Hubungan Kerapatan Tajuk Dan Penggunaan Lahan Berdasarkan Analisis Citra Satelit Dan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus Kawasan Hutan Resort Tangkahan, Cinta Raja, Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL)

(1)

HUBUNGAN KERAPATAN TAJUK DAN

PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN ANALISIS CITRA

SATELIT DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

(Studi Kasus Kawasan Hutan Resort Tangkahan, Cinta Raja, Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL)

Hasil Penelitian

Oleh : Julia Rahmi

051201019/Manajemen Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Hubungan Kerapatan Tajuk dan Penggunaan Lahan Berdasarkan Analisis Citra Satelit dan Sistem Informai Geografis di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Nama Mahasiswa : Julia Rahmi

NIM : 051201019

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing :

Pindi Patana, S.Hut.,M.Sc

Ketua Anggota

Achmad Siddik Thoha S. Hut., M.Si

Megetahui,

Ketua Departemen Kehutanan

NIP. 19641228 20001 21001 Dr.Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS


(3)

ABSTRACT

Every activity around Gunung Leuser National Park (GLNP) have changed the condition of land use and level of vegetation index (NDVI) which surround the area, especially Leuser Ecosystem. This damaging condition is caused by illegal logging, opening new area for agricultural, especially oil palm and rubber plantation. Based on this situation, to detect changing of land use and NDVI quickly and accurately, it is used remote sensing and geographic information system (GIS)

The purpose of this study is to find out briefly the density level of vegetation (NDVI) in every land use in 2002 and 2007 and to find out the correlation of vegetation density level with land use and also the changing of land use in 2002 and 2007.

The research found that the range of NDVI in every land use in 2002 and 2007 are varied between -0.375 – 0.577, which is far vegetation, average vegetation and close vegetation in 2002, and in 2007 the range of NVDI between –0.115 – 0.646. The correlation between NVDI and land use in 2002 and 2007 is strongly related, where the correlation of coefficient value in 2002 is 0.855 and correlation of coefficient value in 2002 is 0.903. In period 2002 until 2007 level of changing area has occured increasingly to secondary forest which is 19150.37 ha atau 19.80 %, Whereas the kind of using area are greatly decrease is primary forest which is 21099.17 ha or 22 %.


(4)

ABSTRAK

Berbagai kegiatan yang ada di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) telah mengubah kondisi penggunaan lahan dan tingkat indeks vegetasi (NDVI) yang ada di sekitar kawasan tersebut khususnya Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Penyebab kerusakan kawasan ini antara lain disebabkan oleh illegal logging, pembukaan lahan untuk kepentingan tanaman pertanian dan umumnya untuk penanaman sawit dan karet. Berdasarkan hal ini, Untuk mendeteksi perubahan penggunaan lahan dan NDVI dengan cepat dan akurat maka digunakan teknologi penginderaan jarak jauh dan sistem informasi geografis (SIG).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kerapatan vegetasi (NDVI) diberbagai penggunaan lahan tahun 2002 dan 2007 dan mengetahui hubungan kerapatan vegetasi dengan penggunaan lahan serta mengetahui perubahan penggunaan lahan tahun 2002 dan 2007.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran NDVI di berbagai penggunaan lahan tahun 2002 dan 2007 bervariasi antara -0.375 – 0.577 yaitu berupa vegetasi jarang, vegetasi sedang dan vegetasi rapat untuk tahun 2002 sedangkan untuk tahun 2007 kisaran nilai NDVI antara -0.115 – 0.646. Hubungan (korelasi) antara NDVI dan penggunaan lahan tahun 2002 dan tahun 2007 sangat kuat, dimana nilai koefisien korelasi untuk citra tahun 2002 adalah 0.855 dan untuk citra tahun 2007 sebesar 0.903. Pada periode tahun 2002 sampai tahun 2007 telah terjadi perubahan luasan penggunana lahan yaitu jenis pengggunaan lahan yang mengalami kenaikan luas penggunaan lahan terjadi pada hutan sekunder sebesar sebesar 19150.37 ha atau 19.80 %, Sedangkan jenis penggunaan lahan yang mengalami penurunan luas adalah tipe hutan primer yaitu sebesar 21099.17 ha atau 22 %.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Meureudu pada tanggal 13 juli 1988, dari ayah Muhammad. S dan ibu Ainol Mardiah. Penulis merupakan putri ke-dua dari empat bersaudara.

Tahun 1999 penulis lulus dari SD Negeri 1 Meureudu, pada tahun 2002 lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Meureudu. Tahun 2005 lulus dari Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Meureudu dan pada tahun 2005 lulus seleksi masuk USU melalui jalur Pemanduan Minat dan Prestasi (PMP). Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di HPHTI PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Estate Baserah, Riau selama 2 (dua) bulan yaitu sejak 05 Januari sampai dengan 05 Maret 2009.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan segala Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai sebagai mana mestinya. Skripsi ini berjudul “ Hubungan Kerapatan Tajuk dan Penggunaan Lahan Berdasarkan Analisis Citra Satelit dan Sistem Informasi Geografis di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) “. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Selama melaksanakan penelitian hingga penyusunan skripsi ini selesai, banyak bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak kepada penulis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak tersebut terutama kepada :

1. Bapak Pindi Patana, S.Hut, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing (Dosen Pembimbing I).

2. Bapak Achmad Siddik Thoha, S.Hut, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing (Dosen Pembimbing II).

3. Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS selaku Ketua Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

4. Staf pengajar dan para pegawai di Departemen Kehutanan USU.

5. Kedua orangtua tercinta Ayahanda Muhammad. S dan Ibunda Ainol Mardiah, sumber kekuatan dan pemberi semangat sepanjang hidupku. 6. Saudara-Saudariku tercinta yakni Desi Adriani, Rahma Wati dan Maini


(7)

7. FFI (Fauna and Flora Internasional) yang telah membantu memfasilitasi dan mensponsori penelitian baik selama di lapangan maupun dalam penyelesaian skripsi.

8. Staf dan pegawai Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) yang telah memberikan bantuan baik data maupun peralatan lapangan.

9. Seluruh pihak yang telah membantu dalam pengambilan data selama dilapangan yaitu Pak Edy, Wak Dolah, bang Supri dan bang Ucok.

10. Bapak Ronal dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) dan kak Dwi dari Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) yang telah membantu dalam mendapatkan data penelitian.

11. Para sahabatku dari jurusan MNH dan BDH yaitu Pepi, Najmi, Zihan, Gian, Nina dan Mala yang selalu memberikan dukungan dan semangat. Semoga Allah SWT memberikan Rahmat-Nya atas jasa-jasa yang telah diberikan kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Kehutanan.

Medan, Agustus 2009


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Kerangka Pemikiran ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional Gunung Lauser ... 5

Sekilas Tentang TNGL ... 5

Flora dan Fauna... 6

Penggunaan Lahan ... 7

Kerapatan Tajuk ... 9

Penginderaan Jauh ... 10

Sistem Informasi Geografis ... 11

Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan Penggunaan Lahan ... 12

Citra Landsat ... 14

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Bahan ... 17

Alat ... 17

Metode ... 18

Prosedur Kerja ... 18

Pengumpulan Data ... 18

Persiapan Data ... 18

Pengolahan Awal (Pre-processing) data inderaja... 19

Koreksi Geometrik ... 20

Pengolahan Citra ... 22

Analisis Kualitatif ... 23


(9)

Penajaman Citra (image enhancement) ... 23

Principle Component Analisis ... 23

Klasifikasi Terbimbing (supervised classification) dengan MLC ... 23

Analisis Tingkat Kerapatan Vegetasi/Tajuk ... 23

Menghitung Luas Masing-masing Penutupan ... 24

Survey Lapangan... 24

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan ... 25

Uji Statistik dengan Analisis Korelasi ... 26

KONDISI UMUM ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi penggunaan lahan dilokasi penelitian ... 33

Klasifikasi penggunaan lahan ... 36

Penggunaan lahan tahun 2002 ... 36

Penggunaan lahan tahun 2007 ... 38

Indeks Vegetasi (NDVI) ... 40

Hubungan kerapatan tajuk dan penggunaan lahan ... 44

Perubahan penggunaan lahan periode tahun 1999 dan tahun 2006 .... 48

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 56

Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Karakteristik sensor Landsat TM ... 14

2. Penggunaan lahan tahun 2002 ... 37

3. Penggunaan lahan tahun 2007 ... 38

4. Kisaran nilai NDVI citra Landsat TM tahun 2002 ... 41

5. Kisaran nilai NDVI citra Landsat TM tahun 2007 ... 42

6. Hasil analisis korelasi antara NDVI dan penggunaan lahan ... tahun 2002 ... 45

7. Hasil analisis korelasi antara NDVI dan penggunaan lahan tahun 2007 ... 45

8. Hasil uji t sampel berpasangan antara NDVI tahun 2007 ... 46

dan tahun 2007 9. Perubahan Penggunaan lahan periode tahun 2002 dan tahun 2007... 48


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kondisi penggunaan lahan ... 35

2. Peta penggunaan lahan di Taman Nasional Gunung Leuser tahun 2002 ... 38

3. Peta penggunaan lahan di Taman Nasional Gunung Leuser tahun 2007 ... 40

4. Peta sebaran NDVI tahun 2002 ... 43

5. Peta sebaran NDVI tahun 2007 ... 43

6. Perubahan luas penggunaan lahan TNGL tahun 2002 – 2007 ... 50

7. Areal bekas illegal logging ... 52


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data Nilai NDVI tahun 2002 dan 2007 untuk analisis uji t ... 57 2. Data NDVI dan skor penggunaan lahan untuk analisis Korelasi

Tahun 2002 ... 59 3. Data NDVI dan skor penggunaan lahan untuk analisis Korelasi


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin meningkat, maka kebutuhan lahan untuk dijadikan pemukiman dan lahan pertanian serta perkebunan dirasakan semakin meningkat pula. Hal terebut menyebabkan terjadinya konversi-konversi lahan, baik dari lahan pertanian menjadi daerah pemukiman maupun dari lahan hutan menjadi lahan perkebunan dan pertanian. Dengan berubahnya penggunaan lahan maka kondisi penutupan vegetasi di setiap kelas penggunaan lahan juga akan berubah.

Berbagai kegiatan yang ada di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL) Sektor Besitang telah mengubah kondisi penggunaan lahan dan indeks vegetasi yang ada disekitar kawasan tersebut. Fenomana tersebut memerlukan penanganan sejak dini dan terintegrasi dari berbagai aspek yang berkaitan dengan pengelolaan TNGL.

Dalam kasus TNGL di Sei Lepan, kondisi open access telah terjadi beberapa beberapa tahun yang lalu, sehingga pendudukan, perambahan dan spekulasi lahan menjadi suatu keniscayaan. Pada awal tahun 2000, terjadi gelombang pengungsi dari Aceh Timur, yang semula hanya 6 kepala keluarga (KK). Ketika tidak dilakukan penyelesaian secara tuntas maka jumlah pengungsi telah mencapai 555 KK. Hal ini menyebabkan terjadinya perambahan ribuan hektar lahan TNGL dan dijadikan perkebunan sawit. Tidak kurang dari 10.000 Ha kawasan hutan hujan tropis dataran rendah di Resort Sekoci, Besitang telah


(14)

hancur. Pembakaran yang berulang untuk penanaman sawit telah menghentikan proses suksesi alami di wilayah ini (Kepala Balai TNGL, 2007).

Kegiatan ini juga terjadi di Tangkahan Kecamatan Batang Serangan seluas 450 ha telah rusak dibuka menjadi perkebunan kelapa sawit. Kerusakan hutan di Tangkahan telah terjadi sejak tahun 2000 sampai 2003 yaitu terjadinya perambahan dan kegiatan penebangan liar. Sehingga menyebabkan perubahan penggunaan lahan di kawasan ini (Hasibuan, 2003).

Identifikasi penggunaan lahan di sekitar TNGL penting dilakukan untuk mengetahui apakah penggunaan lahan yang dilakukan oleh aktivitas manusia sesuai dengan potensi ataupun daya dukungnya dan juga untuk mengetahui berapa besar perubahan penggunaan lahan yang terjadi. Integrasi teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu bentuk yang potensial dalam penyusunan arahan fungsi penggunaan lahan. Dasar penggunaan lahan dapat dikembangkan untuk berbagai kepentingan penelitian, perencanaan, dan pengembangan wilayah.

Pemanfaatan teknologi penginderaan jarak jauh dan Sistem Informasi Geografis merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam mendekteksi perubahan penggunaan lahan dari tahun ke tahun dengan cepat dan akurat sehingga menghasilkan suatu informasi mengenai sebaran (distribusi) penggunaan lahan dan tingkat penutupan vegetasi permanen di setiap kelas pengunaan lahan di Besitang dan Tangkahan.


(15)

Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Berapa besar tingkat kerapatan tajuk di kawasan TNGL Resort Tangkahan Cinta Raja, Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser?

2. Bagaimanakah hubungan antara kerapatan tajuk dengan penggunaan lahan di kawasan TNGL Resort Tangkahan Cinta Raja, Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser?

3. Berapa persen Perubahan penggunaan lahan dari tahun 2002 sampai 2007 di kawasan TNGL Resort Tangkahan Cinta Raja, Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser?

Tujuan

1. Mengetahui tingkat kerapatan tajuk di kawasan TNGL Resort Tangkahan Cinta Raja, Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser.

2. Menentukan hubungan kerapatan tajuk dengan penggunaan lahan di kawasan TNGL Resort Tangkahan, Cinta Raja, Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser.

3. Mengetahui perubahan penggunaan lahan dan tingkat kerapatan tajuk di kawasan TNGL Resort Tangkahan Cinta Raja, Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser.

Manfaat Penelitian


(16)

dalam menentukan tindakan pengelolaan secara internal (TNGL) dan eksternal (pengelolaan masyarakat).

Kerangka Pemikiran

Kerangka penelitian dapat dilihat pada gambar berikut

Ancaman terhadap TNGL

Potensi perubahan penggunaan lahan

Analisis perubahan penggunaan lahan & kerapatan tajuk

Citra satelit & SIG

Perbandingan perubahan

penggunaan lahan & Tahun 2007

Tahun 2002 Illegal Logging

perkebunan pertanian Pemukiman

Penduduk (pengungsi )


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Taman Nasional Gunung Leuser

Sekilas Tentang Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)

Taman Nasional merupakan salah satu bentuk kawasan konservasi yang mempunyai fungsi dan peranan sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (Ahmad, 1999). TNGL merupakan panorama alam dan paru-paru dunia yang telah ditetapkan oleh pemerintah indonesia sebagai cagar alam nasional sejak tahun 1980 dan ditetapkan sebagai warisan dunia (cagar biosfer) oleh UNESCO pada tahun 2004.

Indonesia dan Malaysia juga bekerja sama menetapkan TNGL dan Taman Negara National di Malaysia sebagai ’sister park’. Cagar Biosfer didefinisikan sebagai kawasan ekosistem dataran atau pesisir yang diakui oleh Program MAB-UNESCO untuk mempromosikan keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam. Sedangkan Warisan Dunia adalah Warisan yang terdiri dari (1) Warisan Alam dan Warisan Budaya, (2) Melestarikan Warisan yang tidak dapat di gantikan dan warisan yang memiliki “Nilai Universal Istimewa”, (3). Perlu melindungi warisan yang tidak dapat dipindahkan ,dan (4). Menjadi tanggung jawab kesadaran dan Kerjasama Kolektif internasional (UNESCO (2004) dalam Dephut (2008).


(18)

Flora dan Fauna

TNGL merupakan suaka tropis terbesar dan terkaya didunia. TNGL merupakan habitat dari sejumlah besar spesies fauna mulai dari mamalia, burung, reptil, ampibi, ikan, dan invertebrate. Kawasan ini memiliki daftar spesies burug yang panjang, dimana dari 380 spesies burung yang ada (65% dari total jumlah spesies burung diseluruh pulau Sumatera), 350 diantaranya tinggal di kawasan ini. Di TNGL juga terdapat 36 dari 50 jenis burung endemik di Sundaland. Hampir 65% atau 129 spesies mamalia dari 205 spesies (mamalia besar dan kecil) di Sumatera tercatat tinggal di taman nasional ini (Wiratno, 2006).

Keunikan kawasan ini yang tidak dimiliki taman nasional lain adalah, memiliki empat jenis satwa yang tergolong paling langka yaitu gajah sumatera (Elephas maximus), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), dan orang utan sumatera (Pongo pygmaeus abelii). Selain itu, TNGL juga merupakan surga bagi beragam jenis mamalia penting lain seperti serudung (Hylobates lar), siamang (Hylobates syndactilus), kera (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestriana), kedih (Presbytis thomasi), macan dahan (Neofelis nebulosa), beruang (Helarctos malayanus), dan kambing hutan (Capricornis sumatrensis) (Ari, 2008).

Pentingnya kawasan ini dibuktikan dengan ekspedisi Van Steenis tahun 1937, dan dilanjutkan dengan ekspedisi-ekspedisi lainnya, membuktikan kayanya keragaman hayati taman nasional ini. Tidak kurang dari 4.000 spesies tumbuhan dapat dijumpai, termasuk yang paling fenomenal adalah ditemukannya 3 dari 15 tanaman parasit yang terkenal yaitu jenis Refflesia seperti yaitu Raflesia rchussenii, Raflesia micropylora, dan Raflesia arnoldi. TNGL juga habitat jenis


(19)

bunga tertinggi didunia yaitu Amorphophalus titanum. Komposisi vegetasinya tersebar dalam beberapa zonasi (menurut ketinggian dari permukaan laut), yaitu Coastal vegetation, Tropical zone (0-1000m), Colline Sub-Zone, (500-1000 m), Montane zone (1500-2400 m), Subalpine Zone (2400-3400 m), Mountain Blang Vegetation (2600-3000 m), dan Anthropogenic Vegetation. Selain itu, taman nasional ini juga tempat yang penting sebagai habitat tumbuhan obat (Wiratno, 2006).

Taman Nasional Gunung Lauser telah menjadi bagian dari pembangunan kehutanan nasional, dengan visi TNGL guna peningkatan kualitas mutu kehidupan masyarakat dan lingkungan. Sedangkan fungsi kawasan TNGL meliputi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis dan ekosistemnya, serta pemanfaatan secara lestari (Balai TNGL, 2001).

Penggunaan Lahan

Pemetaan penggunaan lahan dan penutup lahan sangat berhubungan dengan studi vegetasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer. Karena data penggunaan lahan dan penutup lahan paling penting untuk planner yang harus membuat keputusan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya lahan, maka data ini sangat bersifat ekonomi (Lo, 1995).

Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia pada dan kaitannya dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan lahan telah dikaji dari beberapa sudut pandang yang berlainan, sehingga tidak ada satu definisi yang benar-benar tepat (Purbowaseso, 1995). Penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutup


(20)

lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Satuan – satuan

penutup lahan kadang-kadang juga bersifat penutup lahan alami (Lillesand dan Kiefer, 1994 ).

Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan adalah upaya pengelompokan berbagai jenis penutup lahan/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh unutk tujuan pemetaan penutup lahan/penggunaan lahan. Banyak sistem klasifikasi penutup/penggunaan lahan yang telah dikembangkan, yang dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentu atau pada waktu tertentu (Sitorus, dkk, 2006).

Parameter penutupan lahan menggambarkan kondisi penutupan lahan berdasarkan persentasi tutupan tajuk pohon. Data yang bisa menggambarkan tutupan lahan Secara menyeluruh (sinoptik) adalah data hasil perekaman penginderaan jauh. Dengan demikian untuk menilai prosentase tutupan tajuk suatu lahan dibutuhkan foto udara atau citra satelit. Data penginderaan jauh ini kemudian diinterpretasi mengenai kondisi penutupan lahannya. Satuan pemetaan dari parameter penutupan lahan ini adalah satuan penutupan lahan/penggunaan lahan yang homogen. Parameter vegetasi permanen pada dasarnya juga sama dengan parameter penutupan lahan yaitu dinilai berdasarkan persentasi tutupan tajuk pohon. Dengan demikian satuan pemetaan dari parameter vegetasi permanen ini adalah satuan penutupan/penggunaan lahan. Perbedaan keduanya adalah pada saat proses skoring dan pengkelasan prosentase tutupan tajuk.


(21)

Penggunaan lahan termasuk dalam komponen sosial budaya karena penggunaan lahan mencerminkan hasil kegiatan manusia atas lahan serta statusnya (Bakosurtanal, 2007). Adanya aktifitas manusia dalam menjalankan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya sehari-hari berdampak pada perubahan penutup/penggunaan lahan. Diperkotaan, perubahan umumnya mempunyai pola yang relatif sama, yaitu bergantinya penggunaan lahan lain menjadi lahan urban Perubahan penggunaan lahan yang pesat terjadi apabila adanya investasi dibidang pertanian atau perkebunan. Dalam kondisisi ini akan terjadi perubahan lahan hutan, semak, ataupun alang-alang menjadi lahan perkebunan. Perubahan yang dilakukan oleh masyarakat terjadi dalam skala kecil (Sitorus, dkk, 2006).

Kerapatan Tajuk

Kerapatan vegetasi/tajuk dapat didekati dengan pengenalan manual atau dengan cara digital. Pengenalan manual dapat menghasilkan kerapatan secara kualitatif atau kuantitatif dengan tingkat ketelitian yang rendah. Kerapatan tajuk dapat diketahui dengan cara digital. Dasar pengenalan kerapatan tajuk dengan cara digital adalah nilai pantulan spektral hijau daun. Berdasarkan tinggi rendahnya intensitas pantulan hijau daun dapat dikelaskan sebagai indikasi tingkat kerapatan tajuk (BPDAS, 2006).

Klasifikasi kerapatan tajuk ini dilakukan dengan menggunakan program pengolah data citra (image processing), dimana di dalamnya tersedia modul untuk menghitung nilai intensitas pantulan spektral hijau daun. Sesuai dengan karakteristiknya, saluran merah dan infra merah sangat sesuai dengan kepekaan terhadap pantulan hijau dari kandungan klorofil daun. Oleh sebab itu, kedua


(22)

saluran tersebut digunakan untuk mengidentifikasi pantulan hijau daun dengan menggunakan formula NDVI (Normalized Defference Vegetation Index) (BPDAS, 2006).

NDVI (Normalized Defference Vegetation Index) adalah salah satu cara yang efektif dan sederhana untuk mengidentifikasi kondisi vegetasi di suatu wilayah, dan metode ini cukup berguna dan sudah sering digunakan dalam menghitung indeks kanopi tanaman hijau pada data multispectral penginderaan jauh. Secara definisi matematis, dengan menggunakan NDVI, maka suatu wilayah dengan kondisi vegetasi yang rapat akan memiliki nilai NDVI yang positif. Sedangkan nilai NDVI perairan bebas akan cenderung bernilai negatif.

Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai obyek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Tujuan utama penginderaan jauh adalah untuk mengumpulkan data sumberdaya alam dan lingkungan. Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan, dan bidang-bidang lainnya (Lo, 1995).

Saat ini sistem satelit sebagai salah satu sistem penhinderaan jauh menjadi perhaitan utama dikarenakan kemampuannya dalam mengatasi kendala dalam keterbatasan dan lamanya operasi dari sistem penginderaan jauh. Penggunaan pesawat luar angkasa yang mengorbit secara teratur mengelilingi bumi dari


(23)

ketinggian beberapa ratus kilometer menghasilkan pengamatan bumi yang teratur dengan alat-alat penginderaan jauh yang sesuai (Lo, 1995).

Menurut Lillesand dan Kiefer (1993) dalam Wijaya (2005) penginderaan jauh meliputi dua proses utama yaitu pengumpulan data dan analisis data. Elemen proses pengumpulan data meliputi : a) sumber energi, b) perjalanan energi melalui atmosfer, c) interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi, d) sensor wahana pesawat terbang dan/atau satelit, e) hasil pembentukan data dalam bentuk piktoral dan/atau bentuk numerik. Singkatnya, kita menggunakan sensor untuk merekam berbagai variasi pancaran dan pantulan energi elektromagnetik oleh kenampakan di muka bumi. Proses analisis data meliputi pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamamatan untuk menganalisis data piktoral, dan komputer untuk menganalisis data sensor numerik dengan dibantu oleh data rujukan tentang sumberdaya yang dipelajari.

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang berreferensi spasial atau berkoordinat geografi. SIG dapat diasosiasikan sebagai peta yang berorde tinggi yang juga mengoperasikan dan menyimpan data non spasial (Star dan Estes, 1990 dalam Barus dan Wiradisastra, 2000). Disebutkan juga SIG telah terbukti kehandalannya untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola, menganalisa dan menampilkan data spasial baik biofisik maupun sosial ekonomi. Star dan Estes mengemukakan bahwa secara umum SIG menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mengambil, mengelola, memanipulasi dan manganalisa data serta menyediakan hasil baik


(24)

dalam bentuk grafik maupun dalam bentuk tabel, namun demikian fungsi utamanya adalah untuk mengelola data spasial.

Keuntungan GIS adalah kemampuan untuk menyertakan data dari sumber berbeda untuk aplikasi deteksi perubahan. Walaupun, penggabungan sumber data dengan perbedaan akurasi sering mempengaruhi hasil deteksi perubahan. Lo dan Shipman (1990) dalam Sitorus dkk (2006) menggunakan pendekatan GIS untuk menghitung dampak pengembangan kota baru di Hong Kong, melalui integrasi data multi-temporal foto udara pada land use dan menemukan bahwa overlay citra dengan teknik masking biner bermanfaat dalam menyatakan secara kuantitatif dinamika perubahan pada masing-masing kategori land use.

Di tahun terakhir, pemakaian data multi-sumber (misal: foto udara, TM. SPOT dan peta thematik sebelumnya) sudah menjadi metoda penting untuk deteksi perubahan land-use and land-cover ( LULC) ( Mouat dan Lancaster 1996, Salami 1999, salami et al. 1999, Reil et al. 2000, Dan Lambin 2001. Chen 2002, Weng 2002) dalam Sitorus dkk (2006), khususnya apabila deteksi perubahan merupakan periode interval yang panjang dihubungkan dengan sumber data yang berbeda, format dan ketelitian atau analysis perubahan landcover multi-scale (Petit dan Lambin 2001 dalam Sitorus dkk, 2006).

Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Inforamsi Geografis untuk Pemetaan Penggunaan Lahan

Kebutuhan teknologi penginderaan jauh yang dipadukan dengan Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk tujuan inventarisasi dan pemantauan sangat penting terutama bila dikaitkan dengan pengumpulan data yang cepat dan akurat.


(25)

Disamping itu pengumpulan data dengan teknologi penginderaan jauh dapat mengurangi bahkan menghilangkan pengaruh subyektivitas. Mengingat luasnya dan banyaknya variasi wilayah Indonesia, sejalan dengan kemajuan teknologi informasi, maka aplikasi penginderaan jauh dan SIG sangat tepat. Kedua teknologi tersebut dapat dipadukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal pengumpulan data, manipulasi data, analisis data serta menyediakan informasi spasial secara terpadu (Wahyunto, 2007).

Banyak pendekatan aplikasi GIS terdahulu untuk deteksi perubahan yang difokuskan pada daerah urban. Ini mungkin karena metoda deteksi perubahan tradisional sering menghasilkan deteksi perubahan yang tidak betul karena kompleksitas landscape urban dan model tradisional tidak bisa digunakan secara efektif menganalisa data multi-sumber. Sehingga, kekuatan fungsi GIS memberikan alat yang menyenangkan untuk pengolahan data multi-sumber dan efektif dalam menangani analisa deteksi perubahan yang menggunakan data multi-sumber. Banyak penelitian difokuskan pada integrasi GIS dan teknik penginderaan jauh yang diperlukan untuk analisis deteksi perubahan yang lebih akurat (Sitorus dkk, 2006).

Aplikasi penginderaan jauh digunakan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan kondisi penutupan vegetasi dan atau penggunaan lahan saat ini (present land use/land cover), yang didapatkan dengan cara interpretasi citra satelit. Dari proses tersebut didapatkan informasi mengenai sebaran (distribusi) dan kondisi penutupan lahan dan vegetasi permanen. Penginderaan jauh merupakan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk menyediakan peta yang mutakhir dengan waktu, tenaga dan biaya yang relatif lebih kecil untuk kawasan


(26)

yang sangat luas. Salah satu data penginderaan jauh merupakan data digital sehingga memerlukan pengelohannya untuk memperoleh informasi yang disajikan dalam peta tematik (Sulistyo, 2004).

Citra Landsat

Dari sekian banyak satelit penginderaan jauh, yang sering digunakan untuk pemetaan penutupan lahan adalah Landsat (Land Satellite). Seri Landsat yang dikenal pertama kali adalah Earth Resources Technology Satellite (ERTS). Penggunaan nama Land Satellite yang kemudian disingkat menjadi Landsat ini dimulai sejak satelit ini digunakan untuk mempelajari lautan dan daerah pesisir (Butler et al, 1988). Seri satelit ini terdiri dari dua generasi yaitu generasi pertama yang terdiri dari Landsat 1, Landsat 2 dan Landsat 3; dan generasi kedua yang terdiri dari Landsat 4 dan Landsat 5. Landsat generasi kedua mempunyai orbit polar sunsynchronous yaitu orbitnya akan melewati tempat-tempat yang terletak pada lintang yang sama dan dalam waktu lokal yang sama pula. Periode orbitnya 98.5 menit dengan sudut inklinasi 98.5°. Salah satu sensor dari Landsat adalah Thematic Mapper (TM). Karakteristik Landsat TM dapat dilihat pada Tabel 1. Karakteristik sensor Landsat TM (Butler et al, dalam BAKOSURTANAL, 2003)

Panjang gelombang

Kanal 1 : 0.45 - 0.52 m (Ungu) Kanal 2 : 0.52 - 0.60 m (Hijau) Kanal 3 : 0.63 . 0.69 m (Merah) Kanal 4 : 0.76 - 0.90 m (IR dekat) Kanal 5 : 1.55 - 1.75 m (IR menengah) Kanal 6 : 10.4 - 12.5 m (IR thermal jauh) Kanal 7 : 2.08 . 2.35 m (IR menengah)

IFOV 0.043 mrad (kecuali kanal 6 : 0.170 mrad)

Lebar sapuan 185 km


(27)

Sensor TM masing-masing kanal mempunyai fungsi sebagai berikut (Lillesand dan Kiefer (1990) :

1. Kanal 1 dirancang untuk pemetaan perairan daerah pesisir, penetrasi ke dalam tubuh air dan untuk mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan, tanah dan vegetasi.

2. Kanal 2 terutama dirancang untuk mengindera puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak antara dua kanal spektral serapan klorofil. Respons pada kanal ini dimaksudkan untuk menekankan perbedaan vegetasi dan penilaian kesuburan.

3. Kanal 3 merupakan kanal terpenting untuk memisahkan vegetasi. Kanal ini berada dalam salah satu bagian serapan klorofil dan memperkuat kontras kenampakan antara vegetasi serta menajamkan kontras antara kelas vegetasi (membedakan antara lahan terbuka dengan lahan bervegetasi).

4. Kanal 4 dipilih karena respons yang tinggi terhadap sejumlah biomassa vegetasi yang terdapat pada daerah yang dikaji. Respon yang tinggi ini akan membantu identifikasi tanaman dan memperkuat kontras antara tanaman-tanah dan lahan-air.

5. Kanal 5 adalah kanal yang digunakan dalam penentuan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman dan kondisi kelembaban tanah.

6. Kanal 6 digunakan untuk pemisahan formasi batuan.

7. Kanal 7 merupakan saluran infra merah panas dan bermanfaat dalam klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi, pemisahan kelembaban tanah dan gejala-gejala lain yang berhubungan dengan panas.


(28)

Citra landsat TM terpilih untuk rancangan ini karena memiliki spasial dan resolusi spektral yang bagus disajikan oleh sensor ini. Sebagai pengetahuan yang baik , Lansat TM meliputi informasi spektral dari kenampakan (tiga band yaitu biru, hijau dan panjang gelombang merah) (Riano, et al, 2002). Pemetaan dan inventarisasi sumberdaya lahan suatu daerah melalui tutupan lahan dengan menggunakan Data Citra Satelit dilakukan untuk membantu perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program pembangunan melalui basis data potensi tutupan lahannya dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya lahan secara optimal (Rahmad, 2002).


(29)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2009 di Laboratorium Perencanaan Hutan, Departemen Kehutanan – Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser di Resort Tangkahan, Cinta Raja dan Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) – Kab. Langkat, Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data spasial penutupan lahan sektor Besitang dan Tangkahan – Kab. Langkat antara lain : a. Citra Landsat TM 5 Taman Nasional Gunung Leuser tahun 2002 dan tahun

2007 dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH)

b. Peta Dasar : peta Batas TNGL, peta administrasi, dan peta geologi c. Data - data kependudukan wilayah TNGL.

Alat

Peralatan yang digunakan adalah :

a. Komputer (PC atau Work Stasion) beserta pelengkapnya.

b. Perangkat lunak, pengolahan citra, dan GIS (ERDAS Imagine 8.5 dan ArcView GIS 3.2).


(30)

c. GPS

d. Kamera Digital. e. Alat tulis

Metode

Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu : Pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari Dinas Kehutanan, Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), Balai Pusat Statistik, Kantor Bupati Daerah Langkat dan internet.

Persiapan Data a. Data Spasial

Data spasial merupakan data yang bersifat keruangan yang terdiri dari data citra satelit Landsat TM 5 peta Digital Batas Taman Nasional Gunung Leuser, peta administrasi, dan peta geologi.

Data Ground Control Points (GCP) merupakan data yang menyatakan posisi keberadaan sesuatu di permukaan bumi dalam bentuk menemukan titik koordinat. Data tersebut dipeorleh dengan melakukan survei langsung ke lapangan, dan data GCP ini digunakan sebagai alah salah satu bahan dalam interpretasi citra satelit Landsat TM 5 dengan klasifikasi terbimbing (Supervised Classifacation).


(31)

b. Data Atribut

Data atribut merupakan data yang berbentuk tulisan maupun angka-angka. Data tersebut diantaranya adalah data kependudukan (demografi) dan sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Langkat. Data tersebut diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Langkat, Pemda Kabupaten Langkat dan BAPPEDA Kabupaten Langkat.

Pengolahan Awal (Pre-processing) Data Inderaja

Pengolahan awal (Pre-processing) data inderaja yang meliputi koreksi radiometrik dan koreksi geometris (rektifikasi) dengan referensi peta topografi dan pengukuran GPS (Global Positioning System). Koreksi geometris seluruh data inderaja diharapkan mempunyai RMS Error (kesalahan rektifikasi) kurang dari 1 pixel (BAKOSURTANAL, 2003).

Metode rektifikasi yang digunakan adalah dengan menggunakan sejumlah GCP (Groound Control Points) yang tampak pada citra, yang selanjutnya dibuat persamaan yang akan mentrasformasikan posisi-posisi pixel pada data asli (belum terkoreksi) kepada koordinat pasangannya yang telah mempunyai proyeksi standar, seperti UTM (united Transverse Mercator) (Wijaya, 2005)

Pengolahan Citra

Data Landsat – TM yang telah dikoreksi dalam CD diimport kedalam program ERDAS, setelah itu dilakukan pengkombinasian data citra pada band 5,4,2 yang akan menghasilkan tampilan true color atau warna sebenarnya. Penafsiran penggunaan lahan pada data Landsat – TM menggunakan dua cara


(32)

analisis yaitu analisi digital dan visual untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal.

Pada analisis visual, pengelompokan pixel kedalam suatu kelas penggunaan lahan, dilakukan secara manual berdasarkan warna dari pixel yang bersangkutan. Sedangkan analisis digital mengelompokkan piksel ke dalam kelas berdasarkan nilai reflektansi.

Analisis Kualitatif

Analisis visual (interpretasi citra) dilakukan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi objek-objek permukaan bumi yang tampak pada citra satelit. Identifikasi tersebut dilakukan berdasarkan karakteristik spasial dan spectral.

Pada klasifikasi visual atau manual, pengelompokan pixel ke dalam suatu kelas yang telah ditetapkan dilakukan secara manual berdasarkan kunci-kunci interpretasi (rona, warna, pola, bentuk, terkstur, bentuk, ukuran, lokasi dan asosiasi) objek pada citra. Pendekatan ini bersifat subjektif, kualitas hasilnya sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan keahlian interpreter.

Analisis Kuantitatif (Digital Image Processing)

Pada teknik ini informasi diperoleh dari DN setiap pixel dengan bantuan komputer. Proses-proses tersebut meliputi :

Klasifikasi Terbimbing (supervised classification) dengan MLC

Klasifikasi ini bertujuan untuk mengetahui tipe, distribusi, dan luasan penggunaan/liputan lahan (land use cover) pada kawasan hutan dengan


(33)

menggunakan peluang maximum (Maximum Likelinood Classification). Analisis awal ini dibantu dengan referensi peta kerja kawasan hutan maupun peta-peta lain. Pengelompokan (klasifikasi) dilakukan secara otomatis berdasarkan training area yang dipilih oleh interpreter. Pemilihan training area ini dilakukan berdasarkan peta pengambilan contoh dilapangan yang dilakukan pada tempat-tempat yang telah diketahui. Pengambilan pixel contoh perkelas pada prakteknya dianjurkan 10

kali jumlah band (N) atau 10 N atau bahkan 100 N (Swain dan Davis, 1978 dalam Thoha, 2006).

Analisis Tingkat Kerapatan Vegetasi/Tajuk

Prinsip kerja analisis NDVI adalah dengan mengukur tingkat intensitas kehijauan. Intensitas kehijauan pada citra landsat berkorelasi dengan tingkat kerapatan tajuk vegetasi dan untuk deteksi tingkat kehijauan pada citra landsat yang berkorelasi dengan kandungan klorofil daun, maka saluran yang baik digunakan adalah saluran infra merah dan merah. Oleh sebab itu, dalam formula NDVI digunakan kedua saluran tersebut. Persamaan yang digunakan untuk menghitung NDVI adalah :

NDVI = R IR

R IR

+ −

Dimana : IR = nilai reflektansi kanal infra merah (kanal 4) R = nilai reflektansi kanal merah (kanal 3)

Kerapatan tajuk merupakan parameter penting yang dapat diketahui dari data citra satelit untuk penentuan tingkat kekritisan hutan. Pada hal ini, kerapatan tajuk memiliki bobot nilai 35 dengan cara skoring sebagai berikut:


(34)

a) Skor 3 : Kerapatan tajuk lebat (70–100% atau 0,43 ≤ NDVI ≤ 1,00) b) Skor 2 : Kerapatan tajuk sedang (50–69% atau 0,33 ≤ NDVI ≤ 0,42) c) Skor 1 : Kerapatan tajuk jarang (< 50% atau -1,0 ≤ NDVI ≤ 0,32) (BPDAS, 2006).

Penggabungan hasil klasifikasi terbimbing dengan analisis indeks vegetasi dilakukan dengan cara superimpos secara digital kedua hasil analisis tersebut guna mengetahui tingkat kerapatan vegetasi pada setiap jenis penggunaan/liputan lahan (land use cover).

Menghitung Luas Masing-masing Penutupan

Perhitungan luas tiap-tiap kelas tipe penutupan lahan (land use cover) pada kawasan hutan dengan cara klasifikasi dan tabulasi silang antara hasil analisis NDVI dan MLC (Maximum Likelihood Classification).

Survey Lapangan

Survey lapangan dilakukan untuk melengkapi hasil interpretasi citra satelit apabila dalam interpretasi ada obyek yang meragukan/perlu dibuktikan kebenarannya dan pengumpulan data pendukung/data sekunder. Survey lapangan juga melakukan pengukuran mengenai posisi obyek dengan menggunakan alat GPS (Global Positioning System) yang berfungsi untuk menentukan keberadaan lokasi contoh tersebut kemudian hasil pencatatan koordinat pada GPS dioverlaykan dan tumpang susun dengan peta hasil interpretasi untuk melihat kesesuaian hasil pengecekan di lapangan dengan hasil interpretasi dari citra satelit.


(35)

Kegiatan survei lapangan ini meliputi berbagai kegiatan, baik pengukuran GCP, pengecekan hasil analisis data satelit maupun pengumpulan data lapangan seperti kandungan pirit maupun kondisi lapangan secara umum. Secara garis besar kegiatan-kegiatan di lapangan tersebut, antara lain meliputi:

• Pengukuran koordinat titik kontrol dengan menggunakan alat GPS guna mengetahui posisi lokasi pembuatan training area di lapangan.

• Pengecekan kebenaran klasifikasi dan analisis indeks vegetasi dari beberapa kelas sampel dan hasil analisis yang meragukan.

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan membandingkan peta penggunaan lahan tahun 2000 dengan peta penutupan lahan 2006. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada tahun

2000 sampai 2006. Laju perubahan penggunaan lahan disajikan dalam bentuk persen dengan persamaan berikut:

V = N2 – N1 / N

Keterangan :

V = Laju perubahan penggunaan lahan N2 = Luas penggunaan lahan tahun kedua

N = Luas Total (Hamidy, 2003)

Hasil interpretasi citra landsat TM 5 pada tahun 2000 dan tahun 2006 kemudian dioverlaykan (tumpang susun) sehingga menghasilkan peta perubahan penggunaan lahan.


(36)

Uji Statistik dengan Analisis Korelasi

Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi / hubungan (measures of association). Pengukuran asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel.

Dalam penelitian ini, analisis kolerasi digunakan untuk menentukan hubungan kerapatan tajuk dengan penggunaan lahan. Analisis ini dapat ditentukan dengan persamaaan :

(Supranto, 2001) Dimana : r = koefisien korelasi

x = nilai NDVI y = Penggunaan lahan

Untuk nilai penggunaan lahan didapat dari hasil skoring berdasarkan penggunaan lahan, nilai skoringnya sebagai berikut :

a) Skor 3 : Hutan (kawasan hutan) b) Skor 2 : perkebunan, semak belukar

c) Skor 1 : Pemukiman, industri, sawah dan tanah kosong, perairan.

Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel dapat kita lihat dari kriteria sebagai berikut :

• 0 : Tidak ada korelasi antara dua variable • 0 – 0,25 : Korelasi sangat lemah

• 0,25 – 0,5 : Korelasi cukup • 0,5 – 0,75 : Korelasi kuat


(37)

• 0,75 – 0,99 : Korelasi sangat kuat

• 1 : Korelasi Sempurna (Sarwono, 2006).

Untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan atau perubahan NDVI dan penggunaan lahan tahun 2000 dan 2006 maka dilakukan uji t pada sampel berpasangan (t-test paired sample).


(38)

Berikut ini adalah kerangka kegiatan penelitian :

Analisis statistik (uji Korelasi)

Citra Landsat TM

Koreksi Radiometrik

Koreksi Geometrik

Pengolahan Citra • Analisis kualitatif • Analisis kuantitatif

-Analisis kerapatan tajuk

S U R V E y

Peta Land use NDVI

Data Tabulasi

Pengolahan awal citra

Hubungan kerapatan tajuk & penggunaan

lahan

Peta kerapatan tajuk & penggunaan lahan


(39)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Kawasan Ekosistem Leuser

Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) pertama kali diperkenalkan melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No.227/Kpts-II/1995 tahun 1995 yang kemudian dikuatkan dengan Keputusan Presiden (Keppres) No.33 Tahun 1998.

Kawasan Ekosistem Leuser merupakan bentang alam yang terletak antara Danau Laut Tawar di Propinsi Aceh dan danau Toba di Propinsi Sumatera Utara. Ada 11 kabupaten yang tercakup di dalamnya yaitu, Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Barat, Aceh Singkil, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Deli Serdang, Langkat, Tanah Karo, dan Dairi.

Luas keseluruhannya mencapai lebih kurang 2,5 juta hektar. Kawasan ini terletak pada posisi geografis 2,250 - 4,950 Lintang Utara dan 96,350– 98,550 Bujur Timur dengan curah hujan rata-rata 2.544 mm per tahun dan suhu hariannya rata-rata 260 Celsius pada siang hari dan 210 pada malam hari. Kawasan Ekosistem Leuser terdiri dari Taman Nasional Gunung Leuser, Suaka Margasatwa, Hutan Lindung, Cagar Alam, dan lain-lain (Sembiring, 2005).

Resort Tangkahan dan Cinta Raja

1. Letak kawasan dan Aksesibilitas

Tangkahan dan cinta raja merupakan sebuah kawasan diperbatasan Taman Nasional Gunung Leuser di sisi Sumatera Utara. Secara geografis kawasan Tangkahan berada pada LU 03041’01”, BT 9804’28,2”. Sedangkan secara


(40)

administrasi kawasan Tangkahan dan cinta raja termasuk kedalam Desa Namo Sialang dan Desa Sei.Serdang ,Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara.

2. Suhu dan kelembapan udara

Suhu udara rata-rata di kawasan ini antara 21,1 0C – 27.5 0C dengan kelembaban nisbi berkisar antara 80 – 100%. Musim hujan di daerah ini berlangsung merata sepanjang tahun tanpa musim kering yang berarti. Curah hujan rata-rata 200 – 320 mm pertahun.

3. Topografi

Topografi kawasan berupa kawasan landai, berbukit dengan kemiringan yang bervariasi (45 – 900).

4 . Kesuburan Tanah

Jenis tanah diklasifikasikan terdiri dari jenis tanah Podsolik dan Litosol. Podsolik ádalah termasuk jenis tanah yang telah mengalami tingkat perkembangan agak lanjut, umumnya terbentuk dari batu liat ( serpih ), napal dan batu pasir atau pada beberapa bahagian telah tercampur dengan bahan vulkanis. ;Penampang tanah dengan kedalaman sedang mempunyai sifat kurang baik dan peka terhadap erosi.Litosol ádalah jenis tanah tanpa perkembangan profil, merupakan batuan kukuh dengan lapisan tanah Sangat tipis diatasnya. Pada wilayah yang curam, terdapat batuan tanpa lapisan tanah. Bahan induk meliputi batu kapur bertufa dan


(41)

5. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk dari Desa Namo Sialang pada tahun 2002 adalah 5037 jiwa yang terdiri dari 2477 laki-laki dan 2560 perempuan dan tersebar pada 15 dusun. Mata pencaharian penduduk kebanyakan adalah pekerja perkebunan, pegawai negeri, sebagian ada yang melakukan aktivitas pertanian, beternak dan mengusahakan perikanan. Sumber energi desa, 95% berasal dari kayu dan 5% minyak. Sedangkan penggunaan listrik berkisar hingga 80%. Sumber air desa berasal dari mata air sungai dan hujan.

Penduduk Desa Sei Serdang berjumlah 3120 yang terdiri dari 1531 laki-laki dan 1589 perempuan. Mata pencaharian penduduk, hampir sama dengan mata pencaharian Desa Namo Sialang yaitu pekerja perkebunan (baik kebun milik pribadi maupun milik investor yang berupa jeruk manis, dan karet ataupun kelapa sawit), pegawai negeri, bertani dan beternak. Sumber energi desa adalah 90% berasal dari kayu api, 10% dari minyak dan 100% menggunakan sumber listrik.

6. Sektor Unggulan potensial

a. Sektor Pertanian

Sektor Pertanian komoditas yang diunggulkan adalah ; Karet, Jeruk Nipis, Jeruk Manis, Kelapa Sawit, Durian, Pisang dan lain-lain


(42)

b. Sektor Peternakan

Sektor Peternakan yang diunggulkan adalah di wilayah ini adalah; Ternak sapi, Kambing dan Babi. Walaupun didalam pelaksanaannya masih menggunakan pola konvensional dan belum intensif.

c. Sektor Perikanan Darat

Sektor Perikanan air tawar di wilayah ini belum dioptimalkan, walaupun kesediaan lahan basah tersedia optimalkan untuk dikembangkan menjadi petakan-petakan kolam. Dan selama ini kebutuhan masyarakat akan ikan air tawar didapat dan dihasilkan dari Sungai.dan khusus untuk Ikan mas yang merupakan perangkat adat istiadat masih di datangkan dari luar daerah

d. Sektor Pariwisata

Sektor Pariwisata saat ini merupakan sektor unggulan yang telah memberikan konstribusi secara langsung maupun tidak langsung kepada penduduk desa Namo Sialang dan Desa Sungai Serdang, terutama dalam hal pelestarian kawasan hutan TNGL dan pelestarian sungai Batang Serangan dari kegiatan peracunan dan perusakan ekosistem daerah aliran sungai.

Resort Sei Lepan

Sei Lepan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Langkat Sumatera Utara yang ibukotanya terletak di Alur Durian dengan luas 654,04 km2, jumlah penduduk 50.068, kepadatan 76 jiwa/ km2 dan memiliki 15 desa.


(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Penggunaan Lahan di Lokasi Penelitian

Berdasarkan survei yang dilakukan dilapangan maka di dapatkan beberapa tipe penggunaan lahan di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) khususnya Resort Tangkahan, Cinta Raja dan Sei Lepan yaitu :

1. Hutan primer merupakan hutan yang memiliki struktur tajuk yang rapat sehingga matahari tidak dapat lantai hutan dengan baik, hutan primer dapat teridentifikasi dengan baik dan banyak terdapat di Resort Tangkahan dan Cinta Raja, sedangkan di Resort Sei Lepan kondisi hutan Primernya sudah sedikit.

2. Hutan sekunder merupakan hutan yang telah mengalami suksesi, hutan sekunder merupakan tipe penutupan lahan yang paling dominan di kawasan TNGL.

3. Lahan perkebunan dapat diartikan sebagai lahan yang penggunaannya terutama diperuntukkan untuk tanaman perkebunan. Penggunaan lahan yang di jumpai di Resort Tangkahan, Cinta Raja dan Sei lepan antara lain di pergunakan untuk Tanaman Sawit dan Karet. Penggunaan lahan tersebut di kelola oleh masyarakat dan juga oleh PT. Perkebunan Nusantara, seperti kebun sawit.

4. Agroforestri merupakan tipe penggunaan lahan yang memiliki strata tajuk yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman kehutanan (kayu) dan tanaman


(44)

pertanian. Agroforestri yang ada di Resort Tangkahan, Cnta Raja dan Sei Lepan biasanya berdekatan dengan pemukiman dan kebun karet.

5. Penggunaan lahan yang didominasi oleh tanaman perdu dan rumput-rumput, yang keberadaannya tidak dikelola oleh manusia dapat digolongkan dalam tipe semak. Lahan-lahan pertanian yang tidak lagi dimanfaatkan sebagaimana mestinya dalam waktu yang cukup lama, biasanya akan berubah menjadi rumput dan semak. Selain itu semak juga banyak terdapat di hutan yang telah mengalami gangguan (kegiatan illegal logging) dan lahan terbuka yang dibiarkan dalam jangka waktu yang lama juga dapat mendorong tumbuhnya semak.

6. Lahan terbuka merupakan salah satu tipe penggunaan lahan yang berupa tanah kosong yang tidak di tumbuhi oleh vegetasi apapun.

7. Kategori lahan yang termasuk kedalam tipe badan air (sungai) tidak dapat terklasifikasi (tidak ada data) karena tertutup oleh awan.

Tampilan kondisi penggunaan lahan hasil groundcheck dapat dilihat pada gambar 1. berikut


(45)

Gambar 1. Kondisi Penggunaan Lahan (a) Agroforesrti, (b) Hutan Primer, (c) Kebun Sawit, (d) Semak, (e) Lahan Terbuka, (f) Kebun Karet, (g) Hutan Sekunder

G

E

F

D

E

C


(46)

Klasifikasi Penggunaan lahan

Hasil klasifikasi citra landsat TM 2002 dan 2007 dengan menggunakan kombinasi band 543 dengan format RGB (Reed, Green, Blue) dengan menggunakan klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan menggunakan metode maximum likelihood mampu membedakan pengggunaan lahan yang ada di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (Resort Tangkahan, Cinta Raja, dan Sei Lepan ) serta di sekitar Kawasan Ekosistem Leuser menjadi 7 tipe penggunaan lahan di Taman Nasional Gunung Leuser khususnya di Resort Tangkahan, Cinta Raja dan Sei Lepan serta Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) terdapat 7 macam yaitu hutan primer, hutan sekunder, kebun sawit, kebun karet, agroforestri, semak, lahan terbuka, dan awan

Dalam klasifikasi penggunaan lahan pada penelitian ini terdapat kesulitan yang cukup berarti. hal ini disebabkan karena hasil perekaman satelit untuk daerah penelitian tahun 2002 perekaman ditutupi awan. Sehingga klasifikasi citra berdasarkan tingkat keabuannya mengalami kesulitan, hal ini disebabkan oleh tingkat keabuan obyek yang sama mempunyai derajat keabuan yang berbeda.

Penggunaan Lahan Tahun 2002

Kegiatan interpretasi yang dilakukan terhadap citra landsat TM 2002 mengghasilkan penggunaan lahan yang ada di TNGL khususnya di Resort Tangkahan, Cinta Raja dan Sei Lepan serta Kawasan Ekosistem Leuser menjadi 5 tipe penggunaan lahan yaitu : hutan primer, hutan sekunder, kebun sawit, kebun karet, dan semak. Data mengenai luas berbagai tipe penggunaan lahan dapat di


(47)

TNGL (Resort Tangkahan, Cinta Raja, Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser) pada tahun 2002 yang di hasilkan dari proses klasifikasi citra Landsat TM tahun 2002 adalah sebagai berikut

Tabel 2. Penggunaan lahan di Taman Nasional Gunung Leuser Tahun 2002 Penggunaan Lahan Luas (ha) Persen (%)

Hutan primer 42463.94 43.90 Hutan sekunder 12974.52 13.40

Kebun karet 3799.30 3.93

Awan 29579.15 30.60

Semak 1839.60 1.90

Kebun sawit 6017.75 6.22

Total 96674.26 100

Berdasarkan data citra landsat TM tahun 2002, tipe penggunaan lahan yang memiliki wilayah yang paling luas adalah hutan primer. Hutan primer memiliki luas mencapai 42463.94 Ha yang menempati 43.90 % dari luas total. Hutan primer memiliki pola berkelompok dan banyak terdapat di Resort Tangkahan. Hutan sekunder mempunyai luas 12974.52 Ha yang menempati 13.40 % dari luas total ke tiga resort di TNGL. Hutan sekunder banyak terdapat pada Resort Sei Lepan seperti yang nampak pada citra Landsat TM tahun 2002.

Selanjutnya tipe penggunaan lahan yang memiliki wilayah terluas ketiga adalah kebun sawit yaitu 6017.75 Ha atau 6.22 % dari seluruh total resort di TNGL. Kebun sawit banyak ditemukan dikawasan Ekosistem Leuser dan Resort Sei Lepan. Kebun karet mempunyai luas 12974.52 Ha atau 3.93 %. Untuk tipe semak mempunyai luas sebesar 1839.60 Ha atau 1.90 % dari total keseluruhan Resort.


(48)

Peta Penggunaan Lahan Taman Nasional Gunung Leuser tahun 2002 dapat dilihat pada gambar 2 berikut

Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan di Taman Nasional Gunung Leuser Tahun 2002

Penggunaan Lahan tahun 2007

Penggunaan lahan tahun 2007 banyak mengalami perubahan luasan. Tipe penggunaan lahan yang teridentifikasi dapat di bagi menjadi 7 macam tipe penggunaan lahan yaitu: hutan primer, hutan sekunder, kebun sawit, kebun karet, agroforestri, semak dan lahan terbuka. Penafsiran terhadap citra Landsat TM tahun 2007 menunjukkan banyaknya perubahan yang terjadi pada setiap tipe penggunaan lahan maupun penyebarannya. Hutan primer pada tahun 2007 telah mengalami pengurangan luas pada beberapa resort. Pada Resort Tangkahan


(49)

sampai Resort Cinta Raja perubahan terjadi sebagai akibat penebangan liar, yang mengakibatkan hutan primer berubah menjadi hutan sekunder. Data mengenai luasan tiap penggunaan lahan dapat di lihat pada tabel 3. berikut.

Tabel 3. Penggunaan lahan di Taman Nasional Gunung Leuser tahun 2007 Penggunaan lahan Luas (Ha) Persen (%)

Hutan Primer 21364.77 22.10

Hutan Sekunder 32124.90 33.20

Semak 3384.73 3.50

Kebun Karet 4213.30 4.36

Lahan Terbuka 6.20 0.01

Awan 29579.16 30.60

Kebun Sawit 5994.66 6.20

Agroforestri 6.54 0.01

Total 96674.26 100

Berdasarkan hasil penafsiran citra Landsat TM tahun 2007, hutan sekunder merupakan tipe penggunaan lahan yang memiliki luasan yang paling besar yaitu 32124.90 ha atau 33.22 %. selanjutnya tipe penggunaan lahan hutan primer dengan luas 21364.77 ha atau 22.10 %. Kebun sawit mempunyai luas 5994.66 ha atau 6.20 % , kebun karet dengan luas 4213.30 ha atau 4.36 %, semak mempunyai luas 3384.73 ha atau 3.50 % , lahan terbuka mempunyai luas 6.20 ha atau 0.01 % , dan agroforestri mempunyai luas 6.54 ha atau 0.01 % .

Peta Penggunaan Lahan Taman Nasional Gunung Leuser tahun 2007 dapat dilihat pada gambar 3 berikut


(50)

Gambar 3. Peta Penggunaan Lahan di Taman Nasional Gunung Leuser Tahun 2007

Indeks Vegetasi (NDVI)

Keberadaan vegetasi pada suatu lahan dapat digunakan sebagai salah satu indikator tingkat kekritisan lahan. Untuk mendapatkan kerapatan vegetasi yang menutupi lahan dibuat suatu citra yang mempresentasikan keberadaan vegetasi pada lahan tersebut yang disebut dengan citra NDVI (Normalized Difference VegetationIndex) (Rahmad, 2002). Menurut Rahman dkk, (2009) NDVI merupakan suatu persamaan yang paling umum digunakan untuk mencari nilai Indeks Vegatasi dimana NDVI memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap perubahan tajuk vegetasi dibandingkan indeks vegetasi lainnya. Persamaan NDVI sangat cocok digunakan pada daerah bervegetasi rapat.


(51)

Proses penghitungan Normalized Difference Vegetation index (NDVI) menghasilkan dua peta NDVI Taman Nasional Gunung Leuser masing-masing untuk tahun 2002 dan tahun 2007 (gambar 4 dan gambar 5). Nilai NDVI yang dihasilkan , bervariasi antara -0.375 – 0.577 yaitu berupa vegetasi jarang, vegetasi sedang dan vegetasi rapat untuk tahun 2002 sedangkan untuk tahun 2007 kisaran nilai NDVI antara -0.115 – 0.646. Nilai NDVI citra Landsat TM tahun 2002 pada setiap penggunaan lahan dapat dilihat pada tabel 4 berikut

Tabel 4.Kisaran nilai NDVI pada berbagai Penggunaan Lahan Tahun 2002 Penggunaan Lahan NDVI Tingkat Kerapatan

Awan -0.375 - 0.101 vegetasi jarang

Semak -0.018 - 0.101 vegetasi jarang Kebun sawit 0.101 - 0.339 vegetasi sedang Kebun karet 0.101 - 0.339 vegetasi sedang Hutan sekunder 0.339 - 0.458 vegetasi rapat Hutan primer 0.458 - 0.577 vegetasi rapat

Hasil transformasi NDVI untuk setiap kelas penggunaan lahan diperoleh nilai digital kelas kerapatan vegetasi jarang dengan kisaran -0.375 – 0.101, kerapatan vegetasi sedang dengan kisaran 0,101 - 0,339 dan kerapatan vegetasi rapat dengan kisaran 0.339 – 0.577. Nilai digital tersebut ditentukan berdasarkan kriteria kerapatan vegetasi. Kisaran nilai 0.339 – 0.577 terdapat pada kelas penggunaan lahan yaitu hutan primer dan hutan sekunder, sedangkan untuk kisaran nilai 0.101 – 0.339 terdapat pada kelas penggunaan lahan yaitu kebun karet, dan kebun sawit ini menunjukkan bahwa kondisi kerapatan vegetasi masih sangat baik. Untuk kisaran nilai -0.018 – 0.101 terdapat pada kelas penggunaan lahan yaitu semak, sedangkan kisaran nilai NDVI antara - 0.375 – 0.101 terdapat pada kelas awan.


(52)

Kisaran Nilai NDVI citra landsat TM tahun 2007 di sajikan pada tabel 5 berikut.

Tabel 5.Kisaran nilai NDVI pada berbagai Penggunaan Lahan tahun 2007

Penggunaan Lahan NDVI Tingkat Kerapatan

Awan -0.115 - -0.006 vegetasi jarang

Lahan Terbuka -0.006 - 0.102 vegetasi jarang

Semak 0.102 - 0.320 vegetasi jarang

Kebun Sawit 0.320 - 0.428 vegetasi sedang

Agroforestri 0.320 - 0.428 vegetasi sedang

Kebun Karet 0.320 - 0.428 vegetasi sedang

Hutan Sekunder 0.428 - 0.537 vegetasi lebat Hutan Primer 0.537 - 0.646 vegetasi lebat

Nilai NDVI yang dihasilkan citra Landsat TM tahun 2002 berbeda dengan nilai NDVI citra Landsat TM tahun 2007. Pada tabel terlihat bahwa kerapatan vegetasi berkisar antara -0.115 – 0.646. Kerapatan vegetasi jarang mempunyai kisaran nilai -0.006 – 0.102 yaitu terdapat pada lahan terbuka dan semak mempunyai nilai kisaran NDVI sebesar 0.102 – 0.320. Kerapatan vegetasi sedang mempunyai kisaran nilai NDVI antara 0.320 – 0.428 pada kelas kebun sawit, kebun karet dan agroforestri. Sedangkan untuk vegetasi rapat mempunyai kisaran nilai NDVI sebesar 0.428 – 0.646 yaitu terdapat pada kelas penggunaan lahan hutan primer dan hutan sekunder. Kondisi NDVI pada setiap kelas penggunaan lahan tahun 2002 dan 2007 dapat dilihat pada gambar berikut.


(53)

Gambar. 4 Peta Sebaran NDVI tahun 2002


(54)

Perbedaan area tutupan awan pada tahun 2002 dan 2007 menimbulkan kesulitan untuk dapat membandingkan distribusi kerapatan vegetasi secara tepat, walaupun dapat diketahui bahwa sebagian besar area dengan kisaran NDVI -0.375 - 0.577 di tahun 2002 berubah menjadi kisaran -0.115 – 0.646 di tahun 2007 direkam dalam dua musim yang berbeda dan tidak dilakukan kalibrasi terhadap faktor-faktor atmosfer dan musim. Oleh karena itu, maka nilai NDVI yang dihasilkan ikut terpengaruh oleh faktor-faktor tersebut. Perbedaan musim pada waktu perekaman menimbulkan penyimpangan dalam penghitungan nilai NDVI. Penyimpangan ini terjadi bukan akibat adanya perubahan tutupan lahan, melainkan lebih diakibatkan oleh perbedaan kandungan air pada vegetasi. Faktor lain yang menyebabkan penyimpangan nilai NDVI adalah kabut, yang mengakibatkan nilai NDVI menjadi lebih rendah dari keadaan sebenarnya (Widayati, dkk, 2005).

Hubungan Kerapatan Tajuk dan Penggunaan Lahan

Berdasarkan data yang ada dapat diasumsikan kondisi vegetasi di lokasi penelitian cukup baik dengan nilai rasio maksimum 0.646 , karena rasio nilai NDVI -1 sampai dengan 1, semakin tinggi nilai maksimal maka kondisi vegetasi di TNGL semakin baik. Nilai NDVI memiliki hubungan terhadap keberadaan vegetasi dipermukaan bumi dan dapat digunakan untuk menunjukkan kondisi vegetasi. Nilai NDVI berkisar antara -1 hingga +1. Nilai NDVI yang rendah (negatif) menunjukkan tingkat vegetasi yang rendah seperti awan, air, tanah kosong, bangunan, dan unsur non-vegetasi lainnya. Sedangkan nilai NDVI yang


(55)

tinggi (positif) menunjukkan tingkat vegetasi hijau yang tinggi. Jadi, nilai indeks yang lebih besar dihubungkan dengan semakin tingginya tingkat kesuburan penutupan vegetasi.

Hubungan antara NDVI dengan penggunaan lahan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan Korelasi. Nilai NDVI yang digunakan adalah berkisar antara -0.375 – 0,577 untuk citra tahun 2002 dan -0.115 – 0.646 utuk citra tahun 2007 berupa vegetasi. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 6 dan tabel 7

Tabel 6. Hasil analisi korelasi antara NDVI dan penggunaan lahan tahun 2002 Correlations

NDVI Land use

NDVI Pearson

Correlation 1 .855(**) Sig. (2-tailed) . .000

N 50 50

Land use Pearson

Correlation .855(**) 1 Sig. (2-tailed) .000 .

N 50 50

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 7. Hasil analisi korelasi antara NDVI dan penggunaan lahan tahun 2007 Correlations

NDVI Landuse

NDVI Pearson

Correlation 1 .903(**) Sig. (2-tailed) . .000

N 50 50

Land Use Pearson

Correlation .903(**) 1 Sig. (2-tailed) .000 .

N 50 50


(56)

Persamaan diatas, menunjukkan bahwa korelasi (hubungan) antara penggunaan lahan dan NDVI sangat kuat, di mana nilai koefisien korelasi untuk citra tahun 2002 adalah sebesar 0.855 dan untuk citra tahun 2007 koefisien korelasinya sebesar 0.903. Nilai ini menunjukkan bahwa hubungan antara NDVI dan penggunaan lahan terdapat korelasi positif yang signifikan (nilai sig 0.000 < 0.05) dengan koefisien korelasi sebesar 0.902 untuk tahun 2002, dan untuk tahun 2007 koefisien korelasinya sebesar 0.855 artinya semakin tinggi nilai NDVI maka kondisi penutupan vegetasi di setiap kelas penggunaan lahan semakin baik (semakin rapat).

Hal ini didukung oleh pernyataan Thoha (2006) yang menyatakan bahwa semakin tinggi nilai NDVI maka tutupan lahan lahan menempati kawasan yang bervegetasi semakin rapat. Nilai NDVI yang makin rendah ditunjukkan oleh tutupan lahan yang berkurang kerapatan vegetasinya dan bahkan tidak bervegetasi.

Untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan atau perubahan NDVI dan penggunaan lahan tahun 2002 dan 2007 maka dilakukan uji t pada sampel berpasangan. Hasil analisis uji t dapat dilihat pada table 9 berikut

Tabel 8. Hasil Uji t Sampel berpasangan antara NDVI tahun 2002 dan Tahun 2007

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 NDVI2002 .28332 50 .158325 .022391

NDVI2007 .44164 50 .187490 .026515

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 NDVI2002 &


(57)

Paired Samples Test

Paired Differences t df

Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 NDVI2002 -

NDVI2007 -.158320 .242469 .034290 -.227229 -.089411 -4.617 49 .000

Berdasarkan uji t dengan program SPSS 12, dari 50 titik NDVI maka diperoleh nilai NDVI antara tahun 2002 dan 2007 berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 %. Pada tabel terlihat bahwa nilai rata-rata NDVI tahun 2002 adalah 0.28332 sedangkan nilai rata-rata NDVI tahun 2006 adalah 0.44164 Korelasi (hubungan) nilai NDVI tahun 2002 dan tahun 2007 adalah 0.244. dengan nilai probabilitas 0.000 (<0.05), ini menunjukkan bahwa korelasi (hubungan) antara NDVI tahun 2002 dan NDVI tahun 2007 adalah signifikan atau erat. Hasil analisis dengan menggunakan uji t menunjukkan bahwa telah terjadinya peningkatan tingkat kehijauan pada areal hutan ini, sehingga dapat kita simpulkan bahwa telah terjadinya peningkatan penggunaan lahan dengan vegetasi antara tahun 2002 – 2007 di kawasan TNGL. Hal ini didukung oleh penelitian Thoha (2006) bahwa telah terjadi peningkatan nilai NDVI antara tahun 2002 – 2004 yaitu perubahan NDVI yang cenderung menggambarkan peningkatan tutupan lahan dengan vegetasi di Kabupaten Bengkalis.

Peningkatan nilai NDVI pada tahun 2007 diduga terjadi karena bertambahnya luasan hutan sekunder pada tahun 2007 (lihat tabel 9), sehingga menyebabkan tingkat indeks vegetasi menjadi bertambah. Perubahan penggunaan lahan hutan primer menjadi lahan hutan sekunder dengan luasan yang cukup besar yaitu dari 12974.52 ha pada tahun 2002 menjadi 32124.89 ha pada tahun 2007


(58)

atau meningkat sebesar 19150.37 ha (19,80 %). Hal ini juga dapat dilihat dari nilai NDVI masing-masing tahun, yaitu pada tahun 2002 nilai NDVI berkisar antara -0.375 – 0.577 kemudian pada tahun 2007 telah mengalami peningkatan nilai NDVI yaitu kisarannya menjadi -0.115 – 0.646. Dugaan lainnya yang menyebabkan meningkatnya nilai NDVI adalah karena berkurangnya aktifitas-aktifitas manusia (seperti pembukaan lahan) di dalam hutan sehingga kondisi hutan sekunder pada tahun 2007 semakin baik.

Perubahan Penggunaan Lahan Periode Tahun 2002 dan Tahun 2007

Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit Landsat TM tahun 2002 dan 2007, kawasan hutan telah mengalami perubahan penggunaan lahan. Penggunaan lahan tersebut telah menunjukkan kenaikan maupun penurunan luas penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan tersebut terjadi pada semua jenis penggunaan lahan yang ada yaitu hutan primer, hutan sekunder, kebun karet, kebun sawit, semak, dan lahan terbuka serta agroforestri.

Tabel 9. Perubahan Penggunaan Lahan Periode Tahun 2002 dan Tahun 2007

Penggunaan Lahan

Tahun

Perubahan

2002 2007

Luas (Ha) Persen (%) Luas (Ha) Persen (%) Luas (Ha) Persen (%) Hutan Primer 42463.94 43.90 21364.77 22.10 -21099.17 -22.00 Hutan Sekunder 12974.52 13.40 32124.89 33.20 19150.37 19.80

Semak 1839.60 1.90 3384.73 3.50 1545.13 1.60

Kebun Karet 3799.3 3.93 4213.30 4.36 414.00 0.43

Lahan Terbuka - - 6.20 0.01 6.20 0.01

Kebun Sawit 6017.75 6.22 5994.67 6.20 -23.08 -0.02

Agroforestri - - 6.54 0.01 6.54 0.01

Awan 29579.16 30.60 29579.16 30.60 0 0


(59)

Berdasarkan tabel diatas tipe penggunaan lahan yang cenderung bertambah adalah hutan sekunder, kebun karet, lahan terbuka, dan semak. Sedangkan tipe penggunaan lahan yang mengalami kecendrungan untuk berkurang adalah hutan primer dan kebun sawit. Perubahan penggunaan lahan terbesar terjadi pada hutan primer adalah berupa peningkatan luas wilayah hutan sekunder yaitu dari 12974.52 ha menjadi 32124.89 ha atau penambahan luas mencapai 19150.37 ha atau 19.80 %. Peningkatan luas hutan sekunder terjadi karena adanya kegiatan eksploitasi penebangan pohon di hutan primer.

Tipe penggunaan lahan lain yang mengalami peningkatan luas adalah kebun karet yaitu dari 3799.30 ha menjadi 4213.30 ha atau telah terjadi penambahan luas sebesar 414.00 ha atau 0.43 %. Besarnya perubahan penggunaan lahan ini diakibatkan oleh adanya kegiatan manusia pada kawasan ini, dimana selama periode 2002 dan 2007 terjadi penambahan jumlah penduduk di sekitar kawasan hutan ini, ini dapat dilihat dari adanya penambahan luas kawasan perkebunan khususnya karet. Adanya penambahan jumlah penduduk menyebabkan terjadinya pembukaan lahan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Masyarakat yang berada di kawasan penelitian menggantungkan pendapatan pada tanaman perkebunan seperti karet.

Tipe penggunaan lahan lain yang mengalami peningkatan luas dalam jumlah yang besar adalah semak. Penggunaan lahan semak mengalami peningkatan luas sebesar 1545.13 ha atau 1.60 % atau peningkatannya hampir dua kali dari luas semak pada tahun 2002. Peningkatan luas semak ini kemungkinan terjadi karena lahan-lahan terbuka dan lahan budidaya yang tidak lagi dikelola, sehingga menyebabkan tumbuhnya tumbuhan semak belukar pada


(60)

areal hutan tersebut. Selain itu penebangan pohon dihutan primer juga mendorong tumbuhnya semak belukar pada areal hutan tersebut.

Pada tahun 2007 terdapat lahan terbuka dengan luas yaitu 6.20 ha atau 0.01 %. Hal ini diduga berasal dari menurunnya luas hutan akibat konversi lahan menjadi areal budidaya seperti perkebunan. pada tahun 2007 terjadi penambahan satu kelas penggunaan lahan berupa agroforestri yaitu sebesar 6.54 ha atau 0.01 %.

Penggunaan lahan yang mengalami penurunan luas adalah hutan primer dan kebun sawit. Hutan primer mengalami penurunan luas sebesar 21099.17 ha atau 22.00 %. Penurunan luas ini disebabakan oleh terjadinya perambahan akibat perkebunan, perlandangan berpindah, dan penebangan liar. Hutan primer banyak berubah menjadi hutan sekunder, semak dan lahan perkebunan.

Kebun sawit mengalami penurunan luas sebesar 23.08 ha atau 0.02 %. Meskipun kebun sawit mengalami penurunan luas, akan tetapi luas kebun sawit masih mendominasi dari kebun karet pada tahun 2007. Berikut ini adalah grafik perubahan penggunaan lahan periode tahun 2002 - 2007.


(61)

Gambar 6. Perubahan Luas Penggunaan Lahan Taman Nasional Gunung Leuser Tahun 2002 – 2007

Berdasarkan gambar diatas, penggunaan lahan tahun 2002 dan tahun 2007 hutan primer mengalami perubahan menjadi hutan sekunder. Perubahan lahan ini disebabkan adanya penebangan liar dan penyerobotan lahan (Barata, 2008). Perubahan hutan primer menjadi hutan sekunder, perkebunan dan semak terlihat cukup jelas pada kawasan hutan tersebut. Selain itu faktor yang menyebabkan penurunan luas hutan primer disebabkan oleh pembukaan lahan untuk pemukiman pengungsi.

Hasil pengamatan dilapangan bahwa aktivitas penebangan liar terjadi hampir di semua lokasi hutan dalam kawasan TNGL SPTN VI Besitang. Kemungkinan ini terjadi akibat kualitas kayu yang ada di dalam kawasan tersebut cukup baik. Berikut ini adalah gambar bekas illegal logging dari hasil pengamatan di lapangan 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 huta n p rim er huta n sek

unde r sem ak kebu n k aret laha n ter

buka kebu

n saw it agro fore stri awan 2002 2007


(62)

Gambar 7. Areal Bekas illegal logging di Resort Sei Lepan

Kerusakan hutan yang besar terjadi di Resort Sei lepan dan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), dimana banyak lahan TNGL yang di rambah untuk di jadikan kebun karet, kebun sawit dan untuk pemukiman pengungsi yang berasal dari aceh. Kawasan hutan di Resort Tangkahan telah mengalami penambahan luas yaitu kawasan hutan sekunder. Dulunya Resort Tangkahan juga mengalami kerusakan akan tetapi pada 2001, digelar Kongres Desa yang berhasil


(63)

menyepakati Peraturan Desa untuk melarang setiap aktivitas eksploitasi hutan dan satwa secara illegal, sekaligus melahirkan lembaga yang mengatur pengelolaan ekowisata, yaitu Lembaga Pariwisata Tangkahan (LPT). Tangkahan sekarang menjadi kawasan konservasi karena masyarakatnya ikut menjaga kelestarian hutan.

Berbeda halnya dengan Resort Sei Lepan dan Kawasan Ekosisten Leuser (KEL), kawasan ini telah mengalami kerusakan (penurunan luas kawasan hutan). Berdasarkan keterangan dari masyarakat, kerusakan kawasan hutan ini disebabkan oleh illegal logging atau aktivitas perekonomian lainnya seperti pembukaan untuk lahan perkebunan. Ratusan kepala keluarga (KK) pengungsi Aceh juga ikut merambah kawasan ini. Pengungsi tersebut juga membuka kebun sawit dan kebun karet di kawasan ini sehingga menyebabkan peningkatan luas lahan perkebunan tersebut (Harian Global, 2007). Hasil pemantauan tim CRU tahun 2007 juga menunjukkan bahwa telah terjadi kegiatan illegal logging di kawasan TNGL (Resort Sekoci dan Sei Lepan) sehingga menyebabkan penyusutan luas kawasan hutan.

Pertambahan jumlah penduduk yang ada di kawasan TNGL menyebabkan pembukaan atau konversi kawasan hutan menjadi awasan perkebunan dan pemukiman. Hal ini sesuai dengan pendapat Arifin (2001), bahwa pembukaan atau konversi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan memang tidak terhindarkan lagi karena kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Penambahan jumlah pengungsi yang ada di kawasan Sei Lepan secara umum dapat mempengaruhi kebutuhan penduduk terhadap lahan untuk dijadikan tempat


(64)

tinggal dan dan lahan perkebunan sehingga menyebabkan terjadinya konversi berbagai tutupan lahan untuk menjadi lahan pemukiman.

Berdasarkan tabel 11, terlihat bahwa selama kurun waktu tahun 2002 – tahun 2007 telah terjadi telah terjadi perubahan penggunaan lahan hutan primer menjadi penutupan/penggunaan lahan lainnya (hutan sekunder, semak dan perkebunan) (deforestasi) di kawasan TNGL. Deforestasi merupakan sebuah istilah yang menggambarkan hilangnya hutan secara permanen maupun sementara menjadi lahan untuk tujuan lain (Wijaya dalam Grainger, 2003). Pada gambar 7 dapat dilihat perubahan penutupan lahan hutan primer menjadi penutupan/penggunaan lahan lainnya (perkebunan, semak dan pemukiman) selama kurun waktu 2002 – 2007


(65)

Berdasarkan hasil penafsiran citra Landsat TM tahun 2002 – 2007, wilayah Resort Sei Lepan teridentifikasi sebagai wilayah yang mengalami deforestasi yang besar. Menurut Barata (2008), Penyebab kerusakan/terbukanya kawasan hutan hujan tropis dataran rendah ini disebabkan oleh illegal logging, pembukaan lahan untuk kepentingan tanaman pertanian dan umumnya untuk penanaman sawit dan karet, dan perambahan oleh pengusaha sawit dan masyarakat sekitar. Hasil analisis tim Balai TNGL luas kerusakan mencapai 8.470 ha dan pada tahun 2002 meluas lagi sampai 21.130 ha. Dengan demikian, pada periode 7 tahun tersebut telah terjadi kerusakan seluas 1.832 ha/tahun, setara dengan 152 ha/bulan atau 5 ha/perhari.

Masyarakat memanfaatkan lahan perkebunan ini untuk memenuhi kebutuhan/pendapatan mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamidy dalam Soeratmo, 2003 menyatakan bahwa interaksi antara masyarakat sekitar dengan kawasan hutan yang mengarah pada kerusakan kawasan hutan antara lain disebabkan oleh : (1) tingkat pendapatan masyarakat sekitar relatif rendah, (2) terbatasnya lapangan pekerjaan dan sulit mencari tambahan penghasilan, (3) kebutuhan hasil hutan yang tidak terpenuhi karena tidak terbeli atau terbatasnya dipasaran, (4) adanya tukang tadah hasil curian, dan (5) kurangnya patroli keamanan kawasan. Selain itu tingkat pendidikan yang rendah, ketidaktahuan masyarakat akan arti dan fungsi kawasan konservasi dan adanya persepsi masyarakat yang menggarap hutan sebagai sumberdaya yang bebas dimiliki dan dipergunakan semakin mendorong masyarakat sekitar hutan untuk melakukan tindakan yang tidak menduung kelestarian hutan.


(66)

Alternatif penanganan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan hutan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun adalah memberikan sosialisai kepada masyarakat akan besarnya manfaat hutan untuk meningkatkan daya dukung lingkungan, sehingga nilai kesadaran terhadap lingkungan bertambah, dan memberikan ketegasan hukum bagi oknum yang melanggar peraturan. Selain itu masyarakat juga harus menjadi salah satu aktor utama dalam proses penyelesaian persoalan yang dihadapi TNGL. Peran serta masyarakat dan pembangunan kapasitas harus menjadi aktivitas penting dalam upaya mengurangi permasalahan yang ada. Peran serta masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan merupakan syarat mutlak yang harus diperhatikan oleh semua penentu kebijakan dan penyelenggara pembangunan disegala bidang, termasuk bidang kehutanan.


(67)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tingkat kerapatan tajuk (NDVI) yang dihasilkan di kawasan TNGL khususnya Resort Tangkahan, Cinta Raja, Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser bervariasi antara -0.375 – 0.577 yaitu berupa vegetasi jarang, vegetasi sedang dan vegetasi rapat untuk tahun 2002 sedangkan untuk tahun 2007 kisaran nilai NDVI antara -0.115 – 0.646.

2. Hubungan (korelasi) antara NDVI dan penggunaan lahan tahun 2002 dan tahun 2007 sangat kuat, dimana nilai koefisien korelasi untuk citra tahun 2002 adalah 0.855 dan untuk citra tahun 2007 sebesar 0.903, nilai ini menunjukkan bahwa hubungan antara NDVI dan penggunaan lahan adalah signifikan artinya semakin besar nilai NDVI maka kondisi penutupan vegetasi di setiap kelas penggunaan lahan semakin baik (semakin rapat). 3. Pada periode tahun 2002 sampai tahun 2007 telah terjadi perubahan luasan

penggunaana lahan dan tingkat kerapatan tajuk yaitu jenis pengggunaan lahan yang mengalami kenaikan luas penggunaan lahan terjadi pada hutan sekunder sebesar 19150.37 ha atau 19.80 %, Sedangkan jenis penggunaan lahan yang mengalami penurunan luas adalah tipe hutan primer yaitu sebesar sebesar 21099.17 ha atau 22.00 %.Hasil analisis juga menunjukkan telah terjadi perubahan nilai NDVI antara tahun 2002 dan 2007 yaitu berupa peningkatan tingkat kerapatan tajuk (nilai NDVI) pada kelas penggunaan lahan.


(68)

Saran

1. Perlu dilakukan pemantauan perubahan penggunaan lahan di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jarak Jauh secara periodik agar perubahan yang terjadi dapat terpantau dengan baik.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan citra satelit terbaru untuk memperoleh kondisi aktual perubahan penggunaan lahan sehingga tindakan preventif dalam rangka pengelolaan hutan dapat lebih dini dilakukan dalam kaitannya dengan kelestarian fungsi hutan.


(69)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. S.M. 1999. Berjuang Mempertahankan Hutan. Lauser Management Unit dan Madani Press. Jakarta

Ari. 2006. Taman Nasional Gunung Leuser Surga yang Unik. http://ari-ng.blogspot.com//2008/11/tn-gunung-leuser-surga- yang- unik, html. [ 20 November 2008]

Arifin, B. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia. Penerbit Erlangga. Jakarta

Arifin. Z. 2007. TNGL Segera direboisasi. Harian Global.

BAKOSURTANAL. 2003. Inventarisasi Data Dasar Survei Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Sumberdaya Mangrove Pulau Madura dan Kep. Kangean Jawa Timur.

, 2007. Pedoman Penyusunan Direktori Pulau-pulau Kecil. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut.

BPDAS. 2006 . Inventarisasi dan Identifikasi Mangrove. http://www.bpdas-pemalijratun. net/data/i_mangrove/Microsoft-Word-2003_ Metodologi.pdf [20 November 2008]

Barata. U.W. 2008. Buletin Jejak Leuser. Vol. 4 No. 10. Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser. Medan

Dephut, 2008. Taman Nasional Gunung Leuser. Artikel. http://www. gunungleuser .or.id/artikel_leuser_warisan_dunia.htm [ 17 desember 2008]

Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. 1995. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Lauser 1999-2020. Buku I dan II. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam, Taman Nasional Gunung Lauser, Departemen Kehutanan, Kutacane.

Fauna and Flora International. 2008. Conservation of Sumatran Elephant and Their Habitat Through Conservation Response Unit in the Buffer Zone of Gunung Leuser International Park. FFI. Medan.


(70)

Hamidy. Z. 2003. Perubahan Penutupan Lahan, Komposisi, dan Keanekaragaman Jenis Di Suaka Margasatwa Cikepuh Pada Peride Tahun 1989 sampai Tahun 2001. Skripsi. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor (Tidak Diterbitkan) Hasibuan. I.F. 2003. Sekilas Cerita Kerusakan di Hutan TNGL Langkat. Berita.

[ 10 Desember 2008]

Howard, J.A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan, Teori dan Aplikasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Kepala Balai TNGL, 2007. Buletin Jejak Leuser. Vol. 3 No. 7. Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser. Medan

Lillesand, T.M. 1994. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Lo, C.P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Rahmad. 2002. Inventarisasi Sumber Daya Lahan Kabupaten Pelalawan dengan

Menggunakan DataCitra Satelit. Volume V (No.1).http:// www.unri. ac.id / jurnal/jurnal_natur/vol5(1)/Rahmad.pdf. [ 25 Agustus 2008].

Rahman, A.S dan

Sandi. I.W.A. 2009. Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra Alos/Avnir-2 dan Sintem Informasi Geografis (SIG) untuk Evaluasi Tata Ruang Kota Denpasar. Jurnal Bumi Lestari. Volume 9 No. 1 : Hal

1-11.

menggunakan citra alos.pdf [ 02 juli 2009].

Riano, P et al. 2002. Generation of Fuel Type Maps from Landsat TM Images and Ancillary Data in Mediterranean Ecosystems. Pg. 1301. Tanggal 26 April 2008

Sembiring. S. 2005. Taman Nasional Gunung Leuser Syurga yang Unik. Sumaterautara.com.

Sitorus, J. Dkk 2006. Kajian Model Deteksi Perubahan Penutup Lahan Menggunakan Data Inderaja Untuk Aplikasi Perubahan Lahan Sawah. PUSBANGJA LAPAN. [ 25 Agustus 2008]

Sulistyo, B. 2004. Pengaruh Pemilihan Ukuran Pixel Pada Saat Koreksi Geometris Pada Citra Satelit Landsat Thematic Mapper Terhadap Hasil klasifikasinya. Volume X (No.1) Hal 1 – 5. http://www. unib.ac.id/jurnal/ jurnal natur/vol x (1)/Bambang Sulistyo.pdf [ 24 Agustus 2008]


(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data nilai NDVI tahun 2002 dan 2006 untuk analisis uji t

Koordinat NDVI

ID X y 2002 2007

1 381711.7821 406404.4399 0.480 0.657 2 388064.4725 404368.1222 0.426 0.556 3 390534.4929 410585.7597 0.365 0.586 4 388272.7006 415099.9348 0.386 0.612 5 391301.0509 415440.6273 0.472 0.513 6 380143.3727 406327.1039 0.477 0.651 7 389256.8961 404368.1222 0.411 0.613 8 394622.8024 401727.7556 -0.217 0.457 9 390534.4929 408797.1242 0.326 0.607 10 391471.3971 410330.2403 0.410 0.707 11 391130.7047 413651.9918 0.376 0.625 12 386957.2220 415951.6659 0.569 0.451 13 390619.6659 417569.9552 0.431 0.527 14 395304.1874 419188.2444 0.315 0.583 15 394196.9369 429980.9572 0.394 0.561 16 397518.6884 424213.4582 0.257 0.567 17 399051.8045 425576.2281 0.122 0.546 18 400499.7475 425491.0550 0.129 0.517 19 406717.3849 428642.4603 0.276 -0.119 20 405610.1344 427875.9022 0.197 0.237 21 403225.2872 428216.5947 0.196 0.269 22 405439.7882 426513.1324 0.185 0.165 23 407143.2505 425065.1894 0.552 0.007 24 405524.9613 426768.6517 0.194 0.080 25 407483.9429 425065.1894 -0.018 0.508 26 405269.4420 423021.0347 0.203 0.261 27 403736.3259 420465.8411 0.119 0.564 28 401777.3442 419188.2444 0.130 0.648 29 401436.6517 417399.6089 0.193 0.532 30 402884.5947 395424.9450 0.392 0.532 31 402543.9022 397980.1385 0.344 0.404 32 403054.9403 399342.9083 0.333 0.382 33 399988.7088 401898.1018 0.360 0.393 34 400755.2668 404964.3340 0.257 0.255 35 397092.8228 406241.9307 0.301 0.283 36 400584.9206 405049.5071 0.228 0.210


(2)

42 403651.1527 418421.6863 0.229 0.500 43 403140.1140 422424.8228 0.156 0.518 44 406376.6925 423957.9389 0.197 0.480 45 401351.1527 421998.9572 0.154 0.600 46 403821.4989 425831.7474 0.220 0.549 47 406121.1731 423702.4196 0.211 0.393 48 409017.0591 426938.9979 0.099 0.339 49 403480.8065 428231.4216 0.124 0.231 50 409017.0591 426853.8248 0.174 0.519


(3)

Lampiran 2. Data NDVI dan skor penggunaan lahan untuk analisis Korelasi

Tahun 2002

No NDVI Skor

1 0.480 3 2 0.426 3 3 0.365 3 4 0.386 3 5 0.472 3 6 0.477 3 7 0.411 3 8 -0.217 1 9 0.326 3 10 0.410 3 11 0.376 3 12 0.569 3 13 0.431 3 14 0.315 2 15 0.394 3 16 0.257 2 17 0.122 2 18 0.129 2 19 0.276 2 20 0.197 2 21 0.196 2 22 0.185 2 23 0.552 3 24 0.194 2 25 -0.018 1 26 0.203 2 27 0.119 2 28 0.130 2 29 0.193 2 30 0.392 2 31 0.344 2 32 0.333 2 33 0.360 2 34 0.257 2 35 0.301 2 36 0.228 2 37 0.357 3 38 0.374 3 39 0.571 3


(4)

45 0.154 2 46 0.220 2 47 0.211 2 48 0.099 1 49 0.124 2 50 0.174 2


(5)

Lampiran 3. Data NDVI dan skor penggunaan lahan untuk analisis Korelasi

Tahun 2007

No NDVI Skor

1 0.657 3 2 0.556 3 3 0.586 3 4 0.612 3 5 0.513 3 6 0.651 3 7 0.613 3 8 0.457 3 9 0.607 3 10 0.707 3 11 0.625 3 12 0.451 3 13 0.527 3 14 0.583 3 15 0.561 3 16 0.567 3 17 0.546 3 18 0.517 3 19 -0.119 1 20 0.237 1 21 0.269 1 22 0.165 1 23 0.007 1 24 0.080 1 25 0.508 3 26 0.261 1 27 0.564 3 28 0.648 3 29 0.532 3 30 0.532 3 31 0.404 2 32 0.382 2 33 0.393 2 34 0.255 1 35 0.283 1 36 0.210 1 37 0.308 2 38 0.662 3 39 0.429 3


(6)

45 0.600 3 46 0.549 3 47 0.393 2 48 0.339 2 49 0.231 1 50 0.519 3


Dokumen yang terkait

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 65 94

Inventarisasi Vegetasi Pakan Gajah dan Kelimpahannya Berdasarkan Pengetahuan Lokal Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus Di Resort Sei Lepan)

12 138 65

Analisis Kerusakan Hutan Di Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah VI Besitang

8 83 139

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Seedling Dan Sapling Di Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser Desa Telagah Kabupaten Langkat

6 48 85

Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan)

6 64 83

Hubungan Ketinggian Dan Kelerengan Dengan Tingkat Kerapatan Vegetasi Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser

0 43 72

Hubungan Kerapatan Tajuk Dan Penggunaan Lahan Berdasarkan Analisis Citra Satelit Dan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus Kawasan Hutan Resort Tangkahan, Cinta Raja, Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL)

4 65 77

Hubungan Antara Kegiatan Perambahan Hutan Oleh Masyarakat Pendatang Dengan Kondisi Sosial Ekonomi Di Kawasan Ekosistem Leuser (Kel)(Studi Kasus Di Kec Sei Lepan Dan Kec Besitang Kab.Langkat, Sumatra Utara)

0 29 112

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 2 14

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 1 11