Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Perbankan Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)

(1)

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERANAN PERBANKAN DALAM MENCEGAH TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY

LAUNDERING)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

EFNI SRI ANDRIYANI NIM: 080200187

DEPARTEMEN: Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERANAN PERBANKAN DALAM MENCEGAH TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING)

Efni Sri Andriyani* Liza Erwina, S.H,.M.Hum** Dr.Edi Yunara, S.H,.M.Hum***

Bank adalah salah satu tempat yang rawan praktik pencucian uang. Alasannya, tahapan-tahapan kejahatan ini umumnya dilakukan melalui transaksi perbankan. Kejahatan yang terjadi tentu saja menimbulkan kerugian-kerugian baik kerugian yang bersifat ekonomi materiil maupun yang bersifat immateriil yang menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi kejahatan, namun kejahatan tidak pernah sirna dari muka bumi, bahkan semakin meningkat seiring dengan cara hidup manusia dan perkembangan teknologi yang semakin canggih sehingga menyebabkan tumbuh dan berkembangnya pola dan ragam kejahatan yang muncul. Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya. Pencucian uang (Money Laundering) adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana ata agar uang atau Harta Kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal. Adapun permasalahan dalam penulisan skiripsi ini adalah bagaimanakah pengaturan tindak pidana dibidang perbankan dalam hukum Indonesia, bagaimanakah peranan perbankan dalam mencegah tindak pidana pencucian uang.

Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian hukum normatif atau disebut juga dengan metode kepustakaan (Library Research) penelitian hukum normatif adalah penelitian dengan hanya mengolah dan menggunakan data-data primer dan sekunder yang berkaitan dengan mengenai peranan perbankan dalam melakukan tindak pidana pencucian uang (Money Laundering). Teknik pengumpulan data dilakukakan dengan studi kepustakaan (Library Research) dengan teknik analisa data deskriptif kualitatif. Setelah itu, data tersebut disajikan secara deskriftif analisis dengan menguraikannya secara sistematis dan konprehensif sehingga dapat menjawab permasalah.

Tindak pidana di bidang perbankan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Tindak pidana di bidang perbankan adalah tindak pidana yang menjadikan bank sebagai sarana (crime against the bank). Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Bank adalah satu tempat yang rawan praktik pencucian uang. Alasannya, tahapan-tahapan kejahatan ini umumnya dilakukan melalui transaksi perbankan. Di Indonesia sendiri sebelumnya tidak ada ketentuan baku tentang data-data nasabah sehingga uang yang dimasukkan ke dalam bank sangat mungkin merupakan hasil dari tindak pidana pencucian uang. Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam industri perbankan melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya pencucian uang yang masuk melalui perbankan. Bank Indonesia menerbitkan ketentuan terkait dengan kegiatan ini pada tahun 2001, yaitu penerapan prinsip mengenal nasabah (know your costumer principles). Menurut Peraturan Bank Indonesia yang dimaksud dengan Prinsip KYC adalah prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan.

Kata Kunci; Peranan, Perbankan mencegah, Pencucian Uang.

*Mahasiswa Fakultas Hukum

**Dosen Fakultas Hukum USU, Pembimbing I ***Dosen Fakultas Hukum USU, Pembimbing II


(3)

ABSTRACT

Bank is one of those vulnerable to money laundering. The reason, the stages of this crime is generally done through bank transactions. Atrocities of course cause losses both economic losses are material and immaterial nature concerning security and peace in society. Various attempts have been made to overcome the evil, but evil never disappear from the face of the earth, even increasing in line with the human way of life and the development of increasingly sophisticated technology, causing the growth and development patterns and a variety of crimes that appear. These crimes have involved or generate enormous wealth in number. Laundering money (Money Laundering) is an attempt to conceal or disguise the act of origin of money/funds or proceeds of crime Wealth through various financial transactions in order to cash or Assets that looks as if it came from a legitimate activity/legal. The problem in writing this is how the arrangement skiripsi criminal acts in the banking sector in Indonesian law, how the role of banks in preventing money laundering.

This study used the method of normative legal research or also called literature method (Library Research) normative legal research is research to only process and use the data-primary and secondary data relating to the role of banks in conducting money laundering (Money Laundering) . The data do collection techniques to the study of literature (Library Research) with qualitative descriptive data analysis techniques. After that, the data presented in descriptive analysis by systematically describe and comprehensive so as to answer the problems.

Criminal acts in the field of banking under the Act No. 7 of 1992 on Principles of Banking, as amended by Act No. 10 of 1998 on the Amendment of Act No. 7 of 1992 on Banking. Criminal acts in banking is a criminal act that make the bank as a means of (crime against the bank). According to the Law Act No. 10 of 1998 on the Amendment of Act No. 7 of 1992 on Banking. Bank is one place that is prone to money laundering. The reason, the stages of this crime is generally done through a banking transaction. In Indonesia there is no previous standard provision of customer data so that the money is put into a bank is very likely the result of money laundering. Bank Indonesia as the central bank in the banking industry to make efforts to prevent money laundering that goes through banks. Bank Indonesia issued regulations related to this activity in 2001, namely the application of the principle of know your customer (know your customer principles). According to Bank Indonesia Regulation is the KYC principle is a principle that is applied to the bank to find out the identity of customers, to monitor the activities of customer transactions, including the reporting of suspicious transactions.

Keywords: Role, perbankan preventing, Money Laundering *Faculty of Law USU

**Faculty of Law USU, Supervisor I *** Faculty of Law USU, Supervisor II


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Perbankan Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang”.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Fakultas Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam prosesnya, mulai dari pengajuan judul skripsi sampai kepada proses pembuatan kesimpulan, penulis mendapatkan banyak suka dan duka yang merupakan suatu pelajaran dan pengalaman yang berharga bagi penulis. Penulis juga menyadari perjuangan kedua orang tua penulis yang senantiasa mendukung penulis baik dari segi moril dan materil selama penulis mengecap pendidikan perkuliahan di Universitas Sumatera Utara. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua yang selalu berjuang dan berdoa demi kesuksesan penulis.

Penulis juga menyadari bahwa banyak sekali bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.&H., M.Sc. (C.T.M), Sp.A.(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Muhammad Hamdan, S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Liza Erwina, S.H., M.Hum yakni Dosen Pembimbing I penulis yang bersedia meluangkan waktu untuk memberi arahan, bimbingan dan ilmu dengan sabar selama penulis mengerjakan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Edi Yunara, S.H., M.Hum yakni Dosen Pembimbing II penulis yang bersedia meluangkan waktu untuk memberi arahan, petunjuk,


(5)

bimbingan, masukan, dan motivasi kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

6. Kepada seluruh pengajar Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis sehingga dapat penulis pergunakan dengan baik. serta seluruh staff dan pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan pengerjaan skripsi ini.

7. Buat yang Teristimewa dan yang Tersayang untuk Papa Ahmad Effendi Batubara, S.Sos., M.SP dan Mama Almh. Ernawati, Ibu Roos Nelly, S.H., M.H, yang penuh pengorbanan untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya hingga menjadi seorang sarjana. Ibu Ardiyar Rahmawani, S.Sos., M.AP, Om Tumpal Panggabean, S.T., M.A, Kakek Sayuti Kadir dan Nenek Siti Mariyam, yang selalu mendoakan dan memberi dukungan serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Buat kakak ku sayang Syilvi Ade Kartika, S.Sos., M.SP dan Adik ku Mohd. Irfan Batubara, S.I.Kom kalian penyemangat hidupku. Karna kalian selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. Semoga kita bertiga menjadi orang yang sukses dan bisa membahagiakan kedua orang tua.

9. Buat sahabat terbaikku yang tergabung dalam komunitas “Law 4 Life” yakni, Amalia Khairiza, Asihot M.T Manalu, Arif Fahriadi, Aras Firdaus, Christy Ananda, Fauzan Irgi Hasibuan, Irman Mendrofa, Juni Rusminarty, Miftahul Rizki, Putri Ulfa. Makasi ya buat kalian semua yang senantiasa membantu dan memberi dukungan moril kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga persahabatan kita ini langgeng terus sampai tua nanti.

10.Buat seluruh teman-teman Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara angkatan 2008 dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang sudah membantu dan memberi dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Buat seluruh keluarga besar staff dan pengajar di Yayasan Al-Fathonah Indonesia (YASFI), yakni Bapak Rajuddin Batubara, Bapak Muhammad


(6)

Taufik, Umi Nila Kesuma, Umi Sumarni Daely, Umi Wiwik Sosalita Sinaga, Umi Rum Siti Fathimah, Umi Meilinda, Umi Ratih Wahyuni, Umi Diah Siti Soleha, Umi Fitriani. yang senantiasa mendoakan, memberikan semangat dan dukungan kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Medan, 01 April 2015

Penulis


(7)

RIWAYAT HIDUP Data-data Pribadi

Nama : Efni Sri Andriyani Jenis kelamin : Perempuan

Tempat tanggal lahir : Medan, 30 Mei 1990 Agama : Islam

Alamat : Jl. Bajak V. Gg. Lisma Ali No.72E Kec. Medan Amplas Kel. Harjosari II . Medan 20147

1.

SD Swasta Taman Pendidikan Islam Medan (Tahun 2002)

Pendidikan Formal

2.

SMP Swasta Al Washliyah 8 Medan (Tahun 2005)

3.

SMA Swasta Harapan Mandiri Medan (Tahun 2008)

4.

Fakultas Ilmu Hukum Departemen Hukum Pidana (Tahun 2015) Universitas Sumatera Utara

Nama Orang Tua

1. Ayah : Ahmad Effendi Batubara, M.SP 2. Ibu : (Alm.) Ernawati

Anak ke : 2 dari 3 bersaudara Nama Saudara : Syilvi Ade Kartika, M.SP


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 14

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 14

D. Keaslian Penelitian ... 15

E. Tinjauan Kepustakaan ... 15

1. Pengertian Perbankan ... 15

2. Pengertian Tindak Pidana dan Tindak Pidana Perbankan ... 16

3. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang ... 19

F. Metode Penelitian... 22

1. Jenis Penelitian ... 23

2. Sumber Data ... 23

3. Analisis Data ... 24

G. Sistematika Penulisan ... 24

BAB II : PENGATURAN TINDAK PIDANA DIBIDANG PERBANKAN DALAM HUKUM INDONESIA ... 26

A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 26


(9)

A. Pengaturan Tindak Pidana di Bidang Perbankan ... 30

B. Jenis Tindak Pidana di Bidang Perbankan ... 34

1. Tindak Pidana yang Berkaitan dengan Perizinan ... 34

2. Tindak Pidana yang Berkaitan dengan Rahasia Bank... 35

3. Tindak Pidana yang Berkaitan dengan Pengawasan dan Pembinaan Bank ... 40

4. Tindak Pidana yang Berkaitan dengan Usaha Bank ... 41

BAB III : PERANAN PERBANKAN DALAM MENCEGAH TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG... 46

A. Pengertian Pencucian Uang (Money Laundering)... 46

a. Sejarah dan Perkembangan Praktik Pencucian Uang ... 50

b. Memahami Praktik Pencucian Uang ... 53

c. Penyebab Maraknya dan Dampak Pencucian Uang ... 55

d. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)... 59

e. Pembuktian dalam Pencucian Uang ... 64

B.Tahap-Tahap Pencucian Uang ... 65

C. Pencegahan Tindak Pidana Perbankan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang ... 67

1. Pencegahan Tindak Pidana Perbankan... 67

2. Pencehagan Tindak Pidana Pencucian Uang ... 70

D. Hambatan Dalam Pencegahan Tindak Pidana Perbankan Dan Tindak Pidana Pencucian Uang ... 75


(10)

2. Hmbatan Dalam Pencegahan Tindak Pidana Pencucian

Uang ... 76

BAB IV : PENUTUP ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

Buku ... 82

Undang-Undang ... 82


(11)

ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERANAN PERBANKAN DALAM MENCEGAH TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING)

Efni Sri Andriyani* Liza Erwina, S.H,.M.Hum** Dr.Edi Yunara, S.H,.M.Hum***

Bank adalah salah satu tempat yang rawan praktik pencucian uang. Alasannya, tahapan-tahapan kejahatan ini umumnya dilakukan melalui transaksi perbankan. Kejahatan yang terjadi tentu saja menimbulkan kerugian-kerugian baik kerugian yang bersifat ekonomi materiil maupun yang bersifat immateriil yang menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi kejahatan, namun kejahatan tidak pernah sirna dari muka bumi, bahkan semakin meningkat seiring dengan cara hidup manusia dan perkembangan teknologi yang semakin canggih sehingga menyebabkan tumbuh dan berkembangnya pola dan ragam kejahatan yang muncul. Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya. Pencucian uang (Money Laundering) adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana ata agar uang atau Harta Kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal. Adapun permasalahan dalam penulisan skiripsi ini adalah bagaimanakah pengaturan tindak pidana dibidang perbankan dalam hukum Indonesia, bagaimanakah peranan perbankan dalam mencegah tindak pidana pencucian uang.

Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian hukum normatif atau disebut juga dengan metode kepustakaan (Library Research) penelitian hukum normatif adalah penelitian dengan hanya mengolah dan menggunakan data-data primer dan sekunder yang berkaitan dengan mengenai peranan perbankan dalam melakukan tindak pidana pencucian uang (Money Laundering). Teknik pengumpulan data dilakukakan dengan studi kepustakaan (Library Research) dengan teknik analisa data deskriptif kualitatif. Setelah itu, data tersebut disajikan secara deskriftif analisis dengan menguraikannya secara sistematis dan konprehensif sehingga dapat menjawab permasalah.

Tindak pidana di bidang perbankan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Tindak pidana di bidang perbankan adalah tindak pidana yang menjadikan bank sebagai sarana (crime against the bank). Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Bank adalah satu tempat yang rawan praktik pencucian uang. Alasannya, tahapan-tahapan kejahatan ini umumnya dilakukan melalui transaksi perbankan. Di Indonesia sendiri sebelumnya tidak ada ketentuan baku tentang data-data nasabah sehingga uang yang dimasukkan ke dalam bank sangat mungkin merupakan hasil dari tindak pidana pencucian uang. Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam industri perbankan melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya pencucian uang yang masuk melalui perbankan. Bank Indonesia menerbitkan ketentuan terkait dengan kegiatan ini pada tahun 2001, yaitu penerapan prinsip mengenal nasabah (know your costumer principles). Menurut Peraturan Bank Indonesia yang dimaksud dengan Prinsip KYC adalah prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan.

Kata Kunci; Peranan, Perbankan mencegah, Pencucian Uang.

*Mahasiswa Fakultas Hukum

**Dosen Fakultas Hukum USU, Pembimbing I ***Dosen Fakultas Hukum USU, Pembimbing II


(12)

ABSTRACT

Bank is one of those vulnerable to money laundering. The reason, the stages of this crime is generally done through bank transactions. Atrocities of course cause losses both economic losses are material and immaterial nature concerning security and peace in society. Various attempts have been made to overcome the evil, but evil never disappear from the face of the earth, even increasing in line with the human way of life and the development of increasingly sophisticated technology, causing the growth and development patterns and a variety of crimes that appear. These crimes have involved or generate enormous wealth in number. Laundering money (Money Laundering) is an attempt to conceal or disguise the act of origin of money/funds or proceeds of crime Wealth through various financial transactions in order to cash or Assets that looks as if it came from a legitimate activity/legal. The problem in writing this is how the arrangement skiripsi criminal acts in the banking sector in Indonesian law, how the role of banks in preventing money laundering.

This study used the method of normative legal research or also called literature method (Library Research) normative legal research is research to only process and use the data-primary and secondary data relating to the role of banks in conducting money laundering (Money Laundering) . The data do collection techniques to the study of literature (Library Research) with qualitative descriptive data analysis techniques. After that, the data presented in descriptive analysis by systematically describe and comprehensive so as to answer the problems.

Criminal acts in the field of banking under the Act No. 7 of 1992 on Principles of Banking, as amended by Act No. 10 of 1998 on the Amendment of Act No. 7 of 1992 on Banking. Criminal acts in banking is a criminal act that make the bank as a means of (crime against the bank). According to the Law Act No. 10 of 1998 on the Amendment of Act No. 7 of 1992 on Banking. Bank is one place that is prone to money laundering. The reason, the stages of this crime is generally done through a banking transaction. In Indonesia there is no previous standard provision of customer data so that the money is put into a bank is very likely the result of money laundering. Bank Indonesia as the central bank in the banking industry to make efforts to prevent money laundering that goes through banks. Bank Indonesia issued regulations related to this activity in 2001, namely the application of the principle of know your customer (know your customer principles). According to Bank Indonesia Regulation is the KYC principle is a principle that is applied to the bank to find out the identity of customers, to monitor the activities of customer transactions, including the reporting of suspicious transactions.

Keywords: Role, perbankan preventing, Money Laundering *Faculty of Law USU

**Faculty of Law USU, Supervisor I *** Faculty of Law USU, Supervisor II


(13)

BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG

Kegiatan perekonomian manusia pada saat ini erat kaitannya dengan dunia perbankan. Perbankan berfungsi sebagai penopang untuk membantu kebutuhan hidup manusia dengan cara menjalankan usaha bank yakni sebagai berikut :1

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

2. Memberikan kredit;

3. Menerbitkan surat pengakuan utang;

4. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan nasabahnya;

5. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabahnya;

6. Menempatkan dana, menjamin dana dari atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;

7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;

8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak;

1

Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia ( Simpanan, Jasa & Kredit) (Bogor: Ghalia Indonesia,2006), hal. 8


(14)

10.Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam surat berharga yang tidak tercatat dibursa efek;

11.Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;

12.Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

13.Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat pada hakikatnya merupakan rangkaian berbagai perbuatan hukum yang luar biasa banyak jenis, ragam, kualitas dan variasinya yang dilakukan antar pribadi, antar perusahaan, antar negara dan antar kelompok dalam berbagai volume dengan frekuensi yang tinggi setiap saat diberbagai tempat. Peranan tersebut baik dalam hal mengumpulkan dana dari masyarakat maupun menyalurkan dana yang tersedia untuk membiayai kegiatan perekonomian yang ada. Mengingat semakin tingginya kegiatan ekonomi yang terjadi pada masyarakat tentunya semakin banyak pula kebutuhan akan dana sebagai salah satu faktor pendorong dalam menggerakkan roda perekonomian. Seiring pesatnya perkembangan ekonomi dunia telah berdampak pada meningkatnya transaksi perdagangan antar pelaku usaha, dimana


(15)

satu pelaku usaha atau investasi di beberapa negara berdasarkan hukum negara tersebut.2

Undang-undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mendefenisikan bank sebagai badan hukum yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.3

Perbankan mempunyai fungsi utama sebagai intermediasi, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya secara efektif dan efesien pada sektor riil untuk menggerakkan pembangunan dan stabilitas perekonomian sebuah Negara. Dalam hal ini bank menghimpun uang dari masyarakat atas kepercayaan masyarakat. Dalam dunia perbankan nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan.Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan pelayanan jasa perbankan, berada dalam dua posisi yang dapat bergantian sesuai dengan sisi mana mereka berada.4

Nasabah menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah pihak yang menggunakan jasa bank. Dalam undang-undang tersebut nasabah dibagi dua yaitu :5

a. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

2

Mustafa Siregar, Efektivitas Perundang-Undangan Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya dengan Penelitian di Wilayah Kota Madya(Medan : Universitas Sumatera Utara, 1991), hal.1.

3

Lukman Santoso, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2011), hal. 31.

4

Ibid, hal. 13 5

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.


(16)

b. Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

Bank adalah salah satu tempat yang rawan praktik pencucian uang. Alasannya, tahapan-tahapan kejahatan ini umumnya dilakukan melalui transaksi perbankan .6

Harta kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidana tersebut pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh para pelaku kejahatan karena apabila langsung digunakan, akan mudah dilacak oleh penegak hukum mengenai sumber diperolehnya harta kekayaan tersebut. Biasanya para pelaku kejahatan terlebih dahulu mengupayakan agar harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut masuk ke dalam sistem keuangan, terutama ke dalam sistem perbankan. Apalagi didukung oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menyebabkan terintegrasinya sistem keuangan termasuk sistem perbankan dengan menawarkan mekanisme lalu lintas dana

Kejahatan yang terjadi tentu saja menimbulkan kerugian-kerugian baik kerugian yang bersifat ekonomi materiil maupun yang bersifat immateriil yang menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi kejahatan, namun kejahatan tidak pernah sirna dari muka bumi, bahkan semakin meningkat seiring dengan cara hidup manusia dan perkembangan teknologi yang semakin canggih sehingga menyebabkan tumbuh dan berkembangnya pola dan ragam kejahatan yang muncul. Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya.

6

Philips Darwin, Money Laundering, Cara Memahami dengan Tepat dan Benar Soal Pencucian Uang (Jakarta: Sinar Ilmu , 2012) hal. 97


(17)

dalam skala nasional maupun internasional dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat.

Keadaan demikian dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal usul dana yang diperoleh dari hasil illegal yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Pada umumnya perbuatan demikian merupakan dana dari hasil tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang beberapa dekade ini mendapatkan perhatian ekstra dari dunia internasional, karena dimensi dan implikasinya yang melanggar batas-batas Negara.7

Dampak yang dapat disebabkan oleh kedua tindak pidana tersebut di atas pun sangat besar bagi kelangsungan perekonomian, sosial dan budaya suatu bangsa. Sehingga tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang oleh banyak kalangan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) sehingga keduanya mempunyai pengaturan khusus dalam sistem perundang-undangan. Bagaimanapun bentuknya, perbuatan-perbuatan pidana itu bersifat merugikan masyarakat dan anti sosial.8

Pencucian uang (Money Laundering) adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana at Kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal. Pendapat lain yang berkembang menyatakan bahwa money laundering adalah suatu cara atau proses untuk mengubah uang yang berasal dari sumber ilegal

7

Adrian Sutedi. Tindak Pidana Pencucian Uang, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal. 1.

8

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, ctk. Kedelapan, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hal. 3.


(18)

(haram) sehingga menjadi halal. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 8 tahun 2010 disebutkan bahwa Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, dengan hasil tindak pidana berupa harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana asal sebagai mana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1) yaitu:

Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil kejahatannya sulit ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Oleh karena itu, tindak pidana perekonomian dan sistem keuangan, melainkan juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.9

9

http://id.wikipedia.org/wiki/Pencucian_uang diakses pada hari sabtu, jam. 5:32, tanggal 11 oktober 2014.


(19)

Pencucian Uang umumnya dilakukan melalui tiga langkah tahapan: langkah pertama yakni uang/dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana/kejahatan diubah ke dalam bentuk yang kurang atau tidak menimbulkan kecurigaan melalui penempatan kepada sistem keuangan dengan berbagai cara (tahap penempatan/placement); langkah kedua adalah melakukan transaksi keuangan yang kompleks, berlapis dan anonim dengan tujuan memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya ke berbagai rekening sehingga sulit untuk dilacak asal muasal dana tersebut yang dengan kata lain menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan hasil tindak pidana tersebut (tahap pelapisan/layering); langkah ketiga (final) merupakan tahapan di mana pelaku memasukkan kembali dana yang sudah kabur asal usulnya ke dalam harta kekayaan yang telah tampak sah baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana (tahap integrasi).10

Di

Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

11

1. Tindak Pidana Pencucian Uang

menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut

5:32, tanggal 11oktober 2014.

11

Pasal 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010, “TentangTtindak Pidana Pencucian Uang“.


(20)

diduganya merupakan hasil tinda dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan. (Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010).

2. Tindak Pidana Pencucian Uang Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 5 UU RI No. 8 Tahun 2010).

3. Dalam Pasal 4 UU RI No. 8/2010, dikenakan pula bagi mereka yang setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap sama dengan melakukan pencucian uang.

Undang-undang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur 25 (dua puluh lima) tindak pidana asal (predicate crime) tindak pidana pencucian uang. Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1 dan 2) Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 2010 .

Indonesian

Financial Transaction Reports and Analysis Center/INTRAC) sebagaimana dimandatkan dalam UU RI No. 8 Tahun 2010 adalah lembaga independen dibawah Presiden Republik Indonesia yang mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang serta mempunyai fungsi sebagai berikut:12

1. pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang;

12

H. Juni Syafrien Jahja, Melawan Money Laundering, Mengenal, Mencegah dan Membrantas Tindak Pidana Pencucian Uang, (Jakarta. Transmedia, 2012.) Hal. 15-16


(21)

2. pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; 3. pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan

4. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

Dalam pergaulan global di masyarakat internasional, PPATK dikenal sebagai Indonesian Financial Intelligence Unit yang merupakan unit intelijen keuangan dalam rezim Anti Pencucian Uang dan Kontra Pendanaan Terorisme (AML/CFT Regime) di Indonesia. PPATK merupakan anggota dari mewujudkan dunia internasional yang bersih dari tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sesuai standar-standar terbaik internasional.13

Dalam perkembangannya, tindak pidana pencucian uang semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor. Untuk mengantisipasi hal itu, Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering telah mengeluarkan standar internasional yang menjadi ukuran bagi setiap negara/jurisdiksi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme yang dikenal dengan Revised 40 Recommendations dan 9 Special Recommendations (Revised 40+9) FATF, antara lain mengenai perluasan Pihak Pelapor (Reporting Parties) yang mencakup pedagang permata dan perhiasan/logam mulia dan pedagang kendaraan bermotor.14

Dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang perlu dilakukan kerja sama regional

tanggal 3 Juni 2014.


(22)

dan internasional melalui forum bilateral atau multilateral agar intensitas tindak pidana yang menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan yang jumlahnya besar dapat diminimalisasi. Penanganan tindak pidana pencucian uang di Indonesia yang dimulai sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, telah menunjukkan arah yang positif. Hal itu, tercermin dari meningkatnya kesadaran dari pelaksana Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, seperti penyedia jasa keuangan dalam melaksanakan kewajiban pelaporan, Lembaga Pengawas dan Pengatur dalam pembuatan peraturan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam kegiatan analisis, dan penegak hukum dalam menindaklanjuti hasil analisis hingga penjatuhan sanksi pidana dan/atau sanksi administratif.15

Upaya yang dilakukan tersebut dirasakan belum optimal, antara lain karena peraturan perundang-undangan yang ada ternyata masih memberikan ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, adanya celah hukum, kurang tepatnya pemberian sanksi, belum dimanfaatkannya pergeseran beban pembuktian, keterbatasan akses informasi, sempitnya cakupan pelapor dan jenis laporannya, serta kurang jelasnya tugas dan kewenangan dari para pelaksana Undang-Undang ini. Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional, perlu disusun Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai pengganti


(23)

Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Lahirnya Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang memberi peluang bagi penegakan hukum terhadap aktor-aktor intelektual dengan menekankan penyelidikan pada aliran uang yang dihasilkan melalui praktik pencucian uang, dan juga memberikan landasan berpijak yang kokoh bagi aparat penegak hukum dalam upaya menjerat aktor-aktor intelektual yang mendanai dan merencanakan kejahatan seperti predicat crimes dengan melakukan penyelidikan dan penyelidikan terhadap aliran uang yang mendanai suatu tindak kejahatan.

Kejahatan pencucian uang (money laundering) belakangan ini semakin mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan. Upaya penanggulangannya dilakukan secara nasional, regional dan global melalui kerja sama antar negara. Gerakan ini disebabkan maraknya pencucian uang, padahal belum banyak negara yang belum menyusun sistem untuk memerangi atau menetapkannya sebagai kejahatan.16

Pencucian uang pada dasarnya merupakan upaya memproses uang hasil kejahatan dengan bisnis yang sehingga uang tersebut bersih atau tampak sebagai uang halal. Pencucian uang secara umum dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau perbuatan memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organisasi kejahatan (crime organization),17

16

Philips Darwin, Op. Cit hal. 9 17

Ibid, hal. 10


(24)

perdagangan narkotika dan tindakan pidana lainnya sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Dimana tindakan tersebut bertujuan menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul uang haram tersebut sehingga dapat digunakan seolah-olah sebagai uang sah.

Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengatakan per 30 November tercatat sekitar 44.708 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LKTM). Menurut dia, sebagai unit intelijen keuangan, PPATK sudah menerima laporan dan meneruskan laporan itu kepada penegak hukum.Menurut Yunus, pantauan itu berasal dari sekitar 8 juta transaksi yang diawasi. "Lintas negara yang diterima dari Bea dan Cukai ada 4000-an dan kasus yang sudah dilaporkan ada 1000," kata Yunus dalam penandatanganan nota kesepahaman Departemen Keuangan dengan KPK, PPATK, dan Komisi Yusdisial, di Jakarta,Kamis 3 desember 2009. 18

Beberapa bank di Indonesia telah menerapkan system Anty Money Laundering (AML). Sistem ini memiliki dua komponen utama yaitu database

sebagai tempat penyimpan dan pengolahan data, dan analitikal sebagai penganalisis data yang masuk kemudian diolah dan hasilnya dikirim kembali berupa informasi.Setiap transaksi yang masuk diproses dan disamakan dulu dengan database nasabah dan daftar nama yang masuk Daftar Hitam Bank Indonesia (DHBI). Kalau ditemukan ketidakwajaran baik dilihat dari pola transaksi Maupun profesi nasabahnya, maka secara otomatis sistem AML memberikan peringatan, termasuk memblokirnya. Apabila tidak ditemukan


(25)

ketidakwajaran serta mendapatkan validasi dan jaminan dari pejabat yang berwenang bahwa transaksi tersebut wajar, maka proses selanjutnya dapat diteruskan.19

Sistem AML memiliki fitur office of forigen Asset Control dan fungsi deteksi real time terhadap transaksi incoming remittance yang tidak sesuai dengan karakteristik nasabah. Kelebihan lainnya adalah AML bisa membuat diagram alur transaksi yang mencurigakan. Sisi pelaporan, piranti ini mampu memberikan bobot risiko kepada setiap transaksi berdasarkan analisis terhadap profesi nasabah maupun transaksinya.

Proses AML membutuhkan database yang bagus, bank harus meng-update informasi yang ada di database nya agar dapat menangkap setiap indikasi pencucian uang. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan jalinan kerja sama strategis dan menghubungkan system database antar perusahaan.AML juga harus terhubung dengan Daftar Hitam Bank Indonesia (DHBI) maupun daftar orang yang masuk jaringan teroris internasional.

20

Perbankan di Indonesia sendiri merupakan lahan subur untuk praktik pencucian uang.Ratusan kasus terjadi setiap tahun dengan modus yang semakin cangggih dan rumit. Laporan Bureau for International Narcotic and law Enforcement Affairs, AS, dengan judul “International Narcotics Control Strategy Report”(Oktober 2014) menyebutkan bahwa Indonesia bersama 53 negara lain termasuk dalam kelompok Major laundering Countries di Asia Pasifik. Hal ini berarti bahwa Indonesia dianggap sebagai negara yang sistem keuangannya

19

Ibid, hal. 101


(26)

terkontaminasi bisnis narkotika internasional dan melibatkan dalam jumlah sangat besar.

B.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan skripsi ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaturan tindak pidana dibidang perbankan dalam hukum

Indonesia ?

2. Bagaimanakah peranan perbankan dalam mencegah tindak pidana pencucian uang ?

C.Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan judul dan permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini yang menitik beratkan pada peranan perbankan dalam melakukan tindak pidana pencucian uang (Money Laundering), maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan tindak pidana dibidang perbankan dalam hukum Indonesia.

2. Untuk mengetahuiperanan perbankan dalam mencegah tindak pidana pencucian uang.

2. Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini memberikan beberapa manfaat yang berguna baik manfaat secara teoritis dan juga manfaat secara praktis antara lain:


(27)

Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan akan memberikan kontribusi pemikirran serta pemahaman dan pendangan baru tentang bank dan pencucian uang (Money Laundering).

2. Manfaat secara praktis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca juga sebagai bahan kajian para akademis dalam menambah wawasan pengetahuan terutama dibidang peranan bank dalam melakukan tindak pidana pencucian uang.

D.Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengamatan dan penelusuran yang dilakukan di Kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, belum terdapat tulisan yang mengangkat tentang “Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Perbankan dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money laundering).Oleh karena itu penulisan skripsi ini masih dikatakan orisinal dan keabsahannya dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademis.

E.Tinjauan Kepustakaan

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.21

1. Pengertian Perbankan

Perbankan adalah lembaga keuangan yang berperan sangat vital dalam aktivitas perdagangan internasional serta pembangunan nasional.Pada dunia ekonomi modern saat ini, Dan dapat dilihat dari makin maraknya

21


(28)

minat masyarakat untuk menyimpan, berbisnis, bahkan sampai berinvestasi melalui perbankan. Hal ini semakin menyebabkan maraknya dunia perbankan yang dapat dilihat dari tumbuhnya bank-bank swasta baru walaupun pemerintah semakin memperketat regulasi pada dunia perbankan. Dimana kejahatan dibidang perbankan ini meliputi kejahatan dibidang usaha bank, rahasia bank, perizinan bank, serta pembinaan dan pengawasan bank. Tindak pidana perbankan adalah tindak pidana sebagaimana yang dirumuskan di dalam undang-undang tentang perbankan dan undang-undang tentang bank Indonesia.

2. Pengertian Tindak Pidana dan Tindak Pidana Perbankan

Bank adalah salah satu tempat yang rawan praktik pencucian uang. Alasannya, tahapan-tahapan kejahatan ini umumnya dilakukan melalui transaksi perbankan .22

22

Philips Darwin, Op. Cit hal. 97

Kejahatan yang terjadi tentu saja menimbulkan kerugian-kerugian baik kerugian yang bersifat ekonomi materiil maupun yang bersifat immateriil yang menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat.

Pengertian Tindak Pidana adalah Suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Dan dengan kata lain perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.


(29)

Tindak Pidana Perbankan adalah merupakan Salah satu bentuk dari tindak pidana di bidang ekonomi. Tindak pidana di bidang perbankan dilakukan dengan menggunakan bank sebagai sarana dan sasarannya. Secara umum bisa dikatakan bahwa bentuk tindak pidana dibagi menjadi dua jenis, yaitu Kejahatan dan Pelanggaran. Kejahatan adalah sebagian dari perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana bagi siapa yang melakukannya. Pada dasarnya perbuatan kejahatan diatur dalam Buku Kedua KUH Pidana.Selain itu, ada pula kejahatan yang diatur dalam undang-undang diluar KUH Pidana.Dengan demikian, kejahatan adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang termuat dalam Buku Kedua KUH Pidana dan undang-undang lain yang dengan tegas menyebutkan suatu perbuatan sebagai kejahatan.

Sebagaimana dikemukakan diatas, bahwa berbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melakukannya bukan semata-mata kejahatan, tetapi meliputi juga pelanggaran. Pelanggaran ini pada pokoknya diatur dalam Buku Ketiga KUH Pidana dan undang-undang lain yang menyebutkan secara tegas suatu perbuatan sebagai pelanggaran.

Berkaitan dengan itu, memang dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan telah dinyatakan secara tegas mengenai pembagian bentuk tindak pidana yang terdiri dari dua jenis, yaitu Kejahatan dan Pelanggaran. Adapun mengenai tindak pidana kejahatan dan pelanggaran yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan tersebut diuraikan berikut ini :

1. Tindak Pidana Kejahatan di Bidang Perbankan Menurut UU No. 10 Tahun 1998.


(30)

Adapun yang dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan dibidang perbankan menurut UU No. 10 Tahun 1998 adalah sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 yaitu :

Pasal 51 ayat (1):

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47. Pasal 48 ayat (1), Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50 A adalah kejahatan.

Berkaitan dengan itu, dalam penjelasannya dikemukakan bahwa perbuatan-perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal tersebut dalam ayat ini digolongkan sebagai tindak pidana kejahatan, berarti bahwa terhadap perbuatan-perbuatan dimaksud akan dikenakan ancaman hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan apabila hanya sekedar sebagai pelanggaran.

2. Tindak Pidana Pelanggaran Di Bidang Perbankan Menurut UU No. 10 Tahun 1998.

Yang dikategorikan sebagai tindak pidana dibidang perbankan menurutUUNo. 10 Tahun 1998 adalah sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 51 ayat (2) yaitu :

Pasal 51 ayat (2) :

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) adalah pelanggaran.

Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, jelaslah bahwa UU No. 10 Tahun 1998 mengenal dua jenis tindak pidana dibidang perbankan, yaitu tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran.

Terdapat dua istilah yang seringkali dipakai secara bergantian walaupun maksud dan ruang lingkupnya bisa berbeda. Pertama, adalah “Tindak Pidana


(31)

Perbankan” dan kedua,“Tindak Pidana di Bidang Perbankan”. Yang pertama mengandung pengertian tindak pidana itu semata-mata dilakukan oleh bank atau orang bank, sedangkan yang kedua tampaknya lebih netral dan lebih luas karena dapat mencakup tindak pidana yang dilakukan oleh orang di luar dan di dalam bank atau keduanya.23

3. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang

Istilah “tindak pidana di bidang perbankan” dimaksudkan untuk menampung segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam menjalankan usaha bank.Tidak ada pengertian formal dari tindak pidana di bidang perbankan. Ada yang mendefinisikan secara popular, bahwa tindak pidana perbankan adalah tindak pidana yang menjadikan bank sebagai sarana (crimesthrough the bank) dan sasaran tindak pidana itu (crimes against the bank).

Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.24

23

Istilah “Tindak Pidana Di Bidang Perbankan dipergunakan oleh HAK Moch Anwar, SH dan Mardjono Reksodiputro, Lihat, HAK Moch Anwar, Tindak Pidana di Bidang Perbankan, (Bandung: Alumni,1986). Lihat juga Marjono Reksodiputro, Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan, Kumpulan Karangan Buku Kesatu, (Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, 1994), hal. 74.

24

Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011, Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 8 tahun 2010 disebutkan bahwa Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, dengan hasil tindak pidana berupa harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana asal sebagai mana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1) yaitu:


(32)

Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia

Menurut Sutan Remy Sjahdeini25

25

Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme (PT. Pustaka Utama Grafitri, Jakarta 2004) hal. 1

yang dimaksud dengan tindak pidana pencucian uang atau money laundering adalah rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak pidana, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana,dengan cara antara lain dan terutama memasukkan uang tersebut kedalam sistem keuangan (financial system), sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari system keuangan itu sebagai uang yang halal.

Adapun Pasal-Pasal yang mengatur tentang Tindak Pidana Pencucian Uang adalah sebagai berikut :

Pasal 3 :“Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah)”.


(33)

Pasal 4 :“Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah)”.

Pasal 5

Ayat (1) :“Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)”.

Ayat (2) :“Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”.

Pasal 6

Ayat (1) :“Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi dan/atau Personil Pengendali Korporasi”.

Ayat (2) :“Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana Pencucian Uang :

a. dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi ; b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi ;

c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah, dan

d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.

Pasal 7

Ayat (1) :“Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah)”.

Ayat (2) :“Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa :

a. pengumuman putusan hakim;

b. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi; c. pencabutan izin usaha;

d. pembubaran dan/atau pelarangan Korporasi; e. perampasan aset Korporasi untuk negara, dan/atau f. pengambilalihan Korporasi oleh negara.

Pasal 8 :“Dalam hal harta terpidana tidak cukup untuk membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, pidana denda tersebut diganti dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan”.


(34)

Ayat (1) :“Dalam hal Korporasi tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), pidana denda tersebut diganti dengan perampasan Harta Kekayaan milik Korporasi atau Personil Pengendali Korporasi yang nilainya sama dengan putusan pidana denda yang dijatuhkan”. Ayat (2) : “Dalam hal penjualan Harta Kekayaan milik Korporasi yang dirampas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, pidana kurungan pengganti denda dijatuhkan terhadap Personil Pengendali Korporasi dengan memperhitungkan denda yang telah dibayar”.

Pasal 10 :“Setiap orang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan RI yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Pencucian Uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal4, dan Pasal 5”.

Materi muatan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, antara lain:26

1. redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang;

2. penyempurnaan kriminalisasitindak pidana pencucian uang;

3. pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi administratif; 4. pengukuhan penerapan prinsip mengenali Pengguna Jasa;

5. perluasan Pihak Pelapor;

6. penetapan mengenai jenis pelaporan oleh penyedia barang dan/atau jasa lainnya;

7. penataan mengenai Pengawasan Kepatuhan;

8. pemberian kewenangan kepada Pihak Pelapor untuk menunda transaksi; 9. perluasan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap

pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar daerah pabean;

10.pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang;

11.perluasan instansi yang berhak menerima hasil analisis atau pemeriksaan PPATK;

12.penataan kembali kelembagaan PPATK;

13.penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan untuk menghentikan sementara Transaksi;

14.penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana pencucian uang; dan

15.pengaturan mengenai penyitaan Harta Kekayaan yang berasal dari tindak pidana.

F. Metode Penelitian


(35)

Dalam melengkapi penulisan skripsi ini, untuk lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka penulis menggunakan metode penulisan antara lain:

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian hukum normatif atau disebut juga dengan jenis kepustakaan (Library Research) penelitian hukum normatif adalah penelitian dengan hanya mengolah dan menggunakan data-data sekunder yang berkaitan dengan mengenai peranan perbankan dalam melakukan tindak pidana pencucian uang (Money Laundering).

2. Sumber Data

Sebagaimana penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, didasarkan pada penelitian kepustakaan (Library Research), yang dilakukan dengan menghimpun data sekunder, yaitu:

a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum27

1. Undang-Undang Dasar 1945

dan sumber bahan hukum primer tersebut yang terkait dengan pokok masalah yang akan diteliti antara lain:

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

5. Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan.

27

Jhoni Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian hukum Normatif, (Surabaya Jawa Timur. 2005)


(36)

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar, karya ilmiah, jurnal hukum, koran-koran atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier, yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah seperti kamus umum, kamus hukum, jurnal ilmiah, surat kabar, dan internet juga menjadi bahan tambahan bagi penulisan penelitian ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan.

3. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelusuran dan analisis secara perspektif dengan menggunakan metode deduktif untuk melihat pola kecendrungan mengenai peranan perbankan dalam melakukan tindak pidana pencucian uang.

G.Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasan harus diuraikan secara sistematis. maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang dibagi dalam beberapa bab yang dimana dalam hal ini saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar didalamnya terurai mengenai latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan, keaslian


(37)

penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, yang kemudian diakhiri dengan sistematika penulisan.

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM HUKUM INDONESIA

Merupakan bab yang membahas tentang, pengertian dan unsur-unsur tindak pidana, serta pengaturan tindak pidana di bidang perbankan yang meliputi pengaturan tindak pidana di bidang perbankan dan jenis tindak pidana dibidang perbankan.

BAB III PERANAN PERBANKAN DALAM MENCEGAH TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Merupakan bab yang membahas tentang pengertian pencucian uang (money laundering), tahap-tahap pencucian uang, pencegahan tindak pidana perbankan dan pencegahan tindak pidana pencucian, hambatan dalam pencegahan tindak pidana perbankan dan tindak pidana pencucian uang.

BAB IV PENUTUP

Merupakan bab yang berisikan rangkuman mengenai kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya dan saran yang berguna bagi penyelesaian permasalahan tinjauan yuridis mengenai peranan perbankan dalam melakukan tindak pidana pencucian uang (Money Laundering).


(38)

BAB II

PENGATURAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM HUKUM INDONESIA

A. PENGERTIAN DAN UNSUR -UNSUR TINDAK PIDANA

Pembentukan undang-undang kita telah menggunakan perkataan

“Strafbaarfeit” untuk menyebutkan apa yang kita sebut sebagai “Tindak Pidana”di dalam KUHP tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan perkataan “Strafbaarfeit”tersebut.

Pengertian tindak pidana belum ada kesatuan pendapat diantara para sarjana, dalam garis besarnya perbedaan pendapat tersebut terbagi dalam dua aliran atau dua pandangan monistis dan pandangan dualistis. Menurut Moeljatno, pandangan monistis adalah bahwa para sarjana melihat keseluruhan (tumpukan) syarat untuk adanya pidana kesemuanya itu merupakan sifat dari perbuatan, sedangkan pandangan dualistis adalah membedakan dengan tegas dapat dipidananya perbuatan dan dipidana orangnya, dan sejalan ini dipisahkan, maka pengertian perbuatan pidana tidak meliputi pertanggungjawaban pidana.28

Menurut Simon, Strafbaarfeit adalah kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Van Hamel

Berdasarkan pengertian dan pemisahan pandangan tersebut berikut ini akan disebutkan pendapat para sarjana berdasarkan pandangan mereka masing-masing sehingga jelas letak perbedaannya.

1. Aliran Monistis

28

Sudarto, Hukum Pidana, Jilid. I A-B, (Purwokerto : Fakultas Hukum Unsoed. Tahun. 1991, Hal. 25


(39)

mengatakan bahwa Strafbaarfeit adalah kelakuan yang dirumuskan dalam Undang-Undang, yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.

Tindak pidana menurut E. Mezger adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana. Menurut Karni, Delik itu mengandung perbuatan yang mengandung perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan patut dipertanggungjawabkan. Dan menurut definisi pendek Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana berarti perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.

Jadi jelas sekali dari definisi-definisi tersebut diatas tidak adanya “pemisahan antara Criminal Act dan Criminal Responsibility”.29

2. Aliran Dualistis

Pompe berpendapat bahwa menurut hukum positif, Strafbaarfeit adalah tidak lain dari pada feit, yang diancam pidana dalam ketentuan undang-undang, selanjutnya menurut beliau bahwa menurut teori Strafbaarfeit itu adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana.

Menurut Moeljatno, perbuatan pidana sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut.“Pandangan golongan dualistis ini mengadakan pemisahan antara dilarangnya suatu perbuatan dengan sanksi ancaman pidana dan dapat dipertanggungjawabkannya si pembuat”.30

1. Aliran Monistis

Penggolongan pandangan para sarjana tersebut diatas juga merupakan penggolongan terhadap unsur-unsur tindak pidana yang terbagi menjadi dua yaitu:

29

Ibid, hal 26 30


(40)

Menurut pendapat D. Simons, unsur-unsur Strafbaarfeit adalah: a. Perbuatan manusia

b. Diancam dengan pidana c. Melawan hukum

d. Dilakukan dengan kesalahan

e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab

Selanjutnya Simon menyebutkan adalah unsur objektif dan unsur subjektif. Yang disebut sebagai unsur objektif dari Strafbaarfeit adalah :

a. Perbuatan orang

b. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu

c. Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan-perbuatan itu “ seperti dalam Pasal 281 KUHP sifat “Openbaar” atau “dimuka umum”.

Unsur subjektif dari Strafbaarfeit adalah : a. Orangnya mampu bertanggung jawab

b. Adalah kesalahan (dolus atau culpa) perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan.”

Menurut Van Hamel, “unsur-unsur Strafbaarfeit adalah : a. Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang b. Bersifat melawan hukum

c. Dilakukan dengan kesalahan d. Patut dipidana.”31

Menurut E. Mezger, “unsur-unsur tindak pidana” adalah :

31


(41)

a. Perbuatan dalam arti yang luar dari manusia b. Sifat melawan hukum

c. Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang d. Diancam dengan pidana.”32

2. Aliran Dualistis

Menurut H.B. Vos, Strafbaarfeit hanya dirumuskan : 1. Kelakuan manusia

2. Diancam pidana dalam undang-undang

Kemudian menurut Moeljatno, perbuatan pidana memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

1. Perbuatan manusia

2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil) 3. Bersifat melawan hukum (syarat materil)

Syarat formil tersebut harus ada, hal ini disebabkan karena :

Adanya asas legalitas yang tersimpul dalam pasal 1 KUHP, syarat materil itu harus ada pula, karena perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau tak patut dilakukan, oleh karena bertentangan dengan atau menghambat tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu.

Selanjutnya Moeljatno berpendapat :

“Bahwa kesalahan dan kemampuan bertanggungjawab dari si pembuat tidak orang yang berbuat.”33

32 Ibid 33


(42)

Jadi untuk memungkinkan adanya pemidanaan secara wajar, apabila diikuti pendirian Moeljatno, maka tidak cukup apabila seseorang itu telah. Melakukan perbuatan pidana belaka atau disamping itu pada orang tersebut harus ada kesalahan dan bertanggung jawab. Jika seseorang melakukan tindak pidana kejahatan dan harus masuk ke dalam persidangan. Hukum Acara Pidana akan memberi keterangan seperti: rangkaian peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan, perkara-perkara kepidanaan dan bagaimana cara menjatuhkan hukuman oleh hakim, jika ada orang yang disangka melanggar aturan hukum pidana yang telah ditetapkan sebelum perbuatan melanggar hukum itu terjadi, dengan lain perkataan: Hukum Acara Pidana ialah hukum yang mengatur tata cara bagaimana alat-alat negara (Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan) harus bertindak jika terjadi pelanggaran.

Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah sampai dapat dibuktikan menurut aturan-aturan hukum yang berlaku, dan si tersangka dalam sidang itu diberikan segala jaminan hukum yang telah ditentukan dan yang telah diperlukan untuk pembelaan. Lapangan kepidanaan meliputi hal pengusutan, penuntutan, penyelidikan, penahanan, pemasyarakatan dan lain-lain. Perkara pidana ialah perkara tentang pelanggaran atau kejahatan terhadap suatu kepentingan, umum, perbuatan mana di ancam dengan hukuman yang bersifat suatu penderitaan.

B. PENGATURAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN A. Pengaturan Tindak Pidana Dalam Bidang Perbankan

Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenal adanya istilah “tindak pidana perbankan” dan “tindak pidana di bidang perbankan”, tetapi


(43)

di dalam kepustakaan hukum pidana dikenal adanya kedua istilah tersebut, meskipun belum terdapat adanya pengertian yang seragam terhadap masing-masing istilah“tindak pidana perbankan” dan “tindak pidana dibidang perbankan”.

Menurut Marulak Pardede34

Marwan Effendi

pengertian istilah tindak pidana di bidang perbankan adalah tindak pidana yang terjadi di kalangan dunia perbankan, baik diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang diubah menjadi Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998, sedangkan

yang dimaksud dengan istilah tindak pidana perbankan adalah tindak pidana yang di atur dalam undang-undang yang sifatnya intern.

Pengertian istilah tindak pidana perbankan dan tindak pidana di bidang perbankan yang telah diberikan oleh Marulak Pardede tersebut, maka dapat diketahui bahwa dalam pengertian istilah tindak pidana di bidang perbankan lebih luas dibanding istilah tindak pidana di bidang perbankan sudah termasuk tindak pidana yang diatur dalam Undang tentang perbankan dan Undang-undang tentang Bank Indonesia.

35

34

Marulak Pardede, Hukum Pidana Bank, (Pustaka Sinar Harapan, Jakarta) Tahun 1995, cetakan Pertama.Hal. 13

35

Marwan Effendi, Tipologi Kejahatan Perbankan dari Perspektif Hukum Pidana (CV Sumber Ilmu Jaya, Jakarta Tahun 2005 cetakan Pertama) hal 13,14

memberikan pengertian istilah tindak pidana perbankan adalah tindak pidana sebagaimana dirumuskan di dalam Undang-Undang tentang perbankan dan Undang-Undang tentang Bank Indonesia, sedang tindak pidana di bidang perbankan adalah tindak pidana yang bersangkutan patut dengan tindak pidana lain yang terkait dengan perbankan, seperti KUHP, Undang-Undang tentang Pembrantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang tentang Tindak


(44)

Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang tentang Lalu Lintas Devisa dan sistem nilai tukar dan lain sebagainya.

Pengertian istilah tindak pidana perbankan dan tindak pidana dibidang perbankan adalah seperti tersebut diatas dapat diketahui bahwa menurut Marwan Effendi dalam pengertian istilah tindak pidana dibidang perbankan tidak dapat dikatakan lebih luas atau lebih sempit jika dibandingkan dengan pengertian tindak pidana perbankan, karena masing masing istilah tersebut memuat pengertian yang berbeda, yaitu dalam pengertian istilah tindak pidana perbankan memuat pengertian perumusan tindak pidana sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang tentang perbankan dan Undang-Undang-Undang-Undang tentang Bank Indonesia, sedang dalam pengertian istilah tindak pidana di bidang perbankan memuat pengertian tindak pidana yang bersangkut paut dengan tindak pidana lain yang terkait dengan perbankan atau tindak pidana selain tindak pidana yang dirumuskan di dalam Undang-Undang tentang Perbankan dan Undang-Undang tentang Bank Indonesia.

Berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh merulak Pardede dan Marwan Effendi, menurut M. Sholehuddin36, istilah tindak pidana perbankan

tidak hanya mencakup setiap perbuatan yang melanggar ketentuan Undang-Undang perbankan nomor 6 Tahun 2009, Peraturan Hukum Pidana Khusus, seperti Undang tentang Pembrantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang tentang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-Undang-Undang-Undang tentang Lalu lintas Devisa dan Undang-Undang tentang Pemberantasan Subversi.37

36

M. Sholehuddin, Tindak Pidana Perbankan ( PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun1997) hal, 11

37

UU Nomor 11 PNPS tentang Pembrantasan Kegiatan Subversi pada saat sekarang sudah dinyatakan tidak berlaku dengan UU No. 26 tahun 1999.


(45)

Setelah dikemukakan adanya istilah tindak pidana perbankan dan tindak pidana di bidang perbankan beserta pengertiannya dalam kepustakaan hukum pidana, maka timbul pertanyaan apakah yang dimaksud dengan tindak pidana” dibidang perbankan” dalam pasal 2 ayat (1) huruf g.

Menurut penulis yang dimaksud dengan pengertian tindak pidana dibidang perbankan, tersebut adalah pengertian “tindak pidana dibidang perbankan’ yang diberikan oleh Marulak Pardede atau pengertian “tindak pidana di bidang perbankan” yang diberikan oleh M. Sholehuddin atau “ tindak pidana di bidang perbankan yang diberikan oleh seminar Tindak Pidana Bidang Perbankan, karena dalam ketiga pengertian yang dimaksud sudah termasuk tindak pidana seperti yang terdapat dalam UU No. 7 Tahun 1992 yang diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 dan UU No. 23 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 3Tahun 2004.

Tindak pidana di bidang perbankan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Tindak pidana di bidang perbankan adalah tindak pidana yang menjadikan bank sebagai sarana (crime against the bank).38

38

Hermansyah, Hukum Perbankan Indonesia Kencana, Jakarta,2006, hal 149

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, tindak pidana di bidang perbankan terdiri dari tiga belas (13) macam, namun dalam penulisan ini hanya membahas 4 (empat) macam tindak pidana dalam perbankan yaitu Tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan, Tindak Pidana yang berkaitan dengan


(46)

rahasia bank, Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan bank dan Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank.

B. Jenis Tindak Pidana di Bidang Perbankan

1. Tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan

Tindak pidana di bidang perbankan yang tergolong dalam kelompok ini adalah tindak pidana yang berhubungan dengan perizinan pendirian bank sebagai lembaga keuangan. Setiap orang yang ingin mendirikan bank, tentunya harus memenuhi syarat-syarat atau ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang. Pihak yang mendirikan bank, tetapi bank tersebut didirikan tidak berdasarkan atas syarat atau ketentuan yang ditetapkan oleh Undang-Undang, pihak pendiri bank tersebut dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana di bidang perbankan kelompok ini dan Bank yang telah didirikan tersebut dinamakan bank gelap.39

Ayat (2): “Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di lakukan

oleh badan hukum yang berbentuk perseorangan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa tindak pidana yang termasuk ke dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan, terdapat dalam Pasal 46, yang berbunyi: Ayat (1): “Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu tanpa izin usaha dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah).”

39

Dikutif dari http:// click-gtg.blogspot.com/2009/03/tindak-pidana-bank.html, diakses pada tanggal 18oktober 2014


(47)

perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.”

2. Tindak Pidana yang berkaitan dengan rahasia bank

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa tindak pidana yang termasuk ke dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, terdapat dalam Pasal 47 ayat (1), Pasal 47 ayat (2), dan Pasal 47A yang berbunyi:

Ayat (1):“Barangsiapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah).”

Ayat (2):“Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,- (delapan miliar rupiah).” Pasal 47A:“Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah).”

Terhadap tindak pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, ada beberapa pengecualian sehingga pihak yang melakukan tindak pidana rahasia bank yang dikecualikan tersebut, tidak dipidana. Pengecualian tersebut adalah:40

1. Pembukaan Rahasia Bank Karena Kepentingan Perpajakan.

40 Ibid.


(48)

Pada awalnya berdasarkan ketentuan Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, untuk kepentingan perpajakan, Menteri keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat menyurat mengenai keadaan keuangan nasabah tertentu kepada pejabat pajak.

Ketentuan tersebut telah mengalami perubahan seiring dengan diubahnya ketentuan dalam Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang nomor 7 Tahun 1992 tersebut. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, ketentuan dalam Pasal 41 ayat 1 menjadi:

“Untuk kepentingan perpajakan, pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.”

Dalam hal pembukaan rahasia bank tersebut, maka pembukaannya harus ada permintaan tertulis dari Menteri Keuangan. Sedangkan mengenai keperluan untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan lainnya, tidak diperlukan permintaan.Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 35 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994, yang menjelaskan bahwa untuk kepentingan menjalankan peraturan perundang-undangan pajak, pihak pajak dapat langsung meminta keterangan atau bukti dari bank mengenai keadaan nasabahnya sepanjang mengenai perpajakan.

2. Pembukaan Rahasia Bank Karena Kepentingan Penyelesaian Piutang Negara.


(1)

suatu negara, bahkan di tingkat regional. Bisnis keuangan ilegal dapat merusak kompetisi yang sehat dan menghambat penerimaan pajak untuk kepentingan umum. Uang yang digunakan dalam pencucian uang juga dimungkinkan untuk membiayai hal-hal lainnya, seperti membeli persenjataan, Narkotika, melakukan penculikan, terorisme dan sebagainya. Namun, Indonesia masih tidak mampu sepenuhnya mencegah dan mengatasi kejahatan tersebut karena berbagai aspek, yaitu ;

1. Lemahnya Penegakan Hukum

2. Kurangnya pengetahuan tentang tindak pidana pencucian uang oleh Masyarakat


(2)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

H.Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapatlah diberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Tindak pidana di bidang perbankan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Tindak pidana di bidang perbankan adalah tindak pidana yang menjadikan bank sebagai sarana (crime against the bank). Menurut Undang Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, tindak pidana di bidang perbankan terdiri dari tiga belas (13) macam, namun dalam penulisan ini hanya membahas 4 (empat) macam tindak pidana dalam perbankan yaitu Tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan terdapat dalam Pasal 46 ayat (1) dan (2), Tindak Pidana yang berkaitan dengan rahasia bank terdapat dalam Pasal 47 ayat (1), Pasal 47 ayat (2), dan Pasal 47A, Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan bank, terdapat dalam Pasal 48 ayat (1) dan Pasal 48 ayat (2),danTindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank terdapat pada Pasal 49 ayat (1)

2. Bank adalah satu tempat yang rawan praktik pencucian uang. Alasannya, tahapan-tahapan kejahatan ini umumnya dilakukan melalui transaksi perbankan. Di Indonesia sendiri sebelumnya tidak ada ketentuan baku


(3)

tentang data-data nasabah sehingga uang yang dimasukkan ke dalam bank sangat mungkin merupakan hasil dari tindak pidana pencucian uang. Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam industri perbankan melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya pencucian uang yang masuk melalui perbankan. Bank Indonesia menerbitkan ketentuan terkait dengan kegiatan ini pada tahun 2001, yaitu penerapan prinsip mengenal nasabah

(know your costumer principles). Menurut Peraturan Bank Indonesiayang

dimaksud dengan Prinsip KYC adalah prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan.

Disamping itu, penerapan prinsip ini dimaksudkan untuk mencegah dipergunakannya bank sebagai sarana pencucian uang oleh nasabah bank. Dalam menerapkan Prinsip KYC dimaksud bank diwajibkan :

a. Menetapkan kebijakan mengenai penerimaan nasabah, prosedur identifikasi nasabah, dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah, serta prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan KYC.

b. Melaporkan transaksi yang mencurigakan (suspicious transaction) kepada BI selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah diyakini oleh bank. c. Menerapkan prinsip KYC yang berlaku di suatu negara bagi kantor

cabang bank yang berada di luar negeri, sepanjang standar KYC nya sama atau lebih ketat dari yang diatur dalam PBI, dan jika ketentuan setempat lebih longgar wajib diterapkan PBI KYC. Dalam hal


(4)

penerapan PBI KYC mengakibatkan pelanggaran ketentuan negara setempat, wajib dilaporkan kepada kantor pusatnya dan BI.

d. Bank wajib menerapkan prinsip KYC dan melakukan pengkinian data

base nasabah yang telah ada (existing customer).

e. Bank wajib melaksanakan program pelatihan kepada karyawan bank mengenai prinsip KYC.

f. Penerapan sistem informasi yang dapat mengidentifikasi, menganalisa,memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah bank.

I. Saran

1. Dalam penegakan hukum diperlukan para penegak hukum untuk mengusai undang-undang di bidang perbankan, jangan sampai salah menerapkan dasar hukum untuk menjerat pelaku tindak pidana di bidang perbankan, karena jika dilihat dari peraturan perundang-undangan perbankan sanksinya cukup berat. Dalam hal ini para penegak hukum masih sering menggunakan Undang-Undang diluar Undang-Undang Perbankan untuk menjerat pelaku tindak pidana di bidang perbankan.

2. Diperlukan adanya kerja sama yang baik antara pihak Bank (Perbankan) dan instansi terkait yaitu PPATK, KPK (Komisi Pembrantasan Korupsi), Bapepam LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan), dan Universitas dalam mencegah dan membrantas Tindak Pidana Pencucian Uang di Negeri ini secara khusus dan internasional secara umum.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A.Buku

Black Henry Campbell, M.A, Black,s Law Dictionary, St. Paul, Minn, West Publishing Co. Sixth Edition.

Buchanan Bonnie, “Money laundering-a global obstacle”, Research in

International Business and Finance,Vol. 19, Issue 22 oktober 2014.

Darwin Philips, Money Laundering, Cara Memahami dengan Tepat dan Benar

Soal Pencucian Uang , Jakarta: Sinar Ilmu , 2012.

Dato’ Syed Ahmad Idid bin Syed Abdullah Idid, Judicial Decisions Affecting

Bankers and Financiers, Singapore: LexisNexis, 2003.

Effendi Marwan, Tipologi Kejahatan Perbankan dari Perspektif Hukum Pidana CV Sumber Ilmu Jaya, Jakarta Tahun 2005 cetakan Pertama.

Hermansyah, Hukum Perbankan Indonesia Kencana, Jakarta,2006.

Jahja Juni Syafrien, Melawan Money Laundering, Mengenal, Mencegah dan

Membrantas Tindak Pidana Pencucian Uang, Jakarta Selatan Transmedia,

2012.

Jonathan R. Macey and Geoffrey P. Miller, “Bank Failures, Risk Monitoring, and

the Market for Bank Control”,Columbia Law Review, October 1988.

Kartanegara Satochid , Hukum Pidana, Bagian satu. Balai Lektur mahasiswa. Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, ctk. Kedelapan, Rineka Cipta, Jakarta, 2008.

Nasution Bismar, Rejim Anti Money Laundering Di Indonesia, Books Terrace dan Librari Pusat Informasi Hukum Indonesia, Tahun 2008.

Pardede Marulak, Hukum Pidana Bank, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Tahun 1995, cetakan Pertama.

R. Wiyono” Pembahasan Undang-Undang Pencegahan dan Pembrantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang, Sinar Grafika, Jakarta, 2014.

Santoso Lukman, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2011.

Sholehuddin M. Tindak Pidana Perbankan PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun1997.


(6)

Siahaan N.T.H., Money Laundering; Pencucian Uang dengan Kejahatan

Perbankan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002.

Siregar Mustafa, Efektivitas Perundang-Undangan Perbankan dan Lembaga

Keuangan Lainnya dengan Penelitian di Wilayah Kodya Medan :

Universitas Sumatera Utara, 1991.

Sjahdeini Sutan Remy , Seluk Beluk Tindak Pencucian Uang dan Pembiayaan

Terorisme PT. Pustaka Utama Grafitri, Jakarta 2004.

Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Jakarta:

Pustaka Utama Grafiti, 2004.

Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembayaran Terorisme, PT.

Pustaka Utama Grafitri, Jakarta, Mei Tahun 2004.

Sudarto, Hukum Pidana, Jilid. I A-B, Purwokerto : Fakultas Hukum Unsoed. Tahun. 1991.

Sutedi Adrian . Tindak Pidana Pencucian Uang, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008.

Utrecht, Hukum Pidana I. Pusaka Tirta Mas. Surabaya. Tahun 1987.

Widiyono Try, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di

Indonesia Simpanan, Jasa & Kredit),Bogor: Ghalia Indonesia, 2006.

B.Undang-Undang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, “Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang”

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

C.Artikel dalam format elektronik

http://id.wikipedia.org/wiki/Pencucian_uang diakses pada hari sabtu, jam. 5:32, tanggal 11 oktober 2014.