TINDAK TUTUR TAK LANGSUNG BAHASA JAWA
Studi Metapesan pada Masyarakat Tutur Jawa di Surakarta
Oleh : Paina Partana
Jur. Sastra Daerah FSSR UNS Februari 2004
Abstrak Fungsi transaksional dalam sistem komunikasi merupakan salah satu fungsi
yang paling dikenal. Fungsi transaksional secara teoretis berciri pada kecermatan pemakaian bahasa demi keakuratan pemahaman di dalam
tindak tutur tak langsung. Yang dimaksud adalah maksud tuturan tidak dieksplisitkan. Untuk memahami tuturan itu, mitra tutur harus membuat
simpulan-simpulan inferensi. Maksud-maksud yang tidak dikatakan itu disebut metapesan. Untuk memahami metapesan dalam tindak tutur tak
langsung ini diperlukan pengetahuan budaya yang saling terpahami antara penutur dan mitra tutur, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalan
komunikasi.
Kata kunci : tidak tutur tak langsung, komuniukasi, fungsi transaksi, metapesan
1. Pendahuluan
Di dalam masyarakat mempunyai kultur yang berbeda dengan masyarakat lain, maka masyarakat itu dalam menggunakan bahasa juga mengalami perbedaan cara
menggunakan bahasanya. Demikian pula di dalam masyarakat Jawa, pemakaian bahasa Jawa sebagai alat komunikasi diikuti pula pola budaya yang menjadi ciri masyarakat itu.
Pola pengungkapan gagasan secara kultural tercermin dalam cara penyusunan wacana dalam komunikasi, dan bagi masyarakat Jawa ada suatu ciri kultural dalam bentuk
wacana tak langsung band. Sujoko, 1999:40. Pandangan yang berterima di kalangan pakar pragmatik dan sosiolinguitik saat ini bahwa jika kita berbicara atau mengeluarkan
ujaran apakah ujaran itu berupa kalimat, frasa, atau kata, apa yang keluar dari mulut kita itu dapat dianggap sebagai tindakan. Tindakan itu dapat disebut sebagai tindak
berbicara, tindak berujar atau tindak bertutur. Istilah yang lazim dipakai untuk mengacu ke tindakan itu aial tindak tutur, yang merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris
speech act Gunarwan, 2003:1-2. Tindak tutur adalah tindakan bertutur untuk menyampaikan maksud ujaran atau tuturan kepada mitra tutur. Tindak tutur dipergunakan
untuk menyampaikan maksud secara tersurat dan tersirat. Tindak tutur yang disampaikan secara tersurat dapat berbentuk wacana lengkap baik tertulis maupun lisan. Dengan
demikian tindak tutur ini dalam bentuk wacana langsung dan penyampaian maksud secara langsung tindak tutur langsung. Maksud yang tersirat tak terungkap di dalam
tindak tutur pemahamannya perlu mempertimbangkan konteks. Hal semacam inilah yang disebut tindak tutur tak langsung. Tunnen 1996 memberikan istilah metapesan Yang
dimaksud konteks adalah suatu yang sarana pemerjelas maksud. Kontek di sini terdiri dua macam, yaitu ekspresi dan situasi. Untuk memahami maksud yang tersirat di dalam
tindak tutur tak langsung perlu mempertimbangkan situasi tutur, meliputi aspek situasi
1
tutur, pihak yang harus berinferensi, sifat keliteralan tuturan, dan struktur wacana yang tidak langsung band. Wijana, 1996:4 dan Leech, 1983:2. Di dalam tulisan ini
merupakan kajian awal pemahaman maksud yang tersirat di dalam tindak tutur tak langsung bahasa Jawa. Bahasa Jawa dipakai sebagai objek kajian dengan pertimbangan
sebagai berikut. Pertama, bahasa Jawa masih digunakan sebagai alat komunikasi pada masyarakat tutur Jawa di wilayah Surakarta, kedua, bahasa Jawa masih berkait erat
dengan budaya Jawa yang selalu mengedepankan prinsip sopan santun berbahasa, ketiga, bahasa bahasa Jawa termasuk bahasa bentuk pasif atau bentuk ketidaklangsungan
indirectness, karena bentuk itu dipakai untuk menyatakan kesantunan berbahasa. Lain halnya dengan penggunaan bentuk aktif atau bentuk langsung yang dirasakan kurang
sopan.
Tujuan kajian ini adalah akan mengungkap maksud yang terkandung di dalam tindak tutur tak langsung bahasa Jawa. Masyarakat Surakarta sebagian besar masyarakat
tutur Jawa. Bahasa Jawa masih aktif dipakai sebagai alat komunikasi di dalam masyarakat, sehingga masyarakat Surakarta merupakan masyarakat tutur Jawa.
2. Kajian Teoretik