Kebijakan Kriminal Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Sebagai Proteksi Peredaran Rupiah Dalam...

KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAI PROTEKSI PEREDARAN RUPIAH DARI DALAM / KE LUAR DAERAH PABEAN
REPUBLIK INDONESIA
TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Pidana Pada Program PascaSarjana Universitas
Sumatera Utara
Oleh : FRANS TAOR DICKYNSON TAMBUNAN
037005058 / HUKUM PIDANA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2005
Frans Taor Dickynson Tambunan : Kebijakan Kriminal Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang…, 2005 USU Repository © 2007

KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAI PROTEKSI PEREDARAN RUPIAH DAM DALAM / KE LUAR DAERAH PABEAN REPUBLIK INDONESIA
Frans Taor Dickynson Tambunan Syafruddin Kalo Bismar Nasution Chainur Arrasyid
INTI SARI
Praktek pencucian uang merupakan suatu fenomena yang baru dimana pelaku tindak kriminal selalu berusaha untuk mengaburkan aktivitasnya, namun selalu hadir dalam bentuk yang mutakhir. Hasil-hasil kejahatan, umumnya dalam bentuk uang tunai, harus dihilangkan asal-usulnya untuk digunakan dalam kegiatan investasi. Kegiatan pencucian uang ini akan melibatkan suatu rangkaian aktivitas operasi keuangan yang sangat rumit seperti proses penyimpanan, pengambilan, transfer antar bank dan sebagainya, dengan tujuan akhir yaitu uang hasil tindak kejahatan menjadi bersih dan dapat digunakan untuk kegiatan bisnis yang legal. Masalah pencucian uang saat ini dirasakan telah berkembang sangat cepat, apalagi jika dikaitkan dengan besarnya dana yang ditransaksikan. Praktek pencucian uang dari hasil kejahatan diusahakan untuk diproses melalui kegiatan bisnis normal sehingga akan dapat memasuki (diterima) oleh pasar yang sah, sistem dan/atau aktivitas perekonomian yang wajar.
Proses pencucian uang dari tahap penempatan, pelapisan hingga integrasi, dilihat dari sudut kebijakan kriminal, dapat dikatakan sebagai ancaman eksternal terhadap penyedia jasa keuangan termasuk bank apalagi bank yang tidak mengenal nasabahnya secara baik karena dapat dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan yang berkedok sebagai nasabah untuk menjalankan kegiatan pencucian uang.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) merupakan suatu instansi terkait yang juga bertanggung jawab untuk mengantisipasi kegiatan pencucian uang, dengan melakukan kebijakan kriminal yaitu mengawasi pemasukan / pengeluaran mata uang rupiah sebagai proteksi peredaran rupiah dari dalam / ke luar Daerah pabean Indonesia. DJBC memerlukan upaya-upaya pendeteksian dan pencegahan terutama difokuskan mulai tahap penempatan, karena pada tahap ini dianggap sebagai kegiatan yang masih bersifat sangat intensif dimana meskipun para pelaku pencucian uang ingin terbebas dari penguasaan uang secara fisik namun mereka tidak serta merta mempercayakan uangnya kepada lembaga keuangan perbankan, karena dianggap sangat beresiko. Dengan demikian, DJBC dituntut peranannya semaksimal mungkin untuk mengantisipasi pemasukan / pengeluaran rupiah dari / ke luar Daerah pabean Indonesia sebagai implementasi pengurangan praktek tindak pidana pencucian uang.
Untuk lebih menjamin kesinambungan pelaksanaan kebijakan kriminal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam mengawasi pemasukan / pengeluaran rupiah dari / ke luar Daerah Pabean Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : 01/BC/2005 tentang Tata Laksana Pengeluaran dan Pemasukan Uang Tunai Tanggal 19 Januari 2005, disarankan untuk diterapkan peraturan tersebut dengan selalu berkoordinasi dengan PPATK.
Kata kunci: Kebijakan kriminal, Pencucian Uang, Proteksi Pemasukan / Pengeluaran Rupiah
Frans Taor Dickynson Tambunan : Kebijakan Kriminal Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang…, 2005
USU Repository © 2007


CRIMINAL POLICY FOR MONEY LAUNDERING AS PROTECTION OF RUPIAH CIRCULATION FROM INCOMING / OUTGOING IN THE REPUBLIC OF INDONESIA
CUSTOMS AREA
Frans Taor Dickynson Tambunan Syafruddin Kalo Bismar Nasution Chainur Arrasyid
ABSTRACT
Money laundering practices represent a new phenomenon where criminal actors always try to blur theirs activities, but always attend in sophisticated ways. Origin of crime result, generally in the form of cash, have to be eliminated to be used in activity of invesment. Money laundering activities will entangle a very complicated monetary operation activities network like depository process, intake, transfer of between bank etcetera, with a final purpose, that is crime result money become clean and can be used for the activity of legal business. Money laundering problem nowadays are felt to be expanded very quickly, more than anything else if related to the level of fund which has been transacted. Money laundering practices from crime result tried to be processed through normal business activities, so that will be able to welcome by valid market, fair economics activity and/or system.
The process of money laundering starts from location, layering till integration phase, seen from the aspect of criminal policy, can be told as threat of external to monetary service providers including banks, particularly banks which do not know theirs clients well because can be exploited by all arsonist which use mask as client to run money laundering activities.
Directorate General of Customs and Excise represent a related institution which also accountable for anticipating money laundering activities, by conducting a criminal policy that is observing the inclusions / expenditures of rupiah currency as protection circulation of rupiah from incoming / outgoing Indonesia custom area. DJBC need detection efforts and prevention especially focused to start location phase, because at this phase, is considered to be activity which still have the character of very intensive where though money laundering actors who wish to free from domination of money physically but they don't entrust theirs money at moment's notice to banking financial institution, because assumed very beresiko. Thereby, DJBC claimed by its role as maximum as possible to anticipate the inclusions / expenditures of rupiah from incoming / outgoing Indonesia custom territory as implementation to reduce money laundering activities.
To guarantee the continuality of implementing Directorate General of Customs and Excise's criminal policy in observing the inclusions / expenditures of rupiah currency from incoming / outgoing Indonesia custom area as mentioned in Director Generally of Customs and Excise's Regulation Nr : 01/BC/2005 about Conducting of inclusions / expenditures of rupiah currency cash dated 19 January 2005, it is recommended to implement the regulation by coordinating with Indonesian Financial Intelligence Unit (PPATK) always.
Keywords: Criminal Policy, Money Laundering, Protection of Inclusions / Expenditures of Rupiah
Frans Taor Dickynson Tambunan : Kebijakan Kriminal Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang…, 2005
USU Repository © 2007