jarak Duncan pada Diameter (mm) bibit Eucalyptus

grandis x Eucalyptus urophylla Umur 12 MST ... 22 Tabel 2. Hasil Uji Jarak Duncan Tinggi Bibit Eucalyptus grandis x

Eucalyptus urophylla Umur 12 MST ... 24 Tabel 3. Hasil Uji Jarak Duncan pada Jumlah Daun Bibit Eucalyptus

grandis x Eucalyptus urophylla umur 12 MST ... 27 Tabel 4. Hasil Uji Jarak Duncan Bobot Kering Tajuk Bibit Eucalyptus

grandis x Eucalyptus urophylla ... 29 Tabel 5. Hasil Uji Jarak Duncan Bobot Kering Akar Bibit Eucalyptus

grandis x Eucalyptus urophylla ... 31 Tabel 6. Hasil Uji Jarak Duncan Rasio Tajuk Akar Bibit Eucalyptus


(7)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Grafik rataan pertambahan diameter bibit Eucalyptus grandis

x Eucalyptus urophylla dengan jenis klon yang berbeda. ... 20 Gambar 2. Grafik rataan pertambahan diameter bibit Eucalyptus grandis

x Eucalyptus urophylla dengan perlakuan penyiraman yang berbeda. ... 21 Gambar 3. Grafik rataan pertambahan tinggi bibit Eucalyptus grandis x

Eucalyptus urophylla dengan jenis klon yang berbeda ... 23 Gambar 4. Grafik 4. Rataan pertambahan tinggi bibit Eucalyptus grandis

x Eucalyptus urophylla dengan Perlakuan yang berbeda ... 23 Gambar 5. Grafik rataan pertambahan jumlah daun bibit Eucalyptus

grandis x Eucalyptus urophylla dengan jenis klon yang

berbeda ... 25 Gambar 6. Grafik rataan pertambahan jumlah daun bibit Eucalyptus

grandis x Eucalyptus urophylla dengan perlakuan

penyiraman yang berbeda ... 26 Gambar 7. Diagram rataan bobot kering tajuk bibit Eucalyptus grandis x

Eucalyptus urophylla ... 28 Gambar 8. Diagram rataan bobot kering akar bibit Eucalyptus grandis x

Eucalyptus urophylla ... 30 Gambar 8. Diagram rasio tajuk akar akar bibit Eucalyptus grandis x


(8)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Pertambahan Diameter Bibit Eucalyptus grandis x

Eucalyptus urophylla Pada Umur 12 MST

Lampiran 2. Analisis Ragam Pertambahan Diameter Bibit Eucalyptus grandis x

Eucalyptus urophylla Pada Umur 12 MST

Lampiran 3. Data Pertambahan Tinggi Bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus

urophylla Pada Umur 12 MST

Lampiran 4. Analisis Ragam Pertambahan Tinggi Bibit Eucalyptus grandis x

Eucalyptus urophylla Pada Umur 12 MST

Lampiran 5. Data Pertambahan Jumlah Daun Bibit Eucalyptus grandis x

Eucalyptus urophylla Pada Umur 12 MST

Lampiran 6. Analisis Ragam Pertambahan Jumlah Daun Bibit Eucalyptus

grandis x Eucalyptus urophylla Pada Umur 12 MST

Lampiran 7. Data Bobot Kering Tajuk bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus

urophylla

Lampiran 8. Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk Bibit Eucalyptus grandis x

Eucalyptus urophylla Pada Umur 12 MST

Lampiran 9. Data Bobot Kering Akar bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus

urophylla

Lampiran 10. Analisis Ragam Bobot Kering Akar Bibit Eucalyptus grandis x

Eucalyptus urophylla Pada Umur 12 MST

Lampiran 11. Data Rasio Tajuk Akar bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus

urophylla

Lampiran 12. Analisis Ragam Rasio Tajuk Akar Bibit Eucalyptus grandis x

Eucalyptus urophylla Pada Umur 12 MST


(9)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan Tanaman Industri (HTI) pada saat ini menghadapi tantangan yang cukup berat berkaitan dengan adanya ketimpangan kebutuhan bahan baku industri dengan kemampuan produksi kayu secara lestari. Permintaan kayu oleh industri hasil hutan yang semakin meningkat harus dapat dipenuhi oleh HTI. Permasalahan yang timbul adalah persediaan kayu HTI semakin lama semakin menurun sebagai akibat kurangnya pohon yang layak untuk ditebang. Keadaan tersebut mendorong HTI untuk melakukan penanaman tanaman cepat tumbuh (fast growing). Salah satu tanaman yang diajukan oleh Departemen Kehutanan sebagai tanaman pokok industri kehutanan adalah Eucalyptus sp.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, Eucalyptus sp. memiliki banyak kelebihan-kelebihan dibanding penanaman tanaman lain baik dari segi manfaat kayu maupun dari segi pertumbuhannya. Dari segi manfaat kayunya Eucalyptus sp. dapat digunakan untuk bahan bangunan, kusen pintu dan jendela, kayu lapis, bahan pembungkus, korek api, dan sebagai bahan pulp dan kertas. Daun dan cabang Eucalyptus sp. dapat menghasilkan minyak yang digunakan untuk kepentingan farmasi, misalnya untuk obat gosok, obat batuk, parfum, sabun, deterjen, desinfektan dan pestisida (Sutisna dkk, 1998).

Dari segi pertumbuhannya Eucalyptus sp. merupakan salah satu tanaman yang bersifat fast growing (tanaman cepat tumbuh). Eucalyptus sp. Juga dikenal sebagai tanaman yang dapat bertahan hidup pada musim kering. Tanaman


(10)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

daerah dengan curah hujan sedikit maka perakarannya cenderung membentuk jaringan rapat dekat permukaan tanah untuk memungkinkan menyerap setiap tetes air yang jatuh di cekaman itu (Poerwowidodo, 1991).

Air merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman karena 70%- 90% tubuh tanaman tersusun dari air. Air berperan dalam proses fotosintesis dan transpirasi. Air juga berperan dalam penyerapan berbagai unsur hara yang diperlukan tanaman. Kebutuhan air yang diberikan dalam penyiraman sangat mempengaruhi kondisi dari pertumbuhan tanaman itu sendiri (Daniel dkk, 1994).

Dalam proses pertumbuhan tanaman dilihat dari segi kuantitasnya ketersediaan air bagi tanaman mencukupi pada kondisi kapasitas lapang. Jika ketersediaan air terlalu sedikit maka tanaman dapat mengalami kekurangan air jaringannya sehingga tanaman dapat dikatakan mengalami cekaman kekeringan. (Anonim, 2008).

PT. Toba Pulp Lestari adalah salah satu perusahaan kehutanan di Sumatera yang mengembangkan budibaya Eucalyptus sp sebagai salah satu tanaman pokok perusahaan. Pengembangan Eucalyptus sp dilakukan dengan cara menyilangkan jenis-jenis Eucalyptus sp yang dapat diharapkan sebagai jawaban atas kekurangan kebutuhan kayu. Saat ini hasil persilangan yang memiliki keunggulan dan banyak dibibitkan di Nursery PT. Toba Pulp Lestari adalah hasil persilangan antara

Eucalyptus grandis dengan Eucalyptus urophylla yaitu 47, 61 dan

IND-60.

Menurut Widyatmoko (2006), pemahaman mengenai tanggapan tanaman terhadap kekeringan perlu dilakukan karena suatu pemahaman yang baik akan


(11)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

dapat digunakan untuk menyesuaikan teknik budidaya yang diterapkan di lapangan. Diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini maka penanaman ketiga jenis hasil cloning Eucalyptus sp tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi kekeringan lahan penanaman sehingga persentase pertumbuhan tanaman dapat ditingkatkan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ketahanan bibit hasil persilangan antara Eucalyptus grandis dengan Eucalyptus urophylla terhadap cekaman kekeringan.

Hipotesis Penelitian

1. Interaksi antara faktor perlakuan penyiraman dengan perbedaan jenis klon mempengaruhi pertumbuhan bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus

urophylla

2. adanya perbedaan respon pertumbuhan bibit Eucalyptus grandis x

Eucalyptus urophylla di antara faktor perlakuan penyiraman yang

dicobakan

3. adanya perbedaan respon pertumbuhan bibit Eucalyptus grandis x

Eucalyptus urophylla di antara 3 (tiga) jenis klon yang dicobakan

Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi PT. Toba Pulp Lestari di dalam pengembangan bibit Eucalyptus sp.


(12)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi bakstar Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla

Eucalyptus grandis x E. urophylla merupakan spesies hibrid hasil

persilangan antara E. grandis dengan E. urophylla. Berdasarkan World

Agroforestry Centre (2004) taksonomi E. grandis x E. urophylla adalah sebagai

berikut.

Divisio : Spermathophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledon Ordo : Myrtales Family : Myrtaceae Genus : Eucalyptus

Species : Eucalyptus grandis x E. urophylla

Jenis E. grandis W.Hill ex Maiden dan E. urophylla S.T. Blake tingkat pertumbuhannya lebih rendah bila dibandingkan dengan jenis Eucalyptus lainnya di Brazil, tetapi toleran pada daerah-daerah yang kekurangan air. Hasil persilangan dari dua jenis spesies ini yaitu E. grandis x E. urophylla mempunyai tingkat pertumbuhan yang lebih cepat tetapi menjadi tidak toleran pada daerah-daerah yang kering (Barja dkk, 2003).

Tanaman Eucalyptus sp. pada umumnya berupa pohon kecil hingga besar, tingginya rata-rata 40 meter dan rata-rata bebas cabang 25 m. Batang utamanya berbentuk lurus, dengan diameter hingga 200 cm. Permukaan kulit kayu licin, berserat berbentuk papan catur. Daun muda dan daun dewasa sifatnya berbeda,


(13)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

daun dewasa umumnya berseling kadang-kadang berhadapan, tunggal, tulang tengah jelas, pertulangan sekunder menyirip atau sejajar, berbau harum bila diremas. Perbungaan berbentuk payung yang rapat kadang-kadang berupa malai rata di ujung ranting. Buah berbentuk kapsul, kering dan berdinding tipis. Biji berwarna coklat atau hitam. Marga Eucalyptus termasuk kelompok yang berbuah kapsul dalam suku Myrtaceae dan dibagi menjadi 7-10 anak marga, setiap anak dibagi lagi menjadi beberapa seksi dan seri (Khaeruddin, 1999).

Tanaman ini bertajuk tidak rapat, tingginya bervariasi menurut jenisnya. Jenis ampupu tingginya dapat mencapai 35 meter dengan diameter 120 cm, jenis hue tingginya dapat mencapai 25 m dengan diameter 80 cm, sedangkan jenis leda tingginya dapat mencapai 40 m dengan diameter 125 cm. Eucalyptus sp. mempunyai musim berbunga yang berbeda satu dengan yang lainnya. E. deglupta April-Juni, E. pathyphylla Juli sampai November, E. alba Oktober, E. saligna September sampai Desember, E. grandis Januari sampai Agustus, E. umbellata Agustus sampai Oktober. Biji Eucalyptus tergolong sangat halus, kecil dan lembut. Jumlah per kilogram untuk setiap jenis berbeda-beda. Jenis hue tiap kg mengandung 850.000 biji, jenis leda 11 juta biji, jenis saligna 702.000 biji, dan jenis ampupu mengandung 2,5 juta biji (Khaeruddin, 1999).

Menurut Nurcahyaningsih (2004) E. pellita merupakan jenis tanaman cepat tumbuh yang berpotensi besar dalam pembangungan Hutan Tanaman Industri (HTI). Ukuran pohon bervariasi dari pohon kerdil dengan percabangan yang banyak sampai pohon besar dengan tinggi mencapai 10 m dengan diameter lebih dari 100 cm.


(14)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. Penyebaran dan Habitat Eucalyptus

Daerah penyebaran Eucalyptus meliputi Australia, New Britain, Papua dan Tasmania. Namun ada juga beberapa spesies yang ditemukan di Irian Jaya, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Timor-Timur (Kapisa dkk, 1999).

Marga (genus) Eucalyptus terdiri dari sekitar 500 jenis pohon dan perdu. Namun jenis-jenis yang sudah dikenal umumnya antara lain E. alba (Ampupu), E.

deglupta (leda), E. grandis (hooded gum), E. plathyphylla (hue), E. saligna

(Sidney blue), E. umbellate (forest red gum) (Khaeruddin, 1999).

Marga Eucalyptus terdiri atas 500 jenis yang kebanyakan endemik di Australia. Hanya 2 jenis tersebar di wilayah Malesia (Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Filiphina) yaitu E. urophylus dan E. deglupta. Beberapa jenis menyebar dari Australia bagian utara menuju Malesia bagian timur. Keragaman terbesar di daerah-daerah pantai New South Wales dan Australia bagian Baratdaya. Pada saat ini beberapa jenis ditanam di luar daerah penyebaran alami, misalnya di kawasan Malesia, juga di Benua Asia, Afrika bagian Tropika dan Subtropika, Eropa bagian Selatan, Amerika Selatan dan Amerika Tengah (Sutisna dkk, 1998).

Persyaratan Tempat Tumbuh

Umumnya Eucalyptus sp tumbuh baik pada tanah jenis elucial kecuali E.

saligna yang memerlukan jenis tanah podsol, kelembaban tinggi dan tergenang

air. Jenis Eucalyptus (leda) tumbuh baik pada tanah alluvial subur, bertopografi datar dan rendah serta waktu hujan tanahnya tergenang kemudian mengering (Khaeruddin, 1999).


(15)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Hampir semua jenis Eucalyptus beradaptasi dengan iklim muson. Beberapa jenis bahkan dapat bertahan hidup di musim yang sangat kering, misalnya jenis-jenis yang telah dibudidayakan yaitu E. alba, E. camaldulensis, E.

citriodora, E. deglupta adalah jenis yang beradaptasi pada habitat hutan hujan

dataran rendah dan hutan pegunungan rendah, pada ketinggian hingga 1800 mdpl, dengan curah hutan tahunan 2500-5000 mm, suhu minimum rata-rata 23 dan maksimum 31 di dataran rendah, dan suhu minimum rata-rata 13 dan maksimum 29 di pegunungan (Kapisa dkk, 1999).

Cekaman Kekeringan

Cekaman kekeringan merupakan istilah untuk menyatakan bahwa tanaman mengalami kekurangan air dari lingkungannya yaitu media tanam. Cekaman kekeringan pada tanaman dapat disebabkan kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju evapotranspirasi melebihi laju absorpsi air walaupun keadaan air tanah tersedia cukup (Toruan dkk, 2001)

Kekeringan menimbulkan cekaman bagi tanaman yang tidak tahan kering. Kekeringan terjadi jika lengas tanah lebih rendah dari titik layu tetap. Kondisi di atas timbul karena tidak adanya tambahan lengas baik dari air hujan maupun irigasi sementara evapotranspirasi tetap berlangsung (Anonim, 2008).

Air merupakan komponen utama tubuh tanaman, bahkan hampir 90% sel-sel tanaman dan mikrobia terdiri dari air. Air yang diserap tanaman disamping berfungsi sebagai komponen sel-selnya, juga berfungsi sebagai media reaksi pada hampir seluruh proses metabolismenya yang apabila telah terpakai diuapkan


(16)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

melalui mekanisme transpirasi bersama-sama dengan penguapan dari tanah sekitarnya (evaporasi) disebut evapotranspirasi. Dalam memproduksi biomassa sangat banyak dibutuhkan air, tergantung pada jenis tanaman, biasanya untuk setiap kg bobot kering biomassa yang diproduksi akan ditranspirasikan air sebanyak 500 kg (nisbah transpirasi 500) (Hanafiah, 2005).

Air merupakan komponen penting dalam tanah yang dapat menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman. Secara garis besar peran air tanah yang menguntungkan adalah :

a. Sebagai pelarut dan pembawa ion-ion hara dari rhizosfer ke dalam akar kemudian ke daun.

b. Sebagai sarana transportasi atau pendistribusi nutrisi jadi dari daun ke seluruh bagian tanaman.

c. Sebagai komponen kunci dalam proses fotosintesis, asimilasi , sintesis maupun respirasi tanaman.

d. Sebagai agen pemicu pelapukan bahan induk, perkembangan tanah dan diferensiasi horizon.

e. Sebagai pelarut dan pemicu reaksi kimiawi penyediaan unsur hara tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman

f. Sebagai penopang aktivitas mikrobia dalam merombak unsur hara tak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman.

g. Sebagai pembawa oksigen terlarut ke dalam tanah. h. Sebagai stabilisator temperatur tanah (Hanafiah, 2005).

Cekaman air dapat disebabkan oleh beberapa kondisi lingkungan yang memacu kehilangan air dari sel seperti kekeringan, kegaraman, dan cekaman


(17)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

udara dingin. Cekaman air menyebabkan terjadi perubahan proses biokimiawi dan fisiologis dalam sel tanaman. Sintesis beberapa senyawa osmoregulator seperti prolin, gula dan gula alkohol dilaporkan meningkat pada banyak spesies tanaman selama cekaman air. Cekaman air juga dilaporkan mampu berperan penting untuk adaptasi pada lingkungan tercekam (Sugiarto dkk., 2002).

Air yang diambil tanaman dari dalam tanah sebagian besar ditranspirasikan, sebagian di tanah dalam bentuk cairan sel dan sebagian dipecahkan untuk mengambil hidrogennya dan mungkin juga sebagian oksigennya untuk menyusun karbohidrat. Di dalam sel tanaman, air ini berfungsi untuk mempertahankan turgor sel. Tekanan ini berfungsi untuk memperpanjang sel. Dengan demikian jika terjadi kekurangan air maka proses perpanjangan sel akan terganggu, karena berkurangnya proses pembesaran sel. (Hakim dkk, 1986).

Kekurangan air umumnya menyebabkan kerusakan yang paling berat jika dibandingkan dengan kerusakan oleh faktor-faktor lain. Keadaan ini terutama disebabkan oleh karena lebih dari 75% jaringan tanaman terdiri dari air. Sedangkan bagian-bagian muda dapat mencapai 93%. Di samping itu juga dapat menyebabkan berkurangnya fotosintesa, dan air juga berfungsi sebagai zat pelarut (Hakim dkk, 1986).

Untuk dapat berproduksi, tanaman memerlukan sejumlah tertentu air. Air ini harus berada pada daerah zone perakaran. Adanya air di sekitar akar ini disebabkan adanya pergerakan kapiler yang sangat ditentukan oleh kondisi tanah. Kebutuhan air adalah berbeda-beda menurut jenis atau varitas tanah (Hakim dkk, 1986).


(18)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Ketahanan tanaman terhadapkekeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sifat dan kemampuan akar tanaman untuk mengekstrak air dari dalam

tanah secara maksimal. Rendahnya potensi air tanah dan terjadinya cekaman

kekeringan menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan produktivitasnya

rendah. Kekurangan air sangat berpengaruh terhadap proses fisiologis dan

metabolisme tanaman. Pengaruh awal dari kekurangan air pada tanaman adalah terhambatnya pembukaan stomata daun serta terjadinya perubahan morfologis (pertumbuhan tanaman) dan fisiologis daun (Toruan dkk., 2001).

Dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang tumbuh pada sebidang tanah akan menyerap sejumlah air yang terdapat dalam tanah melalui system perakarannya, kemudian melalui proses transpirasi akan melepaskan air ke udara (atmosfer) dalam bentuk uap air. Persinggungan antara permukaan tanah yang terbuka dengan atmosfer yang tidak jenuh uap air akan memungkinkan berlangsungnya penguapan air di tempat itu (permukaan tanah tersebut). Proses penguapan air ini dikendalikan oleh keadaan atmosfer dan sifat tanah yang erat kaitannya dengan ketersediaan air dalam tanah (Sutedjo dan Kartasaoetra, 2002). Kekuatan evaporasi udara dan energi matahari yang diterima permukaan tanah yang basah akan mengendalikan cepatnya kehilangan air di tempat itu. Sejauh tanahnya masih dapat menjamin air di permukaan sehingga tanah permukaan tetap lembab keadaannya makin cepatnya kehilangan air permukaan akan turun apabila gerak pensuplaian air ke permukaan tanah berlangsung lambat atau dalam keadaan kelembaban tanah permukaan telah menurun. Akibat penguapan air ini, tanah permukaan akan menjadi kering. Sedangkan uap air yang terbentuk pada lapisan bawah sekitar permukaan atau akan terbawa angin dan


(19)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

kemudian bersatu di udara. Jadi suplai air yang terhenti dari tubuh tanah ke tanah permukaan akan semakin mengeringkan tanah permukaan tadi dan terwujudnya lapisan kering ini dapat mereduksi kecepatan evaporasi. (Sutedjo dan Kartasaoetra, 2002).

Kapasitas lapangan

Kapasitas lapang adalah kondisi dimana tebal lapisan air dalam pori-pori tanah mulai menipis, sehingga tegangan antar air-udara meningkat hingga lebih besar dari gaya gravitasi, air gravitasi (pori-pori makro) habis dan air tersedia (pada pori-pori meso atau mikro) bagi tanaman dalam keadaan optimum. Kondisi ini terjadi pada tegangan permukaan lapisan air sekitar1/3 atm atau pF 2,54 (Hanafiah, 2005).

Dalam keadaan kapasitas lapang, air berada pada pipa-pipa kapiler tanah dan merupakan lapisan yang kontinyu di sekeliling zarah-zarah tanah. Persentase air tersedia bagi tanaman tersebar pada keadaan kapasitas lapang, sehingga keadaan ini sering dipertahankan untuk pertumbuhan tanaman yang baik. Keadaan kapasitas lapang ini dapat ditetapkan di laboratorium dengan beberapa metode seperti metode Alhricks dan metode Bouyoucos. Metode Alhricks menganggap terjadinya pengisian pipa-pipa kapiler oleh air yang bergerak secara gravitasi. Sedangkan metode Bouyoucos menganggap bahwa air yang tinggal dalam tanah yang dihisap dengan kekuatan 1/3 atm (330 mm Hg) setara dengan kapasitas lapang (Anonim, 1997).

Air tersedia (air yang dapat diserap langsung tanaman) adalah air yang ditahan tanah pada kondisi kapasitas lapangan hingga koefisien layu, namun


(20)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

makin mendekati koefisien layu tingkat ketersediaannya makin rendah. Oleh karena itu untuk menjamin tercukupinya kebutuhan tanaman, suplai air harus diberikan apabila 50-58% air tersedia ini telah habis terpakai. Air yang ditahan di atas koefisien layu merupakan air tak tersedia, terdiri dari sebagian air kapiler (air adhesi dan sedikit air kohesi) dan seluruh air hidrokopis (Hanafiah, 2005).


(21)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan November 2009.

Bahan dan Alat Bahan

Bahan yang digunakan adalah bibit hasil persilangan antara Eucalyptus

grandis dengan Eucalyptus urophylla yang terdiri dari 47, 61 dan

IND-60, air, media tanam berupa tanah Ultisol bagian atas (top soil), pupuk RP dan TSP.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas piala, pipet, plastik, oven, cawan timbang, ember, gembor (hands-prayer), penggaris, kalkulator, jangka sorong, pH meter, mesin pengocok (shaker), desikator, timbangan elektrik.

Metode Penelitian

Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan pola Rancangan Acak Lengkap Faktorial. dengan 2 faktor dan ulangan sebanyak 5 kali.

I. Faktor jenis klon.

A1 = IND-47 (Klon Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla)


(22)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. A3 = IND-60 (Klon Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla)

II. Faktor perlakuan penyiraman.

B1 = Penyiraman dengan jumlah air 100% dari kadar air kapasitas lapang

B2 = Penyiraman dengan jumlah air 70% dari kadar air kapasitas lapang

B3 = Penyiraman dengan jumlah air 50% dari kadar air kapasitas lapang

B4 = Penyiraman dengan jumlah air 30% dari kadar air kapasitas lapang

Jumlah kombinasi dari perlakuan tersebut adalah 4 x 3 = 12 kombinasi. A1B1 A2B1 A3B1

A1B2 A2B2 A3B2 A1B3 A2B3 A3B3 A1B4 A2B4 A3B4 Jumlah perlakuan = 12 unit

Ulangan = 5 kali

Jumlah tanaman seluruhnya = 60 tanaman

Menurut Sastrosupadi (2000) model Rancangan Acak Lengkap yang digunakan adalah :

Yijk = µ + gi + j + (g )ij + ijk, (i = 1,2 ; j = 1,2,3,4 ; k = 1,2,3,4)

Yijk = Nilai pengamatan pada blok ke-i yang diberi perlakuan faktor jenis klon taraf ke-j yang diberi perlakuan cekaman kekeringan pada ulangan ke-k.

µ = Nilai tengah umum

gi = Pengaruh taraf ke-i dari faktor jenis klon


(23)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

(g )ij = Pengaruh taraf ke-i dari faktor jenis klon dan pengaruh taraf ke-j dari

faktor cekaman kekeringan

ijk = Pengaruh sisa (galat percobaan) taraf ke-i dari faktor jenis klon dan

taraf ke-j dari faktor cekaman kekeringan pada ulangan ke-k.

Data dianalisis keragamannya apabila terdapat perbedaan yang nyata dan dilakukan uji jarak ganda Duncan.

Pelaksanaan Penelitian 1. Penyediaan Bibit

Bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla berasal dari Nursery PT.

Toba Pulp Lestari. Bibit yang digunakan adalah bibit dengan umur yang seragam yaitu umur 3 bulan dan dalam keadaan sehat dengan ciri-ciri batang utama lurus, pada daun tidak tampak bercak-bercak dan tidak berlubang atau bentuk cacat lain yang menandakan adanya gejala serangan penyakit atau hama.

2. Persiapan Media Tumbuh

Media tumbuh yang digunakan adalah jenis tanah Ultisol. Tanah yang diambil adalah tanah bagian atas (top soil) dengan pengambilan secara komposit sesuai dengan jumlah tanah yang dibutuhkan.

Tanah yang digunakan setiap polibag sebanyak 2 kg setara bobot kering mutlak. Polibag diisi dengan media tanam yang telah disediakan yaitu tanah Ultisol bagian atas (top soil). Sebelum tanah dimasukkan ke polibag terlebih dahulu dilakukan pengukuran pH tanah untuk mengetahui sifat tanahnya sehingga akan diketahui apakah perlu dilakukan pemupukan atau tidak. Pengukuran pH tanah dilakukan dengan menggunakan pH meter. Prosedur pengukuran pH tanah adalah sebagai berikut.


(24)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. a. Ditimbang 10 g tanah kemudian dimasukkan ke dalam botol.

b. Ditambahkan air aquades sebanyak 10 ml kemudian dikocok selama 30 menit dengan menggunakan mesin pengocok (shaker).

c. Didiamkan kira-kira selama 5 menit, kemudian diukur pH tanah dengan menggunakan pH meter.

d. Dengan kerja yang sama dilakukan pengukuran pH tanah dengan penambahan 25 ml air aqudes dan 50 ml air aquades.

Pengukuran kadar air kering udara dan kadar air kapasitas lapang perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah air penyiraman setiap perlakuan. Untuk menghitung kadar air kering udara dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Ditimbang 10 g tanah kering udara dan dimasukkan ke dalam cawan timbang.

b. Botol timbang berisi tanah dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam pada suhu 1050C, sampai tidak terjadi pengukuran berat lagi.

c. Kemudian dimasukkan ke dalam desikator pendingin lalu ditimbang dan akhirnya diperoleh berat kering konstan.

d. Diukur kadar air kering udara dengan rumus :

%KA KU = 100%

BTKO BTKO

-BTKU

x

%KA KU = Persentase Kadar Air Kering Udara BTKU = Berat Tanah Kering Udara

BTKO = Berat Tanah Kering Oven

Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar air kapasitas lapang tanah untuk menentukan jumlah air yang akan diberikan pada tanaman. Prosedur pengukuran kadar air kapasitas lapang adalah sebagai berikut.


(25)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. a. Disiapkan gelas piala dengan ukuran 1 liter.

b. Pasir dimasukkan ke dalam gelas piala sebanyak 1/3 gelas piala. c. Pipet plastik di letakkan di tengah-tengah gelas di atas pasir.

d. Tanah kering udara dimasukkan ke dalam gelas piala sebanyak 2/3 gelas piala.

e. Dimasukkan air sedikit demi sedikit sampai batas permukaan pasir. f. Gelas piala ditutup dengan plastik dan diberi lubang pada pipet. g. Dibiarkan selama 2 x 24 jam.

h. Diambil tanah pada bagian tengah sebanyak 10 gram kemudian diletakkan pada cawan timbang yang bersih dan kering.

i. Cawan timbang yang berisi 10 gram tanah dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam pada suhu 1050C.

j. Dikeluarkan dari oven kemudian cawan beserta tanahnya ditimbang. k. Dihitung kadar air tanah berdasarkan bobot kering oven 1050C dengan

persamaan sebagai berikut :

% KA KL = 100%

BK BK -BB

x

Keterangan :

%KA KL = Persentase kadar air kapasitas lapang BB = Berat tanah sebelum diovenkan BK = Berat tanah kering oven 1050C

3. Pemindahan Bibit ke Media Tumbuh dan Pemberian Pupuk Dasar Bibit yang telah disediakan dipindahkan ke dalam polibag yang telah diisi dengan media tumbuh, kemudian diberi pupuk dasar RP 300 g/ha, TSP 75 g/ha


(26)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

(Dosis pupuk berdasarkan standar pemberian pupuk per hektar di PT Toba Pulp Lestari Tbk, Porsea).

4. Penyiraman dan Pemeliharaan

Setelah bibit dipindahkan ke polibag tanaman kemudian disiram sesuai dengan perlakuan masing-masing cekaman kekeringan dengan menggunakan gembor. Kemudian dilakukan penyiangan pada tanaman ketika rumput atau gulma mulai muncul agar tidak mengganggu perakaran tanaman. Penyiraman dilakukan dengan perbandingan 100%, 70%, 50%, dan 30% dari kadar air kapasitas lapang.

5. Parameter Pengamatan a. Diameter

Pengukuran diameter dilakukan pada seminggu sekali dengan menggunakan alat jangka sorong. Setiap melakukan pengukuran diameter pohon dilakukan dua kali agar data yang diperoleh lebih akurat.

b. Tinggi

Tinggi pohon diukur seminggu sekali dengan menggunakan penggaris. Pengukuran tinggi pohon ini dimulai dari bagian batang pohon di atas permukaan tanah sampai pada pucuk daun yang tertinggi. Supaya tidak terjadi perubahan digunakan ajir.

c. Jumlah Daun

Jumlah daun juga diukur seminggu sekali dengan menghitung jumlah daun yang ditinggalkan.

d. Bobot Kering

Setelah kegiatan perlakuan dan pengamatan diameter, tinggi dan jumlah daun berakhir maka dilakukan pemotongan atau pemisahan batang dengan akar.


(27)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Bagian batang dan daun dicuci dengan air dan dibiarkan kering, kemudian dimasukkan ke dalam amplop yang telah diberi lobang dan label sesuai dengan perlakuan. Kemudian dikeringkan dengan oven pada temperature 700C selama ± 48 jam. Setelah pengeringan dengan oven masing-masing bahan ditimbang dengan menggunakan alat timbangan elektrik. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada masing-masing bagian akar tanaman.

e. Rasio Tajuk Akar

Rasio tajuk akar dihitung dengan membandingkan bobot kering tajuk dengan bobot kering akar. Untuk memperoleh rasio tajuk akar digunakan rumus :

Rasio Tajuk Akar =

Akar Kering Bobot

Tajuk Kering Bobot


(28)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Diameter Tanaman

Hasil analisis sidik ragam pertambahan diameter ketiga jenis klon dari 0 MST sampai 12 MST yang disajikan pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa perbedaan jenis klon tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter tanaman, perbedaan perlakuan penyiraman berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter tanaman, interaksi antara jenis klon dan penyiraman tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter tanaman. Rataan pertambahan diameter dengan jenis klon dan perlakuan penyiraman yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

0 1 2 3 4 5 6

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Waktu (Minggu Setelah T anam) Rataan

Diameter (mm)

A1 A2 A3

Gambar 1. Grafik rataan pertambahan diameter ketiga jenis klon dengan jenis klon yang berbeda.


(29)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

0 1 2 3 4 5 6

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Waktu (Minggu Setelah T anam) Rataan

Diameter (mm)

B1 B2 B3 B4

Gambar 2. Grafik rataan pertambahan diameter ketiga jenis klon dengan perlakuan penyiraman yang berbeda.

Hasil Uji Jarak Duncan terhadap perlakuan penyiraman menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan diameter ketiga jenis klon dengan perlakuan penyiraman 100% (B1) tidak berbeda nyata dengan rata-rata pertambahan diameter perlakuan penyiraman 70% (B2) dan berbeda nyata dengan rata-rata pertambahan diameter dengan perlakuan penyiraman 50% (B3) dan 30% (B4). Rata-rata pertambahan diameter ketiga jenis klon dengan perlakuan penyiraman 100% (B2) juga berbeda nyata dengan perlakuan penyiraman 50% (B3) dan 30% (B4). Hasil Uji Jarak Duncan pertambahan diameter ketiga jenis klon dapat dilihat pada Tabel 1.


(30)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Tabel 1. Hasil Uji Jarak Duncan Pertambahan Diameter (mm) Ketiga Jenis Klon dari Umur 0 MST Umur 12 MST

Jenis Klon

Penyiraman Rata-rata

Jenis B1 (100%) B2 (70%) B3 (50%) B4 (30%)

A1 1.23 1.46 1.56 1.98 1.56

A2 1.25 1.56 1.76 1.77 1.59

A3 1.42 1.67 2.39 1.80 1.82

Rata-rata

Penyiraman 1.30

a

1.56a 1.90b 1.85b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Duncan pada taraf 5%

Tinggi Tanaman

Hasil analisis sidik ragam pertambahan tinggi ketiga jenis klon antara 12 MST dengan 0 MST yang disajikan pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa perbedaan jenis klon tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman, perlakuan penyiraman berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman, sedangkan interaksi antara jenis klon dan perlakuan penyiraman tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman. Rataan pertambahan tinggi bibit dengan jenis klon dan perlakuan penyiraman yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.


(31)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

0 10 20 30 40 50 60

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Waktu (Minggu Setelah T anam) Rataan

T inggi (cm)

A1 A2 A3

Gambar 3. Grafik rataan pertambahan tinggi ketiga jenis klon dengan jenis klon yang berbeda.

0 10 20 30 40 50 60 70

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Waktu (Minggu setelah T anam) Rataan T inggi (cm)

B1 B2 B3 B4

Gambar 4. Grafik rataan pertambahan tinggi ketiga jenis klon dengan Perlakuan yang berbeda.


(32)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Hasil Uji Jarak Duncan terhadap perlakuan penyiraman menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan tinggi bibit dengan perlakuan penyiraman 100% (B1) tidak berbeda nyata dengan rata-rata pertambahan tinggi bibit dengan perlakuan penyiraman 70% (B2), rata-rata pertambahan tinggi bibit dengan perlakuan penyiraman 50% (B3) tidak berbeda nyata dengan rata-rata pertambahan tinggi bibit dengan perlakuan 30% (B4). Rata-rata pertambahan tinggi bibit dengan perlakuan penyiraman 100% (B1) berbeda nyata dengan rata-rata pertambahan tinggi perlakuan penyiraman 50% (B3) dan 30% (B4). Demikian juga dengan rata-rata pertambahan tinggi bibit perlakuan penyiraman 70% (B2) berbeda nyata dengan rata-rata pertambahan tinggi perlakuan penyiraman 50% (B3) dan 30% (B4). Hasil Uji Jarak Duncan pertambahan tinggi ketiga jenis klon dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Jarak Duncan Pertambahan Tinggi (cm) Ketiga Jenis Klon dari Umur 0 MST Umur 12 MST

Jenis Klon

Penyiraman Rata-rata

jenis B1 (100%) B2 (70%) B3 (50%) B4 (30%)

A1 16.54 17.48 24.00 24.56 20.65

A2 19.18 21.60 27.20 22.72 22.68

A3 21.24 20.86 24.94 23.22 22.57

Rata-rata

Penyiraman 18.99

a

19.98a 25.38b 23.50b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Duncan pada taraf 5%


(33)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. Jumlah Daun

Hasil analisis sidik ragam pertambahan jumlah daun ke tiga jenis klon dari 0 MST sampai 12 MST yang disajikan pada lampiran 6 menunjukkan bahwa perbedaan jenis klon berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun tanaman, perlakuan penyiraman berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun, sedangkan interaksi antara jenis klon dan perlakuan penyiraman tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun. Rataan pertambahan jumlah daun ketiga jenis klon dengan jenis klon dan perlakuan penyiraman yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.

0 20 40 60 80 100 120

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Waktu (Minggu Setelah T anam) Rataan

Jumlah Daun

A1 A2 A3

Gambar 5. Grafik rataan pertambahan jumlah daun ke tiga jenis klon dengan jenis klon yang berbeda.


(34)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Waktu (Minggu Setelah T anam) Rataan

Jumlah Daun

B1 B2 B3 B4

Grafik 6. Rataan pertambahan jumlah daun ke tiga jenis klon dengan perlakuan penyiraman yang berbeda.

Hasil Uji Jarak Duncan terhadap jenis klon menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan jumlah daun jenis klon IND-61 (A2) berbeda nyata dengan rata-rata pertambahan jumlah daun jenis klon IND-47 (A1) dan IND-60 (A3). Sedangkan rata-rata pertambahan jumlah daun jenis klon IND-47 (A1) tidak berbeda nyata dengan rata-rata pertambahan jumlah daun jenis klon IND-60 (A3).

Hasil Uji Jarak Duncan terhadap perlakuan penyiraman menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan jumlah daun dengan perlakuan penyiraman 100% (B1) tidak berbeda nyata dengan rata-rata pertambahan jumlah daun perlakuan penyiraman 70% (B2) dan berbeda nyata dengan rata-rata pertambahan perlakuan penyiraman 50% (B3) dan 30% (B4). Rata-rata pertambahan jumlah daun perlakuan penyiraman 70% (B2) tidak berbeda nyata dengan rata-rata pertambahan jumlah daun perlakuan penyiraman 50% (B3) dan 30% (B4). Rata-rata pertambahan jumlah daun dengan perlakuan penyiraman 50% (B3) tidak


(35)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

berbeda nyata dengan perlakuan penyiraman 30% (B4). Hasil Uji Jarak Duncan pertambahan jumlah daun ketiga jenis klon dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Jarak Duncan Pertambahan Jumlah Daun Ketiga Jenis Klon dari Umur 0 MST Umur 12 MST

Jenis Klon

Penyiraman Rata-rata

jenis B1 (100%) B2 (70%) B3 (50%) B4 (30%)

A1 31.8 40.0 46.2 55.4 43.35a

A2 55.6 70.2 103.6 92.6 80.5b

A3 40.0 48.4 48.2 51.6 47.05a

Rata-rata

Penyiraman 42.47

a

52.87ab 66.00b 66.53b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Duncan pada taraf 5%

Bobot Kering Tajuk

Hasil analisis sidik ragam bobot kering tajuk ketiga jenis klon yang disajikan pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa perbedaan jenis klon tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk, perlakuan penyiraman berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering tajuk, sedangkan interaksi antara jenis klon dan perlakuan penyiraman tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk. Rataan bobot kering tajuk bibit ketiga jenis klon dapat dilihat pada Gambar 7.


(36)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. 7.7

6.82

9.04 9.449.12 10.02

11.96 12.92

11.74 12.14 10.54

9.44

0 2 4 6 8 10 12 14

Rataan Bobot Kering

Tajuk (gram)

B1 B2 B3 B4

Perlakuan Penyiraman

A1 A2 A3

Gambar 7. Diagram rataan bobot kering tajuk ke tiga jenis klon

Hasil Uji Jarak Duncan terhadap perlakuan penyiraman menunjukkan bahwa rata-rata bobot kering tajuk dengan perlakuan penyiraman 100% (B1) berbeda nyata dengan rata-rata bobot kering tajuk perlakuan penyiraman 50% (B3) dan 30% (B4). Rata-rata bobot kering tajuk dengan perlakuan penyiraman 70% (B2) tidak berbeda nyata dengan rata-rata perlakuan penyiraman 100% (B1) dan 30% (B4) tetapi berbeda nyata dengan rata-rata bobot kering tajuk perlakuan penyiraman 70% (B3). Hasil Uji Jarak Duncan bobot kering tajuk bibit dapat dilihat pada Tabel 4.


(37)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Tabel 4. Hasil Uji Jarak Duncan Bobot Kering Tajuk Ketiga Jenis Klon dari Umur 12 MST

Jenis Klon

Penyiraman Rata-rata

jenis B1 (100%) B2 (70%) B3 (50%) B4 (30%)

A1 7.70 9.44 11.96 12.14 10.31

A2 6.82 9.12 12.92 10.54 9.85

A3 9.04 10.02 11.74 9.44 10.06

Rata-rata

Penyiraman 7.85

a

9.53ab 12.21c 10.71bc

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Duncan pada taraf 5%

Bobot Kering Akar

Hasil analisis sidik ragam bobot kering akar ke tiga jenis klon yang disajikan pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa perbedaan jenis klon berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar tanaman, perlakuan penyiraman berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering akar, sedangkan interaksi antara jenis klon dan perlakuan penyiraman tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar. Grafik rataan bobot kering akar ke tiga jenis klon dapat dilihat Gambar 8.


(38)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. 2.4 1.82 2.2 2.9 2.14 2.62 3.68 2.96 3.7 3.88 3.14 3.7 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 Rataan Bobot Kering Akar (gram)

B1 B2 B3 B4

Perlakuan Penyiraman

A1 A2 A3

Gambar 8. Diagram rataan bobot kering akar (gram)

Hasil Uji Jarak Duncan terhadap jenis klon menunjukkan bahwa rata-rata bobot kering akar jenis klon IND-61 (A2) berbeda nyata dengan rata-rata bobot kering akar jenis klon IND-47 (A1) dan IND-60 (A3). Rata-rata bobot kering akar jenis klon IND-47 (A1) tidak berbeda nyata dengan rata-rata bobot kering akar jenis klon IND-60 (A3).

Hasil Uji Jarak Duncan terhadap perlakuan penyiraman menunjukkan bahwa rata-rata bobot kering akar dengan perlakuan penyiraman 100% (B1) tidak berbeda nyata dengan rata-rata bobot kering akar perlakuan penyiraman 70% (B2) dan berbeda nyata dengan bobot kering akar perlakuan penyiraman 50% (B3) dan 30% (B4). Rata-rata bobot kering akar perlakuan peyiraman 70% (B2) berbeda nyata dengan bobot kering akar perlakuan penyiraman 50% (B3) dan 30% (B4). Hasil Uji jarak Duncan pada bobot kering akar ke tiga jenis klon dapat dilihat pada Tabel 5.


(39)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Tabel 5. Hasil Uji Jarak Duncan Bobot Kering Akar Ketiga Jenis Klon dari Umur 12 MST

Jenis Klon

Penyiraman Rata-rata

jenis B1 (100%) B2 (70%) B3 (50%) B4 (30%)

A1 2.4 2.9 3.68 3.88 3.22b

A2 1.82 2.14 2.96 3.14 2.52a

A3 2.2 2.62 3.7 3.7 3.06b

Rata-rata

Penyiraman 2.14

a

2.55a 3.45b 3.57b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Duncan pada taraf 5%

Rasio Tajuk Akar

Hasil analisis ragam rasio tajuk akar ke tiga jenis klon yang disajikan pada lampiran 12 menunjukkan bahwa perbedaan jenis klon berpengaruh nyata terhadap rasio tajuk akar, perlakuan penyiraman juga berpengaruh nyata terhadap rasio tajuk akar, sedangkan interaksi jenis klon dengan perlakuan penyiraman tidak berpengaruh nyata terhadap rasio tajuk akar. Rataan rasio tajuk akar ke tiga jenis klon dapat dilihat pada gambar 9.

3.25 3.78 4.10 3.29 4.36 3.94 3.38 4.58

3.18 3.103.43

2.59 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 Rataan Rasio Tajuk Akar

B1 B2 B3 B4

Perlakuan Penyiraman

A1 A2 A3


(40)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Gambar 7. Diagram Rataan Rasio Tajuk Akar bibit Eucalyptus grandis x

Eucalyptus urophylla

Hasil Uji Jarak Duncan terhadap jenis klon menunjukkan bahwa rata-rata rasio tajuk akar jenis klon IND-61 (A2) berbeda nyata dengan jenis klon IND-47 (A1) dan jenis klon IND-60 (A3). Rata-rata rasio tajuk akar jenis klon IND-47 (A1) tidak berbeda nyata dengan rata-rata rasio tajuk akar jenis klon IND-60 (A3).

Hasil Uji Jarak Duncan terhadap perlakuan penyiraman menunjukkan bahwa rata-rata rasio tajuk akar dengan perlakuan penyiraman 30% (B4) berbeda nyata dengan rasio tajuk akar dengan perlakuan penyiraman 100% (B1), perlakuan penyiraman 70% (B2) dan perlakuan penyiraman 50% (B3). Uji Jarak Duncan rasio tajuk akar antara perlakuan penyiraman 100% (B1), 70% (B2) dan 50% (B3) tidak terdapat perbedaan yang nyata. Uji Jarak Duncan rata-rata rasio tajuk akar ke tiga jenis klon dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Hasil Uji Jarak Duncan Rasio Tajuk Akar Ketiga Jenis Klon dari Umur 12 MST

Jenis Klon

Penyiraman

Rata-rata jenis B1(100%) B2(70%) B3(50%) B4(30%)

A1 3.25 3.29 3.38 3.10 3.26a

A2 3.78 4.36 4.58 3.43 4.04b

A3 4.10 3.94 3.18 2.59 3.45a

Rata-rata

Penyiraman 3.71

b

3.86b 3.71b 3.04a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Duncan pada taraf 5%


(41)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. B. Pembahasan

Pengaruh Jenis Klon Terhadap Pertambahan Pertumbuhan Bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla

Perbedaan jenis klon memberi pengaruh yang nyata terhadap pertambahan jumlah daun, bobot kering akar dan rasio tajuk akar ke tiga jenis klon. Setelah dilakukan Uji Jarak Duncan terhadap bobot kering akar dan pertambahan jumlah daun diketahui bahwa jenis klon IND-47 (A1) berbeda nyata dengan jenis klon IND-61 (A2). Jenis klon IND-47 (A1) memiliki rata-rata bobot kering akar paling tinggi yaitu 3,22 gram dengan rata-rata pertambahan jumlah daun paling sedikit yaitu 43,35. Sedangkan jenis klon IND-61 (A2) memiliki bobot kering akar paling rendah yaitu 2,52 gram dengan pertambahan jumlah daun paling banyak yaitu 80,5. Jika dilihat dari kedua parameter tersebut jenis klon IND-61 (A2) dapat dikatakan memiliki ketahanan bibit yang lebih baik terhadap cekaman kekeringan dibandingkan dengan jenis klon IND-47 (A1) dan jenis klon IND-60 (A3). Hal ini juga didukung dengan hasil analisis jenis klon yang memberi pengaruh yang nyata terhadap rasio tajuk akar dan adanya perbedaan yang nyata antara rata-rata rasio tajuk akar jenis klon IND-47 (A1) dan IND-61 (A2) dimana rata-rata rasio tajuk akar tertinggi adalah jenis klon IND-61 (A2) sebesar 4,04 sedangkan rasio tajuk akar jenis klon IND-47 (A1) merupakan rata-rata rasio tajuk akar yang terendah yaitu 3.26. Sitompul dan Guritno (1995) mengatakan bahwa pada tanah yang subur akar yang relatif sedikit cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang relatif besar dalam penyediaan air dan unsur hara. Namun dari penelitian ini penyediaan air terhadap tanaman bervariasi sehingga dapat dikatakan bahwa pada keadaan persediaan air yang berbeda-beda jenis klon IND-61 (A2) memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan jenis klon IND-47 (A1).


(42)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Hasil analisis ragam jenis klon ke tiga jenis klon menunjukkan bahwa jenis klon tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap parameter diameter, tinggi dan bobot kering tajuk ke tiga jenis klon. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada umumnya pertambahan diameter dan tinggi bibit pohon tergolong sedikit pada waktu yang pendek didukung dengan jenis klon ke tiga jenis klon yang berasal dari hasil persilangan dengan jenis induk yang sama sehingga perbedaan jenis klon tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap bobot kering tajuk ke tiga jenis klon.

Pengaruh Perlakuan Penyiraman Terhadap Ketiga Jenis Klon

Perlakuan penyiraman memberi pengaruh yang nyata terhadap diameter ketiga jenis klon dimana nilai rata-rata tertinggi ditemukan pada perlakuan penyiraman 30% (B4) dan 50% (B3). Hal yang sama juga terjadi pada parameter tinggi, jumlah daun, bobot kering tajuk dan bobot kering akar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat kekeringan (ketersediaan air berdasarkan kapasitas lapang) maka semakin tinggi peningkatan pertambahan diameter, jumlah daun, bobot kering tajuk dan bobot kering akar ketiga jenis klon. Pengaruh perlakuan penyiraman yang nyata terhadap rata-rata pertambahan jumlah daun dan bobot kering akar ketiga jenis klon terjadi pada perlakuan penyiraman paling sedikit (tingkat kekeringan paling tinggi dalam percobaan ini) yaitu pada perlakuan penyiraman 30% (B4). Hal ini diduga terjadi karena perakaran ketiga jenis klon pada tingkat ketersediaan air yang sedikit masih dapat melaksanakan fungsinya untuk menyerap air dan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman.


(43)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Menurut Sitompul dan Guritno (1995), jika tanaman berada pada kondisi kekurangan air dan unsur hara, tanaman membentuk akar lebih banyak yang mungkin ditujukan untuk meningkatkan serapan yang menghasilkan nisbah tajuk/akar yang rendah. Hal ini sesuai dengan hasil Uji Jarak Duncan terhadap perlakuan penyiraman yang menunjukkan bahwa rata-rata rasio tajuk akar ketiga jenis klon yang terendah adalah pada perlakuan penyiraman 30% (B4) yaitu 3,04, sedangkan rata-rata rasio tajuk akar ketiga jenis klon yang tertinggi adalah pada perlakuan penyiraman 70% (B2) sebesar 3,86. Pada tingkat penyiraman yang kecil persediaan air bagi pertumbuhan tanaman sedikit sehingga perakaran tanaman bertambah agar dapat menyerap air sebanyak-banyaknya untuk mempertahankan agar pertumbuhannya tetap normal.

Pada tanah yang mengalami kekeringan air dapat memacu pertumbuhan akar agar dapat menyerap air untuk kebutuhan tanaman. Kekeringan tanah juga menyebabkan partikel-partikel tanah menjadi lebih mudah terpisah sehingga akar tanaman lebih mudah menembus tanah untuk mencari sumber air bagi pertumbuhannya. Perakaran Eucalyptus sp pada umumnya selain memiliki perakaran yang dalam juga membentuk jaringan yang rapat dekat permukaan tanah pada tanah-tanah kering agar air yang jatuh di atas permukaan tanah lebih mudah dan cepat diserap.

Pengaruh perlakuan penyiraman yang nyata terhadap diameter, tinggi, dan bobot kering tajuk terjadi pada perlakuan penyiraman 50% (B3). Hal ini diduga terjadi karena kemungkinan pada tingkat ketersediaan air kurang dari 50% kapasitas lapang ketiga jenis klon mengalami penurunan tekanan osmosis sehingga terjadi penarikan air dari daun ke akar. Hal ini dapat menyebabkan


(44)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

terhambatnya fungsi daun sebagai organ tumbuhan yang menyediakan energi bagi tanaman sehingga terjadi penurunan pertambahan tinggi, jumlah daun dan bobot kering tajuk pada perlakuan penyiraman 30% (B4).

Perlakuan penyiraman 100% (B1) dan 70% (B2) memiliki nilai rata-rata tinggi, jumlah daun dan bobot kering tajuk ke tiga jenis klon yang rendah. Hal ini kemungkinan terjadi sebagai akibat terjadinya kelebihan air. Menurut Ismal (1993), Air yang terlalu banyak dapat merusak tumbuhan tergantung dari spesiesnya. Air yang berlebihan dapat memperburuk drainase dan menyebabkan aerasi yang tidak baik. Air yang terlalu banyak juga dapat menyebabkan temperatur tanah sebagai media tumbuh tanaman menjadi rendah. Abidin (1991) mengatakan bahwa temperatur yang rendah akan mengurangi absorpsi air. Penurunan temperatur ini tidak hanya berpengaruh secara langsung terhadap absorpsi air, tetapi juga secara tidak langsung terhadap pertumbuhan akar dan aktivitas sintesis di dalam akar.


(45)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Jenis klon yang lebih tahan terhadap cekaman kekeringan adalah jenis klon IND-61 (A2) karena jenis klon tersebut memiliki rata-rata tertinggi pada parameter jumlah daun dan rasio tajuk akar dan memiliki rata-rata bobot kering akar paling rendah.

2. Ketiga jenis klon dapat bertahan hidup hingga pada tingkat penyiraman paling rendah yaitu pada tingkat penyiraman 30% (B4) dari penyiraman berdasarkan kapasitas lapang.

B. Saran

Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik terutama untuk mengetahui pengaruh jenis klon dan perlakuan penyiraman terhadap parameter diameter, tinggi dan jumlah daun sebaiknya menggunakan bibit yang lebih seragam dari awal penanaman. Selain itu juga perlakuan penyiraman sebaiknya diberikan berdasarkan jumlah air yang hilang sehingga ketersediaan air pada tanaman tetap sesuai dengan tingkat cekaman kekeringan yang dicobakan.


(46)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010. DAFTAR PUSTAKA

Abidin. 1991. Dasar Pengetahuan Ilmu Tanaman. Penerbit Angkasa. Bandung. Anonim. 1997. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jurusan Tanah

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anonim. 2008. Hubungan Air dan Tanaman. Februari 2008.

Barja, P.R., Antonio M.M., Edson C.S., Antônio C.N.M., Pedro L.C.A.A. 2003.

Photosyntetic Induction in Eucalyptus urograndis Seedlings and Cutting Measured By Means of An Open Photoacoustic.

Diakses Tanggal 8 Juli 2008.

Hakim, Nyakpa N.M.Y., Lubis A.M., Nugroho, Diha M.A., Go Ban Hong, dan Bailey H.H. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarata.

Ismal, G. 1993. Ekologi Tumbuhan dan Tanaman Pertanian. Angkasa Raya. Padang

Kapisa. N., H. A. F. Mashud dan R. Harahap. 1999. Pemilihan Jenis Eucalyptus

sp. Laporan Satu Tahun Setelah Penanaman. Buletin Penelitian

Kehutanan. Balai Penelitian Kehutanan. Pematang Siantar. Khaeruddin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nurcahyaningsih. 2004. Perbanyakan Eucalyptus pellita secara kultur jaringan (Multiplication of Eucalyptus pellita in Vitro). http://www.biotiflorda.or.id/indekx.phh?. Diakses tanggal 8 Juli 2008. Poerwowidodo. 1991. Gatra Tanah Dalam Pembangunan Hutan Tanaman di

Indonesia. Penerbit Rajawali. Jakarta.

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sitompul, S.M. dan Guritno, B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.


(47)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Sugiharto, B., U. Murdiyatmo., H. Sakakibara. 2002. Kloning dan Karakterisasi Gen Ketahanan Cekaman Kekeringan pada Tanaman Tebu. Jurnal

ILMU DASAR, Vol.3 No.1.

Sutedjo, M.M. dan Kartasaoetra A.G. 1989. Tumbuhan dan Organ-organnya. Bina Aksara. Jakarta

Sutedjo, M.M. dan Kartasaoetra A.G. 2002. Pengantar Ilmu Tanah. Jakarta.

Sutisna, Titi, Kalimah, Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Hutan di Indonesia. Penerbit Porsea. Jakarta.

Toruan N., Wijana, N., Guharja, E., Aswidinnoor H., Yahya S., Subronto. 2001. Respons Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) terhadap Cekaman Kekeringan. Menara Perkebunan.

tanggal 5 Juni 2008

Wibowo, S. 2006.Rehabilitasi Hutan Pasca Operasi Illegal Logging. Wana Aksara. Tangerang-Banten.

Widyatmoko, K. 2006. Analisis Tanggapan Tanaman Tebu Terhadap Cekaman Kekeringan

World Agroforestry Centre. 2004. Agroforestry Database Eucalyptus urophylla.


(48)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Lampiran 1. Data Pertambahan Diameter Bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla Antara Umur 12 MST dengan Umur 0 MST

Jenis

Klon Penyiraman

Ulangan

Total Rata-rata

I II III IV V

(Milimeter)

A1 B1 1.30 1.20 1.85 0.90 0.90 6.15 1.23

B2 1.85 1.35 1.40 1.40 1.30 7.30 1.46

B3 1.85 1.50 1.90 1.35 1.20 7.80 1.56

B4 2.60 1.60 1.85 2.05 1.80 9.90 1.98

A2 B1 1.00 1.20 0.65 1.10 2.30 6.25 1.25

B2 1.65 1.25 1.40 1.90 1.60 7.80 1.56

B3 1.40 1.75 2.60 1.25 1.80 8.80 1.76

B4 1.25 2.00 1.50 1.95 2.15 8.85 1.77

A3 B1 0.80 1.35 1.90 1.50 1.55 7.10 1.42

B2 1.70 1.90 1.35 2.00 1.40 8.35 1.67

B3 2.10 2.20 3.00 2.50 2.15 11.95 2.39

B4 2.20 1.50 1.95 1.85 1.50 9.00 1.80

Total 19.70 18.80 21.35 19.75 19.65 99.25

Lampiran 2. Analisis Ragam Pertambahan Diameter Bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla Antara Umur 12 MST dengan Umur 0 MST

SK db JK KT F hitung F 5%

Komb. Perlakuan 11 5.74 0.52 3.51 1.99

Jenis 2 0.83 0.42 2.80 3.19tn

Penyiraman 3 3.51 1.17 7.87 2.80*

Jenis x Penyiraman 6 1.39 0.23 1.56 2.30tn

Galat 48 7.14 0.15

Total 59 12.88 0.22

tn

= Tidak Nyata * = Berpengaruh nyata


(49)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Lampiran 3. Data Pertambahan Tinggi Bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla Antara Umur 12 MST dengan Umur 0 MST

Jenis

Klon Penyiraman

Ulangan

Total

Rata-rata

I II III IV V

(Centimeter)

A1 B1 12.40 19.30 14.50 21.30 15.20 82.70 16.54

B2 18.00 14.90 19.30 20.20 15.00 87.40 17.48

B3 26.20 25.00 25.00 22.70 21.10 120.00 24.00

B4 21.30 22.00 29.50 30.80 19.20 122.80 24.56

A2 B1 10.10 20.50 23.90 22.30 19.10 95.90 19.18

B2 21.50 22.10 23.90 22.70 17.80 108.00 21.60

B3 31.20 27.60 37.70 20.30 19.20 136.00 27.20

B4 19.70 23.40 22.70 26.20 21.60 113.60 22.72

A3 B1 14.60 16.20 28.50 28.60 18.30 106.20 21.24

B2 16.20 22.30 23.60 21.90 20.30 104.30 20.86

B3 18.60 22.90 31.60 26.70 24.90 124.70 24.94

B4 23.50 20.50 21.40 28.10 22.60 116.10 23.22

Total 233.30 256.70 301.60 291.80 234.30 1317.70

Lampiran 4. Analisis Ragam Pertambahan Tinggi Bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla Antara Umur 12 MST dengan Umur 0 MST

SK db JK KT F hitung F 5%

Komb. Perlakuan 11 542.29 49.30 2.50 1.99

Jenis 2 52.13 26.06 1.32 3.19tn

Penyiraman 3 402.44 134.15 6.80 2.80*

Jenis x Penyiraman 6 87.72 14.62 0.74 2.30tn

Galat 48 946.23 19.71

Total 59 1488.52

tn

= Tidak Nyata * = Berpengaruh nyata


(50)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Lampiran 5. Data Pertambahan Jumlah Daun Bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla Antara Umur 12 MST dengan Umur 0 MST

Jenis

Klon Penyiraman

Ulangan

Total

Rata-rata

I II III IV V

(Helai)

A1 B1 33 35 31 27 33 159 31.8

B2 53 26 55 33 33 200 40.0

B3 57 23 89 38 24 231 46.2

B4 61 45 77 52 42 277 55.4

A2 B1 40 75 55 41 67 278 55.6

B2 39 60 61 106 85 351 70.2

B3 78 91 189 90 70 518 103.6

B4 91 100 109 73 90 463 92.6

A3 B1 29 39 39 66 27 200 40.0

B2 71 58 46 44 23 242 48.4

B3 39 56 64 51 31 241 48.2

B4 65 51 58 48 36 258 51.6

Total 656 659 873 669 561 3418

Lampiran 6. Analisis Ragam Pertambahan Jumlah Daun Bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla Antara Umur 12 MST dengan Umur 0 MST

SK db JK KT F hitung F 5%

Komb. Perlakuan 11 25639.53 2330.87 5.14 1.99

Jenis 2 16751.43 8375.72 18.48 3.19*

Penyiraman 3 6002.73 2000.91 4.42 2.80*

Jenis x Penyiraman 6 2885.37 480.89 1.06 2.30tn

Galat 48 21750.40 453.13

Total 59 47389.93

tn

= Tidak Nyata * = Berpengaruh nyata


(51)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Lampiran 7. Data Bobot Kering Tajuk bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla

Jenis

Klon Penyiraman

Ulangan

Total

Rata-rata

I II III IV V

(Helai)

A1 B1 9.4 9.5 6.0 6.9 6.7 38.5 7.70 B2 12.7 9.7 8.9 8.3 7.6 47.2 9.44 B3 13.6 11.5 15.0 11.9 7.8 59.8 11.96 B4 17.9 10.2 10.1 12.9 9.6 60.7 12.14 A2 B1 6.8 8.5 5.0 6.6 7.2 34.1 6.82

B2 10.0 9.3 6.9 11.8 7.6 45.6 9.12 B3 10.7 16.2 17.9 12.0 7.8 64.6 12.92 B4 14.2 9.3 9.9 8.4 10.9 52.7 10.54 A3 B1 7.5 11.7 6.8 13.1 6.1 45.2 9.04

B2 9.3 13.4 8.6 12.6 6.2 50.1 10.02 B3 10.3 14.3 14.8 12.3 7.0 58.7 11.74 B4 11.4 9.1 10.4 9.4 6.9 47.2 9.44 Total 133.8 132.7 120.3 126.2 91.4 604.4

Lampiran 8. Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk Bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla Pada Umur 12 MST

SK db JK KT F hitung F 5%

Komb. Perlakuan 11 189.64 17.24 2.43 1.99

Jenis 2 2.12 1.06 0.15 3.19tn

Penyiraman 3 152.69 50.89 7.19 2.8*

Jenis x Penyiraman 6 34.83 5.81 0.82 2.3tn

Galat 48 339.98 7.08

Total 59 529.62 8.976565

tn

= Tidak Nyata * = Berpengaruh nyata


(52)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Lampiran 9. Data Bobot Kering Akar bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla

Jenis

Klon Penyiraman

Ulangan

Total

Rata-rata

I II III IV V

(Helai)

A1 B1 3.2 2.3 1.7 2.4 2.4 12.0 2.40 B2 4.1 3.2 2.4 2.4 2.4 14.5 2.90 B3 5.9 3.0 3.8 3.1 2.6 18.4 3.68 B4 5.4 3.5 3.5 3.8 3.2 19.4 3.88

A2 B1 1.7 1.9 1.3 2.1 2.1 9.1 1.82

B2 2.7 2.0 1.3 2.6 2.1 10.7 2.14 B3 3.3 4.1 2.4 3.3 1.7 14.8 2.96 B4 4.8 3.0 2.8 2.4 2.7 15.7 3.14 A3 B1 2.0 3.2 1.9 2.3 1.6 11.0 2.20 B2 3.1 3.8 1.8 2.8 1.6 13.1 2.62 B3 3.5 4.7 4.4 3.8 2.1 18.5 3.70 B4 5.0 3.0 4.1 3.7 2.7 18.5 3.70 Total 44.7 37.7 31.4 34.7 27.2 175.7

Lampiran 10. Analisis Ragam Bobot Kering Akar Bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla Pada Umur 12 MST

SK db JK KT F hitung F 5%

Komb. Perlakuan 11 27.31 2.48 3.46 1.99

Jenis 2 5.38 2.69 3.75 3.19*

Penyiraman 3 21.70 7.23 10.07 2.8*

Jenis x Penyiraman 6 0.23 0.04 0.05 2.3tn

Galat 48 34.47 0.72

Total 59 61.78 1.05

tn

= Tidak Nyata * = Berpengaruh nyata


(53)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Lampiran 11. Data Rasio Tajuk Akar Bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla

Jenis

Klon Penyiraman

Ulangan

Total

Rata-rata

I II III IV V

(Helai)

A1 B1 2.94 4.13 3.53 2.88 2.79 16.27 3.25

B2 3.10 3.03 3.71 3.46 3.17 16.47 3.29

B3 2.31 3.83 3.95 3.84 3.00 16.93 3.39

B4 3.31 2.91 2.89 3.39 3.00 15.50 3.10

A2 B1 4.00 4.47 3.85 3.14 3.43 18.89 3.78

B2 3.70 4.65 5.31 4.54 3.62 21.82 4.36

B3 3.24 3.95 7.46 3.64 4.59 22.88 4.58

B4 2.96 3.10 3.54 3.50 4.04 17.14 3.43

A3 B1 3.75 3.66 3.58 5.70 3.81 20.50 4.10

B2 3.00 3.53 4.78 4.50 3.88 19.69 3.94

B3 2.94 3.04 3.36 3.24 3.33 15.91 3.18

B4 2.28 3.03 2.54 2.54 2.56 12.95 2.59

Total 37.53 43.33 48.50 44.37 41.22 214.95

Lampiran 12. Analisis Ragam Rasio Tajuk Akar Bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla Pada Umur 12 MST

SK db JK KT F hitung F 5%

Komb. Perlakuan 11.00 18.31 1.66 3.23 1.99

Jenis 2.00 6.56 3.28 6.36 3.19*

Penyiraman 3.00 6.13 2.04 3.96 2.8*

Jenis x Penyiraman 6.00 5.62 0.94 1.82 2.3tn

Galat 48.00 24.76 0.52

Total 59.00 43.07 0.73

tn

= Tidak Nyata * = Berpengaruh nyata


(54)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Lampiran 13. Dokumentasi Penelitian Ketahanan Bibit Eucalyptus sp., Terhadap Cekaman Kekeringan

Gambar Akar bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla sebelum dilakukan penanaman

(a) (b)

(c)

Gambar bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla Jenis yang sama dengan perlakuan yang berbeda

(a) Jenis klon A1 (IND-47) dengan perlakuan penyiraman yang berbeda (b) Jenis klon A2 (IND-61) dengan perlakuan penyiraman yang berbeda (c) Jenis klon A3 (IND-60) dengan perlakuan penyiraman yang berbeda


(55)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar Bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla Jenis yang berbeda dengan Perlakuan Penyiraman yang Sama

(a) Jenis klon yang berbeda dengan perlakuan B1 (100%) (b) Jenis klon yang berbeda dengan perlakuan B2 (70%) (c) Jenis klon yang berbeda dengan perlakuan B3 (50%) (d) Jenis klon yang berbeda dengan perlakuan B4 (30%)


(56)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar Akar Bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla (a) Akar bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla

jenis yang berbeda dengan perlakuan B1 (100%) (b) Akar bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla

jenis yang berbeda dengan perlakuan B2 (70%) (c) Akar bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla

jenis yang berbeda dengan perlakuan B3 (50%) (d) Akar bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla


(1)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Lampiran 7. Data Bobot Kering Tajuk bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus

urophylla

Jenis

Klon Penyiraman

Ulangan

Total

Rata-rata

I II III IV V

(Helai)

A1 B1 9.4 9.5 6.0 6.9 6.7 38.5 7.70

B2 12.7 9.7 8.9 8.3 7.6 47.2 9.44

B3 13.6 11.5 15.0 11.9 7.8 59.8 11.96

B4 17.9 10.2 10.1 12.9 9.6 60.7 12.14

A2 B1 6.8 8.5 5.0 6.6 7.2 34.1 6.82

B2 10.0 9.3 6.9 11.8 7.6 45.6 9.12

B3 10.7 16.2 17.9 12.0 7.8 64.6 12.92

B4 14.2 9.3 9.9 8.4 10.9 52.7 10.54

A3 B1 7.5 11.7 6.8 13.1 6.1 45.2 9.04

B2 9.3 13.4 8.6 12.6 6.2 50.1 10.02

B3 10.3 14.3 14.8 12.3 7.0 58.7 11.74

B4 11.4 9.1 10.4 9.4 6.9 47.2 9.44

Total 133.8 132.7 120.3 126.2 91.4 604.4

Lampiran 8. Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk Bibit Eucalyptus grandis x

Eucalyptus urophylla Pada Umur 12 MST

SK db JK KT F hitung F 5%

Komb. Perlakuan 11 189.64 17.24 2.43 1.99

Jenis 2 2.12 1.06 0.15 3.19tn

Penyiraman 3 152.69 50.89 7.19 2.8*

Jenis x Penyiraman 6 34.83 5.81 0.82 2.3tn

Galat 48 339.98 7.08

Total 59 529.62 8.976565

tn

= Tidak Nyata * = Berpengaruh nyata


(2)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Lampiran 9. Data Bobot Kering Akar bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus

urophylla

Jenis

Klon Penyiraman

Ulangan

Total

Rata-rata

I II III IV V

(Helai)

A1 B1 3.2 2.3 1.7 2.4 2.4 12.0 2.40

B2 4.1 3.2 2.4 2.4 2.4 14.5 2.90

B3 5.9 3.0 3.8 3.1 2.6 18.4 3.68

B4 5.4 3.5 3.5 3.8 3.2 19.4 3.88

A2 B1 1.7 1.9 1.3 2.1 2.1 9.1 1.82

B2 2.7 2.0 1.3 2.6 2.1 10.7 2.14

B3 3.3 4.1 2.4 3.3 1.7 14.8 2.96

B4 4.8 3.0 2.8 2.4 2.7 15.7 3.14

A3 B1 2.0 3.2 1.9 2.3 1.6 11.0 2.20

B2 3.1 3.8 1.8 2.8 1.6 13.1 2.62

B3 3.5 4.7 4.4 3.8 2.1 18.5 3.70

B4 5.0 3.0 4.1 3.7 2.7 18.5 3.70

Total 44.7 37.7 31.4 34.7 27.2 175.7

Lampiran 10. Analisis Ragam Bobot Kering Akar Bibit Eucalyptus grandis x

Eucalyptus urophylla Pada Umur 12 MST

SK db JK KT F hitung F 5%

Komb. Perlakuan 11 27.31 2.48 3.46 1.99

Jenis 2 5.38 2.69 3.75 3.19*

Penyiraman 3 21.70 7.23 10.07 2.8*

Jenis x Penyiraman 6 0.23 0.04 0.05 2.3tn

Galat 48 34.47 0.72

Total 59 61.78 1.05

tn

= Tidak Nyata * = Berpengaruh nyata


(3)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Lampiran 11. Data Rasio Tajuk Akar Bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus

urophylla

Jenis

Klon Penyiraman

Ulangan

Total

Rata-rata

I II III IV V

(Helai)

A1 B1 2.94 4.13 3.53 2.88 2.79 16.27 3.25

B2 3.10 3.03 3.71 3.46 3.17 16.47 3.29

B3 2.31 3.83 3.95 3.84 3.00 16.93 3.39

B4 3.31 2.91 2.89 3.39 3.00 15.50 3.10

A2 B1 4.00 4.47 3.85 3.14 3.43 18.89 3.78

B2 3.70 4.65 5.31 4.54 3.62 21.82 4.36

B3 3.24 3.95 7.46 3.64 4.59 22.88 4.58

B4 2.96 3.10 3.54 3.50 4.04 17.14 3.43

A3 B1 3.75 3.66 3.58 5.70 3.81 20.50 4.10

B2 3.00 3.53 4.78 4.50 3.88 19.69 3.94

B3 2.94 3.04 3.36 3.24 3.33 15.91 3.18

B4 2.28 3.03 2.54 2.54 2.56 12.95 2.59

Total 37.53 43.33 48.50 44.37 41.22 214.95

Lampiran 12. Analisis Ragam Rasio Tajuk Akar Bibit Eucalyptus grandis x

Eucalyptus urophylla Pada Umur 12 MST

SK db JK KT F hitung F 5%

Komb. Perlakuan 11.00 18.31 1.66 3.23 1.99

Jenis 2.00 6.56 3.28 6.36 3.19*

Penyiraman 3.00 6.13 2.04 3.96 2.8*

Jenis x Penyiraman 6.00 5.62 0.94 1.82 2.3tn

Galat 48.00 24.76 0.52

Total 59.00 43.07 0.73

tn

= Tidak Nyata * = Berpengaruh nyata


(4)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

Lampiran 13. Dokumentasi Penelitian Ketahanan Bibit Eucalyptus sp., Terhadap Cekaman Kekeringan

Gambar Akar bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla sebelum dilakukan penanaman

(a) (b)

(c)

Gambar bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla Jenis yang sama dengan perlakuan yang berbeda

(a) Jenis klon A1 (IND-47) dengan perlakuan penyiraman yang berbeda (b) Jenis klon A2 (IND-61) dengan perlakuan penyiraman yang berbeda (c) Jenis klon A3 (IND-60) dengan perlakuan penyiraman yang berbeda


(5)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar Bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla Jenis yang berbeda dengan Perlakuan Penyiraman yang Sama

(a) Jenis klon yang berbeda dengan perlakuan B1 (100%) (b) Jenis klon yang berbeda dengan perlakuan B2 (70%) (c) Jenis klon yang berbeda dengan perlakuan B3 (50%) (d) Jenis klon yang berbeda dengan perlakuan B4 (30%)


(6)

Saleh Mardin Gulo : Ketahanan Bibit Eucalyptus sp. Terhadap Cekaman Kekeringan, 2010.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar Akar Bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla (a) Akar bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla

jenis yang berbeda dengan perlakuan B1 (100%) (b) Akar bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla

jenis yang berbeda dengan perlakuan B2 (70%) (c) Akar bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla

jenis yang berbeda dengan perlakuan B3 (50%) (d) Akar bibit Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla