saja dan diiringi juga dengan pemahaman tentang agama masyarakat yang kurang baik.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian dalam penelitian Markarma, A 2014  yang  berjudul  “Pola Interaksi Berbasis Agama Pada masyarakat Rawan
Konflik  di  Kabupaten  Sigi”,  adalah  mengenai  kajian  komunikasi  antar  budaya yang  akan  diteliti.  Pada  penelitian  sebelumnya  peneliti  hanya  mengkaji  pola
interaksi  antar  umat  beragama  di  Kabupaten  Sigi  yang  berbasiskan  pada kurangnya  pemahaman  masyarakat  setempat  akan  nilai-nilai  keagamaan  dan
kebersamaan.  Dalam  penelitian  ini,  peneliti  akan  berfokus  pada  dampak  media terhadap pemahaman atau interpretasi nilai budaya pada masyarakat yang berbeda
agama, khususnya yaitu masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas. Dalam  penelitian  Wahyudi,  H  2010  mengenai  “Dampak Siaran Televisi
Dalam  Kehidupan  Masyarakat  dan  Pembangunan.”  Penelitian  ini  mengacu kepada  prioritas  pembangunan  nasional,  dalam  hal  ini  program  pengembangan
informasi, komunikasi dan media massa, yang diatur dalam UU No 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional.
Berikut  merupakan  hasil  penelitian  dan  beberapa  poin  penting  mengenai dampak  siaran  terhadap  pembangunan  nasional:  1  Kapitalisme  dan  bobot
tayangan  televisi.  Hampir  tidak  ada  satu  pun  perusahaan  televisi  nasional  yang tidak  terlahir  dari  jaringan  kapitalis.  2  Dampak  siaran  televisi  swasta.  Dampak
positif kebanyakan akan diperoleh oleh pemasang iklan sponsor di televisi dari pada penontonya. Namun, dampak negatifnya adalah terutama bagi generasi muda
di mana perlahan tapi pasti mereka mulai digerogoti nilai-nilai barat yang mampu
melunturkan  nilai-nilai  luhur  budaya  bangsa  yang  berdasarkan  Pancasila  dan UUD  1945.  3  Krisis  identitas  dan  pemuda.  Gema  Pancasila  telah  dirasakan
meredup  dalam  satu  dasawarsa  terakhir.  Kemampuan  generasi  muda  untuk memilih  informasi  di  televisi  dianggap  masih  rendah.  Meskipun  suatu  tayangan
dirasa  cocok  untuk  penonton  seumuran  mereka,  namun  tayangan  tersebut dianggap  tidak  cocok  dengan  budaya,  norma,  dan  nilai-nilai  yang  dianut  oleh
bangsa Indonesia berdasarkan UUD 1945. 4 Pemantapan pemahaman nilai-nilai Pancasila.  Televisi  sudah  seharusnya  menampilkan  acara-acara,  yang
mengakomodasikan  nilai-nilai  Pancasila,  karena  bagaimanapun  nilai-nilai  itu lebih  mengakar  dari  pada  nilai-nilai  baru  yang  berasal  dari  luar  weternisasi,
walaupun  dalam  keadaan  tertentu  ada  pula  nilai-nilai  yang  dapat  diserap  dan  di teladani oleh generasi muda di Indonesia.
Pada  penelitian  Wahyudi,  H  2010  mengenai  “Dampak  Siaran  Televisi Dalam  Kehidupan  Masyarakat  dan  Pembangunan,”  hasil  penelitiannya  hanya
sebatas mengkaji mengenai bagaimana media berdampak bagi moral masyarakat di Indonesia. Sedangkan pada penelitian ini, peneliti akan lebih terfokus mengenai
interaksi  sosial  yang  ada  di  masyarakat.  Penelitian  ini  akan  mengkaji  mengenai pemahamaninterpretasi  nilai  budaya  dalam  serial  drama  “Jodha  Akbar”  yang
ditayangkan  oleh  televisi  terhadap  masyarakat  Hindu  dan  Muslim  di  Desa Keramas.
2.2 Kerangka Konseptual
Dalam  penelitian  ini,  peneliti  akan  menggunakan  tiga  teori  sebagai  pisau analisa  permasalahan  yang  diangkat.  Teori  pertama  adalah  teori  mengenai
Komunikasi Antar budaya yaitu Teori Dimensi Budaya. Pada teori kedua peneliti akan  menggunakan  salah  satu  teori  dampak  media  yang  merupakan  koherensi
teori  dari  Uses  and  Gratification  Theory  yaitu  Uses  and  Effects  Theory.  Teori terakhir  yang  digunakan  yaitu  menggunakan  salah  satu  pendekatan  Teori
Semiotika  yaitu  Triangle  Meaning  Theory  untuk  menganalisa  interpretasi  nilai dalam tayangan serial drama “Jodha Akbar.”
2.2.1 Dimensions of Culture Theory
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Geert Hofstede pada tahun 1991. Pada  penelitiannya,  Hofstede  dalam  Carlos,  2007:45  membagi  dimensi  budaya
menjadi 5 bagian yaitu; 1.  Jarak Kekuasaan Power Distance
Jarak kekuasaan menjelaskan mengenai bagaimana kekuatan dalam masyarakat menentukan jarak antar satu individu dengan individu lainnya.
Berdasarkan sifatnya, jarak kekuasaan dapat dibagi menjadi dua yaitu 1 jarak  kekuasaan  bersifat  rendah  low  power  distance,  di  mana  pada
negara  yang  memiliki  jarak  kekuasaan  yang  rendah  masyarakatnya  tidak miliki jarak yang lebih tinggi antar satu individu dengan individu lainnya.
Contohnya adalah di Negara Belanda di mana anak dapat membantah dan memberikan  argumentasi  terhadap  orang  tuanya  karena  jarak  kekuasaan
antara  anak  dan  orang  tua  bersifat  rendah.  2  Jarak  kekuasaan  bersifat
tinggi high power distance di mana hubungan antar satu individu dengan individu  lainnya  dipengaruhi  oleh  adanya  status  kekuasaan  yang  lebih
tinggi  superior,  misalnya  orang  tua,  guru,  dan  orang  yang  lebih  tua dianggap memiliki kekuasaan yang lebih tinggi.
2.  Individualisme dan Kolektivisme Dalam  masyarakat  yang  menganut  paham  budaya  individualistic,
masyarakat  lebih  bersifat  mandiri,  memiliki  tanggung  jawab  untuk  diri mereka  sendiri  dan  maisyarakat  cenderung  senang  bertindak  sebagai
individu dari pada sebagai kelompok. Masyarakat yang menganut budaya kolektif biasanya hidup sebagai kelompok keluarga dan masyarakat serta
memiliki tanggung
jawab terhadap
keluarga atau
kelompok masyarakatnya.
3.  Maskulinitas dan Femininitas Maskulinitas  dan  femininitas  merupakan  kata-kata  yang  berasal
dari  hubungan  sosial  dan  budaya  masyarakat  yang  ter-asosiasi  menjadi kaum laki-laki dan perempuan. Pada masyarakat penganut paham budaya
maskulinitas di mana ketegasan, prestasi dan kesuksesan merupakan nilai yang  penting.  Mengacu  pada  pendapat  Hofstede,  pada  masyarakat
maskulin  di  mana  emosional  gender  memegang  peranan  utama.  Kaum laki-laki  diwajibkan  untuk  bersifat  tegas,  berpendidikan,  dan  memiliki
tujuan  kesuksesan  materi,  di  mana  kaum  perempuan  sebagai  penganut paham  femininisme  hanya  bersifat  sederhana,  lembut,  dan  berorientasi
pada kualitas kehidupan.
4.  Penghindaran Ketidakpastian Uncertainty Avoidance Penghindaran  Ketidakpastian  merupakan  penjelasan  mengenai
bagaimana  masyarakat  dalam  suatu  kelompok  berusaha  untuk  merasa nyaman dalam situasi yang tidak terstruktur atau keadaan yang tidak pasti.
Penghindaran  ketidakpastian  tersebut  berada  pada  kondisi  masyarakat yang  merasakan  tekanan  stress  dengan  peraturan  formal  maupun
informal  dalam  suatu  wilayah  atau  kelompok  masyarakat  tertentu.  Pada budaya  penghindaran  ketidakpastian  yang  bersifat  tinggi,  masyarakat
harus hidup dengan peraturan-peraturan yang dianggap ketat dan mengikat kehidupan  sosial  masyarakat.  Pada  budaya  penghindaran  ketidakpastian
yang  bersifat  rendah  sering  disebut  ketidakpastian  penerimaan  budaya masyarakat  cenderung  hidup  dengan  peraturan-peraturan  yang  bersifat
feksibel. 5.  Orientasi Jangka Panjang Long-Term Orientation
Masyarakat  dengan  paham  orientasi  jangka  panjang  memiliki pemahaman  akan  nilai  penghematan  dan  ketekunan.  Dalam  budaya  ini
masyarakat  diharapkan  agar  menghargai  bagaimana  cara  mengatasi hambatan-hambatan dalam skala besar secara tepat waktu, kuat, dan tekun
dan  memiliki  orientasi  terhadap  masa  depan.  Dalam  paham  budaya orientasi  jangka  pendek  masyarakat  masih  terpaku  akan  nilai-nilai  yang
bersifat  tradisional,  obligasi  sosial,  dan  masih  menjunjung  tinggi  harkat dan martabat kelompok masyarakat tertentu.