Interpretasi Nilai dalam Serial Drama "Jodha Akbar" pada Masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas, Blahbatuh, Gianyar, Bali.

(1)

INTERPRETASI NILAI DALAM SERIAL DRAMA “JODHA AKBAR” PADA MASYARAKAT MUSLIM DAN HINDU

DI DESA KERAMAS, BLAHBATUH, GIANYAR, BALI.

SKRIPSI

Disusun oleh: Kadek Tomi Kencana Putra NIM 1221405037

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS UDAYANA

2016


(2)

i"

INTERPRETASI NILAI DALAM SERIAL DRAMA “JODHA AKBAR” PADA MASYARAKAT MUSLIM DAN HINDU

DI DESA KERAMAS, BLAHBATUH, GIANYAR, BALI

SKRIPSI

Disusun oleh: Kadek Tomi Kencana Putra NIM 1221405037

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Program Studi Ilmu Komunikasi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS UDAYANA

2016

"


(3)

(4)

(5)

ii"

KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu.” Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah memberikan rahmat dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang dengan judul “Interpretasi Nilai dalam Serial Drama “Jodha Akbar” pada Masyarakat Muslim dan Hindu Di Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali.”

Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi satu syarat kelulusan dalam jenjang perkuliahan Strata I di Universitas Udayana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Komunikasi. Dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan, bantuan, nasihat dan saran serta kerjasama dari berbagai pihak, khususnya pembimbing (utama dan pendamping) sehingga segala hambatan tersebut akhirnya dapat diatasi dengan baik.

Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari kekurangan, baik aspek kualitas maupun aspek kuantitas dari materi penelitian yang disajikan. Semua ini didasarkan dari keterbatasan yang dimiliki penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna sehingga penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan bidang studi Ilmu Komunikasi, khususnya kajian dalam komunikasi antar budaya di masa mendatang. Selanjutnya dalam penulisan skripsi ini penulis banyak diberi bantuan oleh berbagai pihak.

Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus hati mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan ketenangan hati dalam berpikir sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. 2. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD

KEMD.

3. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana, Dr. Drs. I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa, M.Si.


(6)

ii"

4. Pembimbing utama, Dr. Ni Made Ras Amanda Gelgel, S.Sos., M.Si yang sudah membimbing dan mengarahkan penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Pembimbing pendamping, Dr. I Gusti Agung Alit Suryawati, S.Sos., M.Si yang sudah membimbing penulis khususnya mengenai cara menulis skripsi yang baik dan benar.

6. Penguji pertama, Ni Luh Ramaswati Purnawan, S.S., M.Comn yang sudah memberikan masukan mengenai Teori Dimensi Budaya Hofstede dalam penelitian ini.

7. Penguji kedua, Ni Nyoman Dewi Pascarani, S.S., M.Si yang sudah memberikan masukan mengenai penyederhanaan rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini.

8. Penguji ketiga, Ade Devia Pradipta, S.E., M.A yang sangat banyak memberikan masukan mengenai kerangka berfikir dan tata cara penulisan yang baik dan benar dalam penelitian ini.

9. Kepala Desa Keramas, Bahbatuh, Gianyar Bali yang sudah banyak meluangkan waktunya untuk memenuhi data primer dan sekunder yang dibutuhkan oleh peneliti dalam penelitian ini.

10.Wayan Jenar, Kelian Banjar Lebah, Desa Keramas yang sudah bersedia memberikan informasi mengenai karakteristik Banjar Lebah dan Kampung Sindhu.

11.Muhammad Amir, Ketua Adat Kampung Sindhu Keramas yang sudah membantu memberikan informasi mengenai karakteristik dan nilai budaya yang ada di masyarakat Kampung Sindhu.

12.Achri, Tokoh Masyarakat Kampung Sindhu yang sudah memberikan banyak informasi mengenai budaya yang ada di masyarakat Kampung Sindhu dan membantu mengumpulkan masyarakat Muslim Kampung Sindhu untuk melakukan Focus Group Discussion (FGD).

13.Muhammad Kholil Mawardi, Uztad Kampung Sindhu yang sudah membantu peneliti dalam memperoleh informasi mengenai nilai-nilai


(7)

ii"

budaya yang berkaitan dengan ajaran agama Islam yang ada di masyarakat Muslim Kampung Sindhu.

14.Anak Agung Wiyat S. Ardhi, budayawan Puri Keramas yang sudah membantu memberikan informasi mengenai sejarah keberaaan Kampung Islam Sindhu dan nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat Hindu di Desa Keramas.

15.Masyarakat Kampung Sindhu, Desa Keramas yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk berkumpul di Masjid untuk melakukan pengumpulan data melalui Focus Group Discussion (FGD).

16.Masyarakat Banjar Lebah, Desa Keramas yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk berkumpul di Bale Banjar Lebah untuk melakukan pengumpulan data melalui Focus Group Discussion (FGD).

17.Orang Tua, Ayah dan Ibu Penulis yang selalu memberikan dukungan baik secara moral dan material dalam penelitian ini.

18.Tim Focus Group Discussion (FGD) yaitu teman-teman peneliti dari Yayasan Slukat Learning Center yang telah banyak membantu peneliti dalam melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) baik di Masjid Kampung Sindhu maupun di Bale Banjar Lebah, Desa Keramas.

Terakhir semoga segala bantuan yang telah diberikan dari semua pihak dalam penelitian ini, dapat menjadi amal yang baik khususnya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap perbedaan nilai budaya dalam sekala kecilnya di Desa Keramas dan dalam ruang lingkup yang lebih besar yaitu di seluruh Indonesia.

“Om Shanti, Shanti, Shanti Om”

28 Maret 2016


(8)

iii" DAFTAR ISI

COVER HALAMAN JUDUL ………. i

KATA PENGANTAR..……….. ii

DAFTAR ISI ……….. iii

ABSTRAK ………. iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang.……….……….. 1

1.2Rumusan Masalah ……….………. 5

1.3Batasan Masalah ………. 5

1.4Tujuan Penelitian ……… 5

1.5Manfaat Penelitian ……….. 5

1.5.1 Manfaat Teoritis ……… 5

1.5.2 Manfaat Praktis ……… 6

1.6Sitematika Penulisan ………... 6

Bab II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka ………. 8

2.2 Kerangka Konsep ………. 12

2.2.1 Dimension of Culture Theory…………..……… 12

2.2.2 Uses and Effects Theory ………. 15

2.2.3 Interpretasi Nilai ………. 16

2.2.4 Komunikasi Antar Budaya ………. 18

2.2.7 Kerangka Pemikiran ………..…………. 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ………...……… 26

3.2 Sumber Data ……… 28

3.2.1 Sumber Data Primer ………..………….. 28

3.2.2 Sumber Data Sekunder ……… 28

3.3 Unit Analisis ………...……… 29

3.4 Teknik Pengumpulan Data ………..………...……… 29


(9)

iii"

3.4.2 Focus Group Discussion (FGD) ………... 30

3.4.3 Observasi ………. 31

3.5 Teknik Penentuan Informan ……….……….. 31

3.5.1 Teknik Penentuan Informan dalam Wawancara Mendalam ………… 31

3.5.2 Teknik Penentuan Informan Focus Group Discussion (FGD)……….. 33

3.6 Teknik Analisis Data……… 34

3.7 Teknik Penyajian Data ………. 36

3.8 Keterbatasan Penelitian ……… 37

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Obyek Penelitian………... 38

4.1.1 Sejarah Desa Keramas……….. 38

4.1.2 Karakteristik Desa Keramas……… 43

4.1.2.1 Banjar Lebah……… 46

4.1.2.2 Kampung Sindhu ……… 47

4.1.3 Struktur Serial Drama “Jodha Akbar” ………... 48

4.1.4.1 Alur Cerita………... 48

4.1.4.2 Latar Cerita ……… 51

4.1.4.3 Penokohan ………. 52

4.2 Hasil Temuan dan Analisa ……… 54

4.2.1 Interpretasi Nilai Budaya Masyarakat Hindu Dalam Serial “Drama Jodha” Oleh Masyarakat Muslim Kampung Sindhu……….... 54

4.2.1 1. Interpretasi Nilai Keyakinan dalam Budaya Sembahyang Masyarakat Hindu………... 54

4.2.1.2. Interpretasi Budaya Sesajen Masyarakat Hindu……….. 56

4.2.1.3. Interpretasi Nilai Kepercayaan dalam Budaya Nerawang (Nunas Bawos) Masyarakat Hindu………... 57

4.2.1.4. Interpretasi Nilai Kesucian dalam Budaya Melukat Masyarakat Hindu………... 59


(10)

iii"

4.2.1.5. Interpretasi Nilai Hormat-Menghormati Masyarakat Hindu (Om Swastyastu)………... 61 4.2.2 Interpretasi Nilai Budaya Agama Islam Dalam Serial “Drama Jodha” oleh Masyarakat Hindu Banjar Lebah, Desa Keramas………. 62 4.2.2.1. Interpretasi Nilai Menutup Aurat dalam Budaya Jilbab Muslimah………... 62 4.2.2.2. Interpretasi Nilai Budaya “Bukan Muhrim” Masyarakat Muslim………64 4.2.2.3 Interpretasi Nilai Sepiritual dalam Budaya Shollat Masyarakat Muslim………... 65 4.2.2.4 Interpretasi Nilai Kesetiaan dalam Budaya Poligami Masyarakat Muslim……….. 67 4.2.2.5. Interpretasi Nilai Menghormati dalam Budaya Salam Masyarakat Muslim………. 70 4.2.2.6 Interpretasi Nilai Kesucian dalam Budaya Bersorban Putih dan Berjenggot Pemuka Agama Islam……… 71 4.3 Analisa Masalah ………... 72 4.3.1 Analisa Interpretasi Nilai Budaya Berdasarkan Teori Dimensi Budaya Geert Hofstede………... 73 BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan……….. 92 5.2 Saran ………. 94


(11)

(12)

iv# ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Interpretasi Nilai dalam Serial Drama “Jodha Akbar” pada Masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali.” Tujuan penelitian adalah mengetahui bagaimana interpretasi nilai budaya pada masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas setelah menonton tayangan serial drama tersebut. Penelitian ini mengunakan metode deskriptif-eksploratif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data secara mendalam. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, focus group discussion (FGD), dan observasi. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive sampling dan snowball. Pemahaman nilai budaya masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas pasca menonton tayangan serial drama “Jodha Akbar” sudah semakin meningkat, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa masih adanya batasan-batasan penerimaan nilai-nilai budaya dari masing-masing kelompok masyarakat tersebut. Dari hasil analisa menggunakan Teori Dimensi Budaya Hofstede, masyarakat Muslim dan Hindu di Banjar Lebah memiliki dimensi nilai budaya yang serupa yakni; nilai budaya kolektivitas, maskulinitas, penghindaran ketidakpastian yang bersifat rendah dan jangka orientasi panjang. Selain itu, dengan adanya faktor sosio-historis, geografis, komunikator, dan aturan adat (awig-awig) maka pemahaman antara masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas mengenai perbedaan nilai budaya semakin meningkat. Informan dalam wawancara mendalam berjumlah 6 orang serta 12 masyarakat Muslim dan 14 masyarakat Hindu dalam FGD, di mana semua informan merupakan masyarakat Banjar Lebah Desa Keramas yang aktif menyaksikan serial drama “Jodha Akbar” di televisi.

Kata kunci: Desa Keramas, Interpretasi, Masyarakat Muslim dan Hindu, Nilai Budaya.


(13)

iv ABSTRACT

“The Interpretation of Values in the Serial Drama Jodha Akbar of Muslim and

Hindus in Keramas, Blahbatuh, Gianyar, Bali” is the title of this thesis. The aim of this research is to determine the interpretation of cultural values of Muslims and Hindus in Keramas village after they watched the serial drama. This research applies the qualitative-explorative method, i.e. a type of research that describes the phenomena in depth through collecting data. Data are collected through an in-depth interview, a focus group discussion (FGD) and observation. The technique to gather the informants in this research is purposive sampling and the snowball method. The understanding of cultural values by Muslims and Hindus in Keramas village is increasing, although undeniably there are several boundaries in accepting the cultural values from both groups of society. Through Hofstede’s Theory of Culture Dimension analysis, it is known that Muslims and Hindus in Lebah Local Community (banjar) have similar cultural values, such as collectivism, masculinity, low uncertainty avoidance and long-term orientation. Furthermore, the socio-historical, geographic, communicator, and traditional rules (awig-awig) have made the interpretation of cultural values between Muslims and Hindus in Keramas village has increased. There are 6 informants on depth interview, 12 Muslims and 14 Hindus on the FGD, where all of the informants are from Lebah Local Community (banjar) in Keramas village. They are active audiences who had watched the serial drama “Jodha Akbar” in television.

Key words: Cultural Values, Interpretation, Keramas Village, Muslims and Hindus.


(14)

  1 

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kebutuhan akan informasi dan komunikasi merupakan hal penting bagi masyarakat di semua belahan dunia. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan yang bersifat meluas, penting, dan kompleks dalam semua aspek kehidupan manusia. Komunikasi yang melibatkan banyak orang dapat disebut sebagai komunikasi massa. Komunikasi massa adalah sebuah proses di mana terdapat organsisasi media yang memproduksi dan mentransmisikan pesan kepada publik atau masyarakat luas dan bagaimana pesan tersebut diperoleh, digunakan, dipahami serta diterapkan oleh audiens (Littlejohn, 2002:303).

Di Indonesia, perkembangan komunikasi massa semakin hari semakin berkembang pesat. Data yang dilansir oleh AGB Neilsen Media Research Indonesia pada tahun 2014, di mana konsumsi media menunjukkan bahwa televisi masih menjadi medium utama yang dikonsumsi masyarakat Indonesia (95%). Disusul oleh Internet (33%), radio (20%), surat kabar (12%), tabloid (6%) dan majalah (5%).

Sesuai dengan fungsi media massa, televisi tidak saja digunakan sebagai sarana konsumsi informasi, melainkan juga untuk kepentingan hiburan (entertainment). Hiburan yang ditampilkan oleh televisi antara lain film, acara musik, hingga hiburan rakyat yang masih menayangkan nilai-nilai kearifan lokal maupun kebudayaan.


(15)

  2 

Salah satu acara yang menayangkan latar belakang kebudayaan adalah serial drama “Jodha Akbar” di ANTV. Serial drama “Jodha Akbar” menceritakan mengenai pernikahan antara Raja dari Kerajaan Mughal yang menganut Agama Islam yaitu Raja Muhamad Jalaludin dengan Ratu Jodha dari Kerajaan Rajput yang beragama Hindu dari Tajmahal India. Tayangan serial drama ini menjadi salah satu program acara yang memperoleh rating tinggi di Indonesia.

Dari data siaran pers ANTV (2014), serial drama “Jodha Akbar” yang menayangkan 630 episode mendapatkan rating 2.3 dan share hingga memperoleh angka 10,6% per tanggal 11 Agustus 2014. Berdasarkan data Neilsen periode 15 Juli-5 Agustus tahun 2014, serial drama “Jodha Akbar” mampu bertahan di posisi ketiga top program di Indonesia dengan target pemirsa pria/wanita usia 25-44 tahun.

Di Bali, sebanyak 18,7% masyarakat memilih saluran ANTV sebagai saluran terfavorit yang paling sering disaksikan (Ras Amanda, dkk, 2014). Masyarakat Bali cenderung tertarik pula dengan tayangan serial drama India, seperti tayangan “Jodha Akbar”. Tayangan kisah percintaan Raja Jalal dan Ratu Jodha ini banyak menuai pro dan kontra pula di kalangan masyarakat. Masyarakat Bali gemar menyaksikan serial drama ini karena masyarakat Bali dilatarbelakangi oleh kemiripan budaya dan persamaan agama. Di mana mayoritas masyarakat Bali beragama Hindu dan terdapat pula masyarakat yang memeluk agama Islam.

Rating serial drama “Jodha Akbar” memang cukup tinggi, namun serial drama ini juga sering menayangkan beberapa adegan kekerasan. Adegan kekerasan tersebut dilatarbelakangi oleh pertentangan antara nilai-nilai budaya


(16)

  3 

hingga perbedaan nilai-nilai agama khususnya masyarakat Hindu dan Islam. Salah satu contoh kontra dari tayangan tersebut adalah surat peringatan No. K/KPI/03/15, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang sudah memanggil pihak ANTV terkait dengan pengaduan masyarakat mengenai tayangan serial drama “Jodha Akbar” yang menayangkan kekerasan perang antar masyarakat Agra yang beragama Islam dengan masyarakat Rajput yang beragama Hindu.

Tayangan tersebut dianggap tidak memperhatikan ketentuan tentang perlindungan anak-anak dan remaja, pelanggaran adegan kekerasan dan penggolongan program siaran sebagaimana telah diatur oleh UU KPI No. 32 tahun 2002 dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI tahun 2012.

Perbedaan nilai-nilai budaya seperti yang ditayangkan oleh serial drama “Jodha Akbar” karena adanya kelompok masyarakat yang berbeda agama yang tinggal dalam satu wilayah yang sama juga terdapat di Indonesia, tepatnya di Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Penelitian ini, akan meneliti masyarakat di Desa Keramas sebagai objek penelitian. Masyarakat Desa Keramas memiliki keunikan di mana mayoritas penduduknya beragama Hindu, tetapi terdapat kelompok masyarakat yang memeluk Agama Islam. Kelompok masyarakat Muslim tersebut tinggal di Banjar Lebah, salah satu banjar dari enam banjar yang ada di desa setempat. Masyarakat Desa Keramas sering menyebut daerah tersebut dengan sebutan, Kampung Sindhu.

Dari observasi awal yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa beberapa masyarakat Hindu dan Muslim di desa setempat telah melakukan


(17)

  4 

pertukaran (akulturasi) budaya. Hal tersebut dapat dilihat dari fenomena pernikahan antar masyarakat Muslim dan Hindu di Banjar Lebah, Desa Keramas. Pernikahan antar agama tersebut tercermin pula pada tayangan serial drama “Jodha Akbar” yang menceritakan mengenai pernikahan Raja Jalaludin yang beragama Islam dengan Ratu Jodha yang beragama Hindu. Baik masyarakat Hindu di Desa Keramas maupun masyarakat Muslim di Kampung Sindhu, diketahui menjadi penonton aktif serial drama “Jodha Akbar” tersebut.

Dari hasil wawancara awal dengan salah satu opinion leader Kampung Sindu, Heri (2015) menyatakan bahwa akhir-akhir ini, intensifitas komunikasi kedua warga tersebut bersifat fluktuatif bahkan cenderung semakin menurun. Hal tersebut dibuktikan dengan pernyataan bahwa interaksi masyarakat ketika ada upacara adat sudah semakin menurun. Selain itu, baik masyarakat Hindu dan Muslim banyak yang tidak saling mengenal, khususnya masyarakat pendatang di Kampung Sindhu dan pemuda di Desa Keramas. Pola komunikasi masyarakat juga bersifat biasa saja, artinya hanya berkomunikasi seperlunya saja dan jarang saling menyapa jika bertemu di jalan.

Penelitian ini ingin meneliti bagaimana interprestasi nilai dalam serial drama “Jodha Akbar” pada masyarakat Hindu dan Islam di Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali.


(18)

  5 

1.2 Rumusan Masalah

Media merupakan perantara penyampaian informasi dan penanaman nilai-nilai di masyarakat. Penggunaan media massa yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah televisi. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui :

Bagaimana interprestasi nilai budaya dalam serial drama “Jodha Akbar” yang terbentuk dari persepsi masyarakat Hindu dan Muslim di Desa Keramas?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini membatasi permasalahan yang hanya terfokus terhadap bagaimana interprestasi nilai dalam tayangan serial drama “Jodha Akbar” yang menayangkan perbedaan nilai budaya antara masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas, Blahbatuh, Gianyar Bali.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana interpretasi nilai dalam tayangan serial drama “Jodha Akbar” antara masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat maupun pihak-pihak yang berkepentingan.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini menggunakan teori media massa dan komunikasi antar budaya dalam mengkaji objek yang diteliti. Selain itu, penelitian ini dapat menambah kajian dan konsep teoritis dalam bidang kajian ilmu komunikasi


(19)

  6 

khususnya komunikasi antar budaya, karena penelitian ini juga meneliti tentang perbedaan budaya yang dipengaruhi oleh pemahaman nilai-nilai budaya dari kelompok masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas. Sehingga diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dan memberikan referensi bagi penelitian lain yang terkait berikutnya.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini meneliti masyarakat Desa Keramas sebagai objek penelitian. Sehingga dalam skala yang lebih kecil diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan atau referensi tambahan oleh pengurus desa setempat untuk mengedukasi masyarakat di Desa Keramas dalam memahami perbedaan nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat Muslim maupun Hindu. Dalam skala yang lebih besar, diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pemerintah daerah maupun pusat dalam meningkatkan pemahaman masyarakat akan perbedaan nilai-nilai budaya yang ada di Indonesia.

1.6Sistematika Penulisan

Penelitian ini menggunakan format penulisan skripsi yang sudah

ditetapkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana tahun 2015. Urutan-urutan bab dalam proposal penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendahuluan yang terdiri dari 6 sub bab, yaitu latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian yang terbagi menjadi dua yaitu manfaat praktis dan akademis serta bagian sistematika penulisan proposal dalam penelitian ini.


(20)

  7 

2. Tinjauan pustaka yang terdiri dari 2 sub bab, yaitu kajian pustaka dan kerangka konsep.

3. Metodologi penelitian dalam penelitian ini terdiri dari 8 sub bab, yaitu jenis penelitian (kualitatif), sumber data, unit analisis, teknik penentuan informan (wawancara dan focus group discussion), teknik pengumpulan data, teknik penyajian data hingga keterbatasan penelitian jika memang ada.

4. Pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 2 sub bab, yaitu gambaran umum subyek penelitian (masyarakat Hindu di Desa Keramas dan warga Muslim Kampung Sindu) serta hasil temuan dan analisa permasalahan.

5. Penutup yang merupakan bab terakhir dari penelitian ini yang terdiri dari 2 sub bab, yaitu kesimpulan dan saran.

6. Daftar pustaka sebagai data referensi serta lampiran-lampiran data yang terkait dalam penelitian ini.


(21)

  8 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

Untuk memahami lebih dalam topik penelitian yang peneliti angkat, peneliti mengkaji tiga penelitian sebelumnya, yang berjudul “Respons Remaja Kota Denpasar Dalam Menonton Tayangan Sinetron Arti Sahabat”, “Dampak Siaran Televisi Dalam Kehidupan Masyarakat dan Pembangunan”, dan “Pola Interaksi Berbasis Agama Pada Masyarakat Rawan Konflik di Kabupaten Sigi.”

Salah satu kajian media yaitu tayangan sinetron dilakukan oleh Suryawati (2013) menjelaskan bahwa salah satu sinetron yang ditayangkan oleh stasiun televisi Indosiar memperoleh respons dari kalangan remaja kota Denpasar. Sinetron tersebut memberikan dampak hiburan, gaya hidup remaja, kehidupan remaja di sekolah, konflik, persaingan dan persahabatan antar remaja. Dalam penelitian ini, remaja kota Denpasar telah dihegemoni dalam bentuk respons peniruan (imitatif) akan tayangan sinetron tersebut. Terdapat faktor respons internal seperti (a) persepsi remaja terhadap sinetron “Arti Sahabat” dianggap sebagai tontonan yang menarik dan memberikan refrensi gaya hidup remaja; (b) sikap permisif remaja yang cenderung menerima tawaran gaya hidup di sinetron tersebut; (c) kelabilan jiwa-sosial remaja yang sedang mencari identitas diri dan kepribadiannya. Sedangkan faktor respons eksternal dari tayangan sinetron tersebut adalah (a) pengaruh kuat dari teman sebaya (peer group); (b) pengaruh budaya pasar sebagai bentuk industri budaya yang bersifat fenomena sosial


(22)

  9 

dengan adanya komodifikasi dan standarisasi budaya, termasuk paham materialism, hedonism, dan pragmatism; (c) ketahanan/filter budaya masyarakat relatif lemah, dan (d) implementasi regulasi penyiaran yang belum optimal.

Perbedaan penelitian Suryawati (2013) dengan penelitian ini adalah dalam kajian dampak media yang ditimbulkan oleh tayangan televisi. Dalam penelitian Suryawati (2013) yang berfokus pada bagaimana respons dan makna tayangan sinetron di televisi terhadap audiens (remaja Kota Denpasar) dan apa saja faktor yang mempengaruhi respons audiens dalam menonton tayangan sinetron tersebut. Penelitian ini lebih terfokus terhadap pemahaman nilai-nilai budaya yang ditayangkan oleh televisi terhadap masyarakat yang beragama Hindu dan Islam di Desa Keramas.

Dalam penelitian berikutnya Markarma, A (2014) yang berjudul “Pola Interaksi Berbasis Agama Pada masyarakat Rawan Konflik di Kabupaten Sigi”, dijelaskan bahwa terdapat tiga isu penting yang menyebabkan pola interaksi agama rawan konflik terjadi di Kabupaten Sigi. Pertama, pemahaman agama masyarakat masih sangat kurang. Kedua, kesadaran masyarakat beragama masyarakat masih rendah. Ketiga, sikap beragama masyarakat menyimpang.

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pola interaksi antar agama di Kabupaten Sigi tidak berjalan secara efektif. Hal tersebut dilatar belakangi oleh nilai-nilai kebersamaan yang diajarkan oleh agama masih sangat minim. Selain itu, indikasi tersebut menyebabkan kesadaran dan sikap beragama masyarakat setempat menjadi “menyimpang” dari ajaran agama itu sendiri. Akibatnya, jalinan interaksi masyarakat setempat hanya bersifat hubungan biasa


(23)

  10 

saja dan diiringi juga dengan pemahaman tentang agama masyarakat yang kurang baik.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian dalam penelitian Markarma, A (2014) yang berjudul “Pola Interaksi Berbasis Agama Pada masyarakat Rawan Konflik di Kabupaten Sigi”, adalah mengenai kajian komunikasi antar budaya yang akan diteliti. Pada penelitian sebelumnya peneliti hanya mengkaji pola interaksi antar umat beragama di Kabupaten Sigi yang berbasiskan pada kurangnya pemahaman masyarakat setempat akan nilai-nilai keagamaan dan kebersamaan. Dalam penelitian ini, peneliti akan berfokus pada dampak media terhadap pemahaman atau interpretasi nilai budaya pada masyarakat yang berbeda agama, khususnya yaitu masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas.

Dalam penelitian Wahyudi, H (2010) mengenai “Dampak Siaran Televisi Dalam Kehidupan Masyarakat dan Pembangunan.” Penelitian ini mengacu kepada prioritas pembangunan nasional, dalam hal ini program pengembangan informasi, komunikasi dan media massa, yang diatur dalam UU No 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional.

Berikut merupakan hasil penelitian dan beberapa poin penting mengenai dampak siaran terhadap pembangunan nasional: (1) Kapitalisme dan bobot tayangan televisi. Hampir tidak ada satu pun perusahaan televisi nasional yang tidak terlahir dari jaringan kapitalis. (2) Dampak siaran televisi swasta. Dampak positif kebanyakan akan diperoleh oleh pemasang iklan (sponsor) di televisi dari pada penontonya. Namun, dampak negatifnya adalah terutama bagi generasi muda di mana perlahan tapi pasti mereka mulai digerogoti nilai-nilai barat yang mampu


(24)

  11 

melunturkan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. (3) Krisis identitas dan pemuda. Gema Pancasila telah dirasakan meredup dalam satu dasawarsa terakhir. Kemampuan generasi muda untuk memilih informasi di televisi dianggap masih rendah. Meskipun suatu tayangan dirasa cocok untuk penonton seumuran mereka, namun tayangan tersebut dianggap tidak cocok dengan budaya, norma, dan nilai-nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia berdasarkan UUD 1945. (4) Pemantapan pemahaman nilai-nilai Pancasila. Televisi sudah seharusnya menampilkan acara-acara, yang mengakomodasikan nilai-nilai Pancasila, karena bagaimanapun nilai-nilai itu lebih mengakar dari pada nilai-nilai baru yang berasal dari luar (weternisasi), walaupun dalam keadaan tertentu ada pula nilai-nilai yang dapat diserap dan di teladani oleh generasi muda di Indonesia.

Pada penelitian Wahyudi, H (2010) mengenai “Dampak Siaran Televisi Dalam Kehidupan Masyarakat dan Pembangunan,” hasil penelitiannya hanya sebatas mengkaji mengenai bagaimana media berdampak bagi moral masyarakat di Indonesia. Sedangkan pada penelitian ini, peneliti akan lebih terfokus mengenai interaksi sosial yang ada di masyarakat. Penelitian ini akan mengkaji mengenai pemahaman/interpretasi nilai budaya dalam serial drama “Jodha Akbar” yang ditayangkan oleh televisi terhadap masyarakat Hindu dan Muslim di Desa Keramas.


(25)

  12 

2.2 Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan tiga teori sebagai pisau analisa permasalahan yang diangkat. Teori pertama adalah teori mengenai Komunikasi Antar budaya yaitu Teori Dimensi Budaya. Pada teori kedua peneliti akan menggunakan salah satu teori dampak media yang merupakan koherensi teori dari Uses and Gratification Theory yaitu Uses and Effects Theory. Teori terakhir yang digunakan yaitu menggunakan salah satu pendekatan Teori Semiotika yaitu Triangle Meaning Theory untuk menganalisa interpretasi nilai dalam tayangan serial drama “Jodha Akbar.”

2.2.1 Dimensions of Culture Theory

Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Geert Hofstede pada tahun 1991. Pada penelitiannya, Hofstede (dalam Carlos, 2007:45) membagi dimensi budaya menjadi 5 bagian yaitu;

1. Jarak Kekuasaan (Power Distance)

Jarak kekuasaan menjelaskan mengenai bagaimana kekuatan dalam masyarakat menentukan jarak antar satu individu dengan individu lainnya. Berdasarkan sifatnya, jarak kekuasaan dapat dibagi menjadi dua yaitu (1) jarak kekuasaan bersifat rendah (low power distance), di mana pada negara yang memiliki jarak kekuasaan yang rendah masyarakatnya tidak miliki jarak yang lebih tinggi antar satu individu dengan individu lainnya. Contohnya adalah di Negara Belanda di mana anak dapat membantah dan memberikan argumentasi terhadap orang tuanya karena jarak kekuasaan antara anak dan orang tua bersifat rendah. (2) Jarak kekuasaan bersifat


(26)

  13 

tinggi (high power distance) di mana hubungan antar satu individu dengan individu lainnya dipengaruhi oleh adanya status kekuasaan yang lebih tinggi (superior), misalnya orang tua, guru, dan orang yang lebih tua dianggap memiliki kekuasaan yang lebih tinggi.

2. Individualisme dan Kolektivisme

Dalam masyarakat yang menganut paham budaya individualistic, masyarakat lebih bersifat mandiri, memiliki tanggung jawab untuk diri mereka sendiri dan maisyarakat cenderung senang bertindak sebagai individu dari pada sebagai kelompok. Masyarakat yang menganut budaya kolektif biasanya hidup sebagai kelompok keluarga dan/ masyarakat serta memiliki tanggung jawab terhadap keluarga atau kelompok masyarakatnya.

3. Maskulinitas dan Femininitas

Maskulinitas dan femininitas merupakan kata-kata yang berasal dari hubungan sosial dan budaya masyarakat yang ter-asosiasi menjadi kaum laki-laki dan/ perempuan. Pada masyarakat penganut paham budaya maskulinitas di mana ketegasan, prestasi dan kesuksesan merupakan nilai yang penting. Mengacu pada pendapat Hofstede, pada masyarakat maskulin di mana emosional gender memegang peranan utama. Kaum laki-laki diwajibkan untuk bersifat tegas, berpendidikan, dan memiliki tujuan kesuksesan materi, di mana kaum perempuan sebagai penganut paham femininisme hanya bersifat sederhana, lembut, dan berorientasi pada kualitas kehidupan.


(27)

  14 

4. Penghindaran Ketidakpastian (Uncertainty Avoidance)

Penghindaran Ketidakpastian merupakan penjelasan mengenai bagaimana masyarakat dalam suatu kelompok berusaha untuk merasa nyaman dalam situasi yang tidak terstruktur atau keadaan yang tidak pasti. Penghindaran ketidakpastian tersebut berada pada kondisi masyarakat yang merasakan tekanan (stress) dengan peraturan formal maupun informal dalam suatu wilayah atau kelompok masyarakat tertentu. Pada budaya penghindaran ketidakpastian yang bersifat tinggi, masyarakat harus hidup dengan peraturan-peraturan yang dianggap ketat dan mengikat kehidupan sosial masyarakat. Pada budaya penghindaran ketidakpastian yang bersifat rendah (sering disebut ketidakpastian penerimaan budaya) masyarakat cenderung hidup dengan peraturan-peraturan yang bersifat feksibel.

5. Orientasi Jangka Panjang (Long-Term Orientation)

Masyarakat dengan paham orientasi jangka panjang memiliki pemahaman akan nilai penghematan dan ketekunan. Dalam budaya ini masyarakat diharapkan agar menghargai bagaimana cara mengatasi hambatan-hambatan dalam skala besar secara tepat waktu, kuat, dan tekun dan memiliki orientasi terhadap masa depan. Dalam paham budaya orientasi jangka pendek masyarakat masih terpaku akan nilai-nilai yang bersifat tradisional, obligasi sosial, dan masih menjunjung tinggi harkat dan martabat kelompok masyarakat tertentu.


(28)

  15 

Pada penelitian ini, kelima dimensi budaya di atas yang dipaparkan oleh Hofstede dalam Teori Dimensi Budaya yang akan digunakan untuk menganalisa pemahaman dimensi nilai-nilai budaya antar kelompok masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas.

2.2.2 Uses and Effects Theory

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Sven Windahl pada tahun 1979. Teori ini merupakan koheransi dari teori sebelumnya yaitu, Uses and Gratification theory. Jika pada Uses and Gratification Theory sebelumnya di mana pengguna media ditentukan oleh kebutuhan dasar individu dalam menggunakan media sebagai sarana untuk mengkonsumsi informasi. Sedangkan Uses dan Effects Theory menjelaskan bagaimana kebutuhan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan individu menggunakan media. Asumsi dasar dari teori ini adalah bagaimana pengguna media menghasilkan banyak efek terhadap individu lainnya (Kusaeni, 2011:53).

Hubungan antara penggunaan media dan hasilnya dapat disajikan dalam beberapa bentuk yang berbeda-beda, seperti:

1. Penggunaan media dianggap berperan sebagai perantara (mediasi), dan hasil dari prosesnya disebut sebagai efek.

2. Penggunaan efek dapat mencegah, mengecualikan, atau mengurangi aktivitas sosial lainnya.


(29)

  16 

dan konsekuensinya dapat diterima secara serentak pula.

Dalam penelitian ini, Uses and Effect Theory akan digunakan untuk menganalisa pemahaman masyarakat Muslim dan Hindu mengenai nilai-nilai budaya yang ditayangkan oleh serial drama “Jodha Akbar” dan bagaimana efek yang ditimbulkan dari interpretasi nilai-nilai budaya dalam tayangan serial drama tersebut terhadap masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas.

2.2.3 Interpretasi Nilai

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep interpretasi nilai dalam teori segitiga makna atau Triangle Meaning Theory yang merupakan koherensi dari Teori Semiotika yang pertama kali diperkenalkan oleh Charles Sanders Pierce. Menurut Pierce tanda “is which stands to somebody for something in some respect or capacity.” Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadic, yakni graund (sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi), object dan interpretant (Sobur, 2013:41).

Konsep triangle meaning ini terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign/representament), object, dan interpretant (Budiman, 2004:26 dalam Herbayu, 2013:4).

……….

Gambar 2.1 Teori Segitiga Makna Pierce. Interpretan 


(30)

  17 

Representamen adalah bagian tanda yang dapat dipersepsi (secara fisik atau konseptual) yang merujuk pada suatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Kemudian interpretan bagian dari proses yang menafsirkan hubungan antara representemen dengan obyek. Maka, Pierce menyimpulkan bahwa tanda tidak hanya representatif namun juga dapat berupa interpretatif.

Dalam proses interpretasi, Pierce membedakan tiga jenis tanda yang mungkin ada. (1) Hubungan antara tanda dan acuannya dapat berupa hubungan kemiripan. Di mana tanda bau, rasa, penampilan, dan perasaan dianggap mirip dengan acuan tanda tersebut, sehingga tanda tersebut disebut icon sign. (2) Hubungan antar tanda ini dapat timbul karena adanya kedekatan eksistensi antar acuan tanda, dalam jangka waktu tertentu, dan adanya hubungan sebab akibat dari acuan tanda tersebut; tanda itu disebut sebagai index sign. (3) Sehingga hubungan tersebut dapat pula berupa hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional; di mana hubungan tanda tersebut merupakan sebuah kesepakatan yang dipengaruhi oleh budaya masyarakat setempat, tanda itu adalah symbolic sign (Griffin, 2012:341).

Acuan bagi tanda ini dapat disebut sebagai obyek. Obyek merupakan konteks sosial yang menjadi refrensi dari tanda. Di mana konteks sosial tersebut adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk oleh sebuah tanda. Pierce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan kemudian menggabungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal (Sobur, 2006:97 dalam Herbayu 2013:5).


(31)

  18 

2.2.4 Komunikasi Antar Budaya

Istilah komunikasi antar budaya pertama kalinya diperkenalkan oleh Edward. T. Hall pada tahun 1959 (Pardede, 2011:4). Namun Hall tidak menjelaskan mengenai pengaruh perbedaan budaya terhadap proses komunikasi antarpribadi. Menurut Liliweri (2001 dalam Pardede, 2011:4), komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh komunikator dan komunikan yang berbeda budaya, bahkan dalam satu bangsa sekalipun.

Terdapat beberapa unsur dalam komunikasi antar budaya (Pardede, 2011:9-12), yaitu :

1. Persepsi

Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Secara umum dapat dijelaskan bahwa bagaimana orang berperilaku sedemikian rupa karena sedemikian rupa pula cara pandang mereka mempersepsikan dunia. Dalam komunikasi antar budaya yang paling ideal diharapkan adalah kebersamaan dalam pengalaman persepsi. 2. Proses Verbal

Proses verbal tidak saja mencakup mengenai bagaimana berbicara dengan orang lain, tetapi juga mengenai kegiatan internal berpikir dan pengembangan makna bagi kata-kata yang digunakan. Proses-proses tersebut dapat dibagi menjadi:

a. Bahasa Verbal


(32)

  19 

menyampaikan kepercayaan, nilai dan norma. Bahasa adalah alat untuk berinteraksi dengan orang lain. Bahasa juga mempengaruhi persepsi, serta menyalurkan dan turut membentuk pikiran. Dapat dikatakan bahwa bahasa merupakan suatu lambang yang terorganisasikan, disepakati secara umum dan merupakan hasil belajar yang dapat disajikan sebagai pengalaman-pengalaman dalam suatu komunitas budaya.

b. Pola Pikir

Pola pikir suatu budaya dapat mempengaruhi bagaimana individu-individu dalam budaya berkomunikasi. Harus disadari bahwa pola pikir setiap individu berbeda-beda. Sebagian besar individu mengharapkan untuk menggunakan pola pikir yang sama, namun memahami dan belajar menerima pola pikir yang beragama akan memudahkan individu dalam berkomunikasi.

3. Proses Non Verbal

Proses-proses nonverbal merupakan alat utama untuk bertukar pikiran dan gagasan. Namun proses ini sering diganti melalui gerak isyarat, ekspresi wajah, pandangan mata, dan lain-lain. Lambang-lambang tersebut dan respons yang ditimbulkan merupakan bagian dari pengalaman budaya. Berikut aspek-aspek yang mempengaruhi proses nonverbal dalam mengirim, menerima dan merespon lambang-lambang tersebut.

a. Perilaku Nonverbal


(33)

  20 

budaya. Apa yang dilambangkan merupakan hal yang telah disebarkan budaya terhadap anggota-anggotanya.

b. Konsep Waktu

Waktu adalah komponen budaya yang sangat penting. Konsep waktu dapat mendefinisikan filsafat budaya mengenai masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Selain itu konsep waktu dapat menjelaskan pentingnya atau kurang pentingnya pengaruh waktu tersebut. Terdapat banyak perbedaan mengenai konsep waktu antar budaya satu dengan budaya lainnya, yang mempengaruhi proses komunikasi.

c. Penggunaan Ruang

Cara individu menggunakan ruang sebagai bagian dari komunikasi dapat disebut dengan prosemik. Prosemik tidak hanya meliputi jarak antar individu-individu yang terlibat dalam percakapan, namun orientasi fisik juga diperhatikan. Individu-individu dari budaya yang berbeda mempunyai cara-cara yang berbeda pula dalam menjaga jarak ketika berkomunikasi dengan individu lainnya.

Melakukan komunikasi antarbudaya merupakan proses yang sulit untuk dilakukan. Kesulitan tersebut muncul karena adanya hambatan-hambatan dalam proses berkomunikasi. Berikut merupakan hambatan-hambatan yang ditimbulkan dalam komunikasi antarbudaya:


(34)

  21 

1. Prasangka Sosial

Prasangka sosial merupakan sikap perasaan individu-individu terhadap golongan tertentu. Golongan tersebut dapat sebagai ras atau kebudayaan yang berlainan dengan golongannya. Prasangka sosial timbul karena adanya sikap sosial negatif terhadap golongan lain dan mempengaruhi perilakukanya terhadap golongan tersebut.

Prasangka sosial awalnya hanya berupa sikap-sikap perasaan negatif, namun lambat laun dikatakan sebagai bentuk-bentuk yang diskriminatif (Gerengan, 1991:167 dalam Pardede, 2011:13).

Terdapat tiga faktor penentu prasangka yang mempengaruhi budaya menurut Pootinga (dalam Perdede, 2011:13-16), yaitu:

a. Stereotip

Stereotip merupakan sikap atau karakter yang dimiliki oleh individu untuk menilai individu lainnya karena semata-mata berdasarkan kelas pengelompokan yang dibuat sendiri dan biasanya bersifat negatif.

Rich (dalam Perdede, 2011:14) melakukan penelitian mengenai hubungan stereotip dengan komunikasi yang menggunakan lima dimensi proses stereotip, yaitu: (1) pelabelan atau penanaman dan generalisasi; (2) kesamaan individu dengan orang lain; (3) arah stereotip; (4) intensitas atau derajat stereotip; dan (5) kekerasan terhadap etnik. Maka dari penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor


(35)

  22 

pengalaman dengan intra maupun antaretnik mempengaruhi komunikasi. Dalam komunikasi terjadi proses komunikasi yang bersifat selektif sehingga terjadi pemahaman atau generalisasi yang keliru terhadap objek sikap.

b. Jarak Sosial

Jarak sosial adalah perasaan untuk memisahkan seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan tingkat penerimaan seseorang terhadap orang lain. Terdapat kecenderungan yang menunjukan bentuk interaksi sosial lebih bisa diterima jika terdapat kesamaan rasa atau etnik atau faktor-faktor yang semu di antara rasa atau etnik.

Dari beberapa penelitian tentang hubungan antara jarak sosial dan komunikasi itu dapat disimpulkan bahwa jarak sosial tergantung pada: (1) ciri dan sifat intraetnik dan antaretnik; (2) cara, tempat, dan usia; (3) perasaan jauh dekat antara intraetnik dengan antaretnik; (4) prestise; dan (5) kesejahteraan.

c. Sikap Diskriminasi

Secara teoritis bahwa diskriminasi dapat dilakukan melalui kebijakan untuk mengurangi, memusnahkan, melakukan, memindahkan, melindungi secara legal, menciptakan pluralisme budaya, dan tindakan asimilasi terhadap kelompok lain. Sikap diskriminasi dapat berawal dari kompleks berpikir, berperasaan, dan kecenderungan bertindak dalam bentuk


(36)

  23 

negatif-positif. Sikap ini mempengaruhi efektifitas komunikasi antaretnik (Liliweri 2001:178 dalam Pardede, 2011:16).

Dari beberapa penelitian tentang diskriminasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa diskriminasi terjadi karena; (1) alasan historis, seperti kebanggaan atas kejayaan suatu etnik; (2) sistem nilai yang berbeda antara etnis mayoritas dengan minoritas; (3) pola kerjasama; (4) pola pemukiman yang berbeda, seperti urban dan rural; (5) faktor sosial budaya, ekonomi, agama yang memerlukan perbedaan perlakuan, dan prestise suatu kelompok.

2.3 Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini peneliti melakukan pemetaan alur dasar penelitian yang nantinya akan digunakan sebagai kerangka pemikiran dalam penelitian ini. Untuk memudahkan pemetaan kerangka pemikiran tersebut, peneliti menggambarkannya ke dalam bagan sebagai berikut:

Bagan 2.1. Kerangka Pemikiran

Masyarakat Desa Keramas

Masyarakat Hindu

Masyarakat Muslim Media

(Televisi) Budaya

Interpretasi Nilai Serial Drama “Jodha


(37)

  24 

Penjelasan bagan:

Dari tampilan bagan di atas, pemetaan penelitian dibagi menjadi dua kelompok masyarakat yang berbeda agama dan tinggal di desa yang sama, yaitu Desa Keramas. Kelompok masyarakat yang pertama adalah masyarakat Hindu dan kelompok masyarakat berikutnya adalah masyarakat yang memeluk agama Islam.

Dari observasi awal yang dilakukan, terdapat beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi hubungan kedua kelompok masyarakat tersebut, diantaranya; (1) mengenai paparan media terhadap kehidupan sosial masyarakat di Desa Keramas. Dalam penelitian ini, paparan media yang dimaksud adalah televisi. Sesuai dengan tema yang ingin diteliti, tayangan serial drama India “Jodha Akbar” menjadi perhatian khusus peneliti dalam penelitian ini. Penelitian ini akan melihat bagaimana terpaan media terhadap kedua belah pihak masyarakat yang berlatar belakang berbeda agama dan budaya di desa tersebut. Penelitian ini ingin melihat bagaimana interpretasi nilai budaya yang terbentuk oleh masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas terhadap penayangan serial drama “Jodha Akbar.” Berikutnya, (2) faktor nilai-nilai budaya dari masing-masing kelompok masyarakat di Desa Keramas. Penelitian ini ingin melihat bagaimana latar belakang budaya yang ada di masing-masing kelompok masyarakat Muslim dan Hindu dapat mempengaruhi pemahaman nilai budaya antar masyarakat di Desa Keramas tersebut dan bagaiamana sudut pandang masyarakat terhadap media yang dikomsumsi masyarakat, khususnya mengenai tayangan serial drama “Jodha Akbar” di televisi.


(38)

  25 

Dari gambar bagan di atas, penelitian ini akan berfokus terhadap bagaimana media dan budaya menjadi faktor penting dalam pembentukan dan pemahaman perbedaan nilai-nilai budaya dalam kehidupan sosial masyarakat di Desa Keramas. Sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan untuk melihat bagaimana interpretasi nilai dari serial drama “Jodha Akbar” terbentuk dan bagaimana dampaknya terhadap pemahaman masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas terhadap perbedaan nilai-nilai budaya yang ada di kedua kelompok masyarakat tersebut.

Tujuan dari pemetaan kerangka pemikiran penelitian ini adalah untuk mempermudah pemetaan alur penelitian yang akan dilakukan. Diharapkan dengan adanya alur pemikiran seperti yang sudah dipaparkan di atas, proses penelitian mengenai interpretasi nilai dalam serial drama “Jodha Akbar” pada masyarakat di Desa Keramas akan lebih mudah untuk dideskripsikan dan mempermudah peneliti untuk mengatur alur penelitiannya.


(1)

budaya. Apa yang dilambangkan merupakan hal yang telah disebarkan budaya terhadap anggota-anggotanya.

b. Konsep Waktu

Waktu adalah komponen budaya yang sangat penting. Konsep waktu dapat mendefinisikan filsafat budaya mengenai masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Selain itu konsep waktu dapat menjelaskan pentingnya atau kurang pentingnya pengaruh waktu tersebut. Terdapat banyak perbedaan mengenai konsep waktu antar budaya satu dengan budaya lainnya, yang mempengaruhi proses komunikasi.

c. Penggunaan Ruang

Cara individu menggunakan ruang sebagai bagian dari komunikasi dapat disebut dengan prosemik. Prosemik tidak hanya meliputi jarak antar individu-individu yang terlibat dalam percakapan, namun orientasi fisik juga diperhatikan. Individu-individu dari budaya yang berbeda mempunyai cara-cara yang berbeda pula dalam menjaga jarak ketika berkomunikasi dengan individu lainnya.

Melakukan komunikasi antarbudaya merupakan proses yang sulit untuk dilakukan. Kesulitan tersebut muncul karena adanya hambatan-hambatan dalam proses berkomunikasi. Berikut merupakan hambatan-hambatan yang ditimbulkan dalam komunikasi antarbudaya:


(2)

1. Prasangka Sosial

Prasangka sosial merupakan sikap perasaan individu-individu terhadap golongan tertentu. Golongan tersebut dapat sebagai ras atau kebudayaan yang berlainan dengan golongannya. Prasangka sosial timbul karena adanya sikap sosial negatif terhadap golongan lain dan mempengaruhi perilakukanya terhadap golongan tersebut.

Prasangka sosial awalnya hanya berupa sikap-sikap perasaan negatif, namun lambat laun dikatakan sebagai bentuk-bentuk yang diskriminatif (Gerengan, 1991:167 dalam Pardede, 2011:13).

Terdapat tiga faktor penentu prasangka yang mempengaruhi budaya menurut Pootinga (dalam Perdede, 2011:13-16), yaitu:

a. Stereotip

Stereotip merupakan sikap atau karakter yang dimiliki oleh individu untuk menilai individu lainnya karena semata-mata berdasarkan kelas pengelompokan yang dibuat sendiri dan biasanya bersifat negatif.

Rich (dalam Perdede, 2011:14) melakukan penelitian mengenai hubungan stereotip dengan komunikasi yang menggunakan lima dimensi proses stereotip, yaitu: (1) pelabelan atau penanaman dan generalisasi; (2) kesamaan individu dengan orang lain; (3) arah stereotip; (4) intensitas atau derajat stereotip; dan (5) kekerasan terhadap etnik. Maka dari penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor


(3)

pengalaman dengan intra maupun antaretnik mempengaruhi komunikasi. Dalam komunikasi terjadi proses komunikasi yang bersifat selektif sehingga terjadi pemahaman atau generalisasi yang keliru terhadap objek sikap.

b. Jarak Sosial

Jarak sosial adalah perasaan untuk memisahkan seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan tingkat penerimaan seseorang terhadap orang lain. Terdapat kecenderungan yang menunjukan bentuk interaksi sosial lebih bisa diterima jika terdapat kesamaan rasa atau etnik atau faktor-faktor yang semu di antara rasa atau etnik.

Dari beberapa penelitian tentang hubungan antara jarak sosial dan komunikasi itu dapat disimpulkan bahwa jarak sosial tergantung pada: (1) ciri dan sifat intraetnik dan antaretnik; (2) cara, tempat, dan usia; (3) perasaan jauh dekat antara intraetnik dengan antaretnik; (4) prestise; dan (5) kesejahteraan.

c. Sikap Diskriminasi

Secara teoritis bahwa diskriminasi dapat dilakukan melalui kebijakan untuk mengurangi, memusnahkan, melakukan, memindahkan, melindungi secara legal, menciptakan pluralisme budaya, dan tindakan asimilasi terhadap kelompok lain. Sikap diskriminasi dapat berawal dari kompleks berpikir, berperasaan, dan kecenderungan bertindak dalam bentuk


(4)

negatif-positif. Sikap ini mempengaruhi efektifitas komunikasi antaretnik (Liliweri 2001:178 dalam Pardede, 2011:16).

Dari beberapa penelitian tentang diskriminasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa diskriminasi terjadi karena; (1) alasan historis, seperti kebanggaan atas kejayaan suatu etnik; (2) sistem nilai yang berbeda antara etnis mayoritas dengan minoritas; (3) pola kerjasama; (4) pola pemukiman yang berbeda, seperti urban dan rural; (5) faktor sosial budaya, ekonomi, agama yang memerlukan perbedaan perlakuan, dan prestise suatu kelompok.

2.3 Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini peneliti melakukan pemetaan alur dasar penelitian yang nantinya akan digunakan sebagai kerangka pemikiran dalam penelitian ini. Untuk memudahkan pemetaan kerangka pemikiran tersebut, peneliti menggambarkannya ke dalam bagan sebagai berikut:

Bagan 2.1. Kerangka Pemikiran

Masyarakat Desa Keramas

Masyarakat Hindu

Masyarakat Muslim Media

(Televisi) Budaya

Interpretasi Nilai Serial Drama “Jodha


(5)

Penjelasan bagan:

Dari tampilan bagan di atas, pemetaan penelitian dibagi menjadi dua kelompok masyarakat yang berbeda agama dan tinggal di desa yang sama, yaitu Desa Keramas. Kelompok masyarakat yang pertama adalah masyarakat Hindu dan kelompok masyarakat berikutnya adalah masyarakat yang memeluk agama Islam.

Dari observasi awal yang dilakukan, terdapat beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi hubungan kedua kelompok masyarakat tersebut, diantaranya; (1) mengenai paparan media terhadap kehidupan sosial masyarakat di Desa Keramas. Dalam penelitian ini, paparan media yang dimaksud adalah televisi. Sesuai dengan tema yang ingin diteliti, tayangan serial drama India “Jodha Akbar” menjadi perhatian khusus peneliti dalam penelitian ini. Penelitian ini akan melihat bagaimana terpaan media terhadap kedua belah pihak masyarakat yang berlatar belakang berbeda agama dan budaya di desa tersebut. Penelitian ini ingin melihat bagaimana interpretasi nilai budaya yang terbentuk oleh masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas terhadap penayangan serial drama “Jodha Akbar.” Berikutnya, (2) faktor nilai-nilai budaya dari masing-masing kelompok masyarakat di Desa Keramas. Penelitian ini ingin melihat bagaimana latar belakang budaya yang ada di masing-masing kelompok masyarakat Muslim dan Hindu dapat mempengaruhi pemahaman nilai budaya antar masyarakat di Desa Keramas tersebut dan bagaiamana sudut pandang masyarakat terhadap media yang dikomsumsi masyarakat, khususnya mengenai tayangan serial drama “Jodha Akbar” di televisi.


(6)

Dari gambar bagan di atas, penelitian ini akan berfokus terhadap bagaimana media dan budaya menjadi faktor penting dalam pembentukan dan pemahaman perbedaan nilai-nilai budaya dalam kehidupan sosial masyarakat di Desa Keramas. Sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan untuk melihat bagaimana interpretasi nilai dari serial drama “Jodha Akbar” terbentuk dan bagaimana dampaknya terhadap pemahaman masyarakat Muslim dan Hindu di Desa Keramas terhadap perbedaan nilai-nilai budaya yang ada di kedua kelompok masyarakat tersebut.

Tujuan dari pemetaan kerangka pemikiran penelitian ini adalah untuk mempermudah pemetaan alur penelitian yang akan dilakukan. Diharapkan dengan adanya alur pemikiran seperti yang sudah dipaparkan di atas, proses penelitian mengenai interpretasi nilai dalam serial drama “Jodha Akbar” pada masyarakat di Desa Keramas akan lebih mudah untuk dideskripsikan dan mempermudah peneliti untuk mengatur alur penelitiannya.