5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Vanilin
Senyawa 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida atau vanilin adalah senyawa organik aldehida fenolik dengan rumus C
8
H
8
O
3.
Gugus fungsional senyawa ini meliputi aldehida, eter dan fenol. Vanilin adalah komponen utama dari ekstrak
biji vanili Ravendra, 2015. Senyawa dengan warna kristal putih ini telah banyak digunakan sebagai bahan awal untuk sintesis senyawa lain dan juga
sebagai pengharum pada produk makanan, minuman dan kosmetik Bahl, 1979. Menurut Sarifudin dalam Budimarwati 2007, vanilin dilihat dari
struktur kimianya Gambar 1, vanilin merupakan senyawa fenol tersubstitusi gugus metoksi pada posisi orto dan gugus aldehida pada posisi para, sehingga
vanilin dapat dikelompokkan sebagai senyawa antioksidan.
Gambar 1. Struktur senyawa vanillin
6
2. Aseton
Aseton yang juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan-2-
on, dimetilformaldehida, dan β-ketopropana merupakan keton yang paling sederhana. Secara fisik, aseton berbetuk cairan yang tidak berwarna dan
mudah terbakar. Aseton merupakan salah satu senyawa yang penting karena dapat digunakan untuk membuat plastik, serat, dan obat-obatan.
Aseton merupakan keton paling sederhana Gambar 2, aseton memiliki gugus karbonil yang mempunyai ikatan rangkap dua karbon oksigen terdiri dari
ikatan σ dan satu ikatan π, Aseton mempunyai atom hidrogen α bersifat asam, oleh karena itu dapat terionisasi menghasilkan ion enolat Wade, 2006. Sekitar
30 aseton digunakan secara langsung, sebab aseton tidak saja bercampur sempurna dengan air tetapi juga merupakan pelarut yang baik untuk banyak zat
organik resin, cat, zat warna, dan cat kuku. Sisanya digunakan untuk pembuatan bahan kimia komersial lain, termasuk bisfenol-A untuk resin epoksi
Hart, 2003: 273.
CH
3
O
H
3
C
Gambar 2. Struktur senyawa aseton 3.
Kondensai Aldol
Reaksi kondensasi adalah reaksi penggabungan dua molekul atau lebih menjadi satu molekul yang lebih besar dengan atau tanpa hilangnya suatu
7 molekul lebih kecil seperti molekul air Fessenden, 1982: 179. Kondensasi
aldol adalah adisi nukleofilik dari ion enolat terhadap gugus karbonil dengan produk reaksi
β-hidroksiketon atau β-hidroksialdehida, dimana senyawa enolat dan gugus karbonil yang diserang adalah dua senyawa yang sama Fessenden,
1999:179. Reaksi kondensasi aldol dapat berjalan melalui dua mekanisme yaitu mekanisme enol yang menggunakan katalis asam kuat dan mekanisme enolat
yang menggunakan katalis basa kuat Wade, 1999. Mekanisme pembentukan ion enolat yang menggunakan basa kuat ditunjukan pada Gambar 3 kemudian
terjadi serangan nukleofil oleh ion enolat pada gugus karbonil lain yang terstabilkan oleh resonansi ditunjukkan pada Gambar 4. Produk reaksi ini adalah
garam alkoksida, aldol akan terbentuk dan mengalami dehidrasi Gambar 5 menghasilkan senyawa karbonil tak jenuh.
H
C O
CH
2
H
+
OH
C CH
2
O C
O CH
2
H H
Ion enolat
Gambar 3. Pembentukan ion enolat
H
C O
CH
2
+ H
C CH
3
O
H
C O
C H
2
CH CH
3
O
H
C O
C H
2
CH CH
3
OH
H
O
H +
OH
Gambar 4. Serangan enolat pada gugus karbonil
8
H C
O
C H
2
CH OH
CH
3
H C
O
C H
H C
CH
3
H
2
O
Gambar 5. Dehidrasi aldol 4.
Hidrasi
Dalam larutan asam kuat seperti H
2
SO
4
dalam air, air mengadisi suatu ikatan rangkap dan menghasilkan alkohol Gambar 6. Reaksi ini disebut hidrasi
alkena.
CH
3
CH CH
2
+ H
2
O CH
3
CH OH
CH
3
H propena
2-propanol
Gambar 6. Reaksi hidrasi alkena
Reaksi tersebut berlangsung dalam dua tahap, tepat sama seperti adisi hidrogen halida. Tahap pertama ialah protonasi alkena dan menghasilkan
karbokation Gambar 7. Tahap kedua ialah adisi nukleofil ke karbokation itu Gambar 8. Karena mula-mula terbentuk karbokation kedua reaksi itu tunduk
pada aturan markonikov. Penataan ulang dapat terjadi jika karbokation itu dapat menjalani geseran 1,2 dari H atau R untuk menghasilkan karbokation yang
lebih stabil. Fessenden, 1982: 394
C CH
R
2
R +
H R
2
C CH
2
R
Gambar 7. Protonasi alkena
9
R
2
C CH
2
R + H
2
O R
2
C CH
2
R
OH H
R
2
C CH
2
R
OH
+ H
Gambar 8. Adisi nukleofil ke karbokation 5.
Kromatografi Lapis Tipis KLT
Pada kromatografi lapis tipis KLT, fase cair berupa lapisan tipis tebal 0,1-2mm yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan kepada permukaan
penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari polimer atau logam. Lapisan melekat kepada permukaan dengan bantuan
pengikat, biasanya kalsium sulfat atau amilum pati. Pada KLT lapisan itu
biasanya berfungsi sebagai pemukaan padat yang menjerap Gritter, 1991: 6.
Kromatografi Lapis Tipis KLT digunakan untuk memisahkan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fasa diam
dengan adanya pelarut fasa gerak Khopkar, 2008: 164. Kromatografi lapis tipis memiliki dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam pada KLT
berupa lapisan tipis tebal 0,1-2 mm yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca,
tetapi dapat pula terbuat dari polimer atau logam. Lapisan melekat pada permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat atau amilum
pati. Fungsi lapisan tersebut adalah permukaan padat yang menyerap cair- padat dan juga dipakai sebagai penyangga zat cair. Fase diam yang digunakan
dalam KLT adalah serbuk silika gel, alumina, tanah diatome, aluminium oksida,
10 selulosa, dan lain-lain yang mempunyai butiran sangat kecil yaitu 0,063
– 0,125 nm dilapiskan pada kaca, lembaran aluminium atau plastik dengan ketebalan
tertentu 200-1500 nm Hardjono Sastrohamidjojo, 1991: 30. Fasa gerak yang biasa digunakan adalah pelarut atau campuran pelarut
yang dinamakan eluen. Pemilihan fasa gerak sebaiknya menggunakan campuran pelarut organik yang mempunyai polaritas serendah mungkin untuk mengurangi
serapan dari komponen campuran pelarut Hardjono Sastrohamidjojo, 1985: 31. Eluen yang digunakan merupakan suatu campuran sesederhana mungkin yang
terdiri atas maksimum tiga komponen. Eluen dapat dikelompokkan ke dalam deret eluotropi berdasarkan efek elusinya. Efek elusi naik dengan kenaikan
kepolaran pelarut. Tetapan dielektrik memberi informasi mengenai kepolaran suatu senyawa. Laju rambat tergantung pada viskositas eluen dan struktur
lapisan, misalnya butiran adsorben Stahl, 1985: 6. Jarak pengembangan senyawa ada kromatogram dinyatakan dengan Retordation factor Rf.
Rf = Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatograi lapis
tipis yang juga mempengaruhi harga Rf adalah a. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan.
b. Sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya. c. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.
d. Pelarut fasa gerak dan tingkat kemurniannya.
11 e. Derajat kejenuhan dari uap dalam mana bejana pengembang yang
digunakan. f. Teknik percobaan.
6. Spektroskopi Inframerah IR