Uji Diagnostik Polymerase Chain Reaction –Restriction Fragment Length Polymorphism Dalam Menegakkan Diagnosis Onikomikosis.

(1)

UJI DIAGNOSTIK POLYMERASE CHAIN REACTION-

RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM

DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS ONIKOMIKOSIS

TESIS

Oleh

NOVA ZAIRINA LUBIS NIM 087105003

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN 2014


(2)

UJI DIAGNOSTIK POLYMERASE CHAIN REACTION-

RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM

DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS ONIKOMIKOSIS

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis bidang

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Oleh

NOVA ZAIRINA LUBIS NIM 087105003

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN 2014


(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Tesis : Uji Diagnostik Polymerase Chain Reaction –Restriction

Fragment Length Polymorphism Dalam Menegakkan Diagnosis Onikomikosis.

Nama : Nova Zairina Lubis

Nomor Induk : 087105003

Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis

Bidang : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Menyetujui :

Pembimbing I

(dr. Kamaliah Muis, SpKK)

Ketua Program Studi

(dr. Chairiyah TanjungSpKK(K))

Tanggal lulus : 25 Juli 2014

Pembimbing II

(dr. Lukmanul Hakim Nasution SpKK,M.Kes)

Ketua Departemen


(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar

Nama : Nova Zairina Lubis

NIM : 087105003


(5)

UJI DIAGNOSTIK POLYMERASE CHAIN REACTION- RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM

DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS ONIKOMIKOSIS Nova Zairina Lubis

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

, Kamaliah Muis, Lukmanul Hakim Nasution

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. Haji Adam Malik Medan- Indonesia

Latar Belakang: Onikomikosis adalah infeksi jamur pada satu atau lebih unit

kuku yang disebabkan oleh dermatofita, nondermatofita atau mold dan yeast.

Pemeriksaan penunjang sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis onikomikosis sebelum memulai pengobatan. Beberapa metode pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis onikomikosis seperti pemeriksaan mikroskopis dengan KOH 20%, kultur jamur, pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan PAS (Periodic acid schiff) dan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) , untuk metode kultur membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar 4 minggu untuk mengidentifikasi jamur penyebab onikomikosis. Teknologi molekuler seperti PCR merupakan tes yang sensitif dan spesifik untuk diagnosis berbagai mikroorganisme termasuk jamur patogen. Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) merupakan metode PCR dengan penambahan enzim setelah amplifikasi sehingga memungkinkan hasil yang lebih spesifik.

Tujuan : Mengetahui nilai diagnostik Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dalam menegakkan diagnosis onikomikosis dengan menggunakan kultur jamur sebagai baku emas dan mengetahui spesies jamur yang paling banyak menyebabkan onikomikosis.

Metode : Penelitian ini merupakan suatu uji diagnostik untuk mendiagnosis onikomikosis dengan menggunakan kultur sebagai baku emas.

Subjek : Tiga puluh lima pasien yang diduga menderita onikomikosis dari anamnesis dan pemeriksaan dermatologi.

Hasil : Pemeriksaan PCR-RFLP dalam mendiagnosis onikomikosis memiliki nilai sensitivitas sebesar 85,71%, nilai spesifisitas sebesar 28,57%, nilai duga positif (PPV) sebesar 82,76% dan nilai duga negatif (NPV) sebesar 33,33%. nilai RKP 1,20 dan nilai RKN 0,5 dan akurasi sebesar 74,29%. Spesies jamur penyebab onikomikosis yang paling banyak adalah Candida albicans 42,8%

Kesimpulan : PCR-RFLP dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan alternatif yang lebih cepat dan akurat dalam menegakkan diagnosis onikomikosis.


(6)

DIAGNOSTIC TEST-POLYMERASE CHAIN REACTION RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM IN ESTABLISHING THE DIAGNOSIS OF ONYCHOMYCOSIS

Department of Dermatovenereology

Nova Zairina Lubis, Kamaliah Muis, Lukmanul Hakim Nasution

Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara Haji Adam Malik Hospital Medan-Indonesia

Background: Onychomycosis is a fungal infection of one or more units of the nail caused by dermatophytes, or mold and nondermatophytes yeast. Investigations are needed to establish the diagnosis of onychomycosis before starting treatment. Several investigations methods for diagnosing onychomycosis such as microscopic examination with 20% KOH, fungal culture, histopathology examination with PAS staining (Periodic acid Schiff) and PCR (Polymerase Chain Reaction), for culture methods require a long time about 4 weeks to identify fungal that cause onychomycosis. A molecular technology such as PCR is a sensitive and specific test for the diagnosis of a variety of microorganisms including fungal pathogens. Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) is a method with the addition of the enzyme after PCR amplification allowing more specific results.

Objective: To determine the diagnostic value of Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) in the diagnosis of onychomycosis using fungal culture as the gold standard and to find out the majority fungal species that cause onychomycosis.

Methods: This study is a diagnostic test for the diagnosis of onychomycosis by using culture as the gold standard.

Subjects: Thirty-five patients suspected of having onychomycosis from history and dermatological examination.

Results: PCR-RFLP in the diagnosis of onychomycosis has a sensitivity of 85.71%, specificity of 28.57%, positive predictive value (PPV) of 82.76% and negative predictive value (NPV) of 33.33%. RKP value of 1.20 and 0.5 RKN value and accuracy of 74.29%. The majority fungal species that cause onychomycosis is Candida albicans 42,8%.

Conclusions: PCR-RFLP may be considered for a faster and more accurate alternative examination in the diagnosis of onychomycosis.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan hidayahNya saya dapat menyelesaikan tesis ini yang merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.

Dalam menjalani pendidikan spesialis ini, berbagai pihak yang telah turut berperan serta sehingga terlaksana seluruh rangkaian kegiatan pendidikan ini. Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya sampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. dr. Kamaliah Muis, SpKK, selaku pembimbing utama tesis ini, yang telah

bersedia meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta dengan penuh kesabaran selalu membimbing, memberikan nasehat, masukan dan koreksi kepada saya selama proses penyusunan tesis ini.

2. dr. Lukmanul Hakim Nasution SpKK,M.Kes selaku pembimbing kedua tesis

ini yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta dengan penuh kesabaran selalu membimbing, memberikan nasehat, masukan dan koreksi kepada saya selama proses penyusunan tesis ini.

3. Prof. Dr. dr. Irma D.Roesyanto-Mahadi, SpKK(K), sebagai Ketua Departemen

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K) sebagai Ketua Program Studi Departemen

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing, memberikan nasehat, masukan dan motivasi kepada saya selama menjalani pendidikan sehari-hari.

5. Prof. DR. Syahril Pasaribu, SpA(K), DTM&H, Bapak Rektor Universitas

Sumatera Utara, dan Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, SpA(K), DTM&H, Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara pada saat saya diterima sebagai peserta program pendidikan dokter spesialis yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada Universitas yang Bapak pimpin.

6. Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, Bapak Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

7. Prof dr Mansur A Nasution SpKK(K), DR dr Nelva K Jusuf SpKK(K) dan dr.

Mila Darmi, SpKK, sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi untuk penyempurnaan tesis ini.

8. Para guru besar serta seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan

Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP H.Adam Malik Medan dan RSUD Dr Pirngadi Medan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

9. Bapak Direktur RSUP H.Adam Malik Medan dan Direktur RSUD Dr.

Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada saya selama menjalani pendidikan keahlian


(8)

10.Seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, di RSUP H.Adam Malik Medan dan RSUD Dr. Pirngadi Medan , terima kasih atas bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini.

11.Seluruh staf/pegawai Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Mikrobiologi

FK USU terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya yang baik dalam penyelesaian tesis saya ini.

12.Kedua orangtua saya tercinta Prof. dr. Sjabaroeddin Loebis SpA(K) dan dr. Yuniar Siregar SpKK yang dengan penuh cinta kasih, keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan yang luar biasa untuk mengasuh, mendidik, dan membesarkan saya, serta tidak bosan-bosannya memotivasi saya untuk terus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kiranya hanya Allah SWT yang dapat membalas segalanya.

13.Bapak dan Ibu mertua saya Alm Djenda Ginting dan P.Bangun terima kasih

atas doa dan dukungan yang telah diberikan kepada saya.

14.Suami dan anak saya tercinta dr M Yusuf Paska Ginting & M Raka Malik Safa Ginting terima kasih yang setulus-tulusnya atas segala pengorbanan, kesabaran, pengertian, dukungan, doa, semangat serta bantuan di setiap saat hingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.

15.Abang ,adik saya tercinta dan saudara ipar saya, terima kasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan kepada saya selama ini.

16.Teman seangkatan saya tersayang, dr. Wahyuni Widiyanti S, dr. Irina

Damayanti, dr Cut Putri H, dr. Rini Amanda C S, Mked(KK), SpKK, dan dr. Ahmad Fajar, Mked(KK), SpKK, terima kasih untuk kerja sama, kebersamaan, waktu dan kenangan yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani pendidikan ini.

17.Semua teman-teman PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan kerjasama kepada saya selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

18.Seluruh keluarga dan handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan satu

persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.


(9)

Akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, izinkanlah saya untuk menyampaikan permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan, kekhilafan dan kekurangan yang telah saya lakukan selama proses penyusunan tesis dan selama saya menjalani pendidikan. Semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang telah diberikan kepada saya selama menjalani pendidikan, kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Medan, Agustus 2014

Penulis

dr Nova Zairina Lubis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR… ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Onikomikosis ... 7

2.1.1. Definisi ... 7

2.1.2. Epidemiologi ... 7

2.1.3. Anatomi Kuku ... 7

2.1.4. Fisiologi Kuku ... 8

2.1.5. Etiologi ... 9

2.1.6. Gambaran Klinis ... 10

2.1.7. Diagnosis ... 13

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang ... 14

2.2. Kerangka Teori ... 23

2.3. Kerangka Konsep ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Desain Penelitian ... 25

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

3.2.1. Waktu Penelitian ... 25

3.2.2. Tempat Penelitian ... 25

3.3. Populasi dan Sampel ... 25

3.3.1. Populasi ... 25

3.3.2. Sampel ... 26

3.4. Besar Sampel ... 26

3.5. Cara Pengambilan Sampel Penelitian ... 27

3.6. Identifikasi Variabel ... 27

3.6.1. Variabel Bebas ... 27


(11)

3.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 27

3.7.1. Kriteria Inklusi ... 27

3.7.2. Kriteria Eksklusi ... 28

3.8. Alat, Bahan dan Cara Kerja ... 28

3.8.1. Alat dan Bahan ... 28

3.8.2. Cara Kerja ... 29

3.9. Definisi Operasional ... 32

3.10. Kerangka Operasional ... 36

3.11. Rencana Pengolahan dan Analisis Data ... 37

3.12. Ethical Clearance ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 38

4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 38

4.1.2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur 39

4.1.3. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan ... 40

4.1.4. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Gambaran Klinis ... 41

4.1.5. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Lokasi Kuku ... 42

4.2. Distribusi Spesies Jamur Pada Kultur dan PCR-RFLP ... 42

4.3. Sensitivitas, Spesifisitas, Positive Predictive Value, Negative Predictive Value, Rasio Kemungkinan Positif, Rasio Kemungkinan Negatif dan Akurasi ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

5.1. Kesimpulan ... 50

5.2. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Anatomi Kuku ... 8

2.2. Onikomikosis Subungual Distal dan Lateral ... 10

2.3. Onikomikosis Superfisial Putih ... 11

2.4. Onikomikosis Subungal Proksimal ... 12

2.5. Onikomikosis Distrofik Total ... 12

2.6. Onikomikosis Candida ... 13

2.7. Bagan Proses Tehnik PCR ... 19

2.8. Elektroforesis Gel Agarose untuk Amplifikasi Hasil PCR dalam Menemukan Elemen Jamur pada Onikomikosis ... 20

2.9. Bentuk Elektroforesis ITS-RFLP untuk Identifikasi Jamur Dermatofita ... 21

2.10. Strategi Pemeriksaan Agen Jamur Penyebab Infeksi ... 22

2.11. Diagram Kerangka Teori ... 23

2.12. Diagram Kerangka Konsep ... 24


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 38

4.2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur ... 39

4.3. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan ... 40

4.4. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Gambaran Klinis ... 41

4.5. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Lokasi Kuku ... 42

4.6. Distribusi Frekuensi Jenis Jamur Pada Kultur Penderita Onikomikosis di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan Tahun 2014 ... 43

4.7. Distribusi Frekuensi Jenis Jamur Pada PCR-RFLP Penderita Onikomikosis di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan Tahun 2014………... ... 43

4.8. Distribusi Subjek Penelitian pada Pemeriksaan PCR-RFLP Dibandingkan dengan Pemeriksaan Kultur Jamur ... 45


(14)

DAFTAR SINGKATAN

dATP : Deoxyadenin triphosphates

dCTP : Deoxycystein triphosphates

dGTP : Deoxyguanin triphosphates

DNA : Deoxyribonucleic Acid

dNTPs : Deoxynucleotide triphosphates

dTTP : Deoxythymin triphosphates

FDA : Food and Drug Administration

ITS : Internal Transcribed Spacer

NPV : Negative PredictiveValue

OK : Onikomikosis Kandida

OSD : Onikomikosis Subungual Distal

OSP : Onikomikosis Subungual Proksimal

OSPT : Onikomikosis Superfisial Putih

PAS : Periodic Acid Schiff

PCR : Polymerase Chain Reaction

PCR-RFLP : Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length

Polymorphism

PDA : Potato Dextrose Agar

PPV : Positive Predictive Value

RKN : Rasio Kemungkinan Negatif

RKP : Rasio Kemungkinan Positif

SDA : Sabouraud’s Dextrose Agar


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Penjelasan kepada Calon Subjek Penelitian

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Lampiran 3. Status Penelitian

Lampiran 4. Output SPSS

Lampiran 5. Foto-foto Sampel

Lampiran 6. Foto-foto Proses PCR


(16)

UJI DIAGNOSTIK POLYMERASE CHAIN REACTION- RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM

DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS ONIKOMIKOSIS Nova Zairina Lubis

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

, Kamaliah Muis, Lukmanul Hakim Nasution

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. Haji Adam Malik Medan- Indonesia

Latar Belakang: Onikomikosis adalah infeksi jamur pada satu atau lebih unit

kuku yang disebabkan oleh dermatofita, nondermatofita atau mold dan yeast.

Pemeriksaan penunjang sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis onikomikosis sebelum memulai pengobatan. Beberapa metode pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis onikomikosis seperti pemeriksaan mikroskopis dengan KOH 20%, kultur jamur, pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan PAS (Periodic acid schiff) dan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) , untuk metode kultur membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar 4 minggu untuk mengidentifikasi jamur penyebab onikomikosis. Teknologi molekuler seperti PCR merupakan tes yang sensitif dan spesifik untuk diagnosis berbagai mikroorganisme termasuk jamur patogen. Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) merupakan metode PCR dengan penambahan enzim setelah amplifikasi sehingga memungkinkan hasil yang lebih spesifik.

Tujuan : Mengetahui nilai diagnostik Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dalam menegakkan diagnosis onikomikosis dengan menggunakan kultur jamur sebagai baku emas dan mengetahui spesies jamur yang paling banyak menyebabkan onikomikosis.

Metode : Penelitian ini merupakan suatu uji diagnostik untuk mendiagnosis onikomikosis dengan menggunakan kultur sebagai baku emas.

Subjek : Tiga puluh lima pasien yang diduga menderita onikomikosis dari anamnesis dan pemeriksaan dermatologi.

Hasil : Pemeriksaan PCR-RFLP dalam mendiagnosis onikomikosis memiliki nilai sensitivitas sebesar 85,71%, nilai spesifisitas sebesar 28,57%, nilai duga positif (PPV) sebesar 82,76% dan nilai duga negatif (NPV) sebesar 33,33%. nilai RKP 1,20 dan nilai RKN 0,5 dan akurasi sebesar 74,29%. Spesies jamur penyebab onikomikosis yang paling banyak adalah Candida albicans 42,8%

Kesimpulan : PCR-RFLP dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan alternatif yang lebih cepat dan akurat dalam menegakkan diagnosis onikomikosis.


(17)

DIAGNOSTIC TEST-POLYMERASE CHAIN REACTION RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM IN ESTABLISHING THE DIAGNOSIS OF ONYCHOMYCOSIS

Department of Dermatovenereology

Nova Zairina Lubis, Kamaliah Muis, Lukmanul Hakim Nasution

Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara Haji Adam Malik Hospital Medan-Indonesia

Background: Onychomycosis is a fungal infection of one or more units of the nail caused by dermatophytes, or mold and nondermatophytes yeast. Investigations are needed to establish the diagnosis of onychomycosis before starting treatment. Several investigations methods for diagnosing onychomycosis such as microscopic examination with 20% KOH, fungal culture, histopathology examination with PAS staining (Periodic acid Schiff) and PCR (Polymerase Chain Reaction), for culture methods require a long time about 4 weeks to identify fungal that cause onychomycosis. A molecular technology such as PCR is a sensitive and specific test for the diagnosis of a variety of microorganisms including fungal pathogens. Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) is a method with the addition of the enzyme after PCR amplification allowing more specific results.

Objective: To determine the diagnostic value of Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) in the diagnosis of onychomycosis using fungal culture as the gold standard and to find out the majority fungal species that cause onychomycosis.

Methods: This study is a diagnostic test for the diagnosis of onychomycosis by using culture as the gold standard.

Subjects: Thirty-five patients suspected of having onychomycosis from history and dermatological examination.

Results: PCR-RFLP in the diagnosis of onychomycosis has a sensitivity of 85.71%, specificity of 28.57%, positive predictive value (PPV) of 82.76% and negative predictive value (NPV) of 33.33%. RKP value of 1.20 and 0.5 RKN value and accuracy of 74.29%. The majority fungal species that cause onychomycosis is Candida albicans 42,8%.

Conclusions: PCR-RFLP may be considered for a faster and more accurate alternative examination in the diagnosis of onychomycosis.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Onikomikosis adalah infeksi jamur pada satu atau lebih unit kuku yang disebabkan oleh dermatofita, nondermatofita atau mold dan yeast.1

Onikomikosis menyebabkan 50% dari semua infeksi pada kuku dan menyebabkan 30% dari semua infeksi jamur superfisial.1-4 Onikomikosis bukan

hanya masalah kosmetik karena penyakit ini dapat menimbulkan masalah fisik, psikososial dan pekerjaan.1-5

Angka prevalensi onikomikosis ditentukan menurut usia, faktor predisposisi, kelas sosial, pekerjaan, iklim, lingkungan hidup dan frekuensi

bepergian.3,4 Onikomikosis pada pasien dengan gangguan imunitas bisa

menimbulkan masalah kesehatan yang lebih serius.2-4 Onikomikosis menyerang

kira-kira 10% populasi di seluruh dunia.4

Thomas dkk menyatakan pada penelitian di Indonesia menunjukkan insidensi onikomikosis mengalami peningkatan dari 3,5% kasus pada tahun 1997-1998 menjadi 4,7% pada tahun 2003.4

Pada penelitian Rizal tahun 2009 menyatakan prevalensi pasien onikomikosis pada tahun 2009 berkisar 0,9% dari total 3450 pasien yang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin rumah sakit H. Adam Malik Medan.6

Ada tiga kelompok jamur yang terkait dengan onikomikosis: dermatofita, non-dermatofita / mold dan yeast.1-4 Dermatofita yaitu Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, Epidermophyton floccosum.1,2,4,7-12


(19)

Nondermatofita /mold yaitu spesies Acremonium, spesies Alternaria,

spesies Aspergillus, Botryodiplodia theobromae,spesies Fusarium dan lain-lain.

4,7-10

Yeast yang paling sering dijumpai yaitu Candida albicans.1-8

Pada penelitian Nasution M menyatakan di Indonesia, penyebab onikomikosis terbanyak yang dilaporkan adalah kandida terutama Candida albicans. Hal ini dari hasil penelitian pada tahun 1994 pada pusat-pusat pendidikan di Medan, Jakarta, Surabaya dan Bandung. Berbeda dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, infeksi jamur pada negara tersebut disebabkan oleh golongan jamur dermatofita terutama spesies Trychophyton rubrum.7

Pada penelitian Kardjeva dkk pada tahun 2004 menyatakan di Eropa

penyebab onikomikosis terbanyak yang dilaporkan adalah Trychophyton rubrum, insidensinya dijumpai lebih dari 90%.13

Jamur nondermatofita atau mold yang sering menyebabkan onikomikosis

dengan prevalensi sekitar 3,5% yaitu Syctalidium, Geotrichum candidum,

Scopulariopsis, Fusarium dan Aspergillus Spp.1,8,13

Onikomikosis berdasarkan gambaran klinis memiliki 4 tipe yaitu Onikomikosis Subungual Distal (OSD), Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP), Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT), dan Onikomikosis Kandida (OK). Pada keadaan lanjut, keempat tipe tersebut akan menunjukkan gambaran distrofik total.1,2,3,4,8-10

Onikomikosis mempunyai gambaran klinis yang mirip seperti psoriasis, liken planus, dermatitis kontak, onikodistrofi traumatik, dan onikolisis idiopatik,


(20)

Pemeriksaan penunjang sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis onikomikosis sebelum memulai pengobatan anti jamur. Saat ini dikenal beberapa metode pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis onikomikosis antara lain pemeriksan mikroskopis dengan KOH 20%, pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan PAS (Periodic Acid Schiff), pemeriksaan mikroskopik imunofloresensi

dengan pewarnaan calcoflour, pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

dan metode kultur.3,4,12-14

Secara umum, dua metode yang paling penting dalam menegakkan diagnosis infeksi jamur adalah metode pemeriksaan KOH 20% dan kultur jamur, khusus untuk metode kultur membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu hampir sekitar 4 minggu untuk dapat mengidentifikasi jamur penyebab onikomikosis.3,15

Metode kultur sendiri menunjukkan sensitivitas yang bervariasi dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu metode dan tempat pengambilan sampel yang berbeda-beda, faktor pengaturan jenis medium kultur dan temperatur kultur,

dan adanya kemungkinan kontaminasi oleh bakteri atau mold yang menghambat

pertumbuhan jamur.3,14-17

Teknologi molekuler seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) yang merupakan tes sangat sensitif dan spesifik, dan dapat digunakan untuk diagnosis berbagai mikroorganisme termasuk jamur patogen.3,15 PCR adalah suatu tehnik

sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro.18 Tehnik ini pertama kali

dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985.18,19 Tehnik PCR dapat

digunakan untuk mengamplifikasi DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam, ditemukannya tehnik ini telah merevolusi bidang sains dan teknologi khususnya di bidang diagnosis suatu penyakit.18


(21)

Penggunaan tehnik PCR untuk diagnosis molekuler menghasilkan identifikasi yang dini dan akurat dari virus atau mikroorganisme patogen dari suatu penyakit, sehingga dalam penellitian ini saya ingin untuk mengevaluasi tehnik ini dalam menegakkan diagnosis onikomikosis dan membandingkan hasilnya dengan hasil kultur sebagai baku emas.15

Beberapa penelitian telah dilakukan dengan menggunakan PCR untuk

mendiagnosis dermatofitosis. Gutzmer dkk pada tahun 2004, meneliti dan didapatkan hasilnya adalah bahwa Light Cycler PCR merupakan alat diagnostik yang cepat untuk mengidentifikasi jamur dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopis langsung dan kultur.21

Pada penelitian Arca dkk pada tahun 2004 dikatakan bahwa dengan

jumlah spesimen yang cukup maka PCR merupakan suatu metode diagnostik yang bernilai saat pemeriksaan jamur dengan metode konvensional tidak dapat ditemukan.22

Pada penelitian oleh Garg dkk pada tahun 2009 dikatakan bahwa PCR

dapat dipertimbangkan sebagai baku emas untuk diagnosis dermatofitosis dan dapat membantu klinisi untuk memberikan obat antijamur yang tepat. Pada penelitiannya, membandingkan KOH secara mikroskopis dan kultur jamur dengan

nested PCR, didapati bahwa nested PCR lebih baik.20,23

Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism

(PCR-RFLP) merupakan metode PCR dengan penambahan enzim setelah amplifikasi sehingga memungkinkan hasil yang lebih spesifik.24-25


(22)

Pada penelitian oleh Monod dkk pada tahun 2006 didapati penggunaan PCR-RFLP sangat cepat dan dapat dipercaya untuk identifikasi nondermatofita sebagai penyebab onikomikosis26

Pada penelitian oleh Elavarashi dkk. pada tahun 2013 didapati bahwa

penggunaan PCR-RFLP dengan primer Internal Transcribed Spacer (ITS), enzim

MvaI dan DdeI memiliki hasil yang baik.27

Beberapa standar telah diperkenalkan dan dipergunakan untuk

mendefinisikan kesembuhan pada kasus onikomikosis yaitu clinical cure,

micological cure dan complete cure, yang paling baik dijadikan sebagai standar

kesembuhan dari onikomikosis adalah complete cure, yang mutlak membutuhkan

suatu standar pemeriksaan klinis dan penunjang diagnosis di awal pengobatan dan di akhir masa pengobatan.12

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan PCR-RFLP dalam menegakkan diagnosis onikomikosis ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan PCR-RFLP dalam menegakkan diagnosis onikomikosis.


(23)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk menilai Positive Predictive Value (PPV), Negative Predictive Value (NPV), Rasio Kemungkinan Positif (RKP), Rasio Kemungkinan Negatif (RKN) dan akurasi pemeriksaan PCR-RFLP dalam menegakkan diagnosis onikomikosis.

2. Untuk mengetahui spesies jamur yang paling banyak menyebabkan onikomikosis.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Untuk bidang akademik/ilmiah:

Dapat dipertimbangkan sebagai pemeriksaan alternatif dalam

menegakkan diagnosis onikomikosis. 2. Untuk pelayanan masyarakat:

Penegakkan diagnosis onikomikosis yang dini sehingga pengobatan dapat diberikan lebih cepat.

3. Untuk pengembangan penelitian:

Menjadi landasan teori dan data bagi penelitian selanjutnya dalam hal pemeriksaan laboratorium pasien onikomikosis.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Onikomikosis 2.1.1. Definisi

Onikomikosis adalah infeksi jamur pada satu atau lebih unit kuku yang disebabkan oleh dermatofita, non dermatofita atau mold dan yeast.1

2.1.2. Epidemiologi

Onikomikosis adalah suatu keadaaan penyakit yang mempengaruhi kira-kira 10% populasi di seluruh dunia dan menyumbang 20-40% dari semua

kelainan kuku dan sekitar 30% pada infeksi jamur kulit.1-4 Prevalensi

onikomikosis ditentukan oleh usia, pekerjaan, iklim dan frekuensi bepergian.1-7

Pada sebuah survei multisenter di Kanada dijumpai prevalensi onikomikosis

sekitar 6,5%.10 Onikomikosis dapat mengenai semua ras.1,10 Meningkatnya

populasi berusia tua, infeksi HIV atau terapi imunosupresi, hobi olahraga, kolam renang komersial dan sepatu oklusif bertanggung jawab atas meningkatnya kejadian tersebut. Pria lebih sering terserang mungkin disebabkan kerusakan kuku yang lebih sering karena olahraga dan aktivitas yang banyak pada waktu luang.3 Kuku kaki kira-kira tujuh kali lebih sering

terserang daripada kuku tangan karena laju pertumbuhan yang tiga kali lebih lambat, faktor-faktor pencetus lainnya meliputi trauma kuku, penyakit vaskuler periferal, merokok dan psoriasis.1-4,8,10

2.1.3. Anatomi Kuku

Kuku terdiri dari lempeng kuku (nail plate), lipatan kuku lateral dan proksimal, hiponikium, bantalan kuku (nail bed) dan matriks.32 Lempeng kuku


(25)

berwarna translucent, lempeng kuku merupakan struktur yang paling besar, melekat kuat pada bantalan kuku dimana perlekatan ini kurang kuat kearah proksimal, terpisah dari sudut postolateral. Seperempat bagian kuku ditutupi oleh

lunula putih.4,10 Lipatan kuku bagian proksimal dan memiliki dua permukaan

epitel yaitu : bagian dorsal dan ventral.10,32 Matriks kuku dapat dibagi atas bagian

dorsal yaitu bagian intermedia yang menutupi lempeng kuku bagian proksimal sampai ujung distal dari lunula, dan bagian ventral.4,10,32

Gambar 2.1. Anatomi Kuku

Dikutip dari Kepustakaan No 10 sesuai aslinya

2.1.4. Fisiologi Kuku

Kuku tangan tumbuh lebih cepat dari kuku kaki, yakni sepanjang 2-3 mm perbulan, sedangkan kuku kaki 1 mm perbulan. Diperlukan waktu 100 sampai 180 hari (6 bulan) untuk mengganti satu kuku tangan dan sekitar 12-18 bulan untuk satu kuku kaki. Kecepatan pertumbuhan kuku menurun pada penderita penyakit pembuluh darah perifer dan pada usia lanjut.32


(26)

2.1.5. Etiologi

Sangat beragam jenis jamur yang menyebabkan onikomikosis bervariasi

antara satu daerah geografik dengan daerah geografik lainnya dan disebabkan kondisi iklim yang berbeda-beda.1-5,8,10,13

1. Dermatofita adalah agen penyebab yang paling sering dalam onikomikosis

(kira-kira 90% pada kuku kaki dan 50% pada kuku tangan). Invasi dermatofita

pada kuku disebut dengan istilah tinea unguium. Trichophyton rubrum

(T.rubrum) adalah agen penyebab paling umum yang diikuti oleh

Trichophyton mentagrophytes.1-5,7,13,33

2. Non-dermatofita/mold menyerang kuku kaki dan kadang-kadang kuku tangan.

Non-dermatofita menyebabkan 1,5-6% dari semua onikomikosis yang terbagi dalam dua kategori utama: 1,2,3,4,5,7,10,33-35

a. kelompok pertama mencakup jamur yang hampir selalu diisolasi dari kuku

sebagai agen etiologik, seperti Scytalidium dimidiatum dan Scytalidium hyalinum. 2,3,4,8,10

b. kelompok kedua dibentuk oleh jamur oportunistik yang juga bisa diisolasi dari kontaminan, seperti Scopulariopsis brevicaulis, Aspergillus sydowii

dan Onychocola canadensis.3,4,8,10

Non-dermatofita tertentu seperti spesies Acremonium bisa menginvasi

permukaan kuku, sementara yang lainnya seperti spesies Scytalidum lebih sering terkait dengan onikomikosis subungual distal dan lateral.3

3. Candida dianggap sebagai kontaminan, sekarang semakin diakui sebagai

patogen pada infeksi kuku tangan.3 Candida albicans menyebabkan 70%


(27)

menyebabkan sisanya.2,3,5,7,10 Onikomikosis Candida semakin banyak ditemukan pada individu dengan penurunan kekebalan sebagai akibat dari penuaan, diabetes, penyakit vaskuler, dan penggunaan antibiotik spektrum luas.3,8 Keterpaparan kronis terhadap kelembaban dan bahan kimia termasuk

detergen, trauma seperti yang ditemukan pada ibu rumah tangga, petani dan nelayan, memberi kontribusi kepada terjadinya onikomikosis candida yang disertai dengan paronikia.3,8

2.1.6. Gambaran Klinis

Gambaran klinis onikomikosis :

1. Onikomikosis Subungual Distal dan Lateral.

Merupakan bentuk onikomikosis yang paling sering dijumpai. Infeksi dari distal dapat meluas kelateral kuku sehingga memberi gambaran onikomikosis distal dan lateral. Lempeng kuku bagian distal berwarna kuning atau putih. Terjadi hiperkeratosis subungual, yang menyebabkan onikolisis (terlepasnya lempeng kuku dari nail bed) dan terbentuknya ruang subungual berisi debris yang menjadi “mycotic reservoir” bagi infeksi sekunder oleh bakteri.1-5

Penyebab tersering adalah T. Mentagrophytes, T. Tonsurans dan E.

Floccosum.1-5,8,10

Gambar 2.2 Onikomikosis Subungual Distal dan Lateral


(28)

2. Onikomikosis Superfisial Putih

Gambaran klinis kedua yang paling banyak ditemukan sesudah onikomikosis subungual distal lateral. Nama lainnya adalah leukonikia mikotika, mencakup sekitar 10% dari seluruh kasus onikomikosis. Invasi jamur terjadi pada permukaan superfisial lempeng kuku.1-3

Gambaran yang khas adalah “white island” berbatas tegas pada permukaan kuku, tumbuh secara radial,berkonfluensi, dapat menutupi seluruh permukaan

kuku. Pertumbuhan jamur menjalar melalui lapisan tanduk menuju nail bed

(bantalan kuku) dan hiponikium. Lambat laun kuku menjadi kasar, lunak dan

rapuh. Penyebab tersering adalah T. Mentagrophytes. 1-5,8,10

Gambar 2.3 Onikomikosis Superfisial Putih

Dikutip dari kepustakaan no 3 sesuai aslinya 3. Onikomikosis Subungual Proksimal

Merupakan gambaran klinis yang sering ditemukan pada pasien imunokompromais, penderita penyakit vaskular perifer, dan paling jarang ditemukan pada populasi imunokompeten. Didahului dengan invasi jamur pada lipat kuku proksimal kemudian menuju distal dan matriks, sehingga pada akhirnya menginvasi lempeng kuku dari arah bawah. Gambaran klinis berupa


(29)

hiperkeratosis subungual, onikolisis proksimal, leukonikia, dan akhirnya dapat

mengakibatkan destruksi lempeng kuku proksimal. Penyebab tersering adalah

T. Rubrum. 1-5,8,9,10

Gambar 2.4 Onikomikosis Subungual Proksimal

Dikutip dari Kepustakaan No 3 sesuai aslinya 4. Onikomikosis Distrofik Total

Jamur menginfeksi lempeng kuku sehingga mengalami kerusakan berat. Infeksi dimulai dengan lateral atau distal onikomikosis dan kemudian menginvasi seluruh kuku secara progresif. Kuku tampak berkerut dan hancur. Keluhan subjektif dirasakan sebagai nyeri ringan dan yang lebih berat dapat terjadi infeksi sekunder. 1-4,10

Gambar 2.5 Onikomikosis Distrofik Total


(30)

5. Onikomikosis Candida

Umumnya menyerang kuku tangan dan hampir setengah onikomikosis terkait kuku tangan adalah disebabkan spesies Candida. Lebih umum dilaporkan pada wanita akibat sering mencuci tangan dengan air dan sabun saat mengerjakan tugas-tugas rumah tangga juga bisa menjadi faktor pendukung.2-5

Gambar 2.6 Onikomikosis Candida

Dikutip dari Kepustakaan No 3 sesuai aslinya

2.1.7. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan

laboratorium.1-4,14,16,33,34 Keluhan pada pasien onikomikosis selalu bersifat

kosmetis karena dapat menimbulkan rasa malu.1,2

Pasien onikomikosis dapat diidentifikasi dari penampilan kukunya tetapi karena gambaran infeksi lainnya pada kuku menyerupai gambaran onikomikosis sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium sebelum pemberian terapi karena terapi pada onikomikosis bersifat jangka panjang, mahal dan pertimbangan efek samping yang dapat timbul.10


(31)

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis onikomikosis, diperlukan pemeriksaan penunjang. Saat ini

dikenal beberapa metode pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis onikomikosis antara lain pemeriksan mikroskopis dengan KOH 20%,

pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan PAS (Periodic Acid Schiff),

pemeriksaan mikroskopik imunofloresensi dengan pewarnaan calcoflour,

pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) dan metode kultur.28-30

Namun pemeriksaan yang biasanya tersedia dalam praktik klinis sehari-hari adalah pemeriksaan KOH 20%, metode pewarnaan PAS dan kultur.14-17,28,29,30

Diagnosis laboratorium yang baik ditentukan oleh cara pengambilan bahan pemeriksaan.16,17,28-30

1. Mikroskopi Langsung

Pemeriksaan mikroskopi langsung dengan kalium hidroksida (KOH) murah dan mudah dilaksanakan, namun memiliki keterbatasan. Akurasi hasil pemeriksaan KOH 20% sangat tergantung dari beberapa faktor yaitu tempat pengambilan spesimen, faktor matriks kuku, gelembung udara maupun bintik lemak yang dapat menyerupai bentuk materi jamur yang bisa menimbulkan

kesalahan interpretasi pada saat pemeriksaan.16,17Pemeriksaan ini hanya

berfungsi sebagai penyaring ada atau tidaknya infeksi, tetapi tidak dapat

menentukan spesies penyebabnya.3,16,17 Sebelum diperiksa di bawah

mikroskop, kuku dilunakkan dan dijernihkan dalam larutan KOH 20-30%. Dimetil sulfoksida (DMSO) 40% juga dapat dipakai untuk melunakkan kuku. Larutan KOH diteteskan pada objek glass, kemudian spesimen diletakkan di atasnya. Setelah ditutup dengan deck objek penutup, dilewatkan di atas api


(32)

bunsen untuk mempercepat proses penghancuran keratin sekaligus menghilangkan gelembung udara pada objek glass. Lalu diamati di bawah mikroskop maka akan terlihat elemen-elemen jamur seperti hifa dan spora. Gambaran jamur dapat diperjelas menggunakan tinta parker biru yaitu

Chlorazol black E. Tinta parker paling sering digunakan karena mudah didapatkan. Spesimen diperiksa untuk identifikasi elemen-elemen jamur, yakni hifa atau artospora jamur. Terdapatnya sejumlah besar filamen dalam lempeng kuku, terutama bila berupa artospora memiliki arti diagnostik untuk dermatofita. Adanya pseudofilamen dan filamen disertai ragi di dalam nail bed memberi petunjuk onikomikosis oleh Candida spp. Terdapatnya filamen-filamen tipis dan tebal, dengan bermacam-macam ukuran, bentuk dan arah di

dalam nail bed yang sama memberi kesan infeksi campuran beberapa jamur

patogen.3,28,29

2. Kultur

Kultur merupakan pemeriksaan jamur, meskipun hasil pemeriksaan dengan mikroskopis langsung negatif. Melalui kultur, spesies jamur patogen dapat diidentifikasi. Kegagalan pertumbuhan jamur pada medium ditemukan bila pasien telah mendapat terapi topikal atau sistemik. Kegagalan tumbuh ini juga lebih banyak pada bahan kuku dibanding kulit karena kebanyakan bahan diambil dari distal kuku dimana kebanyakan jamur sudah tua dan mati. Oleh karena itu dianjurkan untuk mengikutsertakan bahan kulit atau potongan kuku untuk pembiakan jamur pada media. Spesimen yang dikumpulkan di cawan petri diambil dengan sengkelit yang telah disterilkan di atas api bunsen, kemudian bahan kuku ditanam pada dua media.


(33)

Media I : terdiri dari media yang mengandung antibiotik dan anti jamur (Mycobitotic/mycocel), media II: yang tidak mengandung antibiotik dan anti

jamur PDA (Potato Dextrose Agar)/SDA (Sabouraud’s Dextrose Agar).

Media diinokulasikan dalam keadaan steril, lalu diinkubasi pada suhu 24°- 28°C selama 4-6 minggu. Koloni dermatofita akan tampak setelah 2 minggu, sedangkan non dermatofita terlihat dalam seminggu, hasil negatif jika tidak tampak pertumbuhan setelah 3-6 minggu.3,16,17,28,29

3. Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi dilakukan jika hasil pemeriksaan mikroskopi langsung dan kultur meragukan.28,29,36 Dengan pemeriksaan histopatologi

dapat ditentukan apakah jamur tersebut invasif pada lempeng kuku atau daerah subungual disamping itu kedalaman penetrasi jamur dapat dilihat.28,29

Bahan untuk pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh melalui lempeng kuku

yang banyak mengandung debris dan potongan kuku.28,29,36 Bahan

pemeriksaan histopatologi dapat langsung dimasukkan dalam parafin, atau terlebih dahulu dalam larutan formalin 10% semalaman agar jamur terfiksasi dengan baik, kemudian blok parafin dipotong tipis hingga ketebalan 4 -10 µ dengan menggunakan mikrotom dan dilakukan pewarnaan PAS, dan dapat dilihat adanya hifa dan atau spora dengan menggunakan mikroskop.3,28,29,36

4. Pemeriksaan PCR

PCR adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara invitro. Metode

ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985.18,19

Beberapa tahun yang lalu metode molekular ini telah dilakukan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi dermatofita secara langsung dari kulit,


(34)

rambut dan kuku.20 Metode ini berkembang dikarenakan metode konvensional

dikatakan lambat dan kurang spesifik.14,37-39 Penelitian sebelumnya telah

dilakukan dengan mengevaluasi penggunaan PCR pada onikomikosis dan didapatkan spesifikasi yang cepat dan langsung.24-26 PCR dapat digunakan

untuk mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam. PCR merupakan suatu tehnik yang melibatkan beberapa tahap yang berulang (siklus) dan pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah target DNA double stranded.18 Komponen-komponen yang diperlukan pada proses

PCR adalah cetakan DNA; sepasang primer yaitu suatu oligonukleotida

pendek (potongan pendek) yang mempunyai urutan nukleotida yang sesuai

dengan urutan nukleotida DNA cetakan; deoxynucleotide triphosphates

(dNTPs); buffer PCR; magnesium klorida (MgCl2) dan enzim DNA

polymerase.18,19 Di dalam mesin PCR terjadi sintesis dan amplifikasi yang terdiri dari 3 tahap yaitu (1) denaturasi DNA cetakan; (2) penempelan primer

pada cetakan (annealing) dan (3) pemanjangan primer (extention). Tahap ini merupakan tahap berulang (siklus), dimana pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah DNA.15,16 Pada tahap denaturasi, reaksi PCR terjadi pada suhu tinggi

(+ 94 0C) selama 30-60 detik sehingga DNA double stranded terdenaturasi

atau terpisah menjadi dua single stranded kemudian didinginkan hingga

mencapai suhu tertentu untuk memberikan waktu pada primer menempel

(anneal primers) pada daerah tertentu dari target DNA.18,19

Tahap awal sintesis sekuen spesifik DNA secara in vitro dimulai pada tahap

annealing, dimana primer akan menempel pada sekuen komplementer single stranded DNA cetakan. Hal ini dilakukan pada suhu 45-60oC selama 60-120


(35)

detik. Sintesis DNA ini berlangsung dari arah 5’ ke 3’.16Agar sintesis DNA

dapat berlangsung dengan baik maka reaksi tersebut memerlukan adanya enzim DNA polymerase, misalnya thermus aquaticus(tag)polymerase dan

MgCl2, sementara kebutuhan energi dan nukleotida terpenuhi dari dNTPs

(terdiri dari: deoxythymin triphosphates (dTTP), deoxyguanin triphosphates

(dGTP), deoxyadenin triphosphates (dATP) dan deoxycystein triphosphates

(dCTP)).15,16Aksi sintesis DNA pada tahap ini tergantung pada suhu annealing

dari primer yang digunakan. Suhu annealing primer tersebut ditentukan

diantaranya dari ukuran panjang primer dan kandungan basa (G+C) dari

primer yang digunakan.18

Pada tahap extention, umumnya terjadi pada suhu 72 0C selama 60-120 detik,

proses sintesis yang telah dimulai dari tempat penempelan primer, terus

berlanjut sampai bertemu dengan sintesis DNA yang dilakukan oleh primer

lainnya dengan arah yang berlawanan pada komplemen stranded DNA

template, sehingga terbentuklah DNA double stranded yang baru.18,19

Sintesis DNA tersebut akan terus berlanjut melalui tiga tahapan tersebut di atas secara berulang. Pada akhirnya maka akan diperoleh produk PCR, berupa sekuen DNA yang diinginkan dalam jumlah yang berlipat ganda. Selanjutnya

produk PCR yang diperoleh dapat disimpan pada suhu 4 0C, sampai saatnya


(36)

Gambar 2.7 Bagan Proses Tehnik PCR


(37)

Untuk melihat hasil amplifikasi DNA tersebut, maka produk PCR yang diperoleh, dimigrasikan pada gel agarose (elektroforesis).14,18

Gambar 2.8 Elektroforesis Gel Agarose untuk Amplifikasi Hasil PCR dalam Menemukan Elemen Jamur pada Onikomikosis

Dikutip dari Kepustakaan No 14 sesuai aslinya

Umumnya hasil amplifikasi DNA dengan PCR ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas dan kuantitas DNA, temperatur annealing primer,

kualitas dan konsentrasi primer, konsentrasi MgCl2, dNTP, enzim DNA

polymerase, dan jumlah siklus PCR yang dilakukan.18

Terdapat beberapa metode yang sering dibutuhkan sebagai tindakan tambahan pada PCR salah satunya adalah restriction endonuclease digestion.9 Metode restriction endonuclease digestion atau restriction fragment length polymorphism (RFLP) merupakan metode PCR dengan penambahan enzim setelah amplifikasi sehingga memungkinkan hasil yang lebih spesifik. Pada salah satu penelitian, yang menggunakan metode PCR-RFLP untuk identifikasi spesies dermatofita, didapati hasil yang cukup baik dan konsisten untuk beberapa spesies.25,40


(38)

Gambar 2.9 Bentuk Elektroforesis ITS-RFLP untuk Identifikasi Jamur Dermatofita

Dikutip sesuai Kepustakaan No 42 sesuai aslinya

Pada penelitian Gwozdz dkk (2011) dikatakan PCR-RFLP merupakan metode yang cepat dan tepat dalam identifikasi jamur dermatofita yaitu

Trichphyton rubrum, hampir 90% jamur penyebab onikomikosis adalah jamur dermatofita.40

Pemeriksaan dengan metode KOH 20% dan kultur jamur yang digunakan untuk menegakkan diagnosis onikomikosis bisa memberikan hasil positif palsu


(39)

atau negatif palsu dan untuk pemeriksaan kultur jamur membutuhkan waktu yang lama untuk mengetahui agen jamur penyebab infeksi sehingga direkomendasikan pemeriksaan dengan tehnik PCR yang memungkinkan untuk identifikasi dini dan akurat agen jamur penyebab onikomikomikosis.14-17

Gambar 2.10 Strategi Pemeriksaan Agen Jamur Penyebab Infeksi


(40)

2.2. Kerangka Teori

Gambar 2.11 Diagram Kerangka Teori

Gambaran klinis :

1. Onikomikosis subungual distal dan lateral

2. Onikomikosis superfisial putih

3. Onikomikosis subungual proksimal

4. Onikomikosis distrofik total

5. Onikomikosis Candida

Dermatofita Candida

(-) / (+) elemen jamur KOH 20%

Non dermatofita /

mold

Kultur

Histopatologi /Pewarnaan PAS

PCR-RFLP Pemeriksaan laboratorium

(-) / (+) onikomikosis (-) / (+)

elemen jamur

(-) / (+) elemen jamur

(-) / (+) elemen jamur


(41)

2.3. Kerangka Konsep

Gambar 2.12 Diagram Kerangka Konsep

Sensitivitas Spesifisitas

Positive Predictive Value Negative Predictive Value

Rasio Kemungkinan Positif Rasio Kemungkinan Negatif

Akurasi PCR-RFLP

Diduga onikomikosis


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu uji diagnostik untuk mendiagnosis onikomikosis.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan April 2014 sampai jumlah sampel terpenuhi.

3.2.2. Tempat Penelitian

1. Penelitian dilakukan di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Divisi Mikologi. RSUP. H. Adam Malik Medan.

2. Pengambilan sampel materi kuku dilakukan di Poliklinik Divisi

Mikologi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan untuk selanjutnya diperiksa ke laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk pemeriksaan kultur jamur. PCR-RFLP dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

1. Populasi target


(43)

2. Populasi terjangkau

Penderita diduga onikomikosis yang datang ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Divisi Mikologi RSUP. H. Adam Malik Medan sejak bulan April 2014.

3.3.2. Sampel

Penderita diduga onikomikosis yang datang ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Divisi Mikologi RSUP. H. Adam Malik Medan sejak bulan April 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4. Besar Sampel

Untuk menghitung besar sampel penelitian, maka digunakan rumus sebagai berikut:

Rumus :

n = Zα2 sen (1 – sen) d2P

41

Keterangan :

n = besar sampel

Zα = tingkat kesalahan ditetapkan sebesar 5% sehingga Zα = 1,96

sen = sensitivitas yang diinginkan dari alat yang diuji nilai diagnostiknya: 99% d = presisi penelitian ditetapkan sebesar 15%


(44)

Maka :

n =

(0,1)2x 0,15

(1,96)2 x 0,99x (1 – 0,99)

=

0,01 x 0,15 (1,96)2 x 0,99 x 0,01

=

0,01 x 0,15 3,8416x0,99 x 0,01

=

0,0015 0,038

= 25,33 = 25 sampel

Jadi jumlah sampel kuku minimal dalam penelitian ini sebanyak 25 pasien.

3.5. Cara Pengambilan Sampel Penelitian

Cara pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode

consecutive sampling.

3.6. Identifikasi Variabel 3.6.1. Variabel Bebas

Hasil pemeriksaan PCR-RFLP.

3.6.2. Variabel Terikat

Sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value, negative predictive value, rasio kemungkinan positif,rasio kemungkinan negatif dan akurasi.

3.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.7.1. Kriteria Inklusi

1. Pasien yang diduga menderita onikomikosis.

2. Bersedia ikut serta dalam penelitian dan menandatangani inform


(45)

3.7.2. Kriteria Eksklusi

1. Pasien yang diduga onikomikosis dengan liken planus kuku. 2. Pasien yang diduga onikomikosis dengan psoriasis kuku. 3. Pasien yang diduga onikomikosis tipe subungual proksimal

4. Sedang mendapatkan pengobatan onikomikosis berupa anti jamur

topikal dalam 1 minggu terakhir dan anti jamur oral dalam 1 bulan terakhir.

3.8. Alat, Bahan dan Cara Kerja 3.8.1. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan adalah skalpel, wadah spesimen (amplop),ice bag, tabung PCR (Biologix), microsentrifuge tube (Sorenson), white tip

(Biologix), yellow tip (Biologix), blue tip (Sorenson), micropipet

(Rainin), kulkas, sentrifuge (Biofuge, Jerman), inkubator (Mammert),

thermocycler (applied biosystem tipe Veriti 96 well thermal cycler, Singapura), aparatus elektroforesis dengan power supply (Scie-plas, UK) dan vortex (Biosan).

2. Bahan yang digunakan adalah potongan kuku, media Sabaroud’s

dextrose agar, buffer Tris-EDTA (Sigma), EDTA (Sigma), ekstraksi

DNAkit (Promega),enzim litikase (Sigma), PCR kit (Promega),

primerInternal Transcribed Spacer 1 (ITS1) dan Internal Transcribed Spacer 4 (ITS 4) (1st Base), gel agarose 2% (Promega), isopropanol

(Merck), etanol 70% (Merck), ethidium bromide (Promega), penanda


(46)

3.8.2. Cara Kerja

1. Pencatatan data dasar

Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan meliputi identitas penderita seperti nama, jenis kelamin, tempat/tanggal lahir, alamat dan nomor telepon.

2. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan dermatologis.

3. Pengambilan sampel kuku yang dilakukan oleh peneliti, sampel kuku diambil

dari bagian kuku yang terinfeksi dengan menggunakan gunting kuku atau skalpel no. 15, yang terlebih dahulu telah dibersihkan dengan alkohol 70%. Potongan kuku yang diambil dibagi dalam 2 bagian, untuk dilakukan pemeriksaan kultur jamur ke laboratorium mikrobiologi yang dimasukkan ke dalam amplop 1, untuk pemeriksaan PCR RFLP dimasukkan dalam amplop 2 ke laboratorium terpadu.

4. Untuk pemeriksaan kultur jamur, potongan kuku dimasukkan dalam 2 media,

media yang dapat menapis jamur dermatofita (mycobiotic/mycocel), dan

media yang dapat menumbuhkan jamur non dermatofita (PDA/SDA). Bahan potongan kuku akan diinokulasikan pada media dalam keadaan steril. Media dieramkan pada temperatur suhu kamar yaitu sekitar 25°C-32°C selama 4-6 minggu. Pengamatan pada minggu I dilakukan tiap hari, minggu II pengamatan dilakukan kelang 1 hari, minggu III pengamatan 2 kali dalam seminggu. Bila koloni yang tumbuh di media yang mengandung antibiotik media dipindahkan ke media yang tanpa antibiotik.

5. Spesimen untuk PCR-RFLP dibawa ke Laboratorium terpadu, Fakultas


(47)

a. Spesimen kuku yang diambil kira-kira 1 x 1 cm sampai 1,5 x 1,5 cm, kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro 1,5 ml ditambah 400 µl lisis buffer.

b. Ditambahkan 7,5 µl enzim litikase lalu di vortex.

c. Inkubasi sampel pada 30oC selama 30 menit. Kemudian dinginkan pada

temperatur ruangan.

d. Ditambahkan dengan 1,5 µl RNAse lalu diinkubasi pada suhu 37oC

selama 20 menit

e. Tambahkan 100 µl SDS dan 15 µl proteinase K lalu diinkubasi pada suhu

60oC selama 55 menit.

f. Ditambahkan 1ml fenol-kloroform (1:1).

g. Disentrifuse pada 13.000 rpm selama 5 menit, lalu supernatan

dipindahkan ke tabung mikro 1,5 ml.

h. Ditambahkan 1 ml isoporopanolol dingin lalu tabung dibolak-balik

i. Disentrifuse pada 13.000 rpm selama 5 menit, lalu supernatan

dipindahkan ke tabung mikro 1,5 ml.

j. Buang supernatan. Pellet cell kemudian dicuci dengan memasukkan 300 µl etanol 70%, kemudian sentrifus kembali pada 13.000 rpm selama 5 menit.

k. Buang supernatan, lalu keringkan pellet cell+ 15 menit, dengan

membalikkan tabung di atas kertas absorban secara hati-hati selama 1 jam lalu ditambahkan 100 µl TE buffer.

l. Kemudian simpan pada suhu 4 oC selama satu malam dan dapat disimpan


(48)

m. Hasil dari ekstraksi DNAdiambil 2 µl dan volume reaksi diambil 23 µl (green master mix12,5 µl, primer reverse1 µl, primer forward1 µl, nuclease free water8,5 µl, DNA templet 2 µl) dimasukkan ke dalam tabung PCR. Lalu dimasukkan kedalam mesin termocycler. Preheat pada suhu 94oC, selama 10 menit; denaturasi pada suhu 93oC, selama 1 menit;

annealing pada suhu 58oC, selama 1 menit; extention pada suhu 72 oC, selama 1 menit rangkaian proses ini dilakukan sebanyak 35 siklus dan

finalextention pada suhu 72 oC, selama 7 menit.

n. Hasil amplifikasi PCR diambil 10 µl,kemudian di running di dalam gel

agarose 2% yang diwarnai dengan ethidium bromide bersamaan dengan

penanda DNA, selama 1jam dengan voltase 70 volt.Lalu dibaca dengan ukuran 500 bp, 600 bp, 780 bp, 720 bp atau 680 bp menggunakan lampu UV yang dihubungkan dengan komputer.

o. Hasil amplifikasi PCR diambil 5 µl dan volume reaksi restriksi diambil 10 µl (enzim MvaI 2 µl atau Hae III, buffer 1 µl, nuclease free water

3,8 µl, PCR product 5 µl) dimasukkan pada tabung PCR kemudian

diinkubasi pada suhu 37oC, selama 3 jam.

p. Hasil restriksi diambil 10 µl dan di running di dalam gel agarose 2%

bersamaan dengan penanda DNA, yang diwarnai dengan ethidium

bromide, selama 1 jam 10 menit, voltase 70 volt, kemudian dibaca

dengan masing-masing ukuran dari penggunaaan enzim MvaI dan Hae


(49)

3.9. Defenisi Operasional

1. Pasien diduga onikomikosis pada penelitian ini adalah pasien yang

disangkakan mengalami onikomikosis melalui pemeriksaan klinis dengan gambaran berupa onikomikosis subungual distal dan lateral, onikomikosis distrofik total dan onikomikosis candida. Pasien yang diduga onikomikosis subungual proksimal tidak digunakan karena pengambilan jaringan dilakukan dengan biopsi plong.

2. Pemeriksaan kultur adalah suatu metode diagnostik terhadap infeksi

onikomikosis dengan cara mengkultur materi/kerokan kuku yang mengalami

infeksi dengan memakai media kultur mycobiotic/mycocel dan Sabaround

DextroseAgar (SDA)/ Potato Dextrose Agar (PDA) sehingga dengan metode ini dapat diidentifikasi jenis spesies jamur.

3. Interpretasi hasil pemeriksaan kultur jamur dikatakan positif jika ditemukan pertumbuhan jamur lalu dilihat dan dinilai koloni jamur tersebut secara makroskopis dan mikroskopis jika tidak ditemukan koloni jamur dikatakan tidak ada pertumbuhan jamur (TAPJ).

4. Psoriasis kuku adalah penyakit psoriasis yang melibatkan kuku berupa pitting kuku dan diskolorisasi coklat kuning pada bantalan kuku.

5. Liken planus kuku adalah penyakit liken planus yang melibatkan kedua kuku

tangan dan kaki dengan gambaran onikolisis, diskolorisasi kuning dan adanya hiperkeratosis subungual disertai dengan kelainan pada kulit dan mukosa yang mempunyai gambaran khas yaitu lesi Wickhamstriae.

6. PCR-RFLP merupakan suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in


(50)

7. Primer ITS1 dan ITS4 merupakan primer yang digunakan pada penelitian ini,

dengan urutan pada primer ITS1 (5’-TCC GTA GGT GAA CCT GCG G-3’)

dan primer ITS4 (5’-TCC TCC GCT TAT TGA TAT GC-3’) yang akan dibaca pada gel agarose 2% dengan ukuran 500 bp, 600 bp, 680 bp, 780 bp dan 720 bp.

8. Interpretasi hasil pemeriksaan PCR dikatakan positif jika dijumpai potongan DNA dan dikatakan negatif jika tidak dijumpai potongan DNA.

9. Enzim MvaI merupakan enzim ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini, yang membaca T. Mentagrophytes dengan ukuran 400 bp, 360 bp, 250 bp, 160

bp dan 120 bp; T. Rubrum dengan ukuran 370 bp dan 160 bp; Trichophyton

Tonsurans(T. Tonsurans) dengan ukuran 360 bp dan 250 bp; T. Verrucosum

dengan ukuran 450 bp, 350 bp dan 200 bp; dan E. Floccosum dengan ukuran

360 bp, 230 bp dan 170 bp pada gel agarose 2%.

10.Enzim Hae III merupakan enzim ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini,

yang membaca jamur nondermatofita/ mold (Syctalidium spp, Aspergillus,

Scopuloriopsis dan Fusarium) dengan ukuran 300-600 bp dan yeast seperti

Candida Albicans dengan ukuran 90-430 bp.

11.Interpretasi hasil pemeriksaan PCR-RFLP dikatakan tidak terdeteksi jika

tidak dijumpai potongan DNA yang sesuai dengan basepair jamur patogen

penyebab onikomikosis.

12.Anti jamur topikal merupakan obat-obat anti jamur yang dioleskan pada

daerah kuku yang hanya mempengaruhi daerah yang dioleskan tersebut; obat-obat anti jamur topikal tersebut seperti golongan siklopiroks dan amorolfin.


(51)

13.Anti jamur oral merupakan obat-obat anti jamur yang diberikan secara oral yang memberikan efek sistemik; obat-obat anti jamur oral tersebut seperti golongan azol (itrakonazol dan flukonazol) dan non azol (griseofulvin dan terbinafin).

14.Sensitivitas adalah kemampuan alat diagnostik untuk mendeteksi suatu

penyakit yang diperoleh dari perhitungan proporsi subjek yang sakit dengan hasil uji diagnotik positif (positif benar) dibanding seluruh subjek yang sakit (positif benar + negatif semu).

15.Spesifisitas adalah kemampuan alat diagnostik untuk menentukan bahwa

subjek tidak sakit, yang diperoleh dari perhitungan proporsi subjek sehat yang memberikan hasil uji diagnostik negatif (negatif benar) dibandingkan dengan seluruh subjek yang tidak sakit (negatif benar + positif semu).

16. Positive Predictive Value (PPV) adalah probabilitas seseorang benar-benar menderita penyakit bila hasil uji diagnostiknya positif yang diperoleh dari perbandingan antara subjek dengan hasil uji positif benar dengan positif benar ditambah positif semu.

17. Negative Predictive Value (NPV) adalah probabilitas seseorang tidak

menderita penyakit bila hasil ujinya negatif yang diperoleh dari perbandingan antara subjek dengan hasil uji negatif benar dengan negatif semu ditambah negatif benar.

18.Rasio Kemungkinan Positif (RKP) adalah perbandingan antara hasil positif

pada kelompok yang memang positif dibandingkan dengan hasil positif pada kelompok yang negatif. Secara matematis rasio kemungkinan positif sama dengan nilai sensitivitas dibagi 1-spesifisitas


(52)

19.Rasio Kemungkinan Negatif (RKN) adalah perbandingan antara hasil negatif pada kelompok yang positif dibandingkan dengan hasil negatif pada kelompok yang negatif. Secara matematis rasio kemungkinan positif sama dengan nilai sensitivitas dibagi 1-spesifisitas. Secara matematis rasio kemungkinan negatif sama dengan 1- sensitivitas dibagi spesifisitas.


(53)

3.10. Kerangka Operasional

Gambar 3.1. Diagram Kerangka Operasional

PCR-RFLP Kultur jamur

Sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV,RKP,RKN

& akurasi Pasien yang diduga

onikomikosis Anamnesis

Pemeriksaan dermatologi

Sampel Memenuhi

kriteria inklusi & eksklusi


(54)

3.11. Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terhimpun ditabulasi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis statistik diolah dengan memakai sistem komputer, untuk menilai kemampuan diagnostik PCR-RFLP data ditabulasi dalam tabel 2x2 lalu dinilai uji sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value, negative predictive value, rasio

kemungkinan positif, rasio kemungkinan negatif dan akurasi dengan

menggunakan baku emas kultur jamur.

3.12. Ethical Clearance

Penelitian ini dilakukan setelah memperoleh ethical clearance dari Komite Etik Penelitian bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan pada pasien dengan dugaan onikomikosis yang berjumlah 35 orang. Semua subjek penelitian telah menjalani anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dermatologi, pemeriksaan kultur jamur dan pemeriksaan PCR-RFLP. Karakteristik kasus berdasarkan jenis kelamin, umur, pekerjaan gambaran klinis dan lokasi kuku yang terinfeksi jamur dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

4.1.Karakteristik Subjek Penelitian

4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Perempuan 25 71.4

Pria 10 28.6

Total 35 100.0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek penelitian adalah dengan jenis kelamin perempuan (71,4%).

Pada penelitian Gelotar dkk pada tahun 2011 di Gujarat dari 45 kasus onikomikosis dijumpai terjadi lebih banyak pada wanita yaitu 80% akibat pekerjaan yang sering kontak dengan air dan pada pria yaitu 20%.8

Pada penelitian Adrian pada tahun 2000 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan penderita onikomikosis paling banyak dijumpai pada wanita yaitu 21 orang (70%) dan pria 9 orang (30%).46


(56)

4.1.2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur

Tabel 4.2 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur

No. Usia Frekuensi Persentase (%)

1. 16-25 tahun 8 22,9

2. 26-35 tahun 4 11,4

3. 36-45 tahun 6 17,1

4. 46-55 tahun 7 20,0

5. 6.

56-65 tahun 66-75 tahun

8 2

22,9 5,7

Total 35 100,0

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa subjek penelitian yang terbanyak berdasarkan umur penderita onikomikosis mayoritas berusia 16-25 tahun yaitu 8 orang (22,9%), berusia 56-65 tahun (22,9%) dan minoritas berusia antara 66-75 tahun yaitu 2 orang (5,7%).

Pada penelitian ini onikomikosis juga banyak ditemukan pada usia dewasa muda diduga berhubungan dengan penggunaan sepatu yang tertutup dan banyak aktivitas pada waktu luang.3

Pada penelitian Adrian pada tahun 2000 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan penderita onikomikosis paling banyak dijumpai pada usia 21-30 tahun yaitu 23,3%.46

Pada penelitian Gupta dkk pada tahun 2005-2006 di India usia terbanyak yang dijumpai menderita onikomikosis adalah pada usia 40-60 tahun.16

Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi penyakit onikomikosis dapat meningkat karena pertambahan usia, hal ini diduga akibat sirkulasi pembuluh darah perifer yang terganggu, penyakit penyerta seperti diabetes melitus, trauma pada kuku, gangguan daya tahan tubuh dan higiene yang jelek pada kuku.2


(57)

4.1.3. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 4.3 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

Buruh kebun 8 22.9

Ibu rumah tangga 9 25.7

Mahasiswa 8 22.9

Pembantu rumah tangga 5 14.3

Pensiunan PNS 1 2.9

Tidak bekerja 4 11.4

Total 35 100.0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa subjek penelitian yang terbanyak adalah dengan pekerjaan ibu rumah tangga (25,7%) diikuti dengan mahasiswa dan buruh kebun masing-masing (22,9%) dan yang terendah adalah pensiunan PNS (2,9%).

Pada beberapa penelitian menunjukkan kejadian onikomikosis meningkat berhubungan dengan pekerjaan yang sering kontak dengan air seperti pembantu rumah tangga dan ibu rumah tangga.3,5

Pada penelitian Adrian pada tahun 2000 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan penderita onikomikosis paling banyak dijumpai pada ibu rumah tangga (30%), perawat (26,7%) dan pencuci mobil (10%).46

Pada penelitian Ahmed dkk tahun 2010 di Karachi dijumpai dari 16 pasien perempuan yang menderita onikomikosis 14 adalah pembantu rumah tangga yang pekerjaannya sering kontak dengan air, membersihkan rumah dan mencuci pakaian.5


(58)

4.1.4. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Gambaran Klinis Tabel 4.4 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Gambaran Klinis

Gambaran Klinis Frekuensi Persentase (%)

Onikomikosis Candida 14 40,0

Onikomikosis Distrofik Total 10 28,5

Onikomikosis Subungual Distal dan Lateral 11 31,4

Total 35 100,0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa gambaran klinis onikomikosis yang paling banyak dijumpai pada subjek penelitian adalah onikomikosis candida 14 (40%), onikomikosis subungual distal dan lateral 10 (28,5%) dan onikomikosis distrofik total 11 (31,4%).

Onikomikosis candida semakin banyak ditemukan pada individu dengan penurunan kekebalan sebagai akibat dari penuaan, diabetes, penyakit vaskuler,

dan penggunaan antibiotik spektrum luas.3,8 Keterpaparan kronis terhadap

kelembaban dan bahan kimia termasuk detergen, trauma seperti yang ditemukan pada ibu rumah tangga, petani dan nelayan, memberi kontribusi kepada onikomikosis candida yang disertai dengan paronikia.3,8

Pada penelitian Gupta dkk pada tahun 2007 di India dijumpai dari 130 pasien onikomikosis gambaran klinis yang paling banyak dijumpai adalah onikomikosis subungual distal dan lateral yaitu 95(73,1%), onikomikosis candida

19(14,6%), onikomikosis distrofik total 9 (7,7%) dan onikomikosis superfisial putih 6 (4,6%).16


(59)

4.1.5. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Lokasi Kuku

Tabel 4.5 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Lokasi Kuku

Lokasi Frekuensi Persentase (%)

Kuku kaki 21 60

Kuku tangan 14 40

Total 35 100,0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada subjek penelitian lokasi kuku yang terkena lebih banyak dijumpai pada kuku kaki 21 (60%) sedangkan pada kuku tangan 14 (40%).

Pada penelitian Rizal pada tahun 2010 di RSUP Haji Adam Malik Medan pada 32 kasus onikomikosis dijumpai lokasi kuku yang terkena paling banyak pada kuku jari kaki yaitu 21 (63,6%) dan kuku jari tangan 12 (36,4%).6

Kuku kaki lebih sering terserang daripada kuku tangan karena laju pertumbuhan yang tiga kali lebih lambat, faktor-faktor pencetus lainnya meliputi trauma kuku, penyakit vaskuler periferal, merokok dan psoriasis.1-4,8,1

4.2. Distribusi Spesies Jamur pada Kultur dan PCR-RFLP

Distribusi proporsi jenis jamur pada kultur yang ditemukan pada penderita onikomikosis di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan pada Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(60)

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Jenis Jamur pada Kultur Onikomikosis di Rumah Sakit H.Adam Malik Medan Tahun 2014

No. Jenis Jamur pada Kultur Frekuensi Persentase (%)

1. TAPJ 7 20,0

2. Candida albicans 15 42,8

3. Aspergillus niger 5 14,3

4. Cladosporium sp 3 8,6

5. Phaecylomyces sp 1 2,9

6. Epidermophyton floccosum 1 2,9 7. Trichophyton tonsurans 1 2,9 8. 9. Culvularia Candida tropicalis 1 1 2,9 2,9

Total 35 100,0

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa berdasarkan jenis jamur yang

ditemukan pada kultur pada penderita onikomikosis mayoritas jenis Candida

albicans yaitu 15 orang (42,8%) dan minoritas jenis jamur yang ditemukan

Phaecylomyces sp, Epidermophyton floccosum, Trichophyton tonsurans, Candida tropicalis dan Culvularia masing-masing yaitu 1 orang (2,9%).

Pada penelitian Gupta M pada tahun 2005 di India spesies penyebab onikomikosis yang didapat dari pemeriksaan kultur adalah Candida atau yeast

40,8%, Trichophyton rubrum 32,6%, Trichophyton mentagrophytes 6,1%,

Trichophyton verrucosum 2,1% dan Aspergillus sp 6,1%.1

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Jenis Jamur pada PCR-RFLP Onikomikosis di Rumah Sakit H.Adam Malik Medan Tahun 2014

No. Jenis Jamur pada PCR-RFLR Frekuensi Persentase (%)

1. Tidak terdeteksi 11 31,4

2. 3. Candida albicans Negatif 15 6 42,8 17,1 4. Epidermophyton floccosum 1 2,9 5. 6. Trichophyton tonsurans Candida tropicalis 1 1 2,9 2,9


(61)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dengan PCR-RFLP, jenis jamur yang ditemukan pada penderita onikomikosis mayoritas adalah Candida albicans yaitu 15 orang (42,8%) dan minoritas jenis jamur yang ditemukan jenis Epidermophyton floccosum, Candida tropicalis dan

Trichophyton tonsurans masing-masing yaitu 1 orang (2,9%).

Spesies Candida albicans dijumpai pada 70% kasus onikomikosis, bisa terjadi pada kuku tangan atau kuku kaki.2

Infeksi jamur pada kuku atau onikomikosis di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh golongan jamur candida terutama Candida albicans hal ini dijumpai dari penelitian-penelitian pada tahun 1994 pada pusat-pusat pendidikan di Medan, Jakarta, Surabaya dan Bandung.3

Pada penelitian Bramono dkk yang mengumpulkan data onikomikosis dari beberapa kota seperti Bandung, Jakarta, Denpasar, Makasar dan lain-lain dari tahun 1997-1998 penyebab onikomikosis terbanyak adalah spesies Candida yaitu 50,1%.47

Pada penelitian Gelotar dkk pada tahun 2011 di Gujarat dari 45 kasus onikomikosis jamur patogen yang paling banyak dijumpai adalah spesies Candida

64,71%, dermatofita 17,56%, campuran 11,76% dan mold 5,88%.8

Jamur penyebab onikomikosis lebih banyak dijumpai spesies Candida

terutama Candida albicans terjadi akibat pekerjaan yang sering kontak dengan air seperti pada ibu rumah tangga, pembantu rumah tangga, petani dan nelayan.3,5


(62)

4.3. Sensitivitas, Spesifisitas, Positive Predictive Value, Negative Predictive Value, Rasio Kemungkinan Positif, Rasio Kemungkinan Negatif dan Akurasi

Menegakkan diagnostik suatu penyakit secara tepat, mudah dan efisien sangat diperlukan. Adanya beberapa metoda diagnostik suatu penyakit akan memudahkan klinis untuk menentukan alternatif diagnosa yang digunakan yang disesuaikan dengan sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia.

Pada penelitian ini dilakukan pengujian metode diagnostik untuk penentuan penyakit onikomikosis dengan pemeriksaan PCR-RFLP yang menggunakan standar baku emas kultur jamur.

Tabel 4.8 Distribusi Subjek Penelitian pada Pemeriksaan PCR-RFLP Dibandingkan dengan Pemeriksaan Kultur Jamur

Kultur Jamur

Total

PCR-RFLP Positif Negatif

Positif 24(a) 5(b) 29

Negatif 4(c) 2(d) 6

Total 28 7 35

Hasil analisis dan uji statistik adalah sebagai berikut:

Sensitivitas x 100 % x 100% = 85,71 %

Spesifisitas x 100 % x 100 % = 28,57 %

Akurasi x 100 % x 100 % = 74,29%

NPP x 100 % x 100% = 82.76 %


(63)

Pemeriksaan PCR-RFLP untuk mendeteksi onikomikosis dengan metode kultur jamur sebagai baku emas mempunyai sensitivitas uji diagnostik sebesar 85,71%, yang berarti hanya 85,71% di antara penderita onikomikosis yang dapat dideteksi oleh alat ini yang menunjukkan sensitivitas metoda diagnostik dengan alat ini sangat tinggi. Uji sensitivitas merupakan pengujian yang menunjukkan kemampuan alat atau metoda yang digunakan untuk memberikan gambaran yang positif pada orang yang benar-benar sakit.

Berdasarkan hasil pengujian ini bahwa alat ini sangat baik untuk mendeteksi penyakit onikomikosis pada orang yang benar-benar menderita onikomikosis sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif pemeriksaan untuk mendiagnosis penyakit onikomikosis.

Pada penelitian Kardjeva dkk pada tahun 2004 di Jerman dari 261 kasus onikomikosis dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosisnya dijumpai pemeriksaan dengan PCR sensitivitasnya 84% dan pemeriksaan kultur jamur sensitivitasnya 22%, hal ini menunjukkan pemeriksaan molekuler hasilnya lebih baik dan waktu untuk mengidentifikasi jamur penyebab infeksi kuku hanya 2 sampai 3 hari yang dibandingkan pemeriksaan kultur jamur bias 2 sampai 4 minggu.13

Pada penelitian Litz dkk pada tahun 2010 mereka membandingkan pemeriksaan PCR dengan KOH, kultur jamur, dan pewarnaan PAS dari 559 spesimen kuku yang menunjukkan hasil pewarnaan PAS 54%, PCR 37%, KOH 40% dan kultur 22%.15


(64)

Pada penelitian Rizal pada tahun 2010 di RSUP Haji Adam Malik Medan dijumpai bahwa pewarnaan PAS lebih baik dibandingkan kultur dalam mendiagnosis onikomikosis yaitu nilai sensitivitas 96,8% dan spesifisitas 50%.6

Pada penelitian ini dijumpai PCR-RFLP memiliki nilai sensitivitas 85,71% dan spesifisitas 28,71%, lebih rendah sedikit dari hasil pewarnaan PAS tetapi pewarnaan PAS lebih bersifat invasif jika dibandingkan dengan pemeriksaan PCR-RFLP.

Pada penelitian dari Mirzahoseini dkk pada tahun 2009 di Iran menunjukkan bahwa PCR-RFLP cepat dan merupakan alat yang dapat dipercaya untuk mengidentifikasi kebanyakan jamur patogen.25

Pada penelitian Arca dkk pada tahun 2004 di Turki dari 44 sampel kuku pasien onikomikosis yang dilakukan pemeriksaan laboratorium dijumpai dengan pemeriksaan KOH 20% 40 (77%), pemeriksaan kultur jamur 12 (23%) dan PCR 20 (38%).22 PCR merupakan alat diagnostik yang selektif dan bernilai tinggi

apabila spesies jamur penyebab infeksi tidak terdeteksi dengan metode konvensional.22

Baek dkk dari Korea menyatakan bahwa PCR-RFLP merupakan suatu metode yang lebih sensitif dalam mendeteksi dan mengidentifikasi penyakit onikomikosis, memiliki nilai diagnostik yang berharga dibandingkan metode konvensional.48

Uji spesifisitas merupakan pengujian yang menunjukkan kemampuan alat atau metoda yang digunakan untuk memberikan gambaran yang negatif pada orang yang benar-benar tidak sakit. Berdasarkan nilai spesifisitas yang diperoleh sebesar 28,57% berarti besar kemungkinan penyakit onikomikosis yang dapat disingkirkan


(65)

pada tersangka penderita onikomikosis yang memiliki uji PCR-RFLP negatif sebesar 28,57%.

Pada penelitian Mohamed LM dkk pada tahun 2007 di Mesir dari 30 kasus onikomikosis dijumpai dari pemeriksaan kultur positif jamur 13(43,3%), negatif 17(56,7%) dan pemeriksaan dengan PCR dijumpai positif jamur 16 (53,3%), negatif 14 (46,7%).14

Nilai sensitivitas yang sangat tinggi dapat dipengaruhi oleh karena PCR dapat mendeteksi genom pada jamur penyebab infeksi pada pasien onikomikosis.15

Nilai spesifisitas yang rendah pada pemeriksaan PCR-RFLP ini dapat dipengaruhi oleh kontaminan yang terjadi pada saat pengerjaan atau memproses sampel.14,22

Positive Predictive Value (PPV) merupakan gambaran probabilitas subjek dengan penyakit bila hasil tes positif. Dari hasil penelitian ini didapatkan PPV

sebesar 82,76%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan alat ini untuk memperkirakan sakit onikomikosis pada orang dengan hasil tes positif sangat tinggi sehingga memberikan kepastian yang besar dari hasil tes ini.

Negative Predictive Value (NPV) merupakan gambaran probabilitas subjek tidak menderia penyakit bila hasil tes negatif. Dari hasil penelitian ini didapatkan

NPV sebesar 33,33%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan alat ini untuk

memperkirakan tidak sakit onikomikosis pada orang dengan hasil tes negatif relatif lemah sehingga alat ini kurang baik digunakan untuk skrining penyakit onikomikosis.

Akurasi adalah kemampuan alat uji untuk mendeteksi secara benar dari seluruh subjek yang diuji. Dari hasil penelitian ini didapatkan nilai akurasi alat


(66)

PCR-RFLP adalah 74,29% yang menunjukkan kemampuan alat ini untuk mendeteksi penyakit onikomikosis secara benar adalah tinggi.

Rasio Kemungkinan Positif (RKP) adalah perbandingan antara hasil positif pada kelompok yang memang positif sakit dibandingkan dengan hasil positif pada kelompok yang negatif. Dari hasil penelitian ini didapatkan nilai RKP alat PCR-RFLP adalah 1,20

Rasio Kemungkinan Negatif (RKN) adalah perbandingan antara hasil negatif pada kelompok yang positif dibandingkan dengan hasil negatif pada kelompok yang negatif. Dari hasil penelitian ini didapatkan nilai RKN alat PCR-RFLP adalah 0,5.

Hasil uji diagnostik yang positif kuat memberikan nilai rasio kemungkinan yang jauh lebih besar dari 1 dan dianggap penting adalah 10 atau lebih. Hasil uji yang negatif kuat akan memberikan nilai rasio kemungkinan mendekati 0.

PCR-RFLP cukup baik digunakan untuk mendiagnosis penyakit onikomikosis


(1)

Lokalisasi

:

Efloresensi

:

Pemeriksaan KOH 20%

:

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan kultur jamur

:

Pemeriksaan PCR-RFLP

:

DIAGNOSIS BANDING

:

DIAGNOSIS KERJA

:

PENATALAKSANAAN

:

Quo ad vitam

:

PROGNOSIS

Quo ad functionam

:


(2)

LAMPIRAN 4. OUTPUT SPSS

KELOMPOK USIA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 16-25 tahun 8 22.9 22.9 22.9

26-35 tahun 4 11.4 11.4 34.3

36-45 tahun 6 17.1 17.1 51.4

46-55 tahun 7 20.0 20.0 71.4

56-65 tahun 8 22.9 22.9 94.3

66-75 tahun 2 5.7 5.7 100.0

Total 35 100.0 100.0

KELOMPOK JENIS KELAMIN

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Perempuan 25 71.4 71.4 71.4

Pria 10 28.6 28.6 100.0

Total 35 100.0 100.0

KELOMPOK PEKERJAAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Buruh kebun 8 22.9 22.9 22.9

Ibu rumah tangga 9 25.7 25.7 48.6

Mahasiswa 8 22.9 22.9 71.4

Pembantu rumah tangga 5 14.3 14.3 85.7

Pensiunan PNS 1 2.9 2.9 88.6

Tidak bekerja 4 11.4 11.4 100.0


(3)

GAMBARAN KLINIS

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Onikomikosis Candida 14 40.0 40.0 40.0

Onikomikosis Subungual Distal dan Lateral

11 31.4 31.4 71.4

Onikomikosis Distrofik Total 10 28.6 28.6 100.0

Total 35 100.0 100.0

LOKASI KUKU

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Kuku Kaki 21 60.0 60.0 60.0

Kuku Tangan 14 40.0 40.0 100.0

Total 35 100.0 100.0

DISTRIBUSI SPESIES JAMUR PADA PEMERIKSAAN KULTUR

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TAPJ 7 20.0 20.0 20.0

Candidias albicans 15 42.8 42.8 62.9

Aspergillus niger 5 14.3 14.3 77.1

Cladosporium sp 3 8.6 8.6 85.7

Phaecilomyces sp 1 2.9 2.9 88.6

Epidermophyton floccosum 1 2.9 2.9 91.4

Trichophyton tonsurans 1 2.9 2.9 94.3

Culvularia 1 2.9 2.9 97.1

Candida tropicalis 1 2.9 2.9 100.0

Total 35 100.0 100.0

DISTRIBUSI SPESIES JAMUR PADA PEMERIKSAAN PCR-RFLP

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak terdeteksi 11 31.4 31.4 31.4


(4)

PEMERIKSAAN PCR * PEMERIKSAAN KULTUR Crosstabulation

Count

PEMERIKSAAN KULTUR

Negatif Positif Total

PEMERIKSAAN PCR Negatif 2 4 6

Positif 5 24 29

Total 7 28 35

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for PEMERIKSAAN PCR (Negatif / Positif)

2.400 .341 16.899

For cohort PEMERIKSAAN KULTUR = Negatif

1.933 .484 7.718

For cohort PEMERIKSAAN KULTUR = Positif

.806 .447 1.453


(5)

LAMPIRAN 5. FOTO-FOTO SAMPEL

ONIKOMIKOSIS

CANDIDA


(6)

LAMPIRAN 6. FOTO-FOTO PROSES PCR

a. Pengambilan spesimen kuku b.Inkubasi sampel kuku

c. Mesin sentrifuse d. Tabung atau mesin PCR

e. Elektroforesis f.Gel agarose 2%

g. Tabung menggunakan lampu UV yang

dihubungkan ke komputer


Dokumen yang terkait

Pig Species Identification in Meatballs Using Polymerase Chain Reaction Restriction Fragment Length Polymorphism

0 8 7

Identifikasi Keragaman Gen Toll-Like Receptor-4 Ayam Lokal dengan Polymerase Chain Reaction- Restriction Fragment Lenght Polymorphism

0 3 8

Studi Komperatif Antara Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism Dengan Kultur Jamur Dalam Pemeriksaan Spesies Jamur Pada Penderita Tinea Kruris

0 0 15

Studi Komperatif Antara Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism Dengan Kultur Jamur Dalam Pemeriksaan Spesies Jamur Pada Penderita Tinea Kruris

0 0 2

Studi Komperatif Antara Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism Dengan Kultur Jamur Dalam Pemeriksaan Spesies Jamur Pada Penderita Tinea Kruris

0 0 6

Studi Komperatif Antara Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism Dengan Kultur Jamur Dalam Pemeriksaan Spesies Jamur Pada Penderita Tinea Kruris

0 0 15

Studi Komperatif Antara Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism Dengan Kultur Jamur Dalam Pemeriksaan Spesies Jamur Pada Penderita Tinea Kruris

0 0 3

Studi Komperatif Antara Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism Dengan Kultur Jamur Dalam Pemeriksaan Spesies Jamur Pada Penderita Tinea Kruris

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Onikomikosis - Uji Diagnostik Polymerase Chain Reaction –Restriction Fragment Length Polymorphism Dalam Menegakkan Diagnosis Onikomikosis.

0 0 18

Uji Diagnostik Polymerase Chain Reaction –Restriction Fragment Length Polymorphism Dalam Menegakkan Diagnosis Onikomikosis.

0 0 15